Upload
aulia-anugerah-jamil
View
165
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ab
PEDIKULOSIS KAPITIS
I. DEFINISI
Pedikulosis ialah infeksi kulit/rambut pada manusia yang disebabkan oleh
pediculus (tergolong famili pediculidae). Selain menyerang manusia, penyakit ini
juga menyerang binatang, oleh karena itu dapat dibedakan menjadi Pediculus
humanus dan Pediculus animalis. Pediculus ini merupakan parasit obligat, yang
berarti harus menghisap darah untuk mempertahankan hidup.(1)
Pediculus dibagi menjadi beberapa klasifikasi, diantaranya Pediculus
humanus var.capitis yang menyebabkan pedikulosis kapitis, Pediculus humanus
var.corporis yang menyebabkan pedikulosis korporis dan Phthirus pubis ( nama
dahulu : Pediculus pubis ) yang menyebabkan pedikulosis pubis.(1,2)
Pedikulosis kapitis adalah infeksi kulit dan rambut kepala yang disebabkan
oleh Pediculus humanus var. capitis. Pedikulosis kapitis terutama menyerang
anak-anak usia sekolah dan dapat menyebar dengan cepat dalam lingkungan hidup
yang padat, misalnya di asrama dan panti asuhan. Selain itu, dapat juga terjadi
karena kondisi higiene yang tidak baik, misalnya jarang membersihkan rambut
atau rambut yang relatif sulit dibersihkan ( rambut yang panjang pada wanita ).
Cara penularannya biasanya melalui perantara (benda), misalnya sisir, bantal,
kasur, dan topi. Anak perempuan lebih beresiko daripada anak laki-laki
diakibatkan karena perilaku sosial seperti kontak fisik atau berbagi sisir dan ikat
rambut.(1,2)
II. ETIOLOGI
Penyebab dari pedikulosis kapitis adalah Pediculus humanus var. capitis.
Tungau ini mempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki, berwarna abu-abu dan menjadi
kemerahan jika telah mengisap darah. Terdapat 2 jenis kelamin yaitu jantan dan
betina, yang betina dengan ukuran panjang 1,2-3,2 mm dan lebar lebih kurang ½
panjangnya, jantan lebih kecil dan jumlahnya hanya sedikit.1
III. PATOGENESIS
1
Peduculus humanus var. capitis memiliki siklus hidup kira-kira 30 hari.
Siklus hidupnya melalui stadium telur, larva, nimfa, dan dewasa. Telur ( nits )
diletakkan di sepanjang rambut dan mengikuti tumbuhnya rambut, yang berarti
makin ke ujung terdapat telur yang lebih matang.Selama siklus hidupnya, kutu
betina dapat menghasilkan telur sebanyak 5-10 telur per hari terutama pada malam
hari. Telur berwarna putih, mempunyai operkulum, yang disebut nits, dimana
telur-telur tersebut diletakkan oleh kutu betina kira-kira 1-2 mm dari kulit kepala
dengan tujuan untuk mendapatkan suhu yang optimal (suhu yang lembab) untuk
inkubasi. Kutu biasanya ditemukan pada area garis rambut posterior dan
postaurikular. Kutu kepala jarang dapat bertahan hidup lebih dari 24-48 jam tanpa
menghisap darah dari host-nya, namun mengingat suhu yang sesuai (280C-
320C/820F-900F) dan kelembapan (70-90%) telur kutu dapat bertahan hidup dan
menetas di luar host-nya setelah 10 hari. Nymph berkembang di dalam telur dan
keluar melalui operkulum yang terbuka dan dalam waktu 10 hari nymph akan
berkembang menjadi matur.(1,3-5)
Gambar 1 : siklus hidup Pediculus humanus var.capitis(4)
2
Gambar 2 : Nits dari Pediculus humanus var. capitis(2)
Gambar 3 : ( dari kiri ke kanan ) Pediculus humanus var. capitis betina, jantan, nymph(4)
Kelainan kulit yang timbul merupakan hasil reaksi dari gigitan kutu saat
menghisap darah host-nya. Meskipun gigitan kutu saat menghisap darah tidak
menimbulkan rasa sakit, air liur kutu mengandung vasodilator dan antikoagulan.
