Download doc - Fraktur Humerus

Transcript
Page 1: Fraktur Humerus

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,

tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang

humerus.Fraktur tersebut umumnya disebabkan oleh trauma. Selain dapat

menimbulkan patah tulang (fraktur), trauma juga dapat mengenai jaringan lunak

sekitar tulang humerus tersebut, misalnya vulnus (luka), perdarahan, memar

(kontusio), regangan atau robek parsial (sprain), putus atau robek (avulsi atau

ruptur), gangguan pembuluh darah, dan gangguan saraf (neuropraksia,

aksonotmesis, neurolisis).

Setiap fraktur dan kerusakan jaringan lunak sekitar tulang tersebut harus

ditanggulangi sesuai dengan prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal.

Prinsip tersebut meliputi rekognisi (mengenali), reduksi (mengembalikan),

retaining (mempertahankan), dan rehabilitasi.

Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi,

baik pada tulang maupun jaringan lunaknya. Mekanisme trauma juga sangat

penting untuk diketahui

1

Page 2: Fraktur Humerus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a. Anatomi Humerus dan Jaringan Sekitarnya

Humerus (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari

ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan

skapula dan pada bagian distal bersendi pada siku lengan dengan dua tulang,

ulna dan radius.

Ujung proksimal humerus memiliki bentuk kepala bulat (caput humeri)

yang bersendi dengan kavitas glenoidalis dari scapula untuk membentuk

articulatio gleno-humeri. Pada bagian distal dari caput humeri terdapat collum

anatomicum yang terlihat sebagai sebuah lekukan oblik. Tuberculum majus

merupakan sebuah proyeksi lateral pada bagian distal dari collum anatomicum.

Tuberculum majus merupakan penanda tulang bagian paling lateral yang teraba

pada regio bahu. Antara tuberculum majus dan tuberculum minus terdapat

sebuah lekukan yang disebut sebagai sulcus intertubercularis. Collum

chirurgicum merupakan suatu penyempitan humerus pada bagian distal dari

kedua tuberculum, dimana caput humeri perlahan berubah menjadi corpus

humeri. Bagian tersebut dinamakan collum chirurgicum karena fraktur sering

terjadi pada bagian ini.

Corpus humeri merupakan bagian humerus yang berbentuk seperti

silinder pada ujung proksimalnya, tetapi berubah secara perlahan menjadi

berbentuk segitiga hingga akhirnya menipis dan melebar pada ujung distalnya.

Pada bagian lateralnya, yakni di pertengahan corpus humeri, terdapat daerah

berbentuk huruf V dan kasar yang disebut sebagai tuberositas deltoidea.

Daerah ini berperan sebagai titik perlekatan tendon musculus deltoideus.

Beberapa bagian yang khas merupakan penanda yang terletak pada

bagian distal dari humerus. Capitulum humeri merupakan suatu struktur seperti

tombol bundar pada sisi lateral humerus, yang bersendi dengan caput radii.

Fossa radialis merupakan suatu depresi anterior di atas capitulum humeri, yang

bersendi dengan caput radii ketika lengan difleksikan. Trochlea humeri, yang

berada pada sisi medial dari capitulum humeri, bersendi dengan ulna. Fossa

2

Page 3: Fraktur Humerus

coronoidea merupakansuatu depresi anterior yang menerima processus

coronoideus ulna ketika lengan difleksikan. Fossa olecrani merupakan suatu

depresi posterior yang besar yang menerima olecranon ulna ketika lengan

diekstensikan. Epicondylus medialis dan epicondylus lateralis merupakan suatu

proyeksi kasar pada sisi medial dan lateral dari ujung distal humerus, tempat

kebanyakan tendon otot-otot lengan menempel. Nervus ulnaris, suatu saraf

yang dapat membuat seseorang merasa sangat nyeri ketika siku lengannya

terbentur, dapat dipalpasi menggunakan jari tangan pada permukaan kulit di

atas area posterior dari epicondylus medialis.

