42
1 BAB I PENDAHULUAN Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi nosokomial yang paling sering ditemui di unit perawatan intensif (UPI), khususnya pada penderita yang menggunakan ventilasi mekanik. Meskipun belum ada penelitian mengenai jumlah kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri diperoleh data bahwa kejadian VAP cukup tinggi, bervariasi antara 9 – 27% dan angka kematiannya bisa melebihi 50%. Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan VAP seperti usia, jenis kelamin, trauma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan lama pemakaian ventilator telah banyak diteliti. Sebagian besar faktor risiko tersebut merupakan predisposisi kolonisasi mikroorganisme patogen saluran cerna maupun aspirasi (Porzecanski, 2006; Chlebicki, 2007; Chastre, 2002; Kollef, 2004; Sallam, 2005, Ibrahim, 2001; Ewig, 2002 dalam Wiryana, 2007). Mikroorganisme yang berperan terhadap VAP adalah Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacteriacea, dimana hal ini dipengaruhi oleh populasi penderita, lama perawatan dan pemberian antibiotika. Pencegahan VAP menjadi hal yang sangat penting. Chastre dan Fagon menyatakan bahwa VAP sebagian besar berawal dari aspirasi organisme

Tropmed - Referat Vap

Embed Size (px)

DESCRIPTION

he

Citation preview

Page 1: Tropmed - Referat Vap

1

BAB I

PENDAHULUAN

Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi nosokomial

yang paling sering ditemui di unit perawatan intensif (UPI), khususnya pada

penderita yang menggunakan ventilasi mekanik. Meskipun belum ada penelitian

mengenai jumlah kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan

luar negeri diperoleh data bahwa kejadian VAP cukup tinggi, bervariasi antara 9 –

27% dan angka kematiannya bisa melebihi 50%. Faktor-faktor risiko yang

berhubungan dengan VAP seperti usia, jenis kelamin, trauma, penyakit paru

obstruktif kronik (PPOK) dan lama pemakaian ventilator telah banyak diteliti.

Sebagian besar faktor risiko tersebut merupakan predisposisi kolonisasi

mikroorganisme patogen saluran cerna maupun aspirasi (Porzecanski, 2006;

Chlebicki, 2007; Chastre, 2002; Kollef, 2004; Sallam, 2005, Ibrahim, 2001; Ewig,

2002 dalam Wiryana, 2007).

Mikroorganisme yang berperan terhadap VAP adalah Staphylococcus aureus,

Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacteriacea, dimana hal ini dipengaruhi oleh

populasi penderita, lama perawatan dan pemberian antibiotika. Pencegahan VAP

menjadi hal yang sangat penting. Chastre dan Fagon menyatakan bahwa VAP

sebagian besar berawal dari aspirasi organisme orofaring ke bronkus distal

kemudian terjadi pembentukan biofilm oleh bakteri diikuti dengan proliferasi dan

invasi bakteri pada parenkim paru. Pada keadaan normal, organisme di dalam

rongga mulut dan orofaring didominasi oleh Streptococcus viridans, Haemophilus

species dan organisme anaerob. Adanya air liur yang mengandung

immunoglobulin dan fibronectin menjaga keseimbangan organisme rongga mulut,

sehingga jarang didapatkan basil gram negatif aerobik. Namun pada pasien-pasien

sakit kritis keseimbangan tersebut berubah, organisme yang dominan di dalam

rongga mulut adalah basil gram negatif aerobik dan Staphylococcus aureus

(Chastre, 2002; Kollef, 2004; Ibrahim, 2000; Pesola, 2004 dalam Wiryana, 2007).

Pencegahan VAP dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara non farmakologi

dan memakai farmakologi. Cara non farmakologi merupakan cara rutin dan baku

Page 2: Tropmed - Referat Vap

2

dilakukan di UPI meliputi kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak

dengan pasien, intubasi per oral, posisi kepala lebih tinggi 30 – 45°, dan

menghindari volume lambung yang besar. Pencegahan non farmakologi ini belum

mampu menurunkan insiden VAP, maka kemudian ditambahkan dengan

pencegahan secara farmakologi yang lebih efektif. Pencegahan secara farmakologi

dilakukan dengan cara dekontaminasi selektif menggunakan antibiotik pada

saluran cerna (selective decontamination of the digestive tract/ SDD) dan

dekontaminasi orofaring (oropharyngeal decontamination/ OD) menggunakan

antiseptik. Secara empirik terbukti bahwa SDD cukup efektif dalam pencegahan

VAP, namun karena pemakaian antibiotika dapat meningkatkan risiko terjadinya

resistensi kuman maka SDD tidak dianjurkan secara rutin, sehingga penggunaan

zat anti septik menjadi alternative pilihan. Beberapa jenis antiseptik telah dipakai

namun angka VAP masih tetap tinggi, sampai akhirnya DeRiso menyatakan

dalam penelitiannya bahwa chlorhexidine yang digunakan dalam dekontaminasi

orofaring dapat menurunkan kejadian infeksi nosokomial saluran napas di UPI

sampai dengan 69%. Kemudian diikuti oleh Fourrier yang menyatakan bahwa

chlorhexidine dapat menurunkan kolonisasi kuman penyebab VAP sebesar 53%.

