Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pedikulosis Kapitis
Pedikulosis kapitis adalah infeksi kulit dan rambut kepala yang
sebabkan oleh Pediculus humanus var. capitis. (Djuanda, 2010:119) Penyakit
ini terutama menyerang anak usia muda dan cepat meluas dalam lingkungan
hidup yang padat, misalnya di asrama dan panti asuhan. Tambahan pula
dalam kondisi higiane yang tidak baik, misalnya jarang membersihkan
rambut atau rambut yang relatif susah dibersihkan (rambut yang sangat
panjang pada wanita). Cara penularanya biasanya melalui perantara (benda),
misalnya sisir, bantal kasur dan topi. (Djuanda, 2010:119)
Gambar 2.1.Pediculus humanus capitis dewasa betina dan jantan.
(CDC,2017)
Taksonomi Pediculus humanus capitis menurut Brown 1983 dalam Anonim²
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Phthiraptera
Famili : Pediculidae
Genus : Pediculus
Spesies : Pediculus humanus capitis
6
Pediculus humanus capitis adalah serangga parasit yang habitatnya di
kepala manusia yang hidup dengan cara mengisap darah manusia. Parasit ini
bersifat ektoparasit yaitu parasit yang hidup diluar tubuh hospes. Nama lain
Pediculus humanus capitis adalah kutu kepala atau head louse. Kutu ini
bergerak dengan cara merayap, tidak bisa loncat atau terbang. (Atmojo, 2019)
Kutu ini mempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki, berwarna abu-abu dan
menjadi kemerahan jika telah menghisap darah. Terdapat 2 jenis kelamin
ialah jantan dan betina, yang betina dengan ukuran panjang 1,2-3,2 mm dan
lebar lebih kurang ½ panjangnya, jantan lebih kecil dan jumlahnya hanya
sedikit. (Djuanda, 2010:119)
Gambar 2.2.Siklus hidup Pediculus humanus capitis.
(CDC, 2017)
Siklus hidupnya melalui stadium telur, larva, nimfa dan dewasa. Telur
(nits) diletakkan di sepanjang rambut dan mengikuti tumbuhnya rambut, yang
berarti makin ke ujung terdapat telur yang lebih matang. (Djuanda, 2010:119)
Telur akan menetas menjadi nimfa dalam waktu 5 – 10 hari sesudah
dikeluarkan oleh induknya. Setelah mengalami tiga kali pergantian kulit,
nimfa akan mejadi kutu rambut dewasa dalam waktu 7 – 12 hari, dalam
7
keadaan cukup makanan parasit ini dapat bertahan hidup 27 – 30 hari.
(Weems, 2007 dalam Sari, 2017)
Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan untuk
menghilangkan rasa gatal. Gatal ini timbul karena pengaruh liur dan ekskreta
dari kutu yang dimasukkan ke dalam kulit waktu menghisap darah. Gejala
mula yang dominan hanya rasa gatal, terutama pada daerah oksiput dan
temporal serta dapat meluas ke seluruh kepala. Kemudian kerena garukan,
terjadi erosi, ekskoriasi, dan infeksi sekunder (nanah, krusta). Bila infeksi
sekunder berat, rambut akan bergumpal akibat banyaknya nanah dan krusta
(plikapelonika) dan disertai pembesaran kelenjar getah bening regional
(oksiput dan retroaurikular). Pada keadaan tersebut kepala memberikan bau
yang busuk. (Djuanda, 2010:120)
Diagnosis dapat dilakukan dengan mencari kutu dewasa dan telur di
rambut kepala. Bentuk dewasa sering kali dapat bergerak bisa dipindahkan
sehingga sulit untuk ditangkap. Sementara itu, telur-telur yang berukuran
kecil dapat ditemukan jika dicari secara teliti. Telur kutu yang belum menetas
jika dipijit di antara dua kuku akan pecah dan mengeluarkan cairan,
sedangkan telur yang sudah menetas menjadi kempis. (Sembel, 2009:160)
Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari kontak dengan
seseorang yang terinfestasi pedikulosis; tidak menggunakan sisir, pakaian,
handuk, dan seprai bekas. (Sembel, 2009:160)
Pengendalian dapat dilakukan dengan: menyisir rambut dengan sisir
halus; merendam rambut dengan larutan air dan cuka, lalu membungkusnya
dengan handuk bersih selama 15 menit; merawat semua anggota keluarga;
membuang atau mencuci dengan air panas pakaian-pakaian yang telah
terkontaminasi; menggunakan obat pediculicide; "mencari kutu" dan
membunuh secara mekanik. (Sembel, 2009:160)
CDC (2003c) merekomdasikan pengendalian infestasi pediculosis
sebagai berikut: (Sembel, 2009:161)
1. Mengobati penderita pediculosis bersama anggota-anggota keluarga dengan
menggunakan pediculicides sesuai peraturan dalam label
8
2. Cuci semua pakaian yang terkontaminasi termasuk seprai dan handuk dengan
menggunakan air panas.
