55
II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Teknologi Pembelajaran Association for Educational Communications and Technology (AECT) dengan paradigma 1994 mendefinisikan bahwa “Instructional Technology is the theory and practice of design, development, utilization, management and evaluation of process and resources for learning”. (Seels and Richey, 1994 : 1) Definisi tersebut didasarkan atas lima kawasan yang menjadi pemanfaatan, kawasan pengelolaan, dan kawasan evaluasi. Lima kawasan teknologi pembelajaran secara lengkap terdapat pada gambar 1. Kelima kajian tersebut merupakan kawasan bidang studi teknologi pembelajaran. Hubungan kelima kawasan tersebut adalah sinergis, terlihat pada gambar 2. Gambar 2.1. Kawasan Teknologi Pembelajaran (Seels dan Richey, 1994 : 26) PENGEMBANGAN Teknologi Cetak Teknologi Audiovisual Teknologi Berbasis Komputer Teknologi Terpadu PEMANFAATAN Pemanfaatan Media Difusi Innovasi Implementasi dan Institusionalisasi Kebijakan dan Regulasi DESAIN Desain Sistem Pembelajaran Desain Pesan Strategi Pembelajaran Karakteristik Pembelajar PENILAIAN Analisis Masalah Pengukuran Acuan Patokan Evaluasi Sumatif PENGELOLAAN Manajemen Proyek Manajemen Sumber Manajemen Sistem Penyampaian Manajemen Informasi TEORI PRAKTIK

II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian ...digilib.unila.ac.id/15208/5/bab 2.pdf · II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Teknologi Pembelajaran Association

  • Upload
    others

  • View
    44

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pengertian Teknologi Pembelajaran

Association for Educational Communications and Technology (AECT) dengan

paradigma 1994 mendefinisikan bahwa “Instructional Technology is the theory

and practice of design, development, utilization, management and evaluation of

process and resources for learning”. (Seels and Richey, 1994 : 1) Definisi

tersebut didasarkan atas lima kawasan yang menjadi pemanfaatan, kawasan

pengelolaan, dan kawasan evaluasi. Lima kawasan teknologi pembelajaran secara

lengkap terdapat pada gambar 1. Kelima kajian tersebut merupakan kawasan

bidang studi teknologi pembelajaran. Hubungan kelima kawasan tersebut adalah

sinergis, terlihat pada gambar 2.

Gambar 2.1. Kawasan Teknologi Pembelajaran (Seels dan Richey, 1994 : 26)

PENGEMBANGAN

Teknologi Cetak

Teknologi Audiovisual

Teknologi Berbasis Komputer

Teknologi Terpadu

PEMANFAATAN

Pemanfaatan Media

Difusi Innovasi

Implementasi dan Institusionalisasi

Kebijakan dan Regulasi

DESAIN

Desain Sistem Pembelajaran

Desain Pesan

Strategi Pembelajaran

Karakteristik Pembelajar

PENILAIAN

Analisis Masalah

Pengukuran Acuan Patokan

Evaluasi Sumatif

PENGELOLAAN

Manajemen Proyek

Manajemen Sumber

Manajemen Sistem Penyampaian

Manajemen Informasi

TEORI

PRAKTIK

13

Gambar 2.2. Hubungan Antar Kawasan Bidang Studi Teknologi Pembelajaran

(Seels dan Richey, 1994 : 27)

2.1.2 Kawasan Desain Pembelajaran

Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang, misalnya

sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses. Sebagai

disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori tentang

strategi serta proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaannya. Sebagai

ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi

pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi yang

memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk

berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas. Sebagai sistem,

desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem pembelajaran dan sistem

pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan dan sistem

pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar.

Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para

ahli. Secara umum, model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam

model berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk,

model prosedural dan model melingkar. Model berorientasi kelas biasanya

ditujukan untuk mendesain pembelajaran level mikro (kelas) yang hanya

DEVELOPMENT

UTILIZATION DESIGN

MANAGEMENT EVALUATION

THEORY

PRACTICE

14

dilakukan setiap dua jam pelajaran atau lebih. Contohnya adalah model ASSURE.

Model berorientasi produk adalah model desain pembelajaran untuk menghasilkan

suatu produk, biasanya media pembelajaran, misalnya video pembelajaran,

multimedia pembelajaran, atau modul. Contoh modelnya adalah model hannafin

and peck. Satu lagi adalah model berorientasi sistem yaitu model desain

pembelajaran untuk menghasilkan suatu sistem pembelajaran yang cakupannya

luas seperti desain sistem suatu pelatihan, kurikulum sekolah. Salah satu model

desain pembelajaran adalah model Dick and Carey. Model ini termasuk ke dalam

model prosedural. Langkah-langkah desain pembelajaran menurut Dick and Carey

adalah:

a. Mengidentifikasi tujuan umum pembelajaran.

b. Melaksanakan analisis pembelajaran.

c. Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa.

d. Merumuskan tujuan performasi.

e. Mengembangkan butir-butir tes acuan patokan.

f. Mengembangkan strategi pembelajaran.

g. Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran.

h. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif.

i. Merevisi bahan pembelajaran.

j. Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.

Model Dick and Carey terdiri dari 10 langkah. Setiap langkah sangat jelas maksud

dan tujuannya sehingga bagi perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk

mempelajari model desain yang lain. Kesepuluh langkah pada model Dick and

Carey menunjukkan hubungan yang sangat jelas, sistem yang terdapat pada Dick

15

and Carey sangat ringkas, namun isinya padat dan jelas dari satu urutan ke urutan

berikutnya.

Langkah awal pada model Dick and Carey adalah mengidentifikasi tujuan

pembelajaran. Langkah ini sangat sesuai dengan kurikulum perguruan tinggi

maupun sekolah menengah dan sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran

tertentu di mana tujuan pembelajaran pada kurikulum agar melahirkan suatu

rancangan pembangunan.

Penggunaan Model Dick and Carey dalam pengembangan suatu mata pelajaran

dimaksudkan agar (1) pada awal proses pembelajaran anak didik atau siswa dapat

mengetahui dan mampu melakukan hal-hal yang berkaitan dengan materi pada

akhir pembelajaran, (2) adanya pertautan antara tiap komponen khususnya strategi

pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dikehendaki, (3) menerangkan

langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan desain

pembelajaran.

Komponen utama dari desain pembelajaran adalah :

1. Pembelajar (pihak yang menjadi fokus) yang perlu diketahui meliputi,

karakteristik mereka, kemampuan awal dan pra syarat.

2. Tujuan pembelajaran (umum dan khusus) adalah penjabaran kompetensi yang

akan dikuasai oleh pembelajaran.

3. Analisis pembelajar, merupakan proses menganalisis topik serta materi yang

akan dipelajari.

4. Strategi Pembelajaran, dapat dilakukan secara makro dalam kurun satu tahun

atau mikro dalam kurun satu kegiatan belajar mengajar.

16

5. Bahan ajar, adalah format materi yang akan diberikan kepada pembelajar.

6. Penilaian belajar, tentang pengukuran kemampuan atau kompetensi yang

sudah dikuasai atau belum.

Guru sebagai pengembang media pembelajaran harus mengetahui perbedaan

pendekatan-pendekatan dalam belajar agar dapat memilih strategi pembelajaran

yang tepat. Strategi pembelajaran harus dipilih untuk memotivasi para pembelajar,

memfasilitasi proses belajar, membentuk manusia seutuhnya, melayani perbedaan

individu, mengangkat belajar bermakna, mendorong terjadinya interaksi, dan

memfasilitasi belajar kontekstual, terdapat beberapa teori belajar yang melandasi

dalam pembelajaran yaitu teori kognitivisme dan behaviorisme pada perubahan

aktivitas siswa.

2.1.3 Belajar dan Pembelajaran

1. Belajar

Pengertian belajar dalam arti sehari-hari adalah sebagai penambahan

pengetahuan, namun ada yang mengartikan bahwa belajar sama dengan

penghafal karena orang belajar akan menghafal. Pengertian belajar ini masih

sangat sempit, karena belajar bukan hanya membaca dan menghafal tapi juga

penalaran.

Belajar adalah perubahan tingkah laku yang disengaja. Perubahan tersebut berupa

dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan dari tidak

dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu, dari memberikan

respon yang salah atas stimulus-stimulus kearah memberikan respons yang benar.

Belajar adalah suatu aktivitas yang dirancang, atau sebagai akibat interaksi antara

17

individu dengan lingkungannya. Secara umum yaitu mengumpulkan sejumlah

pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari yang seseorang lebih tahu atau

guru. Pandangan para penulis buku psikologi belajar menyatakan bahwa belajar

sebagai suatu perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap

sebagai hasil dari sebuah pengalaman.

Belajar pada hakikatnya adalah suatu aktivitas yang mengharapkan perubahan

tingkah laku (behavioral change) pada individu yang belajar. Dari berbagai

pandangan para ahli mencoba memberikan definisi belajar sehingga diambil

kesimpulan bahwa belajar selalu melibatkan tiga hal pokok yaitu 1) adanya

perubahan tingkah laku; 2) sifat perubahannya relatif permanen; dan 3) perubahan

tersebut disebabkan oleh interaksi dengan lingkungan, bukan oleh proses

kedewasaan ataupun perubahan- perubahan kondisi fisik temporer sifatnya.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Skiner dalam Sutikno (2009: 3) bahwa

belajar adalah sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang

berlangsung secara progresif. Menurut Juhri (2006: 81) belajar adalah suatu

proses yang memerlukan aktivitas, artinya orang yang belajar harus ikut serta

dalam proses pembelajaran yang dilakukan secara aktif. Lebih lanjut Morgan

dalam Sutikno (2009: 4) mengartikan belajar sebagai suatu perubahan yang relatif

menetap dalam tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu.