Gambar 1. Tampilan Anterior Humerus

3

Page 4: Fraktur Humerus

Gambar 2. Tampilan Posterior Humerus

Gambar 3. Tampilan Anterior Saraf di Sekitar Humerus

4

Page 5: Fraktur Humerus

Di bagian posterior tengah humerus, melintas nervus radialis yang

melingkari periosteum diafisis humerus dari proksimal ke distal dan mudah

mengalami cedera akibat patah tulang humerus bagian tengah. Secara klinis, pada

cedera nervus radialis didapati ketidakmampuan melakukan ekstensi pergelangan

tangan sehingga pasien tidak mampu melakukan fleksi jari secara efektif dan tidak

dapat menggenggam.

Gambar 4. Tampilan Lateral Saraf di Sekitar Humerus

5

Page 6: Fraktur Humerus

Gambar 5. Vaskularisasi Sekitar Humerus

Berikut ini merupakan tabel tentang saraf dan otot yang menggerakkan

humerus.

Otot Origo Insertio Aksi PersarafanOtot-Otot Aksial yang Menggerakkan HumerusM. Pectoralis major

Clavicula, sternum, cartilago costalis II-VI, terkadang cartilago costalis I-VII

Tuberculum majus dan sisi lateral sulcus intertubercularis dari humerus

Aduksi dan merotasi medial lengan pada sendi bahu; kepala clavicula memfleksikan lengan dan kepala sternocostal mengekstensikan lengan yang fleksi tadi ke arah truncus

Nervus pectoralis medialis dan lateralis

M. Latissimus dorsi

Spina T7-L5, vertebrae lumbales, crista

Sulcus intertubercularis dari humerus

Ekstensi, aduksi, dan merotasi medial lengan

Nervus thoracodorsalis

6

Page 7: Fraktur Humerus

sacralis dan crista iliaca, costa IV inferior melalui fascia thoracolumbalis

pada sendi bahu; menarik lengan ke arah inferior dan posterior

Otot-Otot Scapula yang Menggerakkan Humerus M. Deltoideus Extremitas

acromialis dari clavicula, acromion dari scapula (serat lateral), dan spina scapulae (serat posterior)

Tuberositas deltoidea dari humerus

Serat lateral mengabduksi lengan pada sendi bahu; serat anterior memfleksikan dan merotasi medial lengan pada sendi bahu, serat posterior mengekstensikan dan merotasi lateral lengan pada sendi bahu.

Nervus axillaris

M. subscapularis

Fossa subscapularis dari scapula

Tuberculum minus dari humerus

Merotasi medial lengan pada sendi bahu

Nervus subscapularis

M. supraspinatus

Fossa supraspinata dari scapula

Tuberculuum majus dari humerus

Membantu M. deltoideus mengabduksi pada sendi bahu

Nervus subscapularis

M. infraspinatus

Fossa infraspinata dari scapula

Tuberculum majus dari humerus

Merotasi lateral lengan pada sendi bahu

Nervus suprascapularis

M. teres major

inferior dari scapula

Sisi medial sulcus intertubercul aris

Mengekstensikan lengan pada sendi bahu dan membantu aduksi dan rotasi medial lengan pada sendi bahu

Nervus subscapu laris

M. teres minor

Margo lateralis inferior dari scapula

Tuberculum majus dari humerus

Merotasi lateral dan ekstensi lengan pada sendi bahu

Nervus axillaris

M. coracobrachialis

Processus coracoideus dari scapula

Pertengahan sisi medial dari corpus humeri

Memfleksikan dan aduksi lengan pada sendi bahu

Nervus musculocutaneus

7

Page 8: Fraktur Humerus

b. Fraktur Proksimal Humerus

- Defenisi

Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang , tulang rawan

sendi, tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada

tulang humerus.

Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua yang

terkait dengan osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah 2:1.

Mekanisme trauma pada orang dewasa tua biasa dihubungkan dengan

kerapuhan tulang (osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat

terjadi karena high-energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda

motor. Mekanisme yang jarang terjadi antara lain peningkatan abduksi bahu,

trauma langsung, kejang, proses patologis: malignansi.

Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri

pada saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat

dinding dada dan pinggang setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan

dengan cedera toraks.

- Etiologi

Kebanyakan fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan tulang humerus

menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.

Trauma dapat bersifat:

1. Langsung

Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan

terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya

bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

2. Tidak langsung

Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah

yang lebih jauh dari daerah fraktur.

