Upload
others
View
35
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Tinjauan Tentang Lokasi Penelitian
Sumber Sira merupakan salah satu sumber air yang berada di Kec.
Gondanglegi Kab. Malang Jawa Timur sebagaimana Gambar 2.1. Sumber Sira
memiliki sejarah panjang, air di Sumber Sira tidak hanya digunakan sebagai
wisata. Air pada Sumber Sira juga digunakan untuk mengaliri sawah atau sebagai
irigasi sawah penduduk yang berada disekitarnya. Pengaliran air sebagai irigasi
sawah juga dijadikan sebagai salah satu objek wisata dengan membuat olahraga
river tubbing.
Gambar 2.1. Peta Kecamatan Gondanglegi
(Sumber : www. scribd.com, 2019)
Gambar 2.2. Wilayah Sumber Sira (Sumber : Dokumen Pribadi, 2019)
10
Sumber Sira adalah tempat wisata dan sumber air yang berada malang
kabupaten, sesuai dengan namanya sumber dalam bahasa jawa berarti mata air.
Mata air Sumber Sira membentuk kolam atau telaga yang diberi pembatas beton,
didasar perairan terdapat jenis tanaman air yaitu Hydrilla sp. Kedalaman Sumber
Sira sekitar 0,8 meter sampai 1,5 meter, pada dasar perairan terdapat beberapa
populasi ikan, bebatuan yang berukuran kecil serta didasarnya terdapat pasir
hitam.
2.1.2 Tinjauan Tentang Plankton
2.1.2.1 Habitat Plankton
Plankton pertama kali ditemukan oleh Victor Hensen pada tahun 1887,
dan disempurnakan Haeckel tahun 1890. Difinisi tentang plankton telah banyak
dikemukakan oleh para ahli dengan berbagai pendapat yang hampir sama yaitu,
seluruh kumpulan organisme, baik hewan dan tumbuhan yang hidup terapung atau
melayang di dalam air, tidak dapat bergerak (non motil) atau dapat bergerak
sedikit (motil) dan tidak dapat melawan arus (mengikuti arus). Individu plankton
(plankter) pada umumnya berukuran mikroskopis, meskipun demikian ada
plankton yang berukuran hingga beberapa meter misalnya ubur- ubur yang dapat
mencapai ukuran 1 meter dengan tentakel sepanjang 25 meter. Menurut Cushing
et al (1958) Plankton berdasarkan ukurannya dibagi menjadi 6 kelompok (Faiqoh,
2009) yaitu :
1. Megaplankton, yakni plankton yang berukuran 10 mm.
2. Makroplankton, yakni plankton yang berukuran antara 1 mm -10 mm.
3. Mesoplankton, yaitu plankton yang berukuran antara 0,5 mm -1 mm.
4. Mikroplankton, yaitu plankton yang berukuran 60 μm -0,5 mm.
11
5. Nanoplankton. yaitu plankton yang berukuran 5 μm - 60 μm.
6. Ultra plankton, yaitu plankton yang berukuran kurang dari 5 μm.
Plankton merupakan organisme mikroskopis yang hidup di air. Odum
(1998); Yuliana, Adiwilaga, Haris, dan Pratiwi (2012), Plankton adalah semua
kumpulan organisme, baik hewan maupun tumbuhan air berukuran mikroskopis
dan hidupnya melayang mengikuti arus. Plankton terdiri atas Fitoplankton dan
Zooplankton, fitoplankton merupakan produsen utama (Primary produsen) dan
plankton mirip hewan disebut zooplankton.
2.1.3 Penggolongan Plankton
2.1.3.1 Fitoplankton
Fitoplankton merupakan tumbuhan renik yang hidup melayang-layang
diperairan dan pergerakannya sangat tergantung pada arus serta memiliki bintik
klorofil untuk melakukan fotosintesis. Fitoplankton merupakan sumber kehidupan
bagi ekosisten perairan karena fitoplankton berperan sebagai penghasil makan
atau produsen primer (Wibisono, 2005; Meiriyani et al., 2011). Penggolongan
fitoplankton diantaranya sebagaimana Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Beberapa jenis fitoplankton yang diamati dengan mikroskop.
(Sumber : Nontji, 2002)
12
Air yang produktif sebagian besar kaya dengan fitoplankton. Fitoplankton
banyak ditemukan di zona eufotik. Zona eufotik merupakan daerah yang
mempunyai kedalaman air tertentu yang dengan intensitas cahaya cukup untuk
melakukan fotosintesis. Hal ini, juga dialami oleh beberapa mikroorganisme
fitoplankton yang merupakan produsen utama makhluk hidup yang dikonsumsi
oleh zooplankton maupun beberapa jenis ikan serta larva yang masih muda. Selain
itu fitoplankton dapat mengubah zat anorganik menjadi zat organik dan
mengoksigenasi air.
Fitoplankton ditemukan mengapung atau melayang dalam jumlah banyak
di permukaan perairan seperti sungai, danau, telaga yang memiliki arus air yang
tenang serta beberapa titik laut yang memiliki kadar minyak yang tidak telalu
padat sehingga dapat mempertahankan hidupnya agar tidak tenggelam dan
mendapatkan sinar matahari yang cukup. Munurut Merina dan Afrizal (2014),
Fitoplankton adalah anggota plankton dari kelompok tumbuhan, komunitas ini
hidup melayang-layang dalam air dan perpindahannya di dalam air perairan
dipengaruhi oleh gerakan air.