Sedangkan menurut Sanjaya (2006: 91) belajar adalah proses perubahan tingkah

laku. Adapun Sutikno (2009: 4) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu

proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang

baru, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

18

Beberapa pendapat di atas menekankan pada adanya perubahan tingkah laku

sebagai hasil pengalamannya sendiri. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa

belajar adalah merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku

sebagai hasil dari pengalamannya dalam interaksi dengan lingkungannya dalam

memenuhi kehidupannya.

Menurut Gagne (1979:21) belajar didefinisikan “sebagai suatu proses dimana suatu

organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman”. Belajar merupakan

suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi,

emosi dan faktor-faktor lain berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Suatu kegiatan dikatakan belajar apabila memiliki tiga ciri bahwa belajar

adalah perubahan tingkah laku, perubahan terjadi karena latihan dan

pengalaman, bukan karena pertumbuhan, serta perubahan tersebut harus bersifat

permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama.

Berbicara tentang belajar pada dasarnya berbicara tentang bagaimana tingkah laku

seseorang berubah sebagai akibat pengalaman. Dari penjelasan di atas dapat

dibuat kesimpulan bahwa agar terjadi proses belajar atau terjadinya perubahan

tingkah laku sebelum kegiatan belajar mengajar di kelas seorang guru perlu

menyiapkan atau merencanakan berbagai pengalaman belajar yang akan

diberikan pada siswa dan pengalaman belajar tersebut harus sesuai dengan

tujuan yang ingin dicapai. Proses belajar itu terjadi secara internal dan

bersifat pribadi dalam diri siswa, agar proses belajar tersebut mengarah pada

tercapainya tujuan dalam kurikulum maka guru harus merencanakan dengan

seksama dan sistematis berbagai pengalaman belajar yang memungkinkan

perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan apa yang diharapkan. Aktivitas

19

guru untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa

berlangsung optimal disebut dengan kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain

pembelajaran adalah proses membuat orang belajar. Guru bertugas membantu

orang belajar dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat

belajar dengan mudah, artinya guru harus mengadakan pemilihan terhadap

berbagai starategi pembelajaran yang ada, yang paling memungkinkan proses

belajar siswa berlangsung optimal. Pada bagian lain bahwa dalam pembelajaran

proses belajar tersebut terjadi secara bertujuan dan terkontrol. Tujuan-tujuan

pembelajaran telah dirumuskan dalam kurikulum yang berlaku. Peran guru di

sini adalah sebagai pengelola proses belajar mengajar tersebut

Oleh karena itu pada prinsipnya belajar adalah proses perubahan tingkah laku

sebagai akibat dari interaksi antara siswa dengan sumber - sumber atau objek

belajar, baik yang secara sengaja dirancang ( by design ) maupun yang tidak

secara sengaja dirancang namun dimanfaatkan ( by utilization ).

2. Pembelajaran

Istilah pembelajaran berarti proses membuat orang belajar. Tujuannya ialah

membantu orang belajar, atau memanipulasi (merekayasa) lingkungan sehingga

memberi kemudahan bagi orang yang belajar. Gagne dan Briggs (1979)

mendefinisikan “pembelajaran sebagai suatu rangkaian events ( kejadian, peristiwa,

kondisi, dan sebagainya) yang secara sengaja dirancang untuk mempengaruhi

siswa (pembelajar), sehingga proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah”.

Pembelajaran bukan hanya terbatas pada kejadian yang dilakukan oleh guru saja,

melainkan mencakup semua kejadian maupun kegiatan yang mungkin mempunyai

20

pengaruh langsung pada proses belajar manusia. Gagne ( 1985 : 2 ) dalam bukunya

The Conditions Of Learning and Theory of Instruction berpendapat:

Learning is a change in human disposition or capability that persist

over a period of time and is not simply ascribable to processes of

growth. The kind of change called learning exhibits itself as a change in

behavior, and the inference of learning is made by comparing what

behavior was possible before the individual was placed in a learning

situation and what behavior can be exhibit after such treatment. The

change may be, and often is, an increased capability for of some

type of performance.

Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah

sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan

informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-

kondisi eksternal individu. Istilah pembelajaran banyak dipengaruhi oleh aliran

psikologi kognitif - holistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan.

Selain itu, istilah pembelajaran dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang

diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat

berbagai macam media. Hal tersebut bahwa “media seperti bahan-bahan cetak,

program televisi, gambar, audio dan lain sebagainya, semua itu mendorong

terjadinya perubahan peranan guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran”

(Sanjaya, 2005 : 78). Sementara itu pembelajaran adalah suatu usaha yang

sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki

guru untuk mencapai tujuan kurikulum. Jadi pembelajaran adalah suatu aktivitas

yang dengan sengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan

untuk tercapainya suatu tujuan yaitu tercapainya tujuan kurikulum.

Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap

kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar

21

terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa

(Suyitno, 2004: 2).

Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dijelaskan bahwa yang

dimaksud dengan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Sedangkan menurut Winkel dalam Sutikno (2009: 6) mengartikan pembelajaran

sebagai seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar

peserta didik, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang

berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian internal yang berlangsung di

dalam diri siswa.

Lebih lanjut Sanjaya (2006: 79) menyatakan terdapat beberapa karakteristik

penting dari istilah pembelajaran yaitu:

1) pembelajaran berarti membelajarkan siswa,

2) proses pembelajaran berlangsung di mana saja, dan

3) pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan.

Beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah

segala upaya yang dilakukan pendidik dalam proses interaksi terhadap peserta

didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai suatu

tujuan.

2.1.4 Teori Belajar dan Pembelajaran

1. Teori Belajar Behavioristik

Teori behavioristik merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gagne dan

Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Kemudian

teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap

22

pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran

behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak

sebagai hasil belajar. Aliran ini diperkenalkan oleh beberapa ahli seperti Jhon B

Watson, Ivan Pavlov, BF Skinner, El Thorndike, Bandura dan Tolman.

Behaviorisme menganggap bahwa belajar merupakan akibat adanya interaksi

antara stimulus dan respon (Slavin, 2000: 143). Seseorang dianggap telah belajar

sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini

dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang

berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar,

sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang

diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak

penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur.

Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang

diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus

dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran

merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan

tingkah laku tersebut. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik

adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive

reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon

dikurangi/ dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin lemah

(Darmansyah, 2010: 131).

Maka dapat diketahui bahwa teori behavioristik memandang individu hanya dari

sisi jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain,

behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan

23

individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih siswa

sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori

behavioristik sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks,

sebab banyak hal yang berkaitan dengan pembelajaran tidak dapat dilihat oleh

hanya hubungan stimulus dan respons. Teori ini cenderung mengarahkan siswa

untuk berpikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori

ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa

siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik

untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.

Menurut Jhon Locke pengalaman adalah salah satunya jalan memiliki

pengetahuan. Ide dan pengetahuan adalah produk dari pengalaman. Secara

psikologis, seluruh perilaku manusia, kepribadian, dan temperamen ditentukan

oleh pengalaman indrawi. Pikiran dan perasaan disebabkan oleh perilaku masa

lalu.

Menurut Edward L Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya

asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. teori belajar

ini disebut teori connectionism. Eksperimen yang dilakukannya menghasilkan

teori trial dan error. Ciri-ciri belajarnya adalah adanya aktivitas, dan respon

terhadap berbagai situasi, ada eliminasi terhadap berbagai respon yang salah, ada

kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan. Kemudian Thorndike mengeluarkan

hukum-hukum yaitu (Sneelbeeker, 1974: 215-216)

1) Hukum kesiapan “Law of Readiness”

Dalam belajar seseorang harus dalam keadaan siap dalam artian seseorang

yang belajar harus dalam keadaan yang baik dan siap, jadi seseorang yang

24

hendak belajar agar dalam belajarnya menuai keberhasilan maka seseorang

dituntut untuk memiliki kesiapan, baik fisik dan psikis, Disamping sesorang

harus siap fisik dan psikis seseorang juga harus siap dalam kematangan dalam

penguasaan pengetahuan serta kecakapan-kecakapan yang mendasarinya.

2) Hukum Latihan”Law of Exercise”

Untuk menghasilkan tindakan yang cocok dan memuaskan untuk merespon

suatu stimulus maka seseorang harus mengadakan percobaan dan latihan yang

berulang-ulang.

3) Hukum Akibat “Law of Effect”

Setiap organisme memiliki respon sendiri-sendiri dalam menghadapi stimulus

dan situasi yang baru, apabila suatu organisme telah menetukan respon atau

tindakan yang melahirkan kepuasan dan kecocokan dengan situasi maka hal

ini pasti akan di pegang dan dilakukan sewaktu-waktu ia di hadapakan dengan

situasi yang sama. Sedangkan tingkah laku yang tidak melahirkan kepuasaan

dalam menghadapi situasi dan stimulus maka respon yang seperti ini akan

ditinggalkan selama-lamanya oleh pelaku.

