of 28 /28
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 168 K/Pdt.Sus/2010 TENTANG PERKARA KEPAILITAN ANTARA PT. ALTRA EXCIS INVESTAMA MELAWAN PT. BANK BUKOPIN Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Hukum Kepailitan Dalam Mengikuti Program Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Padjajaran KELAS A Disusun oleh: Keko Arantasari 110120120036 Dosen Pengajar : Prof. Dr. H. Man S. Sastrawidjaja, S.H., S.U Dr. H. Isis Ikhwansyah, S.H. M.H., CN PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS PADJAJARAN BANDUNG 2013

TUGAS KEPAILITAN

Embed Size (px)

Text of TUGAS KEPAILITAN

  • TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 168 K/Pdt.Sus/2010 TENTANG PERKARA

    KEPAILITAN ANTARA PT. ALTRA EXCIS INVESTAMA MELAWAN PT. BANK BUKOPIN

    Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Hukum Kepailitan Dalam Mengikuti Program Magister Ilmu Hukum pada

    Fakultas Hukum Universitas Padjajaran

    KELAS A Disusun oleh:

    Keko Arantasari 110120120036

    Dosen Pengajar : Prof. Dr. H. Man S. Sastrawidjaja, S.H., S.U

    Dr. H. Isis Ikhwansyah, S.H. M.H., CN

    PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS PADJAJARAN

    BANDUNG 2013

  • i

    DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI .................................................................................................... i

    BAB I Kasus Posisi Antara PT. Altra Excis Investama dengan PT. Bank Bukopin ............................................................................ 1

    BAB II Putusan Sengketa Antara PT. Altra Excis Investama dengan PT. Bank Bukopin ..................................................................... 6

    BAB III Pertimbangan Hakim Terhadap Putusan Nomor 168 K/Pdt.Sus/2010.......................................................................... 7

    BAB IV Rumusan Masalah ..................................................................... 9

    BAB V Tinjauan Mengenai Hukum Kepailitan A. Tinjauan Umum Hukum Kepailitan ..................................... 10 B. Tinjauan Terhadap Syarat Pengajuan Permohonan

    Kepailitan ........................................................................... 13 C. Tinjauan Terhadap Akibat Hukum Debitor yang Mengalami

    Pailit ................................................................................... 16

    BAB VI Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 168 K/Pdt.Sus/2010

    A. Analisis Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Atas

    pengajuan Kepailitan Oleh Kreditor .................................... 18 B. Analisis Kedudukan Hukum Debitor dan Kreditor Terhadap

    Pembatalan Putusan Pailit ................................................... 21

    BAB VII Kesimpulan .............................................................................. 25

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 26

    LAMPIRAN PUTUSAN

  • 1

    BAB I

    KASUS POSISI ANTARA PT. ALTRA EXCIS INVESTAMA MELAWAN

    PT. BANK BUKOPIN

    Kasus ini merupakan perkara antara PT. Altra Excis Investama,

    berkedudukan di Jalan H.R. Rasuna Said Kaveling B-5 Kuningan Jakarta

    Selatan yang bertindak sebagai Debitor terhadap PT. BANK BUKOPIN,

    berkedudukan di Gedung Bank Bukopin Jalan M.T. Haryono Kav.50-51,

    Jakarta Selatanyang bertindak selaku Kreditor.

    Debitor dan Kreditor mempunyai hubungan hukum berupa

    perjanjian kredit. Kreditor memberikan fasilitas kredit kepada Debitor berupa Modal Kerja dengan Setting Kredit Reguler berupa uang dengan jumlah Plafond sebanyak-banyaknya sebesar Rp.30.000,000.000,- (tiga puluh miliar rupiah) (hutang A) yang akan dipergunakan untuk modal kerja pembangunan sarana dan prasarana air dan sebesar Rp.5.700.000.000.-

    (lima miliar tujuh ratus juta rupiah) (hutang B) yang akan dipergunakan untuk pembayaran bunga kredit selama pembangunan kontruksi,

    berdasarkan Akta Perjanjian Kredit dengan Memakai Jaminan No.54 tanggal 28 Agustus 2002 dan Akta Pengakuan Hutang No.55 tanggal 28

    Agustus 2002 yang dibuat dihadapan Notaris Tetty Herawati, SH. MH.,

    Notaris di Jakarta, jatuh tempo kedua fasilitas kredit dimaksud tanggal 28 Agustus 2005.

