31
5/28/2018 KarsinomaTonsil-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/karsinoma-tonsil 1/31 1 BAB I PENDAHULUAN Karsinoma tonsil adalah keganasan kepala dan leher kedua yang sering dijumpai setelah karsinoma laring di Amerika Serikat. Secara histopatologi 90-95% dari lesi ini adalah karsinoma sel skuamosa, sedangkan 10% berasal dari limfoma. Banyak pasien dengan karsinoma tonsil muncul dengan penyakit lanjut karena lesi awal umumnya tanpa gejala ketika tumor masih kecil, gejala berkurang pada sekitar 67-77% dari pasien dengan tumor lebih besar dari 2 cm. dan sering dijumpai metastasis nodus regional. Dengan presentase gejala klinik di leher, sekitar 45% dari lesi arcus tonsil anterior dan 76% dari lesi fosa tonsil. Kanker tonsil dapat mengenai berbagai macam populasi. Utamanya pasien dengan kanker tonsil memiliki riwayat pajanan rokok dan alcohol untuk waktu lama. Data menunjukkan  bahwa ditemukan infeksi HPV (human papilloma virus) pada tumor primer orofaring dan  pada karsinoma tonsillar, menunjukkan bahwa orofaring dan cincin Waldeyer tonsil merupakan tempat predileksi onkogenesis yang berhubungan dengan infeksi HPV. Limfoma maligna merupakan suatu penyakit keganasan primer dari jaringan limfoid dan  jaringan pendukungnya. Penyakit ini dibagi dalam dua golongan besar yaitu Limfoma Hodgkin dan Limfoma non Hodgkin. Non-Hodgkin lymphoma pada cincin Waldeyer relative  jarang terjadi, dan tonsil palatine merupakan daerah yang paling sering terkena. Etiologi sebenarnya masih belum dapat dipastikan, namun sejumlah factor predisposisi sudah dapat ditentukan, diantaranya termasuk infeksi HIV (human immunodeficiency virus) dan EBV (Epstein-Barr virus).  Non-Hodgkin lymphoma (NHL) pada rongga mulut dan orofaring mengisi 13% dari semua NHL ekstranodal primer, dengan sekitar 70% diantaranya terjadi pada tonsil. Tonsil  palatine merupakan tempat yang paling sering terkena, diikuti degan palatum, gingiva, dan lidah. Sebagian besar limfoma yang ditemukan pada tonsil palatine merupakan tipe sel B, dan diffuse large B cell lymphoma (DLBCL) merupakan jenis yang oaling sering terjadi, sebanyak 80% dari kasus.

Karsinoma Tonsil

  • Upload
    reganjm

  • View
    115

  • Download
    6

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Karsinoma Tonsil

Citation preview

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    1/31

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Karsinoma tonsil adalah keganasan kepala dan leher kedua yang sering dijumpai setelah

    karsinoma laring di Amerika Serikat. Secara histopatologi 90-95% dari lesi ini adalah

    karsinoma sel skuamosa, sedangkan 10% berasal dari limfoma. Banyak pasien dengan

    karsinoma tonsil muncul dengan penyakit lanjut karena lesi awal umumnya tanpa gejala

    ketika tumor masih kecil, gejala berkurang pada sekitar 67-77% dari pasien dengan tumor

    lebih besar dari 2 cm. dan sering dijumpai metastasis nodus regional. Dengan presentase

    gejala klinik di leher, sekitar 45% dari lesi arcus tonsil anterior dan 76% dari lesi fosa tonsil.

    Kanker tonsil dapat mengenai berbagai macam populasi. Utamanya pasien dengan kanker

    tonsil memiliki riwayat pajanan rokok dan alcohol untuk waktu lama. Data menunjukkan

    bahwa ditemukan infeksi HPV (human papilloma virus) pada tumor primer orofaring dan

    pada karsinoma tonsillar, menunjukkan bahwa orofaring dan cincin Waldeyer tonsil

    merupakan tempat predileksi onkogenesis yang berhubungan dengan infeksi HPV.

    Limfoma maligna merupakan suatu penyakit keganasan primer dari jaringan limfoid dan

    jaringan pendukungnya. Penyakit ini dibagi dalam dua golongan besar yaitu Limfoma

    Hodgkin dan Limfoma non Hodgkin. Non-Hodgkin lymphoma pada cincin Waldeyer relative

    jarang terjadi, dan tonsil palatine merupakan daerah yang paling sering terkena. Etiologi

    sebenarnya masih belum dapat dipastikan, namun sejumlah factor predisposisi sudah dapat

    ditentukan, diantaranya termasuk infeksi HIV (human immunodeficiency virus) dan EBV

    (Epstein-Barr virus).

    Non-Hodgkin lymphoma (NHL) pada rongga mulut dan orofaring mengisi 13% dari

    semua NHL ekstranodal primer, dengan sekitar 70% diantaranya terjadi pada tonsil. Tonsil

    palatine merupakan tempat yang paling sering terkena, diikuti degan palatum, gingiva, dan

    lidah. Sebagian besar limfoma yang ditemukan pada tonsil palatine merupakan tipe sel B, dan

    diffuse large B cell lymphoma (DLBCL) merupakan jenis yang oaling sering terjadi,

    sebanyak 80% dari kasus.

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    2/31

    2

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A. Anatomi1. Anatomi Tonsil

    Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat

    dengan kriptus didalamnya.

    Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil

    lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer. Tonsil

    palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas

    tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang

    kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.

    Tonsil palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris di kedua

    sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Tonsil palatina

    lebih padat dibandingkan jaringan limfoid lain. Permukaan lateralnya ditutupi oleh

    kapsul tipis dan di permukaan medial terdapat kripta. Kripta tonsil berbentuk saluran

    tidak sama panjang dan masuk ke bagian dalam jaringan tonsil. Umumnya berjumlah 8-20 buah dan kebanyakan terjadi penyatuan beberapa kripta. Permukaan kripta ditutupi

    oleh epitel yang sama dengan epitel permukaan medial tonsil. Saluran kripta ke arah luar

    biasanya bertambah luas; hal ini membuktikan asalnya dari sisa perkembangan kantong

    brakial II. Secara klinik kripta dapat merupakan sumber infeksi, baik lokal maupun

    umum karena dapat terisi sisa makanan, epitel yang terlepas, kuman. Permukaan lateral

    tonsil yang tersembunyi ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat disebut kapsul;

    walaupun para ahli anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi para pakar klinikmenyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian tonsil.

    Plika triangularis atau plika retrotonsilaris atau plika transversalis merupakan strukturn

    normal yang telah ada sejak masa embrio. Plika triangularis terletak di antara pangkal

    lidah dengan bagian anterior kutub bawah tonsil dan merupakan serabut yang berasal

    dari oto palatofaringeus. Fossa tonsil atau sinus tonsil yang di dalamnya terletak tonsil

    palatina, dibatasi oleh otot-otot orofaring:

    1) Batas anterior adalah otot palatoglossus, disebut plika anterior,

    2) Batas posterior adalah otot palatofaringeus, disebut plika posterior,

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    3/31

    3

    3) Batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior.

    Plika anterior berbentuk seperti kipas di rongga mulut, mulai dari palatum mole dan

    berakhir di sisi lateral lidah. Plika posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai

    palatum mole, tuba Eustachius dan dasar tengkorak. ke arah bawah meluas hingga

    dinding lateral esofagus.