Ivan Petrovich Pavlov dengan teori pelaziman klasik menyatakan bahwa individu

dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang

tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara

individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini

adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang

menimbulkan reaksi. Belajar itu adalah adanya latihan dan pengulangan yang

terjadi secara otomatis.

25

Selanjutnya Skinner mengeluarkan sebuah teori yang dinamakan dengan operant

conditioning yang merupakan suatu proses penguatan perilaku operan yang dapat

mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang kembali atau menghilang sesuai

dengan keinginan (Hergenhahn & Olson, 2008: 84). Operant conditioning

menjamin respon terhadap stimulli, bila tidak menunjukkan stimuli maka guru

tidak dapat membimbing siswa untuk mengarahkan tingkah lakunya. Guru

memiliki peran dalam mengontrol dan mengarahkan siswa dalam proses

pembelajaran sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.

Selanjutnya Albert Bandura yang mengeluarkan teori belajar sosial. Teori ini

menerima sebagian besar prinsip teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih

banyak penekanan pada efek-efek perilaku dan proses mental (Ratna Willis, 2011:

22). Jadi teori ini menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru

perilaku, sikap dan emosi orang lain. Teori ini menjelaskan perilaku manusia

dalam konteks interaksi tingkah laku timbal balik yang berkesinambungan antara

kognitif perilaku dan lingkungan.

2. Teori Elaborasi Reigeluth

Reigeluth pada tahun 1970-an memperkenalkan teori elaborasi. Menurut

Reigeluth (1998: 310) bahwa Teori Elaborasi adalah teori mengenai desain

pembelajaran dengan dasar argumen bahwa pelajaran harus diorganisasikan dari

materi yang sederhana menuju pada harapan yang kompleks dengan

mengembangkan pemahaman pada konteks yang lebih bermakna sehingga

berkembang menjadi ide-ide yang terintegrasi. Selanjutnya Reigeluth (1998: 342)

menjelaskan bahwa “The Elaboration Theory of instruction was developed to

provide holistic alternatives to the parts-to-whole sequencing and superficial

26

coverage of content that have been so typical of both education and training over

the past five to ten decades”.

Teori Elaborasi instruksi dikembangkan untuk menyediakan alternatif holistik

untuk urutan bagian keseluruhan dan cakupan dangkal konten yang telah begitu

khas dari pendidikan dan pelatihan selama lima sampai sepuluh dekade terakhir.

Teori Elaborasi mempreskripsikan cara pengorganisasian pengajaran dengan

mengikuti urutan umum ke rinci, seperti teori-teori sebelumnya. Urutan umum ke

rinci dimulai dengan menampilkan struktur isi bidang studi yang dipelajari

(Epitome), kemudian mengelaborasi bagian-bagian yang ada dalam epitome

secara lebih rinci.

Pembelajaran dimulai dari konsep sederhana dan pekerjaan yang mudah.

Bagaimana mengajarkan secara menyeluruh dan mendalam, serta menerapkan

prinsip agar menjadi lebih rinci. Prinsipnya harus menggunakan topik dengan

pendekatan spiral. Sejumlah konsep dan tahapan belajar harus dibagi dalam

“episode belajar”. Selanjutnya siswa memilih konsep, prinsip, atau versi pekerjaan

yang dielaborasi atau dipelajari.

Reigeluth (1983: 40-41) mengemukakan terdapat dua teori utama yang melandasi

kegiatan pembelajaran pada umumnya yakni; teori pembelajaran deskriptif dan

teori pembelajaran preskriptif. Teori pembelajaran deskriptif lebih berhubungan

dengan warga belajar dalam kegiatan pembelajaran. Teori ini menjelaskan tentang

bagaimana proses pembelajaran itu berlangsung. Sedangkan teori pembelajaran

preskriptif menjelaskan bagaimana kiat-kiat guru dalam membimbing siswa

selama proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah

ditetapkan. Menurut Reigeluth (1983:19) pembelajaran sebaiknya didasarkan

27

pada teori pembelajaran yang bersifat preskriptif, yaitu teori yang memberikan

“resep” untuk mengatasi masalah belajar, dengan memperhatikan 3 variabel

kondisi, metode dan hasil.

Pendekatan elaborasi berkembang sejalan dengan tumbuhnya perubahan

paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa

sebagai kebutuhan baru dalam menerapkan langkah-langkah pembelajaran. Dari

pikiran Reigeluth lahirlah desain yang bertujuan membantu penyeleksian dan

pengurutan materi yang dapat meningkatkan pecapaian tujuan. Para pendukung

teori ini juga menekankan pentingnya fungsi-fungsi motivator, analogi, ringkasan,

dan sintesis yang membantu meningkatkan efektivitas belajar. Teori ini pun

memberikan perhatian pada aspek kognitif yang kompleks dan pembelajaran

psikomotor. Ide dasarnya adalah siswa perlu mengembangkan makna kontekstual

dalam urutan pengetahuan dan keterampilan yang berasimilasi.

Teori ini memulai pengajaran dengan memberikan penjelasan yang bersifat

umum, sederhana, mendasar tetapi tidak abstrak. Teori ini juga menggambarkan

penggunaan rangkaian prerequisit dari bagian yang sederhana menuju rangkaian

yang lebih kompleks, dan memberikan tinjauan serta kesimpulan dengan cara

sistimatis. Teori Elaborasi hanya berkaitan dengan strategi organisasional pada

macro level. Teori ini memulai pengajaran dengan memberikan penjelasan yang

bersifat umum, sederhana, mendasar tetapi tidak abstrak. Pembelajaran elaborasi

adalah pembelajaran yang menambahkan ide tambahan berdasarkan apa yang

seseorang sudah ketahui sebelumnya.

Menurut Reigeluth (1999), teori elaborasi mengandung beberapa nilai lebih,

seperti di bawah ini :

28

1. Terdapat urutan pembelajaran yang mencakup keseluruhan sehingga

memungkinkan untuk meningkatkan motivasi dan kebermaknaan.

2. Memberi kemungkinan kepada pelajar untuk mengarungi berbagai hal dan

memutuskan urutan proses belajar sesuai dengan keinginannya.

3. Memfasilitasi pelajar dalam mengembangkan proses pembelajaran dengan

cepat.

4. Mengintegrasikan berbagai variabel pendekatan sesuai dengan desain teori.

Proses pembelajaran melibatkan dan mengarahkan aktivitas warga belajar untuk

mencapai berbagai tujuan yang telah direncanakan secara sistematis. Variabel

pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi: (1) kondisi pembelajaran yaitu

faktor yang mempengaruhi efek metode dalam meningkatkan hasil pembelajaran;

(2) metode pembelajaran, yaitu cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil yang

berbeda pada kondisi yang berbeda; (3) hasil pembelajaran, yaitu semua efek yang

dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan metode

pembelajaran pada kondisi yang berbeda (Reigeluth, 1983 : 42-46).

Reigeluth (1983: 36-52) mengemukakan bahwa hasil pembelajaran secara umum

dapat dikategorikan menjadi tiga indikator, yaitu (1) efektivitas pembelajaran

yang biasanya diukur dari tingkat keberhasilan siswa dari berbagai sudut, (2)

efisiensi pembelajaran, yang biasanya diukur dari waktu belajar dan/atau biaya

pembelajaran, dan (3) daya tarik pembelajaran yang selalu diukur dari tendensi

siswa ingin belajar secara terus menerus. Menurut Bloom (1956: 17-18), hasil

belajar adalah perolehan warga belajar setelah mengikuti proses belajar dan

perolehan belajar meliputi tiga bidang kemampuan yaktu kognitif, afektif, dan

psikomotorik. Kemampuan kognitif meliputi perolehan hasil belajar dengan

tingkat pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

29

Kemampuan afektif meliputi jenjang penerimaan, pemberian respon, penilaian,

pengorganisasian dan karakteristik. Sedangkan kemampuan psikomotorik

meliputi tingkat persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan biasa, dan

gerakan komplek, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.

Reigeluth (1983: 4-8) mengatakan bahwa hasil belajar dirumuskan sebagai

perilaku yang dapat diamati yang menunjukkan kemampuan yang dimiliki

seseorang.

3. Teori Belajar Konstruktivis

Menurut teori konstruktivis yang menjadi dasar bahwa siswa memperoleh

pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri. Teori ini adalah

merupakan peningkatan dari teori yang dikemukakan oleh Piaget, Vigotsky, dan

Brunner. Konsep pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan

proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru

berdasarkan data. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dirancang dan

dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi

pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang lebih bermakna. Jadi, dalam

pandangan sangat penting peran siswa untuk dapat membangun constructive

habits of mind. Agar siswa memiliki kebiasaan berfikir, maka dibutuhkan

kebebasan dan sikap belajar (Sukardjo&Komarudin, 2009:5).

Penelitian ini dilandasi oleh pendekatan konstruktivis, menurut pandangan

konstruktivistik belajar adalah menekankan pada peran aktif si belajar (learner)

dalam membangun pemahaman dan memaknai suatu informasi. Teori belajar

konstruktivis berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan

informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin

30

dalam Nur, 2002:8). Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat

pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan siswa merupakan hasil

konstruksi (bentukan) siswa sendiri (Panenen,2001:3)

4. Hasil Belajar

Hasi belajar dan prestasi belajar merupakan akibat dari proses belajar mengajar.

