28
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di masa sekarang ini, Seorang dokter diwajibkan untuk melakukan anamnesa terhadap setiap pasien yang datang berobat guna untuk mendapatkan data pribadi yang lengkap dari pasien. Selain itu, data yang dikumpulkan dapat digunakan oleh para dokter untuk membuat diagnosis dan prognosis yang tepat dari penyakit yang diderita pasien. Dalam kasus diketahui terjadinya pembesaran parotitis unilateral pada seorang laki-laki umur 5 tahun. Parotitis epidemika adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dan ditandai dengan pembesaran pada salah satu atau kedua kelenjar liur. Virus gondong terutama menyebabkan penyakit pada kanak-kanak walaupun masih ringan, tetapi pada orang dewasa, komplikasi yang meliputi meningitis dan orkitis umum terjadi. Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan mentah mungkin dengan urin. Sekarang penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa muda sehingga menimbulkan epidemi secara umum. Pada umumnya parotitis epidemika dianggap kurang menular jika dibandingkan dengan varicella, measles, dan sebagainya (Maharani dan Soenartyo, 2009). 1

Referat Parotitis Epidemika Kel 4 TropMed ISI(REVISI I)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

===

Citation preview

Page 1: Referat Parotitis Epidemika Kel 4 TropMed ISI(REVISI I)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Di masa sekarang ini, Seorang dokter diwajibkan untuk melakukan

anamnesa terhadap setiap pasien yang datang berobat guna untuk

mendapatkan data pribadi yang lengkap dari pasien. Selain itu, data yang

dikumpulkan dapat digunakan oleh para dokter untuk membuat diagnosis dan

prognosis yang tepat dari penyakit yang diderita pasien. Dalam kasus

diketahui terjadinya pembesaran parotitis unilateral pada seorang laki-laki

umur 5 tahun. Parotitis epidemika adalah penyakit infeksi akut yang

disebabkan oleh virus dan ditandai dengan pembesaran pada salah satu atau

kedua kelenjar liur. Virus gondong terutama menyebabkan penyakit pada

kanak-kanak walaupun masih ringan, tetapi pada orang dewasa, komplikasi

yang meliputi meningitis dan orkitis umum terjadi. Penyebaran virus terjadi

dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan mentah mungkin dengan urin.

Sekarang penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa muda sehingga

menimbulkan epidemi secara umum. Pada umumnya parotitis epidemika

dianggap kurang menular jika dibandingkan dengan varicella, measles, dan

sebagainya (Maharani dan Soenartyo, 2009).

Parotitis merupakan penyakit sistemik pada anak yang sampai saat ini

masih sering dijumpai. Mumps merupakan salah satu virus penyebab parotitis

yang tersering. Saat ini sudah tersedia vaksin yang dapat mencegah parotitis

yang disebabkan oleh mumps. Parotitis epidemika merupakan penyakit

infeksi pada anak yang terjadi sekitar 30–40% yang mana kasusnya

merupakan penyakit asimptomatik. Merupakan penyakit endemik yang sering

terjadi pada masyarakat urban yang menyebar dengan kontak langsung

melalui percikan air ludah, muntah yang bercampur dengan saliva serta urin

(Yvonne, 2000).

Mumps dapat terjadi pada semua usia. Tetapi paling sering terjadi pada

anak-anak berusia 5-15 tahun, yaitu 85% dari kasus mumps terjadi pada anak-

anak berusia di bawah 15 tahun. Dan jarang sekali terjadi pada orang tua.

1

Page 2: Referat Parotitis Epidemika Kel 4 TropMed ISI(REVISI I)

Penyakit ini muncul sesuai siklus tiap 4 tahun sekali. Masa inkubasi

terjadinya antara 14-21 hari dan pada masa inkubasi ini virus dapat dideteksi

melalui saliva. Virus sangat infeksius pada 1 sampai 3 hari sebelum

pembengkakan sampai 2 minggu setelah pembengkakan, sehingga dapat

menimbulkan wabah di masyarakat (Maharani dan Soenartyo, 2009).

Insidensi parotitis epidemika dengan ketulian adalah 1 : 15.000.