    Gambar 1.Anatomi dari region tonsil

    Plika anterior dan plika posterior ini bersatu di atas di palatum mole. Ke arah bawah

    berpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring. Di bagian

    atas fossa tonsil terdapat ruangan yang disebut fossa supratonsil. Ruangan ini terjadi

    karena tonsil tidak mengisi penuh fossa tonsil. Tonsil mendapat vaskularisasi dari

    cabang-cabang a.karotis eksterna yaitu: a. maksilaris eksterna (a. fasialis) yang

    mempunyai cabang a. tonsilaris dan a. palatina asenden, a.maksilaris interna dengan

    cabangnya yaitu a. palatine desenden, a. lingualis dengan cabangnya yaitu a. lingualis

    dorsal, dan a. faringeal asenden. Arteri tonsilaris berjalan ke atas di bagian luar

    m.konstriktor superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri

    palatina asenden, mengirimkan cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior

    menuju tonsil.

    Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m.

    konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim

    cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatine desenden atau a.

    palatina posterior atau lesser palatine artery memberi vaskularisasi tonsil dan palatum

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    4/31

    4

    mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden. Vena-vena dari

    tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran getah

    bening dari daerah tonsil menuju ke rangkaian getah bening servikal profunda (deep

    jugular node) bagian superior di bawah m. sternokleidomastoideus. Selanjutnya ke

    kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktuli torasikus. Infeksi dapat menuju ke semua

    bagian tubuh melalui perjalanan aliran getah bening. Inervasi tonsil bagian atas berasal

    dari serabut saraf V melalui ganglion sphenopalatina dan bagian bawah dari saraf

    glossofaringeus (N. IX).

    2. Anatomi Kelenjar Getah Bening LeherSistim aliran limfe leher penting untuk dipelajari, karena hampir semua bentuk

    radang atau keganasan kepala dan leher akan terlihat dan bermanifestasi ke kelenjar

    limfe regional. Kelenjar getah bening termasuk dalam susunan retikuloendotel, yang

    tersebar di seluruh tubuh. Mempunyai fungsi penting berupa barier atau filter terhadap

    kumankuman / bakteribakteri yang masuk kedalam badan dan barierpula untuk sel

    sel tumor ganas ( kanker ). Disamping itu bertugas pula untuk membentuk sel sel

    limfosit darah tepi. Ukuran normal dari kelenjar getah bening adalah < 1cm.

    Berdasarkan letaknya kelenjar limfa dileher terdiri atas kelenjar preaurikuler,

    retroaurikuler, submandibula, submental, juguler atas, juguler tengah, juguler bawah,

    segitiga leher dorsal, dan supraklavikula.

    Sekitar 75 buah kelenjar limfe terdapat pada setiap sisi leher, kebanyakan pada

    rangkaian jugularis interna dan spinalis asesorius. Kelenjar limfe yang selalau terlibat

    dalam metastasis tumor adalah kelenjar limfe pada rangkaian juguler interna, yang

    terbentang antara klavikula sampai dasar tengkorak. Rangkaian juguler interna ini dibagi

    dalam kelompok superior, media dan inferior. Kelompok kelenjar limfe yang lain adalah

    submental, submandibula, servikalis superfisial, retrofaring, paratrakela, spinal asesorius,

    sklaneus anterior dan supraklavikula.

    Kelenjar limfe jugularis interna superior menerima aliran limfe yang berasal dari

    palatum mole tonsil, bagian posterior lidah, dasar lidah, sinus piriformis dan supraglotik

    laring. Juga menerima aliran limfe yang berasal dari kelenjar limfe retro faring, spinal

    asesorius, parotis, servikalis superfisial dan kelenjar limfe submandibula.

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    5/31

    5

    Gambar 2. Kelenjar getah bening leher

    Kelenjar jugularis interna media menerima aliran limfe yang berasal langsung dari

    subglotik laring, sinus piriformis bagian inferior dan daerah krikoid posterior. Juga

    menerima aliran limfe yang berasal dari kelenjar limfe jugularis interna superior dan

    kelenjar limfe retrofaring bagian bawah.

    Kelenjar jugularis interna inferior menerima aliran limfe yang berasal langsung dari

    glandula tiroid, trakea, esofagus, baguan servikal,. Juga menerima aliran limfe yang

    berasal dari kelenjar limfe jugularis interna superior dan media dan kelenjar limfe

    paratrakeal.

    Kelenjar limfe submental, terletak pada segitiga submental diantara platisma dan

    m.omohioid di dalam jaringan lunak. Pembuluh aferen menerima aliran limfe yang

    berasal dari dagu, bibir bawah bagian tengah, pipi, gusi, dasar mulut bagian depan dan

    1/3 bagian bawah lidah. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa

    submandibula sisi homolateral atau kontralateral, kadang-kadang dapat langsung ke

    rangkaian kelenjar limfa jugularis interna.

    Kelenjar limfa submandibula, terletak disekitar kelenjar liur submandibula dan

    didalam kelenjar ludahnya sendiri. Pembuluh aferen menerima aliran limfa yang berasal

    kelenjar liur submandibula, bibir atas, bagian lateral bibir bawah, rongga hidung, bagian

    anterior rongga mulut, bagian medial kelopak mata, palatum mole dan 2/3 depan lidah.

    Pembuluh eferenmengalirkan limfa kekelenjar jugularis interna superior.

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    6/31

    6

    Gambar 3. Regio kelenjar getah bening leher

    Kelenjar limfa servikalis superfisial, terletak disepanjang vena jugularis eksterna,

    menerima aliran limfa yang berasal dari kulit muka, sekitar kelenjar parotis, daerah

    retroaurikula, kelenjar parotis dan kelenjar limfa oksipital. Pembuluh eferenmengalirkan

    limfa ke kelenjar limfa jugularis interna superior.

    Kelenjar limfa retrofaring, terletak diantara faring dan fasia prevertebra, mulai dari

    dasar tengkorak sampai ke perbatasan leher dan toraks. Pembuluh aferen menerima

    aliran limfe dari nasofaring, hipofaring, telinga tengah dan tuba eustachius. Pembuluh

    eferenmengalirkan limfa ke limfa jugularis interna dan kelenjar limfa spinal asesorius

    bagian superior.

    Kelenjar limfa paratrakeal menerima aliran limfa yang berasal dari laring bagian

    bawah, hipofaring, esofagus bagian servikal, trakea bagian atas dan tiroid. Pembuluh

    eferenmengalirkan limfa ke kelenjar limfa jugularis interna inferior atau kelenjar limfa

    mediastinum superior.

    Kelenjar limfa spinal asesorius, terletak disepanjang saraf spinal asesorius, menerima

    aliran limfa yang berasal dari kulit kepala bagian parietal, dan bagian belakang leher.

    Kelenjar limfa parafaring menerima aliran limfa dari nasofaring, orofaring, dan sinus

    paranasal. Pembuluh eferenmengalirkan limfa ke kelenjar limfa supraklavikula.

    Rangkaian kelenjar limfa jugularis interna mengalirkan limfa ke trunktus jugularis dan

    selanjutnya masuk keduktus torasikus untuk sisi sebelah kiri, dan untuk sisi sebelah

    kanan masuk ke duktus limfatikus kanan atau langsung kesistim vena pada pertemuan

    vena jugularis interna dan vena subklavia. Juga duktus torasikus dan duktus limfatikus

    kanan menerima aliran limfe dari kelenjar limfa supraklavikula.