Namun kedua istilah tersebut memiliki perbedaan. Hasil belajar adalah perubahan

tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar mengajar. Hasil belajar merupakan

kemampuan menyatakan kembali suatu konsep atau prinsip yang telah dipelajari

yang diukur dalam prestasi belajar, sikap siswa, dan keterampilan siswa.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(1989: 895)“Prestasi belajar adalah

penguasaan pengetahuan atau keterampilan yangg dikembangkan melalui mata

pelajaran lazimnya ditunjukkan dengan nilai atau angka yg diberikan oleh guru”.

Saifuddin Azwar (2007: 8-9) menyatakan bahwa “Prestasi belajar merupakan

suatu pengukuran yang mengungkap keberhasilan seseorang dalam belajar”.

Prestasi belajar membawa keharusan dalam konstruksinya untuk selalu mengacu

pada perencanaan program belajar yang dituangkan dalam silabus masing-masing

materi pelajaran. Prestasi belajar ini dapat dilihat secara nyata berupa skor atau

nilai setelah mengerjakan suatu tes.Tes yang digunakan untuk menentukan

prestasi belajar merupakan suatu alat untuk mengukur aspek-aspek tertentu dari

siswa misalnya pengetahuan, pemahaman atau aplikasi suatu konsep.

Gronlund (1977) dalam Saifuddin Azwar (2007 : 18-20) menyebutkan bahwa

“Tes prestasi harus berisi item – item dengan tipe yang paling cocok guna

mengukur hasil belajar yang diinginkan”. Hasil belajar yang hendak diukur akan

31

menentukan tipe perilaku yang harus diterima sebagai bukti tercapainya tujuan

instruksional yang telah ditetapkan. Apabila tujuan pengukuran adalah

pengungkapan proses mental atau kompetensi tingkat tinggi guna pemecahan

masalah maka dapat dipilih tipe aitem essai, atau tipe pilihan-ganda. Apabila

tujuan ukurnya adalah pengungkapan proses pengingatan fakta dan prinsip

sederhana terutama untuk level pendidikan rendah, maka dapat dipilih tipe benar-

salah atau tipe jawaban pendek.

Hasil belajar yang dijadikan objek dalam penelitian ini adalah aspek kognitif

siswa. Menurut Sudjana (2009: 22) ”Aspek kognitif berkenaan dengan hasil

belajar intelektual”. Menurut Saifuddin Azwar (2007 : 60) “Salah satu pedoman

dalam menentukan tingkat kompetensi item tes adalah taksonomi tujuan

pendidikan yang dirumuskan oleh Benjamin S. Bloom”.

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah

mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut

tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar (Anni, 2004: 4). Dalam

pembelajaran perubahan perilaku yang harus dicapai oleh pebelajar setelah

melaksanakan aktivitas belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran, hasil belajar merupakan hal yang penting karena

dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam

kegiatan belajar yang sudah dilakukan. Hasil belajar dapat diketahui melalui

evaluasi untuk mengukur dan menilai apakah siswa sudah menguasai ilmu yang

dipelajari atas bimbingan guru sesuai dengan tujuan yang dirumuskan.

32

5. Evaluasi Hasil Beajar

Istilah evaluasi memiliki makna yang luas dan digunakan diberbagai ilmu

pengetahuan, namun pada awalnya pengertian evaluasi dikaitkan dengan prestasi

belajar. Arikunto (2005:3) menegaskan definisi evaluasi berdasarkan pendapat

Ralph Tyler yang mendefinisikan bahwa evaluasi adalah sebuah proses

pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagaimana

tujuan pendidikan sudah tercapai. Dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun

2005 dijelaskan bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian,

penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen

pendidikan pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai bentuk

pertanggung jawaban penyelenggaraan pendidikan.

Arikunto (2005:3) menjelaskan bahwa melakukan evaluasi berarti melakukan

pengukuran dan penilaian. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan

satu ukuran yang bersifat kuantitatif. Pengukuran adalah proses pemberian angka

atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan pencapaian

kompetensi yang telah dicapai siswa. Sedangkan menilai adalah mengambil suatu

keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk yang bersifat kualitatif.

Dalam standar proses dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar dapat

menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang

harus dikuasai.

Teknik penilaian dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktek, penugasan

perseorangan atau kelompok. Gagne dalam Dakir (2004:23) mengemukakan

bahwa hasil dari proses pembelajaran dalam kurikulum antara lain keterampilan

33

intelek, strategi kognitif, informasi verbal, keterampilan motorik, dan dimensi

produktif. Dengan kata lain evaluasi hasil belajar adalah sebuah proses untuk

menilai hasil belajar siswa.

Beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi hasil belajar adalah

kegiatan identifikasi melalui penilaian maupun pengukuran untuk melihat apakah

pembelajaran yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, baik, atau tidak,

dan untuk melihat tingkat efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pembelajaran

dalam meningkatkan prestasi belajarnya.

2.1.5 Pembelajaran IPS di Sekolah

IPS sekolah dimaksudkan sebagai bagian IPS yang diberikan untuk dipelajari

siswa sekolah (formal), yaitu siswa SD, SLTP, SLTA. Pada IPS sekolah, siswa

mempelajari IPS yang sifat materinya masih elementer tetapi merupakan konsep

esensial sebagai dasar untuk prasyarat konsep yang lebih tinggi, banyak

aplikasinya dalam kehidupan di masyarakat, dan pada umumnya dalam

mempelajari konsep-konsep tersebut bisa dipahami melalui pendekatan induktif.

(Suherman, 1993:134)

Ralp C. Preston dalam bukunya “Teaching Social Studies in The elementary School”

mengemukakan sebagai berikut : “the social sciences are the fields of knowledge

which deal with man’s social behavior, his social life, and his social institution”.

Implikasi dari pengertian tersebut menunjukan luasnya ruang lingkup ilmu sosial,

karena menyangkut pada tingkah laku sosial manusia, kehidupan bermasyarakat

serta kelembagaan dalam masyarakat (Sapriya, 2006: 4)

34

Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan program pendidikan yang memiliki misi

khusus yaitu 1) membantu peserta didik mengembangkan kompetensi-kompetensi

dirinya dalam menggali dan mengembangkan sumber-sumber fisik dan sosial

yang ada dilingkungan sekitarnya, sehingga mereka dapat hidup selaras

dengannya; dan 2) mempersiapkan peserta didik menyongsong kehidupannya

di masa depan dengan penuh harapan dan kemampuan diri dalam memecahkan

persoalan-persoalan yang dihadapinya.

Pada hakekatnya tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah

mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang

terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala

ketimpangan yang terjadi dan melatih keterampilan untuk mengatasi setiap

masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa diri sendiri atau masyarakat.

Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata

pelajaran yang diberikan mulai dari tingkat SD/MI/SDLB sampai

SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan

generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Melalui mata pelajaran IPS,

peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang

demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Pada

jenjang SMP/MTs mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah,

Sosiologi, dan Ekonomi. Ilmu Pengetahuan Sosial dalam konteks

kurikulum persekolahan mempunyai kedudukan yang sangat penting dan

strategis, sesuai dengan tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SMP

seperti tercantum dalam kurikulum 2006 yaitu Kurikulum Tingkat Satuan

35

Pendidikan (KTSP). Mata Pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan-kemampuan sebagai berikut:

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat

dan lingkungannya

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,

inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi

dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Hal senada dengan tujuan pembelajaran IPS dikemukakan oleh Sumaatmaja,

(1980 : 10) bahwa : Mata pelajaran IPS bertujuan mengembangkan potensi peserta

didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki

sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan

terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa

dirinya sendiri maupun yang menimpa kehidupan masyarakat

Mengembangkan potensi peserta didik bisa digambarkan bahwa potensi yang

dimuliki peserta didik harus dimanfaatkan untuk salah satu tujuan interaksi di

tengah-tengah masyarakat sebagai mahluk sosial. Memilik sikap mental positif

penting untuk perbaikan dari semua ketimpangan yang terjadi.

Terampil mengatasi masalah yang menimpa dirinya dan kehidupan masyarakat

akan berdampak kepada peserta didik itu sendiri sebagai wujud pengabdiannya

yang terbaik sebagai bagian dari anggota masyarakat.

36

Memandang pentingnya tujuan pembelajaran IPS tersebut, maka Ilmu

Pengetahuan Sosial bertugas membantu siswa untuk dapat mengembangkan

potensipotensi serta kompetensi yang dimilikinya baik yang menyangkut

potensi kognitif, afektif maupun psikomotor.

Kecakapan atau kemahiran IPS yang diharapkan tercapai dalam belajar IPS mulai

dari SD dan MI sampai SMA dan MA mencakup pemahaman konsep, penalaran

dan komunikasi serta pemecahan masalah. Adapun kriteria dari ketiga aspek

tersebut adalah:

a. Pemahaman Konsep

1) Menyatakan ulang suatu konsep.

2) Mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu.

3) Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

4) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi IPS.

5) Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

6) Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.

7) Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

b. Penalaran dan Komunikasi

1) Menyajikan pernyataan IPS secara lisan, tertulis, gambar dan diagram.

2) Mengajukan dugaan.

3) Melakukan manipulasi IPS.

4) Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti

terhadap kebenaran solusi.

5) Menarik kesimpulan dari pernyataan.

