Upload
roni-george-dh
View
171
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
Karsinoma Tonsil
Maesyara Adinda Sari, Rizalina A. Asnir
PENDAHULUAN
Karsinoma tonsil adalah karsinoma yang terjadi pada salah satu
dari tiga jenis tonsil yang terdapat pada tenggorok. Paling sering terjadi
pada tonsil palatina yang terletak pada kedua sisi tenggorok
(Healthgrades 2013 ; Mayoclinic 2013 ; Hayes 2014).
Angka terjadinya karsinoma sel skuamosa pada tonsil secara stabil
terus meningkat di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Di Swedia, insiden
terjadinya karsinoma ini telah mencapai proporsi jumlah epidemik. Lebih
umum terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Insiden karsinoma
tonsil ini lebih tinggi pada laki-laki ras Amerika-Afrika dibandingkan
dengan ras kaukasia. Biasanya dijumpai pada usia diatas 45 tahun dan
paling sering dijumpai pada usia diantara 60 hingga 80 tahun (Ragona et
al. 2008 ; Luginbuhl, Sanders & Spiro 2009 ; Nguyen 2010).
Kemampuan bertahan dari karsinoma tonsil secara historis
dianggap buruk, terutama untuk stadium lanjut, yaitu stadium III dan IV.
Namun literatur akhir-akhir ini menunjukkan hasil yang menjanjikan untuk
karsinoma tonsil dengan terapi bedah, meskipun dengan stadium yang
lanjut. Prognosis pasien karsinoma tonsil yang buruk berhubungan
dengan pendeteksian karsinoma tonsil yang terlambat (Kokot 2012).
Oleh karena karsinoma sel skuamosa pada tonsil yang terbanyak,
maka refarat ini lebih banyak membahas tentang karsinoma sel skuamosa
pada tonsil
1
EPIDEMIOLOGI
Karsinoma sel skuamosa pada kepala dan leher merupakan salah
satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di dunia. Karsinoma pada
daerah orofaring merupakan 15% dari karsinoma pada saluran
aerodigestif. Angka terjadinya karsinoma sel skuamosa pada tonsil
secara stabil terus meningkat di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Di
Swedia, insiden terjadinya karsinoma ini telah mencapai proporsi jumlah
epidemik (Ragona et al. 2008 ; Luginbuhl, Sanders & Spiro 2009 ; Nguyen
2010).
Insiden karsinoma faring di Inggris adalah 4/100.000 dengan 1.339
diagnosa pada tahun 2000. Lokasi tersering dari karsinoma faring ini
adalah tonsil palatina, dengan lebih dari 400 kasus setiap tahunnya di
Inggris (Skilbeck 2011).
Data yang didapatkan dari pusat rekam medik Rumah sakit Haji
Adam Malik Medan Sumatera Utara didapatkan sebanyak 38 orang
penderita karsinoma tonsil periode waktu November 2013 hingga
November 2014 (Pusat data rekam medik RS H. Adam Malik).
Lebih umum terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Insiden
karsinoma tonsil ini lebih tinggi pada laki-laki ras Amerika-Afrika
dibandingkan dengan ras kaukasia. Biasanya dijumpai pada usia diatas
45 tahun dan paling sering dijumpai pada usia diantara 60 hingga 80
tahun(Nguyen 2010 ; Hayes 2014).
2
ANATOMI
Gambar 1. Lokasi Tonsil
Syrjanen 2004
Tonsil ada tiga, yaitu tonsil faringeal, tonsil lingual dan tonsil
palatina. Tonsil faringeal atau biasa juga disebut dengan adenoid, terdiri
dari massa jaringan limfatik yang berbentuk piramid tunggal, terletak pada
bagian postero superior nasofaring, permukaannya berlipat2 dengan
kripta semu. Tonsil lingual merupakan agregasi dari jaringan limfatik yang
terletak pada lamina propria dari pangkal lidah, hanya terdapat satu kripta
pada tiap nodul tonsil lingual. Kemudian yang terakhir adalah tonsil
palatina atau biasa kita sebut dengan tonsil. Tonsil palatina inilah yang
akan dibahas lebih banyak dalam refarat ini (Syrjanen 2004).