Dengan menurunnya kolonisasi kuman di orofaring, diharapkan bahwa insiden

VAP juga menurun, hal ini dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh

Tantipong dan Chan (Fourrier, 2005; Tantipong, 2008).

Page 3: Tropmed - Referat Vap

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi nosokomial

paling sering ditemui di unit perawatan intensif (UPI), khususnya pada

penderita yang menggunakan ventilasi mekanik (Porzecanski, et al., 2006;

Chlebicki, et al., 2007).

VAP didefinisikan sebagai nosokomial pneumonia yang terjadi setelah 48

jam pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik baik itu melalui pipa

endotrakea maupun pipa trakeostomi (Chastre, et al.,2002; Ibrahim, et al.,

2000 ; Rello, et al., 2001).

American College of Chest Physicians mendefinisikan VAP sebagai suatu

keadaan dimana terdapat gambaran infiltrate baru dan menetap pada foto

toraks disertai salah satu tanda yaitu, hasil biakan darah atau pleura sama

dengan mikroorganisme yang ditemukan di sputum maupun aspirasi trakea,

kavitasi pada foto torak, gejala pneumonia atau terdapat dua dari tiga gejala

berikut yaitu demam, leukositosis dan sekret purulen (Ibrahim, et al., 2000 ).

B. EPIDEMIOLOGI

Meskipun belum ada penelitian mengenai jumlah kejadian VAP di

Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri diperoleh bahwa data

kejadian VAP cukup tinggi, bervariasi antara 9-27% dan angka kematiannya

bias melebihi 50% (Chastre, et al.,2002 ; Sallam, et al., 2005).

Sebuah penelitian pneumonia berskala besar dalam sehari dilakukan pada

29 April 1992 di 1.417 Unit Perawatan Intensif (ICU). Total 10.038 pasien

dievaluasi: 2.064 (21%) mengalami infeksi yang didapat pada ICU (ICU-

acquired infections) dan 967 (47%) diantaranya termasuk pasien pnemonia

yang merupakan 10% dari prevalensi keseluruhan pneumonia nosokomial.

Dalam penelitian ini, ventilator mekanik teranalisa sebagai salah satu dari

tujuh faktor resiko dari ICU-acquired infections (infeksi yang didapat di Unit

Perawatan Intensif). Sebuah penelitian yang lebih besar dilakukan pada 107

Page 4: Tropmed - Referat Vap

4

ICU di negara-negara Eropa, menunjukkan angka kematian kasar pneumonia

sebesar 9%. Dalam penelitian ini, pemakaian ventilator mekanik dihubungkan

dengan adanya peningkatan resiko terjadinya ICU-acquired infections

sebanyak tiga kali lipat dibandingkan dengan pasien tanpa ventilator. Sebuah

penelitian prospektif besar dilakukan pada 16 ICU di Kanada: 1.014 pasien

dengan ventilator mekanik dilibatkan, 177 (18%) diantaranya berkembang

menjadi VAP, setelah dilakukan sampling bronkoskopik dengan

bronchoalveolar lavage (BAL) atau dengan protected specimen brush (PSB).

Data ini menunjukkan angka resiko yang tinggi terhadap timbulnya VAP pada

pasien ICU yang dilakukan pemasangan ventilator mekanik.

Pada kebanyakan laporan penelitian, frekuensi VAP bervariasi antara 8

hingga 28% (Tabel 1). Namun demikian, resiko berkembangnya VAP sangat

bergantung dari populasi yang dinilai dan juga banyak faktor yang lain,

terutama sekali terhadap sejumlah pasien dalam populasi penelitian yang telah

mendapatkan terapi antibiotik sejak perawatan hari pertama di ICU.

Tabel 1. Insidensi dan Angka Kematian Kasar Ventilator-Associated

Pneumonia (VAP)

Sumber: Chastre, et al., 2002

Page 5: Tropmed - Referat Vap

5

C. ETIOLOGI

Mikrooganisme yang berperan terhadap VAP adalah Staphylococcus

aureus, Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacteriacea, dimana hal ini

dipengaruhi oleh populasi penderita, lama perawatan dan pemberian

antibiotika (Kolleff, 2001 ; Rello, et al., 2005).