Meningitis yang terjadi berupa Meningitis aseptik. Insidensi dari parotitis

Meningoencephalitis sekitar 250/100.000 kasus. Sekitar 10% dari kasus ini

penderitanya berumur kurang dari 20 tahun. Angka rata-rata kematian akibat

parotitis dengan komplikasi meningoencephalitis adalah 2% (Yvonne, 2000).

B. TUJUAN

Sebagai bagian dalam memenuhi tugas yang diberikan dari blok

Tropical Medicine semester VII. Selain itu, untuk mengetahui lebih lanjut

mengenai parotitis epidemika, mulai dari epidemiologi, etiologi, manifestasi

klinis, perjalanan penyakit, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosisnya.

C. MANFAAT

1. Dapat digunakan sebagai referensi mengenai parotitis epidemika dalam

studi ilmu kedokteran.

2. Dapat digunakan sebagai bahan pengetahuan mengenai masyarakat luas

tentang parotitis epidemika atau yang sering disebut sebagai istilah awam

yaitu "gondongan".

3. Memberikan pengetahuan yang secara komprehensif mengenai parotitis

epidemika.

2

Page 3: Referat Parotitis Epidemika Kel 4 TropMed ISI(REVISI I)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Parotitis epidemika ialah penyakit virus akut yang biasanya menyerang

kelenjar ludah terutama kelenjar parotis. Gejala khasnya yaitu terjadi

pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis (Behrman, et al., 2000).

Parotitis epidemika (gondongan) adalah suatu infeksi virus menular

yang menyebabkan pembengkakan unilateral (satu sisi) atau bilateral (kedua

sisi) pada kelenjar liur disertai nyeri. Pada saluran kelenjar ludah terjadi

kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan

saluran (Pudjiadi dan Hadinegoro, 2009).

B. EPIDEMIOLOGI

Sebelum ditemukan vaksin parotitis pada tahun 1967, parotitis

epidemika merupakan penyakit yang sangat sering ditemukan pada anak.

Insidens pada umur < 15 tahun adalah 85% dengan puncak insidens

kelompok umur 5-9 tahun. Setelah ditemukan vaksin parotitis, kejadian

parotitis epidemika menjadi sangat jarang. Di negara barat seperti Amerika

dan Inggris, rata-rata didapat kurang dari 1.000 kasus per tahun. Demikian

pula insidens parotitis bergeser pada anak besar dan dewasa muda serta

menyebabkan kejadian luar biasa di tempat kuliah atau tempat kerja. Di

Indonesia, tidak didapatkan adanya data mengenai insidens terjadinya

parotitis epidemika (Pudjiadi dan Hadinegoro, 2009).

Jika dibandingkan dengan campak atau cacar air, gondongan tidak

terlalu menular. Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat

timbul secara endemik atau epidemik. Epidemi terjadi pada semua musim

tetapi sedikit lebih sering pada musim dingin akhir dan musim semi. Sumber

infeksi mungkin sukar dilacak karena 30-40% infeksi adalah subklinis.

Kebanyakan penyakit ini menyerang anak-anak yang berumur 2-15 tahun,

namun pada orang dewasa justru lebih berat. Jarang ditemukan pada anak

yang berumur kurang dari 2 tahun. Gender juga berpengaruh terhadap angka

3

Page 4: Referat Parotitis Epidemika Kel 4 TropMed ISI(REVISI I)

kejadian parotitis. Laki-laki lebih sering terkena parotitis dibandingkan

perempuan (Maharani dan Soenartyo, 2009).

Jika seseorang pernah menderita gondongan, maka dia akan memiliki

kekebalan seumur hidupnya. Yang terkena biasanya adalah kelenjar parotis,

yaitu kelenjar ludah yang terletak diantara telinga dan rahang. Pada orang

dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem saraf pusat,

pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya. Adapun mereka yang beresiko

besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah mereka yang

menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan

hormon kelenjar tiroid dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh

(Maharani dan Soenartyo, 2009).

C. ETIOLOGI

Parotitis adalah penyakit virus sistemik yang disebabkan oleh virus

ribonucleic acid (RNA) spesifik, yang dikenal sebagai Rubulavirus (virus

mumps). Rubulavirus termasuk dalam genus Paramyxovirus dan merupakan

anggota dari famili Paramyxoviridae. Virus ini berantai tunggal dengan RNA

yang dikelilingi oleh glikoprotein. Salah satu dari kedua glikoprotein

berfungsi sebagai perantara neuraminidase dan aktivitas hemaglutinasi,

sedangkan yang lain bertanggung jawab atas fusi membran lipid dengan sel

inang. Manusia dikenal sebagai satu-satunya inang bagi virus mumps

(Plotkin, et al., 2008).