2.1.3.2 Zooplankton
Zooplankton adalah plankton yang mirip hewan. Zooplankton merupakan
organisme yang hidupnya melayang, mengapung dalam perairan. Zooplnkton
pada umumnya berukuran 0,2 mm sampai 2 mm serta memiliki kemampuan
renang yang terbatas dan ditentukan oleh arus yang membawanya. Zooplankton
tidak mampu membuat makanannya sendiri (heterotrof) sehingga tergantung dari
organisme lainnya. Zooplankton juga termasuk kedalam konsumen dari bahan
organik dalam rantai makanan. Organisme ini sangat bergantung pada
13
fitoplankton untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Zooplankton disebut juga
sebagai konsumen bahan organik dalam rantai makanan. Bererapa jenis
zooplankton sebagaimana Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Beberapa Contoh spesies zoop92lankton
(Sumber : Tanaka et al., 2009)
Zooplankton adalah konsumen satu yang memanfaatkan hasil dari
fitoplankton dari produksi primernya. Zooplankton dalam mata rantai yaitu antara
produsen primer dengan karnivora kecil dan besar mempengaruhi kelengkapan
rantai makanan dalam sebuah ekosistem perairan. Handayani dan Patria (2005),
Komposisi zooplankton dalam perairan ditentukan pada kondisi perairan dan
ketersediaan makanan yaitu fitoplankton sebagai makanannya. Jika kondisi
lingkungan sesuai dengan kebutuhan zooplankton maka terjadi pemangsaan
fitoplankton oleh zooplankton sebagai makanannya. Ketersediaan dan kondisi
lingkungan perairan serta ketersediaan fitoplankton tidak sesuai atau kurang
mencukupi kebutuhannya maka zooplankton mencari makanan dan lingungan
yang sesuai dengan daur hidupnya.
14
2.1.4 Tinjauan Tentang Fitoplankton
2.1.4.1 Peranan Fitoplankton
Komunitas dapat dikatakan memiliki keseragaman tinggi jika memiliki
kelimpahan setiap jenis yang juga tinggi. Sebaliknya jika keanekaragaman rendah
sehingga kelimpahan hanya pada jenis tertentu (Fachrul, 2007). Salah satu
organisme yang mempunyai peran penting dalam ekosistem perairan yaitu
fitoplankton. Organisme ini memiliki klorofil yang mampu mengubah bahan
anorganik menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis (Andriani et al.,
2017). Bahan organik yang dihasilkan oleh fitplankton dimanfaatkan zooplankton,
larva ikan, dan organisme perairan lainnya sebagai sumber makanan. Fitoplankton
pada jumlah tertentu dapat menyuburkan ekosistem perairan di sekitarnya. Pada
perairan tertentu kadang ditemukan jumlah fitoplankton yang sama karena tinggi
rendahnya fitoplankton pada suatu perairan juga disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain unsur hara, kedalaman perairan, angin, nitrat, fosfat dan aktifitas
(Fachrul, 2007).
2.1.5 Klasifikasi Fitoplankton
2.1.5.1 Bacillariophyceae (Diatoma)
Diatoma atau Bacillariophyceae adalah algae uniseluler yang memiliki
dinding seperti gelas dari silikon dioksida (silika terdehidrasi) serta tertanam
kedalam matrik organik. Dinding terdiri dari dua bagian yang saking tumpang
tindih seperti sebuah kotak sepatu beserta tutupnya (Campbell et al., 2008). Di
dunia perkiranaan jenis diatoma sekitar 1400-1800 jenis tetapi tidak semua hidup
sebagai plankton dan ada beberapa yang bersifat parasit (Nontjie, 2008).
15
Bacillariophyceae juga terbagi menjadi 2 ordo yaitu Centric diatom
(Centrales) dan pennate diatom (Pennales). Centric diatom (centrales)
mempunyai bentuk sel simetris radial dengan satu titik pusat sedangkan Pennales
memiliki bentuk sel simetris bilateral yang pada umumnya memanjang serta
mempunyai bentuk sigmoid seperti huruf S (Nontjie, 2008). Bebereapa jenis
Diatom seperti pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5. Diatom (Bacillariophyceae) : A: Cymbella sp. (100x), B: Rhopalodia sp. (100x),
C: Pinnularia sp. (400x), D: Navicula sp. (400x), E: Hantzschia sp. (100x), F: Synedra sp.
(100x), G: Surirella sp. (100x), H: Terpsinöe sp. (100x), I: Fragilaria sp. (100x)
(Sumber : Brayan, Silva, Angeles, Merilles, & Nina M. Cadiz, 2018)
2.1.5.2 Dinoflagellata
Dinoflagellata merupakan plankton laut dan plankton air tawar yang
sangat berlimpah diperairan, dinoflagellata adalah organisme yang hidup didekat
permukaan air. Organisme ini memiliki krotenoid, pigmen yang umum ditemukan
yaitu plastid dinoflagellata (Campbell et al., 2008). Menurut Nontjie (2008),
lokasi flagelnya dan kebiasaan hidupnya organisme ini dibagi menjadi dua
kelompok yaitu dinokontae dan demoskontae. Dinokontae mempunyai ciri-ciri 2
flagelnya terdapat di lokasi yang berbeda yakni flagella longitudinal dan
16
transversal sedangkan demoskontae terdapat 2 flagela yang terletak di ujung
anterior sel. Dinoflagellata mempunyai dinding selulosa tebal dan kuat mirip
seperti pelat perisai yang dapat melindungi sel. Mengidentifikasi jenis
dinoflagellata terdapat pada pelat perisainya.
Mengidentifikasi organisme dinoflagelata dengan melihat dinding selulosa
yang terlihat seperti perisai dan dinding selulosa yang mencirikan fitoplankton ini
serta dapat juga dilihat berdasarkan letak flagelnya. Nontjie (2008), Banyak
dinoflagellata ini membentuk kista (cyst) dan diam (beristirahat) di dasar perairan.
