Download pdf - TUGAS KEPAILITAN

Transcript
Page 1: TUGAS KEPAILITAN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 168 K/Pdt.Sus/2010 TENTANG PERKARA

KEPAILITAN ANTARA PT. ALTRA EXCIS INVESTAMA MELAWAN PT. BANK BUKOPIN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Hukum Kepailitan Dalam Mengikuti Program Magister Ilmu Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Padjajaran

KELAS A Disusun oleh:

Keko Arantasari 110120120036

Dosen Pengajar :

Prof. Dr. H. Man S. Sastrawidjaja, S.H., S.U Dr. H. Isis Ikhwansyah, S.H. M.H., CN

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS PADJAJARAN

BANDUNG 2013

Page 2: TUGAS KEPAILITAN

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................... i

BAB I Kasus Posisi Antara PT. Altra Excis Investama dengan PT.

Bank Bukopin ............................................................................ 1

BAB II Putusan Sengketa Antara PT. Altra Excis Investama dengan

PT. Bank Bukopin ..................................................................... 6

BAB III Pertimbangan Hakim Terhadap Putusan Nomor 168

K/Pdt.Sus/2010.......................................................................... 7

BAB IV Rumusan Masalah ..................................................................... 9

BAB V Tinjauan Mengenai Hukum Kepailitan

A. Tinjauan Umum Hukum Kepailitan ..................................... 10

B. Tinjauan Terhadap Syarat Pengajuan Permohonan

Kepailitan ........................................................................... 13

C. Tinjauan Terhadap Akibat Hukum Debitor yang Mengalami

Pailit ................................................................................... 16

BAB VI Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 168 K/Pdt.Sus/2010

A. Analisis Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Atas

pengajuan Kepailitan Oleh Kreditor .................................... 18

B. Analisis Kedudukan Hukum Debitor dan Kreditor Terhadap

Pembatalan Putusan Pailit ................................................... 21

BAB VII Kesimpulan .............................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 26

LAMPIRAN PUTUSAN

Page 3: TUGAS KEPAILITAN

1

BAB I

KASUS POSISI ANTARA PT. ALTRA EXCIS INVESTAMA MELAWAN

PT. BANK BUKOPIN

Kasus ini merupakan perkara antara PT. Altra Excis Investama,

berkedudukan di Jalan H.R. Rasuna Said Kaveling B-5 Kuningan Jakarta

Selatan yang bertindak sebagai Debitor terhadap PT. BANK BUKOPIN,

berkedudukan di Gedung Bank Bukopin Jalan M.T. Haryono Kav.50-51,

Jakarta Selatanyang bertindak selaku Kreditor.

Debitor dan Kreditor mempunyai hubungan hukum berupa

perjanjian kredit. Kreditor memberikan fasilitas kredit kepada Debitor

berupa Modal Kerja dengan Setting Kredit Reguler berupa uang dengan

jumlah Plafond sebanyak-banyaknya sebesar Rp.30.000,000.000,- (tiga

puluh miliar rupiah) (hutang A) yang akan dipergunakan untuk modal kerja

pembangunan sarana dan prasarana air dan sebesar Rp.5.700.000.000.-

(lima miliar tujuh ratus juta rupiah) (hutang B) yang akan dipergunakan

untuk pembayaran bunga kredit selama pembangunan kontruksi,

berdasarkan Akta Perjanjian Kredit dengan Memakai Jaminan No.54

tanggal 28 Agustus 2002 dan Akta Pengakuan Hutang No.55 tanggal 28

Agustus 2002 yang dibuat dihadapan Notaris Tetty Herawati, SH. MH.,

Notaris di Jakarta, jatuh tempo kedua fasilitas kredit dimaksud tanggal 28

Agustus 2005.

Page 4: TUGAS KEPAILITAN

2

Untuk kepastian menjamin ketertiban pembayaran lunas hutang

maka Debitor memberikan jaminan kepada Kreditor berupa :

a. Sebidang tanah Hak Milik No.69/Cibadak, terletak di Propinsi

JawaBarat, Kabupaten Cianjur, Kecamatan Pacet, Desa Cibadak,

seluas45.100 m² atas nama "Rini Martini Dahliani", berikut segala

sesuatu yang berdiri dan tertanam di atasnya;

