Upload
hanisah-mohd-redzuan
View
112
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
usaha tangga kejayaan
Citation preview
PEDIKULOSIS KAPITIS
I. DEFINISI
Pedikulosis kapitis adalah suatu infeksi kulit dan rambut kepala yang disebabkan
oleh Pediculus humanus var. capitis.1 Pedikulosis kapitis disebut juga kutu kepala atau
head lice.2
II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit pedikulosis kapitis dapat ditemukan di seluruh dunia pada semua usia
terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Insidens tertinggi pada usia sekitar 3 – 12
tahun.2,3 Pedikulosis kapitis lebih sering timbul pada wanita dibandingkan pria.4
Penularan penyakit ini lebih sering melalui kontak kepala dengan kepala, namun
dapat juga melalui benda-benda seperti sisir, topi, bantal, dan asesoris rambut yang di
pakai secara bergantian.3 Higienitas yang buruk juga dapat meningkatkan resiko
terjadinya penyakit ini, misalnya jarang membersihkan rambut atau rambut yang
panjang pada wanita.1
III. ETIOLOGI
Penyakit pedikulosis kapitis disebabkan oleh parasit subspecies Pediculus
humanus var. capitis. Parasit ini termasuk dalam golongan ordo Phthiraptera yang sangat
spesifik hospesnya dan menghabiskan seluruh hidupnya di situ. Parasit yang termasuk
dalam golongan subordo Anoplura ini adalah ektoparasit pada mamalia yang menghisap
darah.4
Siklus hidup Pediculus humanus capitis melalui stadium telur, larva, nimfa dan
dewasa. Satu kutu kepala betina dapat hidup selama 16 hari dan menghasilkan 50 – 150
telur. Telur berbentuk oval dan umumnya berwarna putih atau kuning.5 Telur diletakkan
di sepanjang rambut dan mengikuti tumbuhnya rambut, yang berarti makin ke ujung
makin terdapat telur yang lebih matang.1 Telur kutu membutuhkan satu minggu (dalam
batas 6 – 9 hari) untuk menetas.6
Telur yang menetas akan menjadi nimfa. Bentuknya menyerupai kutu dewasa,
namun dalam ukuran kecil. Nimfa akan menjadi dewasa 9 – 12 hari sesudah menetas.
Untuk hidup, nimfa harus memperoleh makanan berupa darah.2,3
Gambar 1. Siklus hidup kutu kepala.6
Gambar 2. Telur kutu kepala yang diletakkan di batang rambut.6
Pediculus humanus capitis berbentuk seperti biji wijen dengan panjang sekitar 1
– 2 mm, tidak bersayap, memipih di bagian dorsoventral dan memanjang.2,3 Parasit ini
memiliki 3 pasang kaki yang disesuaikan sebagai pengepit rambut dan mulut pengisap
kecil di bagian anterior yang menjadi bagian untuk mendapatkan darah. Kutu kepala
dapat merayap dengan cepat, di atas 23 cm/menit. Kutu dewasa dapat bertahan hidup
sekitar 30 hari di kepala manusia. Kutu dapat mati dalam 1 – 2 hari setelah jatuh dari
rambut.3
Kutu kepala terdiri atas kutu jantan dan betina. Kutu betina dibedakan dengan
kutu jantan berdasarkan ukuran tubuh yang lebih besar dengan ukuran panjang 1,2 – 3,2
mm dan lebar lebih kurang ½ panjangnya manakala jantannya lebih kecil dan
jumlahnya hanya sedikit dan adanya penonjolan daerah posterior yang membentuk
huruf V yang digunakan untuk menjepit sekeliling batang rambut ketika bertelur. Kutu
jantan memiliki pita berwarna coklat gelap yang terbentang di punggungnya.1,6
Gambar 3. Kutu kepala betina.6
Gambar 4. Kutu kepala jantan.6
IV. PATOGENESIS
Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan untuk menghilangkan rasa
gatal.1 Sepanjang siklus kehidupannya, larva dan kutu dewasa menyimpan kotorannya
di kulit kepala, yang akan menyebabkan timbulnya rasa gatal. Selain itu gatal juga
ditimbulkan oleh liur dan ekskreta dari kutu yang dimasukkan ke dalam kulit waktu
menghisap darah.3 Garukan yang dilakukan untuk menghilangkan gatal akan
menyebabkan terjadinya erosi dan ekskoriasi sehingga memudahkan terjadinya infeksi
sekunder.4