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    7/31

    7

    Gambar 4. Kelenjar getah bening leher dan insidensi metastasis

    Pembesaran kelenjar getah bening dengan konsistensi keras seperti batu mengarah

    kepada keganasan, padat seperti karet mengarah kepada limfoma, lunak megarah kepada

    proses infeksi, fluktuatif mengarah telah terjadi abses. Pembesaran kelenjar getah bening

    leher bagian posterior terdapat pada infeksi rubel dan mononukleosis. Supraklavikula

    atau kelenjar getah bening leher bagian belakang memiliki resiko keganasan lebih besar

    dari pada pembesaran kelenjar getah bening bagian anterior.

    Pada pembesaran kelenjar getah bening oleh infeksi virus, KGB umumnya bilateral,

    lunak dan dapat digerakkan. Bila infeksi oleh bakteri kelenjar biasanya nyeri pada

    penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan. Adanya

    kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri dan adanya

    fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila limfadenopati disebabkan oleh keganasan

    maka tanda-tanda peradangan tidak ada, konsistensi keras dan tidak dapat digerakkan.

    B. InsidensiInsidensi penyakit Hodgkin (morbus Hodgkin; MH) kira-kira 3 per 100.000 penderita

    per tahun. Pada pria insidensinya sedikit lebih tinggi daripada wanita. Perbandingan pria

    dan wanita adalah 3 : 2. Pada morbus Hodgkin distribusi menurut umur berbentuk

    bimodal yaitu terdapat dua puncak dalam distribusi frekuensi. Puncak pertama terjadi

    pada orang dewasa muda antara umur 1835 tahun dan puncak kedua terjadi pada orang

    diatas umur 50 tahun. Selama dekade terakhir terdapat kenaikan berangsur-angsur

    kejadian morbus Hodgkin, terutama bentuk nodular sklerotik pada golongan umur lebih

    muda.

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    8/31

    8

    Insiden Limfoma Non Hodgkin 8 kali lipat Limfoma Hodgkin, insiden baru tahun

    2004 di amerika serikat 50.000 kasus lebih, di China di perkirakan lebih dari 40.000

    kasus. Insiden NHL meningkat sangat pesat. Ras orang kulit putih memiliki risiko lebih

    tinggi daripada orang kulit hitam di Amerika dan Asia. Jenis kelamin rasio laki dan

    perempuan sekitar 1.4:1, tetapi rasio dapat bervariasi tergantung pada subtipe NHL,

    karena menyebar pada mediastinum primer besar misalnya B-sel limfoma terjadi lebih

    sering pada wanita dibandingkan pada pria. Usia untuk semua subtipe NHL lebih dari 60

    tahun, kecuali untuk pasien dengan grade tinggi limfoma noncleaved lymphoblastic dan

    kecil, yang merupakan jenis yang paling umum NHL diamati pada anak-anak dan

    dewasa muda. pada pasien berusia 35-64 tahun hanya 16% kasus pada pasien lebih muda

    dari 35 tahun.

    Keganasan tonsil jarang ditemukan, dan hanya ditemukan pada kurang dari 0,5%

    kasus keganasan baru di Amerika tiap tahunnya. Karsinoma sel skuamosa tonsil lebih

    sering ditemui pada pria dibanding wanita sebanyak 3-4x, dan sebagian besar tumor baru

    terjadi pada usia decade kelima atau selanjutnya.

    Limfoma pada tonsil merupakan keganasan tonsil paling sering kedua pada keganasan

    di bidan otolaringologi. Keganasan lainnya antara lain tumor pada kelenjar saliva, danlesi metastasis.

    C. EtiologiPenyebab yang pasti dari limfoma maligna masih belum diketahui dengan jelas.

    Walaupun demikian bukti-bukti epidemiologi, serologi dan histologi menyatakan bahwa

    faktor infeksi terutama infeksi virus diduga memegang peranan penting sebagai etiologi.

    Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan timbulnya NHL,

    bahkan kedua mekanisme tersebut saling berinteraksi. Virus RNA, HTLV-1 berkaitan

    dengan leukemia sel T dewasa; virus imunodefisiensi humanus (HIV) menyebabkan

    AIDS, defek imunitas yang diakibatkan berkaitan dengan timbulnya limfoma sel B

    keganasan tinggi; virus hepatitis C (HCV) berkaitan dengan timbulnya limfoma sel B

    indolen. Gen dari virus DNA, virus Ebstein Barr (EBV) telah ditemukan terdapat di

    dalam genom sel limfoma Burkitt Afrika; infeksi kronis Helicobacter pylori berkaitan

    jelas dengan timbulnya limfoma lambung, terapi eliminasi H. pylori dapat menghasilkan

    remisi pada 1/3 lebih kasus limfoma lambung. Defek imunitas regulasi-menurun

    imunitas berkaitan dengan timbulnya NHL, termasuk AIDS, reseptor cangkok organ,

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    9/31

    9

    sindrom defek imunitas kronis, penyakit autoimun. Obat seperti fenitoin dan radiasi

    dapat menimbulkan setiap fase penyakit dari penyakit limfoproliferatif hingga limfoma.

    Penyebab keganasan dari daerah tonsil mirip dengan tumor lain saluran atas

    aerodigestive. Secara umum, tembakau dan alkohol telah diidentifikasi sebagai faktor

    etiologi utama. Karena sebagian besar tumor orofaring ditemukan pada pasien dengan

    kebiasaan minum alkohol dan perokok berat, kegiatan ini tampaknya memiliki efek

    sinergis. Kurang dari 4% dari seluruh karsinoma orofaringeal muncul di non-perokok

    dan non-peminum. Faktor lain etiologi penting adalah paparan iradiasi sebelumnya.

    Menurut National Cancer Institute, didapatkan faktor risiko karsinoma sel skuamosa

    termasuk merokok dan penyalahgunaan etanol. Baru-baru ini, beberapa indikasi

    menunjukkan bahwa etiologi virus juga harus dipertimbangkan. Walaupun virus Epstein-

    Barr (EBV) adalah pertimbangan utama dalam karsinoma nasofaring, papilloma virus

    (HPV) telah ditunjukkan sebagai lebih dari ancaman di daerah ini. Beberapa studi telah

    mengidentifikasi indikasi adanya HPV pada sekitar 60% dari karsinoma tonsil.

    HPV adalah virus DNA double-strain yang menginfeksi sel-sel epitel basal dan dapat

    ditemukan pada 36% dari karsinoma sel skuamosa dari oropharing. Meskipun lebih dari

    100 strain telah diisolasi, HPV tipe 16 dan 18 yang paling sering terkait dengan kanker.

    Kode genom virus untuk oncoproteins E6, dan E7 yang mana meningkatan aktivitas pada

    strain yang sangat onkogenik. menyebabkan degradasi p53 penekan tumor, mencegah

    kematian sel yang terprogram. Hasil onkoprotein E7 dalam hilangnya retinoblastoma

    (Rb) supresor tumor. Kehilangan PRB menyebabkan akumulasi p16, yang biasanya akan

    menghambat perkembangan siklus sel melalui cyclin D1 dan CDK4/CDK6 acara

    dimediasi. Namun, pemeriksaan E7 tidak sesuai siklus sel normal, dengan cepatnya pada

    siklus sel dari G1 ke fase S. Karena akumulasi ini, p16 dapat digunakan sebagai penanda

    kegiatan HPV.

    D. KlasifikasiUntuk menentukan prognosis dan respons terhadap pengobatan penderita limfoma

    maligna selain menentukan stadium klinis juga harus ditentukan klasifikasi

    histopatologinya.