Beberapa peneliti melaporkan bahwa infeksi oleh bakteri gram negatif

menjadi semakin meningkat dengan S. aureus menjadi yang utama

berdasarkan hasil isolasi. Data dari 24 peneliti yang dilakukan pada pasien

dengan ventilator, dimana penelitian bakteriologis dibatasi pada spesimen-

spesimen yang tidak terkontaminasi, memberikan hasil konfirmasi sebagai

berikut: bakteri gram negatif (GNB) menggambarkan 58% dari organisme-

organisme yang ditemukan (Tabel 2). Bakteri gram-negatif yang utama adalah

P. aeruginosa dan Acinetobacter spp., diikuti oleh Proteus spp., Escherichia

coli, Klebsiella spp., dan H. influenzae. Sebuah angka yang relatif cukup

tinggi untuk pneumonia akibat gram-positif juga dilaporkan dalam penelitian

ini, dengan S. aureus terjadi pada 20% kasus (Tabel 2) (Chastre, et al., 2002).

Meskipun terdapat sedikit perbedaan mengenai definisi pneumonia onset

cepat, yakni perbedaan waktu antara <3 hari sampai <7 hari, tingginya angka

infeksi oleh H. influenzae, S. pneumoniae, methicillin-sensitive S. aureus

(MSSA), atau Enterobacteriaceae terus menerus ditemukan pada VAP onset

cepat, sedangkan P. aeruginosa, Acinetobacter spp., methicillin-resistant S.

aureus (MRSA), dan GNB multiresisten secara signifikan lebih sering

ditemukan pada VAP onset lambat. Pola perbedaan distribusi dari agen-agen

etiologik antara VAP onset cepat dengan VAP onset lambat ini juga

dihubungkan dengan pemberian berulang terapi antimikroba sebelumnya pada

kebanyakan pasien dengan VAP onset lambat (Chastre, et al., 2002).

Page 6: Tropmed - Referat Vap

6

Tabel 2. Etiologi Pneumonia yang Berhubungan dengan Ventilator

atau Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) Berdasarkan Data dari

Teknik Bronkoskopi dari 24 Penelitian dengan Total 1.689 Episode dan

2.490 Patogen

Sumber: Chastre, et al., 2002

D. FAKTOR RESIKO

Faktor resiko yang mempengaruhi kejadian VAP dapat dibagi menjadi

tiga kategori yaitu pejamu, peralatan yang digunakan, dan faktor petugas

yang terlibat dalam perawatan pasien. Faktor penjamu disini adalah kondisi

pasien yang sudah ada sebelumnya seperti penyakit dasar dari pasien

misalnya penurunan kekebalan, penyakit paru obstruktif kronis, dan sindrom

gangguan pernapasan akut. Faktor pejamu lainnya yang dapat mempengaruhi

kejadian VAP adalah posisi tubuh pasien, tingkat kesadaran, jumlah

intubasi, dan obat-obatan, termasuk agen obat penenang dan antibiotik.

Selain dari hal diatas, faktor usia dan status nutrisi sebagai faktor yang

dapat berpengaruh terhadap kejadian infeksi nosokomial. Pada keadaan

malnutrisi sering dikaitkan dengan penurunan imunitas sehingga

Page 7: Tropmed - Referat Vap

7

menimbulkan risiko ketergantungan terhadap ventilator, menigkatkan angka

kejadian infeksi dan penyembuhan luka yang lama (Wiryana, 2007).

Adapun peralatan yang menjadi faktor risiko VAP adalah termasuk

selang endotrakeal, sirkuit ventilator, dan adanya selang nasogastrik atau

orogastrik. Sementara faktor risiko VAP yang termasuk kategori petugas

yang terlibat dalam perawatan pasien diantaranya kurangnya kepatuhan

tenaga kesehatan dalam melaksanakan prosedur cuci tangan sebelum dan

sesudah melakukan tindakan, prosedur pemasangan ventilator mekanik,

prosedur pemasangan pipa nasogastrik, perawatan mulut, dan prosedur

penghisapan lendir (suction) (Luna, 2003).

Selain itu, kontaminasi bakteri sekresi endotrakeal lebih tinggi pada

pasien dalam posisi terlentang dibandingkan pada pasien dalam posisi

semirecumbent. Apakah karena obat, proses patofisiologi, atau cedera,

penurunan tingkat kesadaran yang mengakibatkan hilangnya refleks batuk

dan muntah berkontribusi terhadap risiko aspirasi dan oleh karena

itu peningkatan risiko untuk VAP. Reintubasi dan aspirasi selanjutnya dapat

meningkatkan kemungkinan VAP 6 kali lipat (Niederman, 2005).

