21
PENDAHULUAN A. Pengertian o Lansia menagalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif. hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia. (Sri Surini Pudjiastuti,Budi Utomo, !!", hal # $$% o Struktur dan fungsi system saraf berubah dengan bertambahnya usia. Berkurangnya massa otak progresif akibat berkurangnya sel saraf yang tidak bisa diganti. (Smelt&er, Su&anne ', buku ajar medi al beda, edisi ), !!$, hal#$*+% Perubahan stru tural yang paling terlihat terjadi pada otak itu sendiri, alaupun bagian dari system saraf pusat (ssp% juga terpengaruh.perubahan ukuran otak yang diakibatkan oleh atro girus dan dilatasi sulkus dan ventrikel otak. orteks erebral adalah daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh kehilangan neuron. Penurunan aliran darah erebral dan penggunaan oksigen dapat pula terjadi dengan penuaan. B. Anatomi Fisiologi Sistem Saraf Pada Lansia Sistem persarafan pada manusia yang normal, maupun pada lansia yang telah mengalami perubahan adalah sebagai berikut # o /tak o Perbandingan pada otak yang normal dan otak pada lansia yang telah mengalami perubahan0penurunan fungsi adalah sebagai berikut # 1ormal o /tak terletak di dalam rongga kepala, yang pada orang de asa sudah tidak dapat lagi membesar, sehingga bila terjadi penambahan komponen rongga kepala akan meningkatkan tekanan intra ranial. o Berat otak 2 "3! gram pada saat kelahiran, kemudian meningkat menjadi $,"*3 gram pada usia ! tahun,berat otak mulai menurun pada

Askep Gerontik Dengan Gangguan Neurologis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ini dia...

Citation preview

PENDAHULUAN

A. Pengertian Lansia menagalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif. hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia. (Sri Surini Pudjiastuti,Budi Utomo, 2003, hal : 11) Struktur dan fungsi system saraf berubah dengan bertambahnya usia. Berkurangnya massa otak progresif akibat berkurangnya sel saraf yang tidak bisa diganti. (Smeltzer, Suzanne C, buku ajar medical beda, edisi 8, 2001, hal:179)Perubahan structural yang paling terlihat terjadi pada otak itu sendiri, walaupun bagian dari system saraf pusat (ssp) juga terpengaruh.perubahan ukuran otak yang diakibatkan oleh atrofi girus dan dilatasi sulkus dan ventrikel otak. Korteks cerebral adalah daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh kehilangan neuron. Penurunan aliran darah cerebral dan penggunaan oksigen dapat pula terjadi dengan penuaan.

B. AnatomiFisiologi Sistem Saraf Pada LansiaSistem persarafan pada manusia yang normal, maupun pada lansia yang telah mengalami perubahan adalah sebagai berikut : Otak Perbandingan pada otak yang normal dan otak pada lansia yang telah mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut : Normal Otak terletak di dalam rongga kepala, yang pada orang dewasa sudah tidak dapat lagi membesar, sehingga bila terjadi penambahan komponen rongga kepala akan meningkatkan tekanan intra cranial. Berat otak 350 gram pada saat kelahiran, kemudian meningkat menjadi 1,375 gram pada usia 20 tahun,berat otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal. Berat dan volume otak berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90 tahun. Otak mengandung 100 million sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi menyalurkan impuls listrik dari susunan saraf pusat.

2.Lansia Penuaan otak kehilangan 100.000 neuron / tahun. Neuron dapat mengirimkan signal kepada beribu-ribu sel lain dengan kecepatan 200 mil/jam. Terjadi penebalan atropi cerebral (berat otak menurun 10%) antar usia 30-70 tahun. Secara berangsur angsur tonjolan dendrite dineuron hilang disusul membengkaknya batang dendrit dan batang sel. Secara progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel. Pada semua sel terdapat deposit lipofusin (pigment wear and tear) yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan berasal dari lisosom atau mitokondria. RNA, Mitokondria dan enzyme sitoplasma menghilang, inklusi dialin eosinofil dan badan levy, neurofibriler menjadi kurus dan degenerasi granulovakuole. Corpora amilasea terdapat dimana-mana dijaringan otak. Berbagai perubahan degenerative ini meningkat pada individu lebih dari 60 tahun dan menyebabkan gangguan persepsi, analisis dan integrita, input sensorik menurun menyebabkan gangguan kesadaran sensorik (nyeri sentuh, panas, dingin, posisi sendi). Tampilan sesori motorik untuk menghasilkan ketepatan melambat.