Virus mumps, Rubulavirus, memiliki morfologi yang sama dengan

human parainfluenza viruses (yang merupakan bagian dari genus

Paramyxovirus). Virus mumps juga memiliki karakteristik epidemiologi

dengan measles (virus RNA, genus Morbillivirus, famili Paramyxoviridae)

dan rubella (virus RNA, genus Rubivirus, famili Togaviridae) (Plotkin, et al.,

2008).

D. KLASIFIKASI

Parotitis epidemika diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (Maharani dan

Soenartyo, 2009) :

4

Page 5: Referat Parotitis Epidemika Kel 4 TropMed ISI(REVISI I)

1. Parotitis Kambuhan

Sudah pernah terinfeksi sebelumnya kemudian kambuh. Anak-anak

mudah terkena parotitis kambuhan yang timbul pada usia antara 1 bulan

hingga akhir masa kanak-kanak. Kambuhan berarti sebelumnya anak telah

terinfeksi virus kemudian kambuh lagi (Maharani dan Soenartyo, 2009).

2. Parotitis Akut

Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemerahan

dan pembengkakan pada daerah parotis. Dapat timbul sebagai akibat

pasca-bedah yang dilakukan pada penderita terbelakang mental dan

penderita usia lanjut, khususnya apabila penggunaan anestesi umum lama

dan adanya gangguan dehidrasi (Maharani dan Soenartyo, 2009).

E. TANDA DAN GEJALA

Infeksi parotitis epidemika ditandai dengan gejala prodromal berupa

demam, nyeri kepala, nafsu makan menurun selama 3-4 hari, yang diikuti

peradangan kelenjar parotis (parotitis) dalam waktu 48 jam dan dapat

berlangsung selama 7-10 hari. Penularan terjadi 24 jam sebelum sampai 3

hari setelah terlihatnya pembengkakan kelenjar parotis. Satu minggu setelah

terjadi pembengkakan kelenjar parotis pasien dianggap sudah tidak menular

(Pudjiadi dan Hadinegoro, 2009).

Pada anak, manifestasi prodormal jarang terjadi tetapi mungkin tampak

bersama dengan demam, nyeri otot (terutama pada leher), nyeri kepala, dan

malaise. Awalnya ditandai dengan nyeri dan pembengkakan parotis yang

khas, mula-mula mengisi rongga antara tepi posterior mandibula dan mastoid

kemudian meluas dalam deretan yang melengkung ke bawah dan ke depan, di

atas dibatasi oleh zigoma. Edema kulit dan jaringan lunak biasanya meluas

lebih lanjut dan mengaburkan batas pembengkakan kelenjar, sehingga

pembengkakan lebih mudah disadari dengan pandangan daripada dengan

palpasi (Behrman, et al., 2000).

Pembengkakan terjadi dengan cepat dalam waktu beberapa jam dengan

puncak pada 1-3 hari. Pembengkakan jaringan mendorong lobus telinga ke

atas dan ke luar, dan sudut mandibula tidak lagi dapat dilihat. Pembengkakan

5

Page 6: Referat Parotitis Epidemika Kel 4 TropMed ISI(REVISI I)

perlahan-lahan menghilang dalam 3-7 hari. Satu kelenjar parotis biasanya

membengkak sehari atau dua hari sebelum yang lain, tetapi lazim

pembengkakan terbatas pada satu kelenjar. Daerah pembengkakan terasa

lunak dan nyeri. Edema faring dan palatum mole homolateral menyertai

pembengkakan parotis dan memindahkan tonsil ke medial. Pembengkakan

parotis biasanya disertai dengan demam sedang hingga 40°C (Behrman, et

al., 2000).

