Author
den-bagoes
View
144
Download
1
Embed Size (px)
Analisis Terhadap Putusan Kepailitan
Nomor: 34/Pailit/1999/PN.Niaga.Jkt .Pst
(Untuk memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Hukum Kepailitan)
Dwi Bagus Prasojo
09400241
Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Malang
KASUS POSISI
Permaslahan yang terdapat dalam putusan No.34/Pailit/1999/PN.Jkt.Pst
adalah permohonan pailit yang diajukan oleh OVERSEA-CHINESE BANKING
CORPORATION LIMITED, suatu korporasi yang didirikan menurut hukum
Republik Singapura berkantor pusat di 65 Chulia Street # 41-05 OCBC Centre
Singapore 049513 sebagai PEMOHON I dan INDUSTRIAL &
COMMERCIAL BANK LIMITED, suatu korporasi yang didirikan menurut
hukum negara Republik Singapura, berkantor pusat di 80 Raffles Place, UOB
Plaza Singpore 048624, sebagai PEMOHON II. Dalam hal ini diwakili oleh
Wahyu Nogroho, S.H, LL.M, Toni Budijaja, S.H dan Rahmat Bastian, S.H
Penasehat Hukum dari Dermawan & Co Law Firm berdasarkan surat kuasa
tertanggal 22 Januari 1999 dan tertanggal 21 Januari 1999 yang dilegalisir di
Kepaniteraan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 1 Juni 1999 No.
108/Leg.Srt.Kuasa/PN.Niaga.JKT.PST selanjutnya disebut sebagai PARA
PEMOHON berdasarkan surat kuasa tertanggal 22 Januari 1999. Mengajukan
surat pernyataan kepailitan terhadap PT ASTER DHARMA INDUSTRI, Tbk,
beralamat di Yos Sudarso (Daan Mogot Km.19), Kelurahan Jurumudi Baru,
Kecamatan Benda, Kodya Tangerang 15124.
Rincian singkat tentang bagaimana latar belakang kasus yang terjadi antara para
pihak baik pemohon maupun termohaon adalah munculnya perjanjian
penanggungan antara para pihak. Bahwa TERMOHON adalah penjamin (borg)
berdasarkan Letter/Deed of Guarantee and Indemnity (corporate) (surat akta
Penanggungan dan Penjaminan (Perusahaan)) tanggal 22 November 1996 yang
telah dibuat dan ditandatangani oleh TERMOHON untuk kepentingan
PEMOHON I (Vide Bukti P-1) serta Bahwa Penjaminan/jaminan (borgtocht)
yang diberikan oleh TERMOHON kepada atau untuk kepentingan PEMOHON I
adalah memenuhi (secara tepat waktu dan penuh) kewajiban pembayaran setiap
jumlah uang yang wajib dibayar atau menjadi wajib dibayar oleh DTRON
SINGAPORE PTE LTD, suatu korporasi yang didirikan menurut hukum negara
Republik Singapura, berkantor pusat di 9 Temasek Boulevard # 19-20 Suntec
Tower 2 Singapore 038989 yang merupakan anak perusahaan TERMOHON
(selanjutnya disebut sebagai DTRON) kepada PEMOHON I sehubungan dengan
fasilitas kredit (credit facility) yang diterima oleh DTRON dari PEMOHON I
berdasarkan perjanjian kredit dalam bentuk surat PEMOHON I kepada DTRON
tanggal 15 Agustus 1996, Ref.BBU/96/155/SC/CT/ja yang telah disetujui dan
ditandatangani oleh DTRON pada tanggal 23 September 1996 (Vide Bukti P-2);
Selanjutnya kedudukan pemohon adalah Bahwa TERMOHON adalah
penjamin (borg) berdasarkan Letter of Guarantee (Surat Penjaminan) tanggal 21
Mei 1997 yang telah dibuat dan ditandatangani oleh TERMOHON untuk
kepentingan PEMOHON II (selanjutnya disebut sebagai “Surat Penjaminan”;
(Vide Bukti P-10). Bahwa penjaminan/jaminan (borgtocht) yang diberikan oleh
TERMOHON kepada atau untuk kepentingan PEMOHON II adalah untuk
memenuhi (secara tepat waktu dan penuh) kewajiban pembayaran setiap jumlah
uang yang wajib dibayar atau menjadi wajib dibayar oleh DTRON kepada
PEMOHON II sehubungan dengan fasilitas kredit (credit facility) yang diterima
oleh DTRON dari PEMOHON II berdasarkan perjanjian kredit dalam bentuk
surat PEMOHON II kepada DTRON tanggal 29 April 1997,
Ref:ICB/CHL/CB/0124/CCM berikut The General Agreement for Commercial
Business (Perjanjian Umum untuk keperluan Bisnis) yang merupakan kesatuan
dan bagian yang tidak terpisahkan dari surat terebut yang telah disetujui dan
ditandatangani oleh DTRON pada tanggal 21 Mei 1997 (selanjutnya disebut
sebagai “Perjanjian Fasilitas Kredit PEMOHON II”) (Vide bukti P-11).