Dimana vasodilator ini menyebabkan kapiler menjadi vasodilatasi dan
antikoagulan mencegah terjadinya pembekuan darah, ini menyebabkan daerah
gigitan kutu menjadi merah dan gatal. Infestasi awal mungkin tidak menghasilkan
tanda-tanda atau gejala selama 4 sampai 6 minggu. Infestasi selanjutnya dapat
menyebabkan gatal dalam waktu 24 sampai 48 jam. Oleh karena itu, pertama kali
infestasi biasanya tidak memberikan gejala dan rasa gatal biasanya menunjukan
bahwa infestasi sudah terjadi dalam beberapa minggu.(5)
Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan untuk menghilangkan
rasa gatal. Gatal tersebut timbul karena pengaruh liur dan ekskreta dari kutu yang
dimasukkan ke dalam kulit waktu menghisap darah. Garukan yang dilakukan
3
untuk menghilangkan gatal akan menyebabkan terjadinya erosi dan ekskoriasi
sehingga memudahkan terjadinya infeksi sekunder dan pembesaran pada kelenjar
di leher.(1,5)
IV. DIAGNOSIS
Diagnosis Pedikulosis Kapitis ditegakkan dengan mengidentifikasi kutu
hidup atau telur berisi pada kulit kepala, baik melalui inspeksi pada kulit kepala
ataupun ditemukan setelah rambut yang basah disisir. Gejala awal yang dominan
hanya rasa gatal, terutama pada daerah oksiput dan temporal serta dapat meluas ke
seluruh kepala. Kemudian karena garukan, terjadi erosi, ekskoriasi, dan infeksi
sekunder ( pus, krusta ). Bila infeksi sekunder berat, rambut akan bergumpal
disebabkan oleh banyaknya pus dan krusta ( plika pelonika ) dan disertai
pembesaran kelenjar getah bening regional ( oksiput dan retroaurikuler ). Pada
keadaan tersebut kepala memberikan bau yang busuk. Cara yang paling diagnostik
adalah menemukan kutu atau telur, terutama dicari di daerah oksiput dan
temporal. Telur berwarna abu-abu dan berkilat.(1)
Pedikulosis kapitis sangat khas ditandai dengan adanya telur pada kulit
kepala, yaitu pada daerah oksipital dan retroaurikular. Walaupun pasien dapat
ditemukan dalam kondisi asimtomatik, gejala yang paling sering ditemukan ialah
gatal dan pada anak-anak cenderung menggaruk kepalanya, hal-hal tersebut dapat
membantu menegakkan diagnosis. Gejala pruritus pada pasien kemungkinan
disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas akibat saliva yang diproduksi oleh tungau
sewaktu proses memakan. Feses dari tungau juga kemungkinan memberikan
kontribusi terhadap gejala tersebut. Kadang ditemukan krusta hemoragik
berukuran kecil pada lesi dan hal tersebut sebagai tanda bahwa tungau telah
mengkonsumsi darah dari penderita. Selain pruritus, juga bisa ditemukan
ekskoriasi, limfadenopati dan konjungtivitis.(3)
Telur sering ditemukan sangat dekat dengan kulit kepala karena telur sangat
bergantung pada tingkat kehangatan dan kelembapan dalam proses inkubasi.
Walaupun begitu, jarak nits dari kulit kepala juga tergantung pada durasi dari
infestasi kutu. Ketika jarak antara nits dan kulit kepala menjadi signifikan (lebih
dari 1cm), infeksi kutu tidak lagi pada masa aktif dan nits tersebut tidak fertil.
4
Diagnosa dapat betul-betul dipastikan apabila ditemukan tungau dewasa, nymph
imatur dan atau ditemukannya telur.(3)
Gambar 4 : telur-telur kutu yang berisi dan telur-telur kutu yg kosong(6)
Gambar 5 : nits pada rambut penderita(4)
V. DIAGNOSIS BANDING
a. Tinea kapitis
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang
disebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi
bersisik, kemerah-merahan, alopesia, dan kadang-kadang terjadi gambaran
klinis yang lebih berat yang disebut kerion. Gambaran klinis tinea kapitis
5
ada 3 jenis, grey patch ringworm, kerion, dan black dot ringworm.
Gambaran pedikulosis kapitis mirip dengan gambaran tinea kapitis tipe grey
patch ringworm, namun pada tinea kapitis rambut mudah patah dan terlepas
dari akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri.(1)
Gambar 6 : Tinea kapitis tipe grey patch ringworm(3)
b. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik terjadi pada sekitar 2%-5% dari populasi manusia.
