Author
nur-gifarani-pratiwi
View
755
Download
3
Embed Size (px)
Embriologi dan Anatomi Tonsil
Embriologi
Pada permulaan pertumbuhan tonsil, terjadi invaginasi kantong brakial ke II ke
dinding faring akibat pertumbuhan faring ke lateral. Selanjutnya terbentuk fosa tonsil
pada bagian dorsal kantong tersebut, yang kemudian ditutupi epitel. Bagian yang
mengalami invaginasi akan membagi lagi dalam beberapa bagian, sehingga terjadi
kripta. Kripta tumbuh pada bulan ke 3 hingga ke 6 kehidupan janin, berasal dari epitel
permukaan. Pada bulan ke 3 tumbuh limfosit di dekat epitel tersebut dan terjadi nodul
pada bulan ke 6, yang akhirnya terbentuk jaringan ikat limfoid. Kapsul dan jaringan
ikat lain tumbuh pada bulan ke 5 dan berasal dari mesenkim, dengan demikian
terbentuklah massa jaringan tonsil. 9,12
Anatomi
Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian
terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur yang lain
adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang
tersebar dalam fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding posterior faring dan
dekat orifisium tuba eustachius. 9,12
Massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring,
dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot
palatofaringeus).
Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-
30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh
fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar.
Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:
Lateral– m. konstriktor faring superior
Anterior – m. palatoglosus
Posterior – m. palatofaringeus
Superior – palatum mole
Inferior – tonsillingual
Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat, folikel
germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan
linfoid).9
Fosa Tonsil
Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior
adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor
faring superior. Pilar anterior mempunyai bentuk seperti kipas pada rongga mulut,
mulai dari palatum mole dan berakhir di sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot
vertikal yang ke atas mencapai palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak
dan ke arah bawah meluas hingga dinding lateral esofagus, sehingga pada
tonsilektomi harus hati-hati agar pilar posterior tidak terluka. Pilar anterior dan pilar
posterior bersatu di bagian atas pada palatum mole, ke arah bawah terpisah dan
masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring.9
Kapsul Tonsil
Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat, yang
disebut kapsul. Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi
para klinisi menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5
bagian tonsil.9
Plika Triangularis
Diantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat plika
triangularis yang merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak masa embrio.
Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat.
Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya
pangkal lidah.9
Pendarahan 9,12
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna, yaitu :
1. A. Maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan
A. Palatina asenden.
2. A. Maksilaris interna dengan cabangnya A. palatina desenden.
3. A. Lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal.
4. A. Faringeal asenden.
Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh A. lingualis dorsal dan bagian
posterior oleh A. palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh A.
tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh A. faringeal asenden dan A. palatina
desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus
dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan
pleksus faringeal.9
Aliran getah bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal
profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah M. Sternokleidomastoideus,
selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya
mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen
tidak ada. 9,12
Persarafan
Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui ganglion
sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus.9,12
Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari
keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada tonsil
adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistim
imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan
APCs (antigen presenting cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen ke
sel limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit
B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG.9,12
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan
proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu
1. Menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif;
2. Sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan
antigen spesifik.9
Tonsil Faringeal (Adenoid)
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid
yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun
teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong
diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian
tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid
terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama
ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa
Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-
masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-
7 tahun kemudian akan mengalami regresi.9
Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atau peradangan pada tonsil yang disebabkan
oleh virus ataupun bakteri.1,2,4,5,6,10
Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut, tonsil
berfungsi sebagai filter atau penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya
tersebut dengan sel – sel darah putih. Hal ini akan memicu sistem kekebalan tubuh
untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang. Tetapi bila tonsil
sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan timbul
tonsillitis. 5
KLASIFIKASI TONSILITIS 1,2,4,9
Dalam beberapa kasus ditemukan 3 macam tonsillitis, yaitu :
· tonsillitis akut
· tonsillitis membranosa
· tonsillitis kronis.
A. TONSILITIS AKUT 1,2,4,5,6,10,11
ETIOLOGI
Tonsillitis akut ini lebih disebabkan oleh kuman grup A Streptokokus beta
hemolitikus, pneumokokus, Streptokokus viridian dan Streptokokus piogenes.
