20
REFLEKSI KASUS DESEMBER 2014 PAROTITIS EPIDEMIKA Nama : Chrysnawati Lidia R. No. Stambuk : N 101 10 054 Pembimbing : dr. Kartin Akune, Sp.A DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

PAROTITIS EPIDEMIKA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

parotitis epidemika

Citation preview

REFLEKSI KASUS DESEMBER 2014

PAROTITIS EPIDEMIKA

Nama:Chrysnawati Lidia R.No. Stambuk:N 101 10 054Pembimbing:dr. Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKORUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATAPALU2014

PENDAHULUANParotitis epidemika merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengan predileksi pada jaringan kelenjar dan saraf. Pada abad kelima sebelum masehi, Hipocrates menggambarkan parotitis epidemika sebagai penyakit yang ditandai oleh pembengkakan telinga, nyeri dan pembesaran pada satu atau kedua testis.Parotitis epidemika dapat ditemukan di seluruh dunia dan menyerang kedua jenis kelamin secara seimbang terutama menyerang anak berumur 5-10 tahun. Delapan puluh lima persen ditemukan pada anak yang berusia kurang dari 15 tahun. Sebelum adanya vaksin parotitis pada tahun 1967, parotitis epidemika merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak. Setelah ditemukannya vaksin parotitis, kejadian parotitis epidemika menjadi sangat jarang. Di Indonesia, tidak didapatkan data mengenai insiden terjadinya parotitis epidemika. Di Departeman Ilmu Kesehatan Anak RS Cipto Mangunkusumo sejak tahun 1997-2008 terdapat 105 kasus parotitis epidemika. Jumlah kasus tersebut semakin berkurang tiap tahunnya.Masa prodromal ditandai dengan perasaan lesu, nyeri pada otot utamanya daerah leher, sakit kepala, nafsu makan menurun diikuti pembesaran cepat satu atau dua kelenjar parotis serta kelenjar ludah yang lain seperti submaksilaris dan sublingual. Gejala klasik yang timbul dalam 24 jam adalah anak mengeluh sakit telinga dan diperberat jika mengunyah makanan. Pada anak yang lebih besar akan mengeluh pembengkakan dan nyeri rahang pada stadium awal penyakit, terutama saat makan makanan asam seperti lemon atau cuka. Orkitis dapat timbul bersamaan atau mendahului ataupun berdiri sendiri sebagai manifestasi parotitis epidemika pada laki-laki. Gejala klinik yang timbul sangat bervariasi, terutama jika terjaid pembengkakan kelenjar lokal dan nyeri sebagai satu-satunya gejala yang ada, dimana tidak disertai demam gejala lain.Komplikasi parotitis epidemika berupa ketulian, komplikasi neurologis lain (mielitis dan neuritis saraf), diabetes mellitus, miokarditis, komplikasi hematologi (trombositopenia dan anemia hemolitik), artritis, dan tiroiditis. Penyakit ini merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri. Terapi konservatif diberikan berupa hidrasi. Selain itu, parasetamol dapat diberikan untuk mengurangi nyeri. Prognosis kondisi ini baik kecuali pada keadaan tertentu yang menyebabkan komplikasi, sterilisasi karena atrofi testis dan sekuele karena meningoensefalitis.

KASUSIdentitas Pasien :Nama:An. MBUmur:6 tahunJenis Kelamin:Laki-laki

Keluhan utama:panasRiwayat penyakit sekarang:pasien datang dengan keluhan panas 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Panas terus menerus sepanjang hari. Ibu mengeluhkan anaknya tidak mau makan karena nyeri saat makan atau saaat mengunyah. Muncul bengkak yang nyeri jika di sentuh di bawah telinga sejak 1 hari yang lalu. Bengkak awalnya dirasakan di bawah telinga kanan, namun sekarang dirasakan di bawah kedua telinga. Riwayat penyakit terdahulu:anak pernah di rawat di RS karena diare.Lingkungan:riwayat kontak dengan anak tetangga (teman bermain) yang memiliki pembengkakan dibawah telinga 1 minggu yang lalu.Riwayat kehamilan dan persalinan:Anak pertama. Ibu melahirkan cukup bulan, mengunjungi puskesmas 4 kali selama kehamilan untuk pemeriksaan kandungan. Selama hamil ibu tidak pernah mengalami demam lama atau penyakit lainnya. Nafsu makan dan gizi ibu baik selama kehamilan. Anak lahir di rumah dengan bantuan bidan terlatih. Lahir secara normal dengan berat lahir 3,5 kg.