3
Gambar 2. Rongga Mulut
www.studyblue.com
Tonsila palatina merupakan jaringan limfoid yang padat yang
termasuk dalam Ring of Waldeyer. Secara mikroskopik tonsil terdiri dari
tiga komponen, yaitu jaringan ikat, folikel germinativum (merupakan sel
limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan limfoid) (Amalia 2011).
Terdapat dua tonsil palatina. Tiap tonsil merupakan massa berbentuk oval
dari jaringan limfoid yang berada pada dinding lateral orofaring diantara
pilar anterior dan pilar posterior atau dengan kata lain berada didalam
fossa yang dibentuk oleh otot palatoglossus pada bagian anterior, otot
palatopharyngeus juga constrictor superior pada bagian posterior dan
lateral. Ukuran tonsil yang sebenarnya lebih besar apabila dibandingkan
dengan tonsil yang tampak pada permukaannya, sebagai bagian dari
perluasan keatas hingga ke palatum mole, kebawah hingga ke dasar lidah
dan di bagian anterior hingga ke arkus palatoglossal. Tonsil terdiri dari dua
permukaan yaitu lateral dan medial, dan juga terdiri dari dua kutub yaitu
4
kutub bagian atas dan bawah (McKerrow 2008 , Bathala & Eccles 2013 ,
Dhingra 2013).
Gambar 3. Ring of Waldeyer
www.studyblue.com
Permukaan Medial tonsil ditutupi oleh epitel skuamosa berlapis
tidak berkeratin yang masuk hingga ke dalam tonsil dan membentuk
kripta. 12 hingga 15 kripta dapat dilihat pada bagian permukaan medial
tonsil. Ada beberapa bukti yang memberi kesan bahwa lapisan epitel
kripta semipermiabel, sehingga materi yang dicerna dapat masuk. Salah
satu dari kripta merupakan yang paling besar dan paling dalam, yang
berada di dekat bagian atas tonsil disebut dengan kripta magna atau celah
intratonsilar. Kripta utama bercabang menjadi kripta sekunder yang
salurannya lebih kecil. Kripta dapat terisi oleh bahan lunak kekuningan
yang terdiri dari sel epitel mati, bakteri mati dan sisa makanan yang dapat
diekspresikan oleh tekanan dari pilar anterior (Kenna & Amin 2009 ;
Dhingra 2013).
5
Permukaan lateral tampak sebagai kapsul fibrosa. Diantara kapsul
dan bed tonsil terdapat suatu jaringan longgar yang membuat tonsil
mudah untuk dipotong pada bidang ini pada saat tindakan tonsilektomi.
Pada daerah ini juga merupakan sebagai tempat terkumpulnya pus pada
abses peritonsil. Beberapa serat otot palatoglossus dan palatopharingeus
tertempel pada kapsul tonsil ini (Kenna & Amin 2009 ; Dhingra 2013 ;
Jeyakumar 2014).
Kutub atas dari tonsil meluas hingga ke palatum mole. Permukaan
medialnya ditutupi oleh lipatan semilunar, meluas ke antara pilar anterior
dan posterior dan melingkupi ruang potensial yang dinamakan dengan
fossa supratonsil (Dhingra 2013).
Kutub bawah dari tonsil ini melekat pada lidah. Lipatan triangular
dari membran mukosa meluas dari pilar anterior hingga ke bagian
anteroinferior tonsil dan melingkupi ruang yang dinamakan dengan ruang
anterior tonsil. Tonsil dipisahkan dari lidah oleh suatu sulkus yang
dinamakan dengan dengan sulkus tonsilolingual dimana ini merupakan
tempat yang lazim untuk terjadinya suatu keganasan (Kenna & Amin 2009
; Dhingra 2013).
Bed tonsil dibentuk oleh otot styloglossus dan constrictor superior.
Diluar otot konstriktor superior, tonsil berhubungan dengan arteri fasialis,
kelenjar ludah submandibula, otot digastrik bagian tengah, otot pterigoid
bagian medial dan sudut mandibula (Dhingra 2013).
Pendarahan
Suplai darah pada tonsil palatina bermacam-macam, akan tetapi
pada umumnya, disuplai oleh beberapa cabang dari arteri karotis
eksterna, yaitu : arteri faringeal asending, arteri palatina asending, dan
cabang dari arteri lingualis yaitu arteri lingualis dorsal serta arteri fasialis.