Jadi sebenarnya termohon bukanlah kreditur sebenarnya namun hanya
sebagai penjamin dari perjanjian – perjanjian kerja sama yang dilakukan oleh
DTRON dengan para pemohon dimana kemudian DTRON tidak dapat melunasi
kewajiban fasilitas kredit yang diberikan oleh kedua pemohon sampai pada saat
jatuh tempo dan juga tidak melakukan pembayaran setelah beberapa kali
diberikan somasi oleh kesus belah pemohon. Dari bukti – bukti yang diberikan
oleh kedua pemohon disebutkan bahwa tuntutan utang yang diajukan ;para
pemohon kepada termohon mencapai S$ 4,5 juta.
Surat permohonan yang diajukan oleh PEMOHON tertanggal 31 Mei 1999
yang diterima dan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
pada tanggal 1 Juni 1999 dibawah register perkara No.
34/PAILIT/1999/PN.NIAGA.JKT.PST memuat beberapa bukti yang cukup untuk
membuktikan bahwa termohon telah melakukan wanprestasi terhadap para debitur
(yaitu minimal 2 debitur) serta ditambah dengan bukti dari para pihak debitur
yang lain, yang tidak terlibat dalam permohonan ini, dan bukti bahwa salah satu
kewajiban utangnya telah jatuh tempo dan belum sanggup untuk dilunasi oleh
termohon.dengan kta lain menurut pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan syarat bahwa
suatu prusshaan dinyatakan pailit ileh pengadilan sudah terpenuhi yaitu :
Adanya 2 Kreditur atau lebih
Hal ini dimaksudkan bahwa debitor dalam keadaan benar – benar tidak mampu
untuk melunasi utang kepada kreditornya, dalam kasus ini jelas tersebut ada 2
debitor yaitu
OVERSEA-CHINESE BANKING CORPORATION
LIMITED, suatu korporasi yang didirikan menurut hukum Republik
Singapura berkantor pusat di 65 Chulia Street # 41-05 OCBC Centre
Singapore 049513, yang berdasarkan bukti perjanjian (Vide Bukti P 1)
mempunyai piutang kepada DTRON adalah sejumlah keseluruhan hutang
pokok sebesar S$ 1.986.585,04 (satu juta sembilan ratus delapan puluh
enam ribu lima ratus delapan puluh lima dolar Singapura dan empat sen)
dan jumlah keseluruhan bunga S$ 290.439,82 (dua ratus sembilan puluh
ribu empat ratus tiga puluh sembilan dolar Singapura dan delapan puluh
dua sen), jumlah mana merupakan konversi hutang pokok dan bunga
dalam mata uang dolar Amerika Serikat yang terhutang oleh DTRON
kepada OVERSEA-CHINESE BANKING CORPORATION
LIMITED yang dijamin oleh PT ASTER DHARMA INDUSTRI, Tbk.
INDUSTRIAL & COMMERCIAL BANK LIMITED, suatu korporasi
yang didirikan menurut hukum negara Republik Singapura, berkantor
pusat di 80 Raffles Place, UOB Plaza Singpore 048624, yang berdasarkan
bukti yang dihadirkan didepan persidangan, DTRON mempunyai
berkewajiban untuk segera melunasi seluruh jumlah uang yang terhutang dan
wajib dibayar oleh DTRON kepada INDUSTRIAL & COMMERCIAL
BANK LIMITED berdasarkan penjaminan fasilitas kredit terebut sampai
sejumlah US $ 1.300.000 (satu juta tiga ratus ribu Dolar Amerika Serikat).