Saraf Otonom Perbandingan pada saraf otonom yang normal dan saraf otonom pada lansia yang telah mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut Normal Saraf simpati Bekerja untuk meningkatkan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktifitas saluran cerna. Saraf parasimpatis Bekerjanya berlawanan dari saraf simpatis. b.Lansia Pusat penegndalian saraf otonom adalah hipotalamus. Beberapa hal yang dikatakan sebagai penyebab terjadinya gangguan otonom pada usia lanjut adalah penurunan asetolikolin, atekolamin, dopamine, noradrenalin. Perubahan pada neurotransmisi pada ganglion otonom yang berupa penurunan pembentukan asetil-kolin yang disebabkan terutama oleh penurunan enzim utama kolin-asetilase. Terdapat perubahan morfologis yang mengakibatkan pengurangan jumlah reseptor kolin. Hal ini menyebabkan predisposisi terjadinya hipotensi postural, regulasi suhu sebagai tanggapan atas panas atau dingin terganggu, otoregulasi disirkulasi serebral rusak sehingga mudah terjatuh. Sistem Saraf Perifer Perbandingan pada sistem saraf perifer yang normal dan sistem saraf perifer pada lansia yang telah mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut:

Normal Saraf aferen Berfungsi membawa informasi sensorik baik disadari maupun tidak, dari kepala, pembuluh darah dan ekstermitas. Saraf eferen menyampaikan rangsangan dari luar ke pusat. Saraf eferen Berfungsi sebagai pembawa informasi sensorik dari otak menuju ke luar dari susunan saraf pusat ke berbagai sasaran (sel otot/kelenjar). b.Lansia Saraf aferen Lansia terjadi penurunan fungsi dari saraf aferen, sehingga terjadi penurunan penyampaian informasi sensorik dari organ luar yang terkena ransangan. Saraf eferen Lansia sering mengalami gangguan persepsi sensorik, hal tersebut dikarenakan terjadinya penurunan fungsi saraf eferen pada sistem saraf perifer. Medulla spinalis Perbandingan pada sistem saraf perifer yang normal dan sistem saraf perifer pada lansia yang telah mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut: Normal Fungsinya : Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu, Cornu motorik/ cornu ventralis. Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks lutut. Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum. Mengadakan komun ikasi antara otak dan semua bagian tubuh. Lansia Medulla spinalis pada lansia terjadi penurunan fungsi, sehingga mempengaruhi pergerakan otot dan sendi di mana lansia menjadi sulit untuk menggerakkan otot dan sendinya secara maksimal.

12 syaraf kranial Nervus Olfactorius Fungsinya sebagai penciuman Sifatnya sensorik membawa rangsangan aroma dari hidung ke otak Nervus Optikus Fungsinya untuk menentukan ketajaman penglihatan dan lapangan pandang mata Sifatnya sensoris, membawa rangsangan penglihatan ke otak Nervus Okulomotorius Fungsinya kontraksi pupil, pergerakan bola mata Sifatnya motorik,mensarafi otot-otot orbital Nervus Troklearis Fungsinya sebagai saraf pemutar bola mata ke bawah dan dalam Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital Nervus Trigeminus Fungsinya sebagai penggerak Sifatnya majemuk (sensoris motoris) Saraf ini mempunyai 3 cabang yaitu : Nervus Optalmikus : Sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan, kelopak mata Nervus : Sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum, hidung dan sinus maksilaris Nervus Mandibularis : Sifatnya majemuk, mensarafi otot pengunyah, gigi bawah, dagu dan serabut rongga mulut dan lidah, membawa rangsangan citra rasa ke otak Nervus Abdusen Fungsinya pergerakan bola mata ke lateral Sifatnya motoris, mensarafi otot orbital Nervus Facialis Fungsinya sebagai mimik wajah dan menghantarkan rasa pengecap Sifatnya majemuk, mensarafi wajah, otot-otot lidah dan selapu lender rongga mulut Nervus Vestibulotroklearis Fungsinya sebagai pendengaran dan keseimbangan (vestibulo) Sifatnya sensoris, membawa rangsangan dari telinga ke otak Nervus Glasofaringeus Fungsinya menelan dan membawa rangsangan cita rasa ke otak Sifatnya majemuk, mensarafi faring, tonsil, dan lidah Nervus Vagus Fungsinya sebagai perasa Sifatnya majemuk, mensarafi faring, laring, esofagus, gaster, dan kelenjar pencernaan Nervus Assesorius Fungsinya untuk mengkaji otot sternokleidomastoideus dan muskulus trapezius Nervus Hipoglosus Fungsinya pergerakan lidah dalam berbicara dan menelan Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot lidah