6
Suplai darah masuk dari kutub bawah tonsil. Sedangkan suplai darah
yang masuk dari kutub atas tonsil merupakan cabang dari arteri maksilaris
yaitu arteri palatina desending (Jeyakumar 2014).
Gambar 4. Suplai darah pada Tonsil
www.emedicine.com
Pembuluh darah vena pada tonsil mengalir ke vena palatina
eksternal yang kemudian ke vena fasialis (Dhingra 2013).
Aliran Limfe
Aliran limfe dari tonsil menembus otot konstriktor superior dan
mengalir ke dalam kelenjar limfe servikalis dalam khususnya
jugulodigastrik yang terletak di bawah sudut mandibula (Dhingra 2013)
Letak kelenjar limfe leher menurut Sloan Kattering Memorial
Cancer Center Classification dibagi dalam lima daerah penyebaran
kelompok kelenjar, yaiyu daerah :
7
I. Kelenjar yang terletak di segitiga sub-mental dan submandibula
II. Kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan termasuk kelenjjar limfe
jugular superior, kelenjar digastrik dan kelenjar servikal posterior
superior
III. Kelenjar limfe jugularis diantara bifurkasio karotis dan persilangan
m. omohioid dengan m. sternokleidomastoid dan batas posterior m.
sternokleidomastoid
IV. Grup kelenjar di daerah jugularis inferior dan supraklavikula
V. Kelenjar yang berada di segitiga posterior servikal.
Karsinoma yang terdapat pada orofaring termasuk didalamnya adalah
tonsil, biasanya dijumpai metastase ke kelenjar jugular superior atau
terdapat pada daerah peyebaran II (Roezin 2011).
Gambar 5. Daerah Kelenjar Limfe Leher
(Roezin 2011)
8
KARSINOMA TONSIL
Karsinoma tonsil adalah karsinoma yang terjadi pada salah satu
dari tiga jenis tonsil yang terdapat pada tenggorok. Paling sering terjadi
pada tonsil palatina yang terletak pada kedua sisi tenggorok, meskipun
demikian karsinoma ini dapat terjadi pada tonsil faringeal atau yang biasa
kita sebut dengan adenoid, yang terletak di belakang kavum nasi, ataupun
dapat terjadi pada tonsil lingual, yang terletak pada bagian belakang lidah
(Healthgrades 2013 ; Mayoclinic 2013 ; Hayes 2014).
Pada karsinoma tonsil yang paling sering dijumpai adalah
karsinoma sel skumosa yang tampak sebagai lesi ulserasi dengan dasar
nekrosis. Lesi ini umumnya berkeratin akan tetapi terkadang dijumpai juga
yang tidak berkeratin akan tetapi dalam jumlah yang sedikit. Dapat juga
dijumpai limfoma yang biasanya tampak sebagai pembesaran tonsil pada
satu sisi dengan atau tanpa ulserasi dan menyebabkan abses peritonsilar
yang tidak nyeri. Limfoma umumnya terjadi pada struktur cincin Waldeyer
dan tonsil merupakan lokasi paling sering terjadinya limfoma non-hodgkin
ekstra nodul. Oleh karena karsinoma sel skuamosa pada tonsil yang
terbanyak, maka refarat ini lebih banyak membahas tentang karsinoma sel
skuamosa pada tonsil (Lassig, Teknos, Chepeha 2009 ; Dhingra 2013 ;
Hayes 2014).
Karsinoma sel skuamosa timbul sebagai lesi ulseratif dengan ujung
yang nekrotik. Pada awalnya tumor menyebar ke sepanjang permukaan
mukosa dan akhirnya meluas kedalam jaringan dibawahnya. Secara
patologi , karsinoma ini digolongkan berdasarkan gambaran histologi yang
dihubungkan dengan perjalanan klinis. Secara sederhana semua
klasifikasi berkisar dari berdiferensiasi baik, dimana tingkat keganasannya
biasanya rendah sampai diferensiasi buruk yang tingkat keganasannya
tinggi. Kanker yang berdiferensiasi kurang baik cenderung memberikan
respon yang baik terhadap terapi radiasi, walaupun prognosis jangka
9
panjang lebih buruk daripada jenis yang berdiferensiasi baik (Cohen
2013).