Fitoplankton ini mampu tumbuh kembali dan berkembang secara cepat disertai
ledakan populasi yang dapat mengakibatkan masalah pada lingkungan seperti
toksin yang dapat menimbulkan kematian pada orgnisme akuatik yang hidup di
perairan tersebut. Beberapa jenis Dinoflagellata sebagaimana Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Macam- macam Dinoflagellata
(Sumber : Sarinova et al., 2018)
2.1.5.3 Jenis Fitoplankton Perairan Tawar Lainnya
Ada beberapa jenis fitoplankton yang sering ditemukan hidup di perairan
tawar yaitu :
17
a) Alga hijau-biru (Cyanophyceae)
Alga Hijau adalah ganggang bersel tunggal sederhaha dan membentuk
sebuah koloni dan tersebar, organisme ini menjadi kelompok penting di ekologis
sebab biomassa yang besar membentuk pada dananu tercemar dan pada kolam.
(Odum, 1993; Khaerunnisa, 2015). Sachlan (1982); Thoha (1991), Cyanophyta
mempunyai sifat-sifat yang khas, yang tidak dimiliki oleh tumbuhan lain.
Beberapa organisme ini juga mempunyai pigmen seperti warna merah atau
fikoeritrin, salah satu jenis fitoplankton yang mempunyai yang memiliki pigmen
merah yaitu pada Trichodesmium erythreum yang menyebabkan laut merah
berwaran kemerahan. Selain pigmen alga hijau juga mempunyai pigmen klorofil,
xantofil dan karoten.
b) Alga Hijau (Cholorophyceae)
Alga hijau atau chlorophyceae adalah jenis fitoplankton yang banyak
ditemukan pada perairan tawar indonesia. Organisme fitoplankton ini mempunyai
pigmen hijau yaitu klorofil. Campbell et al., (2012) Alga hijau atau chlorophyceae
adalah kelompok fitoplankton yang memiliki anggota spesies terbesar diperairan
tawar. Pada umumnya mempunyai ciri-ciri 2 flagel yang sama panjang serta
memiliki pigmen klorofil a dan klorofil b xantofil serta karoten.
Pigmen hijau pada alga hijau ini menyebabkan alga ini berwarna hijau
yang mendiminasi. Organisme fitoplankton ini juga memiliki cadangan makanan
dalam bentuk dinding sel yang terdiri dari selulosa serta pirenoid. Alga hijau dan
chlorophyceae dibagi menjadi beberapa ordo diantaranya Chlorococcales,
Ulotrichales, Chaetophorales, Oedogoniales, Conjungales, Siphonales dan
Charales.
18
c) Euglenophyceae
Wetzel dan Likens (1979); Rosyadi dan Awaliyah (2017), mengatakan,
Euglenophyceae pada umumnya hidup diperairan yang banyak mengandung
beberapa zat organik. Permukaan perairan tenang, beberapa genus pada kelompok
ini membentuk kista dan dapat menutupi permukaan air dengan warna kunign,
hijau, merah maupun ketiganya. Umumnya organisme ini (Euglenophyceae)
memiliki bintik mata pada bagian depan (anterior) tubuhnya. Bintik mata ini
sangat peka atau sensitif terhadap sinar matahari. Kelompok ini juga memiliki
beberapa pigmen seperti pigmen hijau (klorofil a), klorofil b serta karoten.
Organisme yang termasuk pada kelompok ini yang sering ditemukan yaitu
Euglena viridis, Euglena oxyuris dan spesies Euglena lainnya.
2.1.6 Ekologi Fitoplankton
2.1.6.1 Parameter Fisik
a) Suhu
Penyerapan sinar matahari yang masuk kedalam air akan diubah menjadi
energi panas didalam perairan. Terjadinya proses penyerapan sinar matahari
berlangsung secara intensif. Pada permukaan perairan akan memiliki suhu yang
perairan yang tinggi dengan densitas yang lebih rendah di dasar perairan. Berbeda
dengan perairan tergenang kondisi ini menyebabkan stratiikasi thermal pada air
(Effendi, 2003).
Suhu dalam perairan dapat dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang masuk
ke dalam perairan tersebut. Tingginya intesitas cahaya matahari yang masuk ke
perairan akan mengakibatkan tingginya suhu pada perairan tersebut. Menurut
Subarijanti (1994); Sari, (2018), Suhu pada perairan dipengaruhi langsung oleh
19
sinar matahari yang masuk kedalam perairan tersebut. Suhu juga dapat
berpengaruh pada pada kelarutan gas dan unsur-unsur kimia dalam air. Perubahan
suhu pada kolam air atau pada perairan juga berdampak pada distribusi plankton
baik fitoplankton maupun zooplankton.
Tinggi rendahnya suhu disuatu perairan mempengaruhi jenis, densitas,
viskositas, serta gas atau unsur hara yang terdapat diperairan tersebut.
Kelimpahan fitoplankton juga dipengaruhi oleh suhu karena intensitas cahaya
berpengaruh pada laju pertumbuhan alga dan laju fotosintesis (Sulawesty, 2007).
Bervasiarisnya suhu pada perairan tidak sama dengan suhu di udara
sehingga menjadi pembatas pada organisme akuatik seringkali mempunyai batas
toleransi yang sempit atau kecil (stenotermal). Menurut Effendi (2003) kisaran
suhu yang optimal pada pertumbuhan fitoplankton yakni 20°C-30°C.
b) Kecerahan
Kecerahan perairan merupakan suatu kondisi yang menunjukkan
kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu.