8

Page 9: Fraktur Humerus

Tekanan pada tulang dapat berupa:

1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral

2. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal

3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur

impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi

4. Kompresi vertikal yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau

memecah

5. Trauma oleh karena remuk

6. Trauma karena tarikan pada ligament atau tendon akan menarik

sebagian tulang

- Epidemiologi

Di Amerika Serikat, fraktur diafisis humerus terjadi sebanyak 1,2% kasus

dari seluruh kejadian fraktur, dan fraktur proksimal humerus terjadi sebanyak

5,7% kasus dari seluruh fraktur.Sedangkan kejadian fraktur distal

humerusterjadi sebanyak 0,0057% kasus dari seluruh fraktur.8 Walaupun

berdasarkan data tersebut fraktur distal humerus merupakan yang paling

jarang terjadi, tetapi telah terjadi peningkatan jumlah kasus, terutama pada

wanitu tua dengan osteoporosis.

Fraktur proksimal humerus sering terjadi pada usia dewasa tua dengan

umur rata-rata 64,5 tahun. Sedangkan fraktur proksimal humerus merupakan

fraktur ketiga yang paling sering terjadi setelah fraktur pelvis dan fraktur

distal radius. Fraktur diafisis humerus lebih sering pada usia yang sedikit

lebih muda yaitu pada usia rata-rata 54,8 tahun

9

Page 10: Fraktur Humerus

- Klasifikasi

Menurut Neer, proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang:

1. Caput/kepala humerus

2. Tuberkulum mayor

3. Tuberkulum minor

4. Diafisis atau shaft

Klasifikasi menurut Neer, antara lain:

1. One-part fracture : tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis

fraktu

2. Two-part fracture :

anatomic neck

surgical neck

Tuberculum mayor

Tuberculum minor

3. Three-part fracture :

Surgical neck dengan tuberkulum mayor

Surgical neck dengan tuberkulum minus

4. Four-part fracture

5. Fracture-dislocation

6. Articular surface fracture

10

Page 11: Fraktur Humerus

11

Page 12: Fraktur Humerus

- Diagnosis

Anamnesis

Anamnesis terdiri dari:

1. Auto anamnesis:

Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk minta

pertolongan:

1) Sakit/nyeri

Sifat dari sakit/nyeri:

- Lokasi setempat/meluas/menjalar

- Ada trauma riwayat trauma tau tidak

- Sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan

- Bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa

panas/ditarik-tarik, terus-menerus atau hanya waktu

bergerak/istirahat dan seterusnya

- Apa yang memperberat/mengurangi nyeri

- Nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari

- Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul

2) Kelainan bentuk/pembengkokan

- Angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang)

- Benjolan atau karena ada pembengkakan

3) Kekakuan/kelemahan

- Kekakuan: Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya

kaku, atau disertai nyeri, sehingga pergerakan terganggu?

- Kelemahan: Apakah yang dimaksud instability atau kekakuan

otot menurun/melemah/kelumpuhan

2. Allo anamnesis:

Untuk aloo anamnesis pada kasus-kasus trauma ditujukan kepada

pengantar ataupun saksi agar dapat memberikan keterangan yang lebih

baik, terutama bila pasien tidak sadarkan diri.

12

Page 13: Fraktur Humerus

- Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua yaitu (1) pemeriksaan umum (status generalisata)

untuk mendapatkan gambaran umum dan (2) pemeriksaan setempat (status

lokalis).

Gambaran umum:

Perlu menyebutkan:

a. Keadaan Umum (K.U): baik/buruk, yang dicatat adalah tanda-tanda vital yaitu:

- Kesadaran penderita; apatis, sopor, koma, gelisah

- Kesakitan

- Tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu

b. Kemudian secara sistematik diperiksa dari kepala, leher, dada (toraks), perut

(abdomen: hepar, lien) kelenjar getah bening, serta kelamin

c. Ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakang)

Pemeriksaan lokal:

Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari anggota

terutama mengenai status neuro vaskuler. Pada pemeriksaan

orthopaedi/muskuloskeletal yang penting adalah:

a. Look (inspeksi)

- Bandingkan dengan bagian yang sehat

- Perhatikan posisi anggota gerak

- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk

membedakan fraktur tertutup atau terbuka

- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam samapai beberapa

hari

- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan

b. Feel (palpasi)

Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki agar

dimulai dari posisi netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan

pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik si pemeriksa

13

Page 14: Fraktur Humerus

maupun si pasien, karena itu perlu selalu diperhatikan wajah si pasien atau

menanyakan perasaan si pasien.