6) Memeriksa kesahihan suatu argumen.

37

7) Menentukan pola atau sifat dari gejala IPS untuk membuat generalisasi.

c. Pemecahan Masalah

1) Menunjukkan pemahaman masalah.

2) Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam

pemecahan masalah.

3) Menyajikan masalah secara IPS dalam berbagai bentuk.

4) Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat.

5) Mengembangkan strategi pemecahan masalah.

6) Membuat dan menafsirkan model IPS dari suatu masalah.

7) Menyelesaikan masalah yang tidak rutin. (Rahmah, 2006:19)

Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP) pada Sekolah

Menengah Pertama terdiri atas kelompok-kelompok mata pelajaran ; 1) Agama

dan Akhlak Mulia; 2) Kewarganegaraan dan Kepribadian; 3) Ilmu Pengetahuan

dan Teknologi; 4) Estetika; dan 5) Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan.

Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial pada pembagian kelompok mata

pelajaran tersebut masuk kedalam kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan

dan Teknologi dan memiliki Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran

(SK-KMP) yang dikembangkan berdasarkan tujuan dan cakupan muatan dan/

atau kegiatan setiap kelompok mata pelajaran, yakni: mengembangkan logika,

kemampuan berpikir dan analisis peserta didik.

Penyusunan SKL-SK-KD mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah

Menengah Pertama dilakukan dengan cara mempertimbangkan dan me-

review Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk satuan pendidikan dasar dan

38

menengah, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006

tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah terutama

pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

Standar Kompetensi Lulusan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial pada

Sekolah Menengah Pertama antara lain mencakup sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan keanekaragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan,

dan dampaknya terhadap kehidupan

2. Memahami proses interaksi dan sosialisasi dalam pembentukan kepribadian

manusia

3. Membuat sketsa dan peta wilayah serta menggunakan peta, atlas, dan globe

untuk mendapatkan informasi keruangan

4. Mendeskripsikan gejala-gejala yang terjadi di geosfer dan dampaknya

terhadap kehidupan

5. Mendeskripsikan perkembangan masyarakat, kebudayaan, dan pemerintahan

sejak Pra-Aksara, Hindu Budha, sampai masa Kolonial Eropa

6. Mengidentifikasikan upaya penanggulangan permasalahan kependudukan

dan lingkungan hidup dalam pembangunan berkelanjutan

7. Memahami proses kebangkitan nasional, usaha persiapan kemerdekaan,

mempertahankan kemerdekaan, dan mempertahankan Negara Kesatuan

Republik Indonesia

8. Mendeskripsikan perubahan sosial-budaya dan tipe-tipe perilaku

masyarakat dalam menyikapi perubahan, serta mengidentifikasi berbagai

penyakit sosial sebagai akibat penyimpangan sosial dalam masyarakat,

dan upaya pencegahannya

39

9. Mengidentifikasi region-region di permukaan bumi berkenaan dengan

pembagian permukaan bumi atas benua dan samudera, keterkaitan unsur-unsur

geografi dan penduduk, serta ciri-ciri negara maju dan berkembang

10. Mendeskripsikan perkembangan lembaga internasional, kerja sama

internasional dan peran Indonesia dalam kerja sama dan perdagangan

internasional, serta dampaknya terhadap perekonomian Indonesia

11. Mendeskripsikan manusia sebagai makhluk sosial dan ekonomi

serta mengidentifikasi tindakan ekonomi berdasarkan motif dan prinsip

ekonomi dalam memenuhi kebutuhannya

12. Mengungkapkan gagasan kreatif dalam tindakan ekonomi berupa

kegiatan konsumsi, produksi, dan distribusi barang/jasa untuk mencapai

kemandirian dan kesejahteraan.

Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan

Sosial di Sekolah Menengah Pertama ini pada hakekatnya diharapkan bisa

dijadikan arah dalam proses pembelajaran yang tidak hanya sebatas

menekankan materi pelajaran, namun pembelajaran tersebut lebih diharapkan

pada penekanan pencapaian tujuan dengan melihat kemampuan yang dimiliki

peserta didik dalam penerannya kelak dapat hidup di masyarakat dengan baik

dan dapat memecahkan masalah-masalah pribadi maupun masalah-masalah

sosial. Dengan demikian diharapkan peserta didik memiliki kemampuan antara

lain mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat

dan lingkungannya, memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis,

rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam

kehidupan sosial, memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial

40

dan kemanusiaan, serta memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan

berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan

global.

2.1.6 Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah

menemukan dan memahami suatu konsep yang sulit jika mereka berdiskusi

dengan temannya. Siswa bekerja dalam sebuah kelompok untuk saling membantu

memecahkan masalah untuk mencapai ketuntasan belajar. Karena itu,

“Pembelajaran kooperatif didasarkan pada teori kontruktivis” (Trianto, 2007: 41).

Menurut Isjoni (2010: 30) “Kontruktivisme adalah satu pandangan bahwa siswa

membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan

dan pengalaman yang ada”.

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan

adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok dan diarahkan

untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuannya adalah tidak

lainuntuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif

dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Sehingga sebagian besar aktivitas

pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran dengan

berdiskusi untuk memecahkan masalah. (Herdian: 2009)

Slavin (Isjoni, 2010:15) mengemukakan ’In cooperative learning methods,

students work together in four member teams to master material initially

41

presented by the teacher’, pernyataan tersebut mengandung arti dalam metode

pembelajaran kooperatif, siswa bekerjasama dalam empat anggota tim untuk

menguasai materi awal yang disajikan oleh guru. Dari uraian tersebut dapat

disimpulkan bahwa dalam metode pembelajaran cooperative siswa belajar dan

bekerja dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari empat orang untuk

menguasai materi yang diberikan oleh guru. Johnson (Isjoni, 2010:15)

mengemukakan bahwa

‘Cooperanon means working together to accomplish shared goals. Within

cooperative activities individuals seek outcomes that are beneficial to all

other groups members. Cooperative learning is the instructional use of

small groups that allows students to work together to maximize their own

and each other as learning’

Pernyataan tersebut mengandung arti cooperanon berarti bekerjasama untuk

mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kerjasama individu mencari hasil yang

bermanfaat bagi semua anggota kelompok lain. Pembelajaran kooperatif adalah

penggunaan pembelajaran kelompok kecil yang memungkinkan siswa

bekerjasama untuk memaksimalkan mereka sendiri dan satu sama lain sebagai

pembelajar.

Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran kooperatif mengandung arti bekerja

bersama-sama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa

mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Pembelajaran

kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar

antar anggota dalam kelompok itu.

Menurut Saraswati (2003 : 1), “cooperetive learning adalah belajar dengan cara

berpartner (grouping) atau kerja tim yang produktif dalam menyelesaikan tugas

dan atau memecahkan masalah baik didalam kelas maupun tugas di rumah”.

42

Lie (2007 : 28) mengungkapkan bahwa, “pembelajaran Kooperatif yaitu

pembelajaran gotong royong/kerjasma. Kerja sama merupakan kebutuhan yang

sangat penting bagi kelangsungan hidup, tanpa kerjasama tidak akan ada individu

keluarga, organisasi dan sekolah”.

Berdasarkan konsep di atas, dapat disimpulakan bahwa model pembelajaran

Kooperatif merupakan pembelajaran yang dilakukan dengan cara berkelompok

dan bekerja sama dalam mengerjakan kegiatan belajar dan pembelajaran.

Menurut Mohamad Nur (2005:1-2) pembelajaran kooperatif merupakan strategi

pembelajaran di mana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang

beranggotakan siswa yang berbeda kemampuannya, jenis kelamin bahkan latar

belakangnya untuk membantu belajar satu sama lainnya sebagai sebuah tim.

Semua anggota kelompok saling membantu anggota yang lain dalam kelompok

yang sama dan bergantung satu sama lain untuk mencapai keberhasilan kelompok

dalam belajar.

Pembelajaran kooperatif dilakukan dengan membentuk kelompok kecil yang

anggotanya heterogen untuk bekerja sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan

masalah, tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Muslimin Ibrahim, dkk (2000:7-10) terdapat tiga tujuan instruksional

penting yang dapat dicapai dengan pembelajaran kooperatif yaitu hasil belajar

akademik, penerimaan terhadap keragaman, pengembangan keterampilan sosial.

43

1) Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga

memperbaiki hasil siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa

ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami

konsep-konsep sulit.

Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur

penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar

akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar

pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa

kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan

tugas-tugas akademik (Ibrahim, 2000:7).

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari

orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan,

dan ketidakmampuannya.

Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar

belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-

tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar

saling menghargai satu sama lain (Ibrahim, 2000:9)

3) Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran koperatif adalah mengajarkan kepada

siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan

sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih

kurang dalam keterampilan sosial (Ibrahim, 2007:9).

44

c. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Agar pembelajaran secara kooperatif atau kerja kelompok dapat mencapai hasil

yang baik maka diperlukan unsur-unsur sebagai berikut.

1) Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan mereka “sehidup

sepenanggungan”.

2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya

seperti milik mereka sendiri.

3) Siswa harus melihat bahwa semua anggota kelompoknya mempunyai

tujuan yang sama.

4) Siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama pada semua

anggota kelompok.