b. Sebidang tanah Hak Milik No.70/Cibadak, terletak di Propinsi Jawa

Barat, Kabupaten Cianjur, Kecamatan Pacet, Desa Cibadak, seluas

46.900 m² atas nama "Achmad Latief Alwy", berikut segala sesuatu

yang berdiri dan tertanam di atasnya;

c. Sebidang tanah Hak Milik No.593/Pabaton, terletak di Propinsi

Jawa Barat, Kotamadya Bogor, Kecamatan Kota Bogor Utara,

Kelurahan Pabaton, seluas 918 m² atas nama "Rini Martini

Dahliani", berikut segala sesuatu yang berdiri dan tertanam di

atasnya;

d. Sebidang tanah Hak Guna Bangunan No.438//Cikini, yang terletak

di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kotamadya Jakarta

Pusat, Kecamatan Menteng, Kelurahan Cikini, seluas 54 m² atas

nama "Rini Martini Dahliani", berikut segala sesuatu yang berdiri

dan tertanam diatasnya;

e. Jaminan secara Fiducia tagihan-tagihan dari Pemerintah Daerah

Kota Bontang, Kalimantan Timur sesuai dengan Perjanjian

Page 5: TUGAS KEPAILITAN

3

Kerjasama tanggal 20 Pebruari 2002 No.690/471/KOTA-B/ll/2002,

No.AXIS/ PDAM-BTG/001/02 ;

f. Sebidang tanah Hak Milik bekas Hak Guna Bangunan

No.1046/Cikini, yang terletak di Propinsi Daerah Khusus Ibukota

Jakarta, Kotamadya Jakarta Pusat, Kecamatan Menteng,

Kelurahan Cikini seluas 134 m² berikut bangunan yang berdiri di

atasnya

g. Mesin-mesin dan peralatan - peralatan yang dibeli ;

Pada tanggal 6 September 2005 telah diadakan perubahan plafond

dan perpanjangan atas fasilitas kredit berdasarkan Addendum Perjanjian

Kredit No. XXXV/159/BUKI/ADD-PK/IX/2005 yaitu dapat dibayar kembali

sebanyak-banyaknya sebesar Rp.17.347.841.898.- (tujuh belas miliar tiga

ratus empat puluh tujuh juta delapan ratus empat puluh satu ribu delapan

ratus sembilan puluh delapan rupiah) untuk Jangka waktu 4 bulan

terhitung sejak tanggal 28 Agustus 2005.

Kemudian diadakan perubahan lagi atas fasiiitas kredit tersebut di

atas berdasarkan Addendum Perjanjian Kredit No.XXXV/240/BUKI/ADD-

PK/XII/2005 tanggal 23 Desember 2005 yaitu menjadi utang pokok yang

selalu dapat dibayar kembali sebanyak-banyaknya sebesar

Rp.11.622.841.898.- (sebelas miliar enam ratus dua puluh dua juta

delapan ratus empat puluh satu ribu delapan ratus sembilan puluh

delapan rupiah) untuk jangka waktu 6 enam bulan terhitung sejak tanggal

28 Desember 2005. Selanjutnya berdasarkan Addendum Perjanjian Kredit

Page 6: TUGAS KEPAILITAN

4

No.XXXVI/205/ BUKI/ADD-PK/XII/2006 tanggal 21 Desember 2006 atas

fasilitas kredit tersebut di atas telah diadakan perpanjangan dalam waktu

6 bulan terhitung sejak tanggal 28 Desember 2006 sampai dengan

tanggal 28 Juni 2007 ;

Pada mulanya fasilitas kredit atas nama Debitor klasifikasinya

lancar-lancar saja, akan tetapi sejak Nopember 2008 mulai menunjukkan

ketidak-lancaran, untuk itu Keditor mulai memonitoring secara ketat dan

melakukan upaya agar fasilitas kredit kembali dalam klasifikasi lancar.

Namun dalam perjalanannya fasilitas kredit atas nama debitor telah

mengalami kemacetan dan sampai dengan jatuh tempo tanggal 28 Juni

2007. Debitor dianggap tidak ada iktikad baik untuk menyelesaikan

kewajiban fasilitas kreditnya, meskipun telah dilakukan pendekatan dan

somasi untuk melunasi hutangnya yang telah jatuh tempo pada tanggal 30

Oktober 2009.