Etiologi
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pada karsinoma tonsil
yang paling banyak dijumpai adalah karsinoma sel skuamosa. Penyebab
karsinoma sel skuamosa yang paling sering berhubungan dengan
paparan rokok dan alkohol. Bahan ini sendiri memiliki sifat tergantung
dosis. Kombinasi antara merokok dan meminum alkohol memperbesar
resiko untuk terkena karsinoma tonsil dibandingkan dengan hanya
merokok atau meminum alkohol saja. Ketika digunakan atau dikonsumsi
bersama-sama, rokok dan alkohol ini memiliki efek sinergis dan dipercayai
sebagai penyebab pada 80% hingga 90% dari karsinoma orofaring.
Penggunaan bahan lain dapat juga menyebabkan karsinoma ini.
Kombinasi daun sirih dan buah pinang yang umumnya dikonsumsi di
daerah India dan Asia Tenggara juga merupakan bahan yang dianggap
dapat menyebabkan karsinoma tonsil (Lassig, Teknos, Chepeha 2009 ;
Healthgrades 2013 ; Clark 2013).
Selain kebiasaan merokok, meminum alkohol dan mengunyah sirih,
Human Papiloma Virus (HPV) juga memiliki keterlibatan dalam
menyebabkan karsinoma tonsil. Deteksi DNA HPV16 oleh El-Mofty et al.
pada biopsi karsinoma tonsil terhadap pasien dengan usia dibawah 40
tahun memperkuat hipotesis etiologi infeksi ini, sama seperti studi
tambahan yang menunjukkan hubungan yang kuat berkaitan dengan
infeksi HPV16 dan karsinoma tonsil pada pasien usia muda tanpa sejarah
merokok dan meminum alkohol ataupun merokok dan meminum alkohol
dalam jumlah yang minimal (Klussmann et al. 2003 ; Nguyen 2010 ; Clark
2013).
10
Infeksi virus juga telah terbukti berhubungan dengan karsinoma
tonsil. Human Papilloma Virus (HPV), akhr-akhir ini diketahui dapat
menginduksi karsinogenesis virus pada saluran aerodigestif, paling sering
pada orfaring yaitu pada tonsil palatina. DNA HPV dijumpai pada 45%
hingga 100% dari seluruh neoplasma tonsil. Sejauh ini HPV 16
merupakan jenis HPV yang paling umum dijumpai, yang menimbulkan
efek karsinogenesis melalui onkogen E6 dan E7 (Lassig, Teknos,
Chepeha 2009).
Brandsma dan Abramson pada tahun 1989 merupakan yang
pertama sekali melaporkan adanya DNA HPV16 pada dua dari tujuh
sediaan karsinoma sel skuamosa tonsil. Setelah penelitian itu, banyak
dilakukan penelitian serupa. Setahun setelah penelitian Brandsma dan
Abramson, Ishibashi melakukan penelitian terhadap karsinoma tonsil dan
mendeteksi adanya DNA HPV 16 pada metastase karsinoma tonsil
tersebut ke kelenjar limfe. Penelitian berbasis kasus dijumpai bahwa
karsinoma sel, skuamosa berhubungan kuat dengan infeksi oral HPV dan
seropositif HPV, secara komplit terpisah dari kebiasaan merokok dan
penggunaan alkohol. Studi ini menyimpulkan bahwa mekanisme
karsinogenesis se[pertinya sepenuhnya berbeda apabila dibandingkan
dengan tumor yang diinduksi rokok dan penggunaan alkohol, dan tumor
yang disebabkan HPV lebih terlihat seperti penyakit yang didapatkan
melalui seksual. Karsinoma sel skuamosa yang diperantarai HPV
biasanya dijumpai pada pasien dengan usia yang lebih muda. Hal ini
dapat digunakan untuk meramalkan kemajuan prognosis, dimana apabila
pada pasien dijumpai muatan virus yang tinggi ini mengindikasikan bahwa
lebih respon terhadap terapi yang mempertahankan organ (Lassig,
Teknos, Chepeha 2009 ; Syrjanen 2004).
11
Patofisiologi Karsinoma Tonsil
Karsinoma tonsil dapat muncul pada fossa tonsilaris, juga
umumnya meluas ke struktur yang berdekatan. Karsinoma biasanya
meluas sepanjang sulkus glosotonsilar melibatkan basis lidah dalam
tingkatan yang bermacam-macam. Sebagai tambahan, perluasan
biasanya pada bagian superior yang melibatkan palatum mole ataupun
nasofaring. Fosa tonsilaris di bagian lateral dibatasi oleh otot konstriktor
superior, yang kemungkinan dapat menjadi tempat penyebaran karsinoma
(Kokot 2012).