5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau akan diberikan hadiah/penghargaan

yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

6) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi

yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

7) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan

untuk belajar bersama. (Ibrahim, 2000:6)

d. Landasan Teori dan Empirik Pembelajaran Kooperatif

Perkembangan model pembelajaran kooperatif pada masa kini dapat dilacak dari

karya para ahli psikologi pendidikan dan teori belajar pada awal abad ke-20,

diantaranya :

45

1) John Dewey, Herbert Thelan, dan Kelas Demokratis

John Dewey menetapkan sebuah konsep pendidikan yang menyatakan bahwa

kelas seharusnya cermin masyarakat yang lebih besar dan berfungsi sebagai

laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pedagogi Dewey

mengharuskan guru menciptakan di dalam lingkungan belajarnya suatu sistem

sosial yang bercirikan dengan prosedur demokrasi dan proses ilmiah.

Seperti halnya Dewey, Thelan berargumentasi bahwa kelas haruslah

merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji

masalah-masalah sosial dan antar pribadi. (Ibrahim, 2000:12)

2) Gordon Allport dan Relasi Antar Kelompok

Ahli sosiologi Gordon Allport mengingatkan bahwa hukum saja tidak akan

mengurangi kecurigaan antar kelompok dan mendatangkan penerimaan serta

pemahaman yang lebih baik.

Gordon merumuskan 3 kondisi dasar untuk mencegah terjadinya kecurigaan

antar ras dan etnik, yaitu: a) kontak langsung antar etnik, b) sama-sama

berperan serta di dalam kondisi status yang sama antara anggota dari berbagai

kelompok dalam suatu setting tertentu, c) setting secara resmi mendapat

persetujuan kerjasama antar etnik.

3) Belajar Berdasarkan Pengalaman

Johnson&Johnson seorang pencetus teori-teori unggul tentang pembelajaran

kooperatif menyatakan bahwa belajar berdasarkan pengalaman didasarkan

atas tiga asumsi:

a) Bahwa belajar paling baik jika secara pribadi terlibat dalam pengalaman

belajar itu.

46

b) Bahwa pengetahuan harus ditemukan sendiri apabila pengetahuan itu

hendak dijadikan pengetahuan yang bermakna atau membuat suatu

perbedaan tingkah laku.

c) Bahwa komitmen terhadap belajar paling tinggi apabila anda bebas

menetapkan tujuan pembelajaran sendiri dan secara aktif mempelajari

tujuan itu dalam suatu kerangka tertentu. (Ibrahim, 2000:15)

4) Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Akademik

Satu aspek penting pembelajaran kooperatif ialah bahwa di samping

pembelajaran kooperatif membantu mengembangkan tingkah laku kooperatif

dan hubungan yang lebih baik antar siswa, pembelajaran kooperatif secara

bersamaan membantu siswa dalam bidang akademis mereka. Setelah

menelaah sejumlah penelitian, Slavin (Muslimin, 2000:16) mengatakan bahwa

kelas kooperatif menunjukkan hasil belajar akademik yang signifikan lebih

tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Hasil lain penelitian juga

menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat

positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya.

Manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar rendah

antara lain: a) meningkatkan pencurahan waktu pada tugas, b) rasa harga diri

menjadi lebih tinggi, c) memperbaiki sikap terhadap IPS dan sekolah, d)

penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi besar, e) pemahaman yang

lebih mendalam, f) motivasi lebih besar, g) hasil belajar lebih tinggi, h) retensi

lebih lama, i) meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi. (Ibrahim,

2000:16)

47

e. Prinsip dasar dan unsur-unsur pembelajaran Kooperatif

Ada empat prinsip dasar yang melatarbelakangi keberhasilan pembelajaran

Kooperatif, Kagan (Saraswati, 2003:2):

1) Saling ketergantungan yang positif (positive interdevedence)

2) Pengakuan terhadap kemampuan individu (Individual accountability)

3) Partisipasi yang sama (equal participation)

4) Interaksi belajar dan pembelajaran yang simultan (simultaneous Interaksi)

Agar Cooperative Learning dapat berjalan secara efektif, unsur-unsur dasar

pembelajaran Cooperative yang perlu ditanamkan kepada siswa menurut

Saraswati (2003 : 4) sebagai berikut:

1) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang

bersama”.

2) Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya

disamping tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri, dalam mempelajari

materi yang dihadapi.

3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya harus memiliki

tujuan yang sama besarnya diantara para anggota kelompok.

4) Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besarnya

diantara para anggota kelompok

5) Para siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut

berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok

6) Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh

keterampilan bekerja sama selama belajar.

48

7) Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi

yang ditangani dalam kelompok Cooperative.

Sedangkan Roger dan david (Lie, 2007:31) menyatakan terdapat lima unsur

model pembelajaran Cooperative Learning untuk mencapai hasil yang optimal

yaitu :

1) Saling ketergantungan positif, keberhasilan suatu karya sangat tergantung

pada usaha setiap anggotanya.

2) Tanggung jawab perseorangan, unsur ini merupakan akibat langsung dari

unsur pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model

pembelajaran Cooperative Leraning, setiap siswa akan merasa bertanggung

jawab untuk melakukan yang terbaik.

3) Tatap muka, setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka

dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk

membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota.

4) Komunikasi antar anggota kelompok, unsur ini menghendaki agar para

pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi.

5) Evaluasi proses kelompok, pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi

kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama

mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Jadi secara garis besar unsur-unsur pembelajaran Kooperatif meliputi :

tujuan yang sama, kebersamaan dalam bekerja, kepemimpinan bersama, tanggung

jawab secara individu pada kerja kelompok, tanggung jawab yang merata, dan

evaluasi atau penghargaan terhadap kelompok mempengaruhi evaluasi individu.

49

f. Kebaikan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Tujuan dari pembelajaran Kooperatif adalah menciptakan situasi di mana

keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan

kelompoknya. Beberapa kali penelitian menunjukkan bahwa teknik-teknik

pembelajaran Kooperatif lebih banyak meningkatkan basil belajar daripada

pengalaman pembelajaran individual. Menurut Saraswati (2003 : 7), “perbedaan

antara kelompok pembelajaran Kooperatif dan kelompok non Kooperatif adalah

sebagai berikut” :

Tabel 2. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif dan Model Pembelajaran non

kooperatif

Kelompok Pembelajaran

Kooperatif

Kelompok Pembelajaran

non Kooperatif

Kepemimpinan bersama

Saling keterantungan positif

Keanggotaan yang heterogen

Mempelajari keterampilan

Cooperative

Tangguang jawab terhadap hasil

belajar seluruh anggota

kelompok

Menekan pada tugas dan

hubungan Cooperative

Ditunjang oleh guru

Satu hasil kelompok

Evaluasi kelompok

Satu pemimpin

Tidak saling ketergantungan

Keanggotaan yang homogen

Asumsi adanya keterampilan-

keterampilan sosial yang efektf

Tanggung jawab terhadap hasil

belajar sendiri

Hanya menekankan pada tugas

Diarahkan oleh guru

Beberapa hasil individu

Evaluasi individual

Selain mempunyai kelebihan, pembelajaran Kooperatif juga mempunyai

kekurangan penting yang harus dihindari yaitu adanya anggota kelompok yang

tidak aktif. Hal ini akan terjadi bila dalam satu kelompok hanya mempunyai satu

permasalahan. Kelemahan ini dapat dihindari dengan cara sebagai berikut :

1) Tiap-tiap anggota kelompok bertanggung jawab pada bagian bagian kecil dari

permasalahan kelompok.

50

2) Tiap-tiap anggota kelompok mempelajari materi secara keseluruhan. Hal ini

disebabkan karena hasil kelompok ditentukan pada hasil kuis dari anggota

kelompok yang ada, maka tiap-tiap anggota kelompok harus benar-benar

mempelajari isi permasalahan secara keseluruhan.

g. Tipe-tipe model pembelajaran Kooperatif

Adapun tipe-tipe model pembelajaran Kooperatif menurut Saraswati (2003 : 7),

yaitu : Numbered Head Together (NHT), Jigsaw, Learning Together, student

Team Achievment Devision (STAD), Teams Games Tournament(TGT), Group

Investigation (GI), Reunrobin, Rountable, Think Pair Share, One stay Two Stray

Adapun menurut Lie (2007:55), mengungkapkan bahwa model pembelajara

memiliki beberapa tipe diantaranya :

Tipe-tipe Model Pembelajaran Cooperative Learning yaitu : Mencari Pasangan,

Bertukar Pasangan, Berfikir Berpasangan Berempat (Think Pair Share), Berkirim

Salam dan Soal, Kepala Bernomor (Numbered Head together), Kepala Bernomer

Terstruktur, Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray), Keliling Kelompok,

Kencing Gemerincing, Keliling Kelas , Lingkaran Kecil Lingkaran Besar, Tari

Bambu, Jigsaw, Bercerita Berpasangan (Paired Storytelling).

Banyaknya tipe-tipe dari model Pembelajaran Kooperatif merupakan ragam yang

dapat digunakan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

51

2.1.7 Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)

Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Togerher (NHT) merupakan salah

satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang

dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk

meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam

Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang

tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi

pelajaran tersebut.

NHT pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan (1993). Menurut Saraswati

(2003 : 8), “teknik ini menampilkan kegiatan belajar dan pembelajaran yang

menyenangkan dalam kegiatan ataupun sesudah pembelajaran. Misalnya pada saat

membahas suatu topik dengan teknik bertanya”.