Outstanding Fasilitas Kredit Modal Kerja sebagai berikut :

a. Pokok Pinjaman Rp.10.622.841.898.-;

b. Kewajiban Bunga Rp. 4.642.326.697,- ;

c. Denda Rp. 2.114. 847.170,35 ;

Total kewajiban Rp.17.380.015.765,35,- (tujuh belas miliar tiga ratus

delapan puluh juta lima belas ribu tujuh ratus enam puluh lima rupiah

koma tiga puluh lima sen). Selain itu Debitor ternyata mempunyai

tunggakan hutang kepada Bank Mualamalat Cabang Arthaloka beralamat

di Jalan Jend. Sudirman Kav. 2, Jakarta Pusat sebesar

Page 7: TUGAS KEPAILITAN

5

Rp.87.125.902.872.- (delapan puluh tujuh miliar seratus dua puluh lima

juta sembilan ratus dua ribu delapan ratus tujuh puluh dua rupiah) selaku

Kreditur;

Sehubungan dengan adanya utang yang sudah jatuh waktu dan

adanya kreditor lain, maka Kreditor mengajukan permohonan pailit

terhadap Debitor kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Putusan

Pengadilan Niaga mengabulkan permohonan pailit tersebut, merasa tidak

puas dengan putusan Pengadilan Niaga, Debitor mengajukan keberatan

berupa kasasi ke Mahkamah Agung

Page 8: TUGAS KEPAILITAN

6

BAB II

PUTUSAN KASUS PT. ALTRA EXCIS INVESTAMA MELAWAN PT.

BANK BUKOPIN

Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah

mengambil putusan yaitu putusan Nomor

70/PAILIT/2009/PN.NIAGA.JKT.PST. tanggal 13 Januari 2010 yang

amarnya menyatakan mengabulkan permohonan PT. Bank Bukopin

selaku Kreditor yang menyebabkan PT. Altra Excis Investama selaku

Debitor pailit dengan segala akibat hukumnya.

Putusan MA Nomor 168 K/Pdt.Sus/2010 membatalkan putusan

Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

No.70/PAILIT/2009/PN.NIAGA.JKT.PST, tanggal 13 Januari 2010

sehingga PT.Altra Excis Investama tidak lagi dalam keadaan pailit dan

kedudukan hukumnya kembali seperti semula.

Page 9: TUGAS KEPAILITAN

7

BAB III

PERTIMBANGAN HAKIM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR

168 K/Pdt.Sus/2010

Terdapat beberapa alasan-alasan yang dapat dibenarkan karena

judex Facti telah salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan

sebagai berikut :

a. Surat Aksep tertanggal 6 September 2005 dan Surat dari Bank

Cheking menyatakan bahwa PT. Altra Excis Investama No.

rekening 001147001 50 berada dalam status kondisi macet tanggal

10 Agustus 2009 terhadap PT. Bank Muamalat Jakarta sebesar

Rp.69.111.339.304,- dan No. Rekening 001441001 79 pada PT.

Bank Bukopin sebesar Rp.10.622.841.898,- tertanggal 30 Juni

2007 ;

b. Surat dari PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. menyatakan

pembiayaan Almusyawaroh (Perpanjangan) atas nama PT. Altra

Excis Investama dengan sisa outstanding sebesar

Rp.69.111.339.304,- telah diselesaikan dengan mekanisme

penyerahan asset atau offsetting jaminan berdasarkan akta No.309

tanggal 30 Desember 2009 jo Akta No.340 tanggal 30 Desember

2009 yang dibuat dihadapan Notaris Arry Supratno, SH. dan oleh

karena PT. Bank Muamalat telah menerima dengan baik

penyerahan asset dan menganggap hutang telah selesai, maka

Page 10: TUGAS KEPAILITAN

8

hubungan perikatan hutang piutang (kreditor dan Debitor) telah

berakhir ;

c. Data Bank Cheking yang menunjukkan Rekening No.001147001 50

pada PT. Bank Muamalat sebesar Rp.69.111.339.304 status

kondisi macet tertanggal 10 Agustus 2009 dibuat tertanggal 4

Januari 2010 tidak dapat dijadikan alasan hutang belum selesai,

karena berdasarkan surat dari PT. Bank Muamalat tertanggal 5

Januari 2010 telah menerima baik mekanisme penjualan asset dan

perubahan data pemindahbukuan pada Bank Cheking dilakukan

setiap tanggal 12 bulan berjalan ;

d. Debitor telah menyelesaikan hutang dengan PT. Bank Muamalat,

dengan demikian syarat untuk dinyatakan pailit berdasarkan pasal

2 ayat (1) jo pasal 8 ayat (4) Undang-undang No.37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang

tidak terpenuhi;

Page 11: TUGAS KEPAILITAN

9

BAB IV

MASALAH HUKUM

1. Bagaimana pertimbangan hakim Mahkamah Agung atas pengajuan kepailitan

oleh Kreditor pada kasus PT. ALTRA EXCIS INVESTAMA melawan Bank

Bukopin dikaitkan dengan UUKPKPU?