Virus terkadang juga menjadi penyebab penyakit ini. Tonsillitis ini seringkali
terjadi mendadak pada anak-anak dengan peningkatan suhu 1-4 derajat celcius.
PATOFISIOLOGI
Penularan penyakit ini terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi
lapisan epitel, kemudian bila kuman ini terkikis maka jaringan limfoid superficial
bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear.
Saat folikel mengalami peradangan, tonsil akan membengkak dan
membentuk eksudat yang akan mengalir dalam saluran (kanal) lalu keluar dan
mengisi kripta yang terlihat sebagai kotoran putih atau bercak kuning. Kotoran ini
disebut detritus. Detritus sendiri terdiri atas kumpulan leukosit polimorfonuklear,
bakteri yang mati dan epitel tonsil yang terlepas. Tonsilitis akut dengan detritus
yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Tonsilitis akut dengan detritus yang
menyatu lalu membentuk kanal-kanal disebut tonsilitis lakunaris.
MANIFESTASI KLINIK
Tonsillitis Streptokokus grup A harus dibedakan dari difteri, faringitis non
bakterial, faringitis bakteri bentuk lain dan mononukleosis infeksiosa. Gejala dan
tanda-tanda yang ditemukan dalam tonsillitis akut ini meliputi suhu tubuh naik
hingga 40o celcius, nyeri tenggorok dan nyeri sewaktu menelan, nafas yang
berbau, suara akan menjadi serak, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa
lesu, rasa nyeri di persendian, tidak nafsu makan, dan rasa nyeri di telinga. Pada
pemeriksaan juga akan nampak tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapat
detritus berbentuk folikel, lakuna akan tertutup oleh membrane semu. Kelenjar
submandibula membengkak dan nyeri tekan.
KOMPLIKASI
Otitis media akut (pada anak-anak), abses peritonsil, abses parafaring,
toksemia, septikemia, bronkitis, nefritis akut, miokarditis, dan arthritis.
PEMERIKSAAN
1. Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri
yang ada dalam tubuh pasien merupkan bakteri grup A, karena grup ini disertai
dengan demam reumatik, glomerulonefritis dan demam.
2. Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
3. Terapi
Dengan menggunakan antibiotic spektrum lebar dan sulfonamide,
antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.
PERAWATAN
Perawatan yang dilakukan pada penderita tonsillitis biasanya dengan
perawatan sendiri dan dengan menggunakan antibiotik. Tindakan operasi
hanya dilakukan jika sudah mencapai tonsillitis yang tidak dapat ditangani
sendiri.
1. Perawatan sendiri
Apabila penderita tonsillitis diserang karena virus sebaiknya biarkan
virus itu hilang dengan sendirinya. Selama satu atau dua minggu sebaiknya
penderita banyak istirahat, minum minuman hangat juga mengkonsumsi
cairan menyejukkan.
2. Antibiotik
Jika tonsillitis disebabkan oleh bakteri maka antibiotic yang akan
berperandalam proses penyembuhan. Antibiotic oral perlu dimakan selama
setidaknya 10 hari.
3. Tindakan operasi
Tonsilektomi biasanya dilakukan pada anak-anak jika anak mengalami
tonsillitis selama tujuh kali atau lebih dalam setahun, anak mengalami
tonsillitis lima kali atau lebih dalam dua tahun, tonsil membengkak dan
berakibat sulit bernafas, adanya abses.
B. TONSILITIS MEMBRANOSA 1,2,4,10
Ada beberapa macam penyakit yang termasuk dalam tonsillitis membranosa
beberapa diantaranya yaitu ;
· Tonsilitis difteri
· Tonsilitis septik
· Angina Plaut Vincent
1. TONSILITIS DIFTERI 2,10
Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah Corynebacterium diphteriae yaitu suatu
bakteri gram positis pleomorfik penghuni saluran pernapasan atas yang dapat
menimbulkan
abnormalitas toksik yang dapat mematikan bila terinfeksi bakteriofag.
Patofisiologi
Bakteri masuk melalui mukosa lalu melekat serta berkembang biak
pada permukaan mukosa saluran pernapasan atas dan mulai memproduksi
toksin yang merembes ke sekeliling lalu selanjutnya menyebar ke seluruh
tubuh melalu pembuluh darah dan limfe. Toksin ini merupakan suatu protein
yang mempunyai 2 fragmen yaitu aminoterminal sebagai fragmen A dan
fragmen B, carboxyterminal yang disatukan melalui ikatan disulfide.