B. Antikutu
Pengendalian pedikulosis kapitis dapat menggunakan antikutu atau
pedikulisida. Jenis-jenis pediculicides antara lain adalah:
1. Permethrin 5% (Elimite) atau 1% (Nix) lotion yang diaplikasi secara topical
2. Sampo Lindane 1% (Kwell)
3. Pyrethrin / Piperonyl butoxide (RID Mousse, RID Shampoo A-200)
Flinders & Schweinitz (2004) menyatakan bahwa itu adalah
pengobatan topikal dan sistemik yang dipertanyakan pada sistem persarafan
kutu. Penggunaan 4% piperonyl butoxide, 0,33% pyrethrins (e.g.Rid, Pronto)
dan 1% permethrin (Nix) aman dan efektif. Penggunaan 0,5% malathion
lotion (Ovide) tersedia dalam bentuk pesanan dokter. (Sembel, 2009:161)
Salah satu pedikulisida atau antikutu yang beredar di pasaran dan
digunakan oleh masyarakat umum adalah PediTox®. PediTox® adalah obat
lotion atau cairan yang digunakan untuk pengobatan kutu rambut dan
mencegah penyebarannya. Obat ini mengandung bahan aktif berupa
permethrin yang merupakan insektisida yang juga digunakan untuk mengatasi
gudik (scabies) namun dengan kadar yang lebih rendah. (Anonim¹)
Gambar 2.3. PediTox®.
(https://www.honestdocs.id).
Permetrin (3-phenoxybenzyl-cis-trans-3(2,2dichlorovinyl)-2,2-
dimethyl cyclopropan- carboxilate) adalah sintetik piretroid yang bekerja
dengan menghambat transport sodium pada saraf sehingga menyebabkan
9
paralisis kutu. Piretroid merupakan derivat sintetik piretrin yang toksisitasnya
rendah, metabolisme di hepar berlangsung sangat cepat, sehinggga tidak
ditemukan metabolitnya pada jaringan. (Becker 2010, dalam Ilhamsyah
2015:10)
Losio permetrin 1% merupakan terapi utama untuk pedikulosis
kapitis. Losio permetrin dioleskan pada rambut basah yang sebelumnya sudah
dicuci dengan sampo tanpa kondisioner, lalu didiamkan selama 10 menit
kemudian dibilas. Jumlah yang disarankan untuk satu kali penggunannya
sebesar 30 ml untuk rambut pendek (sebatas telinga), 50 ml untuk rambut
sedang dan panjang (sebatas bahu). Pemberiannya disarankan untuk diulang
pada hari ke-7 hingga 10 apabila masih tampak kutu. (lhamsyah 2015:10).