  • 2

    Untuk kepastian menjamin ketertiban pembayaran lunas hutang maka Debitor memberikan jaminan kepada Kreditor berupa :

    a. Sebidang tanah Hak Milik No.69/Cibadak, terletak di Propinsi

    JawaBarat, Kabupaten Cianjur, Kecamatan Pacet, Desa Cibadak, seluas45.100 m atas nama "Rini Martini Dahliani", berikut segala

    sesuatu yang berdiri dan tertanam di atasnya;

    b. Sebidang tanah Hak Milik No.70/Cibadak, terletak di Propinsi Jawa

    Barat, Kabupaten Cianjur, Kecamatan Pacet, Desa Cibadak, seluas 46.900 m atas nama "Achmad Latief Alwy", berikut segala sesuatu

    yang berdiri dan tertanam di atasnya;

    c. Sebidang tanah Hak Milik No.593/Pabaton, terletak di Propinsi

    Jawa Barat, Kotamadya Bogor, Kecamatan Kota Bogor Utara,

    Kelurahan Pabaton, seluas 918 m atas nama "Rini Martini

    Dahliani", berikut segala sesuatu yang berdiri dan tertanam di

    atasnya;

    d. Sebidang tanah Hak Guna Bangunan No.438//Cikini, yang terletak

    di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kotamadya Jakarta

    Pusat, Kecamatan Menteng, Kelurahan Cikini, seluas 54 m atas

    nama "Rini Martini Dahliani", berikut segala sesuatu yang berdiri

    dan tertanam diatasnya;

    e. Jaminan secara Fiducia tagihan-tagihan dari Pemerintah Daerah

    Kota Bontang, Kalimantan Timur sesuai dengan Perjanjian

  • 3

    Kerjasama tanggal 20 Pebruari 2002 No.690/471/KOTA-B/ll/2002, No.AXIS/ PDAM-BTG/001/02 ;

    f. Sebidang tanah Hak Milik bekas Hak Guna Bangunan

    No.1046/Cikini, yang terletak di Propinsi Daerah Khusus Ibukota

    Jakarta, Kotamadya Jakarta Pusat, Kecamatan Menteng,

    Kelurahan Cikini seluas 134 m berikut bangunan yang berdiri di

    atasnya

    g. Mesin-mesin dan peralatan - peralatan yang dibeli ;

    Pada tanggal 6 September 2005 telah diadakan perubahan plafond

    dan perpanjangan atas fasilitas kredit berdasarkan Addendum Perjanjian Kredit No. XXXV/159/BUKI/ADD-PK/IX/2005 yaitu dapat dibayar kembali

    sebanyak-banyaknya sebesar Rp.17.347.841.898.- (tujuh belas miliar tiga ratus empat puluh tujuh juta delapan ratus empat puluh satu ribu delapan ratus sembilan puluh delapan rupiah) untuk Jangka waktu 4 bulan terhitung sejak tanggal 28 Agustus 2005.

    Kemudian diadakan perubahan lagi atas fasiiitas kredit tersebut di

    atas berdasarkan Addendum Perjanjian Kredit No.XXXV/240/BUKI/ADD-PK/XII/2005 tanggal 23 Desember 2005 yaitu menjadi utang pokok yang selalu dapat dibayar kembali sebanyak-banyaknya sebesar

    Rp.11.622.841.898.- (sebelas miliar enam ratus dua puluh dua juta delapan ratus empat puluh satu ribu delapan ratus sembilan puluh

    delapan rupiah) untuk jangka waktu 6 enam bulan terhitung sejak tanggal 28 Desember 2005. Selanjutnya berdasarkan Addendum Perjanjian Kredit

  • 4

    No.XXXVI/205/ BUKI/ADD-PK/XII/2006 tanggal 21 Desember 2006 atas

    fasilitas kredit tersebut di atas telah diadakan perpanjangan dalam waktu 6 bulan terhitung sejak tanggal 28 Desember 2006 sampai dengan tanggal 28 Juni 2007 ;

    Pada mulanya fasilitas kredit atas nama Debitor klasifikasinya

    lancar-lancar saja, akan tetapi sejak Nopember 2008 mulai menunjukkan ketidak-lancaran, untuk itu Keditor mulai memonitoring secara ketat dan

    melakukan upaya agar fasilitas kredit kembali dalam klasifikasi lancar.