Serta juga terdapat beberapa kresitor lain yang masih terikat perjanjian hutang –
piutang semacamnya dengan debitor yang disebutkan dalam surat guagatan
tersebut misalnya Bank Lippo, PT BANK PUTRA SURYA PERKASA, Bank
Arya Panduarta
Tidak dapat membayar sedikitnya 1 utang yang telah jatuh
tempo dan dapat ditagih
Pada perntaaan tidak membayar satu utang yang telah jatuh tempo da
dapat ditagih disni adalah utang pokok atau bunga yang tidak terbayar, namun
pada penjelasan pasal 2 ayat 1 Undang – Undang Kepailitan disebutkan kewajiban
untuk membayar utang jatuh tempo dan dapat ditagih baik karena telah
diperjanjikan,karena percepatan pengalihan sebagaimana diperjanjikan, karena
sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang maupun karena putusan
pengadilan,arbiter atau majelis arbritase. Dari kasus tersbut menurut pemohon
kedua perjanjian hutang tersebut sudah jatuh tepo pada febuari akhir 1997 namun
sampai febuari 1998 belum dibayakan sehingga para pihak pemohon
mengirimkan surat somasi pada 6 febuari 1998 dan juni 1998.namun dalam bukti
yang ada saya tidak menemukan tanggal pasti kaan utang – utang debitor telah
jatuh tempo. Namun dari adanya bukti 4 kalli surat somasi dikirimkan kepada
debitor sudah mengindikasikan bahwa hutang debitor sudah jatuh tempo.
Dari kedua unsure yang dijelakan tersebut diatas maka secara sederhana
persyaratan pernyataan pailit dalam pasal 2 ayat1 Undang – Undang Kepailitan
suda terpenuhi. namun ternyata dalam kasus yang terjadi tersebut tidak semudah
itu, dalam perkembangany kasus ini trelah sampai tahap peninjauan kembali
kepada Mahkamah Agung dengan putusan yang saling bertentangan, misalnya
dalam putusan tingkat pertama dalam PN niaga Jakarta Pusat menolak
permohaonan, namun dalam kasasi permohonan diterima dan dalam PK
permohonan kembali ditolak oleh majelis Hakim untuk lebih jelasnya akan saya
bahas sebagai berikut.
PUTUSAN HAKIM PN NIAGA Jak.pst Nomor: 34/Pailit/1999/PN.Niaga.Jkt
.Pst
Dalam putusan yang bacakan pada tanggal 29 Juni 1999 oleh kami Majelis
Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan susunan HARYONO,S.H sebagai
Hakim Ketua, UNTUNG HARYADI, S.H, dan HIRMAN
PURWANASUMA,S.H masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana
pada hari itu juga diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum dengan
dibantu oleh DOLY SIREGAR, S.H, panitera pengganti serta dihadiri oleh Kuasa
PEMOHON, kuasa TERMOHON dan kreditur lainnya tersebut Majelis Hakim
memutuskan bahwa permohonan pernyataan kepailitan atas PT ASTER
DHARMA INDUSTRI, Tbk dengan pertimbangan bahwa setelah mempelajari
bukti – bukti yang diajukan oleh baik pemohon maupun termhon majelis hakim
memutuskan degan beberapa pertimbangan yang menurut saya penting sebagai
berikut :
Menimbang, bahwa sekarang yang menjadi permasalahan adalah apakah
DTRON Singapore sebagai debitur utama yang sesuai dengan putusan
Pengadilan Tinggi Singapura (Bukti P-6 dan P-7) telah dibubarkan sejak
tanggal 11 Desember 1998 dan menunjuk Tuan Ong Yew Huat dari Kantor
ERNST & YOUNG Singapore sebagai likuidator
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti yang diajukan oleh PEMOHON
tidak terlihat adanya penyelesaian hutang-hutang DTRON Singapore yang
dilakukan oleh likuidator cq Kantor ERNST & YOUNG Singapore, apakah
harta-harta DTRON Singapore telah disita dan dilelang untuk membayar atau
melunasi hutang-hutangnya ataukah hasil lelang tersebut tidak cukup untuk
membayar piutang kreditur atau masih ada sisa piutang yang belum dibayar,
Menimbang, bahwa apabila utang DTRON sudah disita dan dilelang sedang