Pengunaan pedikulisida atau antikutu dengan bahan sitesis atau kimia
dapat mengakibatakan keracunan pada pengguna, serta serangga menjadi
resisten terhadap insektisida. Artropoda dikatakan kebal atau resisten
terhadap suatu insektisida jika dengan dosis biasa yang digunakan. Resistensi
dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu karena serangga memiliki enzim
yang dapat menetralisir racun insektisida, karena adanya timbunan lemak di
dalam tubuh serangga yang mampu menyerap insektisida yang masuk dan
ada hambatan lain yang dimiliki serangga untuk mencegah masuknya dan
terserapnya insektisida kedalam tubuh serangga. (Soedarto, 2016:422)
C. Serai Wangi (Cymbopogon nardus)
Gambar 2.4. Penampakan fisik Cymbopogon nardus.
(Dokumen Pribadi)
Kedudukan taksonomi tumbuhan serai (Cymbopogon nardus L.)
menurut Noor, 2018:139 yaitu sebagai berikut:
10
Regnum : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Cymbopogon
Spesies : Cymbopogon nardus L. Rendle
Serai atau Cymbopogon citratus atau sering disebut Cymbopogon
nardus (Lenabatu) merupakan tumbuhan yang masuk ke dalam family
rumput-rumputan atau Poaceae. Dikenal juga dengan nama serai dapur
(Indonesia), sereh (Sunda), bubu (Halmahera); sereh, serai dan serai dapur
(Malaysia); tanglad dan salai (Filipina); balioko (Bisaya), slek krey sabou
(Kamboja), si khai/ shing khai (Laos), sabalin (Myanmar), cha khrai
(Thailand). Tanaman ini dikenal dengan istilah Lemongrass karena memiliki
bau yang kuat seperti lemon, sering ditemukan tumbuh alami di negara-
negara tropis (Oyen dan Dung, 1999:95).
Tanaman serai dikenal dengan nama berbeda di setiap daerah. Daerah
Jawa mengenal serai dengan nama sereh atau sere. Daerah Sumatera dikenal
dengan nama sereu, sorae atau sanger-sange. Kalimantan mengenal nama
serai dengan nama belangkak, senggalau atau salai. Nusa Tenggara mengenal
serai dengan nama pataha, kedaungwidu. Sulawesi mengenal nama serai
dengan nama sare sedangkan di Maluku dikenal dengan nama garamakusu,
baramakusu (Hutapea, 2000:27).
Tanaman serai merupakan herba menahun dengan tinggi 50-100 cm,
panjang daunnya mencapai 1 m dan lebar 1,5 cm. Secara tradisisonal,
tanaman ini dapat digunakan sebgai obat dan rempah. Serai wangi dapat
tumbuh di tempat yang subur hingga di tempat yang tandus. (Kardinan,
2005:5)
11
Gambar 2.5. Batang serai wangi (Cymbopogon nardus).
(Dokumen Pribadi).
Batang tanaman serai wangi bergerombol dan berumbi, serta lunak,
berongga dan penampang lintang batang berwarna merah. Isi batangnya
merupakan pelepah umbi untuk pucuk dan berwarna putih kekuningan.
Namun ada juga yang berwarna putih keunguan atau kemerahan. Selain itu,
batang tanaman serai wangi juga bersifat kaku dan mudah patah. Batang
tanaman ini tumbuh tegak lurus di atas tanah (Arzani dan Riyanto, 1992
dalam Arifin, 2014). Tanaman serai wangi memiliki akar yang besar.
Akarnya merupakan jenis akar serabut yang berimpang pendek (Arzani dan
Riyanto, 1992 dalam Arifin, 2014).
Gambar 2.6. Daun serai wangi (Cymbopogon nardus).
(Dokumen Pribadi).
Daun tanaman serai berwarna hijau dan tidak bertangkai. Daunnya
kesat, panjang, runcing dan daun tanaman ini memiliki bentuk seperti pita
yang makin ke ujung makin runcing dan berbau citrus ketika daunnya
diremas. Daunnya juga memiliki tepi yang kasar dan tajam. Tulang daun
tanaman serai tersusun sejajar. Letak daun pada batang tersebar. Panjang
daunnya sekitar 50-100 cm, sedangkan lebarnya kira-kira 2 cm. Daging daun
12
tipis, serta pada permukaan dan bagian bawah daunnya berbulu halus (Arzani
dan Riyanto, 1992 dalam Arifin, 2014).