C. Perubahan Sistem Saraf Pada Lansia Perubahan dari sistem persarafan dapat ditipicu oleh gangguan dari stimulasi dan inisiasi terhadap respon dan pertambahan usia. Pada lansia dapat diasumsikan terjadi respon yang lambat yang dapat mengganggu performance dalam beraktivitas. Kualitas performance pada lansia akan menurun disebabkan antara lain oleh motivasi, kesehatan, dan pengaruh lingkungan. Lansia mengalami kemunduran dalam kemampuan mempertahankan posisi mereka dan menghindari kemungkinan jatuh. Kemampuan mempertahankan posisi dipengaruhi oleh tiga fungsi yaitu: Keseimbangan (Balance) Postur tubuh Kemampuan berpindah Gangguan yang sering muncul pada lansia antara lain Dizzines, lightheadedness dan vertigo. Dizziness Sistem saraf pusat mengintegrasi pesan sensorik dari berbagai reseptor untuk menjaga keseimbangan dan pergerakan untuk berinteraksi dengan obyek dan lingkungan. Orang yang tidak dapat menerima informasi atau mengalami kegagalan mengintegrasi informasi secara tepat dapat mengalami dizziness. Dizziness dapat dikategorikan menjadi: Perasaan berputar, biasanya disebut vertigo yaitu perasaan berputar. Biasanya berhubungan dengan gangguan sistem vstibular, berlangsung spontan dapat disertai dengan nausea dan muntah. Impending faint, dizziness menimbulkan sensasi pandangan kabur yang biasanya disebabkan kurangnya suplai darah atau nutrisi ke dalam otak, dapat juga timbul pada lansia dengan postural hypotension, dapat disertai dengan dengingan di telinga, gangguan pandangan dan diaporesis. Disekuilibrium, kehilangan keseimbangan tanpa abnormal sensasi pada kepala. Terjadi pada orang yang berjalan dan kehilangan keseimbangan saat mereka duduk, biasanya karena gangguan kontrol sistem motorik. Vague lightheadedness, biasanya karena memiliki gangguan sensori multipel seperti neuropati periperal,katarak, spondilosis servikal, dapat juga memiliki gangguan gangguan vestibular dan fungsi auditori.

Sinkop Sinkop disebabkan karena gangguan pada baroreseptor pada leher atau perubahan pada aliran darah arteri sistemik. Biasanya berhubungan dengan batuk, mikturisi atau hipotensi postural. Sinkop karena batuk biasanya terjadi pada usia pertengahan sampai usia lanjut, terutama pada perokok, empisema dan bronkhitis. Sinkop karena mikturisi karena bendungan urine yang banyak. Sinkop karena hipotensi postural terjadi bila tekanan darah turun sebesar 20 mmHg atau lebih yang terjadi pada saat seseorang secara tiba-tiba bangkit dari posisi berbaring atau duduk. Pada lansia perlu ditekankan untuk bangkit secara perlahan dari tpilet untuk mencegah terjadinya sinkop mikturisi, dan bangkir secara perlahan dari tempat tidur atau kursi untuk menghindari sinkop karena hipotensi postural.

