37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) sering ditemukan dalam praktek sehari-hari dan merupakan salah satu keadaan gawat darurat di bidang gastroenterologi. Dalam kepustakaan Barat dilaporkan angka kematian yang cukup tinggi (8-10%) dalam kurun 40 tahun terakhir, walaupun telah banyak dicapai kemajuan baik dari segi diagnostik maupun terapeutik. Di Amerika Serikat keadaan ini menyebabkan 10.000- 20.000 kematian setiap tahunnya dengan angka kekerapan sekitar 150 per 100.000 populasi. Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ditemukan rata-rata 200-300 kasus perdarahan SCBA setiap tahun dengan angka kematian rata-rata 26% (pada tahun 1988) di mana sebagian besar disebabkan oleh penyakit dasar sirosis hati dengan berbagai komplikasinya. Terdapat perbedaan populasi penyebab/sumber perdarahan SCBA di negara-negara Barat dan di Indonesia. Di negara-negara Barat ulkus peptikum menduduki peringkat teratas (50-60%) dan varises esofagus hanya sekitar 10%. Sementara di Indonesia (khususnya di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo) varises esofagus menduduki peringkat pertama penyebab perdarahan SCBA . Angka kematian pada perdarahan pertama akibat pecahnya varises esofagus sekitar 30-50%, hampir 2/3-nya meninggal dalam waktu satu tahun. 1 PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS Page 1

REFERAT PSCBA INTERNA TAMIANG.doc

Embed Size (px)

Citation preview

DEFINISI

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar belakangPerdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) sering ditemukan dalam praktek sehari-hari dan merupakan salah satu keadaan gawat darurat di bidang gastroenterologi.

Dalam kepustakaan Barat dilaporkan angka kematian yang cukup tinggi (8-10%) dalam kurun 40 tahun terakhir, walaupun telah banyak dicapai kemajuan baik dari segi diagnostik maupun terapeutik. Di Amerika Serikat keadaan ini menyebabkan 10.000-20.000 kematian setiap tahunnya dengan angka kekerapan sekitar 150 per 100.000 populasi. Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ditemukan rata-rata 200-300 kasus perdarahan SCBA setiap tahun dengan angka kematian rata-rata 26% (pada tahun 1988) di mana sebagian besar disebabkan oleh penyakit dasar sirosis hati dengan berbagai komplikasinya.Terdapat perbedaan populasi penyebab/sumber perdarahan SCBA di negara-negara Barat dan di Indonesia. Di negara-negara Barat ulkus peptikum menduduki peringkat teratas (50-60%) dan varises esofagus hanya sekitar 10%. Sementara di Indonesia (khususnya di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo) varises esofagus menduduki peringkat pertama penyebab perdarahan SCBA .Angka kematian pada perdarahan pertama akibat pecahnya varises esofagus sekitar 30-50%, hampir 2/3-nya meninggal dalam waktu satu tahun.1BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Yang termasuk dalam saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di atas (proksimal) ligamentum Treitz, dimulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster dan esofagus.1

Gambar 1. Sketsa saluran cerna bagian atas.

Duodenum dan Jejunum

Panjang duodenum adalah sekitar 25 cm, mulai dari pilorus hingga jejunum. Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh adanya ligamentum Treitz, yaitu suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan antara duodenum dan jejunum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium (penggantung). Sekitar duaperlima dari sisa usus halus adalah jejunum, dan tiga perlima bagian akhirnya adalah ileum. Jejunum terletak di regio mid-abdominalis sinistra, sedangkan ileum cenderung terletak di regio abdominalis dekstra sebelah bawah. Masuknya kimus ke dalam usus halus diatur oleh sfingter pilorus, sedangkan pengeluaran zat yang telah tercerna ke dalam usus besar diatur oleh katup ileosekal.

Gambar 2. Bentuk anatomi dari duodenum dan jejunum.

Dinding usus halus terdiri atas 4 lapisan dasar. Yang paling luar (lapisan serosa) dibentuk oleh peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan viseral dan parietal, dan ruang yang terletak di antara lapisan lapisan ini disebut sebagai rongga peritoneum. Peritoneum melipat dan meliputi hampir seluruh visera abdomen.