    Namun dalam perjalanannya fasilitas kredit atas nama debitor telah mengalami kemacetan dan sampai dengan jatuh tempo tanggal 28 Juni 2007. Debitor dianggap tidak ada iktikad baik untuk menyelesaikan

    kewajiban fasilitas kreditnya, meskipun telah dilakukan pendekatan dan somasi untuk melunasi hutangnya yang telah jatuh tempo pada tanggal 30 Oktober 2009.

    Outstanding Fasilitas Kredit Modal Kerja sebagai berikut : a. Pokok Pinjaman Rp.10.622.841.898.-; b. Kewajiban Bunga Rp. 4.642.326.697,- ; c. Denda Rp. 2.114. 847.170,35 ;

    Total kewajiban Rp.17.380.015.765,35,- (tujuh belas miliar tiga ratus delapan puluh juta lima belas ribu tujuh ratus enam puluh lima rupiah koma tiga puluh lima sen). Selain itu Debitor ternyata mempunyai tunggakan hutang kepada Bank Mualamalat Cabang Arthaloka beralamat

    di Jalan Jend. Sudirman Kav. 2, Jakarta Pusat sebesar

  • 5

    Rp.87.125.902.872.- (delapan puluh tujuh miliar seratus dua puluh lima juta sembilan ratus dua ribu delapan ratus tujuh puluh dua rupiah) selaku Kreditur;

    Sehubungan dengan adanya utang yang sudah jatuh waktu dan adanya kreditor lain, maka Kreditor mengajukan permohonan pailit terhadap Debitor kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Putusan

    Pengadilan Niaga mengabulkan permohonan pailit tersebut, merasa tidak

    puas dengan putusan Pengadilan Niaga, Debitor mengajukan keberatan berupa kasasi ke Mahkamah Agung

  • 6

    BAB II

    PUTUSAN KASUS PT. ALTRA EXCIS INVESTAMA MELAWAN PT.

    BANK BUKOPIN

    Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah

    mengambil putusan yaitu putusan Nomor

    70/PAILIT/2009/PN.NIAGA.JKT.PST. tanggal 13 Januari 2010 yang

    amarnya menyatakan mengabulkan permohonan PT. Bank Bukopin

    selaku Kreditor yang menyebabkan PT. Altra Excis Investama selaku

    Debitor pailit dengan segala akibat hukumnya.

    Putusan MA Nomor 168 K/Pdt.Sus/2010 membatalkan putusan

    Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

    No.70/PAILIT/2009/PN.NIAGA.JKT.PST, tanggal 13 Januari 2010

    sehingga PT.Altra Excis Investama tidak lagi dalam keadaan pailit dan

    kedudukan hukumnya kembali seperti semula.

  • 7

    BAB III

    PERTIMBANGAN HAKIM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR

    168 K/Pdt.Sus/2010

    Terdapat beberapa alasan-alasan yang dapat dibenarkan karena

    judex Facti telah salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut :

    a. Surat Aksep tertanggal 6 September 2005 dan Surat dari Bank

    Cheking menyatakan bahwa PT. Altra Excis Investama No.

    rekening 001147001 50 berada dalam status kondisi macet tanggal

    10 Agustus 2009 terhadap PT. Bank Muamalat Jakarta sebesar

    Rp.69.111.339.304,- dan No. Rekening 001441001 79 pada PT.

    Bank Bukopin sebesar Rp.10.622.841.898,- tertanggal 30 Juni

    2007 ;

    b. Surat dari PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. menyatakan

    pembiayaan Almusyawaroh (Perpanjangan) atas nama PT. Altra Excis Investama dengan sisa outstanding sebesar

    Rp.69.111.339.304,- telah diselesaikan dengan mekanisme

    penyerahan asset atau offsetting jaminan berdasarkan akta No.309 tanggal 30 Desember 2009 jo Akta No.340 tanggal 30 Desember 2009 yang dibuat dihadapan Notaris Arry Supratno, SH. dan oleh

    karena PT. Bank Muamalat telah menerima dengan baik

    penyerahan asset dan menganggap hutang telah selesai, maka

  • 8

    hubungan perikatan hutang piutang (kreditor dan Debitor) telah berakhir ;

    c. Data Bank Cheking yang menunjukkan Rekening No.001147001 50 pada PT. Bank Muamalat sebesar Rp.69.111.339.304 status

    kondisi macet tertanggal 10 Agustus 2009 dibuat tertanggal 4

    Januari 2010 tidak dapat dijadikan alasan hutang belum selesai, karena berdasarkan surat dari PT. Bank Muamalat tertanggal 5