hasilnya sudah mencukupi untuk membayar utang-utangnya maka
permasalahan akan selesai dan TERMOHON sebagai penanggung (borg) tidak
perlu dilibatkan, apalagi untuk dinyatakan pailit, sebab guarantor (penjamin)
dapat ditagih untuk membayar utang debitur bila utang atau sisa utang debitur
utama belum terbayar,
Menimbang, bahwa tentang bukti P-6 lampiran 3 dan 18.a hanyalah
merupakan neraca DTRON Singapore per 30 September 1998 dan 11
Desember 1998 bukan perincian pembayaran utang DTRON kepada
krediturnya,
Menimbang, bahwa demikian pula dengan kapan utang TERMOHON dapat
dinyatakan telah jatuh waktu dan dapat ditagih, hal ini belum dapat ditentukan
sebab apakah masih ada sisa hutang dari DTRON sebagai debitur utama
karena belum ada perincian tentang hal ini,
Menimbang, bahwa berdasarkan alasan tersebut setelah terangkan dan
dihubungkan satu dengan lainnya ternyata bahwa persyaratan untuk
dinyatakan pailit sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang
No.4 tahun 1998 terpenuhi, dimana hal ini seharusnya PEMOHON menunggu
dulu hasil likuidasi yang dilakukan oleh likuidator ERNST & YOUNG
Singapore terhadap DTRON Singapore untuk memenuhi isi putusan
Pengadilan Tinggi Singapore tanggal 11 Desember 1998,
Menimbang, bahwa dengan demikian permohonan pailit dari PEMOHON
terlalu prematur oleh karena itu akan dinyatakan tidak dapat diterima.
Mengadili
Menyatakan bahwa permohonan PEMOHON dinyatakan tidak dapat diterima,
Membebankan kepada PEMOHON untuk membayar ongkos perkara ini sebesar
Rp5.000.000 (lima juta rupiah),
Dengan melihat bukti – bukti yang diajukan oleh para pihak baik Pemohon
maupun Termohon maka menurut saya keputusan yang diambil oleh Majelis
Hakim sudah benar, dimana dari unsure persyaratan kepailitan yaitu adanya salah
satu utang yanag jatuh tempo tersebut tidak terdapat kejelasan waktu jatuh
temponya sehingga tidak dapat diputusakan bahwa termohon mempunyai hutang
yag sudah jatuh tempo, selain itu juga munculnya fakta bahwa adanya Tuan Ong
Yew Huat dari Kantor ERNST & YOUNG Singapore sebagai likuidator yang
masih belum memberikan hasil liquidasi terhadap harta kekayaan DTRON untuk
membayar hutang kepada pemohon.
PUTUSAN KASASI MAHKAMAH AGUNG Nomor:
022/K/N/1999
Terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit dapat dilakukan
upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung. Dengan demikian terhadap keputusan
pengadilan pertama Pengadilan Niaga tidak dapat diajukan upaya hukum banding
tetapi langsung dapat dilakukan uapaya hukum Kasasi (pasal 11 jo pasal 13)
Undang – Undang Kepailitan. Pihak – pihak yang boleh mengajukan Kasasi ke
MA pada prinsipnya adalah sama dengan pihak yang dapat mengajukan
permohonan pailit, yaitu Debitor, Kreditor, termasuk Kresitor lain yang bukan
pihak dalam persidangan tingkat pertama namun tidak puas dengan putusan pailit
yang ditetapkan,dalam hal ini RATION LIMITED dan INDUSTRIAL &
COMMERCIAL BANK LIMITED atas putusan PN NIAGA Jak.pst Nomor:
34/Pailit/1999/PN.Niaga.Jkt .Pst. Pihak pemohon mengajukan kasasi pada
tanggal 29 Juni 1999 kemudian terhadapnya oleh Pemohon dengan perantaraan
kuasanya khusus, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 21 Januari 1999 dan 22
Januari 1999 diajukan permohonan kasasi secara tertulis pada tanggal 6 Juli 1999,
sebagaimana ternyata dari akta pengumuman kasasi No:
21/Kas/Pailit/1999/PN.Niaga/JKT.PST . jo No. 34/Pailit/1999PN.NIAGA
JKT.PST, yang dibuat oleh panitera Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, permohonan
mana kemudian disusul oleh memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada hari itu juga.