Otot yang melapisi usus halus mempunyai dua lapisan: lapisan luar terdiri atas serabut serabut longitudinal yang lebih tipis, dan lapisan dalam terdiri atas serabut serabut sirkular. Penataan yang demikian membantu gerakan peristaltik usus halus. Lapisan submukosa terdiri atas jaringan ikat, sedangkan lapisan mukosa bagian dalam tebal serta banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar.2Lambung (Gaster)

Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai tabung bentuk J, dan bila penuh akan berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2 L. Secara anatomis, lambung terbagi atas fundus, korpus, dan antrum pilorikum atau pilorus. Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan yang terjadi. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk ke dalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Di saat sfingter pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk ke dalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus ke dalam lambung.

Gambar 3. Anatomi lambung (gaster).

Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami stenosis (penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai penyulit penyakit ulkus peptikum. Abnormalitas sfingter pilorus dapat pula terjadi pada bayi. Stenosis pilorus atau pilorospasme terjadi bila serabut otot di sekelilingnya mengalami hipertrofi atau spasme sehingga sfingter gagal berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari lambung ke dalam duodenum. Bayi akan memuntahkan makanan tersebut dan tidak mencerna atau menyerapnya. Keadaan ini mungkin dapat diperbaiki melalui operasi atau pemberian obat adrenergik yang menyebabkan relaksasi serabut otot.

Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Dua lapisan peritoneum viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus memanjang ke hati, membentuk omentum minus. Lipatan peritoneum yang keluar dari satu organ menuju ke organ lain disebut sebagai ligamentum. Jadi, omentum minus (disebut juga ligamentum hepatogastrikum atau hepatoduodenalis) menyokong lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada kurvatura mayor, peritoneum terus ke bawah membentuk omentum majus, yang menutupi usus halus dari depan seperti sebuah apron besar. Sakus omentum minus adalah tempat yang sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat penyulit pankreatitis akut.3Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian muskularis tersusun atas tiga lapis dan bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan sirkular di bagian tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot yang unik ini memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk memecah makanan menjadi partikel partikel yang kecil, mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke arah duodenum.

Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang menghubungkan lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak dengan gerakan peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe.

Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun atas lipatan lipatan longitudinal yang disebut rugae, yang memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan. Terdapat beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada di dekat orifisium kardia dan mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastrik terletak di fundus dan pada hampir seluruh korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe utama sel. Sel sel zimogenik (chief cell) mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel sel parietal mensekresikan asam hidroklorida (HCl) dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan terjadinya anemia pernisiosa. Sel sel mukus (leher) ditemukan di leher kelenjar fundus dan mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresi dalam lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion natrium, kalium, dan klorida.3Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus menpercabangkan ramus gastrika, pilorika, hepatika, dan seliaka. Pengetahuan anatomi ini sangat penting, karena vagotomi selektif merupakan tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati ulkus duodenum. Hal ini akan dibahas dengan lebih lengkap pada bagian selanjutnya dalam bab ini.

Persarafan simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka. Serabut serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, kontraksi otot, serta peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium abdomen. Serabut serabut eferen simpatis menghambat motilitas dan sekresi lambung. Pleksus saraf mienterikus (Auerbach) dan submukosa (Meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung.

Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu, dan limpa) terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang mempercabangkan cabang cabang yang memperdarahi kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan arteria pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan di sepanjang bulbus posterior duodenum. Ulkus pada dinding posterior duodenum dapat mengerosi arteri ini dan menyebabkan terjadinya perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta yang berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran gastrointestinal, berjalan ke hati melalui vena porta.4Esofagus

.

Esofagus merupakan organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung. Esofagus terletak di posterior jantung dan trakea, di anterior vertebra, dan menembus hiatus diafragma tepat di anterior aorta. Esofagus terutama berfungsi menghantarkan bahan yang dimakan dari faring ke lambung.

Pada kedua ujung esofagus terdapat otot sfingter. Otot krikofaringeus membentuk sfingter esofagus bagian atas dan teridri atas serabut serabut otot rangka. Bagian esofagus ini secara normal berada dalam keadaan tonik atau kontraksi kecuali pada waktu menelan. Sfingter esofagus bagian bawah, walaupun secara anatomis tidak nyata, bertindak sebagai sfingter dan beperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal sfingter ini menutup, kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu bertahak atau muntah.