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    10/31

    10

    Tabel 1. Klasifikasi Limfoma

    IWF Raport Lukes & collins

    *Low Grade Lymphoma

    - small lymphocyte

    - Folliculer, small cleaved cell- Folliculer, mixed small cleaved

    - Folliculer, mixed small cleaved and

    large cell

    DLWD

    NLPDNML

    SL

    SC-FCCSC-FCC; Lg C-Fcc

    *Intermediate Grade Lymphoma

    -Folliculer, large cell

    -Diffuse, small cleaved cell

    -Diffuse, mixed (small and large cell)

    -Difuse, large cell

    NH

    DLPD

    DM

    DH

    Lg C; Lg NC-FCC

    SC-FCC-D

    SC-D; Lg C-D

    LgC-Fcc-D; LgNC-Fcc-D

    *High Grade

    -Immunoblastik (large cell)-Lymphoblastic

    -Small non cleaved cell

    LymphoblasticBurkit Lb1 sarcomaConvulated T cell

    SNC-FCC

    Keterangan:

    DLWD =Diffuse Lymphocyte Well Differentiated

    NLPD = Noduler Lymphocytic poorly Differentiated

    DLPD = Diffuse Lymphocytic poorly Differentiated

    DML = Diffuse Mixed Lymphoma

    DHL = Diffuse Hitiocytic Lymphoma

    DUL = diffuse Undifferentiated lymphoma

    NML = Noduler mixed lymphomaNH = Noduler Histiocytic

    NC = Non cleaved

    FCC = Folliculer centre cell

    Lbl = Lymphoblastic

    C = Cleaved

    S = Small

    Lg = Large

    D = Diffuse

    Diagnosis morbus Hodgkin berdasarkan pemeriksaan histologik, yang dalam hal ini

    adanya sel Reed-Sternberg (kadang-kadang sel Hodgkin varian mononuklear) dengan

    gambaran dasar yang cocok merupakan hal yang menentukan sistem klasifikasi

    histologic. Dibedakan empat bentuk utama. Bentuk nodular sklerotik (HB-NS) terciri

    oleh adanya varian sel Hodgkin, sel lakunar, dalam latar belakang limfosit, granulosit, sel

    eosinofil, dan histiositik. Sel Reed-Sternberg tidak sangat sering. Kelenjar limfe sering

    mempunyai susunan nodular, dengan di dalamnya terlihat pita-pita jaringan ikat yang

    sedikit atau kurang luas yang sklerotik.

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    11/31

    11

    Pada bentuk sel campuran (HD-MC) latar belakang juga terdiri dari granulosit,

    eosinofil, sel plasma, dan histiosit, tetapi disini banyak terlihat sel Reed-Sternberg.

    Diagnosis bentuk miskin limfosit (HD-LD) di negara industri sudah jarang dibuat.

    Gambaran ini ternyata sering berdasar atas (sub) tipe morbus Hodgkin atau limfoma non-

    Hodgkin. Bentuk kaya limfosit (HD-LP) terciri oleh varian sel Hodgkin yang lain, sel L

    dan H dengan latar belakang limfosit kecil dan histiosit reaktif.

    Tabel 2. (Klasifikasi Lukes-Butler dan Rye, 1966)

    Tipe utama Sub-tipe Frekuensi

    Bentuk lymphocyte predominance (LP) Nodular

    Difus

    }5%

    Bentuk nodular sclerosis (NS) 70-80%

    Bentuk Mixed Cellulating (MC) 10-20%

    Bentuk Lymphocyte Depletion (LD) Reticular

    Fibrosis difus

    }1%

    (a)

    (b)

    Gambar 5.(a) Bentuk histopatologik limfoma hodgkin; (b) Sel Reed Sternberg

    http://doctorology.net/wp-content/uploads/2010/01/bentuk-histopatologi-limfoma-hodgkin.jpghttp://doctorology.net/wp-content/uploads/2010/01/bentuk-histopatologi-limfoma-hodgkin.jpg
  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    12/31

    12

    1. StagingPenentuan stadium kasrsinoma tonsil dibuat berdasarkan AJCC Cancer Staging

    Manual edisi ke-6. Informasi klinis didapatkan dari berbagai macam sumber, termasuk

    pemeriksaan fisik dan pencitraan yang tersedia.Penetuan stadium karsinoma tonsil menurut AJCC tumor staging adalah sebagai

    berikut:

    Tx: Tumor primer tidak dapat diperiksa T0: Tidak ada tanda tumor primer Tis: Carcinoma in situ T1: Tumor 2cm pada dimensi terbesar T2: tumor > 2cm, namun < 4cm pada dimensi terbesar T3: Tumor > 4cm pada dimensi terbesar T4a: Tumor menginfasi laring, otot ekstrinsik lidah dalam, otot medial pterygoid,

    palatum durum, atau mandibular

    T4b: Tumor menginfasi otot lateral pterygoid, pterygoid plates, lateralnasopharynx, dasar tengkorak, atau menyelubungi arteri carotid

    Kategori AJCC nodal (kecuali untuk karsinoma tiroid dan nasofaring) adalah sebagai

    berikut:

    Nx: Kelenjar limfe regional tidak dapat diperiksa N0: Tidak ada metastasis nodus limfa regional N1: Metastasis pada nodus limfa ipsilateral tunggal, diameter 3cm atau kurang N2: Metastasis pada nodus limfa ipsilateral tunggal, diameter > 3cm namun tidak

    lebih dari 6cm pada dimensi terbesar yang ditemukan; nodus limfa ipsilateral

    multiple, tidak lebih besar dari 6cm; nodus limfa bilateral atau kontralateral, tidak

    lebih besar dari 6cm.

    N2a: metastasis pada nodus limfa ipsilateral tunggal lebih besar dari 3cm, tapikurang dari 6cm

    N2b: Metastasis pada nodus limfa ipsilateral multiple, tidak ada yang lebih besardari 6 cm

    N2c: metastasis pada nodus limfa bilateral atau kontra lateral, tidak ada yang lebihbesar dari 6cm

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    13/31

    13

    N3: metastasis pada nodus limfa lebih besar dari 6cmMetastasis pada tempat yang terletak jauh (distant metastasis)

    Mx: Metastasis pada tempat yang jauh tidak dapat dinilai M0: Tidak ada metastasis pada tempat yang jauh M1: Terdapat metastasis pada tempat yang jauh

    Dengan menggabungkan tumor primer, status nodus limfe, dan keberadaan metastasis ke

    tempat yang jauh, dapat ditentukan stadium karsinoma tonsil yang diderita pasien menurut

    guideline AJCC:

    Stadium I: T1 N0 M0 Stadium II: T2 N0 M0 Stadium III: T3 N0 M0 / T1 N1 M0 / T2 N1 M0 / T3 N1 M0 Stadium IVa: T4a N0 M0 / T4a N1 M0 / T1 N2 M0 / T2 N2 M0 / T3 N2 M0 /

    T4a N2 M0

    Stadium IVb: T1-4b N3 M0 / T4b N1-3 M0 Stadium IVc: T1-4b N1-3 M1

    E. Manifestasi klinisGejala klinis meliputi keluhan keluhan penderita dan gejala sistemik, pembesaran

    kelenjar dan penyebaran ektra nodal. Pembesaran kelenjar getah bening merupakan

    keluhan utama sebagian besar penderita limfoma maligna yaitu 56,1%. Urutan kelenjar

    getah bening yang paling sering terkena adalah kelenjar servikal (78,1%), kelenjar

    inguinal (65,6%), kelenjar aksiler (46,6%), kelenjar mediastinal (21,8%), kelenjar

    mesenterial (6,2%). Penyebaran extra nodal yang paling sering dijumpai adalah ke hepar,

    pleura, paru-paru dan sum-sum tulang. Penyebaran yang jarang tapi pernah dilaporkan

    adalah ke kulit, kelenjar prostat, mammae, ginjal, kandung kencing, ovarium, testis,

    medula spinalis serta traktus digestivus.

