13
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Budaya Barnouw (1985), mendefinisikan budaya sebagai sekumpulan sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku yang dimiliki bersama oleh sekelompok orang, yang dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya lewat bahasa atau beberapa sarana komunikasi lain. Seorang antropolog lain, E.B. Tylor (1871), dalam bukunya yang berjudul Primitive Culture (New York; Brentano's, 1924;1) mendefinisikan kebudayaan adalah kompleks yang mencakup kepercayaan, pengetahuan, moral, kesenian, adat-istiadat, hukum, serta kemampuan dan kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sifat dan hakikat kebudayaan adalah ciri-ciri dari sebuah kebudayaan dengan masyarakat yang berbeda. Secara garis besar, semua kebudayaan yang ada di dunia ini memiliki sifat dan hakikat yang sama. Sifat dan hakikat kebudayaan tersebut menurut (E.B. Tylor,1871) yaitu : 1. Kebudayaan terwujud lewat perilaku manusia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Budaya

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Budaya

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Budaya

Barnouw (1985), mendefinisikan budaya sebagai

sekumpulan sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku yang dimiliki

bersama oleh sekelompok orang, yang dikomunikasikan dari

satu generasi ke generasi berikutnya lewat bahasa atau

beberapa sarana komunikasi lain.

Seorang antropolog lain, E.B. Tylor (1871), dalam bukunya

yang berjudul Primitive Culture (New York; Brentano's, 1924;1)

mendefinisikan kebudayaan adalah kompleks yang mencakup

kepercayaan, pengetahuan, moral, kesenian, adat-istiadat,

hukum, serta kemampuan dan kebiasaan yang didapatkan oleh

manusia sebagai anggota masyarakat.

Sifat dan hakikat kebudayaan adalah ciri-ciri dari sebuah

kebudayaan dengan masyarakat yang berbeda. Secara garis

besar, semua kebudayaan yang ada di dunia ini memiliki sifat

dan hakikat yang sama. Sifat dan hakikat kebudayaan tersebut

menurut (E.B. Tylor,1871) yaitu :

1. Kebudayaan terwujud lewat perilaku manusia.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Budaya

10

2. Kebudayaan telah ada sebelum lahirnya suatu generasi

dan tidak akan pernah mati bersama usia generasi yang

bersangkutan.

3. Kebudayaan sangat diperlukan oleh semua umat

manusia dan di wujudkan tingkaj lakunya.

4. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisi

tindakan yang diijinkan, kewajiban yang ditolak dan

diterima.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya berarti

sebuah pemikiran, adat istiadat atau akal budi. Secara tata

bahasa, arti dari kebudayaan diturunkan dari kata budaya yang

cenderung menunjuk kepada cara berpikir manusia. Menurut

Koentjaraningrat (1990), Budaya adalah keseluruhan sistem

tindakan, gagasan dan juga hasil karya manusia yang dijadikan

milik manusia denga belajar. Ada 3 wujud kebudayaan yaitu,

(Koentjaraningrat,1990):

1. Ideas, merupakan wujud ideal dari kebudayaan,

sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau dilihat, karena

ada dalam fikiran manusia/masyarakat

2. Activities, atau tindakan masyarakat berupa sistem

sosial, atau aktivitas masyarakat berupa interaksi,

bergaul, berhubungan, selama bertahun-tahun

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Budaya

11

menurut tata hubungan, ada istiadat, serta norma-

norma

3. Artifact, wujudnya merupakan karya manusia yang

dapat dilihat, diraba, difoto, karena konkret dan bersifat

fisik. Misalnya jamu-jamu tradisional yang setiap hari

dijual dan diminum sebagian besar masyarakat Jawa.

Ketiga wujud kebudayaan ini tidak dapat dipisahkan

sendiri-sendiri dalam kehidupan manusia, saling keterkaitan

satu sama lainnya. Karena kebudayaan adalah hasil cipta rasa,

karsa, karya manusia, maka kebudayaan atau budaya yang

dihasilkan tentunya akan merupakan penyaluran dari hasrat,

naluri kebutuhan manusia dan dalam rangka memenuhi rasa

yang ada dalam diri manusia yaitu rasa keindahan rasa

sentimental, rasa aman, rasa sayang dan sebagainya.

Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat

digolongkan atas dua komponen utama,

(Koentjataningrat,1990):

1. Kebudayaan material

Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan

masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam

kebudayaan material ini adalah temuan yang dapatkan

dari suatu penggalian arkeologi yaitu perhiasan,

mangkuk tanah liat, senjata, perhiasan dan seterusnya.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Budaya

12

Kebudayaan material juga mencakup barang-barang,

seperti pesawat terbang, televisi, stadion olahraga,

gedung, dan pakaian.

2. Kebudayaan nonmaterial

Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan

abstrak yang diwariskan dari generasi sebelumnya ke

generasi berikutnya, misalnya berupa cerita rakyat,

dongeng, tarian tradisional, dan lagu daerah.

2.1.2 Budaya dan Kepribadian

Hubungan antara kebudayaan dan kepribadian sangat

erat. Kepribadian dibentuk oleh genetik, faktor lingkungan, dan

pengaruh budaya (Kluckhohn & Murray, 1948). Kepribadian

dibentuk oleh genetik, faktor lingkungan, dan pengaruh budaya

(Kluckhohn & Murray, 1948).

Menurut Koentjaraningrat (1990), suatu kebudayaan sering

memancarkan suatu watak khas tertentu yang kelihatan dari

luar. Watak inilah yang terlihat oleh orang asing. Watak yang

khas itu sering tampak padakebiasaan masyarakatnya, tingkah

laku, dan juga hasil karya mereka.

Berbicara mengenai kepribadian dan kebudayaan, tidak

terlepas dari hubungan antara kebudayaan dan manusia.

Masyarakat dan kebudayaan merupakan perwujudan atau

abstraksi perilaku manusia. Perilaku manusia terwujud dari

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Budaya

13

kepribadiannya, karena kepribadian seseorang merupakan

latar belakang perilaku yang ada dalam dirinya.

Menurut Littauer (1996) Perkembangan dan pembentukan

kepribadian seseorang tidak dapat dipisah dari kebudayaan

masyarakat tempat seseorang itu dibesarkan. Aspek-aspek

kebudayaan yang sangat mempengaruhi pembentukan dan

perkembangan kepribadian antara lain:

1. Nilai-nilai (Values)

Dalam setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai (values) yang

ditaati oleh manusia-manusia yang hidup dalam

kebudayaan itu. Agar bisa diterima sebagai anggota suatu

masyarakat, kita harus memiliki kepribadian yang selaras

dan sesuai dengan kebudayaan yang berlaku di daerah itu.

2. Adat dan Tradisi.

Adat dan tradisi yang berlaku disuatu daerah, selain

menentukan nilai-nilai dan norma yang harus ditaati oleh

anggota-anggotanya, juga menentukan cara-cara

bertingkah laku yang akan berdampak pada kepribadiannya

anggotanya.

3. Pengetahuan dan Keterampilan.

Ketrampilan dan tinggi rendahnya pengetahuan seseorang

menunjukkan tinggi rendahnya kebudayaan di masyarakat

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Budaya

14

itu. Makin tinggi kebudayaan yang dimiliki suatu masyarakat

makin, berkembang pula sikap dan tata cara kehidupannya.

4. Bahasa

Di samping aspek-aspek kebudayaan yang di sampaikan di

atas, bahasa juga merupakan salah satu faktor penting

yang ikut menentukan ciri-ciri khas dari suatu kebudayaan.

Bahasa dan kepribadian manusia yang memiliki bahasa itu

berhubungan sangat erat. Karena bahasa merupakan alat

komunikasi yang dapat menunjukkan bagaimana

seseorang itu bersikap, berkreasi, bertindak, dan menjalin

hubungan baik dengan sesama.

5. Milik Kebendaan (material possessions)

Semakin maju kebudayaan suatu masyarakat, maka makin

maju dan modern pula alat-alat yang digunakan bagi

keperluan hidupnya. Hal diatas sangat mempengaruhi

kepribadian manusia yang memiliki kebudayaan tersebut.

Budaya juga dapat mempenguruhi pengembangan kepribadian

yang abnormal.