F. PATOGENESIS

Gambar 1. Skema Patogenesis Parotitis

6

Page 7: Referat Parotitis Epidemika Kel 4 TropMed ISI(REVISI I)

Virus mumps masuk tubuh melalui hidung atau mulut yang berasal dari

percikan ludah, kontak langsung dengan penderita parotitis lain, muntahan,

dan urin. Infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar parotis dibuktikan

dengan adanya kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari serum akut

dan serum konvalesens. Pada infeksi pertama antibodi yang terbentuk terlebih

dahulu adalah IgM. IgG muncul setelahnya, yang mana kadarnya lebih tinggi

dalam darah dan tidak menurun secara dramatis. Jika terjadi paparan lagi, IgG

akan naik jauh lebih tinggi dan lebih cepat daripada IgM. IgG merupakan

penanda utama pada infeksi sekunder (Maharani dan Soenartyo, 2009).

Masa inkubasi 15 sampai 21 hari kemudian virus bereplikasi di dalam

traktus respiratorius atas. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh

sehingga terjadi proliferasi di parotis / epitel traktus respiratorius kemudian

terjadi viremia (ikutnya virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus

berdiam di jaringan kelenjar / saraf yang kemudian akan menginfeksi

glandula parotis. Keadaan ini disebut parotitis (Maharani dan Soenartyo,

2009).

Gambar 2. Parotitis pada Sublingual Sinistra

7

Page 8: Referat Parotitis Epidemika Kel 4 TropMed ISI(REVISI I)

Bila testis terkena infeksi maka terdapat perdarahan kecil dan nekrosis

sel epitel tubuli seminiferus. Pada pankreas kadang-kadang terdapat

degenerasi dan nekrosis jaringan (Yvonne, 2000).

Gambar 3. Orkitis Pasca Infeksi Parotitis Epidemika pada Skrotum Dekstra

G. PATOFISIOLOGI

8

Page 9: Referat Parotitis Epidemika Kel 4 TropMed ISI(REVISI I)

Gambar 4. Skema Patofisiologi Parotitis

Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agen penyebab

parotitis melalui kontak langsung dengan penderita, droplet, urin dan

muntahan penderita. Dari berbagai cara tadi virus masuk melalui saluran

pernapasan baik hidung maupun mulut. Virus mengalami masa inkubasi 12

sampai 25 hari kemudian virus bereplikasi dan mengalami masa viremia awal

selama 3-5 hari. Setelah replikasi awal, virus bereplikasi di kelenjar parotis,

menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi (Ray, 2008).

Reaksi inflamasi merangsang keluarnya bradikinin yang akan

merangsang saraf sensorik dan mengakibatkan nyeri. Selain bradikinin, reaksi

inflamasi tadi merangsang pengeluaran histamin yang berakibat pada

peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi edema pada pipi.

Edema pada pipi dapat menekan saraf aurikula temporal sehingga terjadi

nyeri pada telinga. Selain itu reaksi imun yang terjadi saat masa viremia awal

merangsang terjadinya respon imun spesifik seluler untuk kemudian

menghasilkan sel T. Sel T mengaktivasi sitokin yang akan merangsang

keluarnya IL-1, kemudian IL-1 menghasilkan pirogen endogen yang akan

diteruskan menuju hipotalamus sebagai pusat regulasi suhu tubuh untuk

merangsang prostaglandin dan akan menimbulkan demam (Ray, 2008).

H. PENEGAKKAN DIAGNOSIS

Penegakkan diagnosis dari parotitis epidemika yaitu (Behrman, et al., 2000) :

1. Anamnesis

a. Gejala yang pertama terlihat adalah nyeri ketika mengunyah atau

menelan, terutama jika menelan cairan asam misalnya jeruk.

b. Demam, biasanya suhu mencapai 38,9-40o Celcius

c. Pembengkakan kelenjar terjadi setelah demam

d. Nafsu makan berkurang

e. Menggigil

f. Sakit kepala

2. Pemeriksaan Fisik

a. Suhu meningkat mencapai 38,9-40o Celcius

9

Page 10: Referat Parotitis Epidemika Kel 4 TropMed ISI(REVISI I)

b. Pembengkakan di daerah temporomandibuler (antara telinga dan

rahang)

c. Nyeri tekan pada kelenjar yang membengkak

d. Tanda meningeal seperti pemeriksaan kaku kuduk, kernig’s sign,

brudzinski’s sign perlu juga diperiksa karena meningitis terjadi pada

15% dari pasien yang terinfeksi mumps. Bila salah satu pemeriksaan

tanda meningeal positif maka dikatakan tanda meningeal positif

meskipun pada pemeriksaan yang lain negatif.

e. Pada laki-laki yang sudah mengalami pubertas biasanya mengalami

komplikasi seperti orkitis. Orkitis ditandai dengan nyeri testis dan

pembengkakan pada testis dan skrotum.

f. Pada wanita yang telah mengalami pubertas dapat menjadi ooforitis

atau pembengkakan pada ovarium.

g. Tuli bisa menjadi komplikasi parotitis, jadi dapat diperiksa dengan

menggunakan garpu tala.