    Pembesaran seringkali asimetri, konsistensi padat atau kenyal, tidak nyeri, pada

    stadium dini tidak melekat, dapat menimbulkan tanda invasi dan kompresi setempat.

    Splenomegali umunya banyak ditemukan pada LH. Hepatomegali dan gangguan fungsi

    hati, terjadi pada stadium lanjut. Kelainan tulang rangka sekitar 0-15%, berupa nyeri

    tulang dan fraktur patologis. Kelainan pada kulit, dapat berupa massa, nodul, ulkus,

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    14/31

    14

    pruritus. Dapat juga ditemukan kelainan neural berupa paralisis. Gejala sistemik yang

    khas yang berupa demam, keringat malam dan penurunan berat badan 10%.

    Tabel 3. Perbedaan karakteristik klinis Limfoma Hodgkin (HL) dan Limfoma nonHodgkin

    (NHL)

    Limfoma Hodgkin (HL) Limfoma nonHodgkin (NHL)

    Keluhan pertama berupa limfadenopati

    superficial terutama pada leher

    Sekitar 40% timbul pertama di jaringan

    limfatik ekstranodi

    Pembesaran 1 kelompok kelenjar limfe, dapat

    dalam jangka waktu sangat panjang tetap

    stabil atau kadang membesar dan kadang

    mengecil

    Perkembangannya tidak beraturan

    Limfadenopati lebih lunak, lebih mobile Berderajat keganasan tinggi. Sering

    menginvasi kulit (merah, udem, nyeri),

    membentuk satu massa relatif keras terfiksir.

    Berkembang relatif lebih lambat, perjalanan

    penyakit lebih panjang, reaksi terapi lebih

    baik

    Progresi lebih cepat, perjalanan penyakit

    lebih pendek, mudah kambuh, prognosis

    lebih buruk

    1. Stadium Klinis Limfoma MalignaUntuk menentukan stadium penyakit atau menentukan luasnya penyebaran

    penyakit digunakan staging menurut simposium penyakit Hodgkin di Ann Arbor

    yaitu Rye staging yang disempurnakan oleh kelompok dari Stanford University yang

    ditetapkan pada simposium tersebut.

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    15/31

    15

    Tabel 4. Stadium klinik dari limfoma maligna menurut ANN Arbor

    Stadium Kelenjarorgan yang terserang

    I

    II

    III

    IV

    I

    IEII

    IIE

    IIS

    IIES

    III

    IIIE

    IIIS

    IIIES

    IV

    Tumor terbatas pada kelenjar getah bening di satu regio

    Bila mengenai satu organ ekstralimfatik/ektranodalTumor mengenai dua kelenjar getah bening di satu sisi

    diafragma

    Satu organ ekstra limfatik disertai kelenjar getah bening di dua

    sisi diafragma

    Limpa disertai kelenjar getah bening di satu diafragma

    Keduanya

    Tumor mengenai kelenjar getah bening di dua sisi diafragma

    Satu organ ekstralimfatik disertai kelenjar getah bening di dua

    sisi diafragma

    Limpa disertai kelenjar getah bening di dua sisi diafragma

    Keduanya

    Penyebaran luas pada kelenjar getah bening dan organ

    ekstralimfatik

    Masing-masing stadium masih dibagi lagi menjadi dua subklasifikasi A dan B

    A. Bila tanpa keluhanB. Bila terdapat keluhan sistemik sebagi berikut:

    - Panas badan yang tidak jelas sebabnya, kumat-kumatan dengan suhu diatas 38oC- Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan- Keringat malam dan gatal-gatal

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    16/31

    16

    Gambar 6.Stadium morbus Hodgkin berdasarkan klasifikasi Ann Arbor

    F. Diagnosis1. Stadium Klinis

    Pemeriksaan-pemeriksaan yang diperlukan untuk menentukan stadium klinik adalah:

    a. Anamnesa mengenai keluhan pembesaran kelenjar dan keluhan sistemik berupademam, penurunan berat badan, keringat malam dan gatal-gatal. Penderita tanpa

    keluhan masuk dalam subklasifikasi A, sedangkan bila disertai keluhan sistemikmasuk dalam subklasifikasi B dari Ann Arbor.

    b. Pemeriksaan fisik dengan mencari adanya pembesaran kelenjar getah beningdiseluruh tubuh, cincin waldeyer, pembesaran organ ekstra limfatik yang sering

    terjadi pada limfoma non hodgkin

    c. Biopsi kelenjar getah bening untuk menentukan apakah penderita LH atau LNH.d. Pemeriksaan radiologi meliputi foto dada PA/ lateral, tomografi mediastinum,

    limfografi kedua tungkai bawah.

    e. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap, tes faal hatitermasuk alkali fosfatase dan elektroforese protein, tes faal ginjal termasuk urin

    lengkap, BUN, serum kreatinin, asam urat dan elektrolit namun semuanya

    pemeriksaan ini tidak spesifik

    2. Stadium patologiUntuk menentukan stadium patologi diperlukan pemeriksaan antara lain

    http://doctorology.net/wp-content/uploads/2010/01/klasifikasi-ann-arbor.gif
  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    17/31

    17

    a. Pemeriksaan aspirasi biopsi sum-sum tulang daerah kristailiaka dengan jarumjamshidi

    b. Pemeriksaan laparaskopi dengan indikasi pada staging klinis IB, IIB, IIIA danIIIB

    c. Pemeriksaan laparatomi dengan indikasi pada staging klinik I-II (A dan B) danIIIA

    d. Pemeriksaan cairan effusi secara sitomorfologi.Disamping pemeriksaan tersebut untuk penentuan stadium klinis dan patologi,

    masih terdapat banyak pemeriksaan yang hanya dilakukan pada pusat kedokteran

    tertentu dalam rangka penelitian lanjutan untuk penderita limfoma, antara lain:

    a. Pemeriksaan Whole body scintigramdengan Galium-67 dan selenium 75b. Whole body computed tomographyc. Ultrasonografi hati dan abdomend. Berbagai pemeriksaan immunologi guna menentukan status imunologi penderitae. Penentuan serum ion, total iron capacity, ceruloplasmin, zinc, hepatoglobin,

    fibrinogen, hydroxyprolin dalam urin, leucocyte alkali phospatase, hitung limfosit

    absolut, antibodi pada virus epstein barr serta HLA

    Untuk menilai apakah limpa atau hati terserang terdapat kriteria sebagai berikut:

    a. Limpa :terdapat pembesaran limpa yang ditopang dengan pemeriksaanradiologik atau terdapat filling defek pada pemeriksaan sidikan dengan isotop.

    Penderita dengan limpa yang membesar 50% tidak terdapat kelainan histologik

    sedangkan penderita tanpa pembesaran limpa 50% terdapat kelainan histologik.

    b. Hati : pembesaran hati disertai dengan peningkatan alkali fosfatase dan duates faal hati yang lain abnormal atau pemeriksaan sidikan hati dengan isotop

    abnormal disertai suatu kelainan faal hati.

    3. Diagnosis bandingLimfadenopati harus dibedakan dan infeksi nonspesifik kelenjar limfe atau infeksi

    virus, metastasis, mononukleosis infeksiosa dll. Setiap pembesaran kelenjar limfe ber-

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    18/31

    18

    diameter >1 cm, diobservasi 6 minggu lebih tetap tidak mengecil, maka dilakukan

    biopsi.