Hal-hal yang perlu diperhatikan:

- Temperatur setempat yang meningkat

- Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan

oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang

- Krepitasi

- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri

radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan

anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku,

warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.

- Pengukuran tugkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui

adanya perbedaan panjang tungkai

c. Move (pergerakan terutama mengenai lingkup gerak)

Setelah memeriksa feel pemeriksaan diteruskan dengan

menggerakkan anggota gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri

pada pergerakan.

Pada anak periksalah bagian yang tidak sakit dulu, selaiam untuk

mendapatkan kooperasi anak pada waktu pemeriksaan, juga untuk

mengetahui gerakan normal si penderita. Pencatatan lingkup gerak ini

perlu, agar kita dapat berkomunikasi dengan sejawat lain dan evaluasi

keadaan sebelum dan sesudahnya.

Apabila terdapat fraktur tentunya akan terdapat gerakan abnormal

di daerah fraktur (kecuali pada incomplete fracture). Gerakan sendi dicatat

dengan ukuran derajat gerakan dari setiap arah pergerakan mulai dari titik

0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik. Pencatatan ini penting untuk

mengetahui apakah ada gangguan gerak.

14

Page 15: Fraktur Humerus

Kekakuan sendi disebut ankilosis dan hal ini dapat disebabkan oleh

faktor intra artikuler atau ekstra artickuler.

Intra artikuler: Kelainan/kerusakan dari tulang rawan yang

menyebabkan kerusakan tulang subkondral; juga didapat oleh karena

kelainan ligament dan kapsul (simpai) sendi

Ekstra artikuler: oleh karena otot atau kulit

Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (penderita sendiri

disuruh menggerakkan) dan pasif (dilakukan oleh pemeriksa).Selain

diperiksa pada posisi duduk dan berbaring juga perlu dilihat waktu berdiri

dan jalan. Jalan perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang disebabkan

karena instability, nyeri, discrepancy, fixed deformity.

Anggota gerak atas:

Sendi bahu :

merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (global joint); ada

beberapa sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu yaitu: gerak

tulang belakang, gerak sendi sternoklavikula, gerak sendi

akromioklavikula, gerak sendi gleno humeral, gerak sendi scapula

torakal (floating joint).

Karena gerakan tersebut sukar diisolasi satu persatu, maka sebaiknya

gerakan diperiksa bersamaan kanan dan kiri; pemeriksa berdiri di

belakang pasien, kecuali untuk eksorotasi atau bila penderita

berbaring, maka pemeriksa ada di samping pasien.

Sendi siku:

Gerak fleksi ekstensi adalah gerakan ulna humeral (olecranon

terhadap humerus). Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari

antebrachii dan memiliki sumbu ulna; hal ini diperiksa pada posisi

siku 90˚ untuk menghindari gerak rotasi dari sendi bahu.

15

Page 16: Fraktur Humerus

Sendi pergelangan tangan:

Pada dasarnya merupakan gerak dari radio karpalia dan posisi netral

adalah pada posisi pronasi, dimana jari tengah merupakan sumbu dari

antebrachii. Diperiksa gerakan ekstensi-fleksi dan juga radial dan

ulnar deviasi.

Jari tangan:

Ibu jari merupakan bagian yang penting karena mempunyai gerakan

aposisi terhadap jari-jari lainnya selain abduksi dan adduksi, ekstensi,

dan fleksi.

Jari-jari lainnya hampir sama, MCP (Meta Carpal Phalangeal Joint)

merupakan sendi pelana dan deviasi radier atau ulnar dicatat

tersendiri, sedangkan PIP (Proximal Inter Phalanx) dan DIP (Distal

Inter Phalanx) hanya diukur fleksi dan ekstensi.

Pemeriksaan Radiologis:

Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.

Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan

keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta

kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan

bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan

pemeriksaan radiologis.

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:

1. Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-

posterior dan lateral

2. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di proximal dan

distal sendi yang mengalami fraktur

3. Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua

anggota gerak terutama pada fraktur epifisis

4. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua

daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu

dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang

16

Page 17: Fraktur Humerus

5. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang

skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan

foto berikutnya 10-14 hari kemudian.

Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi

perlu dinyatakan apakah fraktur terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena

dan lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur

itu sendiri.