2. Bagaimana kedudukan hukum Debitor dan Kreditor terhadap pembatalan

putusan Mahkamah Agung Nomor 168 K/Pdt.Sus/2010 ditinjau berdasarkan

UUKPKPU?

Page 12: TUGAS KEPAILITAN

10

BAB V

TINJAUAN MENGENAI HUKUM KEPAILITAN

A. Tinjauan Umum Hukum Kepailitan

Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu

untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari

para kreditornya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya

disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari

usaha debitor yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan

kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita

umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah ada maupun

yang akan ada dikemudian hari. 1

Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator

dibawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama

menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk

membayar seluruh utang debitur pailit tersebut secara proporsional

(prorate parte) dan sesuai dengan struktur kreditor.2 Pengertian

kepailitan selanjutnya dijabarkan pada Pasal 1 ayat (1) Undang-undang

No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUKPKPU) menyebutkan

bahwa:

1 M. Hadi Subhan, Hukum kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik Di Peradilan,

Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 1. 2 Idem

Page 13: TUGAS KEPAILITAN

11

“Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit

yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di

bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang ini.

Mohammad Chaidir Ali berpendapat bahwa kepailitan adalah

pembeslahan massal dan pembayaran yang merata serta pembagian

yang seadil-adilnya diantara para kreditor dengan dibawah

pengawasan pemerintah.3 Dalam pengertian kepailitan menurut

Mohammad Chaidir Ali maka unsur-unsur kepailitan, yaitu:

1. Pembeslahan massal, mempunyai pengertian bahwa dengan

adanya vonis kepailitan, maka semua harta pailit kecuali yang

tercantum dalam Pasal 20 Faillissement Verordening, di beslag

untuk menjamin semua hak-hak kreditor pailit.

2. Pembayaran yang merata serta pembagian yang seadil-adilnya

menurut posisi piutang dari para kreditor yaitu:

a. Golongan kreditor separatis.

b. Golongan kreditor preferen.

c. Golongan kreditor konkuren.

3. Dengan dibawah pengawasan pemerintah, artinya bahwa

Pemerintah ikut campur dalam pengertian mengawasi dan

mengatur penyelenggaraan penyelesaian utang pailit, dengan

mengerahkan alat-alat perlengkapannya yaitu:

3 Mohammad Chaidir Ali, dkk, Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Mandar

Maju , Bandung, 1995, hlm. 10.

Page 14: TUGAS KEPAILITAN

12

a. Hakim Pengadilan Niaga

b. Hakim Komisaris

c. Kurator

Sutan Remy Sjahdeni mengemukakan bahwa tujuan dari hukum

kepailitan adalah sebagai berikut:4

1. Melindungi para kreditor konkuren untuk memperoleh hak mereka

sehubungan dengan berlakunya asas jaminan, bahwa semua harta

debitor baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang telah ada

atau yang baru akan ada dikemudian hari menjadi jaminan bagi

perikatan debitor yaitu dengan memberikan fasilitas dan prosedur

untuk mereka dapat memenuhi tagihan-tagihannya terhadap

debitor. Menurut hukum Indonesia asas jaminan tersebut dijamin

dalam Pasal 1131 KUH Perdata. Hukum kepailitan menghindarkan

saling rebut diantara kreditor terhadap harta debitor berkenaan

dengan asas jaminan tersebut. Tanpa adanya Undang-undang

Kepailitan, akan terjadi kreditor yang lebih kuat akan mendapat

bagian yang lebih banyak dari kreditor yang lemah.

2. Menjamin agar pembagian harta kekayaan debitor diantara para

kreditor sesuai dengan asas pari passu membagi secara

proporsional harta kekayaan debitor kepada para kreditor Konkuren

atau unsecured creditors berdasarkan perimbangan besarnya

4 Sutan Remy Sjahdeni, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No.37

Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Grafiti, Jakarta, 2008, hlm. 38.