Perairan alami kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan aktifitas
fotosintesis (Nuriya, Hidayah, & Syah, 2010). Kecerahan adalah faktor terpenting
bagi proses fotosintesis dan produksi primer oleh fitoplankton suatu perairan.
Kecerahan air tergantung pada warna serta kekeruhan. Kecerahan merupakan
ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan
sacchi disk (Effendi, 2003).
Kecerahan air memberikan petunjuk tentang daya tembus maupun
penetrasi cahaya kedalam air. Tingkat kecerahan perairan dapat menunjukkan
sampai sejauh mana penetrasi cahaya matahari menembus kolom perairan.
20
Tingkat kecerahan dipengaruhi oleh kekeruhan perairan. Semakin tinggi
kekeruhan perairan, maka semakin rendah penetrasi cahaya yang menembus
kolom air, sehingga tingkat kecerahan semakin rendah (Mujito et. al 1997; Nuriya
et al. 2010).
2.1.6.2 Parameter Kimiawi
a) Derajat Keasaman (pH)
Organisme akuatik mempunyai tingkat sensitifitas yang tinggi terhadap
peruhana pH dan lebih menyukai pH diantara kisaran 7-8,5. Tingkat keasaman
(pH) mempengaruhi proses biokimiawi dalaam perairan sehingga pada saat pH air
rendah maka proses nitrifikasi dalam air akan berhenti (Effendi, 2003).
Pemanfaatan karbondioksida pada batas pH tertentu tidak memungkinkan bagi
algae untuk tidak melakukan proses penyerapan karbondioksida (pH sekitar 10-
11).
Proses respirasi dipengaruhi oleh fluktuasi pH (Barus 2004). Banyaknya
gas CO2 (Karbondioksida) yang dihasilkan dari proses respirasi dalam air maka
pH air akan semakin rendah. Beda halnya dengan proses fotosintesis yang tinggi
akan menyebabkan pH semakin tinggi. Kisaran pH pada perairan tawar yaitu pada
kisaran 5-10. Derajat keasaman atau pH air yang optimal (normal) menjadi salah
satu syarat untuk berlansungnya kehidupan organisme akuatik diperairan tertentu,
kisaran ph yang optimal yaitu pda 6,5-7,5 (Khaerunnisa 2015).
b) Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Dissolved Oxygen adalah oksigen terlarut yang menjadi salah satu faktor
terpenting dalam menetpakan kualitas perairan maupun air. Rosyadi dan
Awaliyah (2017), DO merupakan jumlah oksigen yang larut atau terlarut dalam
21
perairan. Tingginya rendahnya osigen terlarut pada perairan dipengaruhi oleh
konsentrasi garam dan permukaan yang terkenasuhu dan adanya senyawa yang
teroksidasi seperti bahan organik didalam perairan. Kualitas perairan ditinjau
berdasarkan kadar oksigen terlaur pada perairan atau air menurut Lee et.al (1978)
Ramadhania et al. (2015) digolongkan kedalam 4 kategori sebagaimana Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kadar Dissolved Oxygen (DO) No Kadar Oksigen (mg/l) Keterangan
1 <2,0 mg/l Tercemar berat
2 2,0-4,4 mg/l Tercemar sedang
3 4,5-6,5 mg/l Tercemar ringan
4 >6,5 mg/l Tidak tercemar
Dissolved Oxygen (DO) adalah salah satu faktor penting pada ekosistem
air karena dibutuhkan untuk proses respirasi pada sebagian besar organisme
aquatik. Kisaran oksigen yang dibutuhkan dalam suatu perairan berkisar antara
14,6 mg/l pada suhu 0°C dan 6,1 mh/l dengan suhu 35°C (Odum, 1993). Oksigen
dibawah dari kisaran yang ditentukan atau tidak optimal pada ekosistem perairan
berpengaruh pada kehidupan organisme pada perairan tersebut. Tingginya oksigen
dalam perairan dipengaruhi oleh tumbuhan hijau maupun alga yang mampu
melakukan fotositesis dengan bantuan cahaya matahari.
Oksigen terlarut pada air dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
konsentrasi garam, intensitas cahaya matahari, suhu, maupun aktivitas fotosintesis
tumbuhan air. Oksigen terlarut bersumber dari penyerapan oksigen di udara
melalui permukaan air dengan udara dan fotosintesis (Barus 2004). Kadar DO
dalam air mengalami penurunan disebabkan oleh proses respirasi, suhu yang
tinggi di perairan serta masuknya bahan organik melalui proses dekomposisi serta
tingginya kadar garam dalam air (Effendi 2003).
22
c) Salinitas
Kadar garam telarut atau salinitas yaitu rata-rata konsentrasi larutan garam
yang ada pada perairan yang dapat mempengaruhi tekanan osmotik. Tingginya
nilai salinitas pada air maka tekanan osmotik juga akan tinggi. Organisme
perairan tawar menyesuaikan dengan tekanan osmotik yang pada lingkungannya.
Penyesuaian diri organisme terhadap lingkungan memerlukan banyak energi yang
berasal dari makanan dan digunakan untuk keperluan tersebut (Gufran dan Kordi,
2010; Sari, 2018).
Salinitas juga menjadi faktor pada lingkungan yang membatasi kehidupan
organisme serta dapat mengontrol perkembangbiakan (reproduksi), pertumbuhan
maupun persebaran organisme. Tinggi rendahnya salinitas yang ada akan
menentukan sifat suatu organisme akuatik terutama pada plankton yang
mempunyai sifat peka terhadap perubahan lingkungan (Sari, 2018).