Penatalaksanaa

Penatalaksanaan secara umum:

1. Bila terjadi trauma, dilakukan primary survey terlebih dahulu.

2. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri,

mencegah (bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya

kedudukan fraktur. Bila tidak terdapat bahan untuk bidai, maka bila lesi di

anggota gerak bagian atas untuk sementara anggota yang sakit dibebatkan

ke badan penderita

Pilihan terapi adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus

mengingat tujuan pengobatan fraktur yaitu mengembalikan fungsi tulang yang

patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin.

17

Page 18: Fraktur Humerus

BAB III

LAPORAN KASUS

a. Identitas Pasien

Nama : Tn. Lk

Umur : 30 thn

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat: Pante Barat

Pekerjaan : Tani

Tanggal Masuk : 16 Maret 2014

Ruangan : Pav. Garuda Bawah

Rumah Sakit : Anutapura Palu

DPJP : dr. Sri Sikspriani M. Kes., SpOT

b. Anamnesis

Keluhan Utama : Nyeri pada bahu kiri

Riwayat Trauma : Pasien mengalami trauma jatuh dari pohon 3 jam

SMRS

Mekanisme Trauma:

Pasien terjatuh dari pohon durian dengan ketinggian ± 3 meter dengan

posisi jatuh, awalnya berdiri tetapi kemudian kaki pasien menyentuh

ranting pohon dan merubah posisi jatuh pasien dari ketinggian ± 2 meter

dengan posisi tengkurap dan tangan kiri sebagai tumpuan saat membentur

tanah.

Anamnesis Terpimpin :

Pasien mengeluh nyeri pada bahu kiri setalah pasien terjatuh dari

pohon durian. Nyeri dirasakan terus menerus dan lama kelamaan pada

bahu tersebut menjadi bengkak. Keluhan nyeri disertai dengan tangan kiri

yang sulit untuk digerakkan.

Pingsan tidak ada, keluar darah dari telinga ataupun hidung tidak ada,

sesak tidak ada. BAK lancar, BAB belum ada.

18

Page 19: Fraktur Humerus

Satu jam setelah kejadian pasien di bawah ke tukang urut tetapi hanya

dilakukan pemberian minyak-minyak di tempat yang nyeri.

c. Primary Survey

Airway : Clear, jalan nafas Patent, cedera servikal (-)

Breathing : Pernafasan 24x/menit thorakoabdominal, flail chest (-)

Circulation : TD 130/70mmHg, N : 88x/menit

Disability : GCS 15= E4, M6, V5; pupil Isokor

Eksposure : Suhu 36,8°C

d. Secondary Survey

Kepala : Normochepaly

Leher : Jejas (-)

Thoraks :

Inspeksi : Normochest

Palpasi : NT (-), vocal premitus kanan=kiri, krepitasi (-)

Perkusi : Batas paru Hepar ICS VI midclavicula dekstra

Auskultasi : Vesikuler, Rh -/-, Wh-/-

Cardio :

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : tidak ditemukan kelainan pembesaran jantung

Auskultasi : BJ I/II murni reguler.

Abdomen :

Inspeksi : Cembung, pelebaran vena (-)

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Perkusi : Tympani

Palpasi : Massa (-), NT (-).

Anogenital : Tidak ditemukan adanya kelainan

Ekstermitas : Superior : lihat status lokalis

Inferior : akral hangat, Kekuatan otot

5/5, 5/5, 5/5

e. Status Lokalis

19

Page 20: Fraktur Humerus

Regio Frontalis

Inspeksi : Tampaksebuah vulnus ekskoriasi dengan ukuran ± 1x2cm,

dengan warna kemerahan pada bagian tangah luka.

Palpasi : NT (+).

RegioDeltoidea Sinistra

Inspeksi : Tampak hematom dengan ukuran ± 11x9cm dengan warna

ungu kemerahan, deformitas (+).

Palpasi : Suhu kulit bagian hematom lebih hangat dari bagian yang

tidak hematom, NT(+),krepitasi (+), NVD (+), ROM terbatas.