Kandungan dari serai terutama minyak atsiri dengan komponen
sitronelal 30-45%, geraniol 65-90%, sitronelol 11-15%, geranil asetat 3-8%,
sitronelil asetat 24%, sitral, kavikol, eugenol, elemol, kadinol, kadinen,
vanilin, limonen, kamfen. Komponen kimia dalam minyak serai wangi cukup
komplek. Kandungan utama dan terpenting terdapat pada serai wangi adalah
sitronelal, sitronelol dan geraniol. Senyawa tersebut merupakan bahan dasar
yang digunakan dalam parfum/pewangi dan juga produk fatmasi. Tanaman
serai mampu menghasilkan minyak dengan kadar sitronellal 7-15% dan
geraniol 55-65%. (Sastrohamidjojo,2007:67)
Gambar 2.7.Struktur Sitronelal, Sitronelol, dan Geraniol.
(Bota dkk, 2015)
Serai wangi memiliki manfaat sebagai aroma terapi dan anti serangga.
(Noor, 2018:139). Abu daun dan tangkai serai wangi mengandung 49% silica
yang merupakan penyebab desikasi (keluarnya cairan tubuh secara terus-
menerus) pada kulit serangga sehingga akan mati kekeringan. (Kardinan,
2005:7).
Minyak serai wangi atau minyak sitronela dapat digunakan sebagai
pengusir serangga. Berbagai industri telah memanfaatkan minyak sitronela
sebagai bahan baku untuk pembuatan sabun, sampo, pasta gigi, lotion, dan
pestisida nabati (Kardinan, 2005:6). Ekstrak serai wangi (Cymbopogon
nardus) mengandung minyak atsiri senyawa aldehid yang diduga mempunyai
sifat insektisida. Zat aktif serai wangi yang berfungsi sebagai insektisida
13
utama adalah sitronelal yang bersifat larut dalam etanol. (Syakir, 2012 dalam
Nurjanah dkk, 2018)
D. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian zat aktif dari bagian tanaman
obat yang bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam
bagian tanaman obat tersebut. (Marjoni, 2016:15)
Ekstrak adalah suatu produk hasil pengambilan zat aktif melalui
proses ekstrasi menggunakan pelarut, dimana pelarut yang digunakan
diuapkan kembali sehingga zat akif ekstrak menjadi pekat. (Marjoni,
2016:23)
Proses ekstraksi pada dasarnya adalah proses perpindahan massa dari
komponen zat padat yang terdapat pada simplisia ke dalam pelarut organik
yang digunakan. Pelarut organik akan menembus dinding sel dan selanjutnya
akan masuk ke dalam rongga sel tumbuhan yang mengandung zat aktif. Zat
aktif akan terlarut dalam pelarut organik pada bagian luar sel untuk
selanjutnya berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses ini terus berulang
sampai terjadi keseimbangan konsentrasi zat aktif antara di dalam sel dengan
konsentrasi zat aktif di luar sel. (Marjoni, 2016:16)
Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai metode dan cara yang
sesuai dengan sifat dan tujuan ekstraksi itu sendiri. Metode ekstraksi
berdasarkan pengunaan panas dibagi menjadi 2 yaitu cara dingin dan cara
panas.
1. Ekstrasi secara dingin (maserasi dan perkolasi)
2. Ekstrasi seraca panas (seduhan, congue, infusa, digestasi, dekokta, refluks
dan soxhletasi)
Maserasi berasal dari bahasa latin "macerare” yang berarti merendam,
sehingga maserasi dapat diartikan sebagai suatu sediaan cair yang dibuat
dengan cara merendam bahan nabati menggunakan pelarut bukan air atau
pelarut setengah air seperti etanol encer selama waktu tertentu. (Marjoni,
2016)
14
Prinsip kerja dari maserasi adalah proses melarutnya zat aktif
berdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like).