E. TANDA DAN GEJALA

Faktor resiko yang paling sering pada VAP adalah infeksi saluran

pernafasan bagian atas akut selama beberapa hari (50%). Setelah ± 1 minggu

temperatur mendadak meningkat dapat mencapai 400C atau demam, kadang–

kadang disertai menggigil, nyeri pleuritik pada daerah lobus pulmo yang

terkena atau nyeri dada, sesak nafas, batuk–batuk yang disertai dahak seperti

karat besi (rusty sputum). Sputum purulen, kadang-kadang berbercak atau

terdapat garis darah. Selain itu, dapat disertai myalgia, dan herpes simplex

pada daerah bibir disaat hari-hari pertama pemasangan ventilator. Pada

sebagian pasien juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu

makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008). Pada pemeriksaan fisik dapat

ditemukan pasien tampak sakit berat, kadang-kadang sianosis, nafas cepat dan

dangkal, bahkan ada nafas cuping hidung, dan nadi cepat. Pada thoraks

terdapat tanda-tanda konsolidasi jaringan paru, kelainan yang ditemukan

Page 8: Tropmed - Referat Vap

8

tergantung pada luasnya jaringan paru yang terkena. Dari kasus-kasus yang

dirawat di RS yang juga mempunyai kelainan radiologis hanya 1/3 yang

memperlihatkan tanda-tanda konsolidasi jaringan paru dari pemeriksaan fisik

tersebut (PDPI, 2003).

F. PATOMEKANISME

Berbagai faktor resiko meningkatkan kemungkinan terjadinya VAP

dengan cara meningkatkan terjadinya kolonisasi traktus aerodigestif oleh

mikroorganisme patogen dan meningkatkan terjadinya aspirasi sekret yang

terkontaminasi ke dalam saluran napas bawah. Kuman dalam aspirat

tersebut akan menghasilkan biofilm di dalam saluran napas bawah dan di

parenkim paru. Biofilm tersebut akan memudahkan kuman untuk menginvasi

parenkim paru lebih lanjut sampai kemudian terjadi reaksi peradangan di

parenkim paru (Wiryana 2007).

Seperti kita ketahui bersama, saluran pernafasan normal memiliki

berbagai mekanisme pertahanan paru terhadap infeksi seperti glottis dan

laring, refleks batuk, sekresi trakeobronkial, gerak mukosilier, imunitas

humoral serta sistem fagositik. Pneumonia akan terjadi apabila pertahanan

tersebut terganggu dan invasi mikroorganisme virulen. Sebagian besar

VAP disebabkan oleh aspirasi kuman patogen yang berkolonisasi

dipermukaan mukosa orofaring. Intubasi mempermudah masuknya kuman

dan menyebabkan kontaminasi sekitar ujung pipa endotrakeal pada penderita

dengan posisi terlentang. Kuman gram negatif dan Staphylococcus aureus

merupakan koloni yang sering ditemukan disaluran pernafasan atas saat

perawatan lebih dari 5 hari (Wiryana, 2007).

Page 9: Tropmed - Referat Vap

9

Faktor resiko VAP

Pejamu Peralatan yang digunakan faktor petugas

Penurunan kekebalan Selang endotrakeal tenaga kesehatan kurang

PPOK sirkuit ventilator patuh prosedur cuci tangan,

Gangguan pernapasan selang nasogastrik prosedur pemasangan alat,

Posisi tubuh selang orofaring prosedur penghisapan lendir,

Tingkat kesadaran perawatan mulut,

Obat-obatan

Usia, nutrisi

Mekanisme pertahanan tubuh terganggu

Kolonisasi kuman pathogen traktus aerodigestivus (contohnya Staphyloccoccus aereus, Pseudomonas aeruginosa, dll) dan aspirasi secret yang terkontaminasi ke

saluran napas bawah

Kuman dalam aspirat tersebut akan menghasilkan biofilm di dalam saluran

napas bawah dan di parenkim paru.

Biofilm tersebut akan memudahkan kuman untuk menginvasi parenkim paru

terjadi reaksi peradangan di parenkim paru (Ventilator Associated

Pneumonia)

Gambar 1. Patogenesis Ventilator Associated Pneumonia (VAP) (Wiryana, 2007).