Move : Nyeri saat menggerakkan (+), pergerakan terbatas,

kekuatan otot 3/5, 3/5, 5/5, 5/5

Tabel 1. ROM Pasien

20

Page 21: Fraktur Humerus

Bahu (ball and socket joint)

ROM Pasien Rentang Gerak Sendi normal

Kelompok otot

a. Fleksi.

b. Ekstensi.

c. Hiperekstensi.

d. Abduksi.

e. Adduksi.

f. Rotasi eksternal.

g. Rotasi internal

± 15°

± 10°

± 10°

± 15°

± 15°

± 10°

± 10°

80º

180º

50º

180º

230º

90º

90º

Pektoralis mayor,korakobrakialis, deltoid,bisep brakii.

Teres mayor

Latissimus dorsi,deltoid, teres mayor.

Deltoid, suprasinatus.

Pektoralis mayor, teres mayor.

Subskapularis,pektoralis mayor,latissimus dorsi, teresmayor.

Bisep brakii, brakialis,brakioradialis.

f. ResumeLaki-laki 30 tahun masuk RS dengan keluhan nyeri pada bahu kiri akibat

jatuh dari pohon durian dengan ketinggian ± 3meter. Keluhan disertai dengan tangan kiri yang sulit untuk digerakkan.

Dari pemeriksaan fisik status lokalis ditemukan Vulnus ekskoriasi pada regio frontalis, hematom pada regio deltoidea dengan ROM terbatas, terdapat deformitas pada bahu kiri disertai nyeri tekan dengan kekuatan otot 4/5 pada regio tersebut.

g. Diagnosa Awal

Vulnus Ekskoriasi+Susp. Fraktur tertutup Humerus Proksimal + Dislokasi caput Humeri

h. Pemeriksaan Penunjang Darah Rutin : - WBC : 10,8

- HB : 13,9 g/dL - PLT : 168

Radiologi :

21

Page 22: Fraktur Humerus

i. Diagnosis Akhir

Fraktur Proksimal Humerus Surgical type Three part fracture + vulnus

ekskoriasi.

j. Penatalaksanaan

- Nonmedikamentosa : - Imobilisasi

- Perawatan luka

- Medikamentosa : - Analgetik

- H2 antagonis Reseptor

k. Rencana Tindakan

Open Reduction Internal Fixation

BAB IV

DISKUSI

22

Page 23: Fraktur Humerus

Pada dasarnya pasien-pasien trauma yang datang ke IGD harus dilakukan

penilaian primer yaitu mengamankan dan mengaplikasikan prinsip ABCDE

(Airway, Breathing, Circulation, Disability, Limitation, Exposure). Pada kasus ini

dilakukan penilaian primer tidak ditemukan adanya gangguan pada ABCDE.

Setelah evaluasi primer dilakukan selanjutnya dilakukan penilaian

sekunder. Survei primer (ABCDE) yang baik untuk menyelamatkan nyawa dan

survei sekunder yang tepat dibutuhkan untuk menyelamatkan fungsi dari

ekstrimitas, ditunjang oleh penanganan definitif.Tujuan dari penilaian sekunder

adalah mencari cedera cedera lain yang mungkin terjadi pada pasien sehingga

tidak satupun terlewatkan dan tidak terobati. Bagian dari penilaian sekunder pada

pasien cedera muskuloskeletal adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Berdasarkan anamnesis, diketahui pasien laki-laki 30 tahun datang dengan

keluhan utama nyeri pada bahu kiri yang dialami setelah jatuh dari ketinggian ±2

meter dengan posisi tangan kiri sebagai tumpuan. Hal ini sesuai dengan teori

dimana kejadian fraktur proksimal humerus terjadi pada usia dewasa muda

dengan adanya faktor pencetus yakni trauma. Dari mekanisme trauma pada kasus

ini bisa saja terjadi lebih dari satu problem yakni fraktur yang disertai dislokasi.