Pada umumnya tipe NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan

pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi

pembelajaran, selain itu model ini dapat meningkatkan keahlian seperti bertukar

informasi, mendengarkan, menjawab pertanyaan dan menyimpulkan.

NHT merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri atas empat tahap yang

digunakan untuk mereview fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk

mengatur interaksi siswa. Model pembelajaran ini juga dapat digunakan untuk

memecahkan masalah yang tingkat kesulitannya terbatas.

Struktur NHT sering disebut berpikir secara kelompok. NHT digunakan untuk

melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu

pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

52

NHT sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi

diskusi kelompok. Adapun ciri khas dari NHT adalah guru hanya menunjuk

seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menunjuk siswa tersebut,

guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok

tersebut. Menurut Muhammad Nur (2005:78), dengan cara tersebut akan

menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik

untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Selain

itu model pembelajaran NHT memberi kesempatan kepada siswa untuk

membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.

Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya akan berdampak positif

terhadap motivasi belajar siswa. Siswa akan berusaha memahami konsep-konsep

ataupun memecahkan permasalahan yang disajikan oleh guru seperti yang

diungkapkan oleh Ibrahim, dkk (2000:7) bahwa dengan belajar kooperatif akan

memperbaiki hasil siswa atau tugas-tugas akademik penting lainnya serta akan

memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas

yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademis.

NHT merupakan salah satu teknik pembelajaran Cooperative Learning yang

memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling komunikasi secara aktif

dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka. Pembelajaran tipe ini mempunyai ciri

khas yaitu menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya, tanpa memberi

tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok itu. Cara ini menjamin

keterlibatan total semua siswa.

53

Menurut Rismayanti (2008 : 25), tahap-tahap pembelajaran NHT adalah sebagai

berikut :

1) Studens Numbered off

Setiap siwa dalam kelompok mendapat nomor. Untuk kelompok yang hanya

mempunyai 3 anggota, maka nomor 3 lah yang menjawab sekiranya nomor 3

atau nomor 4 dipanggil dan seterusnya. Guru membagi siswa menjadi

beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga sampai lima orang dan

memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor

berbeda-beda.

2) Teacher Ask a Question

Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dari

yang spesifik hingga bersifat umum. Permasalahan yang diajukan seharusnya

bersifat arahan.

3) Heads Together

Setiap kelompok melakukan diskusi dan mengambil jawaban yang paling

tepat. Pastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban permasalahan

yang telah dikemukakan guru. Berpikir bersama untuk menemukan jawaban

dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam timnya sehingga semua

anggota mengetahui jawabannya.

4) Teacher calls a number

Kemudian guru memanggil salah satu nomor secara acak. Siswa dengan

nomor dipanggil mengangkat tangan untuk menjawab pertanyaan yang

diberikan guru. Guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap

kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban

54

untuk seluruh kelas, kemudian guru secara random memilih kelompok yang

harus menjawab pertanyan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya disebut

guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab

pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban

tersebut.

Secara garis besar langkah-langkah pembelajaran NHT menurut Kagan (Saraswati

2003:8) itu sebagai berikut :

1) Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari

4-5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.

2) Guru mengajukan permasalahan atau pertanyaan untuk dipecahkan bersama

dalam kelompok

3) Tiap kelompok siswa masing-masing saling mendiskusikan pertanyaan-

pertanyaan tersebut.

4) Guru mengecek pemahaman siswa dengan cara menunjuk nomor dari salah

satu siswa untuk menjawab.

5) Kelompok dengan nilai tertinggi diberi penghargaan.

Lie (2007:60) mengungkapkan bahwa:

Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling

membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.

Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat

kerja sama mereka. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran

dan untuk semua tingkatan usia didik.

Sementara Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam

pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :

a. Hasil belajar akademik stuktural

Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.

55

b. Pengakuan adanya keragaman

Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai

berbagai latar belakang.

c. Pengembangan keterampilan sosial

Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya,

menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja

dalam kelompok dan sebagainya.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT memiliki beberapa kelebihan dan

kekurangan, di antaranya:

a. Kelebihan

1) Pembelajaran dalam kelas dinamis karena semua siswa terlibat.

2) Setiap siswa mendapat kesempatan untuk berekspresi dan mengemukakan

pendapatnya.

3) Mempengaruhi pola interaksi siswa untuk meningkatkan semangat bekerja

sama baik dalam kelompok maupun kelas.

4) Dapat meningkatkan penguasaan akademik siswa.

b. Kekurangan

1) Dibutuhkan alokasi waktu yang panjang.

2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil guru untuk mendapat giliran

menjawab pertanyaan apabila waktu habis.

3) Siswa yang tidak mengerti pelaksanaan NHT akan merasa bosan dalam

pembelajaran.

56

NHT memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide

dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini j

mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka (Lie, 2010 :

59).

Dari pernyataan tersebut, semua pelajaran termasuk mata pelajaran IPS Perlu

menggunakan pembelajaran tipe NHT. Sesuai dengan fungsi pengajaran IPS yaitu

mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis terhadap masalah

kehidupan disekitarnya, dan melatih untuk cepat tanggap terhadap kondisi

lingkungan serta kehidupan dipermukaan bumi.

Adapun penerapan pembelajaran NHT dalam materi IPS, sebagai contohnya dapat

kita lakukan sebagai berikut :

1) Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari

3- 5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor.

2) Guru mengajukan permasalahan atau pertanyaan (misalnya mengenai materi

Ekonomi : sebutkan dan jelaskan usaha manusia memenuhi kebutuhan), untuk

dipecahkan bersama dalam kelompok

3) Tiap kelompok siswa masing-masing saling mendiskusikan pertanyaan-

pertanyaan tersebut.

4) Guru mengecek pemahaman siswa dengan cara menunjuk nomor diri salah

satu siswa untuk menjawab.

5) Kelompok dengan nilai tertinggi diberi penghargaan.

Nurhadi (2004:57) menyebutkan langkah-langkah pelaksanaan NHT sebagai

pengganti pertanyaan langsung kepada seluruh kelas. Dengan model NHT tiap

siswa dalam kelompok akan mendapat nomor dan hanya satu siswa dalam

57

kelompok tersebut yang akan menjawab atau menjelaskan hasil diskusi untuk tiap

nomor. Siswa membagi informasi yang diperolehnya sehingga tiap siswa tahu

jawabannya (Slavin, 1995:131).

Langkah-langkah pelaksanaan NHT meliputi:

Tahap 1: Penomoran

Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggotakan 3-5 orang dan

setiap anggota kelompok diberi nomor 1-5.

Tahap 2: Mengajukan pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat

bervariasi. Pertanyaan dapat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya

atau bentuk arahan.

Tahap 3: Berpikir bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan

meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu.

Tahap 4: Menjawab

Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa yang

nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk

menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Secara menyeluruh pelaksanaan pembelajaran NHT dengan LKS pada penelitian

ini menggunakan pendapat Rismayanti (2008:25) dapat di uraikan sebagai

berikut:

58

1) Pendahuluan

Fase 1 : Persiapan

a) guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario

Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT.

b) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

c) Guru memberikan motivasi pada siswa

d) Guru melakukan apersepsi

e) Guru menjelaskan tentang pembelajaran kooperatif tipe NHT

2) Kegiatan Inti

Fase 2 : Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Tahap pertama

a) Penomoran (Numbering)

Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil, jumlah

kelompok sebaiknya mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari.

Siswa dalam kelompok beranggotakan 6-8 orang dan kepada setiap

anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 8.

b) Guru menjelaskan secara singkat tentang materi pembelajaran.

c) Siswa bergabung dengan tim atau anggotanya yang telah ditentukan.

Tahap kedua

Pengajuan pertanyaan : Setelah kelompok terbentuk guru mengajukan

beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap kelompok. Pertanyaan

dapat sangat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya ataupun pertanyaan

berupa tugas untuk mengerjakan soal-soal di LKS.

59

Tahap ketiga

Berpikir bersama : Siswa berpikir bersama menyatukan pendapatnya ”Heads

Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru dan

meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu. Pada

penelitian ini siswa berpikir bersama dan menyatukan pendapatnya terhadap

jawaban pertanyaan dalam LKS tersebut dan meyakinkan tiap anggota dalam

timnya mengetahui jawaban tersebut.

Tahap keempat

a) Menjawab : Guru memanggil peserta didik yang memiliki nomor yang

sama dari tiap-tiap kelompok, kemudian siswa yang nomornya sesuai

mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk atau

mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk seluruh kelas.

Kelompok lain diberi kesempatan untuk berpendapat dan bertanya

terhadap hasil diskusi kelompok tersebut. Dilakukan terus hingga semua

peserta didik dengan nomor yang sama dari masing-masing kelompok

mendapatkan giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru tersebut.

b) Guru mengembangkan diskusi lebih mendalam sehingga peserta didik

dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.

c) Guru mengamati hasil yang diperoleh oleh masing-masing kelompok yang

berhasil baik dan memberikan semangat bagi kelompok yang belum

berhasil dengan baik (jika ada). Guru memberikan soal latihan sebagai

pemantapan terhadap hasil dari pengerjaan LKS.