Namun, ketika otot konstriktor sudah terlewati, kanker mendapat
akses ke ruangan parafaring. Dapat melibatkan otot pterigoid ataupun
mandibula. Perluasan superior ke ruangan parafaring dapat menyebabkan
terlibatnya basis kranii, dan perluasan inferior dapat menyebabkan
terlibatnya bagian lateral leher. Akhirnya, perluasan dalam ruangan
parafaring dapat melibatkan arteri karotis (Kokot 2012).
Metastasis ke kelenjar limfe regional sangat umum terjadi.
Metastase leher tampak pada kira-kira 65% pasien. Kebanyakan
metastase kelenjar limfe ke level II dan sedikit perluasan ke level III.
Perluasan ke level I atau level IV terjadi pada kira-kira 10% (Kokot 2012).
Karsinoma tonsil dapat juga bermetastase ke kelenjar limfe
retrofaringeal. Metastase jauh dari karsinoma tonsil ini juga dapat terjadi
walaupun tidak umum terjadi, biasanya organ-organ jauh yang paling
sering terlibat adalah paru, diikuti oleh liver kemudian tulang (Kokot 2012).
Diagnosis Karsinoma Tonsil
Gejala klinis dan tanda dari karsinoma tonsil ini adalah nyeri
tenggorok yang dapat juga menjalar ke telinga, kesukaran dalam
menelan, pembesaran tonsil yang tidak simetris, lesi pada tonsil, massa
12
pada leher serta turunnya berat badan yang tidak diketahui penyebabnya.
Pada stadium awal biasanya penyakit muncul tanpa gejala. Dan pada
yang lebih lanjut biasanya dapat terjadi dijumpai berdarah pada mulut,
mulut berbau serta dapat terjadi trismus (Syrjanen 2004, Lassig, Teknos,
Chepeha 2009 ; Dhingra 2013 ; Hayes 2014).
Biopsi dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Pertimbangan
yang paling penting untuk diingat bahwa karsinoma sel skuamosa pada
tonsil umumnya terjadi didalam kripta. Sangat penting untuk menjadi
pertimbangan ahli bedah pada saat mengambil sediaan untuk biopsi.
Akan lebih bijaksana apabila bahan untuk biopsi diambil pada jaringan
tonsil yang lebih dalam (Kokot 2012).
Gambar 6. Karsinoma Tonsilwww.emedicine.medscape.com
Komputer Tomografi juga dapat dilakukan untuk
pemeriksaan penunjang. Komputer tomografi pada leher dengan atau
tanpa kontras diperlukan untuk evaluasi metastase dan untuk menilai
perluasan dari tumor. Sebagai tambahan, apabila perluasan keatas
melibatkan area bertulang, ini penting dalam menentukan stadium
karsinoma tonsil (Kokot 2012).