Ekstraksi zat aktif dilakukan dengan cara merendam simplisia nabati dalam
pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada suhu kamar dan terlindung dari
cahaya. Pelarut yang digunakan, akan menembus dinding sel dan kemudian
masuk ke dalam sel tanaman yang penuh dengan zat aktif. Pertemuan antara
zat aktif dan pelarut akan melibatkan proses pelarutan dimana zat aktif akan
terlarut dalam pelarut. (Marjoni, 2016:40)
Maserasi dilakukan pada suhu antara 15° - 20° C dalam waktu selama
3 hari hingga zat aktif yang dikehendaki diperlukan. Meski dinyatakan lain,
maserasi dilakukan dengan cara merendam 10 bagian atau campuran
sederhana dengan derajat kehalusan tertentu. Dimasukkan ke dalam bejana
kemudian dituangi dengan 70 bagian cairan penyari. Ditutup dan dibiarkan
salama 3-5 hari di tempat yang terindung dari cahaya. Diaduk berulang-ulang,
diserkai dan diperas. Ampas dari maserasi dicuci menggunakan cairan
penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian sari. Bejana ditutup dan
dibiarkan selama 2 hari di tempat sejuk dan terlindung dari cahaya matahari
kemudian pisahkan endapan yang diperoleh. (Marjoni, 2016: 41)
Menurut Farmakope Indonesia, pelarut yang dapat digunakan pada
maserasi yaitu air, etanol, etanol-air atau eter. Pilihan utama untuk pelarut
pada maserasi adalah etanol karena etanol memiliki beberapa keunggulan
sebagai pelarut yaitu:
1. Etanol bersifat lebih selektif.
2. Dapat menghambat pertumbuhan kapang dan kuman.
3. Bersifat non toksik (tidak beracun)
4. Etanol bersifat netral
5. Memiliki daya absorbsi yang baik
(Marjoni, 2016:42-43)
6. Ekstrak yang dihasilkan lebih spesifik dan dapat bertahan lama karena etanol
juga berfungsi sebagai pengawet.
7. Etanol hanya dapat melarutkan zat-zat tertentu saja seperti alkaloida,
glikosida, damar-damar dan minyak atsiri. (Marjoni, 2016:31).
15
E. Lotion
1. Definisi
Lotion merupakan preparat cair yang dimaksudkan untuk pemakaian
luar pada kulit. Kebanyakan lotion mengandung bahan serbuk halus yang
tidak larut dalam media dispersi dan disuspensikan dengan menggunakan zat
pensuspensi dan zat pendispersi. (Ansel, 2005:519)
Lotion dimaksudkan untuk digunakan pada kulit sebagai pelindungan
atau untuk obat karena sifat bahan-bahannya. Kecairannya memungkinkan
pemakaian yang merata dan cepat pada permukaan kulit yang luas. (Ansel,
2005:519)
Lotion didefinisikan sebagai campuran dua fase yang tidak tercampur,
distabilkan dengan sistem emulsi dan berbentuk cair yang dapat dituang jika
ditempatkan pada suhu ruangan. (Schemitt, 1996 dalam Sari, 2016)
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispers terdiri dari
bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang
tidak bercampur. Dalam batasan emulsi, fase terdispers dianggap sebagai fase
dalam dan medium dispersi sebagai fase luar atau fase kontinu. (Ansel,
2005:376)
Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut
emulsi minyak dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi "m/a".
Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak
disebut emulsi air-dalam-minyak dan dikenal sebagai emulsi "a/m". (Ansel,
2005:376)
Emulsi yang dipakai pada kulit sebagai obat luar bisa dibuat sebagai
emulsi m/a atau emulsi a/m, tergantung pada berbagai faktor seperti sifat zat
terapeutik yang akan dimasukkan ke dalam emulsi, keinginan untuk
mendapatkan efek emolien atau pelembut jaringan dari preparat tersebut, dan
keadaan permukaan kulit. (Ansel, 2005:377)
16
2. Formula lotion
Formulasi lotion berdasarkan Safaruddin, Marzuki, Ilyas, 2013:8
FI
Cetil alkohol 1
Paraffin liquid 2
TEA 1
Gliserin 5
Metil paraben 0,1
Parfum 0,1
Asam stearate 2,5
Isoprofil palmintat 2
Petrolatum 1
Aquaades ad 100
FII
Cetil alkohol 3
TEA 3
Lanolin 3
Gliserin 3
Metil Paraben 0,3
Propil paraben 0,15
Asam stearate 6
Aquades ad 100
FIII
Natrium laurel sulfat 0,4
Cetil alcohol 1
Asam asetat 10
TEA 3
Gliserin 7
Asam benzoate 0,2
Propil paraban 0,03
17
BHA 0,03
Aquades ad 100
Pada penelitian ini menggunakan FII sebagai formula lotion karena bahan-
bahan yang digunakan mudah didapat, ,mengunakan asam stearat sebagai
pengemulsi dan tidak menggunakan asam asetat sebagai agen pengasam.
3. Bahan penyusun lotion
a. Cetil alcohol (CH₃(CH₂)₁₄CH₂OH)
1) Pemerian: serpihan putih licin, granul, atau kubus, putih; bau khas lemah;
rasa lemah.
2) Kelarutan: tidak larut dalm air; larut dalm etanol dan dalam eter, kelarutan
bertambah dengna kenaikan suhu.
3) Kegunaan: zat pelapis, zat pengemulsi, zat penguat
(Depkes RI, 1995:72)
b. TEA atau Triethanolamin ((CH₂OHCH₂)₃ N)
1) Pemerian: cairan kental, jernih, dengan bau amoniak, tidak berwarna hingga
kuning pucat
2) Kelarutan: campur dengan air, methanol, etanol (95%) dan seton. Larut dalam
klorofom
3) Kegunaan: zat pembasah dan pengemulsi
(Depkes RI, 1995:652)
c. Lanolin
1) Pemerian: zat berwarna kuning pucat, tidak bersih, lilin dengan bau yang
khas. Lanolin yang meleleh adalah cairan kuning jernih atau hanmpir bersih
2) Kelarutan: larut dalam benzene, klorofom,petrolatum alcohol; sedikit larut
dalam etanol dingin (95%), lebih larut dalam etanol mendidih (95%), praktis
tidak larut dalam air.
3) Kegunaan: agen pengemulsi, basis salep
(Rowe, 2009:378)
18
d. Gliserin (C₃H₈O₃)
1) Pemerian: cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa manis; hanya boleh
berbau khas lemah (tajam atau tidak enak). Higroskopik; netral terhadap
lakmus
2) Kelarutan: dapat campur dengan air dan dengan etanol; tidak larut dalam
klorofom, dalam eter, dalam minyak lemak dan minyak menguap
3) Kegunaan: pengawet antimikroba, zat pelunak, humektan, plasticizer, pelarut,
zat pemanis, agen tonisitas
(Depkes RI, 1995:413)
e. Metil paraben atau Nipagin (C₈H₈O₃)
1) Pemerian: hablur kecil, tidak berwarna, tidak berbau dan mempunyai rasa
terbakar
2) Kelarutan: sukar larut dalam air dan benzene, mudah larut dalam etanol dan
eter
3) Kegunaan: zat pengawet
(Depkes RI, 1995:551)
f. Propil paraben atau Nipasol (C₁₀H₁₂O₃)
1) Pemerian: serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna.
2) Kelarutan: sangat sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol, dan dalam
eter; sukar larut dalam air mendidih.
3) Kegunaan: antimikroba
(Depkes RI, 1995:713)
g. Asam stearat (CH₃(CH₂)₁₆COOH)
1) Pemerian: asam stearate adalah bubuk yang keras, putih atau agak kuning,
mengkilap, padatan kristal atau putih, atau putih kekuningan. Memiliki
sedikit bau dan rasa yang menunjukan lemak.