60

3) Penutup

Fase 3 : Evaluasi

a) Dengan bimbingan guru siswa membuat kesimpulan.

b) Guru memberikan evaluasi atau soal tertulis

c) Guru memberikan tugas rumah

d) Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari kembali materi yang telah

diajarkan dan materi selanjutnya.

2.1.8 Lembar Kerja Siswa

a. Pengertian Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu jenis alat bantu pembelajaran,

bahkan ada yang menggolongkan dalam jenis alat peraga pembelajaran IPS

Ekonomi. Secara umum LKS merupakan perangkat pembelajaran sebagai

pelengkap/sarana pendukung pelaksanaan Rencana Pembelajaran (RP). Lembar

kerja siswa berupa lembaran kertas yang berupa informasi maupun soal-soal

(pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa) (Hidayah & Sugiarto,

2006).

Menurut Amin Suyitno (Lestari, 2006:19) LKS adalah media cetak yang berupa

lembaran kertas yang berisi informasi soal/pertanyaan yang harus dijawab siswa.

LKS ini sangat baik dipakai untuk menggalakkkan keterlibatan siswa dalam

belajar, baik dipergunakan dalam strategi heuristic maupun strategi ekspositorik.

Dalam strategi heuristik, LKS dipakai dalam penerapan metode penemuan

terbimbing sedangkan strategi ekspositorik LKS dipakai untuk memberikan

61

latihan pengembangan. LKS ini sebaiknya dirancang oleh guru sendiri sesuai

dengan pokok bahasan dan tujuan pembelajarannya.

b. Jenis-Jenis LKS

Menurut Sadiq (dalam Widiyanto, 2008:14) LKS dapat dikategorikan menjadi 2

macam yaitu sebagai berikut:

1) Lembar Kerja Siswa Tak Berstruktur

Lembar Kerja siswa tak berstruktur adalah lembaran yang berisi sarana untuk

materi pelajaran, sebagai alat bantu kegiatan peserta didik yang dipakai untuk

menyampaikan pelajaran. LKS merupakan alat bantu mengajar yang dapat

dipakai untuk mempercepat pembelajaran, memberi dorongan belajar tiap

individu, berisi sedikit petunjuk, tertulis atau lisan untuk mengarahkan kerja pada

peserta didik.

2) Lembar Kerja Siswa Berstruktur

Lembar Kerja siswa berstruktur memuat informasi, contoh dan tugas-tugas. LKS

ini dirancang untuk membimbing peserta didik dalam satu program kerja atau

mata pelajaran, dengan sedikit atau sama sekali tanpa bantuan pembimbing untuk

mencapai sasaran pembelajaran. Pada LKS telah disusun petunjuk dan

pengarahannya, LKS ini tidak dapat menggantikan peran guru dalam kelas. Guru

tetap mengawasi kelas, memberi semangat dan dorongan belajar dan memberi

bimbingan pada setiap siswa.

Dalam penelitian ini, LKS yang dipakai adalah tipe LKS berstruktur. LKS ini

diharapkan dapat dimanfaatkan siswa sebagai sumber belajar dengan atau tanpa

bimbingan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran tapi bukan berarti peran

62

guru digantikan melainkan guru sebagai pengawas dan motivator, dimana hal ini

sesuai dengan sifat LKS Berstruktur.

umum LKS merupakan seperangkat pembelajaran sebagai pelengkap / sarana

pendukung pelaksanaan Rencana Pembelajaran.

c. Kelebihan dan Kekurangan Lembar Kerja Siswa (LKS)

1) Kelebihan Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS)

Menurut Pandoyo (Lestari, 2006:19-20), kelebihan dari penggunaan LKS

adalah:

a) Meningkatkan aktivitas belajar.

b) Mendorong siswa mampu bekerja sendiri.

c) Membimbing siswa secara baik ke arah pengembangan konsep.

2) Kekurangan penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) Kekurangan dari

penggunaan LKS adalah.

a) Bisa disalahgunakan guru.

Sewaktu siswa mengerjakan LKS, guru yang seharusnya mengamati

bisa meninggalkannya. Hal tersebut terjadi bila guru tidak

bertanggungjawab atas proses belajar dan pembelajaran yang

dipimpinnya.

b) Memerlukan biaya yang belum tentu dianggap murah.

d. Kriteria LKS berkualitas baik

LKS termasuk media cetak hasil pengembangan teknologi cetak yang berupa

buku dan berisi materi visual, seperti yang diungkapkan oleh Arsyad (2004:29).

63

LKS harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar menjadi LKS yang berkualitas

baik. Syarat-syarat didaktik, konstruksi, dan teknis yang harus dipenuhi antara

lain : (Darmodjo dan Jenny R.E Kaligis 1992: 41-46)

1. Syarat-syarat didaktik.

Mengatur tentang penggunaan LKS yang bersifat universal dapat

digunakan dengan baik untuk siswa yang lamban atau yang pandai. LKS

lebih menekankan pada proses untuk menemukan konsep, dan yang

terpenting dalam LKS ada variasi stimulus melalui berbagai media dan

kegiatan siswa. LKS diharapkan mengutamakan pada pengembangan

kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika.

Pengalaman belajar yang dialami siswa ditentukan oleh tujuan

pengembangan pribadi siswa

2. Syarat konstruksi berhubungan dengan penggunaan bahasa, susunan

kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan dalam LKS

3. Syarat teknis menekankan pada tulisan, gambar, penampilan dalam LKS.

2.2 Kerangka Pemecahan Masalah

Pada kenyataannya IPS sering dianggap sebagai mata pelajaran yang susah untuk

dimengerti dan menjenuhkan. Indikasinya dapat dilihat dari prestasi belajar siswa

yang kurang memuaskan. Pembelajaran yang biasa diterapkan selama ini

menggunakan metode ekspositori, di mana pembelajaran berpusat pada guru,

siswa pasif, dan kurang terlibat dalam pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa

mengalami kejenuhan yang berakibat kurangnya minat belajar. Minat belajar akan

tumbuh dan terpelihara apabila kegiatan belajar dan pembelajaran

64

dilaksanakan secara bervariasi, baik melalui variasi model maupun media

pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif NHT merupakan sebuah variasi diskusi kelompok

yang ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili

kelompoknya tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili

kelompoknya tersebut. Sehingga cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa

dan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual

dalam diskusi kelompok. Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya

akan berdampak positif terhadap motivasi belajar siswa.

Pokok bahasan usaha manusia memenuhi kebutuhan merupakan materi yang

memerlukan keterampilan berhitung. Pada umumnya siswa menyelesaikan soal

yang berkaitan dengan materi tersebut dengan bermodal menghafal materi.

Melalui penggunaan LKS yang merupakan media pembelajaran IPS dengan

metode penemuan terbimbing dapat mengurangi ketergantungan siswa akan

materi yang mesti dihafalkan. LKS digunakan sebagai media dalam kerja

kelompok dalam pembelajaran kooperatif NHT.

Siswa-siswa dalam kelompok yang sama saling bekerjasama untuk mengerjakan

LKS, sehingga terjadi interaksi sosial antara siswa yang berkemampuan tinggi

dengan siswa yang berkemampuan rendah. Perpaduan model pembelajaran

kooperatif NHT dengan media pembelajaran LKS memiliki dampak positif

terhadap siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama

dalam satu tim. Siswa kelompok bawah akan mendapat transfer pengetahuan dari

siswa kelompok atas yang merupakan teman sebayanya yang memiliki orientasi

dan bahasa yang sama. Sedangkan siswa kelompok atas akan meningkat

65

kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan

pemikiran lebih mendalam tentang materi yang dijelaskan.

2.3 Hasil Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa hasil penelitian yang relevan dengan model pembelajaran

kooperatif pada penelitian ini;

1. Penelitian Fajar Warjianto (2010) tentang penerapan pembelajaran kooperatif

tipe NHT disertai media puzzle dapat meningkatkan partisipasi siswa terhadap

materi biologi, menyatakan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar siswa

sebesar 68,5% pada mata pelajaran Biologi setelah diterapkannya

pembelajaran kooperatif tipe NHT.

2. Penelitian Ferry Pietersz dan Horasdia Saragih (2010) tentang Pengaruh

Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together

Terhadap Pencapaian Matematika Siswa di SMP Negeri 1 Cisarua

disimpulkan bahwa penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe

numbered head together lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran

konvensional.

3. Penelitian Mihaya (2010) tentang Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Melalui

Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together Pada Siswa Kelas

VIII.A SMPN 1 Batanghari Lampung Timur Tahun Pelajaran 2010/2011

disimpulkan bahwa penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe

numbered head together lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran

konvensional.

4. Penelitian Lailul Kusniah (2009). Implementasi Cooperative Learning Model

Numbered Heads Together dalam Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas IV di

66

MIYaspuri kota Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi

cooperative learning model numbered heads together dalam pembelajaran

IPS dapat mengoptimalkan proses pembelajaran, ditunjukkan oleh adanya

perubahan pada antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran IPS, indikator

yang dicapai adalah: Menunjukkan rasa ingin tahu yang tinggi, tampak

bersemangat dalam mengerjakan tugas-tugas, berusaha mengerjakan tugas

dalam waktu yang ditentukan, tampak gembira dan senang selama mengikuti

pembelajaran. Selain itu, implementasi cooperative learning model numberd

heads together dapat mempererat hubungan kerja sama antar siswa, saling

menghargai argumen/ pendapat anggota kelompoknya, dan melatih tanggung

jawab atas keputusan yang diambil.