Page 10: Tropmed - Referat Vap

10

Kuman yang masuk melalui kolonisasi dan aspirasi sekret karena

ventilator mekanik bisa jamur, virus, bakteri, atau parasit. Setelah kuman

masuk alveoli terjadi inflamasi atau peradangan yang bisa menimbulkan

peningkatan suhu (demam). Peningkatan suhu menimbulkan metabolisme di

dalam tubuh meningkat dan produksi keringat berlebih sehingga resiko

kekurangan volume cairan. Proses infeksi kuman ini juga menyebabkan

produksi sel goblet meningkat sehingga produksi sputum meningkat dan

sputum terakumulasi di jalan napas, bersihan jalan napas tidak efektif bisa

menyebabkan pasien batuk-batuk. Produksi sputum yang meningkat bisa

tertelan ke lambung sehingga sputum terakumulasi di lambung , lambung

mengadakan usaha untuk meningkatkan asam basa (sputum bersifat basa di

lambung). Usaha tersebut menimbulkan peningkatan asam lambung, bisa

menyebabkan mual muntah dan resiko nutrisi kurang dari kebutuhan. Proses

peradangan di paru juga menyebabkan keluarnya eksudat dan serous masuk

ke alveoli, sel darah merah dan leukosit PMN mengisi alveoli, sehingga

terjadi konsolidasi di alveoli dan paru. Compience paru menurun, suplai

oksigen menurun serta pola napas inefektif bisa menyebabkan pasien sesak

napas.. Pneumonia dapat menimbulkan rasa nyeri dada (nyeri pleuritik)

apabila pleura juga ikut meradang, biasanya di bagian posterior atau lateral.

Jadi hanya pneumonia yang meluas ke perifer yang menimbulkan rasa nyeri

dada. Sensasi nyeri tajam dan seperti ditusuk. Rasa nyeri bertambah ketika

bernapas dan batuk berkurang jika napas ditahan atau sisi dada yang sakit

digerakkan. Rasa nyeri berasal dari otot, dinding dad, pleura parietalis, dan

iga (Porzecanski, 2006).

Page 11: Tropmed - Referat Vap

11

VAP (Ventilator Associated Pneumonia)

Kuman yang masuk ke parenkim paru menyebabkan peradangan

Infeksi Peningkatan suhu eksudat dan serous pleura Masuk alveoli meradang

Kerja sel goblet Meningkat

Metabolisme naik banyak keringat leukosit PMN Mengisi alveoli nyeriProduksi sputum meningkat pleuritik

Resiko kekurangan cairan

Konsolidasi di paruAkumulasi sputum di jalan napas

Compliance paru menurun

Bersihan jalan napas inefektif(sesak napas, napas cuping hidung) suplai oksigen menurun

Sakit kepala, sianosisTertelan ke lambung

Akumulasi sputum (basa di lambung)

Meningkatkan keasaman di lambung

Mual muntah (resiko nutrisi kurang dari kebutuhan)

Gambar 2. Patofisiologi Ventilator Associated Pneumonia (VAP) (Porzecanski, 2006).

Page 12: Tropmed - Referat Vap

12

G. PENEGAKAN DIAGNOSIS

Tidak seperti Pneumonia yang didapatkan di masyarakat (community-

acquired pneumonia), sulit untuk menentukan apakah pneumonia telah

berkembang pada pasien rawat inap dengan ventilator.

1. Evaluasi Klinis Dikombinasikan dengan Pemeriksaan

Mikroskopik dan Kultur Sekret Trakea

Diagnosis pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau

ventilator-associated pneumonia (VAP) biasanya berdasarkan pada

tiga komponen: tanda-tanda sistemik dari infeksi, infiltrat baru atau

infiltrat yang memburuk pada rontgen toraks, dan bukti bakteriologik

adanya infeksi parenkim paru. Tanda-tanda sistemik dari infeksi

seperti demam, takikardia, dan leukositosis merupakan tanda-tanda

nonspesifik dan dapat disebabkan oleh berbagai kondisi yang dapat

meningkatkan sitokin (Chastre, 2002).

Gambar 3. Gambaran Rontgen Toraks Pasien Pneumonia

Riwayat medis pasien harus meliputi penilaian untuk faktor

resiko yang berkaitan dengan patogen-patogen multidrug resistant

(MDR). Faktor resiko tersebut antara lain:

a. Dirawat di rumah sakit ≥ 5 hari

b. Masuk rumah sakit lebih dari 2 hari dalam 90 hari terakhir

c. Pemakaian antibiotik pada 90 hari terakhir

d. Tinggal di rumah perawatan atau fasilitas pelayanan kesehatan

e. Terapi infus dan perawatan luka di rumah

Page 13: Tropmed - Referat Vap

13

f. Dialisis jangka panjang dalam 30 hari

g. Immunocompromise

Penilaian ini penting agar dapat mulai diberikan antibiotik

yang sesuai secara empiris sebelum hasil kultur bakteri selesai

(Amanullah, 2009).