    Januari 2010 telah menerima baik mekanisme penjualan asset dan perubahan data pemindahbukuan pada Bank Cheking dilakukan

    setiap tanggal 12 bulan berjalan ; d. Debitor telah menyelesaikan hutang dengan PT. Bank Muamalat,

    dengan demikian syarat untuk dinyatakan pailit berdasarkan pasal

    2 ayat (1) jo pasal 8 ayat (4) Undang-undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang tidak terpenuhi;

  • 9

    BAB IV

    MASALAH HUKUM

    1. Bagaimana pertimbangan hakim Mahkamah Agung atas pengajuan kepailitan oleh Kreditor pada kasus PT. ALTRA EXCIS INVESTAMA melawan Bank

    Bukopin dikaitkan dengan UUKPKPU?

    2. Bagaimana kedudukan hukum Debitor dan Kreditor terhadap pembatalan

    putusan Mahkamah Agung Nomor 168 K/Pdt.Sus/2010 ditinjau berdasarkan UUKPKPU?

  • 10

    BAB V

    TINJAUAN MENGENAI HUKUM KEPAILITAN

    A. Tinjauan Umum Hukum Kepailitan Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu

    untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari

    para kreditornya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya

    disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan

    kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita

    umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah ada maupun

    yang akan ada dikemudian hari. 1

    Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator

    dibawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitur pailit tersebut secara proporsional

    (prorate parte) dan sesuai dengan struktur kreditor.2 Pengertian kepailitan selanjutnya dijabarkan pada Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUKPKPU) menyebutkan bahwa:

    1 M. Hadi Subhan, Hukum kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik Di Peradilan,

    Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 1. 2 Idem

  • 11

    Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit

    yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di

    bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam

    Undang-Undang ini.

    Mohammad Chaidir Ali berpendapat bahwa kepailitan adalah

    pembeslahan massal dan pembayaran yang merata serta pembagian

    yang seadil-adilnya diantara para kreditor dengan dibawah

    pengawasan pemerintah.3 Dalam pengertian kepailitan menurut

    Mohammad Chaidir Ali maka unsur-unsur kepailitan, yaitu:

    1. Pembeslahan massal, mempunyai pengertian bahwa dengan

    adanya vonis kepailitan, maka semua harta pailit kecuali yang

    tercantum dalam Pasal 20 Faillissement Verordening, di beslag

    untuk menjamin semua hak-hak kreditor pailit. 2. Pembayaran yang merata serta pembagian yang seadil-adilnya

    menurut posisi piutang dari para kreditor yaitu:

    a. Golongan kreditor separatis.

    b. Golongan kreditor preferen.

    c. Golongan kreditor konkuren.

    3. Dengan dibawah pengawasan pemerintah, artinya bahwa

    Pemerintah ikut campur dalam pengertian mengawasi dan

    mengatur penyelenggaraan penyelesaian utang pailit, dengan

    mengerahkan alat-alat perlengkapannya yaitu:

    3 Mohammad Chaidir Ali, dkk, Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Mandar

    Maju , Bandung, 1995, hlm. 10.

  • 12

    a. Hakim Pengadilan Niaga

    b. Hakim Komisaris

    c. Kurator

    Sutan Remy Sjahdeni mengemukakan bahwa tujuan dari hukum kepailitan adalah sebagai berikut:4

    1. Melindungi para kreditor konkuren untuk memperoleh hak mereka

    sehubungan dengan berlakunya asas jaminan, bahwa semua harta debitor baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang telah ada

    atau yang baru akan ada dikemudian hari menjadi jaminan bagi perikatan debitor yaitu dengan memberikan fasilitas dan prosedur

    untuk mereka dapat memenuhi tagihan-tagihannya terhadap

    debitor. Menurut hukum Indonesia asas jaminan tersebut dijamin dalam Pasal 1131 KUH Perdata. Hukum kepailitan menghindarkan

    saling rebut diantara kreditor terhadap harta debitor berkenaan

    dengan asas jaminan tersebut. Tanpa adanya Undang-undang Kepailitan, akan terjadi kreditor yang lebih kuat akan mendapat bagian yang lebih banyak dari kreditor yang lemah.