2.1.3 Persepsi

Kehidupan individu tidak lepas dari interaksi dengan

lingkungan fisik maupun sosial, dalam interaksi ini individu

menerima rangsangan atau stimulus dari luar dirinya, persepsi

merupakan proses akhir dari penghambatan yang diawali

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Budaya

15

dengan proses penginderaan, yaitu proses yang diterima

stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian dan

diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari

tentang suatu yang dinamakan persepsi. Dengan persepsi,

individu dapat menyadari dan dapat mengerti tentang keadaan

lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang hal yang

ada dalam diri individu itu sendiri.

Kalau berbicara tentang persepsi, kita biasanya

menganggap bahwa kita bisa melihat hal-hal yang benar-benar

faktual atau nyata di dunia sekitar kita. Kita mengira bahwa

benda-benda yang kita lihat atau persepsi ide dan teori

merupakan sesuatu yang kurang nyata. “Melihat berarti

percaya”, demikian pepatah kuno mengatakan.

Pendapat tentang persepsi tersebut dapat disimpulkan

bahwa persepsi merupakan proses kognitif yang dialami setiap

orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya

melalui panca inderanya, dan tiap-tiap individu dapat

memberikan arti atau tanggapannya yang berbeda-beda.

Persepsi adalah cara kita memandang dengan obyek,

menafsirkan sesuatu secara konkrit dan nyata dengan indera

yang kita miliki sebagai sesuatu rangsang.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Budaya

16

2.1.4 Konsep Sehat-Sakit dalam Konteks Gangguan Jiwa dan

Budaya

Menurut UU No.36 Tahun 2009 Kesehatan adalah

keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif

secara sosial dan ekonomis. Sakit berarti suatu keadaan yang

memperlihatkan adanya keluhan dan gejala sakit secara

subjektif dan objektif, sehingga penderita tersebut memerlukan

pengobatan untuk mengembalikan keadaan sehat. Defenisi

sakit menurut Pemons (1972) adalah gangguan dalam fungsi

normal individu sebagai tatalitas, termasuk keadaan organisme

sesuatu sistem biologis dan penyesuaian sosialnya.

Menurut UU Kesehatan Jiwa No.18 tahun 2014,

Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat

berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga

individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat

mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan

mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.

Menurut Keliat (2011), gangguan jiwa yaitu suatu sindrom

atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang

berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

menimbulkan gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan

manusia.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Budaya

17

Hingga saat ini banyak beredar kepercayaan atau mitos

yang salah mengenai gangguan jiwa, ada yang percaya bahwa

gangguan jiwa disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang

menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau

hukuman atas dosanya. Oleh sebab itu penderita dianiaya,

dihukum, dijauhi atau diejek masyarakat. Kepercayaan yang

salah ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya

karena pengidap gangguan jiwa tidak mendapat pengobatan

secara cepat dan tepat (Notosoedirjo, 2005).

Persepsi masyarakat terhadap kesehatan mental berbeda di

setiap kebudayaan. Dalam suatu budaya tertentu, orang-orang

secara sukarela mencari bantuan dari para profesional untuk

menangani gangguan jiwanya. Sebaliknya dalam kebudayaan

yang lain, gangguan jiwa cenderung diabaikan sehingga

penanganan akan menjadi jelek, atau di sisi lain masyarakat

kurang antusias dalam mendapatkan bantuan untuk mengatasi

gangguan jiwanya. Bahkan gangguan jiwa dianggap

memalukan atau membawa aib bagi keluarga. Kedua hal inilah

yang biasanya terjadi dikalangan masyarakat saat ini. Model

kesehatan Barat memandang gangguan jiwa sebagai suatu hal

yang harus disembuhkan.

Dalam masyarakat kita, ada beberapa keadaan yang

merupakan bentuk persepsi untuk individu dengan gangguan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Budaya

18

jiwa menurut Soewadi (1997), yang dikutip Mubin (2008).

Pertama, keyakinan atau kepercayaan bahwa gangguan jiwa itu

disebabkan oleh guna-guna, tempat keramat, roh jahat, setan,

sesaji yang salah, kutukan, banyak dosa, pusaka yang keramat,

dan kekuatan gaib atau supranatural. Kedua, keyakinan atau

kepercayaan bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang

tidak dapat disembuhkan. Ketiga, keyakinan atau kepercayaan

bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang bukan urusan

medis. Keempat, keyakinan atau kepercayaan bahwa gangguan

jiwa merupakan penyakit yang selalu diturunkan.