V. GAMBARAN KLINIS
Gejala awal yang dominan adalah rasa gatal pada kulit kepala. Rasa gatal
dimulai dari yang ringan sampai rasa gatal yang tidak dapat ditoleransi.1 Lesi papul
yang gatal biasanya terdapat pada daerah belakang telinga dan bagian tengkuk leher,
akibat garukan pada kulit kepala akan terjadi erosi dan ekskoriasi. Adanya infeksi
sekunder yang berat menyebabkan terbentuknya pustul dan krusta.4
Gambar 5. Lesi papul yang gatal pada belakang tengkuk leher. Terjadinya pus dan
krusta akibat infeksi sekunder. Telur kutu kelihatan di batang rambut.5
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis: a)Pemeriksaan mikroskop dapat mengkonfirmasi diagnosis. Dengan
pemeriksaan mikroskop dapat terlihat kutu dewasa dengan 6 kaki, yang tebalnya 1-4
mm, tidak bersayap, berwarna abu-abu berkilat sampai merah jika menghisap darah.5
b)Pemeriksaan dengan lampu wood pada daerah yang terinfestasi memperlihatkan
fluoresensi kuning-hijau dari kutu dan telur.5
VII. DIAGNOSA
Diagnosis pedikulosis kapitis dapat ditegakkan melalui inspeksi pada kulit
kepala dan rambut, dengan menemukan kutu atau telur berwarna abu-abu berkilat. Kutu
dan telur tersebut dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan mikroskop.1,2
VIII. DIAGNOSIS BANDING
a. Dermatitis seboroika
Dermatitis seboroik memberikan gambaran klinis berupa daerah eritema
dan skuama pada daerah kepala dan terasa gatal oleh penderita. Dapat dibedakan
dengan pedikulosis kapitis dengan tidak ditemukannya telur atau kutu pada
daerah kepala yang gatal.7
b. Impetigo krustosa
Impetigo krustosa disebabkan oleh Staphylococcus B hemolyticus
ditandai dengan eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika
penderita datang berobat yang terlihat adalah krusta tebal berwarna kuning
seperti madu.8
c. Tinea kapitis
Tinea kapitis adalah dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala
dimana terdapat kelainan berupa lesi bersisik, kemerahan, kerion, dan gatal.
Pada pemeriksaan dengan KOH, akan didapatkan spora dan hifa yang
merupakan elemen jamur yang merupakan penyebab tinea kapitis.9
IX. PENATALAKSANAAN
1.Pedikulosid
a. Permethrin(1%)
Permethrin 1% cream rinse diberikan ke kulit kepala dan rambut.
Awalnya rambut dicuci dengan shampo nonconditioner kemudian
dikeringkan dengan handuk. Lalu diberikan Permethrin 1% cream rinse
selama 10 menit kemudian dibilas. Hal ini diperkirakan dapat membasmi
sekitar 20%-30% dari telur. Tetapi, disarankan agar pemakaiannya
diulang apabila kutu masih terlihat pada 7-10 hari setelahnya. Permethrin
mempunyai keuntungan efek toksin yang rendah dan pengobatannya
cepat.2
b. Pyrethrin
Pyrethrin diperoleh dari suatu sari alami bunga chrysanthemum.
Pyrethrin yang dikombinasi dengan piperonyl butoxide adalah
neurotoksik untuk kutu tetapi kurang toksik terhadap manusia. Produk
ini seperti shampo dimana diberikan pada rambut yang kering dan
didiamkan selama 10 menit sebelum dibilas. Penggunaan dapat diulang
7-10 hari kemudian untuk membasmi kutu kepala yang baru.2
c. Malathion
Obat malathion organophosphate adalah suatu penghambat
cholinesterase dan telah digunakan selama 20 tahun untuk pengobatan
kutu kepala.9 Malathion 0,5% atau 1% yang digunakan dalam bentuk
losio atau spray. Caranya : malam sebelum tidur rambut dicuci dengan
sabun kemudian dipakai losio malathion, lalu kepala ditutup dengan
kain. Keesokan harinya rambut dicuci lagi dengan sabun lalu disisir
dengan sisir yang halus dan rapat (serit). Pengobatan ini dapat diulang
lagi seminggu kemudian, jika masih terdapat kutu atau telur.1
d. Lindane(1%)
Lindane adalah organochloride yang mempunyai efek toksik
terhadap sistem saraf pusat (SSP) apabila penggunaannya tidak benar.