Evaluasi mikroskopik dan kultur sekret trakea dan atau

sputum yang dibatukkan juga sering tidak meyakinkan pada pasien

yang secara klinis dicurigai pneumonia, oleh karena saluran

pernafasan atas pada kebanyakan pasien di Unit Perawatan Intensif

(ICU) terkolonisasi dengan patogen-patogen potensial paru, baik itu

ada atau tidaknya infeksi parenkim paru. Pada pasien dengan hasil

pemeriksaan histologis pneumonia, sensitivitas pemeriksaan aspirat

endotrakea sebesar 28%, tetapi spesifisitasnya 27%. Bagaimanapun,

pemeriksaan mikroskopik aspirat bisa menjadi nilai yang potensial

dalam diagnosis VAP. Spesimen dari pasien pneumonia intubasi

menunjukkan tingkat netrofil dan bakteri semikuantitatif yang lebih

tinggi, termasuk organisme-organisme intraselular, dibandingkan

pada pasien tanpa pneumonia (Chastre, 2002).

Gambar 4. Klasifikasi VAP berdasarkan Berat Penyakit, Adanya/Tidaknya Faktor Resiko dan Patogen Penyebabnya

(Rotstein, 2008).

Page 14: Tropmed - Referat Vap

14

2. Diagnosis Mikrobiologi Pneumonia yang Berhubungan dengan

Ventilator atau Ventilator-associated Pneumonia (VAP) dengan

Teknik Nonbronkoskopik

Bakteremia dan kultur efusi pleura yang positif umumnya dapat

dipertimbangkan untuk diidentifikasi organisme penyebab pneumonia,

jika tidak ada sumber infeksi lain yang ditemukan. Oleh sebab itu,

kebanyakan peneliti merekomendasikan penelusuran pasien yang

dicurigai pneumonia yang berhubungan dengan ventilator (VAP) harus

meliputi pengambilan dua set sampel darah untuk kultur dan cairan

pleura, meskipun penyebaran ke darah atau rongga pleura hanya terjadi

pada 10% kasus VAP (Chastre, 2002).

a. Kultur Aspirat Endotrakea Kuantitatif

Sementara pemeriksaan sederhana kultur kualitatif aspirat

endotrakea merupakan teknik yang mempunyai hasil positif

palsu yang besar oleh karena adanya kolonisasi bakteri di

saluran nafas proksimal yang ditemukan pada kebanyakan

pasien di Unit Perawatan Intensif (ICU), beberapa peneliti

menggunakan teknik kultur kuantitatif yang dapat menjelaskan

bahwa kultur aspirat endotrakea dapat memiliki nilai diagnostik

yang akurat secara keseluruhan, sebanding dengan beberapa

teknik invasif lainnya.

Oleh sebab itu, kultur aspirat endotrakea secara kuantitatif

dapat menjadi alat yang adekuat dalam mendiagnosa

pneumonia jika teknik fiberoptik tidak tersedia. Akan tetapi

perlu diingat bahwa teknik ini memiliki beberapa kelemahan

yang dapat menjadi perangkap. Pertama, banyak pasien yang

tidak teridentifikasi dengan menggunakan nilai cutoff 106

cfu/ml. Kedua, ketika batas rendah digunakan, spesifisitas

menurun tajam dan penatalaksaan yang berlebihan menjadi

masalah. Akhirnya, pemilihan terapi antimikroba yang

berdasarkan hasil kultur aspirat endotrakea semata dapat

mengakibatkan pemberian terapi antibiotik yang tidak ada

Page 15: Tropmed - Referat Vap

15

faedahnya atau terapi antimikroba spektrum luas yang

berlebihan (Chastre, 2002).

b. Pengambilan Sampel dari Saluran Pernafasan Distal

Sekresi saluran pernafasan distal dapat dikumpulkan

melalui bronkoskopi atau dengan kateter endobronkial. Teknik

nonbronkoskopik sangat penting digunakan pada pasien dengan

ventilator mekanik oleh karena endotracheal tube (ETT), yang

melewati saluran pernafasan proksimal, memberi akses yang

mudah untuk menuju saluran pernafasan bawah (Chastre,

2002).