Dinding esofagus seperti juga bagian lain saluran gastrointestinal, terdiri atas empat lapisan: mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa (lapisan luar). Lapisan mukosa bagian dalam terbentuk dari epitel gepeng berlapis yang berlanjut ke faring di ujung atas; epitel lapisan ini mengalami perubahan mendadak pada perbatasan esofagus dalam lambung (garis Z) dan menjadi epitel toraks selapis. Mukosa esofagus dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam. Lapisan submukosa mengandung sel sel sekretori yang memproduksi mukus. Mukus mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia. Lapisan otot lapisan luar tersusun longitudinal dan lapisan dalam tersusun sirkular. Otot yang terdapat di 5% bagian atas esofagus adalah otot rangka, sedangkan otot di separuh bagian bawah adalah otot polos. Bagian di antaranya terdiri dari campuran otot rangka dan otot polos. Berbeda dengan bagian saluran cerna lainnya, tunika serosa (lapisan luar) esofagus tidak memiliki lapisan serosa ataupun selaput peritoneum, melainkan lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang menghubungkan esofagus dengan struktur struktur yang berdekatan. Tidak adanya serosa menyebabkan semakin cepatnya penyebaran sel sel tumor (pada kasus kanker esofagus) dan meningkatnya kemungkinan kebocoran setelah operasi.

Persarafan utama esofagus diinervasi oleh serabut serabut simpatis dan parasimpatis dari sistem saraf otonom. Serabut parasimpatis dibawa oleh nervus vagus, yang dianggap sebagai saraf motorik esofagus. Fungsi serabut simpatis hingga saat ini masih kurang diketahui.

Selain persarafan ekstrinsik tersebut, terdapat jala jala serabut saraf intramural intrinsik di antara lapisan otot sirkular dan longitudinal (pleksus Auerbach atau mienterikus), dan tampaknya berperan dalam pengaturan peristaltik esofagus normal. Jala jala saraf intrinsik kedua (pleksus Meissner) terdapat di submukosa saluran gastrointestinal, tetapi agak tersebar dalam esofagus.

Fungsi sistem saraf enterik tidak bergantung pada saraf saraf ekstrinsik. Stimulasi sistem simpatis dan parasimpatis dapat mengaktifkan atau menghambat fungsi gastrointestinal. Ujung saraf bebas dan perivaskular juga ditemukan dalam submukosa esofagus dan ganglia mienterikus. Ujung saraf ini dianggap berperan sebagai mekanoreseptor, termoosmo, dan kemoreseptor dalam esofagus. Mekanoreseptor menerima rangsangan mekanis seperti sentuhan, dan kemoreseptor menerima rangsangan kimia dalam esofagus. Reseptor termo-osmo dapat dipengaruhi oleh suhu tubuh, bau, dan perubahan tekanan osmotik.

Distribusi darah ke esofagus mengikuti pola segmental. Bagian atas disuplai oleh cabang cabang arteria tiroidea inferior dan subklavia. Bagian tengah disuplai oleh cabang cabang segmental aorta dan arteria bronkiales, sedangkan bagian subdiafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra dan frenika inferior.

Aliran darah vena juga mengikuti pola segmental. Vena esofagus daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan di bawah diafragma vena esofagus masuk ke dalam vena gastrika sinistra. Hubungan antara vena porta dan vena sistemik memungkinkan pintas dari hati pada kasus hipertensi porta. Aliran kolateral melalui vena esofagus menyebabkan terbentuknya varises esofagus (vena varikosa esofagus). Vena yang melebar ini dapat pecah, menyebabkan perdarahan yang bersifat fatal. Komplikasi ini sering terjadi pada penderita sirosis hepatis.32.2 DEFINISI

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran makanan proksimal dari ligamentum Treitz meliputi hematemesis dan atau melena. Untuk keperluan klinik, dibedakan perdarahan varises esophagus dan non-varises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosisnya. 2

Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar (bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Memuntahkan sedikit darah dengan warna yang telah berubah adalah gambaran nonspesifik dari muntah berulang dan tidak selalu menandakan perdarahan saluran pencernaan atas yang signifikan.3Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal/ter, dengan bau busuk, dan perdarahannya sejumlah 50-100 ml atau lebih. Melena menunjukkan perdarahan saluran cerna bagian atas. Tinja yang gelap dan padat dengan hasil tes perdarahan samar (occult blood) positif menunjukkan perdarahan pada usus halus dan bukan melena.22.3 EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia sebagian besar ( 70 80 % ) perdarahan SCBA berasal dari pecahnya varises esophagus akibat penyakit sirosis hati. Dari 1673 kasus perdarahan saluran cerna bagian atas di SMF penyakit dalam RSU DR. Sutomo Surabaya, penyebabnya 76,9% pecahnya varises esofagus, 19,2 % gastritis esophagus, 1 % tukak peptic, 0,6% kanker lambung, dan 2,6 % karena sebab-sebab lain. Laporan dari RS pemerintah di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta urutan ketiga terbanyak perdarahan SCBA sama dengan RSU dr. Sutomo Surabaya. Sedangkan laporan RS pemerintah di Ujung Pandang, tukak peptik menempati urutan pertama penyebab perdarahan SCBA. Di negara barat, tukak peptik menempati urutan pertama penyebab perdarahan SCBA dengan frekuensi sebesar 50%. Walaupun pengelolaan SCBA telah berkembang namun mortalitasnya relatif tidak berubah, masih berkisar 8-10%. Hal ini dikarenakan bertambahnya kasus perdarahan dengan usia lanjut dan akibat komorbiditas yang menyertai.32.4 ETIOLOGI