Dalam kasasi ini pihak pemohon mengajukan beberapa keberatan terhadap
pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara No
34/pailit/1999/PN.Niaga.Jkt.pst yaitu :
1. Termohon Kasasi telah mengakui bahwa Termohon Kasasi adalah debitur
utama maupun debitur tanggung renteng/tanggung menanggung dari para
Pemohon Kasasi yang akibat dari hukumnya telah pula diuraikan dan
dijelaskan di muka dari memori kasasi
2. Judex Factie salah menerapkan hukum tentang hukum yang berlaku atas surat
pernyataan jaminan, bahwa berdasarkan bukti P-1 dan P-10 = T.31 - T.41
pasal 32 (1) bukti P-1 dan pasal 27 bukti P.10 yang antara lain berbunyi “surat
jaminan ini harus tunduk dan ditafsirkan dalam segala hal menurut hukum
Republik Singapore;
3. Judex Factie tidak ataupun lalai melakukan cara pemeriksaan/beracara yang
diharuskan oleh Undang-undang Kepailitan. bahwa pasal 6 UU Kepailitan
menentukan bahwa: “Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila
terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa
persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat
(1) telah terpenuhi”. Sementara itu pasal 1 ayat (1) UU Kepailitan menentukan
bahwa “debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar
sedikitpun satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan
pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud
dalam pasal 2, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan
seorang atau lebih krediturnya”.bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan
tersebut diatas jelas bahwa judex factie harus mengabulkan permohonan
pernyataan pailit oleh para Pemohon Kasasi, apabila secara sederhana
terbukti:
Termohon kasasi adalah debitur dari para Pemohon Kasasi.
Termohon kasasi mempunyai lebih dari satu kreditur
Termohon kasasi telah tidak membayar utangnya yang telah kasasi telah
tidak membayar utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih kepada
salah satu krediturnya.
Fakta-fakta mana telah terbukti sebagaimana disebutkan dalam
pertimbangan hukum judex factie karenanya seharusnya judex factie
mengabulkan permohonan pernyataan pailit terhadap Termohon kasasi
dan bukannya menyatakan bahwa permohonan tersebut tidak dapat
diterima.
Selanjutnya Majelis Hakim MA berpendapat untuk menanggapi beberapa
keberata yag diajukan oleh pemohon kasasi yang disebutkan dalam pertimbangan
bahwa :
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.4
Tahun 1998 debitur dapat dinyatakan pailit apabila memenuhi syarat
sebagai berikut Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-
Undang No.4 Tahun 1998 debitur dapat dinyatakan pailit apabila
memenuhi syarat sebagai berikut:
1. adanya hutang
2. satu dari hutang tersebut telah jatuh tempo
3. adanya 2 / lebih kreditor
Mengenai keberatan ad 1,Bahwa keberatan ini tidak dapat dibenarkan
karena Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tidak salah menerapkan hukum
sebab dalam Hukum Internasional dikenal adanya teori kedaulatan
(sovereignty) yang mengatakan bahwa sistem hukum yang diberlakukan
oleh suatu badan peradilan suatu negara adalah sistem hukum negara yang
bersangkutan, dan sistem hukum asing hanya akan
diberlakukan/diperhatikan sejak penguasa yang berdaulat mengizinkan
(asas comitas gentium/comity of nations)
Adanya 2 atau lebih kreditur,bahwa Pemohon I dan II keduanya dalam
permohonannya hanya mendalilkan sebagai kreditur Termohon, juga
terdapat kreditur lain yaitu PT Bank Lippo dan PT Bank Putra Surya
Perkasa; bahwa dari bukti P.2 Pemohon I telah memberikan pinjaman
pada DTRON dan dari bukti P.11b Pemohon II telah memberikan
pinjaman pada DTRON; bahwa berdasarkan bukti Pk.3 dan Pk.5 Bank
Lippo juga telah memberikan pinjaman pada Termohon, bahwa pinjaman
tersebut ternyata belum dapat dibayar oleh Termohon sehingga
Termohon sampai pada saat Permohonan ini diajukan masih merupakan
kreditur dari Pemohon I dan II serta Bank Lippo sehingga dengan
demikian syarat adanya 2 kreditur atau lebih telah terpenuhi
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: 1. OVRSEA
CHINESE BANKING CORPORATION LIMITED, 2. INDUSTRIAL &
COMMERCIAL BANK LIMITED dalam hal ini kedua diwakili oleh
kuasanya 1. Wahyo Nugroho, S.H. LL.M, 2. Toni Budijaja, S.H, 3.