13
Stadium
Stadium dari karsinoma tonsil ini berdasarkan AJCC Cancer
Staging Manual 2009. Klasifikasi ini adalah :
Tumor Primer (T)
Tx : Tumor primer tidak dapat ditentukan
T0 : Tidak ditemukannya tumor primer
Tis : Karsinoma in situ
T1 : Tumor ≤ 2 cm pada dimensi terbesarnya
T2 : tumor > 2 cm tetapi < 4 cm pada dimensi terbesarnya
T3 : Tumor > 4 cm pada dimensi terbesarnya
T4a : Tumor menginvasi laring, otot lidah ekstrinsik atau dalam, otot
pterigoid medial, palatum durum atau mandibula
T4b : Tumor menginvasi otot pterigoid lateral, lempeng pterigoid, lateral
nasofaring, dasar tengkorak atau mengenai arteri karotis
Kelenjar Limfe Regional (N)
Nx : Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai
N0 : Tidak ada metastase kelenjar limfe regional
N1 : Metastase pada kelenjar limfe ipsilateral, tunggal, 3 cm atau lebih
kecil
N2 : Metastase pada kelenjar limfe ipsilateral, tunggal, > 3 cm tetapi <
6 cm pada dimensi terbesar. Kelenjar limfe ipsilateral, tidak lebih
dari 6 cm. Kelenjar limfe bilateral atau kontralateral, tidak lebih dari
6 cm
N2a : Metastase tunggal kelenjar limfe ipsilateral > 3cm tetapi < 6cm
14
N2b : Metastase multipel pada kelenjar limfe ipsilateral, tidak lebih dari
6cm
N2c : Metastase kelenjar limfe bilateral atau kontralateral tidak lebih dari
6cm
N3 : Metastase pada kelenjar limfe > 6cm
Metastase Jauh (M)
Mx : Metastase jauh tidak dapat ditentukan
M0 : Tidak ada metastase jauh
M1 : Metastase jauh
Stadium
Stadium I : T1 N0 M0
Stadium II : T2 N0 M0
Stadium III : T3 N0 M0, T1 N1 M0, T2 N1 M0, T3 N1 M0
Stadium IVa : T4a N0 M0, T4a N1 Mo, T2 N2 M0, T3 N2 M0,
T4a N2 M0
Stadium IVb : Semua T N3 M0, T4b Semua N M0
Stadium Ivc : Semua T Semua N M1 (cancernet Editorial Board
2013)
15
Komplikasi
Komplikasi karsinoma tonsil ini dapat menjadi serius. Komplikasi ini
antara lain merupakan efek samping dari terapi yang diberikan, karsinoma
kambuh kembali setelah terapi, perluasan karsinoma ke struktur yang
berdekatan dnegan tonsil, perluasan karsinoma ke organ-organ lain pada
tubuh serta perluasan karsinoma ke kelenjar limfe pada leher
(Healthgrades 2013).
Diagnosa Banding
Diagnosa karsinoma tonsil ini adalah penyakit-penyakit dengan
tanda pembesaran tonsil, antara lain tonsilitis akut ataupun kronik, abses
peritonsilar (Burkhart 2014).
Tatalaksana
Penatalaksanaan karsinoma tonsil ini dapat berupa non-bedah
ataupun bedah. Penatalaksanaan non-bedah dapat berupa radioterapi
pada letak primer dan leher pada stadium I maupun II. Untuk stadium
lanjut yaitu stadium III dan IV, terapi non-bedah berupa kemoradioterapi
konkomitan dengan tujuan mempertahankan organ. Kemoradioterapi
maksudnya kemoterapi yang diberikan pada waktu yang bersamaan
dengan radioterapi. Radioterapi yang diberikan biasanya berkisar antara
6000 hingga 7000 cGy. Pada keganasan dijumpai juga kemoterapi
induksi, maksudnya diberikan sebelum terapi yang lain diberikan.
digunakan untuk menciutkan atau mengecilkan kanker pada tonsil.
Periode evaluasi dan istirahat diberikan setelah kemoterapi induksi
dilakukan. Kemoterapi dapat digunakan sebagai terapi paliatif apabila
tindakan bedah tidak mungkin dilakukan (Cedars-Sinai 2014, Dhingra
2013 ; Kokot 2012).
16
Penatalaksanaan bedah pada stadium awal dapat dilakukan
tonsilektomi, setelah itu dilakukan radioterapi. Sedangkan
penatalaksanaan bedah pada stadium lanjut, ada beberapa pendekatan
operasi yang dapat dilakukan. Pendekatan yang dilakukan termasuk
diantaranya lip-splitting mandibulotomy ataupun faringotomi lateral untuk
mencapai akses ke tumor. Khas nya pada pendekatan ini, rekonstruksi
dengan lokal, regional atau free tissue flap diperlukan untuk menutup
defek bedah. Ketika memutuskan pendekatan diatas, ahli bedah harus
berhati-hati dalam menentukan perluasan tumor, dan ketika memikirkan
pendekatan transoral, ahli bedah harus menetukan apakah akses
transoral memungkinkan (Kokot 2012).
Beberapa faktor pertimbangan agar tidak dilakukan akses transoral
adalah trismus, gigi yang besar, dimensi transversal mandibula yang kecil,
mandibular tori, lidah yang besar, ekstensi atlanto-occipital yang buruk
dan penenteuan batas reseksi yang tidak jelas. Selanjutnya, apabila tumor
memiliki perluasan tumor ke arah lateral yang signifikan, pendekatan
transoral mungkin beresiko mengenai arteri karotis, membuat pendekatan
ini tidak aman (Kokot 2012).