Perdarahan saluran cerna dapat yang bermanifestasi klinis mulai dari yang seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupkan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) atau proksimal dari ligamentum Treitz. Melena (feses berwarna hitam) biasanya berasal dari perdarahan SCBA, walaupun perdarahan usus halus dan bagian proksimal kolon dapat juga bermanifes dalam bentuk melena. Adapun penyebab dari perdarahan SCBA, antara lain:

1. Pecahnya varises esophagus (tersering diIndonesia lebih kurang 70-75%).

Esophagus bagian bawah merupakan saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal. Vena esophagus daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan dibawah diagfragma vena esophagus masuk kedalam vena gastrika sinistra. Hubungan antara vena porta dan vena sistemik memungkinkan pintas dari hati padfa kasus hipertensi porta. Aliran kolateral melalui vena esofagus menyebabkan terbentuk varises esophagus (vena varikosa esophagus). Vena yang melebar ini dapat pecah, menyebabkan perdarahan yang bersifat fatal.

2. Perdarahan tukak peptik (ulkus peptikum)

Perdarahan merupakan penyulit ulkus peptikum yang paling sering terjadi, sedikitnya ditemukan pada 15-25% kasus selama perjalanan penyakit. Walaupun ulkus disetiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun tempat perdarahan tersering adalah dinding posterior bulbus duodenum, karena ditempat ini dapat terjadi erosi arteri pankreatikoduodenalis atau arteria gastroduodenalis.

3. Gastritis (terutama gastritis erosive akibat OAINS)

Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus, atau local. Banyak sekali etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya gastritis, antara lain endotoksin bakteri, kafein, alcohol, aspirin dan infeksi H. pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut.

4. Gastropathi hipertensi portal

5. Esofagitis

Esofagitis yang dapat menyebabkan perdarahan ialah esofagitis refluks kronis. Esofagitis refluks kronis merupakan bentuk esofagitis yang paling sering ditemukan secara klinis. Gangguan ini disebabkan oleh sfringter esophagus bagian bawah yang bekerja dengan kurang baik dan refluks asam lambung atau getah alkali usus ke dalam esophagus yang berlangsung dalam waktu yang lama. Sekuele yang terjadi akibat refluks adalah peradangan, perdarahan, dan pembentukan jaringan parut dan striktur.

6. Sindroma Mallory-Weiss

Hematemesis atau melena yang secara khas mengikuti muntah-muntah berat yang berlangsung beberapa jam atau hari, dapat ditemukan satu atau beberapa laserasi mukosa lambung mirip celah, terletak memanjang di atau sedikit dibawah esofagogastrikum junction.

7. Keganasan

Keganasan, misalnya kanker lambung.

8. Angiodisplasia

Angiodisplasia ialah kelainan vaskular kecil, seperti yang terdapat pada traktus intestinalis.32.5 PATOFISIOLOGI

Penyebab tersering dari perdarahan saluran cerna adalah pecahnya varises esofagus. Varises esofagus merupakan salah satu komplikasi dari sirosis hepatis. Sirosis ini menyebabkan peningkatan tekanan pada vena porta yang biasa disebut dengan hipertensi porta. Peningkatan tekanan pada vena porta menyebabkan terjadinya aliran kolateral menuju vena gastrika sinistra yang pada akhirnya tekanan vena esofagus akan meningkat pula. Peningkatan tekanan pada vena esofagus ini menyebabkan pelebaran pada vena tersebut yang disebut varices esofagus.

Varises esofagus ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan. Terjadinya perdarahan ini bergantung pada beratnya hipertensi porta dan besarnya varises. Darah dari pecahnya varises esofagus ini akan masuk ke lambung dan bercampur dengan asam klorida (HCL) yang terdapat pada lambung.