    Massa mediastinum dan hilus pulmonal tanpa limfadenopati superfisial, sering kali

    perlu dibedakan dari karsinoma paru, tuberkulosis, dll. Pada umumnya, massa

    limfoma dapat lebih besar, progresi lebih cepat, kadang kala timbul multipel atau

    bilateral, sindrom kompresi vena kava superior sering kali tidak semenonjol

    karsinoma paru tipe sentral, pemeriksaan bronkoskopi dan tomografi hilus pulmonal

    area mediastinum membantu membedakan antara keduanya.

    Kasus tanpa limfadenopati superfisial, dengan gejala demam, diagnosis lebih sulit,

    bila dicurigai limfoma malignum, dapat dipertimbangkan untuk pemeriksaan CT

    abdomen untuk menemukan lesi retroperitoneal, ada kalanya dapat dipertimbangkan

    untuk laparotomi eksploratif. Pembesaran kelenjar getah bening akibat infeksi akut,

    menyebabkan hiperplasia kelenjar tersebut hingga secara klinis teraba membesar.

    Secara klinis akan ditemukan : lesi Primer sumber infeksi dan pembesaran kelenjar

    getah bening regioner, yang disertai tanda tanda umum peradangan berupa dolor,

    robor, kolor, tumor dan funsio laesa. Misalnya, ada sakit gigi atau karies dentis atau

    infeksi stomatitis sering diikuti pembesaran kelenjar getah bening submandibuler

    (limfadenitis submandibuler), apabila lesi infeksi primer sudah diobati, maka

    limfadenitis akut ini akan sembuh secara berangsur. Limfadenitis Kronis disebabkan

    oleh infeksi kronis. Infeksi kronis nonspesifik misalnya pada keadaan seseorang

    dengan faringitis kronis akan ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher

    (limfadenitis). Pembesaran di sini ditandai oleh tanda radang yang sangat minimal dan

    tidak nyeri. Pembesaran kronis yang spesifik dan masih banyak di Indonesia adalah

    akibat tuberkulosa. Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar

    getah benng, padat / keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain.

    G. TerapiSesudah diagnosis patologi dan stagingnya ditentukan maka mulailah dipikirkan

    tentang pengobatannya.

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    19/31

    19

    Tabel 5. Pengobatan penderita LNH menurut klasifikasi rapport

    Patologi Definisi Stadium Pengobatan

    Unfavourable

    histologi

    Favourable

    histologi

    Semua limfoma difus

    kecuali DLWD

    (DLPD, DH, DM,

    DU, NH)

    Semua limfoma

    noduler kecuali

    noduler histiocytic

    I, II

    III, IV

    I

    II,III,IV

    Radiasi dari kelenjar yang terserang

    disertai pemberian kemoterapi ajuvant C-

    MOPP, BACOP, CVP atau ABP

    Kemoterapi CVP, C-MOPP, BACOP,

    CHOP, BCM, ABP

    Radiasi pada daerah yang terserang atau

    sedikit meluas

    Kemoterapi menggunakan chlorambucil

    atau kombinasi CVP. Radioterapi

    diperlukan untuk tumor besar disatu

    tempat

    Keterangan:

    C-MOPP : Cyclophosphamide, Vincristine, procarbazine, prednisolone

    CVP : Cyclophosphamide, Vincristine, prednisolone

    BACOP : Bleomycine, adriamycine, Cyclophospamide, vincristine, prednisolone

    CHOP : Adriamycine, Bleomycine, prednisolone

    Tabel 6. Pengobatan penderita dengan LNH menurut klasifikasi IWF

    Gradasi Lokal Lanjut

    Rendah

    Sedang

    Tinggi

    Radiasi bagian yang

    terserang

    Kemoterapi (CHOP) di sertai

    radiasi bagian yang terserang

    Kemoterapi intensif radiasi

    Kemoterapi (Chlorambucil atau CVP)

    Kemoterapi (minimal CHOP atau kombinasi

    kemoterapi generasi baru)

    Kemoterapi intensif radiasi

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    20/31

    20

    Formula kemoterapi terhadap limfoma non-Hodgkin

    1. Formula CHOPCTX 750mg/m2 iv, dl

    ADR 50mg/m2 iv, dl

    VCR 1,4mg/m2 iv (dosis maks. 2mg), dl

    Pred. 60mg/m2 po, d1-5

    Diulangi setiap 21 hari.

    2. Formula M-BACODMTX 3000mg/m2 iv, d8, d15 (berikut salvasi CF)

    CF 100mg/m2 po, q6h x8 (mulai 24jam pasca MTX)

    BLM 4U/m2 iv, dl

    ADR 45mg/m2 iv, dl

    CTX 600mg/m2 iv, dl

    VCR 1,4mg/m2 iv, dl

    DXM 6mg/m2 d1-5

    Diulangi setiap 21 hari.

    3. Formula CHOP-RituximabCTX 750 mg/m2 iv, d3

    ADR 50 mg/m2 iv, d3

    VCR 1,4 mg/m2 iv (dosis max.2 mg), d3

    Pred. 100 mg/m2 po, d3-7

    Rituximab 375 mg/m2 iv, dl

    Diulangi setiap 21 hari.

    4. Formula FMD.FDR 25mg/m2 iv, d1-5

    MIT 10mg/m2 iv, dl

    DXM 20mg/m2 iv, d1-5

    Diulangi setiap 21 hari.

    5. Formula CODOX-M/IVAC. CODOX-MCTX 800 mg/m2 iv, dl

    CTX 200 mg/m2 iv, d2-5

    ADR 40 mg/m2 iv, dl

    VCR 1,5 mg/m2 iv (dosis max. 2mg), d1,8

    MTX 6,7 g/m2 iv drip kontinu 24jam, d10

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    21/31

    21

    CF 192 mg/m2 iv , 12j am pasca MTX, lalu im, 12mg/m2,

    q6h, hingga kadar MTX darah

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    22/31

    22

    d. Infeksi ini biasanya berjalan berat dan berahkir dengan sepsis2. Multiple organ failure seperti paru-paru, ginjal, gastrointestinal dan meningen

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    23/31

    23

    BAB III

    PENYAJIAN KASUS

    I. ANAMNESISIdentitas

    Nama : Tn. A

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Umur : 27 tahun

    Alamat : Jl. Gajah Mada BTN, Ketapang

    Pekerjaan : Polisi

    Nomor RM : 683230

    Tanggal Masuk RS : 18 Maret 2014

    Anamnesis dilakukan pada tanggal 19 Maret 2014

    Keluhan Utama

    Nyeri menelan sejak 2 minggu SMRS

    Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien datang ke RSUD Soedarso dengan keluhan nyeri saat menelan sejak 2 minggu lalu

    disertai dengan nyeri tenggorokan. Nyeri dirasakan menetap dan tidak mengalami

    perubahan. Pada pemeriksaan didapati pembesaran tonsil. Pada pengamatan tonsil didapati

    pembesaran tonsil asimetris dengan ukuran T4/T3, permukaan tonsil hiperemis dan tidak

    rata. Pembengkakan tonsil mengakibatkan pasien tidur mengorok, dan sering terbangun

    tiba-tiba saat tidur. Pasien mengaku pembesaran tonsil ini tidak menghalangi aktivitas

    sehari-hari. Pasien juga mengeluhkan benjolan pada kedua sisi leher. Benjolan mulai terjadi

    lebih dari 2 minggu lalu, ukuran benjolan dirasakan semakin bertambah besar. Pada

    pemeriksaan didapati massa pada kedua sisi leher dengan batas tegas, konsistensi kenyal,

    teraba hangat, dengan ukuran 5 x 9 cm. Tidak ada nyeri tekan pada benjolan. Selain itu

    pasien juga mengeluhkan adanya benjolan-benjolan pada sisi supraklavikula kanan dan kiri.