2) Kelarutan: mudah larut dalam benzene, karbon tetrachloride, klorofom dan
eter, larut dalm etanol, heksan dan propilen glikol, praktis tidak larut dalm air.
3) Kegunaan: sebagai zat pengemulsi, zat pelarut serta pelumas tablet dan
kapsul.
(Wade dan Paul, 1994:494-450)
19
h. Aqua destillata, air suling
1) Pemerian: cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak mempunyai rasa
2) Kegunaan: pelarut dan pembawa zat aktif
(Depkes RI, 1979:96)
F. Pengujian Lotion
1. Organoleptik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengamati adanya perubahan bentuk
lotion, timbulnya bau atau tidak, perubahan warna dan tekstur. Indra manusia
adalah instrumen yang digunakan dalam analisis sensor, terdiri dari indra
penglihatan, penciuman, pencicipan, dan perabaan pendengaran
(Setyaningsih; dkk, 2010:7).
a. Penglihatan
Penilaian kualitas sensorik produk bisa dilakukan dengan melihat
bentuk, ukuran, kejernihan, kekeruhan, warna dan sifat-sifat permukaan
(Setyaningsih; dkk, 2010:8).
b. Penciuman
Bau dan aroma merupakan sensori yang paling sulit untuk
diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar.
Penciuman dapat dilakukan terhadap produk secara langsung, menggunakan
kertas penyerap (untuk parfum), dan uap dari botol yang dikibaskan ke
hidung (untuk minyak atsiri, esens) atau aroma yang keluar pada saat produk
berada dalam mulut (untuk permen, obat batuk) melalui celah retronasal
(Setyaningsih; dkk, 2010:9)
c. Tekstur
Untuk menilai tekstur suatu produk dapat dilakukan perabaan
menggunakan ujung jari tangan. Penilaian dilakukan dengan menggosok-
gosokan jari itu ke bahan yang diuji di anatara kedua jari (Setyaningsih; dkk
2010:11).
2. Homogenitas
Sediaan diamati secara subjektif dengan cara mengoleskan sedikit
lotion di atas kaca objek (objek glass) dan diamati susunan partikel yang
20
terbentuk atau ketidak homogenan partikel terdispersi dalam lotion yang
terlihat pada kaca objek. (Depkes RI, 1979:33)
3. pH
pH kosmetik diusahakan sama dengan pH fisiologis kulit yaiitu antara
4,5-6,5. Kosmetik dengan demikian disebut kosmetik dengan “pH balance”.
Semakin asam suatu bahan yang mengenai kulit dapat mengakibatkan kulit
menjadi kering, pecah-pecah, dan mudah terkena infeksi. Maka pengukuran
pH suatu sediaan di perlukan. (Tranggono dan Latifah, 2007:21)
Pengujian pH dilakukan dengan menyiapkan masing-masing sampel
sediaan lotion. Elektroda dicelupkan ke dalam lotion tersebut sampai pH
meter menunjukkan pembacaan yang tetap. Kemudian dicatat hasil
pembacaan skala. (Mardikasari, 2017:32)
4. Daya sebar
Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuannya untuk disebarkan
pada kulit. Penentuannya dilakukan dengan ekstensometer. Sebuah sampel
dengan volume tertentu dilekatkan di pusat antar dua lempeng gelas, dimana
lempeng sebelah atas dengan interval waktu tertentu dibebani dengan
meletakkan anak timbangan di atasnya. Permukaan penyebaran yang
dihasilkan dengan menaiknya pembeban menggambarkan suatu karakteristik
untuk daya hambur. (Voight:1994:382)
Sebanyak 1 gram sediaan lotion ditempatkan dengan hati-hati di atas
kaca yang disediakan 20 x 20 cm. Selanjutnya ditutup dengan kaca yang
sama besarnya 20 x 20 cm dan diberi pemberat diatasnya dengan bobot 125
gram, kemudian diukur diameter yang terbentuk setelah 1 menit. Daya sebar
yang baik yaitu 5 hingga 7 cm (Garg et al. 2002).