    2. Menjamin agar pembagian harta kekayaan debitor diantara para kreditor sesuai dengan asas pari passu membagi secara

    proporsional harta kekayaan debitor kepada para kreditor Konkuren

    atau unsecured creditors berdasarkan perimbangan besarnya

    4 Sutan Remy Sjahdeni, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No.37

    Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Grafiti, Jakarta, 2008, hlm. 38.

  • 13

    tagihan masing-masing kreditor tersebut. Di dalam hukum

    Indonesia asas pari passu dijamin dalam Pasal 1332 KUH Perdata. 3. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang

    dapat merugikan kepentingan para kreditor. Dengan dinyatakan

    seorang debitor pailit, debitor menjadi tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurus dan memindah tangankan harta

    kekayaannya yang dengan putusan pailit itu status hukum dari

    harta kekayaan debitor menjadi harta pailit

    B. Tinjauan Terhadap Syarat Pengajuan Permohonan Kepailitan Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU mendefinisikan pailit

    sebagai Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak

    membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas

    permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih

    kreditornya. Memperhatikan ketentuan di atas, dapat diketahui bahwa

    syarat untuk dapat dinyatakan pailit melalui putusan pengadilan

    adalah:5

    1. Terdapat minimal 2 orang kreditor;

    2. Debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang;

    3. Utang tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

    5 Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

    Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2006, hlm. 88-89

  • 14

    Syarat mengenai keharusan adanya dua atau lebih kreditor

    dikenal sebagai concursus creditorium. Apabila seorang debitor hanya

    memiliki satu orang kreditor, maka eksistensinya dari UU KPKPU

    kehilangan rasio detre-nya.6 Akibat eksistensi dari UUKPKPU hilang

    debitor hanya memiliki pihak atau 1 orang kreditornya saja maka cukup ditempuh penyelesaian dengan gugatan hukum perdata saja.7

    Dalam UUKPKPU terdapat perubahan pengertian tentang utang.

    Utang diartikan sebagai kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul

    karena perjanjian atau undang-undang, dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk

    mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.

    Pengertian utang dalam UUKPKU masih memiliki kelemahan.

    Adanya kelemahan berupa tidak diaturnya pembatasan jumlah nilai nominal utang di dalam hukum kepailitan, dilihat dari argumentasi

    yuridis menunjukkan bahwa dengan tidak dibatasi jumlah minimum utang sebagai dasar pengajuan permohonan kepailitan, maka akan terjadi penyimpangan hakikat kepailitan dari kepailitan sebagai pranata likuidasi yang cepat terhadap kondisi keuangan debitor yang tidak

    mampu melakukan pembayaran utangutangnya kepada para

    kreditormya, sehingga untuk mencegah terjadinya unlawful execution

    6 Sutan Remy Sjahdeni, Op.Cit., hlm. 53.

    7 Man S. Sastrawidjaja, Op.Cit., hlm. 19.

  • 15

    dari para kreditornya, kepailitan hanya menjadi alat tagih semata (debt collection tool).8

    Syarat pada poin ketiga di atas, menunjukkan bahwa adanya utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih menunjukkan bahwa kreditor sudah mempunyai hak untuk menuntut debitor untuk memenuhi

    Prestasinya. Ketentuan adanya syarat utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, menurut Sutan Remy Sjahdeini, kedua istilah tersebut memiliki pengertian dan kejadian yang berbeda. Suatu utang dikatakan sebagai utang yang telah jatuh waktu atau utang yang expired, yaitu utang yang dengan sendirinya menjadi utang yang telah dapat ditagih. Sedangkan utang yang telah dapat ditagih belum tentu merupakan

    utang yang telah jatuh waktu.9

    Adapun cara-cara pengajuan permohonan pernyataan kepailitan menurut pasal 6 Undang-Undang Kepailitan adalah sebagai berikut:

    1. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan 2. Panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal

    permohonan yang bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal

    pendaftaran.

    8 M. Hadi Subhan, Op.Cit., hlm. 93.

    9 Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hlm. 68-71.