Darah yang telah bercampur dengan asam clorida menyebabkan darah berwarna kehitaman. Jika darah ini dimuntahkan maka akan bermanifestasi sebagai hematemesis. Selain dimuntahkan, darah ini juga dapat bersama makanan masuk ke usus dan akhirnya keluar bersama feses yang menyebabkan feses berwarna kehitaman (melena).

Hematemesis dan melena juga dapat ditemukan pada penyakit tukak peptik (ulcus pepticum). Mekanisme patogenik dari ulkus peptikum ialah destruksi sawar mukosa lambung yang dapat menyebabkan cedera atau perdarahan, dimana cedera tersebut nantinya akan menimbulkan ulkus pada lambung.

Aspirin, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain yang merusak mukosa lambung mengubah permeabilitas sawar kapiler, sehingga memungkinkan difusi balik asam klorida yang mengakibatkan kerusakan jaringan, terutama pembuluh darah. Histamin dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema, dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak, mengakibatkan terjadinya hemoragi interstisial dan perdarahan. Sama seperti varises esofagus, darah ini akan dapat bermanifestasi sebagai hematemasis dan atau melena.42.6 MANIFESTASI KLINISManifestasi klinis dari perdarahan saluran cerna bagian atas dapat berupa 1) anemia defisiensi besi dan 2) hematemesis dan atau melena. Jadi hematemesis dan atau melena adalah gejala klinis dari perdarahan saluran cerna bagian atas yang didasari oleh suatu penyakit primer, misalnya varises esophagus, ulkus peptikum, gastritis, dan lain-lain.Perdarahan pada varises esophagus tidak nyeri, onsetnya tiba-tiba, volumenya besar, disertai adanya bekuan darah, dan darah berwarna merah kehitaman. Perdarahan pada ulkus peptikum seringkali menimbulkan perdarahan dalam ukuran besar, tidak nyeri, kemungkinan perdarahan awal yang lebih kecil, disertai darah yang mengalami perubahan (coffee ground). Perdarahan pada gastritis biasanya merah terang dengan volume yang sedikit. Adanya penurunan berat badan mengarahkan dugaan ke keganasan.42.7 DIAGNOSIS

Anamnesis1. Identitas pasien :

Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, perkawinan, alamat, agama, suku.

2. Keluhan utama :

Muntah darah (hematemesis) dan buang air besar berdarah (melena).

3. Riwayat penyakit sekarang :

Pernahkah pasien muntah darah atau ada butiran kopi?

Berapa banyak, berapa kali, dan sejak kapan pasien muntah?

Apakah muntah pertama mengandung darah atau hanya yang berikutnya? (Pertimbangkan kemungkinan perdarahan akibat robekan Mallory-Weiss karena robekan esofagus setelah muntah.) Berapa perkiraan jumlah darah yang keluar? Adakah gangguan pencernaan, nyeri dada, refluks asam, atau nyeri abdomen? Adakah lemah, nyeri kepala, berkeringat atau mual?

Adakah kehilangan darah per rektum atau melena (yang menunjukkan perdarahan gastrointestinal bagian atas)? Apakah darah tercampur atau terpisah dari tinja? Apakah tampak pada kertas toilet? Berapa perkiraan jumlah darah yang hilang? Adakah perubahan kebiasaan buang air besar? Adakah rasa nyeri saat defekasi? Adakah lendir? Adakah diare? Apakah ada demam? Demam biasanya tidak tinggi, tetapi suhu dapat mencapai 103o F (39,5o C).

Apakah pasien pingsan atau pusing, khususnya saat duduk/berdiri tegak? Rasa pusing yang dipengaruhi posisi tubuh. Penurunan kesadaran pada hematemesis atau melena menunjukkan perdarahan yang signifikan secara hemodinamik.

Adakah gejala yang menunjukkan anemia kronis (pucat, toleransi olahraga menurun, lelah, angina, sesak napas)?

Adakah nyeri abdomen (pertimbangkan ulkus)?

4. Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat perdarahan sebelumnya, dispepsia, tukak/ulcer, cepat kenyang, anemia, penyakit hati kronis, misalnya hepatitis B atau C, sirosis (pertimbangkan varises).

5. Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat keganasan usus, kolitis, sindrom Osler-Weber-Rendu (lesi di bibir), hemofilia atau telangiektasia hemoragik herediter.6. Riwayat keracunan (intoksikasi) :

Keracunan alkohol, obat bius

7. Kebiasaan :

Riwayat konsumsi alkohol berlebihan (pertimbangkan gastritis, ulkus atau perdarahan varises). 8. Riwayat konsumsi obat :Konsumsi aspirin dan OAINS (pertimbangkan ulkus peptikum), obat antikoagulan misalnya warfarin, atau Fe (menyebabkan tinja berwarna hitam).Pemeriksaan Fisik Tanda-tanda syok : takikardia, akral dingin dan lembab, takipnu, oliguria, penurunan kesadaran, hipotensi ortostatik, JVP (Jugular Vein Pressure) meningkat. Tanda-tanda penyakit hati kronis dan sirosis : hipertensi portal (pecahnya varises esofagus, asites, splenomegali), ikterus, edema tungkai dan sakral, spider nevi, eritema palmarum, ginekomasti, venektasi dinding perut (caput medusa), asteriksis (flapping tremor). Tanda-tanda anemia : pucat, koilonikia, telangiektasia

Tanda-tanda sindrom Peutz-Jegher : bintik-bintik coklat pada kulit muka dan mukosa pipi.

Lesi-lesi telangiektasi yang berdenyut merupakan indikasi telangiektasi hemoragik herediter.

Koagulopati : purpura, memar, epistaksis Tanda-tanda keganasan : limfadenopati, organomegali (hepatomegali, splenomegali), penurunan berat badan, anoreksia, rasa lemah. Pemeriksaan abdomen : untuk mengetahui adanya nyeri tekan, distensi, atau massa. Adanya nyeri tekan epigastrik merupakan tanda ulkus peptikum, dan adanya hepatosplenomegali meningkatkan kemungkinan varises.

Pemeriksaan rektal untuk massa, darah, melena, dan darah samar pada feses.Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap : Hb, Ht, golongan darah, jumlah eritrosit, leukosit, trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, PT, APTT, morfologi darah tepi, fibrinogen, dan crossmatch jika diperlukan transfusi. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin < 10 g% atau hematokrit < 30 %. Pemeriksaan ureum dan kreatinin :Perbandingan BUN (Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin serum dapat dipakai untuk memperkirakan asal perdarahan. Nilai puncak biasanya dicapai dalam 24-48 jam sejak terjadinya perdarahan. Normal perbandingannya adalah 20. Bila di atas 35, kemungkinan perdarahan berasal dari saluran cerna bagian atas (SCBA). Di bawah 35, kemungkinan perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB). Azotemia sering terjadi pada perdarahan saluran cerna. Derajat azotemia tergantung pada jumlah darah yang hilang, lamanya perdarahan, dan derajat integritas fungsi ginjal. Azotemia terjadi tidak tergantung pada penyebab perdarahan. BUN mempunyai kepentingan untuk menentukan prognosis. BUN sampai setinggi 30mg/100ml mempunyai prognosis yang baik. 50 70 mg/100 ml mempunyai mortalitas setinggi 33%. Nilai di atas 70 mg/100 ml mengakibatkan keadaan fatal. BUN = 2,14 x nilai ureum darah. Penentuan NH3 darah merupakan indikasi pada sirosis hepatis. Nilai yang meninggi dapat memberi petunjuk adanya koma hepatik.

Pemeriksaan fungsi hati : AST (SGOT), ALT (SGPT), bilirubin, fosfatase alkali, gama GT, kolinesterase, protein total, albumin, globulin, HBSAg, AntiHBS. Tes guaiac positif : pemeriksaan darah samar dari feses masih dapat terdeteksi sampai seminggu atau lebih setelah terjadi perdarahan. Pemeriksaan elektrolit : kadar Na+, Cl-, K+. K+ bisa lebih tinggi dari normal akibat absorpsi dari darah di usus halus. Alkalosis hipokloremik pada waktu masuk rumah sakit menunjukan adanya episode perdarahan atau muntah-muntah yang hebat.b. EndoskopiEndoskopi digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis, menentukan sumber perdarahan, memungkinkan pengobatan endoskopik awal, informasi prognostik (seperti identifikasi stigmata perdarahan baru). Endoskopi dilakukan sebagai pemeriksaan darurat sewaktu perdarahan atau segera setelah hematemesis berhenti.c. Pemeriksaan radiologis Barium meal : dengan kontras ganda dilakukan pemeriksaan esofagus, lambung, dan doudenum untuk melihat ada tidaknya varises di daerah 1/3 distal esofagus, terdapat ulkus, polip atau tumor di esofagus, lambung, doudenum. Barium enema : untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bagian bawah. USG : untuk menunjang diagnosis hematemesis/melena bila diduga penyebabnya adalah pecahnya varises esofagus karena secara tidak langsung memberi informasi tentang ada tidaknya hepatitis kronik, sirosis hati dengan hipertensi portal, keganasan hati, dengan cara yang non invasif dan tak memerlukan persiapan sesudah perdarahan akut berhenti. Arteriografi abdomen : untuk menentukan letak perdarahan, terutama pada penderita dengan perdarahan aktif. Juga berguna untuk mendeteksi lesi yang menyebabkan perdarahan.