3. Pemeriksaan Penunjang

Dalam prakteknya pemeriksaan penunjang tidak banyak dilakukan,

sebab dari anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah terdiagnosis. Namun

jika gejala tidak jelas, maka diagnosis didasarkan pada :

a. Pemeriksaan darah rutin

Pemeriksaan ini tidak spesifik karena gambarannya seperti infeksi

virus lain. Biasanya menunjukan leukopenia dengan limfositosis

relative (Behrman, et al., 2000).

b. Amilase serum

Didapatkan pula kenaikan kadar amilase pada serum yang

mencapai puncaknya setelah satu minggu dan kemudian menjadi

normal kembali dalam dua minggu (Behrman, et al., 2000).

c. Uji serologi

Jika penderita tidak menampakan pembengkakan kelenjar di

bawah telinga namun tanda dan gejala lainnya mengarah ke penyakit

parotitis sehingga meragukan diagnosis maka dilakukan uji serologi

untuk membuktikan antibody mumps spesifik (Behrman, et al., 2000).

10

Page 11: Referat Parotitis Epidemika Kel 4 TropMed ISI(REVISI I)

1) Complement fixation antibodies (CF)

CF test dapat digunakan untuk menentukan jumlah respon

antibodi terhadap komponen antigen S dan V bagi diagnosis infeksi

parotitis epidemika akut. Antibodi terhadap antigen V mencapai titer

puncak dalam 1 bulan dan menetap selama 6 bulan berikutnya dan

kemudian menurun secara lambat 2 tahun sampai suatu jumlah yang

rendah dan tetap ada. Peningkatan 4 kali lipat dalam titer dengan

analisis standar apapun menunjukan infeksi yang baru terjadi

(Behrman, et al., 2000).

2) Hemagglutination inhibition antibodies (HI)

Uji ini memerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset

cepat dan serum yang satunya diambil pada hari ketiga. Jika perbedaan

titer spesimen 4 kali selama infeksi akut, maka kemungkinannya

parotitis (Behrman, et al., 2000).

3) Virus neutralizing antibodies (VN)

Tes ini untuk menentukan imunitas terhadap parotitis epidemika.

Tes ini adalah metode yang paling dapat dipercaya untuk menemukan

imunitas tetapi tidak praktis dan mahal (Behrman, et al., 2000).

d. Isolasi virus

Mengisolasi virus dengan membuat biakan virus yang terdapat

dalam saliva, urin, LCS atau darah. Biakan dinyatakan positif bila

terdapat hemadsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl dan

tidak ada pada biakan yang diberi serum hiperimun (Behrman, et al.,

2000).

e. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Pemeriksaan ini adalah sebuah pemeriksaan diagnostik terbaru.

Pemeriksaan ini lebih sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan yang

lain. Bahan spesimen diambil dari swab orofaring atau cairan

serebrospinal (Behrman, et al., 2000).

11

Page 12: Referat Parotitis Epidemika Kel 4 TropMed ISI(REVISI I)

I. PENATALAKSANAAN

Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh / hilang

sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi

spesifik bagi infeksi virus mumps oleh karena itu pengobatan parotitis

seluruhnya simptomatik dan suportif (Soedarmo, et al., 2008).

1. Penderita rawat jalan

Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi dan

keadaan umum cukup baik.

a. Istirahat yang cukup

b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup

c. Medikamentosa (simptomatik) :

Terapi yang digunakan yaitu obat pereda panas dan nyeri

(antipiretik dan analgesik) misalnya Parasetamol 7,5-10 mg/kgBB/hari

dibagi dalam 3 dosis.

2. Penderita rawat inap

Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala

hebat, gejala saraf perlu rawat inap di ruang isolasi.

a. Diet lunak, cair dan TKTP

b. Analgetik-antipiretik

c. Penanganan komplikasi tergantung jenis komplikasinya (Soedarmo, et

al., 2008).