Page 15: TUGAS KEPAILITAN

13

tagihan masing-masing kreditor tersebut. Di dalam hukum

Indonesia asas pari passu dijamin dalam Pasal 1332 KUH Perdata.

3. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang

dapat merugikan kepentingan para kreditor. Dengan dinyatakan

seorang debitor pailit, debitor menjadi tidak lagi memiliki

kewenangan untuk mengurus dan memindah tangankan harta

kekayaannya yang dengan putusan pailit itu status hukum dari

harta kekayaan debitor menjadi harta pailit

B. Tinjauan Terhadap Syarat Pengajuan Permohonan Kepailitan

Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU mendefinisikan pailit

sebagai Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak

membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan

dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas

permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih

kreditornya. Memperhatikan ketentuan di atas, dapat diketahui bahwa

syarat untuk dapat dinyatakan pailit melalui putusan pengadilan

adalah:5

1. Terdapat minimal 2 orang kreditor;

2. Debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang;

3. Utang tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

5 Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2006, hlm. 88-89

Page 16: TUGAS KEPAILITAN

14

Syarat mengenai keharusan adanya dua atau lebih kreditor

dikenal sebagai concursus creditorium. Apabila seorang debitor hanya

memiliki satu orang kreditor, maka eksistensinya dari UU KPKPU

kehilangan rasio d’etre-nya.6 Akibat eksistensi dari UUKPKPU hilang

debitor hanya memiliki pihak atau 1 orang kreditornya saja maka cukup

ditempuh penyelesaian dengan gugatan hukum perdata saja.7

Dalam UUKPKPU terdapat perubahan pengertian tentang utang.

Utang diartikan sebagai kewajiban yang dinyatakan atau dapat

dinyatakan dalam jumlah uang dalam mata uang Indonesia maupun

mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul

karena perjanjian atau undang-undang, dan yang wajib dipenuhi oleh

debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk

mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.

Pengertian utang dalam UUKPKU masih memiliki kelemahan.

Adanya kelemahan berupa tidak diaturnya pembatasan jumlah nilai

nominal utang di dalam hukum kepailitan, dilihat dari argumentasi

yuridis menunjukkan bahwa dengan tidak dibatasi jumlah minimum

utang sebagai dasar pengajuan permohonan kepailitan, maka akan

terjadi penyimpangan hakikat kepailitan dari kepailitan sebagai pranata

likuidasi yang cepat terhadap kondisi keuangan debitor yang tidak

mampu melakukan pembayaran utangutangnya kepada para

kreditormya, sehingga untuk mencegah terjadinya unlawful execution

6 Sutan Remy Sjahdeni, Op.Cit., hlm. 53. 7 Man S. Sastrawidjaja, Op.Cit., hlm. 19.

Page 17: TUGAS KEPAILITAN

15

dari para kreditornya, kepailitan hanya menjadi alat tagih semata (debt

collection tool).8

Syarat pada poin ketiga di atas, menunjukkan bahwa adanya

utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih menunjukkan bahwa

kreditor sudah mempunyai hak untuk menuntut debitor untuk memenuhi

Prestasinya. Ketentuan adanya syarat utang yang telah jatuh waktu dan

dapat ditagih, menurut Sutan Remy Sjahdeini, kedua istilah tersebut

memiliki pengertian dan kejadian yang berbeda. Suatu utang dikatakan

sebagai utang yang telah jatuh waktu atau utang yang expired, yaitu

utang yang dengan sendirinya menjadi utang yang telah dapat ditagih.

Sedangkan utang yang telah dapat ditagih belum tentu merupakan

utang yang telah jatuh waktu.9

Adapun cara-cara pengajuan permohonan pernyataan kepailitan

menurut pasal 6 Undang-Undang Kepailitan adalah sebagai berikut:

1. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan

2. Panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal

permohonan yang bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon

diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat

yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal

pendaftaran.

8 M. Hadi Subhan, Op.Cit., hlm. 93. 9 Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hlm. 68-71.

Page 18: TUGAS KEPAILITAN

16

3. Panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit

bagi institusi sebagaimana dalam pasal 2 ayat 2,3,4,dan 5 jika

dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat-ayat tersebut.

4. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada

Ketua Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal

permohonan didaftarkan.

5. Dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal

permohonan pernyataan pailit didaftarkan, Pengadilan mempelajari

permohonan dan menetapkan hari siding.

6. Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit

diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh)

hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.