Manifestasi klinis
Tonsillitis difteri ini lebih sering terjadi pada anak-anak pada usia 2-5
tahun. Penularan melalui udara, benda atau makanan uang terkontaminasi
dengan masa inkubasi 2-7 hari. Gejala umum dari penyakit ini adalah terjadi
kenaikan suhu subfebril, nyeri tenggorok, nyeri kepala, tidak nafsu makan,
badan lemah, dan nadi lambat. Gejala local berupa nyeri tenggorok, tonsil
membengkak ditutupi bercak putih kotor makin lama makin meluas dan
menyatu membentuk membran semu. Membran ini melekat erat pada dasar
dan bila diangkat akan timbul pendarahan. Jika menutupi laring akan
menimbulkan serak dan stridor inspirasi, bila menghebat akan terjadi sesak
nafas. Bila infeksi tidak terbendung kelenjar limfa leher akan membengkak
menyerupai leher sapi. Gejala eksotoksin akan menimbulkan kerusakan pada
jantung berupa miokarditis sampai dekompensation kordis.
Komplikasi
Laryngitis difteri, miokarditis, kelumpuhan otot palatum mole,
kelumpuhan otot mata, otot faring laring sehingga suara parau, kelumpuhan
otot pernapasan, dan albuminuria.
Diagnosis
Diagnosis tonsillitis difteri harus dibuat berdasarkan pemeriksaan
klinis karena penundaan pengobatan akan membahayakan jiwa penderita.
Pemeriksaan preparat langsung diidentifikasi secara fluorescent antibody
technique yang memerlukan seorang ahli. Diagnosis pasti dengan isolasi C,
diphteriae dengan pembiakan pada media Loffler dilanjutkan tes
toksinogenesitas secara vivo dan vitro. Cara PCR (Polymerase Chain
Reaction) dapat membantu menegakkan diagnosis tapi pemeriksaan ini mahal
dan masih memerlukan penjagaan lebih lanjut untuk menggunakan secara
luas.
Pemeriksaan
1. Tes Laboratorium
Dilakukan dengan cara preparat langsung kuman(dari
permukaan bawah membrane semu). Medium transport yang dapat
dipaki adalah agar Mac conkey atau Loffler.
2. Tes Schick (tes kerentanan terhadap difhteria)
3. Terapi Anti difteri serum diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur
dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung dari umur dan beratnya
penyakit itu.
Terapi
Tujuan dari pengobatan penderita diphtheria adalah menginaktivasi
toksin yang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar
penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi C.diphteria untuk mencegah
penularan serta mengobati infeksi penyerta dan penyulit diphtheria. Secara
umum dapat dilakukan dengan cara istirahat selama kurang lebih 2 minggu
serta pemberian cairan.
Secara khusus dapat dilakukakan dengan pemberian
1. Antitoksin : serum anti diphtheria (ADS)
2. Anti microbial : untuk menghentikan produksi toksin, yaitu penisilin
prokain 50.000-100.000 KI/BB/hariselama 7-10 hari, bila alergi diberikan
eritromisin 40 mg/kg/hari.
3. Kortikosteroid : diberikan kepada penderita dengan gejala obstruksi saluran
nafas bagian atas dan bila terdapat penyulit miokardiopati toksik.
4. Pengobatan penyulit : untuk menjaga agar hemodinamika penderita tetap
baik oleh karena penyulit yang disebabkan oleh toksin umumnya
reversible.
5. Pengobatan carrier : ditujukan bagi penderita yang tidak mempunyai
keluhan.
Pencegahan
Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan dengan menjaga
kebersihan pada diri anak serta memberikan penyuluhan tentang penyakit ini
pada anak-anak. Selain itu juga diberikan imunisasi yang terdiri dari
imunisasi DPT dan pengobatan carrier.
Tes kekebalan
1. Kekebalan aktif diperoleh dengan cara inapparent infection dan imunisasi
dengan toksoid diphtheria.