Rahmat Bastian S.H para penasehat hukum tersebut\
Membatalkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tanggal 29 Juni
1999 No.34/Pailit/1999/PN/ JKT.PST.
PUTUSAN PK MAHKAMAH AGUNG Nomor: 021/PK/N/199
Terhadap putusan kepailitan yan telah mempunyai kekuatan hukum tetap
(inkracth van gewisjde) dapat dilakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK)
ke Mahkamah Agung (Pasal 14 jo Pasal 295 ayat 1) Undang – Undang
Kepailitan.Dengan ketentuan PK dapt dilakukan apabila :
a. Setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menetukan yang
pada waktu oemeriksaan di Pengadilan sudah ada, tetapi belum ditemukan,
atau
b. Dalam putusan Hakim yang bersangkutan terdapat kekelitruan yang nyata.
Dalam hal ini PT.ADI yang dikalahkan dalah putusan Kasasi Mahkamah Agung
No 22/K//2009 yang mengajukan Peninjauan Kembali dengan disertai beberapa
dalil – dalil sebagai berikut :
1. Kesalahan berat dalam menyebutkan pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 4
tahun 1998.
2. Majelis Hakim Agung pada tingkat Kasasi telah melakukan kesalahan berat
dalam penerapan hukum karena menyatakan bahwa Debitur dapat dinyatakan
pailit berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 4 tahun 1998.
Sedangkan apabila kita membaca Undang-undang No. 4 Tahun 1998 dengan
cermat, maka faktanya adalah bahwa Undang-undang tersebut tidak terbagi
dalam ayat-ayat, (sehingga tidak relevan untuk menyebutkan `Pasal 1 ayat 1');
3. Terdapat kesalahan berat dalam menerapkan hukum tentang "penanggungan"
Pada halaman 12 putusannya, Majelis Hakim Agung pada tingkat Kasasi
berpendapat bahwa berdasarkan Pasal 1832 ayat (2) dan (4), Penanggung
tidak dapat menggunakan haknya sebagaimana tersebut dalam Pasal 1831
KUHPerdata apabila Penanggung mengikatkan dirinya bersama-sama dengan
siberhutang utama secara tanggung renteng atau jika siberutang berada dalam
keadaan pailit, sehingga sebagai Guarantor dapat secara langsung dimohonkan
pailit;
Berdasarkan Pasal 1820 KUHPerdata pengertian Penanggungan adalah "suatu
perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berutang,
mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan siberutang manakala orang ini
sendiri tidak memenuhinya (lalai/wanprestasi)". Bahwa Debitur Utama (i.c
DTRON) tidak dapat dikatakan lalai hanya dikarenakan telah dibubarkan oleh
Pengadilan Tinggi Singapura, padahal setelah bubarnya Debitur Utama (i.c.
DTRON) telah ditunjuk Likuidator yang akan melakukan pemberesan
terhadap harta Debitur Utama yang dilikuidasi (i.c. DTRON) sehingga
Pemohon PK tidak berkewajiban secara serta merta dan langsung masih ada
hak-hak dari pemohon PK yang harus juga dilindung.
4. Terdapat kesalahan dalam menerapkan hukum tentang utang/jumlah uang
yang pasti.
Bahwa pengertian hutang menurut pertimbangan Majelis Hakim Agung pada
tingkat kasasi tersebut tidak tetap karena hutang dari Debitur Utama (i.c.