EKG, foto toraks : untuk identifikasi dini adanya penyakit jantung paru kronis, terutama pada pasien > 40 tahun.52.8 PENATALAKSANAAN

A. PEMERIKSAAN AWAL

Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan adalah menentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamik. Pemeriksaannya meliputi : 1) tekanan darah dan nadi, 2) perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi, 3) ada tidaknya akral dingin, 4) kelayakan napas, 5) tingkat kesadaran, 6) produksi urin.B. STABILISASI HEMODINAMIKPada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid dan pasang monitor CVP (central venous pressure). Tujuannya untuk memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap stabil.

Penderita dengan perdarahan 500 1000 cc perlu diberi infus Dextrose 5%, Ringer laktat atau Nacl 0,9%. Pemberian transfusi darah dipertimbangkan pada keadaan berikut ini:1. Perdarahan pada kondisi hemodinamik tidak stabil (tanda tanda syok).2. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter atau lebih.3. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin < 10 g% atau hematokrit < 30 %.4. Terdapat tanda tanda oksigenasi jaringan yang menurun.

C. PEMERIKSAAN LANJUTAN

Berdasarkan :

1. Anamnesis

2. Pemeriksaan Fisik

3. Pemeriksaan Penunjang : laboratorium, endoskopis, radiologisD. MEMBEDAKAN PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS ATAU BAWAH

Perdarahan SCBAPerdarahan SCBB

Manifestasi klinik pada umumnyaHematemesis dan atau melenaHematokesia

Aspirasi nasogastrikBerdarahJernih

Ratio ( BUN/kreatinin )Meningkat > 35< 35

Auskultasi ususHiperaktifNormal

E. DIAGNOSIS ETIOLOGIMenegakkan diagnosis etiologi dari perdarahan saluran cerna bagian atas dilakukan dengan

Endoskopi gastrointestinal

Radiologis dengan barium

Radionuklir

Angiografi

F. TERAPI1. Non-Endoskopis

Pemberian Vitamin KBoleh diberikan dengan pertimbangan tidak merugikan dan relatif murah.

VasopressinMenghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas lewat efek vasokostriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran dan tekanan vena porta menurun. Dapat digunakan pada pasien perdarahan akut varises esofagus. Terdapat dua bentuk sediaan yaitu, pitresin (vasopressin murni) dan preparat pituitary gland (vasopressin dan oxcytocin). Pemberian vasopressin dengan mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan 0.5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6 jam, atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus 0.1-0.5 U/menit. Vasopressin dapat memberikan efek samping berupa insufisiensi koroner mendadak, maka disarankan bersamaan preparat nitrat.

Somatostatin dan analognya (octreotide)

Dapat digunakan untuk perdarahan varises esofagus dan perdarahan nonvarises. Pemberian diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti, sedangkan untuk octreotide, dosis bolus 100 mcg/iv dilanjutkan per infus 25 mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai peradarahan berhenti.

Obat Anti sekresi asam

Bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA. Diawali bolus omeprazol 80 mg/iv dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam. Pada perdarahan SCBA, antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 dapat diberikan untuk penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan.

Balon Tamponade

Sengstaken Blakemore tube (SB-tube) mempunyai tiga pipa serta dua balon masing-masing untuk esofagus dan lambung. Komplikasi pemasangan SB-tube antara lain pnemoni aspirasi, laserasi sampai perforasi.

2. Endoskopis

Terapi ini ditujukan untuk perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapi meliputi : 1) Contact thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe), 2) Noncontact thermal (laser), dan 3) Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin, polidokanol, alcohol, cyanoacrylate, atau pemakaian klip).

Terapi endoskopis yang relatif mudah dan tanpa banyak peralatan pendukung ialah penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan menggunakan adrenalin 1:10000 sebanyak 0.5-1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml atau alkohol absolut (98%) tidak melebihi1 ml. Keberhasilan terapi endoskopis mencapai di atas 95% dan tanpa terapi tambahan, perdarahan ulang frekuensinya sekitar 15-20%.