2.1.7 Komposisi Fitoplankton
Fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan sangat
penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya kandungan
klorofil mampu melakukan fotositesis. Proses fotosintesis pada ekosistem air yang
dilakukan oleh fitoplankton (produsen), merupakan sumber nutrisi utama bagi
kelompok organisma air lainnya yang membentuk rantai makanan. Dalam
ekosistem air hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton bersama
dengan tumbuhan air lainnya disebut sebagai produktivitas primer (Barus, 2004).
Pertumbuhan suatu jenis fitoplankton sangat erat kaitannya dengan
ketersediaan hara makro dan mikro serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.
Pada kultur fitoplankton sangat dibutuhkan berbagai macam senyawa organik baik
23
sebagai hara makro (N, P, K, S, Na, Si, dan Ca) maupun hara mikro (Fe, Zn, Mn,
Cu, Mg, Mo, Co, B dan lain-lain). Setiap unsur hara mempunyai fungsi- fungsi
khusus yang tercermin pada pertumbuhan dan kepadatan yang dicapai, tanpa
mengesampingkan pengaruh kondisi lingkungan. Unsur N, P, dan S penting untuk
pembentukan protein, dan K berfungsi dalam pembentukan metabolisme
karbohidrat. Fe dan Na berperan untuk pembentukan klorofil. Sedangkan Si dan
Ca merupakan bahan untuk pembentukan dinding sel atau cangkang. B12 banyak
digunakan untuk memacu pertumbuhan melalui rangsangan fotosintetik
(Isnansetyo & Kurniastuty, 1995 dalam Sari, 2018).
Menurut Goldman dan Horne (1983) dalam Sari (2018), terdapat 2 faktor
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dari fitoplankton, yaitu :
1. Rata-rata pertumbuhan secara maksimum ditentukan oleh temperatur
2. Kemampuan untuk mencapai cahaya optimum dan nutrisi
Sedangkan menurut Odum (1993), kemelimpahan fitoplankton dalam
suatu perairan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yang meliputi faktor
fisik, kimia dan biologi.
2.1.8 Tinjauan Tentang Klorofil Air
2.1.8.1 Peranan Klorofil Air
Klorofil atau Chloros berasal dari bahasa yunani yang mempunyai arti
hijau sedangkan Phyllos mempunyai arti yaitu daun. Ditemukan dan
diperkenalkan pada tahun 1818, dimana warna hijau itu diekstrak oleh pelarut
organik.Klorofil merupakan pigmen yang berwarna hijau dan terdapat pada
tumbuhan, alga serta bakteri fotosintetik. Beberapa senyawa yang berperan dalam
proses fotosintesis yaitu penyerapan dan mengubah sinar matahari menjadi energi
24
kimia. Pada proses fotosintesis mempunyai tiga fungsi utama dari klorofil yakni
memanfaatkan energi dari matahari, memicu fiksasi CO2 menjadi karbohidrat dan
menyediakan bahan dasar enegetik bagi ekosistem secara keseluruhan (Muthalib,
2009; Rizkiaditama, Purwanti, & Muizzudin, 2017).
Klorofil mempunyai sifat fisik yang dapat memantulkan dan menerima
cahaya matahari dengan panjang gelombang yang berlainan. Klorofil mampu
menyerap sinar dengan panjang gelombang kisaran 400-700nm, terutama sinar
biru dan merah. Sifat kimia dari klorofil antara lain inti Mg akan bergeser oleh 2
atom bila dalam suasana asama sehingga membentuk suatu senyawa yang kita
sebut feofitin yang berwana coklat dan klorofil tidak larut dalamair melainkan
larut dalam pelarut organik lebih polar mislanya larut pada etanol dan kloroform
(Dwidjoseputro, 1981; Song Ai & Banyo, 2010).
Fitoplankton mengandung pigmen klorofil. Pigmen ini dapat menyerap
cahaya matahari sebagai sumber energi untuk fotosintesis. Ada tiga macam
klorofil yaitu klorofil-a, klorofil b dan klorofil c, diantara ketiga macam klorofil
tersebut, klorofil-a merupakan bagian terpenting dalam proses fotosintesis dan
terkandung oleh semua jenis fitoplankton yang masih hidup di laut (Nontji, 1987;
Prasasti, Trisakti, & Mardiana 2005). Pengukuran klorofil-a merupakan indikator
biomassa fitoplankton secara tidak langsung. Untuk mengkonversi klorofil-a
menjadi biomassa total plankton maka harus dikalikan dengan rasio antara berat
klorofil-a terhadap berat fitoplankton.
2.1.8.2 Kadar Klorofil Air
Kadar klorofil-a dari fitoplankton sangat tergantung dengan kondisi
oseanografi pada suatu perairan. Beberapa faktor linkungan yang mempengaruhi
25
kadar klorofil-a serta kemelimpahan fitoplnakton yaitu salinitas, arus, intesitas
cahaya matahari, suhu, DO dan nutrien. Perbedaan faktor fisika dan kimia tersebut
secara langsung menyebabkan berbedanya produktifitas primer bi beberapa
daerah di perairan (Aryawati & Thoha, 2011).
Umumnya persebaran komposisi fitoplankton yang tinggi pada suatu
perairan sebagai akibat dari sumpali nutrien yang tinggi yang berasal dari daratan
melalui limpasan air sungai dan sebaliknya jiga pada lepas pantai. Dibeberapa
daerah ditemukan komposisi fitoplankton yang tinggi walaupun kondisinya sama
karena sirkulasi massa air yang memungkinkan suplai nutrien terangkat ke
permukaan air dari tempat lain seperti pada daerah upwelling (Aryawati & Thoha,
2011).