Sebagai tambahan, apabila reseksi transoral memungkinkan
meninggalkan batas positif (seperti perluasan hingga ke tengkorak), maka
pendekatan terbuka dipilih. Pada akhirnya, pengalaman ahli bedah harus
menjadi pertimbangan. Reseksi transoral karsinoma tonsil mendekati
anatomi dari dalam keluar, pada jalur yang mungkin tidak biasa bagi
kebanyakan ahli bedah. Ini dapat membuat bedah transoral sulit dan
membahayakan batas reseksi (Kokot 2012).
Ketika tumor memiliki keterlibatan dengan sekitarnya seperti
palatum mole, basis lidah atau nasofaring, reseksi transoral mungkin tidak
sesuai oleh karena akan dibutuhkannya rekonstruksi. Ketika lebih dari
setengah palatum mole atau basis lidah direseksi, pada pasien ini lebih
17
bermanfaat apabila dilakukan rekonstruksi dengan menggunakan flap,
dan pendekan bedah terbuka mungkin lebih sesuai. Pemeriksaan fisik di
klinik atau selama operatif endoskopik dapat menentukan dengan akurat
perluasan dari tumor. Pemeriksaan yang berhati-hati sebelum operasi
dapat menentukan perkiraan jarak arteri karotis ke tumor (Kokot 2012).
Apabila terjadi pembesaran kelenjar limfe dapat juga dilakukan
diseksi leher. Diseksi leher komprehensif ialah mengangkat kelenjar limfe
regional ( I hingga V) pada satu sisi. Diseksi leher radikal ini membuang
otot sternokleidomastoideus, vena jugularis interna dan nervus spinalis
asesorius. Sedangkan modifikasi dari diseksi leher radikal berusaha
mempertahankan saraf spinal asesorius, memperthankan vena jugularis
interna dan nervus asesorius spinalis dan mempertahankan ketiga organ
otot sternokleidomastoideus, vena jugularis interna dan nervus spinalis
asesorius (HealthGrades 2013, Munir 2011).
Dengan mengerjakan tindakan diseksi leher tersebut, diharapkan
dapat membuang sel-sel tumor yang bermetastasis sehingga prognosis
menjadi lebih baik. Tindakan diseksi leher ini tidak dikerjakan apabila
sudah terdapat metastase jauh. Tindakan pengangkatan kelenjar leher
saja disebut diseksi leher elektif. Tindakan diseksi leher yang mengangkat
kelenjar limfe leher yang berdekatan dengan tumor primer disebut
tindakan diseksi leher selektif. Tindakan diseksi leher yang diperluas ialah
tindakan diseksi leher radikal yang dilanjutkan dengan pengangkatan
kelenjar-kelenjar limfa retrofaring, paratrakea atau pretrakea (Burkhart
2014, Munir 2011).
18
Gambar 6. Alur pemeriksaan pembesaran kelenjar leher Kelompok Studi PERHATI-KL
Prognosis
Prognosis ditentukan dengan kemampuan bertahan selama 5
tahun. Dimana didapatkan bahwa pada stadium I kemampuan bertahan
selama lima tahunnya sebesar 80%, stadium II sebesar 70%, stadium II
sebesar 40% dan stadium IV sebesar 30% (Kokot 2012).
Kemampuan bertahan dari karsinoma tonsil secara historis
dianggap buruk, terutama untuk stadium lanjut, yaitu stadium III dan IV.
Namun literatur akhir-akhir ini menunjukkan hasil yang menjanjikan untuk
19
karsinoma tonsil dengan terapi bedah, meskipun dengan stadium yang
lanjut (Kokot 2012).
Prognosis pasien karsinoma tonsil yang buruk berhubungan
dengan pendeteksian karsinoma tonsil yang terlambat. Prognosis
karsinoma tonsil juga mempunyai korelasi dengan status HPV. Dimana
pasien karsinoma tonsil dengan HPV positif umumnya memiliki prognosis
yang lebih baik dibandingkan pasien karsinoma tonsil dengan HPV negatif
(Syrjanen 2004 ; Kokot 2012).