Hipotermi dan Hipertermi Lansia memiliki resiko besar untuk mengalami hipotermi atau hipertermi. Hipotermia terjadi bila suhu tubuh mencapai 35oC atau kurang. Banyak penyebab dari hipotermi, biasanya karena terpapar oleh lingkungan. Dapat juga disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik, isolasi sosial, usia karena berkurangnya lapisan lemak dan jaringan subkutaneus, gangguan mekanisme termoregulasi, alkoholisme, diabetes, penyakit kariovaskular dan serbrovaskular, dan infeksi. Pada lansia ditandai dengan suhu tubuh turun, kulit dingin dan sianosis, suara serak, dan alur pikir yang lambat. Heat stroke merupakan masalah serius yang sering terjadi pada lansia. Penyebabnya adalah gangguan fungsi termoregulasi yang mengakibatkan peningkatan suhu tubuh karena gangguan pada proses radiasi, konveksi dan evaporasi. Gejala yang timbul biasanya sakit kepala, dizziness, kelemahan, nausea, muntah dan elevasi suhu tubuh hingga 40oC atau lebih. Hipertermi pada lansia biasanya diatasi dengan menggunakan air dingin dan mandi dengan melakukan masase untuk mencegah vasokonstriksi periper.

Gangguan tidur Pada umumnya lansia memerlukan waktu yang lama untuk tidur dan sering terbangun pada malam hari. Biasanya disebabkan penurunan kemampuan utuk mencapai tidur yang dalam yang berhubungan dengan beberapa faktor seperti nokturia, ansietas, dan gangguan psikologis. Lansia biasanya mengalami light sleepers karena gangguan pada saat transisi antara masa tidur dan masa wakefullness.

Delirium Delirum merupakan gangguan fungsi intelektual karena kerusakan pada metabolisme otak. Biasanya ditandai dengan menurunnya perhatian, disorganisasi dalam berpikir, disorientasi, gangguan dalam mengingat, gangguan bicara,dan perubahan aktivitas motorik. Keadaan ini dapat jatuh pada keadaan stupor atau koma, misinterpretasi, ilusi atau halusinasi, ansietas, depresi, iritabel, marah apatis dan euporia. Etiologi dari delirum antara lain gangguan pemenuhan oksigen, substrat, kofaktor metabolik, penyakit organ seperti otak, keracunan, gangguan keseimbangan cairan, ion, asm basa pada sel saraf.