3. Diagnosis Mikrobiologis Pneumonia yang Berhubungan dengan

Ventilator atau Ventilator-associated Pneumonia (VAP) Menggunakan

Teknik Bronkoskopik

a. Prosedur

Fiberoptic bronchoscopy (FOB) menyediakan akses

langsung ke saluran pernafasan bawah untuk pengambilan

sampel bronkus dan jaringan parenkim di tempat inflamasi

paru. Namun, untuk mencapai cabang bronkus, bronkoskopi

harus melewati endotracheal tube (ETT) dan saluran

pernafasan proksimal, dimana kontaminasi mungkin saja

terjadi. Oleh karena itu, aspirasi langsung pada sekret distal

melalui suction bronkoskopi seringkali terkontaminasi,

sehingga membatasi spesifitas klinisnya (Chastre, 2002).

b. Tipe Spesimen dan Metode Laboratorium

Bermacam-macam teknik bronkoskopik dapat digunakan

untuk mendiagnosa pneumonia bakterialis tetapi dua

diantaranya telah dipertimbangkan memiliki nilai khusus dalam

menegakkan diagnosis spesifik pneumonia yang berhubungan

dengan ventilator atau ventilator-associated pneumonia (VAP):

1) Penggunaan double-lumen catheter dengan protected

specimen brush (PSB) untuk mengumpulkan dan

mengkalibrasi spesimen tak terkontaminasi secara

Page 16: Tropmed - Referat Vap

16

langsung dari daerah terinfeksi di saluran pernafasan

bawah

2) Bronchoalveolar lavage (BAL), oleh karena teknik ini

aman dan praktis untuk mendapatkan sel dan sekret dari

daerah paru yang luas yang bisa dilakukan pemeriksaan

mikroskopis segera setelah prosedur BAL dan juga

sesuai untuk kultur dengan teknik kuantitatif (Chastre,

2002).

Gambar 5. Strategi Diagnostik dan Terapetik Ventilator-Associated Pneumonia (VAP)

Oleh karena Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) di Ruang

Perawatan Intensif (ICU) menjadi penyebab kematian yang besar, maka

dibenarkan, sekalipun kadang tidak beralasan, untuk menggunakan

antibiotik pada pasien dengan infiltrat paru, meskipun kemungkinan

infeksi kecil. Sebuah penelitian secara acak mengusulkan untuk

meminimalkan penggunaan agen antibakteri secara berlebihan, tetapi

tetap memberikan keleluasaan dokter dalam menindaklanjuti pasien

(Gambar 4). Pasien-pasien dengan skor infeksi paru secara klinis atau

Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS) 6 (menggambarkan

kemungkinan pneumonia yang kecil) dibebaskan untuk menerima baik

Page 17: Tropmed - Referat Vap

17

itu terapi standar (pilihan antibiotik dan durasi pemberiannya di bawah

keleluasaan dokter) atau monoterapi dengan ciprofoxacin diikuti

dengan evaluasi ulang pada hari ke-3; ciprofloxacin dihentikan jika

CPIS masih ≤ 6.

Tabel 2. Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS), metode prediktif dengan menggunakan kriteria kuantitatif. Jika CPIS > 6,

dapat diprediksi sebagai pneumonia

Sumber: (Rotstein, 2008).

Gambar 6. Strategi Penatalaksanaan Diagnostik dan Terapetik Pasien (Chastre, 2002).

Page 18: Tropmed - Referat Vap

18

Gambar 7. Algoritme Pneumonia yang Berhubungan dengan Ventilator (VAP) berdasarkan Clinical Pulmonary Infection Score

(CPIS) (Rotstein, 2008).

H. PENATALAKSANAAN

Antibiotik yang digunakan untuk pengobatan VAP adalah sebagai berikut:

1. Piperasilin – tazobaktan merupakan antibiotic yang paling banyak

digunakan 63%.

2. Golongan fluorokinolon 57%

3. Vankomisin 47%

4. Sefaloporin 28%

5. Aminoglikosida 25%

Tabel 3. Dosis pemberian antibiotik intravena pada penderita VAP

Antibiotik DosisSefalosporin antipseudomonas

- Cefepim- Ceftazidim

Karbapenem- Imipenem- meropenem

kombinasi β laktam- penghambat β laktamase

- piperasilin-tazokbaktamnoglikosida

- gentamisin

1-2 gram tiap 8-12 jam2 gram tiap 8 jam

500 mg tiap 6 jam atau 1 gram tiap 8 jam1 gram tiap 8 jam

4,5 gram tiap 6 jam

7 mg/kg/hari

Page 19: Tropmed - Referat Vap

19

- tobramisin- amikasin

vankomisinlinezolid

7 mg/kg/hari20 mg/kg/hari15 mg/ kg tiap 12 jam600 mg tiap 12 jam

Sumber: (Singh, 2000).

Gambar 8. Ringkasan Penatalaksanaan Pasien Suspek HAP/VAP (PDPI, 2005).