Keadaan umum :sakit ringanBerat badan:22 kgPanjang badan:125 cmStatus gizi:CDC 22/25 : 96% Gizi baik

Tanda Vital:Kesadaran : Compos mentisDenyut jantung:100 kali/menitPernapasan:24 kali/menitSuhu:380C

Pemeriksaan Sistemik:Kulit:sianosis (-), pucat (-), ikterus (-), turgor baik, efloresensi (-)Kepala:bentuk bulat, simetris, tidak ada deformitas, rambut lebat, berwarna hitam, mata cekung (-), rhinorrhea (-), otorrhea (-)Leher:pembesaran getah bening (-), nyeri tekan kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), T1/T1 tidak hiperemisPembesaran kelenjar parotis dextra et sinistra, warna tidak kemerahan, tidak panas saat diraba, pada kenyal, nyeri tekan (+), batas tidak terfiksasi.Paru Inspeksi:pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiriPalpasi:pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiriPerkusi:sonor kanan dan kiriAuskultasi:bronkovesikuler kanan dan kiri, Ronki (-), wheezing (-)

JantungInspeksi:ictus cordis tidak terlihatPalpasi:ictus cordis teraba di SIC V midclavicula sinistraPerkusi:batas jantung normalAuskultasi:bunyi jantung I dan II murni, reguler, murmur (-)

AbdomenInspeksi:abdomen datarAuskultasi:peristaltik usus kesan normalPalpasi: nyeri tekan (-), hepar, renal dan lien tidak terabaPerkusi:timpani

Genitalia: tidak didapatkan kemerahan atau edema pada kedua testis.Ekstremitas:akral hangat, edema (-)Pemeriksaan Penunjang:WBC 4900/mm3Hb 9,9 gr%HCT 27,3%PLT 134.000 gr/dLDiagnosis kerja:ParotitisTerapi:IVFD RL 22 tetes per menit (makro)Parasetamol syr 3 x 2 Cth

Follow Up (30 November 2014)S:nyeri sekitar rahang saat makanPanas (-)O:Keadaan umum : sakit sedangKesadaran : kompos mentisTekanan darah: 100/70 mmHgNadi:70 kali per menitPernapasan: 24 kali per menitSuhu:370CPembengkakan parotis dextra et sinistra, panas (-), nyeri tekan (+), tidak terfiksasi, warna kemerahan.A:ParotitisP:IVFD RL 22 tetes per menit (makro)Parasetamol syr 3 x 2 CthFollow Up (1 Desember 2014)S:nyeri sekitar rahang saat makan berkurangPanas (-)O:Keadaan umum : sakit sedangKesadaran : kompos mentisTekanan darah: 110/70 mmHgNadi:60 kali per menitPernapasan: 20 kali per menitSuhu:36,50CPembengkakan parotis dextra et sinistra mulai menurun, panas (-), nyeri tekan (+), tidak terfiksasi, warna kemerahan.A:ParotitisP:IVFD RL 22 tetes per menit (makro)Parasetamol syr 3 x 2 CthOrang tua meminta pulang paksa. Anak boleh pulang dengan diberikan edukasi agar belum boleh masuk sekolah dan bermain di luar rumah selama 4-5 hari karena akan menularkan ke teman-teman lainnya.

DISKUSIKelenjar air liur adalah glandula parotidea, glandula submandibularis, dan glandula sublingualis. Glandula parotidea merupakan glandula terbesar antara ketiga pasang kelenjar air liur. Kelenjar ini terbungkus dalam selubung parotis (parotis sheath). Gambar 1. Kelenjar-kelenjar air liur