Pada dermatitis seboroik, biasanya terjadi inflamasi pada daerah kulit
kepala, alis, kelopak mata, lipatan nasolabial, bibir, telinga, daerah sternum,
aksila, dan lipatan submamma yang tampak eritema, kekuningan, dan
berminyak. Selain itu, penyakit ini dapat menimbulkan rasa gatal dan
timbulnya ketombe. Jenis lain dari dermatitis seboroik di kulit kepala yaitu
arcnate polisiklik atau patch petaloid yang menyebar hingga di luar kulit
kepala seperti dahi, telinga, pastaurikuler, dan leher. Pada kasus yang berat,
kulit kepala ditutupi oleh kerak minyak, kotor dan berbau.(7)
Gambar & : Dermatitis Seboroik (7)
VI. PENATALAKSANAAN
6
Penatalaksanaan untuk pedikolosis kapitis bertujuan memusnahkan
semua kutu dan telur serta mengobati infeksi sekunder. Penatalaksanaan
pedikulosis kapitis sendiri terdiri dari pengobatan topikal, pengobatan
sistemik (bila perlu) dan edukasi terhadap pasien.
1. Pengobatan Topikal
a. Malathion 0,5%-1%
Pengobatan topikal untuk pedikulosis kapitis dengan
sediaannya terdapat dalam bentuk losion maupun spray. Cara
pemakaiannya dengan mengaplikasikan pada malam hari
sebelum tidur, setelah sebelumnya rambut dicuci kemudian
dipakai losion malathion, lalu kepala ditutup dengan kain. Pada
keeseokan harinya, rambut dicuci lagi lalu disisir dengan sisir
yang halus dan rapat (serit). Pengobatan ini dapat diulang lagi
seminggu kemudian jika masih terdapat kutu atau telur.(1)
b. Gama benzen heksaklorida 1% (Gammexane®)
Pengobatan topikal yang pemakaiannya dengan
mengoleskan pada rambut lalu didiamkan 12 jam, kemudian
rambut dicuci bersih dan disisir dengan serit agar semua kutu
dan telur kutu terlepas.(1)
c. Benzil benzoat 25 atau 2,5%
Pengobatan topikal yang dimana pemakaiannya dengan
mengoleskan pada rambut lalu didiamkan 12 jam, kemudian
rambut dicuci bersih dan disisir dengan serit agar semua kutu
dan telur kutu terlepas.(1)
d. Piretrin
Piretrin adalah turunan dari ekstrak bunga
Chrysanthemum cinearariaefolium. Piretrin bekerja sebagai
neurotoksin dan menyebabkan paralisis dari kutu dengan
mempengaruhi kerja kanal natrium. Piretrin diformulasikan
dalam bentuk lotion, sampo,dan krim pemebersih. Piretrin
dioleskan di rambut yang kering dan didiamkan selama 10 menit
kemudian dibilas. Dapat diulang 7-10 hari kemudian.4,8
7
e. Permetrin
Permetrin merupakan pilihan terapi lini pertama yang
direkomendasikan oleh American Academy of Pediatrics untuk
pedikulosis kapitis yang terjadi pada anak-anak. Permetrin
bekerja dengan membunuh kutu yang hidup. Permetrin 1%
dioleskan di rambut yang sudah di sampo dan didiamkan selama
10 menit, kemudian dibilas. Pemakaian dapat diulang 7-10 hari
kemudian.4,8
2. Pengobatan sistemik
Pengobatan dengan menggunakan agen anti cacing dan
antibiotik sistemik hanya digunakan apabila terjadi pedikulosis kapitis
yang parah dan resisten terhadap pengobatan topikal.
a. Sulfamethoxazole/trimethoprim digunakan untuk membunuh
simbiosis bakteri dalam flora usus kutu, dengan demikian kutu
tidak mampu mensintesis vitamin B. Kematian terjadi karena
defisiensi vitamin B. Dosis yang biasa diberikan adalah 8-10
mg/kg/hari, diberikan selama 10 hari. Pada penelitian baru,
antibiotik ini ditemukan aktivitasnya sinergis ketika
dikombinasikan dengan permetrin 1% dibandingkan jika hanya
permetrin 1 % atau sulfamethoxazole/trimethoprim digunakan
sendiri. (8)
b. Beberapa agen anti cacing seperti ivermektin, levamisol, dan
albendazol mungkin efektif mengobati pedikulosis kapitis.
Ivermektin adalah obat anti cacing yang secara struktur mirip
dengan antibiotik makrolid, tetapi tanpa aktivitas antibakteri.