7. Atas permohonan Debitur dan berdasarkan alas an yang cukup,

Pengadilan dapat menunda penyelenggaraan siding sebagaimana

dimaksud pada ayat (5) sampai dengan paling lambat 25 (dua lima)

hari setelah tanggal permohonan didaftarkan

C. Tinjauan Terhadap Akibat Hukum Debitor yang Mengalami Pailit

Dengan adanya putusan pailit oleh pengadilan, Debitor masih

diperkenankan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum dibidang

harta kekayaan apabila dengan perbuatan hukum itu akan memberi

keuntungan bagi harta kekayaan si Pailit, sebaliknya apabila dengan

Page 19: TUGAS KEPAILITAN

17

perbuatan hukum itu justru akan merugikan harta kekayaan Debitor

maka kerugian kerugian itu tidak mengikat harta kekayaan tersebut.10

Putusan pailit oleh pengadilan tidak mengakibatkan Debitor

kehilangan kecakapannya untuk melakukan perbuatan hukum

(volkomen handelingsbevoegd) pada umumnya, tetapi hanya

kehilangan kekuasaan atau kewenangannya untuk mengurus dan

mengalihkan harta kekayaannya saja.

Debitor tidaklah berada di bawah pengampuan, tidak kehilangan

kemampuannya untuk melakukan perbuatan hukum yang menyangkut

dirinya kecuali apabila menyangkut pengurusan dan pengalihan harta

bendanya yang telah ada. Tindakan pengurusan dan pengalihan

tersebut berada pada Kurator. Apabila menyangkut harta benda yang

akan diperolehnya Debitor tetap dapat melakukan perbuatan hukum

menerima harta benda yang akan diperolehnya itu, namun harta yang

diperolehnya itu kemudian menjadi bagian dari harta pailit.11

10 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan & Penundaan Pembayaran Di Indonesia, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 45-46. 11 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami

Faillissementsverordening Juncto Undang-Undang No.4 Tahun 1998, Pustaka Grafiti, Jakarta, 2002, hlm. 256-257.

Page 20: TUGAS KEPAILITAN

18

BAB VI

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

NOMOR 168 K/Pdt.Sus/2010

A. Analisis Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Atas pengajuan

Kepailitan Oleh Kreditor

Salah satu syarat dapat diajukannya permohonan kepailitan

adalah dengan adanya 2 kreditor atau lebih. Jono dalam bukunya

menyebutkan jika debitor hanya memiliki satu kreditor, maka eksistensi

Undang-Undang Kepailitan kehilangan raison d’etre-nya. Bila debitor

hanya memiliki satu kreditor, maka seluruh harta kekayaan debitor

otomatis menjadi jaminan atas pelunasan utang debitor tersebut dan

tidak diperlukan pembagian secara pari passu pro rata parte, dan

terhadap debitor tidak dapat dituntut pailit karena hanya mempunyai

satu kreditor.1 UUKPKPU tidak mengatur secara tegas mengenai

pembuktian bahwa debitor mempunyai dua kreditor atau lebih, namun

oleh karena di dalam hukum kepailitan berlaku pula hukum acara

perdata, maka Pasal 116 HIR berlaku dalam hal ini.

Fakta yang terjadi adalah Debitor telah menyelesaikan seluruh

kewajibannya kepada Bank Muamalat dengan menyerahkan seluruh

aset-aset Debitor, sebagaimana dituangkan dalam Akta Notaris Ari

Supratno, SH No. 309 jo. Akta No.340 tanggal 30 Desember 2009,

1 Jono, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 5.

Page 21: TUGAS KEPAILITAN

19

maka dengan demikian utang Debitor dalam hal ini PT. Altra Excis

Investama telah lunas kepada Bank Muamalat Indonesia

Bahwa pembayaran utang telah dilaksanakan dengan cara

offsetting. Offsetting adalah salah satu cara pelunasan hutang yang

juga dapat dilihat didalam ketentuan Pasal 1381 KUHPerdata yang

menyebut, cara penyerahan dan/atau tukar menukar dan/atau

pengakuan dianggap dan dijadikan dasar sebagai hapusnya perikatan.