Glandula parotidea dapat terinfeksi melalui aliran darah, seperti pada kasus mumps atau gondong. Infeksi glandula parotidea menyebabkan peradangan atau parotitis dan pembengkakan glandula parotidea. Terjadi rasa sakit yang hebat karena selubung parotis membatasi pembengkakan. Parotitis epidemika merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus RNA untai tunggal yang termasuk dalam genus Rubulavirus, subfamili dari paramyxovirinae dan famili paramyxooviridae. Strain virus di seluruh dunia terdiri dari 10 genotipe dan diberikan nama A-J, berguna untuk penelitian kejadian ikutan pasca vaksinasi serta menentukan vaksin pada kejadian luar biasa. Strain virus yang berbeda menunjukkan virulensi yang berbeda. Virus parotitis dapat ditemukan pada saliva, cairan serebrospinal, urin, darah, jaringan yang terinfeksi dari penderita parotitis epidemika serta dapat dikultur pada jaringan manusia atau kera.Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia dan menyerang kedua jenis kelamin secara seimbang terutama menyerang anak berumur 5-10 tahun. Delapan puluh lima persen ditemukan pada anak-anak berumur di bawah 15 tahun. Setelah ditemukan vaksin untuk parotitis, penyakit ini semakin tahun semakin menurun. Kematian karena parotitis epidemika sangat jarang. Di daerah dengan empat musim, parotitis epidemika terutama terjadi pada musim dingin dan semi tetapi penyakit ini tetap dapat ditemukan disepanjang tahun. Virus menyebar melalui kontak langsung lewat droplet. Sumber infeksi adalah saliva dan bahan-bahan yang tercemar oleh saliva yang terinfeksi dan masuk ke host yang baru lewat saluran pernapasan. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesuah munculnya pembengkakan pada kelenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan kelenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang.Virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus bereplikasi pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kelenjar limfe lokal dan diikuti viremia umum setelah 12-25 hari yang berlangsung 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kelenjar parotidea, ovarium, pankreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Virus masuk ke sistem saraf pusat melalui plexus koroideus lewat infeksi pada sel mononuklear. Virus bermultiplikasi pada koroid dan sel ependim pada permukaan epitel dan sel ini mengalami deskuamasi ke cairan serebrospinal dan menyebabkan meningitis. Pada ensefalitis selain terjadi dedmielinisasi periventrikuler juga terjadi infiltrasi perivaskuler oleh sel mononuklear dan proliferasi dari mikrogial rod-cel.Berbagai patomekanisme yang menjelaskan tentang cara infeksi jaringan oleh virus ini. Salh satunya dengan teori apoptosis dimana terjadi pada individu yang memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap apoptosis setelah mendapat stres dari luar. Infeksi ini menyebabkan peningkatan IgG dan IgM yang dapat terdeteksi dengan ELISA. IgM akan meningkat pada stadium awal (hari kedua sakit) dan bertahan selama 5-6 bulan. IgG muncul pada akhir minggu pertama, mencapai puncaknya 3 minggu kemudian dan bertahan seumur hidup.Manifestasi klinis yang dapat dilihat yaitu adanya gejala klasik yang timbul dalam 24 jam pertama. Anak mengeluhkan sakit telinga dan diperberat jika mengunyah makanan. Pada anak yang lebih besar akan mengeluh pembengkakan dan nyeri rahang pada stadium awal penyakit. Dalam beberapa hari, kelenjar parotis dapat terlihat dan membesar dengan cepat dalam 1-3 hari dan membuat aurikula akan terangkat dan terdorong ke lateral.Selama pembesaran kelenjar, rasa nyeri dan nyeri tekan sangatlah hebat. Daerah yang mengalami pembengkakan terasa lunak dan nyeri, serta kulit kemerahan disekitarnya.Gambar 2. Pembengkakan bagian bawah aurikula