Setelah itu dilakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang

dibutuhkan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu look, feel, move. Yang

pertama lookatau inspeksi di mana kita memperhatikan penampakan dari cedera,

apakah ada fraktur terbuka (tulang terlihat kontak dengan udara luar). Apakah

terlihat deformitas dari ekstremitas tubuh, hematoma, pembengkakan dan lain-

lain. Hal kedua yang harus diperhatikan adalah feel atau palpasi. Kita harus

mempalpasi seluruh ekstremitis dari proksimal hingga distal termasuk sendi di

proksimal maupun distal dari cedera untuk menilai area rasa sakit, efusi, maupun

krepitasi. Seringkali akan ditemukan cedera lain yang terjadi bersamaan dengan

cedera utama. Poin ketiga yang harus dinilai adalah move. Penilaian dilakukan

untuk mengetahui ROM (Range of Motion). Seringkali pemeriksaan ROM tidak

bisa dilakukan karena rasa sakit yang dirasakan oleh pasien tetapi hal ini

harustetap dilakukan.Pemeriksaan ekstrimitas juga harus melingkupi vaskularitas

23

Page 24: Fraktur Humerus

dari ekstrimitas termasuk warna, suhu, perfusi, perabaan denyut nadi, capillary

return.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pada kasusdidapatkan ditemukan

vulnus ekskoriasi pada regio frontalis, hematom pada regio deltoidea ukuran ± 10

x 7 cm, dengan ROM terbatas, terdapat deformitas pada bahu kiri disertai nyeri

tekan dengan kekuatan otot 4/5 pada regio tersebut. Perfusi jaringan distal masih

baik, hal ini dinilai dengan perabaan arteri distal yaituA. Brachialis.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas dapat dipikirkan terjadinya

fraktur atau dislokasi humerus pada pasien ini. Pada pasien dengan adanya

kecurigaan fraktur harus dilakukan imobilisasi sebagai penanganan awal.

Kemudian dilakukan foto polos pada extremitas yang dicurigai dengan prinsip

dua:

1. Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-

posterior dan lateral

2. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di proximal dan

distal sendi yang mengalami fraktur

3. Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua

anggota gerak terutama pada fraktur epifisis

4. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua

daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu

dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang

5. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang

skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan

foto berikutnya 10-14 hari kemudian.

Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu

dinyatakan apakah fraktur terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena dan

lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu

sendiri.

24

Page 25: Fraktur Humerus

Pada pasien ini dilakukan foto polos dengan hasil fraktur proksimal humerus

Surgical type Three part fracture. Secara teori, terdapat banyak klasifikasi fraktur

humerus.

Namun yang paling sering digunakan adalah klasifikasi menurut Neer,

antara lain:

1. One-part fracture : tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis fraktur

2. Two-part fracture :

anatomic neck

surgical neck

Tuberculum mayor

Tuberculum minor

3. Three-part fracture :

Surgical neck dengan tuberkulum mayor

Surgical neck dengan tuberkulum minus

4. Four-part fracture

5. Fracture-dislocation

6. Articular surface fracture

Pada pasien ini termasuk dalam klasifikasi Neer Three-part fracture

surgical neck dengan tuberkulum mayor karena garis patahan frakture mengenai

Collumna dan tuberositas mayor dari Os Humerus.

Pada Fraktur proksimal humerifraktur impaksi tidak diperlukan tindakan

reposisi. Lengan yang cedera diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling)

selama 6 minggu. Selama waktu itu penderita dilatih untuk menggerakkan sendi

bahu berputar sambil membongkokkan badan meniru gerakan bandul (pendulum

exercise). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kekakuan sendi.

25

Page 26: Fraktur Humerus

Pada penderita dewasa bila terjadi dislokasi abduksi dilakukan reposisi

dan dimobilisasi dengan gips spica, posisi lengan dalam abduksi (shoulder spica).

Selain itu untuk tindakan operatif, dapat dilakukan ORIF (Open Reduction

Internal Fixation) seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

Komplikasi

Adapun komplikasi yang dapat terjadi:

1. Kekakuan sendi bahu (ankilosis). Lesi pada n.Sirkumfleksi aksilaris

menyebabkan paralisis m.Deltoid.

2. Apabila pada fraktur medial humerus disertai komplikasi cdera n.Radialis,

harus dilakukan operasi reduksi dan internal fiksasi dengan plate screw

untuk humerus disertai eksplorasi n.Radialis.

3. Sindroma kompartemen yang biasa disebut dalam 5 P (Pain, Pallor,

Pulselesness, Paraesthesia, Paralysis), terjepitnya a. Brakhialis yang akan

menyebabkan nekrosis otot-otot dan saraf.

4. Mal union cubiti varus (carrying angle berubah) dimana siku berbentuk

O, secara fungis baik, tapi kosmetik kurang baik. Perlu dilakukan koreksi

dengan operasi meluruskan siku dengan teknik French osteotomy.

26