Pengaruh perubahan kualitas air sungai memiliki keterkaitan dengan
konsentrasi klorofil-a dalam sampel air sungai yang digunakan untuk
menunjukkan jumlah fitoplankton berdasarkan kualitas biomassa alga (Ward et.
al, 1998; Rahman, Sari, & Rahmayanti, 2004). Kandungan klorofil-a secara
gradien longitudinal sangat dipengaruhi oleh fisika-kimia dan biologi. Klorofil-a
merupakan klorofil yang paling dominan dan terbesar jumlahnya dibandingkan
klorofil-b, klorofil-c dan klorofil-d. Klorofil-a biasanya digunakan sebagai
parameter lapangan yang merupakan komponen utama dalam proses fotosintesis.
Selain itu, kandungan klorofil-a dapat dijadikan indikator untuk mengevaluasi
kualitas dan tingkat kesuburan suatu perairan sungai.
Penentuan biomassa dengan metode klorofil-a didasarkan pada
pengukuran jumlah klorofil-a yang dikandung oleh fitoplankton. Nontji (1984);
26
Hartoko (2010); Hikmawati, Hartoko dan Sulardiono (2014), nilai rata-rata kadar
klorofil-a yang berada di perairan Indonesia yaitu 0,19 mg/m3. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa konsentrasi klorofil-a perairan sama seperti kandungan
klorofil-a di perairan Indonesia. Sedangkan kelemahannya sukar membedakan
antara klorofil yang aktif dan non aktif atau produk degradasinya serta komposisi
jenis fitoplankton.
Menurut Parslow et. al (2008); Rahman et al. (2004) penggolongan
konsentrasi klorofil-a berdasarkan status trofik perairan yaitu kandungan klorofil-
a pada kisaran.
a. 0-2 μg/l tergolong oligotrofik,
b. 2-5 μg/l tergolong meso-oligotrofik,
c. 5-20 μg/l tergolong mesotrofik,
d. 20-50 μg/l tergolong eutrofik
e. >50 μg/l tergolong hipereutrofik (Arifin, 2009).
Sehingga konsentrasi klorofil-a merupakan ukuran yang umum digunakan
terhadap kualitas air sungai (NLWRA, 2002 dalam Rahman et al., 2004).
2.1.9 Tinjauan tentang Ekosistem PerairanTawar
2.1.9.1 Tinjauan tentang Perairan Indonesia
Negara Indonesia telah mendapat pengakuan secara internasional oleh
dunia (UNCLOS Tahun 1982) yang kemudian dimasukkan oleh Indonesia
kedalam UU No.17 Tahun 1985. Luar wilayah laut indoneisa menurut UNCLOS
1985 yaitu 5,9 juta km2 dengan rincian 3,2 juta km2, perairan teritorial dan 2,7
km2 perairan zona ekonomi eksklusif luas ini juga termasuk kedalam landasar
27
kontinen. Hal ini pula yang menjadikan indonesia sebagai negara kepulauan
terbesar diindonesia. (Lasabuda, 2013).
Perairan laut Indonesia yang berada diantara dan disekitar kepulauan
Indonesia merupakan satu kesatuan wilayah nasional Indonesia, disebut sebagai
Laut Nusantara merupakan aset nasional yang berperan sebagai sumber kekayaan
alam, sumber energi, sumber bahan makanan, media lintas laut antar pulau,
kawasan perdagangan, dan wilayah pertahanan keamanan. Indonesia merupakan
negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.504 pulau dan mempunyai panjang
garis pantai kuranglebih 81.000 km. Di sepanjang garis pantai ini terdapat wilayah
pesisir yang relatif sempit tetapi memiliki potensi sumber daya alam hayati dan
non-hayati; sumber daya buatan; serta jasa lingkungan yang sangat penting bagi
kehidupan masyarakat. Potensi-potensi tersebut perlu dikelola secara terpadu agar
dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Luasnya perairan indonesia juga
mempunyai dampak positif bagi berbagai kehidupan baik manusia maupun
makhluk hidup lainnya.
2.1.9.2 Pembagian Perairan Tawar
Pengelompokan ekosistem perairan tawar dibagi menjadi tiga kategori
utama diantaranya ekosistem estuari, ekosistem air tawar dan ekosistem air laut.
Ekosistem air tawar dibagi menjadi dua baigan yaitu sistem lotik misalnya sungai
dan sistem lentik contohnya kolam, danau dan waduk seta telaga. Odum (1993),
perbedaan kedua sistem tersebut dijelaskan sebagai berikut :
a. Perairan Mengalir (lotik)
Perairan mengalir memiliki corak yang jelas membedakannya dengan
perairan mengenang walaupun keduanya termasuk perairan tawar. Perbedaan ini
28
juga mempengaruhi tumbuhan dan organisme yang hidup didalamnya. Slah satu
perbedaan yang jelas yaitu antara danau dan sungai dimana danau terbentuk dari
sebuah cekungan yang terisu air sengankan sungan terbuntuk karena aliran air
yang sudah ada.
b. Perairan Menggenang (Lentik)
Perairan menggenang dibagi menjadi dua yaitu periaran buatan dan
perairan alami. Beberapa contoh yang mencirikan perairan lentik yang alami
antara lain adalah danau, rawa, situ dan telaga, sedangkan perairan buatan antara
lain adalah waduk. Berdasarkan proses terbentuknya perairan alami dibedakan
menjadi perairan yang dibentuk karena adanya aktivitas vulkanik dan tektonik.
2.1.10 Tinjauan Tentang Baku Mutu Perairan
Keberadaan sungai atau perairan dapat memberikan manfaat baik pada
kehidupan manusia maupun pada alam. Manfaat atas keberadaan sungai atau
sumber air mempunyai fungsi yang sangat penting diantaranya penyedia air untuk
kebutuhan sehari-hari. Menurut PP RI No. 82 (2001), Air merupakan sumber
daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi
agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk
hidup lainnya.