21
G. Kerangka Teori
Gambar 2.8. Kerangka teori. (Sumber: Djuanda, 2010, Sembel, 2009 dan ASEAN, 2013)
Evaluasi Sediaan Fisik
(ASEAN, 2013):
1. Organoleptik
2. Homogenitas
3. pH
4. Resuspendability
5. Viskositas
6. Konsistensi
7. Daya sebar
(Garg et al,
2002)
Formulasi Lotion: berdasarkan
Safaruddin, Marzuki, Ilyas 2013
1. Cetil alkohol 3
2. TEA 3
3. Lanolin 3
4. Gliserin 3
5. Metil Paraben 0,3
6. Propil paraben 0,15
7. Asam stearate 6
8. Aquades ad 100
Uji Daya
Mortilitas
Kutu
Sediaan Lotion
Permethrin 1% lotion
(PediTox®)
Pengujan
Ekstrak Etanol Serai Wangi
(Cymbopogon nardus)
Bahan Sintesis
Pedikulosis Kapitis
Pengendalian
Antikutu
Bahan Alam
22
H. Kerangka Konsep
Gambar 2.9. Kerangka konsep.
Formulasi sediaan lotion
ekstrak etanol serai wangi
(Cymbopogon nardus) dengan
konsentrasi 0%, 6%, 8% dan
10 %.
Pengujian lotion:
1. Uji organoleptik
2. Uji homogenitas
3. Uji pH
4. Daya sebar
5. Uji daya mortilitas kutu
23
I. Definisi Operasional
Tabel 2.1.Definisi operasional
No Variable
penelitian Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur
Skala
ukur
1. Formulasi sediaan
lotion ekstrak
etanol serai wangi
(Cymbopogon
nardus)
Pembuatan sediaan
lotion ekstrak etanol
serai wangi
(Cymbopogon
nardus) dengan
konsentrasi 0%, 6%,
8% dan 10%
Menimbang
dan
mencampur
Neraca
analitik,
alat gelas
Sediaan lotion
ekstrak etanol
serai wangi
(Cymbopogon
nardus) dengan
konsentrasi 0%,
6%, 8% dan 10%
Rasio
2. Organoleptik Penilaian secara
panca indra meliputi
warna, bau, dan
tekstur
a. Warna Tampilan yang dapat
diukur dengan visual
Melihat warna
dari lotion
yang
dihasilkan
Checklist 1= Putih
2= Putih
kecoklatan
3= Coklat muda
4= Coklat tua
Nominal
b. Bau
Performa yang dapat
diukur melalaui indra
penciuman
Mencium bau
lotion yang
dihasilkan
Checklist
1= Bau khas
2= Tidak berbau
Nominal
c. Tekstur Bentuk yang timbul
saat dirasakan dengan
ujung jari
Merasakan
tekstur lotion
yang
dihasilkan
Checklist 1= Padat
2= Setengah padat
3= Cair
Ordinal
3. Homogenitas Susunan yang
homogen dengan
tidak menujukan
adanya butiran-
butiran kasar
Melihat pada
kaca
transparan
atau objek
glass
Objek
glass
1= Homogen
2= Tidak
homogen
Ordinal
24
No Variable
penelitian Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur
Skala
ukur
4. pH Besarnya nilai
keasam-basaan
Mengukur
keasam-basaan
lotion dengan
pH meter
pH meter Nilai pH dalam
angka (1-14)
Ratio
5. Daya sebar Ukuran yang
menyatakan
diameter
penyebaran lotion
pada kaca
Pengukuran
diameter lotion
yang terbetuk
pada kaca
Penggaris Centimeter Rasio
6. Daya
mortilitas
kutu
Mortilitas kutu
karena adanya
ekstrak etanol serai
wangi dalam
sediaan lotion.
Menghitung
mortilitas kutu
setelah
diinkunbasi
Tabel
pencatatan
kematian kutu
dengan rentan
waktu setelah
diinkubasi
Jumlah kematian
kutu dengan
rentan waktu
setelah diinkubasi
Rasio