2. Kekebalan pasif diperoleh secara transplasental dari ibu yang kebal
terhadap diphtheria (sampai 6 bulan) dan suntikan antitoksin (2-3
minggu).
2. TONSILITIS SEPTIK
Penyebab dari tonsillitis ini adalah Streptokokus hemolitikus yang
terdapat dala susu sapi sehingga dapat timbul epidemic. Oleh karena itu perlu
adanya pasteurisasi sebelum mengkonsumsi susu sapi tersebut.
3. ANGINA PLAUT VINCENT ( Stomatitis Ulseromembranosa )
Etiologi
Penyakit ini disebabkan karena kurangnya hygiene mulut, defisiensi
vitamin C serta kuman spirilum dan basil fusiform.
Manifestasi klinis
Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam sampai 39o celcius,
nuyeri kepala, badan lemah, dan terkadang terdapat gangguan pencernaan.
Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi, dan gusi berdarah.
Pemeriksaan
Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membrane putih keabuan
di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut
berbau dan kelenjar submanibula membesar.
Terapi
Memperbaiki hygiene mulut, antibiotika spektrum lebar selama 1
minggu, juga pemberian vitamin C dan B kompleks.
TONSILITIS KRONIS 1,2,4,10,12
Definisi
Tonsilitis merupakan keradangan kronis yang mengenai seluruh
jaringan tonsil yang umumnya didahului oleh suatu keradangan di bagian
tubuh lain, misalnya sinusitis, rhinitis, infeksi umum seperti morbili, dan
sebagainya. Sedangkan Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil
setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis.
Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara
serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil
diluar serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang
mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus
Etiologi
Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari
Commission on Acute Respiration Disease bekerja sama dengan Surgeon
General of the Army America dimana dari 169 kasus didapatkan data sebagai
berikut :
25% disebabkan oleh Streptokokus β hemolitikus yang pada masa
penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam
serum penderita.
25% disebabkan oleh Streptokokus golongan lain yang tidak menunjukkan
kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita.
Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza.
Adapula yang menyatakan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai berikut
1. Streptokokus β hemolitikus Grup A
2. Hemofilus influenza
3. Streptokokus pneumonia
4. Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika)
5. Tuberkulosis (pada keadaan immunocompromise).
Faktor Predisposisi
Adapun beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis,
yaitu :
· Rangsangan kronis (rokok, makanan)
· Higiene mulut yang buruk
· Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah- ubah)
· Alergi (iritasi kronis dari allergen)
· Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)
· Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat.
Patologi
Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripte tonsil. Karena
proses radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis,
sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh
jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripte akan melebar.
Secara klinis kripte ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi
epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripte
berupa eksudat berwarna kekuning-kuningan). Proses ini meluas hingga
menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar
fossa tonsillaris. Pada anak-anak, proses ini akan disertai dengan pembesaran
kelenjar submandibula.
Manifestasi Klinis
Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan
tonsilitis akut yang berulangulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-
menerus pada tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu
yang mengganjal di kerongkongan bila menelan,terasa kering dan pernafasan
berbau.
Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis
Kronis yang mungkin tampak, yakni :
1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke
jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang
purulen atau seperti keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang
seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis,
kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan
mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak
permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi
menjadi :
- T0 : Tonsil masuk di dalam fossa
- T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
- T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
- T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
- T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
Diagnosis
Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut
1. Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50%
diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan
keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan,
nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan
nyeri pada leher.
2. Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut.
Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat
diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada beberapa kasus, kripta
membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat banyak terlihat
pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang
kecil, biasanya membuat lekukan dan seringkali dianggap sebagai "kuburan"
dimana tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang tipis terlihat
pada kripta.
3. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan
apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman
dengan derajat keganasan yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus,
Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus.
Komplikasi
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke
daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil.
Adapun berbagai komplikasi yangkerap ditemui adalah sebagai berikut :
1. Komplikasi sekitar tonsila
· Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya
trismus dan abses.
· Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil.
Sumber infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami
supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.
· Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah
beningatau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring,
sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os
petrosus.
· Abses Retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya
terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring
masih berisi kelenjar limfe.
· Krista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh
jaringan fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada
tonsil berwarna putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan
multipel.
· Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam
jaringan tonsil yang membentuk bahan keras seperti kapur.