  • 16

    3. Panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi institusi sebagaimana dalam pasal 2 ayat 2,3,4,dan 5 jika dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat-ayat tersebut.

    4. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada

    Ketua Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.

    5. Dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, Pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari siding.

    6. Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit

    diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.

    7. Atas permohonan Debitur dan berdasarkan alas an yang cukup,

    Pengadilan dapat menunda penyelenggaraan siding sebagaimana

    dimaksud pada ayat (5) sampai dengan paling lambat 25 (dua lima) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan

    C. Tinjauan Terhadap Akibat Hukum Debitor yang Mengalami Pailit Dengan adanya putusan pailit oleh pengadilan, Debitor masih

    diperkenankan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum dibidang

    harta kekayaan apabila dengan perbuatan hukum itu akan memberi

    keuntungan bagi harta kekayaan si Pailit, sebaliknya apabila dengan

  • 17

    perbuatan hukum itu justru akan merugikan harta kekayaan Debitor maka kerugian kerugian itu tidak mengikat harta kekayaan tersebut.10

    Putusan pailit oleh pengadilan tidak mengakibatkan Debitor

    kehilangan kecakapannya untuk melakukan perbuatan hukum

    (volkomen handelingsbevoegd) pada umumnya, tetapi hanya kehilangan kekuasaan atau kewenangannya untuk mengurus dan

    mengalihkan harta kekayaannya saja.

    Debitor tidaklah berada di bawah pengampuan, tidak kehilangan

    kemampuannya untuk melakukan perbuatan hukum yang menyangkut

    dirinya kecuali apabila menyangkut pengurusan dan pengalihan harta

    bendanya yang telah ada. Tindakan pengurusan dan pengalihan

    tersebut berada pada Kurator. Apabila menyangkut harta benda yang

    akan diperolehnya Debitor tetap dapat melakukan perbuatan hukum

    menerima harta benda yang akan diperolehnya itu, namun harta yang

    diperolehnya itu kemudian menjadi bagian dari harta pailit.11

    10 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan & Penundaan Pembayaran Di Indonesia, Raja

    Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 45-46. 11

    Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Faillissementsverordening Juncto Undang-Undang No.4 Tahun 1998, Pustaka Grafiti, Jakarta, 2002, hlm. 256-257.

  • 18

    BAB VI

    ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

    NOMOR 168 K/Pdt.Sus/2010

    A. Analisis Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Atas pengajuan Kepailitan Oleh Kreditor

    Salah satu syarat dapat diajukannya permohonan kepailitan adalah dengan adanya 2 kreditor atau lebih. Jono dalam bukunya

    menyebutkan jika debitor hanya memiliki satu kreditor, maka eksistensi Undang-Undang Kepailitan kehilangan raison detre-nya. Bila debitor

    hanya memiliki satu kreditor, maka seluruh harta kekayaan debitor

    otomatis menjadi jaminan atas pelunasan utang debitor tersebut dan tidak diperlukan pembagian secara pari passu pro rata parte, dan

    terhadap debitor tidak dapat dituntut pailit karena hanya mempunyai

    satu kreditor.1 UUKPKPU tidak mengatur secara tegas mengenai

    pembuktian bahwa debitor mempunyai dua kreditor atau lebih, namun

    oleh karena di dalam hukum kepailitan berlaku pula hukum acara

    perdata, maka Pasal 116 HIR berlaku dalam hal ini.

    Fakta yang terjadi adalah Debitor telah menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada Bank Muamalat dengan menyerahkan seluruh aset-aset Debitor, sebagaimana dituangkan dalam Akta Notaris Ari

    Supratno, SH No. 309 jo. Akta No.340 tanggal 30 Desember 2009,

    1 Jono, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 5.

  • 19

    maka dengan demikian utang Debitor dalam hal ini PT. Altra Excis

    Investama telah lunas kepada Bank Muamalat Indonesia

    Bahwa pembayaran utang telah dilaksanakan dengan cara

    offsetting. Offsetting adalah salah satu cara pelunasan hutang yang

    juga dapat dilihat didalam ketentuan Pasal 1381 KUHPerdata yang menyebut, cara penyerahan dan/atau tukar menukar dan/atau

    pengakuan dianggap dan dijadikan dasar sebagai hapusnya perikatan.