    Pada pemeriksaan didapati nodul-nodul supraklavikula dextra dan sinistra, nodul memiliki

    batas tegas, konsistensi kenyal dan mobil. Pasien mengaku mengalami penurunan berat

    badan sebanyak 5 kg selama 2 minggu ini.

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    24/31

    24

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Pasien belum pernah keluhan yang serupa dengan yang dirasakan saat ini sebelumnya.

    Riwayat malaria (+), Riwayat typhus (+)

    Riwayat Penyakit Keluarga

    Tidak ada yang mengalami keluhan serupa di keluarga.

    II. PEMERIKSAAN FISIKDilakukan pada tanggal 19 Maret 2014

    Keadaan umum : Baik

    Tandatanda vital :

    Tekanan darah : 120/80 mmHg

    Frekuensi nadi : 98 kali / menit

    Frekuensi napas : 20 kali / menit

    Suhu : 37 oC

    Status Lokalis

    Kepala dan Leher

    Kepala : Normosefali

    Wajah : Simetris

    Leher anterior : KGB teraba membesar

    Lehet posterior : KGB tidak teraba membesar

    Telinga

    Inspeksi, Palpasi :

    Telinga kanan Telinga kiri

    Aurikula Edema (-), hiperemis (-),

    massa (-).

    Edema (-), hiperemis (-),

    massa (-).

    Preaurikula Edema (-), hiperemis (-),

    massa (-), fistula (-), abses (-).

    Edema (-), hiperemis (-),

    massa (-), fistula (-), abses (-).

    Retroaurikula Edema (-), hiperemis (-),

    massa (-), fistula (-), abses (-).

    Edema (-), hiperemis (-),

    massa (-), fistula (-), abses (-).

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    25/31

    25

    Palpasi Nyeri pergerakan aurikula (-),

    nyeri tekan tragus (-).

    Nyeri pergerakan aurikula (-),

    nyeri tekan tragus (-).

    Otoskopi :Telinga kanan Telinga kiri

    MAE Edema (-), hiperemis (-),

    serumen (+), furunkel (-).

    Edema (-), hiperemis (-),

    serumen (+), furunkel (-).

    Membran

    timpani

    Intak, berwarna putih, refleks

    cahaya (+).

    Intak, berwarna putih, refleks

    cahaya (+).

    Fungsional (Tes Pendengaran / Garpu Tala) :

    Tes Telinga kanan Telinga kiri

    Rinne Positif Positif.

    Weber Tidak ada lateralisasi

    Hidung dan Sinus Paranasal

    Inspeksi, Palpasi :

    - Deviasi tulang hidung (-), bengkak daerah hidung dan sinus paranasal (-)- Krepitasi tulang hidung (-), nyeri tekan hidung dan sinus paranasal (-)

    Rinoskopi Anterior :

    Rinoskopi anterior Cavum nasi dextra Cavum nasi sinistra

    Mukosa hidung Edema (-), Hiperemis (-),

    sekret (-), massa (-),

    atrofi (-).

    Edema (-), Hiperemis (-),

    sekret (-), massa (-),

    atrofi (-).

    Septum Deviasi (-), dislokasi (-). Deviasi (-), dislokasi (-).

    Konka inferior dan

    media

    Hipertrofi (-). tampak licin

    dan basah, hiperemis (-)

    Hipertrofi (-). tampak licin

    dan basah, hiperemis (-)

    Meatus inferior dan

    media

    Sekret (-), polip (-). Sekret (-), polip (-).

    Rinoskopi Posterior : tidak dilakukan pemeriksaan

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    26/31

    26

    Mulut & Tenggorokan

    Faring

    Dinding faring : hiperemis (+), post nasal drip (-)

    Arcus : hiperemis (+)

    Tonsil : T4-T3, hiperemis (+), permukaan tidak rata

    Uvula : uvula bergeser ke arah kiri, hiperemis (+)

    Gigi : dalam batas normal

    Laring

    Laringoskopi Indirek : tidak dilakukan pemeriksaan

    III. PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DIUSULKAN Pemeriksaan radiologi : CT-Scan pada daerah leher, dada, abdomen, dan pelvis Pemeriksaan laringoskopi direk Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan FNAB :

    o Hasil pemeriksaan FNAB pada massa di leher dextra dan sinistra (19 Maret2014):

    Kesimpulan : Kesan Non-Hodgkins Lymphoma Maligna, Large B cell,High grade

    IV. RESUMEPasien datang ke RS dengan keluhan nyeri menelan dan nyeri tenggorokan sejak 2 minggu

    yang lalu. Pada pemeriksaan didapati pembesaran tonsil, pembesaran tonsil ini

    mengakibatkan pasien tidur mengorok dan sering terbangun saat malam. Selain itu, pasien

    juga mengeluhkan benjolan pada kedua sisi leher yang dirasakan selama lebih dari 2

    minggu, dan benjolan-benjolan kecil pada daerah supraklavikula kanan dan kiri. Pasien

    mengalami penurunan berat badan sebanyak 5 kg dalam 2 minggu.

    Pada pemeriksaan faring didapatkan pembesaran tonsil asimetris T4-T3 dengan permukaan

    yang tidak rata dan hiperemis, dinding dan arkus faring tampak hiperemis, dan uvula

    bergeser ke arah kiri.

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    27/31

    27

    Pada pemeriksaan benjolan pada kedua sisi leher diapati massa pada daerah leher anterior

    dextra dan sinistra dengan batas tegas, konsistensi kenyal, teraba hangat. Tidak ada nyeri

    tekan pada benjolan. Pada pemeriksaan benjolan pada daerah supraklavikula didapati nodul-

    nodul pada daerah supraklavikula dextra dan sinistra dengan batas tegas, konsistensi kenyal

    dan mobil.

    Hasil FNAB pada massa di leher sisi kanan dan kiri didapati kesan Non-Hodgkins

    Lymphoma Maligna, Large B cell, Highgrade

    V. DIAGNOSISDiagnosis kerja : karsinoma tonsil ec diffuse non-Hodgkin large B-cell lymphomas

    VI. TATALAKSANANon Medikamentosa :

    Membatasi aktifitas fisik agar tidak menimbulkan trauma Menjaga pola makan

    Medikamentosa :

    R+CHOP (Rituximab + Cyclophosphamide, doxorubicin (Adriamycin), vincristine,and prednisone): Terapi kombinasi dengan rituximab 375 mg/m2IV pada hari ke-1 +

    cyclophosphamide 750 mg/m2IV pada hari ke-1 atau ke-3 + doxorubicin 50 mg/m2

    IV pada hari ke-1 atau ke-3 + vincristine 1,4 mg/m2 (dosis maksimum 2 mg) IV

    pada hari ke-1 atau ke-3 + prednisolone 40 mg/m2PO pada hari ke-1 s/d ke-5 atau

    hari ke-3 s/d ke-8; setiap 21 hari selama 3 siklus

    Involved-field radiation therapy (IFRT)

    VII. PROGNOSISAd vitam : dubia ad malam

    Ad functionam : dubia ad malam

    Ad sanactionam : dubia ad malam

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    28/31

    28

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    Pada pasien ini didapat keluhan dengan keluhan nyeri menelan dan nyeri tenggorokan

    sejak 2 minggu yang lalu. Pada pemeriksaan didapati pembesaran tonsil, pembesaran tonsil

    ini mengakibatkan pasien tidur mengorok dan sering terbangun saat malam. Selain itu, pasien

    juga mengeluhkan benjolan pada kedua sisi leher yang dirasakan selama lebih dari 2 minggu,

    dan benjolan-benjolan kecil pada daerah supraklavikula kanan dan kiri.