J. KOMPLIKASI

Komplikasi dari infeksi mumps lazimnya adalah keterlibatan sistem

saraf pusat (meningitis), tetapi tidak sering. Meningitis terjadi pada 15% dari

pasien yang terinfeksi mumps, tetapi tanpa adanya kerusakan permanen.

Hingga 50% dari laki-laki yang sudah mengalami pubertas terkena orkitis

(pembengkakan testis) sebagai komplikasi mumps. Kira-kira setengah dari

pasien orkitis memiliki resiko terjadinya atropi testis, tetapi jarang hingga

menimbulkan kemandulan (Wielders, et al., 2011).

Ooforitis (pembengkakan ovarium) dan mastitis dapat terjadi pada

wanita yang telah mengalami pubertas. Peningkatan jumlah kejadian abortus

12

Page 13: Referat Parotitis Epidemika Kel 4 TropMed ISI(REVISI I)

spontan telah ditemukan pada wanita hamil trimester 1 kehamilannya yang

sedang mengalami infeksi mumps, namun belum ditemukan adanya bukti

bahwa mumps dapat menyebabkan cacat bawaan. Deafness (tuli) pada satu

telinga atau kedua telinga dapat terjadi pada 1/20.000 kasus yang telah

dilaporkan (Wielders, et al., 2011).

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi

komplikasi terutama pada orkitis dan meningitis adalah sebagai berikut :

1. Orkitis

Orkitis akibat infeksi dari mumps dapat didiagnosis dengan

menggunakan pemeriksaan darah, tes C-reactive protein, urinalisis, dan

juga USG. Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis,

leukopenia, dan peningkatan C-reactive protein rata-rata sebanyak 140

mg/L. Pada hitung jenis leukosit sebagian besar menunjukkan hasil normal

(Davis, et al., 2010).

Urinalisis, urethral swab, dan urin pancar tengah dapat digunakan

untuk menyingkirkan dugaan adanya infeksi bakterial. Pada USG

didapatkan adanya hipervaskularisasi testis dan epididimis, pembesaran

epididimis, dan juga adanya hidrokel. Pada saat ini Colour Doppler USG

lebih sensitif menunjukkan adanya pembesaran testis (unilateral atau

bilateral) dibanding dengan USG konvensional (Davis, et al., 2010).

2. Meningitis

Teknik diagnostik baru untuk mendiagnosis meningoencephalitis

virus adalah dengan memakai Polymerase Chain Reactive (PCR) untuk

mendeteksi DNA atau RNA virus dalam cairan serebrospinal. Pada

parotitis, penurunan kadar glukosa CSS sering terjadi. Uji lain yang

bermanfaat pada evaluasi pasien dengan dugaan meningoencephalitis virus

adalah dengan elektroensefalogram dan pemeriksaan neuroimaging

(Charles, 2000).

13

Page 14: Referat Parotitis Epidemika Kel 4 TropMed ISI(REVISI I)

Table 1. Penemuan-penemuan Cairan Serebrospinal pada Berbagai Infeksi

SSP

Infeksi Tekanan (mmH2O)

Leukosit Total

(m2)

% PMN

Protein (mg/dl)

Glukosa (mg/dl)

Tidak ada infeksi/ normalMeningoencephalitis virusMeningitis bakteriAbses otak

50-80

100-150

100-300100-300

<5

10-1000

100-1000010-200

<25

<25%

>75%<25%

20-45

50-200

100-500

75-500

>50

>50

<40>50

K. PROGNOSIS

Prognosis dari parotitis epidemika umumnya baik, tetapi pada kondisi

tertentu dapat terjadi komplikasi (Turek, 2004).

L. PENCEGAHAN

Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara

imunisasi pasif dan imunisasi aktif. Cara ini merupakan pendekatan terbaik

untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat gondong (Staf

Pengajar IKA FKUI, 2007).

1. Pasif : antibodi yang didapatkan dari ibu melalui plasenta dapat

melindungi bayi dari parotitis epidemika. Maka dari itu, jarang ditemukan

gondong pada bayi kurang dari 6 bulan. Selain itu, Gamma globulin

parotitis hiperimun tidak efektif dalam mencegah parotitis atau

mengurangi komplikasi (Staf Pengajar IKA FKUI, 2007).