    Hapusnya perikatan tersebut mengakibatkan tidak ada lagi

    hubungan secara perikatan (utang-piutang) antara Debitor dengan Pihak Bank Muamalat. Hal ini bersesuaian juga dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/9/PBI/2007 tentang Perubahan Peraturan Bank

    Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva

    Produktif Bank Umum, yang lebih lanjut telah dituangkan dalam Salinan Statement Giro Perusahaan an. Debitor kepada PT. Bank Muamalat

    Indonesia dengan No. Rek. 3010146910 pada tanggal 31 Desember

    2009 telah dilakukan Offset Jaminan Pembiayaan senilai

    Rp.79.478.040.200,- (tujuh puluh sembilan milliar empat ratus tujuh puluh delapan juta empat puluh ribu dua ratus rupiah) atas pembayaran kewajiban pembiayaan sebesar Rp.69.111.339.304,- (enam puluh sembilan miliar seratus sebelas juta tiga ratus tiga puluh sembilan ribu tiga ratus empat rupiah) dan Rp.10.366.700.896,- (sepuluh miliar tiga ratus enam puluh enam juta tujuh ratus ribu delapan ratus sembilan puluh enam rupiah) sehingga dinyatakan telah lunas

  • 20

    Permohonan pailit yang diajukan oleh Kreditor untuk melengkapi syarat jumlah kreditur dengan melibatkan PT. Bank Muamalat Indonesia adalah Bank Checking tertanggal 04 Januari 2010 adalah

    sangat keliru dan kurang tepat, karena perubahan data

    pemindahbukuan pada Bank Checking dilakukan setiap tanggal 12

    bulan berjalan, yang kalau dilakukan Bank Checking pada tanggal 13 Januari 2010 akan menunjukkan data dan fakta yang lain. Sebab walaupun transaksi dilakukan sesuai dengan data Offsetting tanggal 31

    Desember 2009 maka dengan sendirinya perubahan pada Bank

    Checking akan terjadi pada tanggal 13 Januari 2010.

    Dengan demikian, Debitor tidak memiliki kreditor lain selain PT.

    BANK BUKOPIN, maka Putusan Pailit pada Pengadilan Niaga Jakarta

    Pusat Nomor 70/PAILIT/2009/PN.NIAGA.JKT.PST tidak memenuhi

    ketentuan syarat-syarat Pailit yang telah diatur dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU sehingga pertimbangan hukum Judex Facti bertentangan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI. bahwa

    "bila tidak terdapat kreditur lain maka Permohonan Pernyataan Pailit

    harus dinyatakan tidak dapat diterima/gugur.

  • 21

    B. Analisis Kedudukan Hukum Debitor dan Kreditor Terhadap

    Pembatalan Putusan Pailit

    Akibat hukum dari putusan pailit terhadap debitor beserta segala

    harta kekayaannya, sebagaimana diatur dalam Undang-undang no. 37

    tahun 2004 tentang Kerpailitan dan PKPU, memiliki pengaruh langsung

    terhadap hak keperdataan baik bagi debitor maupun kreditor, yang

    secara esensial dapat di lihat dari beberapa uraian pasal sebagai

    berikut:

    1. Pasal 21 UUKPKPU menyatakan kepailitan meliputi seluruh

    kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan

    serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan, ketentuan

    ini dapat dimaknai bahwa harta milik debitor pailit beserta yang

    diperoleh selama kepailitan masuk dalam sitaan umum.

    2. Pasal 24 ayat (1) UUKPKPU, menyebutkan Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya

    yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pailit diucapkan, mengenai ketentuan ini hanya terbatas pada harta

    kekayaan tapi tidak hak perdata atas status pribadinya

    3. Pasal 25 UUKPKPU, semua perikatan debitor yang terbit sesudah

    putusan pernyataan pailit tidak lagi dapat dibayar dari harta pailit,

    kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit, hal ini jelas jika dilanggar oleh debitor pailit maka perbuatannya tidak mengikat kekayaannya tersebut.

  • 22

    4. Pasal 26 UUKPKPU, tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator dan dalam hal tuntutan dimaksud diajukan oleh atau terhadap debitor pailit, maka apabila tuntutan tersebut mengakibatkan suatu

    penghukuman terhadap debitor pailit, penghukuman tersebut tidak

    mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit, ini artinya bahwa

    pembayaran piutang debitor pailit tidak boleh lagi ditujukan kepada Debitor tapi harus kepada kurator.