    Pada pemeriksaan faring didapatkan pembesaran tonsil asimetris T4-T3 dengan

    permukaan yang tidak rata dan hiperemis, dinding dan arkus faring tampak hiperemis, danuvula bergeser ke arah kiri. Pada pemeriksaan benjolan pada kedua sisi leher diapati massa

    pada daerah leher anterior dextra dan sinistra dengan batas tegas, konsistensi kenyal, teraba

    hangat. Tidak ada nyeri tekan pada benjolan. Pada pemeriksaan benjolan pada daerah

    supraklavikula didapati nodul-nodul pada daerah supraklavikula dextra dan sinistra dengan

    batas tegas, konsistensi kenyal dan mobil.

    Hasil FNAB pada massa di leher sisi kanan dan kiri didapati kesan Non-Hodgkins

    Lymphoma Maligna, Large B cell, Highgrade.Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan biopsy, ditegakkan diagnosis karsinoma

    tonsil dengan histopatologi limfoma maligna non-Hodgkin sel B. Diagnosis ditegakkan

    berdasarkan pemeriksaan kelenjar limfe pada leher yang mengalami pembengkakan, dan dari

    hasil biopsy yang memberikan kesan Non-Hodgkins Lymphoma Maligna, Large B cell,

    Highgrade.

    Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan untuk mengetahui luas penyebaran

    metastasis, atau adanya keterlibatan organ atau jaringan lainnya berupa pemeriksaan

    radiologi CT-Scan pada daerah leher, dada, abdomen, dan pelvis, dan pemeriksaan

    laringoskopi untuk menilai laring. Pemeriksaan darah lengkap dapat dilakukan untuk menilai

    adanya kelainan pada darah seperti anemia, neutropenia, dan seterusnya.

    Terapi yang direncanakan adalah kombinasi kemoterapi dan radioterapi berupa R+CHOP

    (Rituximab + Cyclophosphamide, doxorubicin (Adriamycin), vincristine, and prednisone)

    disertai dengan Involved-field radiation therapy (IFRT).

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    29/31

    29

    BAB V

    KESIMPULAN

    Tonsil menjadi lokasi yang paling umum untuk terjadinya keganasan dari orofaring.

    Karsinoma tonsil adalah keganasan kepala dan leher kedua yang paling banyak setelah

    karsinoma laring di Amerika Serikat. Pada pemeriksaan histopatologi 90-95% dari lesi ini

    adalah karsinoma sel skuamosa. Secara umum, tembakau (rokok), alkohol, dan virus (HPV)

    telah diidentifikasi sebagai faktor etiologi utama. Kebanyakan pasien karsinoma tonsil datang

    sudah dalam keadaan stadium lanjut karena lesi awal biasanya tanpa gejala. Keganasantersebut meliputi karsinoma sel skuamosa tonsil dan limfoma maligna. Pada limfoma tonsil,

    histopatologi yang paling sering ditemui adalah Limfoma non-Hodgkin sel B besar difus.

    Limfoma non hodgkin merupakan keganasan yang terjadi pada jaringan limfatik. Secara

    epidemiologi penyakit ini tersebar luas di seluruh dunia dan berbagai suku bangsa. Pada

    penyakit ini etiologi masih idiopatik, meskipun penelitian-penelitian yang berkaitan sudah

    memiliki beberapa hipotesis yang mendukung.

    Guna membantu diagnosis dan terapi karsinoma tonsil karena Limfoma non hodgkin telah

    dirumuskan beberapa klasifikasi diantaranya klasifikasi Ann arbor dan International working

    formula. Deteksi yang lebih awal dan terjadi pada usia yang lebih muda akan memperbaiki

    prognosis.

    Pada pasien ini didapat keluhan dengan keluhan nyeri menelan dan nyeri tenggorokan

    sejak 2 minggu yang lalu. Pada pemeriksaan didapati pembesaran tonsil, pembesaran tonsil

    ini mengakibatkan pasien tidur mengorok dan sering terbangun saat malam. Selain itu, pasien

    juga mengeluhkan benjolan pada kedua sisi leher yang dirasakan selama lebih dari 2 minggu,

    dan benjolan-benjolan kecil pada daerah supraklavikula kanan dan kiri.

    Pada pemeriksaan faring didapatkan pembesaran tonsil asimetris T4-T3 dengan

    permukaan yang tidak rata dan hiperemis, dinding dan arkus faring tampak hiperemis, dan

    uvula bergeser ke arah kiri. Pada pemeriksaan benjolan pada kedua sisi leher diapati massa

    pada daerah leher anterior dextra dan sinistra dengan batas tegas, konsistensi kenyal, teraba

    hangat. Tidak ada nyeri tekan pada benjolan. Pada pemeriksaan benjolan pada daerah

    supraklavikula didapati nodul-nodul pada daerah supraklavikula dextra dan sinistra denganbatas tegas, konsistensi kenyal dan mobil.

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    30/31

    30

    Hasil FNAB pada massa di leher sisi kanan dan kiri didapati kesan Non-Hodgkins

    Lymphoma Maligna, Large B cell, Highgrade

  • 5/28/2018 Karsinoma Tonsil

    31/31

    31

    DAFTAR PUSTAKA

    American Joint Cancer Comitee. 2012. Comparison Guide Cancer Staging Manual. AJCC:

    Chicago. www.cancerstaging.com

    Boediwarsono., Soebandiri., sugianto., Armi. A., Sedana. M.P., Ugroseno., 2007. Buku Ajar

    Ilmu Penyakit Dalam. FK UNAIR: Surabaya

    Kumar. V., Cotran. R.S., Robbins. S.L., 2007.Buku ajar Patologi. EGC: Jakarta

    Harrison. 2012.Harrisons Manual of Medicine 18th Edition. McGraw-Hill: New York

    Balai Penerbit FKUI.BukuAjar Onkologi Klinis Ed. 2. 2008. Jakarta: FKUI; Hal 547- 563

    Hoppe RT, Advani RH, Ambinder RF, et al. Hodgkin disease/lymphoma.J Natl Compr Canc

    Netw. Jul 2008;6(6):594-622.Jaffe ES, Harris NL, Stein H, Vardiman JW, eds. World Health Organization Classification

    of Tumours: Pathology and Genetics of Tumours of Haematopoietic and Lymphoid

    Tissues. Lyon, France: IARC Press; 2001.

    Molina A, Pezner RD. Non-Hodgkin's lymphoma. In: Pazdur R, Coia LR, Hoskins WJ,

    Wagman LD, eds. Cancer Management: A Multidisciplinary Approach. 5th

    ed. Melville, NY: PRR, Inc; 2000:583-618.

    Thomas RK, Re D, Wolf J, Diehl V. Part I: Hodgkin's lymphoma--molecular biology of

    Hodgkin and Reed-Sternberg cells.Lancet Oncol. Jan 2004;5(1):11-8.

    Vose JM. Current approaches to the management of non-Hodgkin''s lymphoma. Semin

    Oncol. Aug 1998;25(4):483-91.

    Zhang QY, Foucar K. Bone marrow involvement by Hodgkin and non-Hodgkin

    lymphomas.Hematol Oncol Clin North Am. Aug 2009;23(4):873-902.