DTRON) tidak pasti berapa yang harus ditanggung oleh Pemohon PK hal ini
dikarenakan belum selesainya proses pemberesan yang dilakukan oleh
Likuidator dari Debitur Utama (i.c. DTRON), yang artinya dengan belum
selesainya proses likuidasi terhadap DTRON, maka tidak dapat disangkal lagi
bahwa jumlah utang/kewajiban DTRON kepada Termohon Peninjauan
Kembali I dan/atau Termohon Peninjauan Kembali II belum dapat ditentukan
secara pasti, sehingga berapa besar jumlah hutang yang pasti yang harus
ditanggung oleh Pemohon PK (Gurantor)-pun tidak jelas seperti dimaksudkan
oleh pasal 1 ayat (1) UU Kepailitan tentang adanya hutang yang pasti tidak
dipenuhi bahkan mungkin saja utang itu sama sekali sudah tidak ada lagi
apabila dari hasil penjualan aset-aset debitur semua hutang itu sudah terbayar
lunas.
Dari beberapa alasan yang didalilkan oleh Pemohon Pk tersebut Majelis
Hakim yang dipimpin oleh Sarwata, SH. Ketua Mahkamah Agung sebagai
Ketua Sidang, Zakir, SH. dan Th. Ketut Suraputra, SH. Hakim-Hakim
Anggota mempertimbangkan dan menanggapi bebrapa dalil yang diajukan
tersebut misalnya:
a. Mengenai alasan 1.
Bahwa alasan ini walaupun dapat dibenarkan, namun bukanlah
merupakan, kesalahan berat yang dapat dijadikan alasan untuk
membatalkan putusan yang dimohonkan Peninjauan Kembali, karena
kesalahannya hanyalah sebatas formalitas penyebutan peraturan
perundang-undangan yang tidak menyangkut substansi permasalahan;
b. Mengenai alasan-alasan ad. 2 dan 3
Bahwa alasan-alasan ini dapat dibenarkan, karena Majelis Kasasi telah
melakukan kesalahan berat dalam penerapan pasal 1832 ayat 2 dan 4
KUH Perdata seperti termuat dalam pertimbangannya halaman 12, 13
dan 15
Bahwa pasal 1832 ayat 2 dan 4 KUHPerdata (BW) memang
mengecualikan berlakunya pasal 1831 BW terhadap penanggung yang
mengikat dirinya secara tanggung renteng atau dalam hal debitur
utama jatuh pailit
Bahwa akan tetapi dalam hal debitur utama sudah dinyatakan pailit
seperti halnya dalam perkara ini, dimana DTRON Singapura PTE Ltd
berdasar putusan The High Court of Singapore tanggal 11 Desember
1998 No.364/1998 telah diperintahkan untuk dibubarkan (be wound up
by the court) dan menetapkan Ong Yew Huat dari kantor Akuntan
ERNST & YOUNG sebagai likuidator, maka seluruh aset/harga
kekayaan DTRON menurut hukum harus dilikuidir untuk melunasi
utang-utangnya kepada Kreditur konkuren termasuk para Pemohon
yang sekarang mengajukan permohonan untuk mempailitkan juga para
Termohon sebagai penanggung (corporate guarantor) dari DTRON
Singapore PTE Ltd
Bahwa oleh karena proses likuidasi yang menjadi kewajiban likuidator
terhadap DTRON sebagai tindak lanjut dari keputusan The High Court
of The Republik of Singapore tanggal 11 Desember 1999 No.364/1998
itu tidak terbukti telah terlaksana, sehingga belum dapat dipastikan
berapa besar utang DTRON sebagai debitor utama yang sudah
terlunasi dari aset-aset/harta kekayaan DTRON dan berapa sisa utang-
utang yang masih harus dibayar oleh Termohon sebagai penanggung;
Bahwa selama proses likuidasi/pemberesan yang menjadi putusan The
Hight Court of The Republik of Singapore belum selesai, dan selama
para Pemohon belum dapat menentukan dengan tegas berapa
sebenarnya utang DTRON yang masih tersisa dan menjadi kewajiban
Termohon untuk membayar maka untuk menghindari pembayaran
yang tumpang tindih berdasarkan putusan Pengadilan, pengertian yang
sudah jatuh tempo dan dapat ditagih seperti dimaksud pasal 1 ayat 1
PERPU No. 1 tahun 1998 yang telah ditetapkan menjadi Undang-
undang dengan Undang-undang No. 4 tahun 1998 belumlah ada,
Dari beberapa pertimbanga diatas maka Majelis hakim memuutuskan untuk
menolak permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh Pemohon Pailit kepada
Termohon Pailit seperti yang tertulis dalah amar putusan sebagai berikut:
Menimbang, bahwa karena Permohonan Pemohon Peninjauan Kembali
dikabulkan dan Permohonan Pailit ditolak maka semua biaya perkara baik
yang jatuh pada Pengadilan Niaga, tingkat kasasi maupun pada
Peninjauan Kembali di bebankan kepada Termohon Peninjauan
Kembali/Pemohon Pailit
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-undang No. 14 tahun 1970 jo
Undang-undang No. 35 tahun 1999, Undang-undang No. 14 tahun 1985
dan PERPU No. 1 tahun 1998 yang telah ditetapkan menjadi Undang-
undang dengan Undang-undang No. 4 Tahun 1998 serta Undang-undang
lain yang bersangkutan.