Persepsi yang muncul di masyarakat disebabkan oleh

gejala-gejala yang dianggap asing dan berbeda dengan orang

normal atau biasanya. Adanya persepsi ini juga berkaitan

dengan faktor tradisi atau kebudayaan dalam masyarakat yang

masih percaya takhayul dan tindakan-tindakan irasional warisan

nenek moyang. Selain itu, persepsi tersebut muncul karena

penyebab gangguan jiwa itu sendiri dirasa susah ditemukan.

Bahkan, para ahli jiwa masih sering berdebat akan etiologi atau

penyebab gangguan jiwa (Soewadi, 1997).

Menurut Maramis (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi

persepsi adalah :

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Budaya

19

a. Kepercayaan

Kepercayaan memberikan persepsi pada manusia

dalam mempersepsi kenyataan yang ada, memberikan

dasar untuk pengambilan pengambilan keputusan dan

menentukan sikap bagi objek sikap. Bila orang percaya

bahwa sesorang yang mengalami gangguan jiwa itu

menakutkan dan berbahaya bagi lingkungannya, sikap

dan respon masyarakat terhadap seorang penderita

gangguan jiwa akan negative, dan masyarakat akan

cenderung menolak orang gangguan jiwa berada

disekitar lingkungan tempat tinggal.

b. Sikap

Sikap merupakan kecenderungan bertindak, berpikir,

berpersepsi dan merasa dalam menghadapi objek,

situasi, ide, atau nilai (Rahmat, 2000). Sikap juga

merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan

cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Sikap

menentukan apakah kita setuju atau tidak terhadap

sesuatu; menentukan apa yang diinginkan, disukai, dan

diharapkan; memutuskan apa yang tidak diinginkan,

dan apa yang harus dihindari. Apabila seseorang

menganggap bahwa penderita gangguan jiwa itu

menakutkan dan membahayakan, maka ia akan setuju

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Budaya

20

jika penderita gangguan jiwa itu di pasung, atau di

kurung, berharap agar semua anggota keluarganya

menjauhi penderita gangguan jiwa.

c. Pendidikan (Pengetahuan)

Pengetahuan membentuk kepercayaan (Rahmat,

2000). Pengetahuan berhubungan dengan jumlah

informasi yang dimiliki seseorang, dalam hal ini

informasi tentang gangguan jiwa. Karena minimnya

pengetahuan tentang gangguan jiwa ini, tidak sedikit

masyarakat yang salah persepsi yang berakibat

bertambah parahnya sang penderita gangguan jiwa.

d. Pelayanan kesehatan

Masyarakat memerlukan pelayanan mengenai

kesehatan jiwa, yang bermanfaat bagi masyarakat itu

sendiri, dengan begitu masyarakat memahami apa itu

gangguan jiwa sehingga masyarakat tidak salah kaprah

dalam mempersepsikan penderita gangguan jiwa

disekitarnya.

e. Lingkungan

Persepsi kita tentang sejauh mana lingkungan

memuaskan atau mengecewakan kita, kan

mempengaruhi kita dalam lingkungan itu.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Budaya

21

Lingkungan dalam persepsi lazim disebut sebagai iklim

(Rahmat, 2000).

f. Budaya

Kebudayaan sangat berpengaruh terhadap bagaimana

seseorang berpersepsi terhadap suatu keadaan, di

kalangan masyarakat banyak sekali yang berpersepsi

bahwa penderita gangguan jiwa itu sesuatu yang tidak

baik bahkan di suatu kalangan masyarakat ada yang

beranggapan bahwa gangguan jiwa merupakan suatu

penyakit kutukan, sehingga dari kebudayaan yang ada

itu memperlambat kesembuhan sang penderita

gangguan jiwa.

2.2 Kerangka Konsep

Penderita Gangguan jiwa Persepsi masyarakat

terhadap gangguan

jiwa

Pendapat Masyarakat

terhadap gangguan jiwa

Sikap masyarakat terhadap

penderita gangguan jiwa

Harapan masyarakat terhadap

penderita gangguan jiwa

Perilaku masyarakat

terhadap penderita