Demensia Merupakan gangguan fungsi intelektual yaitu kehilangan memori dan perubahan kepribadian. Penderita biasanya mengalami gangguan dalam interaksi sosial, memecahkan masalah, mengingat, orientasi dan berperilaku. Karakteristik dari demensia antara lain aphasia, agnosia dan perubahan kepribadian. Salah satu bentuk dari demensia pada lansia yang sering terjadi adalah Azlheimers disease. Alzheimer Disease Penyebab dari penyakit ini belum diketahui. Berbagai penyebab telah diduga, termasuk akibat defek gen, infeksi, kesalahan tubuh dalam pembentukan, protein (khususnya protein amiloid), dan terpapar racun atau factor-faktor di lingkungan yang menyebabkan perubahan pada sel-sel saraf. Melalui penelitian bertahun-tahun, terjadi berbagai perubahan pada penderita Alzheimer: Perubahan di luar Seperti sel saraf yang mati mempengaruhi otak menjadi mengecil Area otak yang sering dipengaruhi adalah area kontrol yang memiliki banyak fungsi sel memori, berpikir logis dan kepribadian Area lain di otak dapat juga terpengaruh dan menunjuk kerusakan Area tersebut menjadi mengecil, ruang otak yang terisi cairan (ventrikel) menjadi lebar Perubahan mikroskopis Struktur mikroskopis tertentu di sel saraf (disebut serabut neurofibril) yang ditulis oleh psikiater Jerman Alois Alzheimer (1864-1915), yang pertama menggambarkan gangguan ini, dan diberi nama seperti namanya. Perubahan mikroskopis lain juga ditemukan pada otak penderita, tetapi pola ini menimbulkan gejala yang tidak diketahui Apapun penyebabnya, Alzheimer diakibatkan kegagalan penyebaran sel-sel saraf. Hubungan dengan pengantar kimia tertentu (substansi yang diperlukan untuk membantu perjalanan pesan melalui otak) akan tampak Sel saraf yang mati sering mengandung pengantar kimia yang disebut asetilkolin Tingkat terendah dari enzim kunci (kolin asetil transferase) yang diperlukan untuk pembentukan pengantar kimia yang telah ada di otak penderita Alzheimer Berbagai usaha untuk mengobati penyakit ini dengan pengobatan medis yang meningkatkan tingkat asetilkolin otak belum ada yang berhasil Tingkatan yang rendah dari pengantar kimia yang lain di otak (seperti serotinin dan norepinefrin) dapat juga mempengaruhi Meskipun banyak kasus yang terjadi secara spontan, 5%-10% kasus di dalam satu keluarga. Defek dari satu kromosom particular berhubungan dengan penyakit ini dalam beberapa kasus Kromososm ini terletak pada protein amiloid gen, seperti kromosom pada down syndrome juga menderita Alzheimer pada usia sekitar 40 tahun D. Etiologi Sebagaiman dikemukakan di atas, proses desak ruang intrakranial dapat desibabkan oleh berbagai keadaan yang meyebabkan berubahnya volume salah satu komponen intra kranial. Berikut beberapa keadaan tersebut: Peningkatan volume darah jaringan otak: Edema serebral Trauma Pembedahan Stroke Tumor. Peningkatan volume darah otak Hematoma Malformasi AV Anurisme Stroke Peningkatan PCO2 Peningkatan volume cairan serebrosinal Peningkatan produksi, hidrosefalus Penurunan reabsopsi

E.Patofisiologi Dinamika Ruang Intrakranial Hipotesis Monro-Kellie menyatakan bahwa volume intrakranial sama dengan volume otak (80-85%) ditambah volume darah serebral (3-10%) dan volume cairan serebrospinal (8-12%). Perubahan volume dari salah satu komponen karena proses desak ruang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Dalam keadaan normal, otak mempunyai kemampuan melakukan autoregulasi aliran darah serebral untuk menyesuaikan dengan perubahan komponen intrakranial lainnya. Autoregulasi menjamin aliran darah konstan melalui pembuluh darah serebral di atas rentang tekanan perfusi dengan cara mengubah diameter pembuluh darah dalam berespon terhadap tekanan perfusi serebral. Tetapi berbagai faktor dapat mengubah kemampuan pembuluh serebral untuk melakukan kontriksi dan dilatasi seperti iskemia, hipoksia, hiperkapnea dan trauma otak. Karbondioksida merupakan vasodilator yang paling poten pada pembuluh serebral, dapat menyebabkan kenaikan aliran darah serebral dan selanjutnya dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Autoregulasi dapat berfungsi dalam batasan: Tekanan perfusi serebral > 60 mmHg Tekanan arteri rata-rata Tekanan intrakranial Bila mekanisme autoregulasi terganggu, aliran darah serebral berfluktuasi sesuai dengan tekanan darah sistemik. Setiap aktivitas yang menyebabkan peningkatan tekanan darah seperti batuk, suksion dan kecemasan dapat menyebabkan peningkatan aliran darah serebral yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Otak mampu melakukan kompensasi atau menerima perubahan minimal pada volume kolaps parsial sisterna, ventrikel dan sistem vaskuler, juga menurunkan pembentukan dan meningkatkan reabsorbsi cairan serebrospinal. Selama masa kompensasi, TIK tetap cukup konstan. Bila mekanisme kompensasi ini telah digunakan sampai batas kemampuan otak, peningkatan TIK tidak dapat diterima lagi dan akan terjadi herniasi yang mengakibatkan terhentinyaalirandarah serebral sebagai konsekuensi yang paling berat. TekananPerfusiSerebral (TPS) Aliran darah serebral berjalan dalam TPS > 60 mmHg. Di bawah tingkat ini, suplai darah ke otak tidak adekuat dan akan terjadi hipoksia neural dan dapat terjadi kematian sel neuron. Saat tekanan perfusi menurun, respon kardiovaskuler adalah meningkatkan tekanan darah sistemik. Sistem autoregulasi yang berfungsi mempertahankan aliran darah serebral yang konstan tidak berfungsi bila TPS\