2. Aktif : dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis

hidup yang dilemahkan (Mumpsvax-merck, sharp and dohme). Vaksin ini

tidak menyebabkan panas atau reaksi lain serta tidak mengekskresi virus

dan tidak menular terhadap kelompok yang rentan. Jarang ditemukan

parotis yang dapat berkembang selama 7-10 hari sesudah vaksinasi (Staf

Pengajar IKA FKUI, 2007).

14

Page 15: Referat Parotitis Epidemika Kel 4 TropMed ISI(REVISI I)

BAB III

PEMBAHASAN

Pemberian vaksinasi dengan virus “mumps”, sangat efektif dalam

menimbulkan peningkatan antibodi “mumps” pada individu yang seronegatif

sebelum dilakukan vaksinasi dan telah memberikan proteksi 15-95 %. Proteksi

yang baik sekurang-kurangnya selama 12 tahun dan tidak mengganggu vaksin

terhadap morbili, rubella, dan poliomielitis atau vaksinasi variola (Fauci, et al.,

2008).

Vaksin tidak boleh diberikan pada bayi di bawah usia 1 tahun karena efek

antibodi maternal. Selain itu tidak boleh diberikan pula pada individu dengan

riwayat hipersensitivitas terhadap komponen vaksin, demam akut, selama

kehamilan, leukemia dan keganasan, limfoma, sedang diberi obat-obat

imunosupresif, alkilasi dan anti metabolit serta pasien yang sedang menjalani

terapi radiasi (Fauci, et al., 2008).

Vaksin campak, parotitis, rubella [Measles Mumps Rubella (MMR)]

menimbulkan reaksi yang merugikan seperti terjadi demam atau ruam dalam

waktu 7-14 hari, dan kejang (demam) (Schwartz, 2005).

Imunisasi mumps termasuk dalam jenis imunisasi dasar yang baik diberikan

kepada anak-anak. Berdasarkan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), jenis

imunisasi dasar berupa :

1. Imunisasi BCG

Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin) merupakan imunisasi yang

digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TB yang berat sebab terjadinya

peyakit TB yang primer atau ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan

imunisasi BCG. TB yang berat contohnya TB pada selaput otak, TB milier

pada seluruh lapangan paru, atau TB tulang. Vaksin BCG merupakan vaksin

yang mengandung kuman TB yang telah dilemahkan. Vaksin BCG diberikan

melalui intradermal. Efek samping pemberian imunisasi BCG adalah terjadinya

ulkus pada daerah suntikan, limfadenitis regional, dan reaksi panas (IDAI,

2013).

15

Page 16: Referat Parotitis Epidemika Kel 4 TropMed ISI(REVISI I)

2. Imunisasi Hepatitis B

Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk

mencegah terjadinya penyakit hepatitis. Kandungan vaksin ini dalah HbsAg

dalam bentuk cair. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis sebanyak 3 kali

dan penguatnya dapat diberikan pada usia 6 tahun. Imunisasi hepatitis ini

diberikan melalui intramuskuler. Angka kejadian hepatitis B pada anak balita

juga sangat tinggi dalam memengaruhi angka kesakitan dan kematian balita

(IDAI, 2013).

3. Imunisasi Polio

Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah

terjadinya penyakit poliomilelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada

anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Imunisasi polio

diberikan secara oral. Ada empat strategi dalam mencegah terjadinya

poliomielitis yaitu imunisasi rutin OPV (Oral Polio Virus) dengan cakupan

tinggi, imunitas tambahan, surveilans AFP dan investigasi laboratorium, serta

mop-up untuk memutus rantai penularan terakhir (IDAI, 2013).

4. Imunisasi DPT

Imunisasi DPT (Diptheria, Pertussis, Tetanus) merupakan imunisasi

yang digunakan untuk mencegah terjadinya difteri, pertusis dan tetanus.

Vaksin difteri ini mengandung kuman difteri yang telah dihilangkan sifat

racunnya, namun masih dapat merangsang pembentukan zat anti (toksoid).

Pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap pengenalan)

terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat anti.