2. Komplikasi Organ jauh
· Demam rematik dan penyakit jantung rematik
· Glomerulonefritis
· Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
· Psoriasiseritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura
· Artritis dan fibrositis.
Penatalaksanaan
Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan
pengangkatan tonsil (Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-
kasus dimana penatalaksanaan medis atau terapi konservatif yang gagal untuk
meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian
antibiotika penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha
untuk membersihkan kripta tonsillaris dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran
jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis atau
berulang-ulang.
Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan
oleh Celsus dalam buku De Medicina (tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini
juga merupakan tindakan pembedahan yang pertama kali didokumentasikan
secara ilmiah oleh Lague dari Rheims (1757).
TONSILEKTOMI 2,4,8,9,12
Indikasi dari tonsilektomi dibagi 3 :
1. Indikasi absolut
a. Hipertrofi tonsil yang menyebabkan :
· Obstruksi saluran napas misal pada OSAS (Obstructive Sleep Apnea
Syndrome)
· Disfagia berat yang disebabkan obstruksi
· Gangguan tidur
· Gangguan pertumbuhan dentofacial
· Gangguan bicara (hiponasal)
· Komplikasi kardiopulmoner
b. Riwayat abses peritonsil.
c. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi
terutama untuk hipertrofi tonsil unilateral.
d. Tonsilitis kronik atau berulang sebagai fokal infeksi untuk penyakit-penyakit
lain.
2. Indikasi relatif
a. Terjadi 7 episode atau lebih infeksi tonsil pada tahun sebelumnya atau 5
episode atau lebih infeksi tonsil tiap tahun pada 2 tahun sebelumnya atau 3
episode atau lebih infeksi tonsil tiap tahun pada 3 tahun sebelumnya dengan
terapi antibiotik adekuat.
b. Kejang demam berulang yang disertai tonsilitis.
c. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian
terapi medis.
d. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus B-hemolitikus
yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik resisten β-laktamase.
3. Operasi tonsilektomi pada anak-anak tidak selalu disertai adenoidektomi,
adenoidektomi dilakukan hanya bila ditemukan pembesaran adenoid.
Kontraindikasi
Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi,
namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap
memperhitungkan imbang “manfaat dan risiko”. Keadaan tersebut adalah:
1. Gangguan perdarahan
2. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat
3. Anemia
4. Infeksi akut yang berat
PERSIAPAN OPERASI TONSILEKTOMI
1. Anamnesis untuk mendeteksi adanya penyulit
2. Pemeriksaan fisik untuk mendeteksi adanya penyulit
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah tepi: Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit
b. Pemeriksaan hemostasis: BT/CT dan atau PT/APTT
TEKNIK OPERASI
1. Teknik tonsilektomi yang direkomendasikan adalah teknik Guillotine dan
teknik Diseksi
2. Pelaksanaan operasi dapat dilakukan secara rawat inap atau one day care.
3. Dianjurkan untuk melakukan penelitian untuk membandingkan teknik
Guillotine dan Diseksi di rumah sakit pendidikan.
4. Dianjurkan untuk mengembangkan teknik Diseksi modern khususnya di
rumah sakit pendidikan.
TEKNIK ANESTESI
1. Anestesi yang digunakan adalah anestesi umum dengan teknik perlindungan
jalan nafas.
2. Pemantauan ditujukan atas fungsi nafas dan sirkulasi. Pulse oxymeter
dianjurkan sebagai alat monitoring.
Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah
teknik Guillotine dan diseksi : 9
1. Guillotine, Tonsilektomi guillotine dipakai untu mengangkat tonsil secara
cepat dan praktis. Tonsil dijepit kemudian pisau guillotine digunakan untuk
melepas tonsil beserta kapsul tonsil dari fosa tonsil. Sering terdapat sisa dari
tonsil karena tidak seluruhnya terangkat atau timbul perdarahan yang hebat.
2. Teknik Diseksi, Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode
diseksi. Metode pengangkatan tonsil dengan menggunakan skapel dan
dilakukan dalam anestesi. Tonsil digenggam dengan menggunakan klem
tonsil dan ditarik kearah medial, sehingga menyebabkan tonsil menjadi
tegang. Dengan menggunakan sickle knife dilakukan pemotongan mukosa
dari Spilar tersebut.