F. Komplikasi Masalah Sensori Pada Lansia Mata atau penglihatan Kornea, lensa, iris, aquous humormvitrous humor akan mengalami perubahan seiring bertambahnya usia., karena bagian utama yang mengalami perubahan / penurunan sensifitas yang bisa menyebabkan lensa pada mata, produksi aquous humor juga mengalami penurunan tetapi tidak terlalu terpengaruh terhadap keseimbangan dan tekanan intra okuler lensa umum. Bertambahnya usia akan mempengaruhi fungsi organ pada mata seseorang yang berusia 60 tahun, fungsi kerja pupil akan mengalami penurunan 2/3 dari pupil orang dewasa atau muda, penurunan tersebut meliputi ukuran-ukuran pupil dan kemampuan melihat dari jarak jauh. Proses akomodasi merupakan kemampuan untuk melihat benda-bend dari jarak dekat maupun jauh. Akomodasi merupakan hasil koordianasi atas ciliary body dan otot-otot ins, apabial sesorang mengalami penurunan daya akomodasi makaorang tersebut disebut presbiopi.5 masalah yang muncul ada lansia : Penurunan kemampuan penglihatan ARMD ( agp- relaed macular degeneration ) Glaucoma Katarak Entropion dan ekstropion Glaukoma Glaukoma dapat terjadi pada semua usia tapi resiko tinggi pada lansia usia 60 tahun keatas, kerusakan akibat glaukoma sering tidak bisa diobati namun dengan medikasi dan pembedahan mampu mengurangi kerusakan pada mata akibat glaukoma. Glaukoma terjadi apabila ada peningkatan tekanan intra okuler ( IOP ) pada kebanyakan orang disebabkan oleh oleh peningkatan tekanan sebagai akibat adanya hambatan sirkulasi atau pengaliran cairan bola mata (cairan jernih berisi O2, gula dan nutrisi), selain itu disebabkan kurang aliran darah kedaerah vital jaringan nervous optikus, adanya kelemahan srtuktur dari syaraf. Strok Adalah penyakit padasistem syaraf pusat ( otak ) yang ditandai dengan gangguan pada peredaran darah, baik itu karena sumbatan pembuluh darah maupun pendarahan ( pecahnya pembuluh darah ) di otak sehingga menyebabkan gangguan anatomo dan fisiologi otak. Faktor-faktor penyebabnya : Tekanan darah tinggi Penyakit jantung Kencing manis Radangotak Adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya bakteri / virus / parasit kedalam otak dan selaput otak.Gejala awalnya adalah panas badan tinggi, badan lemah, kaku leher dan muntah-muntah yang tidak membaik dengan obat-obatan biasa.Penyakit timbul apabila keradangan meluas sampai timbul bengkak otak dan atau abses ( borok ) otak sehingga menimbulkan penurunan kesadaran ( coma ).