Imunisasi DPT diberikan melalui intramuskular. Pemberian DPT dapat berefek

samping ringan ataupun berat. Efek ringan misalnya terjadi pembengkakan,

nyeri pada tempat penyuntikan, dan demam. Efek berat misalnya terjadi

kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang,

ensefalopati, dan syok (IDAI, 2013).

5. Imunisasi Campak

Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah

terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular.

Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Imunisasi campak

16

Page 17: Referat Parotitis Epidemika Kel 4 TropMed ISI(REVISI I)

diberikan melalui subkutan. Imunisasi ini memiliki efek samping seperti

terjadinya ruam pada tempat suntikan dan panas. Angka kejadian campak juga

sangat tinggi dalam memengaruhi angka kesakitan dan kematian anak (IDAI,

2013).

6. Imunisasi MMR

Imunisasi MMR (Measles, Mumps, Rubella) merupakan imunisasi yang

digunakan dalam memberikan kekebalan terhadap penyakit campak, parotitis

dan campak jerman (rubella). Dalam imunisasi MMR, antigen yang dipakai

adalah virus campak strain edmonson yang dilemahkan, virus rubella strain RA

27/3, dan virus parotitis. Vaksin ini tidak dianjurkan untuk bayi di bawah usia

1 tahun karena dikhawatirkan terjadi interferensi dengan antibodi maternal

yang masih ada. Khusus di daerah endemik, sebaiknya diberikan imunisasi

campak yang monovalen dahulu pada usia 4-6 bulan atau 9-11 bulan dan

booster(ulangan) dapat dilakukan MMR pada usia 15-18 bulan (IDAI, 2013).

7. Imunisasi Varicella

Imunisasi varicella merupakan imunisasi yang digunakan untuk

mencegah terjadinya penyakit cacar air (varicella). Vaksin varicella merupakan

virus yang hidup varicellla zoster strain OKA yang dilemahkan. Pemberian

vaksin varicellla dapat disuntikan tunggal pada usia 12 tahun di daerah tropis

dan bila di atas usia 13 tahun dapat diberikan 2 kali suntikan dengan interval 4-

8 minggu (IDAI, 2013).

8. Imunisasi hepatitis A

Imunisasi hepatitis A merupakan imunisasi yang digunakan untuk

mencegah terjadinya peyakit hepatitis A. Pemberian imunisasi ini dapat

diberikan untuk usia di atas 2 tahun. Imunisasi awal menggunakan vaksin

Harvis (berisi virus hepatitis A strain HM175 yang dinonaktifkan) dengan 2

suntikan dan interval 4 minggu. Booster pada 6 bulan setelahnya. Jika

menggunakan vaksin MSD dapat dilakukan 3 kali suntikan pada usia 6 dan 12

bulan.

17

Page 18: Referat Parotitis Epidemika Kel 4 TropMed ISI(REVISI I)

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Parotitis epidemika adalah infeksi virus akut yang biasanya menyerang

kelenjar ludah terutama kelenjar parotis dan ditandai dengan adanya kelainan

berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran.

2. Virus yang sering menyebabkan parotitis adalah Rubulavirus (virus mumps)

yang termasuk dalam genus Paramyxovirus dan merupakan anggota dari famili

Paramyxoviridae. Rubulavirus merupakan virus RNA rantai tunggal yang

dikelilingi glikoprotein.

3. Manifestasi klinis parotitis antara lain demam, nyeri otot (terutama pada leher),

nyeri kepala, malaise, pembengkakan parotis, edema faring dan palatum mole

homolateral.

4. Virus mumps masuk tubuh melalui hidung atau mulut yang berasal dari

percikan ludah, kontak langsung dengan penderita parotitis lain, muntahan, dan

urin. Kemudian mengalami masa inkubasi, replikasi dan viremia, yang mana

merangsang mediator inflamasi sehingga muncul nyeri, edema dan demam.

5. Tidak ada terapi spesifik bagi infeksi virus mumps oleh karena itu pengobatan

parotitis seluruhnya simptomatis dan suportif, berupa istirahat cukup, diet

nutrisi, serta pengobatan simptomatik.

6. Komplikasi yang mungkin terjadi berupa meningitis, orkitis, ooforitis, mastitis,

abortus spontan, cacat bawaan dan tuli. Prognosis umumnya baik. Pencegahan

parotitis yaitu pemberian imunisasi baik secara aktif atau pasif.

18