20
KESIMPULAN
1. Karsinoma tonsil adalah karsinoma yang terjadi pada salah satu dari
tiga jenis tonsil yang terdapat pada tenggorok dan paling sering terjadi
pada tonsil palatina
2. Penyebab karsinoma sel skuamosa yang paling sering berhubungan
dengan paparan rokok dan alkohol serta akhir-akhir ini ini dicurigai
adanya keterlibatan HPV
3. Terapi karsinoma tonsil ini dapat berupa radioterapi, kemoterapi, bedah
ataupun kombinasi dari ketiganya
4. Prognosis pasien karsinoma tonsil yang buruk berhubungan dengan
pendeteksian karsinoma tonsil yang terlambat
5. Pasien karsinoma tonsil dengan HPV positif umumnya memiliki
prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien karsinoma tonsil dengan
HPV negatif
21
DAFTAR PUSTAKA
Adams, George L. “Tumor-tumor Ganas Kepala dan Leher” Boies Buku
Ajar Penyakit THT. Trans. Intro. 1994 Wijaya, Caroline. Eds. Effendi,
Harjanto. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2013
Amalia, Nina. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam
Malik Medan Tahun 2009. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. 2011.
Anne, Amy. “Neoplasma of the Oropharynx and Hypopharynx” Ballenger’s
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Spain : BC Decker.
2009.
Anonim. Definition of Tonsil Cancer. 27 Juni 2013. www.mayoclinic.org
Anonim. Tonsil Cancer. www.cedars-sinai.edu (diunduh tanggal 9 Oktober
2014)
Burkhart, Nancy. Squamous Cell Carcinoma of the Tonsil. 2014.
www.rdhmag.com
CancerNet Editorial Board. Oral and Oropharyngeal Cancer: Stages and
Grades. 2013. www.cancer.net
Clark, David. “Canadian Journal Dental Hygiene” Beyond Cervical
Cancer : Human Papillomavirus (HPV) and its role in Oropharyngeal
Squamous Cell Carcinoma. 47 (2013) : 135-138.
Dhingra, P.L., Dhingra, Shruti. “Tumours of Oropharynx” Disease of Ear,
Nose & Throat. India : Elsevier. 2010.
Hayes, Kristin. All About Cancer of The Tonsils. 16 May 2014.
www.ent.about.com
22
HealthGrades Editorial Staff. What is Tonsil Cancer? 20 September 2013.
www.healthgrades.com
Kenna, Margaret A, Amin, Manali. “Anatomy and Physilogy of the Oral
Cavity” Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.
Spain : BC Decker. 2009
Klussmann, Jens, et al. “Medical Microbiology Immunology” Human
Papillomavirus-positive Tonsillar Carcinomas : A Different Tumor
Entity?. 192 (2003) : 129-132.
Kokot, Niela. Malignant Tonsil Tumor Surgery. 1 August 2012.
www.emedicine.medscape.com
Luginbuhl, Adam, Saanders, Melinda, Spiro, Jeffrey D. “Annals of Otology,
Rhinology & Laryngology” Prevalance, Morphology, and Prognosis of
Human Papillomavirus in Tonsillar Cancer. 118 (2009) : 742-749.
Munir, Masrin. “Keganasan di bidang telinga hidung tenggorok” Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Eds
1990. Intro. Soepardi Efiaty A., Iskandar, Nurbaiti. Jakarta. Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011.
Nguyen, Nam, et al. “Annals of Surgical Oncology” Important of Age as a
Prognostic Factor for Tonsillar Carcinoma. 17 (2010) : 2570-2577.
Pusat Rekam Medik Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan
Ragona, Rosario M. et al. “Acta Oto-Laryngologica” Abducent Nerve
Paaralysis : First Clinical Sign of Clivus Metastasis from Tonsillar
Carcinoma. 128 (2008) : 713-716.
Roezin, Averdi. “Sistem Aliran Limfe Leher” Buku ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorol Kepala dan Leher. Eds 1990. Intro.
Soepardi Efiaty A., Iskandar, Nurbaiti, Jakarta. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011.
23
Skilbeck, Christopher, et al. “BioMed Central Head & Neck Oncology”
Squamous Cell Carcinoma of the Tonsillar Remnant-clinical
Presentation and Oncological Outcome. 3 (2011) : 1-6.
Syrjanen, S. “Journal Clinical Pathology” HPV infections and Tonsillar
Carcinoma. 57 (2004) : 449-454.
24