Hapusnya perikatan tersebut mengakibatkan tidak ada lagi

hubungan secara perikatan (utang-piutang) antara Debitor dengan

Pihak Bank Muamalat. Hal ini bersesuaian juga dengan Peraturan Bank

Indonesia Nomor 9/9/PBI/2007 tentang Perubahan Peraturan Bank

Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva

Produktif Bank Umum, yang lebih lanjut telah dituangkan dalam Salinan

Statement Giro Perusahaan an. Debitor kepada PT. Bank Muamalat

Indonesia dengan No. Rek. 3010146910 pada tanggal 31 Desember

2009 telah dilakukan Offset Jaminan Pembiayaan senilai

Rp.79.478.040.200,- (tujuh puluh sembilan milliar empat ratus tujuh

puluh delapan juta empat puluh ribu dua ratus rupiah) atas pembayaran

kewajiban pembiayaan sebesar Rp.69.111.339.304,- (enam puluh

sembilan miliar seratus sebelas juta tiga ratus tiga puluh sembilan ribu

tiga ratus empat rupiah) dan Rp.10.366.700.896,- (sepuluh miliar tiga

ratus enam puluh enam juta tujuh ratus ribu delapan ratus sembilan

puluh enam rupiah) sehingga dinyatakan telah lunas

Page 22: TUGAS KEPAILITAN

20

Permohonan pailit yang diajukan oleh Kreditor untuk melengkapi

syarat jumlah kreditur dengan melibatkan PT. Bank Muamalat

Indonesia adalah Bank Checking tertanggal 04 Januari 2010 adalah

sangat keliru dan kurang tepat, karena perubahan data

pemindahbukuan pada Bank Checking dilakukan setiap tanggal 12

bulan berjalan, yang kalau dilakukan Bank Checking pada tanggal 13

Januari 2010 akan menunjukkan data dan fakta yang lain. Sebab

walaupun transaksi dilakukan sesuai dengan data Offsetting tanggal 31

Desember 2009 maka dengan sendirinya perubahan pada Bank

Checking akan terjadi pada tanggal 13 Januari 2010.

Dengan demikian, Debitor tidak memiliki kreditor lain selain PT.

BANK BUKOPIN, maka Putusan Pailit pada Pengadilan Niaga Jakarta

Pusat Nomor 70/PAILIT/2009/PN.NIAGA.JKT.PST tidak memenuhi

ketentuan syarat-syarat Pailit yang telah diatur dalam Pasal 2 ayat (1)

jo. Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU sehingga pertimbangan hukum Judex

Facti bertentangan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI. bahwa

"bila tidak terdapat kreditur lain maka Permohonan Pernyataan Pailit

harus dinyatakan tidak dapat diterima/gugur.

Page 23: TUGAS KEPAILITAN

21

B. Analisis Kedudukan Hukum Debitor dan Kreditor Terhadap

Pembatalan Putusan Pailit

Akibat hukum dari putusan pailit terhadap debitor beserta segala

harta kekayaannya, sebagaimana diatur dalam Undang-undang no. 37

tahun 2004 tentang Kerpailitan dan PKPU, memiliki pengaruh langsung

terhadap hak keperdataan baik bagi debitor maupun kreditor, yang

secara esensial dapat di lihat dari beberapa uraian pasal sebagai

berikut:

1. Pasal 21 UUKPKPU menyatakan kepailitan meliputi seluruh

kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan

serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan, ketentuan

ini dapat dimaknai bahwa harta milik debitor pailit beserta yang

diperoleh selama kepailitan masuk dalam sitaan umum.

2. Pasal 24 ayat (1) UUKPKPU, menyebutkan Debitor demi hukum

kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya

yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pailit

diucapkan, mengenai ketentuan ini hanya terbatas pada harta

kekayaan tapi tidak hak perdata atas status pribadinya

3. Pasal 25 UUKPKPU, semua perikatan debitor yang terbit sesudah

putusan pernyataan pailit tidak lagi dapat dibayar dari harta pailit,

kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit, hal ini jelas

jika dilanggar oleh debitor pailit maka perbuatannya tidak mengikat

kekayaannya tersebut.

Page 24: TUGAS KEPAILITAN

22

4. Pasal 26 UUKPKPU, tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang

menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator

dan dalam hal tuntutan dimaksud diajukan oleh atau terhadap

debitor pailit, maka apabila tuntutan tersebut mengakibatkan suatu

penghukuman terhadap debitor pailit, penghukuman tersebut tidak

mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit, ini artinya bahwa

pembayaran piutang debitor pailit tidak boleh lagi ditujukan kepada

Debitor tapi harus kepada kurator.