Air merupakan komponen sumber daya alam sangat penting dan
digunakan oleh manusia secara besar-besaran. Air digunakan untuk berbagai
kepentingan dan mempunyai manfaat sehingga harus diperhitungkan
penggunaannya demi kepentingan generasi berikutnya dimasa depan. Air dikelola
agar distribusi air bisa memenuhi semua kebutuhan masyarakat dan dijaga
kualitasnya agar tkelangsungan hidup masyarakat tetap terjaga dengan baik. Satu
29
pihak mengaja kualitas air satu pihak juga menimbulkan dampat negatif di
perairan atau mencemari air dari beberapa aktifitas manusia itu pula. Agar air
dapat lestari bagi kehidupan serta bermanfaat secara terus-menerus perlu adanya
pembagunan secara berkelanjutan contonya pembagunan pengelolahan
pengendalian pencemaran pada perairan.
Baku mutu perairan ditetapkan berdasarkan sifat fisika, kimia dan biologi
serta radioaktif yang sesuai dengan persyaratan dari peraturan pemerintah
Repupblik Indonesia No. 20 tahun 1990 tentang pengelompokkan kualitas air
berdasarkan peruntukannya. Adapun golongan air sebagai berikut :
1. Golongan A (I) : Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung,
tanpa pengolahan terlebih dahulu.
2. Golongan B (II) : Air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.
3. Golongan C (III) : Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan
peternakan.
4. Golongan D (IV) : Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha
di perkotaan, industri dan pembangkit listrik tenaga air (Effendi, 2003)
2.1.11 Tinjauan Tentang Kualitas Perairan
Kualitas perairan atau ekosistem perairan sangat penting pengaruhnya
terhadap ekosistem didaerah tersebut. Ekosistem air meliputi keanekaragaman
organisme yang mendiami atau menempati perairan tersebut. Pencemaran di
ekosistem perairan seperti yang terjadi di laut sering disebabkan oleh
tertimbunnya zat polutan yang berasal dari kegiatan pertambakan, aktivitas
pelabuhan, tumpahan minyak dari kapal, limbah rumah tangga dan kegiatan
30
industri. Limbah-limbah yang tidak terdegradasi selanjutnya akan terakumulasi di
perairan laut sehingga berdampak pada pencemaran lingkungan dan menyebabkan
terganggunya kehidupan organisme aquatik (Selvika, 2016; Guntur, Yanuar, Sari,
& Kurniawan, 2017). Terganggunya organisme perairan ini terjadi bukan hanya
karena pencemaran akan merubah kondisi parameter kualitas lingkungan perairan
seperti kandungan oksigen, pH, suhu, nutrient terlarut, suspensi terlarut, tetapi
juga karena masuknya bahan pencemar berbahaya bagi kehidupan organisme
perairan seperti logam berat (Adlim, 2016, Kurniawan, 2011; Kurniawan and
Yamamoto, 2015; Sarong et al., 2013; Guntur et al., 2017). Salah satu fokus
penting dalam identifikasi kerusakan yang terjadi adalah analisis untuk
mengetahui kondisi ekosistem dan sumberdaya perairan tersebut.
2.1.12 Tinjauan Tentang Indikator Kualitas Perairan
2.1.12.1 Indikator Perairan
Jenis atau kelompok jenis yang tanggap terhadap kondisi lingkungan yang
rusak atau perubahan kondisi lingkungan. Organisme ini dapat digunakan untuk
menduga perubahan kondisi lingkungan. Hal ini dikemukan Nieni (2004);
Nurrohman, Rahardjanto dan Wahyuni (2015), bahwa hewan atau tumbuhan dapat
diberikan informasi mengenai perubahan suatu lingkungan. Penggunaan Indikator
lingkungan juga mempunyai pertimbangan yang tinggi diakibatkan tidak semua
organisme dapat dijadikan sebagai indikator lingkungan.
2.1.13 Indeks Saprobitas Perairan
Saprobitas dapat menunjukkan kualitas air yang diakibatkan oleh
penambahan zar organik dalam suatu perairan. Saprobitas perairan digunakan
untuk keadaan kualitas air yang diakibatkan adanya penambahan bahan organik
31
dalam suatu perairan yang biasanya indikatornya adalah jumlah dan susunan
spesies dari organisme di dalam perairan tersebut (Anggoro, 1988; Utomo,
Priyono, & Ngabekti, 2013). Saprobitas dapat diukur dengan indikator plankton
karena setiap jenis plankton merupakan penyusun dari kelompok saprobitas
tertentu yang akan mempegaruhi nilai saprobitas.
Saprobitas dapat diukur dengna indikator fitoplankton yangditemukan
karena setiap jenis fitoplankton adalah penyusun saprobitas di perairan dan dapat
mempengaruhi nilai saprobitasnya, spesies fitoplankton yang ditemukan
diperairan adalah bioindikator untuk mengetahui kondisi kualitas perairan jika
terjadi pencemaran (Persoone & De Pauw, 1978; Indrayani, Anggoro, &
Suryanto, 2014). Adanya organisme saprobik seperti fitoplankton sebagai
indikator suatu perairan ditentukan pada kualitas lingkungan disekitar perairan
tersebut. Organisme saprobik menempati perairan tertentu dan keberadaanya
dapat ditentukan oleh kualitas dari perairan tersebut berdasarkan faktor kimia dan
faktor fisika.