    5. Pasal 31 UUKPKPU menyatakan bahwa putusan pernyataan pailit

    berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan Pengadilan

    terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yg telah dimulai

    sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu putusan yang dapat di laksanakan termasuk atau juga dengan menyandera debitor dan semua penyitaan yang telah

    dilakukan menjadi hapus dan jika diperlukan hakim pengawas harus memerintahkan pencoretannya, makna ketentuan ini adalah

    bahwa penetapan putusan pengadilan sebelumnya harus

    dihentikan, semua penyitaan yang telah dilakukan menjadi hapus.

    Melihat dari penjabaran diatas maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kedudukan hukum debitor berubah ketika

    dinyatakan pailit. Debitor tidak lagi dapat mengurus dan menguasai

    harta bendanya. Segala tanggung jawab berubah menjadi tanggung jawab kurator dalam membagi harta debitor kepada kreditor secara

  • 23

    adil. Dengan demikian segala akibat hukum terhadap harta pailit

    berpindah dari debitor kepada kurator.

    Selain bagi debitor pernyataan pailitnya debitor juga membawa akibat hukum bagi kreditor. Bagi kreditor adalah kedudukan para

    kreditor sama (patrias sreditorum) dan karenanya mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi boedel pailit sesuai dengan

    besarnya tagihan mereka masing-masing (paripassa pro rata parte), kecuali golongan kreditor pemegang hak agunan atas kebendaan

    (Pasal 59 UU Kepailitan dan PKPU) dan golongan kreditor yang haknya didahulukan berdasarkan Undang-Undang Kepailitan dan

    peraturan perundangundangan lainnya (Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUHPerdata)

    Jika suatu putusan pailit mengalami pembatalan, maka

    kedudukan para pihak akan turut berubah menjadi semula. Debitor yang pada mulanya tidak dapat mengurus dan menguasai harta

    bendanya kembali dapat mengatur harta kekayaannya, sedangkan

    Kreditor tetap dapat menagih utang yang telah jatuh tempo. Dikaitkan dengan kasus diatas, maka kedudukan Debitor dan Kreditor kembali

    seperti semua. Debitor dapat mengurus harta kekayaannya sendiri dan

    tetap harus memenuhi kewajibannya terhadap Kreditor. Sedangkan untuk Kreditor tetap akan mendapatkan haknya, upaya yang dapat

    dilakukan olej Kreditor bukan lagi mengajukan permohonan pailit

  • 24

    kepada Pengadilan Niaga, namun pengajuan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri.

  • 25

    BAB VII

    KESIMPULAN

    A. Pertimbangan hakim Mahkamah Agung atas pengajuan kepailitan oleh Kreditor pada kasus PT. Altra Excis Investama melawan Bank Bukopin sudah

    tepat karena terbukti adanya pelunasan yang dilakukan Debitor kepada PT.

    Bank Muamalat, dengan demikian benar adanya pembatalan putusan oleh

    Mahkamah Agung karena hanya terdapat satu kreditor dan tidak sesuai

    denga UUKPKPU.

    B. Kedudukan hukum Debitor dan Kreditor terhadap pembatalan putusan

    Mahkamah Agung Nomor 168 K/Pdt.Sus/2010 kembali seperti semua.

    Debitor kembali dapat mengurus dan mengatur harta kekayaannya, namun

    tetap harus melaksanakan kewajibannya terhadap Kreditor. Kreditor tetap dapat menagih haknya.

  • 26

    DAFTAR PUSTAKA

    A. Buku

    Jono, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008

    M. Hadi Subhan, Hukum kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik Di Peradilan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008

    Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2006

    Mohammad Chaidir Ali, dkk, Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Mandar Maju , Bandung, 1995

    Sutan Remy Sjahdeni, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Grafiti, Jakarta, 2008

    ----------, Hukum Kepailitan Memahami Faillissementsverordening Juncto Undang-Undang No.4 Tahun 1998, Pustaka Grafiti, Jakarta, 2002

    Zainal Asikin, Hukum Kepailitan & Penundaan Pembayaran Di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001

    B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

    Kitab Undang-undang Hukum Perdata

    Undang-undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)