Pilihan pertama untuk mengatasi varises esofagus adalah ligasi varises. Terapi pilihan adalah hemostasis endoskopi. Ligasi varises mengurangi efek samping dari pemakaian sklerosan, serta lebih menurunkan frekuensi terjadinya ulserasi dan striktur. Bila ligasi sulit dilakukan, skeloterapi dapat digunakan sebagai terapi alternatif.

3. Terapi Radiologi

Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap berlansung dan belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi endoskopi dinilai gagal dan pembedahan sangat berisiko. Tindakan hemostasis yang bisa dilakukan dengan penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada kontraindikasi dan fasilitas dimungkinkan, pada perdarahan varises dapat dipertimbangkan TIPS (Transjugular Intrahepatic Portosystemic shunt).4. Pembedahan

Pembedahan dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan radiologi dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk tim multidisipliner pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk menentukan waktu yang tepat kapan tindakan bedah sebaiknya dilakukan.52.9 PROGNOSISPada umumnya penderita dengan perdarahan saluran cerna bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang buruk/terganggu sehingga setiap perdarahan baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain. Hasil penelitian Hernomo menunjukan bahwa angka kematian penderita dengan perdarahan saluran cerna bagian atas dipengaruhi oleh faktor kadar Hb waktu dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus, ensefalopati dan golongan menurut kriteria Child.Mengingat tingginya angka kematian dan sukarrnya dalam menanggulangi perdarahan saluran cerna bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif terutama untuk mencegah terjadinya sirosis hati.6BAB III

KESIMPULAN

Perdarahan SCBA pada sirosis hati (khususnya oleh karena pecah varises esofagus/varises gaster) merupakan salah satu keadaan gawat darurat, tidak jarang bersifat life threatening yang seyogyanya mendapatkan penatalaksanaan yang cepat dan tepat untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk.Tindakan resusitasi cairan dan pemberian obat-obatan dapat menghentikan perdarahan secara spontan pada banyak kasus, namun pemberian obat-obatan vasoaktif (vasopresin, somatostatin, atau octreotide) dapat membantu menghentikan perdarahan serta mencegah perdarahan ulang.Tindakan endoskopi seyogyanya dilakukan setelah keadaan hemodinamik stabil sehingga dapat dilakukan secara seksama dan dapat dilanjutkan dengan tindakan endoskopi terapeutik bila diperlukan.Pada keadaan di mana terapi farmakologis gagal atau terdapat keterbatasan dalam melakukan tindakan endoskopi (baik diagnostik maupun terapeutik), maka patut dipertimbangkan tindakan bedah.Pada perdarahan SCBA pada pasien sirosis hati yang bukan karena pecahnya varises esofagus/gaster, golongan obat-obat vasoaktif dapat menjadi alternatif pilihan.Masih banyak rumah-rumah sakit di Indonesia yang belum dilengkapi dengan fasilitas endoskopi (diagnostik dan terapeutik) sehingga memerlukan ketajaman para dokter untuk menentukan protokol pengobatan konservatif.3,5,6DAFTAR PUSTAKA

1. Adi, Pangestu. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007. Hal 289-92.

2. Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Oxford : Blackwell Science Ltd. 2006. Hal 36-37.

3. Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Oxford : Blackwell Science Ltd. 2007. Hal 65.

4. Kauver, A. J. Diagnosis Medis Beorientasikan Masalah. Massachussets : Little, Brown and Company. 1985. Hal 173-9.

5. Lindseth, Glenda N. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6. Michigan : Elsevier Science. 2006. Hal 428.

6. Sibuea, W. Herdin, Frenkel, M. Pedoman Dasar Anamnesis dan Pemeriksaan Jasmani. Jakarta : Sagung Seto. 2007. Hal 7, 12.

PAGE PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATASPage 24

_1304259892.ppt

Asam dalam lumen + empedu, ASA, alkohol, lain-lain

Penghancuran sawar epitel

Asam

Penghancuran sel mukosa

Asam kembali berdifusi kemukosa

Rangsang kolinergik

Histamin

Pepsinogen Pepsin

Motilitas

Pepsinogen

Fungsi sawar

Destruksi kapiler dan vena

Vasodilatasi

Permeabilitas terhadap protein

Plasma bocor ke lumen lambung

Dan interstisium

edema

Perdarahan

Ulkus