5. Pasal 31 UUKPKPU menyatakan bahwa putusan pernyataan pailit

berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan Pengadilan

terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yg telah dimulai

sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak

ada suatu putusan yang dapat di laksanakan termasuk atau juga

dengan menyandera debitor dan semua penyitaan yang telah

dilakukan menjadi hapus dan jika diperlukan hakim pengawas

harus memerintahkan pencoretannya, makna ketentuan ini adalah

bahwa penetapan putusan pengadilan sebelumnya harus

dihentikan, semua penyitaan yang telah dilakukan menjadi hapus.

Melihat dari penjabaran diatas maka dapat ditarik suatu

kesimpulan bahwa kedudukan hukum debitor berubah ketika

dinyatakan pailit. Debitor tidak lagi dapat mengurus dan menguasai

harta bendanya. Segala tanggung jawab berubah menjadi tanggung

jawab kurator dalam membagi harta debitor kepada kreditor secara

Page 25: TUGAS KEPAILITAN

23

adil. Dengan demikian segala akibat hukum terhadap harta pailit

berpindah dari debitor kepada kurator.

Selain bagi debitor pernyataan pailitnya debitor juga membawa

akibat hukum bagi kreditor. Bagi kreditor adalah kedudukan para

kreditor sama (patrias sreditorum) dan karenanya mereka mempunyai

hak yang sama atas hasil eksekusi boedel pailit sesuai dengan

besarnya tagihan mereka masing-masing (paripassa pro rata parte),

kecuali golongan kreditor pemegang hak agunan atas kebendaan

(Pasal 59 UU Kepailitan dan PKPU) dan golongan kreditor yang

haknya didahulukan berdasarkan Undang-Undang Kepailitan dan

peraturan perundangundangan lainnya (Pasal 1139 dan Pasal 1149

KUHPerdata)

Jika suatu putusan pailit mengalami pembatalan, maka

kedudukan para pihak akan turut berubah menjadi semula. Debitor

yang pada mulanya tidak dapat mengurus dan menguasai harta

bendanya kembali dapat mengatur harta kekayaannya, sedangkan

Kreditor tetap dapat menagih utang yang telah jatuh tempo. Dikaitkan

dengan kasus diatas, maka kedudukan Debitor dan Kreditor kembali

seperti semua. Debitor dapat mengurus harta kekayaannya sendiri dan

tetap harus memenuhi kewajibannya terhadap Kreditor. Sedangkan

untuk Kreditor tetap akan mendapatkan haknya, upaya yang dapat

dilakukan olej Kreditor bukan lagi mengajukan permohonan pailit

Page 26: TUGAS KEPAILITAN

24

kepada Pengadilan Niaga, namun pengajuan gugatan perdata ke

Pengadilan Negeri.

Page 27: TUGAS KEPAILITAN

25

BAB VII

KESIMPULAN

A. Pertimbangan hakim Mahkamah Agung atas pengajuan kepailitan oleh

Kreditor pada kasus PT. Altra Excis Investama melawan Bank Bukopin sudah

tepat karena terbukti adanya pelunasan yang dilakukan Debitor kepada PT.

Bank Muamalat, dengan demikian benar adanya pembatalan putusan oleh

Mahkamah Agung karena hanya terdapat satu kreditor dan tidak sesuai

denga UUKPKPU.

B. Kedudukan hukum Debitor dan Kreditor terhadap pembatalan putusan

Mahkamah Agung Nomor 168 K/Pdt.Sus/2010 kembali seperti semua.

Debitor kembali dapat mengurus dan mengatur harta kekayaannya, namun

tetap harus melaksanakan kewajibannya terhadap Kreditor. Kreditor tetap

dapat menagih haknya.

Page 28: TUGAS KEPAILITAN

26

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Jono, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008

M. Hadi Subhan, Hukum kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik Di

Peradilan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008

Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2006

Mohammad Chaidir Ali, dkk, Kepailitan dan Penundaan Pembayaran,

Mandar Maju , Bandung, 1995

Sutan Remy Sjahdeni, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang

No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Grafiti, Jakarta, 2008

----------, Hukum Kepailitan Memahami Faillissementsverordening

Juncto Undang-Undang No.4 Tahun 1998, Pustaka Grafiti,

Jakarta, 2002

Zainal Asikin, Hukum Kepailitan & Penundaan Pembayaran Di

Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Undang-undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang (PKPU)