Bersamaan dengan pembengkakan kelenjar dapat terjadi edema laring dan palatum mole sehingga mendorong tonsil ke tengah. Kadang ditemukan edema di atas manubrium sterni disebabkan adanya bendungan aliran limfe. Demam akan turun 1-6 hari, dimana suhu turun mendahului hilangnya pembengkakan kelenjar. Pembengkakan kelenjar menghilang dalam 3-7 hari.Gejala klinis tersebut merupakan gambaran klasik parotitis epidemika. Tetapi gejala yang timbul sebenarnya sangat bervariasi. Orkitis epididimis merupakan gejala klinis kedua tersering selain pembengkakan kelenjar ludah pada anak laki-laki yang telah pubertas. Insiden terjadinya oritis unilateral pada laki-laki yang telah melewati masa pubertas adalah 20-30% sedangkan bilateral sekitar 2%. Kejadian orkitis didahului dengan demam, menggigil, sakit kepala, mual, muntah, nyeri perut bagian bawah. Lamanya demam jarang melebihi 1 minggu. Demam bertahan sampai 5 hari pada 80% kasus. Dengan munculnya demam, maka testis membengkak dengan cepat dan dapat mencapai 4 kali ukuran normal. Testis yang terserang terasa nyeri, membengkak, kulit sekitar edema serta berwarna merah. Lama penyakit dapat berlangsung sampai 4 hari dan dapat terjadi atrofi terutama pada orkitis bilateral. Hal yang sangat mengkhawatirkan adalah terjadinya impotensi, diikuti sterilitas, tetapi sekuel ini sangat jarang dijumpai.Diagnosis parotitis mudah ditegakkan dengan gejala klinik, namun jika manifestasi klinik yang kurang lazim ditemukan, maka dapat mengaburkan diagnosis. Faktor yang harus diperhatikan dalam penegakan diagnosisnya:1. Riwayat kontak dengan penderita parotitis epidemika 2-3 minggu sebelum onset penyakit2. Adanya parotitis dan keterlibatan kelenjar lain3. Tanda meningitis asseptikPada kasus klasik, pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan. Pada keadaan tanpa parotitis menyebabkan kesulitan mendiagnosa, sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium, seperti :1. Pemeriksaan darah rutin, hasilnya kurang spesifik, kadang ditemukan leukopenia dengan limfositosis relatif atau kadang normal.2. Tes serologi, dimana didapatkan kenaikan antibodi spesifik terhadap parotitis epidemika3. Peningkatan C-reactive protein4. Isolasi virus penyebab dar saliva dan urin rutin selama masa akut penyakit. Dalam urin, virus masih dapat ditemukan setelah 2 minggu onset penyakit.5. Peningkatan amilase serum yang meninggi pada minggu pertama dan menurun pada minggu kedua dan ketiga6. Deteksi virus dengan reverse transcription-PCR yang didapat dari hapusan nasofaring atau dari cairan serebrospinal pernah dilaporkan. RT-PCR lebih sensitif daripada ELISA untuk menentukan adanya infeksi parotitis epidemika.Beberapa diagnosis banding untuk parotitis epidemika adalah :1. Parotitis supuratifa dimana dibedakan dari manifestasi klinisnya kulit di atas kelenjar panas, memerah dan nyeri tekan. Terlihat nanah keluar dari papilla ductus stensoni jika dilakukan penekanan. Dari hasil lab darah rutin, didapatkan peningkatan PMN berhubungan dengan infeksi bakteri. Infeksi kebanyakan oleh Staphylococcus aureus.2. Parotitis berulang, merupakan peradangan yang terjadi berulang-ulang dan tidak diketahui penyebabnya. Di tandai dengan pembengkakan frekuen dari kelenjar parotis. Pembengkakan submandibula dan sublingual tidak terjadi pada kasus ini.3. Adanya kalkulus di ductus Stensoni yang menyebabkan terjadinya obstruksi. Penyumbatan ini menyebabkan peradangan yang hilang timbul.4. Meningoensefalitis yang sulit dibedakan dengan ensefalitis oleh sebab lain jika tidak disertai gejala parotitis sehingga perlu isolasi virus dan pemeriksaan antibodi spesifik.Komplikasi yang dapat terjadi :1. Adanya komplikasi neurologis berupa mielitis dan neuritis saraf dan komplikasi pasca ensefalitis seperti kejang gangguan motorik, retardasi mental, emosi tidak stabil, sulit tidur.2. Komplikasi diabetes mellitus sebagai komplikasi parotitis epidemika akan tetapi patogenesisnya belum jelas dimana secara in vitro virus parotitis dapat merusak sel beta pankreas dengan proses yang tidak diketahui.3. Tiroiditis timbul setelah satu minggu onset parotitis. Tiroiditis sangat jarang terjadi pada anak-anak yang ditandai pembengkakan kelenjar tiroid dan peningkatan antibodi antitiroid.Penatalaksanaan untuk parotitis epidemika yaitu secara konservatif. Penyakit ini merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri. Terapi konservatif yang perlu berupa hidrasi yang adekuat, dan nutrisi yang cukup untuk membantu penyembuhan. Pemberian parasetamol digunakan sebagai penghilang rasa nyeri karena pembengkakan kelanjar. Pengobatan dengan antivirus tidak ada yang tepat digunakan untuk parotitis epidemika. Terapi cairan intravena diindikasikan untuk penderita meningoensefalitis dan muntah-muntah yang persisten. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif yang monovalen atau kombinasi dengan vaksin MMR. Antibodi netralisasi yang terbentuk setelah vaksinasi lebih rendah dibandingkan dengan setelah infeksi parotitis epidemika alamiah, namun penelitian mendapatkan anak dengan vaksin tidak menderita parotitis epidemika selama 12 tahun follow up dibanding anak yang tidak tervaksinasi. Di Indonesia, vaksin MMR diberikan pada anak usia 12-18 bulan. Vaksin ini diberikan secara subkutan dalam atau intramuskular dan harus digunakan 1 jam setelah terampur dengan pelarutnya. Prognosis secara umum pada parotitis epidemika adalah baik, kecuali pada keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya ketulian, sterilitas karena atrofi testis dan sekuele karena meningoensefalitis.

DAFTAR PUSTAKA1. Soedarmo, SSP. et al. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. IDAI. 2010 : 134-1402. Erwanto, BM. Gondokan (Mumps). 2010 : 24-63. Templer, J. et al. Parotitis. Medscape. 2014 : 1-204. Pudjiadi, MTS. Orkitis pada infeksi parotitis epidemika. 2009; 11(1) : 47-515. Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi pada Anak, Sagung Seto, Jakarta. 2011

13