G. TestDiagnostik Tes diagnostik yang sering dilakukan diuraikan pada tabel berikut:a. CT Scan CT Scan memberikan gambaran rinci dari struktur tulang, jaringan dan cairan tubuh. Dapat menunjukkan perubahan struktur karena tumor, hematom atau hidrosefalus. b.MRI (Magnetic Resonance Imaging) Sacn dengan MRI membuat gambaran grafis dari struktur tulang, cairan dan jaringan lunak. Dapat memberikan hasil yang lebih jelas tentang detail anatomi dan dapat membantu diagnosis tumor yang kecil atau sindrom infark dini. c.PET (Positron Emission Tomografi) Test dignostik untuk mengukur proses fisiologis dan biokimia dalam sistem saraf. Daerah tertentu dapat teridentifikasi sebagai berfungsi atau tidak. d.Angiografi Serebral Merupakan pemeriksaan radiografi dengan menggunakan kontras berupa zat warna radio-opak yang disuntikkan dengan kateter ke dalam sirkulasi arteri serebral. Hasilnya memperlihatkan patensi pembuluh darah, penyempitan, oklusi dan abnormalitas struktur (aneurisma), pergeseran pembuluh (tumor dan edema) dan perubahan aliran darah (malformasi AV). e.Mielografi Ruang subarakhnoid spinal diperiksa terhadap obstruksi total atau sebagian yang berhubungan dengan perubahan letak tulang, kompresi medula spinalis atau herniasi cakram intervertebrata. f.EEG (Elektroensefalografi) Membantu mendeteksi dan menemukan tempat aktivitas listrik abnormal dalam korteks serebri g.Pungsi Lumbal Pemeriksaan CSS terhadap adanya darah, perubahan karater, jumlah sel, protein, dan glukosa dan memperkirakan TIK.

ASUHAN KEPERAWATAN A. Fokus Pengkajian Riwayat Keperawatan Hal-hal yang perlu ditanyakan pada anamnesis riwayat neurologis: Trauma yang baru terjadi yang dapat mempengaruhi sistem saraf (jatuh, kecelakaan lalulintas) Infeksi yang baru terjadi termasuk sinusitis, infeksi telinga dan sakit gigi. Sakit kepala dan masalah-masalah gangguan daya konsentrasi dan ingatan yang baru terjadi. Perasaan pusing, kehilangan keseimbangan, melayang, melamun, tinitus dan masalah pendengaran. Kecanggungan atau kelemahan ekstremitas, kesulitan berjalan. Penyimpangan sensoris (kesemutan, baal, hipersensitivitas, nyeri) atau kehilangan sensori pada wajah, badan dan ekstremitas. Impotensi dan kesulitan berkemih. Kesulitan dalam kegiatan sehari-hari. Efek masalah pada pola hidup, kinerja pekerjaan dan interaksi sosial. Penggunaan tembakau, alkohol dan obat-obat tertentu. Pengkajian Fisik Hal-hal yang perlu dilakukan pada pemeriksaan fisik neurologis adalah: Pemeriksaan tingkat kesadaran (GCS) Tingkat kesadaran dapat digambarkan secara kualitatif seperti sadar, letargi, stupor, semikoma dan koma atau secara kuatitatif dengan menggunakan Glasgow Coma Scale. Gerakan, kekuatan dan koordinasi otot ekstremitas. Kelemahan otot merupakan tanda penting pada beberapa gangguan neurologis. Beberapa tes khusus digunakan untuk mendeteksi kelainan yang lebih spesifik seperti tes Romberg untuk memeriksa koordinasi keseimbangan tubuh tes koordinasi jari hidung untuk memeriksa kemampuan koordinasi ekstremitas atas. Status mental Pemeriksaan status mental meliputi perhatian, daya ingat, afek, bahasa, pikiran dan persepsi (person, time and space).. Refleks Refleks terjadi jika stimulasi sensori menimbulkan respon motorik. Refleks yang diperiksa meliputi refleks regangan otot (refleks tendon), refleks kutaneus (superfisial) dan adanya refleks abnormal seperti refleks Babinski. Gerakan involunter Gerakan involunter adalah gerakan bagian tubuh yang tidak dapat dikendalikan seperti tremor, fasikulasi, klonus, mioklonus, hemibalismus, chorea dan atetosis. Perubahan pupil Pupil dapat dinilai ukuran dan bentuknya serta respon terhadap cahaya. Tanda vital Tanda klasik peningkatan TIK meliputi kenaikan tekanan sistolik dalam hubungan dengan tekanan nadi yang membesar, nadi lemah atau lambat dan pernapasan tidak teratur. Saraf kranial Tes fungsi saraf kranial diperiksa satu persatu untuk melihat adanya kelainan yang spesifik.