Nilai indeks saprobitas perairan adalah gambaran dari tingkat pemcemaran
pada suatu perairan diukur berdasarkan kandungan nutrien dan bahan pencemar
lainnya. Tingginya kadar nutrien didaerah perairan tersebut menyebabkan
terjadinya blooming fitoplankton sehingga berakibat pada meningkatnya
kekeruhan perairan serta turunya kecerahan air tersebut (Caddy, 2000; Suryanti,
2008; Indrayani, et. al 2014). Namun jika kadar nutrien optimal akan
meningkatkan produktifitas dari fitoplankton sehingga mendukung produktivitas
organisme aquatik lainnya yang memliki tingkat trofik yang lebit tinggi
32
(Indrayanti et. al, 2014). Adapun Indeks Saprobik (Saprobik Indeks) dengan
penafsiran secara biologis adalah sebagaimana Tabel 2.2 (Dresscher & Mark,
1974; Sagala, 2011).
Tabel. 2.2 Indeks Saprobitas
Beban Pencemaran Derajat
Pencemaran Fase Saprobik
Indeks
Saprobik
Banyak Senyawa
Organik
Sangat Tinggi Polisaprobik
Poli/α-Mesosaprobik
-3 s/d -2
-2 s/d -1,5
Senyawa Organik
dan Anorganik
Agak Tinggi α-Meso/polisaprobik
α-Mesosaprobik
-1,5 s/d -1
-1 s/d -0,5
Sedikit senyawa
Anorganik dan
Organik
Sedang α/β-Mesosaprobik
β/α-Mesosaprobik
-0,5 s/d 0
0 s/d +0,5
Ringan atau Rendah β-Mesosaprobik
β-Meso/Oligosaprobik
+0,5 s/d +1
+1 s/d +1,5
Sangat Ringan Oligo/ β-Mesosaprobik
Oligosaprobik
+1,5 s/d +2
+2 s/d +3
Fase saprobik merupakan fase dimana perombakan terjaadi (dekomposisi)
dari bahan-bahan organik. Fase saprobik diantaranya :
1. Polisaprobik merupakan fase dimana dilakukan oleh banyak jenis jasad renik.
2. α-Mesosaprobik merupakan fase saprobik dimana berlangsung pada tahap awal
(bakteri)
3. β-Mesosaprobik merupakan fase saprobik dimana berlangsung pada tahap
lanjut oleh kelompok cilliata
4. Oligosaprobik merupakan fase dimana dilakukan oleh beberapa jasad renik
Sebagai pendukung penentuan nilai saprobitas fitoplankton disuatu perairan
juga dibutuhkan pengukuran kualitas air meliputi pH, DO (Dissolved Oxygen),
kedalaman, kecerahan, suhu, salinitas dan TSS (Total Suspended Solid). Selain
itu, dilakukan pengukuran indeks kelimpahan, indeks keanekaragaman (H’),
indeks keseragaman (E), indeks dominansi. Adapun indeks keanekaragaman
33
diukur dengan indeks Shanon-Wiener. Nilai indeks keanekaragaman Shanon-
Wiener sebagaimana Tabel 2.3:
Tabel 2.3 Indeks Keanekaragaman menurut Lee at. al., 1978
No Derajat pencemaran Indeks diversitas
(keanekaragaman)
1 Belum tercemar >2,0
2 Tercemar ringan 1,6 - 2,0
3 Tercemar sedang 1,0 – 1,5
4 Tercemar berat < 1,0
(Sumber : Sagala, 2013)
2.1.14 Tinjauan Tentang Sumber Belajar Biologi
Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk
kepentingan proses atau aktivitas pengajaran baik secara langsung maupun tidak
langsung. Sumber belajar yang menarik dapat meningkatkan pemahaman siswa.
Pada umumnya sumber belajar saat ini terbatas pada guru dan buku paket, padahal
banyak sumber belajar lainnya baik di dalam maupun di luar kelas, antara lain:
benda nyata, poster, lingkungan alam dan sosial. Lingkungan alam merupakan
segala sesuatu yang berada di sekitar yang mempengaruhi perkembangan dan
tingkah laku organisme (Syamsudduha & Rapi, 2012). Sumber belajar berbasis
lingkungan alam yang digunakan dapat berupa materi lokal. Materi lokal yang
diteliti dalam penelitian ini berupa kearifan, potensi, dan masalah lokal.
Implementasi penggunaan sumber belajar sampai saat ini belum
dikembangkan oleh pendidik menjadi sumber belajar yang lebih menarik dan
tepat dalam rangka membantu pencapaian Kompetensi Dasar peserta didik
(Munajah & Susilo, 2015). Agar proses mengajar berjalan dengan baik, peserta
didik sebaiknya diajak untuk memanfaatkan semua alat inderanya. Semakin
banyak alat indera yang digunakan dalam menerima dan mengolah informasi
semakin besarinformasi tersebut dimengerti dan dapat dipertahankan dalam
34
ingatan. Media pembelajaran dipergunakan untuk memudahkan dalam
penyampaian materi kepada peserta didik dan membantu guru dalam proses
belajar mengajar. Peserta didik akan terbantu dalam memahami materi yang
komplek. Pemanfaatan media juga berperan besar memberikan pengalaman
belajar peserta didik (Jatmika, 2005)
35
2.2 Kerangka Konseptual
Gambar 2.7. Kerangka Konseptual
(Sumber : Dokumen Pribadi, 2019)
Sumber Sira
Aktifitas Pertanian (Penggunaan
Pestisida), Aktivifitas Masyarakat,
Kegiatan Pariwisata
Kualitas Perairan
Parameter
Kimia Biologi Fisika
Suhu
Kecerahan Fitoplankton Makrozoobentos pH
DO
Salinitas
Kadar
Klorofil
Keanekaragaman Indeks Saprobitas
Kualitas Perairan
Sumber Sira
Sumber Belajar Biologi
= Tidak diteliti
= Diteliti