Serta dalam putusannya mengadili :
Mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali dari pemohon Peninjauan
Kembali PT. ASTER DHARMA INDUSTRI TBK yang diwakili oleh
kuasanya FAISAL TAJUDDIN, SH. LLM Dkk Pengacara Penasehat
Hukum tersebut
Membatalkan putusan Mahkamah Agung tanggal 18 Agustus 1999 No.
022/K/N/1999 dan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tanggal 29
Juni 1999 No. 34/Pailit/1999/PN.Niaga Jkt.Pst;
Dari putusan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon PK ,PT. ADI
mengajukan permohonan PK dengan beberapa dalil. Diantaranya adalah sebagai
berikut. Pertama, Majelis Hakim Kasasi telah salah menerapkan ketentuan
ps.1832 (2) dan (4) KUHPer, yaitu dengan DETRON sebagai debitur utama telah
dinyatakan dalam keadaan pailit, maka penanggung serta merta tidak dapat
melaksanakan haknya yang diatur dalam ps.1831 KUHPer dan menjadi wajib
membayar hutang DETRON. Majelis Hakim PK sependapat dengan PT. ADI
dengan menyatakan bahwa dengan telah dinyatakannya likuidasi dan telah
ditunjuknya likuidator, maka seluruh aset/harga kekayaan DTRON menurut
hukum harus dilikuidir untuk melunasi utang-utangnya kepada Kreditur konkuren
termasuk para Pemohon. Kedua, PT. ADI mengemukakan bahwa hutang
DETRON yang menurut OCBIC Bank dan ICBank wajib dibayar oleh PT. ADI
belumlah dipastikan jumlahnya sehingga masih ada hak-hak PT. ADI sebagai
penanggung yang harus dilindungi. Majelis Hakim PK pun sependapat pula
dengan PT. AD dengan menyatakan bahwa proses likuidasi yang menjadi
kewajiban likuidator terhadap DTRON sebagai tindak lanjut dari keputusan
Pengadilan Tinggi di Singapura tidak terbukti telah terlaksana, sehingga belum
dapat dipastikan berapa besar hutang DTRON yang sudah terlunasi dari harta
DTRON dan berapa sisa utang-utang yang masih harus dibayar oleh PT. ADI
sebagai penanggung. Sehingga kondisi “hutang yang jatuh tempo dan dapat
ditagih” belumlah terpenuhi sebagaimana yang dimaksud dalam ps.1 (1)
UUK. Permohonan PK dikabulkan sekaligus memnangkan PT ADI dan
Permohonan pailit ditolak.
---------------------------------------------------Sekian
-------------------------------------------
Sumber Data
1. UU No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan 2. www.google.com3. file:///I:/kepailitan/ pailit/PNIJAP341999N/putusanpn.htm4. file:///I:/kepailitan/ /KRI221999putusanma/kasasi.htm5. file:///I:/kepailitan/ /KRI 211999pailit/putusanma/PK.htm6. file:///I:/kepailitan/ pailit/resume1.htm
------------------------------------------------------------Malang, 1 januari 2014----------