Dosis tunggal oral 200 mikrogram/kg, diulangi dalam 10 hari,
yang memperlihatkan efektivitas melawan kutu kepala. Obat ini
juga dianggap sebagai pilihan terbaik untuk pengobatan infestasi
massa. Jika ivermektin melewati sawar darah otak, ia akan
memblok transmisi neural. Anak kecil lebih beresiko tinggi
terhadap efek samping obat. Oleh karena itu, ivermektin
seharusnya tidak digunakan untuk anak yang berat badannya
8
kurang dari 15 kg dan anak yang berumur kurang dari 5 tahun.
Levamisole dalam dosis 3,5 mg/kg sekali sehari dianggap efektif
melawan pedikulosis pada pemberian selama 10 hari.
Albendazole dalam dosis tunggal 400 mg, atau penggunaan
albendazole 400 mg dalam tiga hari, efektif melawan
pedikulosis kapitis, dengan dosis tunggal ulangan albendazole
400 mg setelah 7 hari. Tidak ada efek sinergis antara
albendazole dan permetrin 1% ditemukan. Penggunaan
pengobatan sistemik untuk kutu kepala hanya diperbolehkan
dalam infestasi berat ketika pengobatan topikal gagal atau
inefektif. (8)
3. Edukasi Pasien
Seperti yang telah kita ketahui, kutu kepala berpindah secara
langsung dari manusia ke manusia lainnya, oleh karena itu
menghindari kontak kepala langsung sangat penting untuk
menghindari terkena penyakit ini. Selain itu harus juga dihindari
pemakaian bersama sisir, topi, ataupun asesoris kepala lainnya. Sisir
rambut penderita jika tidak dibuang, maka harus direndam dalam air
panas (suhu 1300F) selama 5-10 menit. Setelah mendapatkan terapi,
penderita harus menggunakan pakaian yang bersih. Pakaian harus
dicuci dengan air bersuhu minimum yaitu paling tidak 500C paling
tidak selama 40 menit dan dikeringkan dengan putaran yang panas.
Lantai, area bermain, dan perabotan perabotan harus di vacuum
dengan hati hati untuk membersihkan rambut rambut yang mungkin
sudah terserang kutu atau telur kutu.3,8
Pada keadaan infeksi sekunder yang berat sebaiknya rambut dicukur, infeksi
sekunder diobati dulu dengan antibiotika sistemik dan topikal kemudian
dilanjutkan dengan pengobatan di atas dalam bentuk sampo. Higiene merupakan
syarat upaya tidak terjadi residif.(1)
9
VII. PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini adalah baik bila penderita memperhatikan
higienitasnya. Bila tidak ditangani, maka manifestasi Pedikulosis kapitis akan
berlangsung selama bertahun-tahun. 1,3
VIII. KOMPLIKASI
Terjadi infeksi bakteri sekunder, sedangkan infeksi bakteri primer karena
adanya ekskoriasi.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Budimulja, U. Mikosis. Handoko, P.R. Pedikulosis. Dalam : Djuanda, A.
Hamzah, M. Aisah, S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi kelima. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009. Hal. 95-96, 119-20.
2. Guenther, L. Pediculosis (Lice). (Online).2012.(cited 2012 May 16):(1-7).
Available from: http://www.emedicine.medscape.com/article/225013-overview.
3. Stone, S.P. Goldfarb, J.N. Bacelleri, R.E. Scabies, other mites, and pediculosis.
In: Wolf K, Goldsmith LA, Kaz SI,Gilchrest BA, Paller AS, Leffell
DJ,editors.Fitzpatrik’s dermatology in general medicine 7th ed. New
York:McGraww Hill;2008.p. 2033-35.
4. Bolognia, J. Jorizzo, J. Rapini, R. Dermatology 2nd edition vol.1. New York :
Mosby Elsevier. 2008. Chapter 83.
5. Meinking, TL. Head lice infestations : biology, diagnosis, and management.
(Online).2007.(cited 2012 May 16):(1-7). Available from:
http://www.quantumhealth.com.
10
6. Burns, D.A. Diseases caused by arthropods and other noxious animals. In :
Burns, T. Breathnach, S. Cox, N. Et al. Rook’s textbook of dermatology 7th
edition. UK : Wiley-Blackwell. 2010. p.38.17-38.20.
7. James, W.D. Berger, T.G. Elston, D.M. Andrews’ diseases of the skin : clinical
dermatology 10th edition. New York : Saunders Elsivier. 2006.
8. Martinez, GJ. Mancini, AJ. Head lice : diagnosis and therapy. (Online).2008.
(cited 2012 May 16):(1-6). Available from:
http://www.mf.uni-lj.si/acta-apa/acta-apa-08.../1.pdf.
11