Penggunaannya seperti shampo dan dapat didiamkan kurang lebih
selama 10 menit dengan pemakaian yang berulang dalam 7-10 hari.
Dalam beberapa tahun kasus resisten pernah dilaporkan diseluruh dunia.
Oleh karena adanya efek toksik terhadap SSP yang dapat menyebabkan
serangan dan kematian, sehingga penggunaan lindane terhadap pasien
harus dibatasi.2
e. Krotamiton(10%)
Krotamiton 10% dalam bentuk losion digunakan untuk terapi
skabies, dan beberapa penelitian menunjukkan krotamiton 10% juga
efektif untuk kutu kepala dimana diberikan ke kulit kepala dan
didiamkan selama 24 jam sebelum dibilas. Aman untuk anak, dewasa,
dan wanita hamil.2
f. Ivermectin oral
Ivermectin adalah suatu agen antiparasitik yang efektif untuk kutu
kepala. Ivermectin diberikan dengan dosis tunggal secara oral 200
mikrogram/oral dengan dosis pemberian 2 kali setelah 7-10 hari.
Ivermectin tidak boleh diberikan ke anak yang berat badannya kurang
dari 15 kg. Penggunaaan Ivermectine oral belum diakui oleh FDA (Food
and Drug Administration) sebagai pedikulosid.2
2. Pengobatan Lingkungan
a. Disinfeksi semua perhiasan kepala, syal, mantel, handuk, dan seprei
dengan mesin cuci dalam air panas, kemudian keringkan dengan
menggunakan udara panas. Selain itu benda yang akan dibersihkan dapat
dimasukkan ke dalam sebuah kantong plastik, lalu disimpan 2-4 minggu.
Sisir dan sikat harus direndam dalam air panas selama 5-10 menit.
Perabot dan permadani harus dibersihkan dengan pembersih vakum.
b. Anggota keluarga dan teman sekolah juga harus diobati.2,3
X. PENCEGAHAN
Penyakit ini pada dasarnya dapat dicegah melalui pola hidup yang bersih.
Misalnya dengan pemberantasan kutu yang berada di lingkungan sekitar. Benda-benda
yang terpapar dengan penderita (misalnya, kasur, bantal, linen, handuk, mainan, topi)
seharusnya dicuci bila memungkinkan kemudian dikeringkan. Air yang digunakan
adalah air panas dengan suhu lebih dari 50-55°C selama paling kurang 5 menit.3
Membersihkan lingkungan tempat tinggal akan membantu mengurangi
kesempatan untuk terpapar kembali dengan kutu kepala. Periksalah setiap orang yang
berada di dalam lingkungan rumah tangga pada saat bersamaan, sebelum membersihkan
lingkungan tersebut. Bersihkan semua lantai dengan alat penghisap debu, permaidani,
bantal, karpet, dan semua pelapis meubel yang ada. Semua sisir dan sikat rambut yang
digunakan oleh penderita kutu kepala harus direndam dalam air dengan suhu diatas
130°F(540°C) , alkohol atau pedikulosid selama 1 jam.3
XI. PROGNOSIS
Baik bila higiene diperhatikan.1 Kegagalan terapi disebabkan oleh penggunaan
shampo yang tidak benar dan reinfestasi daripada kontak yang tidak dirawat.3
DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko RP. Pedikulosis. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2010.
p.119-20.
2. Frankowsky BL, Weiner LB. Head Lice. Paediatrics. 2002 3 September ;110 :
638-43
3. Stone S.P, Goldfarb J.N, Bacelieri R.E. Scabies, Other Mites and Pediculosis. In :
Wolff K, Goldsmith L.A, Katz S.I, Gilchrest B.A et. al. editors. Fitzpatrick’s
Dermatology In General Medicine, 7th edition. New York: McGraw-Hill; 2008. p.
2033-5
4. Burns DA. Disease Caused by Arthropods and Other Noxious Animals. In:
Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s Textbook of
Dermatology. 8th ed. United Kingdom: Wiley-Blackwell ; 2010. p.38.15-20.
5. Parish LC. Pediculosis. In : Frankel DH, editor. Field Guide to Clinical
Dermatology. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p.16-8
6. Image Library. Pediculosis. Laboratory Identification of Parasites of Public
Health Concern. Centers for Disease Control & Prevention Center for Global
Health. 2009 July 20. p.1-3
7. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,
editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2010. p.200-1
8. Djuanda A. Pyoderma. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu
Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
p.58-9.
9. Budimulja U. Mikosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu
Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
p.95.