3. Teknik elektrokauter, Teknik ini memakai metode membakar seluruh
jaringan tonsil disertai kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah
listrik transfer energi berupa radiasi elektromagnetik untuk menghasilkan efek
pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan dalam spektrum
elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4 Mhz. Penggunaan gelombang
pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan konduksi saraf atau jantung.
4. Radiofrekuensi, Pada teknik ini radiofrekuensi elektrode disisipkan
langsung kejaringan. Densitas baru disekitar ujung elektrode cukup tinggi
untuk membuka kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas.
Selama periode 4-6 minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil dan total
volume jaringan berkurang.
5. Skapel harmonic, Skapel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk
memotong dan mengkoagulasi jaringan dengan kerusakan jaringan minimal.
6. Teknik Coblation, Coblation atau cold ablation merupakan suatu modalitas
yang untuk karena dapat memanfaatkan plasma atau molekul sodium yang
terionisasi untuk mengikis jaringan. Mekanisme kerja dari coblation ini adalah
menggunakan energi dari radiofrekuensi bipolar untuk mengubah sodium
sebagai media perantara yang akan membentuk kelompok plasma dan
terkumpul disekitar elektroda. Kelompok plasma tersebutakan mengandung
suatu partikel yang terionisasi dan kandungan plasma dengan partikel yang
terionisasi yang akan memecah ikatan molekul jaringan tonsil. Selain
memecah ikatan molekuler pada jaringan juga menyebabkan disintegrasi
molekul pada suhu rendah yaitu 40-70%, sehingga dapat meminimalkan
kerusakan jaringan sekitar.
7. Intracapsular partial tonsillectomy, Intracapsular tonsilektomi merupakan
tensilektomi parsial yang dilakukan dengan menggunakan microdebrider
endoskopi. Microdebrider endoskopi bukan merupakan peralatan ideal untuk
tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat menyamai
ketepatan dan ketelitian alat ini dalam membersihkan jaringan tonsil tanpa
melukai kapsulnya.
8. Laser (CO2-KTP), Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP
(Potassium Titanyl Phosphat) untuk menguapkan dan mengangkat jaringan
tonsil. Tehnik ini mengurangi volume tonsil dan menghilangkan recesses pada
tonsil yang menyebabkan infeksi kronik dan rekuren
Penyulit
Berikut ini keadaan-keadaan yang memerlukan pertimbangan khusus dalam
melakukan tonsilektomi maupun tonsiloadenoidektomi pada anak dan dewasa:
1. Kelainan anatomi:
· Submucosal cleft palate (jika adenoidektomi dilakukan)
· Kelainan maksilofasial dan dentofasial
2. Kelainan pada komponen darah:
· Hemoglobin < 10 g/100 dl
· Hematokrit < 30 g%
· Kelainan perdarahan dan pembekuan (Hemofilia)
3. Infeksi saluran nafas atas, asma, penyakit paru lain
4. Penyakit jantung kongenital dan didapat (MSI)
5. Multiple Allergy
6. Penyakit lain seperti:
· Diabetes melitus dan penyulit metabolik lain
· Hipertensi dan penyakit kardiovaskular
· Obesitas, kejang demam, epilepsi
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Fundamentals of
Otolaryngology. 6th Ed Edisi Bahasa Indonesia, EGC, Jakarta, 2001;
263-368
2. Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 2001; 180-183
3. Sobbota, Atlas Anatomi Tubuh Manusia, Jilid 2, EGC, Jakarta,2001
4. Kornblut D Alan, The Otolaryngologic Clinics of North America Vol 20,
WB Saunders Company, Philadelphia, 1987,279-286
5. Tonsilitis, available at http://www.mayoclinic.com
6. Tonsilitis, available at http://medical-dictionary.freedictionary.com
7. Tonsil, available at www.octc.kctcs.edu
8. Tonsillitis available at http://ilmukedokteran.net
9. Tonsilitis dan tonsilektomi, available at www.yanmedik-depkes.net
10. Tonsilitis, available at www.fkuii.org
11. Tonsilitis, available at www.wikipedia.com
12. Tonsilitis akut dan kronik, available at www.wordpress.com
13. Tonsilitis akut available at www.wartamedika.com