B.DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa-diagnosa berikut ini adalah sebagian diagnosa yang dapat di angkat pada pasien lansia dengan gangguan sistem persarafan yang di kutip dari diagnosa keperawatan NANDA. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan kognitif. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh. Gangguan persepsi sensori (visual, auditori, kinestetik, pengecapan, taktil, penciuman) berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori, transmisi dan integrasi. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan/penurunan sistem saraf.

C.INTERVENSIKEPERAWATAN Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan kognitif.Tujuan : Pasien bebas dari resiko cedera. Tidakmemperlihatkan tanda cedera fisik. Intervensi : Kaji status mental dan fisik. Lakukan strategi untuk mencegah cedera yang sesuai untuk status fisiologis. Pertahankan tindakan kewaspadaan. Singkirkan atau lepaskan alat-alat yang dapat membahayakan pasien. Hindari tugas-tugas yang membahayakan. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh. Tujuan : Pasien akan mengidentifikasikan aktifitas dan/atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas. Pasien dapat menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Intervensi : Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas. Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas. Hindari menjadwalkan aktivitas selama periode istirahat. Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala dan ambulasi yang dapat di toleransi. Gangguan persepsi sensori (visual, auditori, kinestetik, pengecapan, taktil, penciuman) berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori, transmisi dan integrasi.Tujuan : Pasien dapat menunjukkan kemampuan kognitif. Pasien dapat mengidentifikasikan diri, orang, tempat, dan waktu. Intervensi : Pantau perubahan status neurologis pasien. Pantau tingkat kesadaran pasien. Identifikasikan factor yang berpengaruh terhadap gangguan persepsi sensori. Pastikan akses dan penggunaan alat bantu sensori. Tingkatkan jumlah stimulus untuk mencapai tingkat sensori yang sesuai. d.Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan/penurunan sistem saraf pusat. Tujuan : Pasien dapat berkomunikasi dengan baik. Intervensi : Kaji kemampuan berbicara, menulis, membaca, dan memahami simbol. Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberikan stimulasi sebagai komunikasi. Anjurkan pasien untuk berkomunikasi secara perlahan.

DAFTAR PUASTAKA

Handayani Sri, Dkk. 2006.Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC. Barbara C. Long, 1989.Perawatan Medical Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan)Sint Louis. Mosby Year Book. Inc. Hudak and Gallo, 1994.Keperawatan Kritis,Philadelphia Lippincott Company. Lueckenotte, 1998.Pengkajian Gerontologi.Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Wahjudi Nugroho, 1992.Perawatan Lanjut Usia.Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Price, Sylvia A. 2002.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC Robbins. 2007.Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC

KATA PENGANTAR

Assalamualaikim Wr. Wb.Alhamdullilahirabbilalamin, dengan mengucap syukur kepada Allah SWT yang mana atas berkat Rahmat dan Ridho-Nya jualah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa pula kami ucapkan Shalawat dan Salamnya kepada Rosulullah SAW yang mana beliau sebagai suri tauladan kita sehingga kita dapat menuntut ilmu dari apa-apa yang dibawanya dan mencontoh sikapnya.Seiring berjalannya zaman, ilmu semakin diperlukan oleh siapa saja dan tak mengenal usia. Oleh karena itu, kami sedikit membuat tulisan dalam makalah ini yang semoga dapat menambah ilmu para pembaca. Selain itu, dalam penyusunan makalah ini kami selaku penyusun banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik itu secara langsung maupun tidak langsung atas penyelesaian makalah ini. kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari para dosen pembimbing serta semangat dari teman-teman, makalah ini tidak akan dapat terselesaikan.Kami sangat menyadari bahwasannya makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh sebab itu, kami mengharapkan saran dan kritiknya demi kesempurnaan makalah ini. Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar lampung, 23 September 2014

TIM PENYUSUN

TUGAS KOMUNITAS 2PERUBAHAN FISIOLOGI SISTEM PERSYARAFANPADA LANSIA

DISUSUN OLEH:M. JEFRI AMHARUDIN(12320043)SUPRIADI(12320069)NURJANAH(12320056)

PROGRAM STUDY ILMU KKEPERAWATANUNIVERSITAS MALAHAYATIBANDAR LAMPUNG2014