I. PENCEGAHAN

Page 20: Tropmed - Referat Vap

20

Meskipun VAP memiliki beberapa faktor risiko, intervensi keperawatan

banyak berperan dalam mencegah kejadian VAP. Ada dua cara pencegahan

(Wiryana, 2007):

1. Tindakan pencegahan kolonisasi bakteri di orofaring dan saluran

pencernaan. Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan antara lain :

a. Mencuci tangan

Selalu mencuci tangan selama 10 detik harus

dilakukan sebelum dan setelah kontak dengan pasien. Selain

itu, sarung tangan harus dipakai bila kontak dengan atau

endotrakeal sekresi oral (Porzecanski, 2006).

b. Suction

Suction endotrakeal merupakan prosedur penting dan

sering dilakukan untuk pasien yang membutuhkan ventilasi

mekanis. Prosedur ini dilakukan untuk mempertahankan patensi

jalan napas, memudahkan penghilangan sekret jalan napas,

merangsang batuk dalam, dan mencegah terjadinya pneumonia

(Luna, 2003).

c. Perubahan posisi tidur

Rutin mengubah pasien minimal setiap dua jam dapat

meningkatkan drainase paru dan menurunkan resiko VAP.

Penggunaan tempat tidur mampu rotasi lateral terus menerus

dapat menurunkan kejadian pneumonia tetapi tidak

menurunkan angka kematian atau durasi ventilasi mekanis

(Porzecanski,, 2006).

d. Oral dekontaminasi

Perawatan mulut juga merupakan salah satu tindakan

mengurangi jumlah bakteri dalam rongga mulut pasien. yang

dapat dilakukan dengan intervensi mekanis dan farmakologis.

Intervensi mekanik termasuk menyikat gigi dan pembilasan

dari rongga mulut untuk menghilangkan plak gigi. Adapun

intervensi farmakologis melibatkan penggunaan antimikroba..

Penggunaan antibiotik profilaksis sistemik tidak menurunkan

Page 21: Tropmed - Referat Vap

21

kejadian VAP dan ketika agen-agen yang digunakan tidak

tepat, dapat mengembangkan resistensi antibiotic (Luna, 2003).

2. Tindakan pencegahan untuk mencegah aspirasi ke paru-paru. Selain

strategi untuk mencegah kolonisasi, strategi untuk mencegah

aspirasi juga dapat digunakan untuk mengurangi risiko VAP. Strategi

tersebut meliputi :

a. Menyapih dan ekstubasi dini

Karena adanya suatu selang endotrakeal merupakan

predisposisi pasien VAP, oleh karena itu pasie harus diobservasi

setiap hari. Jika memungkinkan menyapih dan ekstubasi lebih

dini dari ventilasi mekanis lebih dianjurkan (Wiryana, 2007).

b. Posisi semifowler

Memberikan posisi pasien dalam posisi semifowler dengan

kepala tempat tidur ditinggikan 30° sampai 45° mencegah refluks

dan aspirasi bakteri dari lambung ke dalam saluran napas. Cukup

mengangkat kepala 30° tempat tidur dapat menurunkan VAP

sebesar 34% (Luna, 2003).

J. PROGNOSIS

Prognosis akan lebih buruk jika dijumpai salah satu dari kriteria di bawah

ini, yaitu (Rotstein, et al., 2008):

1. Umur> 60 tahun

2. Koma waktu masuk

3. Perawatan di Instalasi Perawatan Inap (IPI)

4. Syok

5. Pemakaian alat bantu napas yang lama

6. Pada foto toraks terlihat gambaran abnormal bilateral

7. Kreatinin serum > 1,5 mg/dl

8. Penyakit yang mendasarinya berat

9. Pengobatan awal yang tidak tepat

Page 22: Tropmed - Referat Vap

22

10. Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten (P. aeruginosa, S.

malthophilia, Acinorobacter spp. atau methicillin-resistant S. aureus /

MRSA)

11. Infeksi onset lanjut dengan risiko kuman yang sangat virulen

12. Gagal multiorgan

13. Penggunaan obat penyekat H2 yang dapat meningkatkan pH pada

pencegahan perdarahan usus

Page 23: Tropmed - Referat Vap

23

BAB III

PEMBAHASAN

A. TERAPI LAMA

Terapi pada VAP dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu farmakologis dan

non farmakologis. Terapi dengan cara non farmakologis merupakan cara yang

baku dan rutin dilakukan di Intensive Care Unit (ICU), antara lain:

a. Mencuci tangan dengan prinsip bersih dan steril sebelum dan sesudah

kontak dengan pasien.

b. Intubasi per oral.

c. Memposisikan kepala pasien lebih tinggi, 30 – 45° untuk mencegah

kolonisasi kuman yang semakin banyak di saluran pernapasan.

d. Menghindari volume lambung pasien yang terlalu besar.

Terapi dengan cara farmakologis antara lain:

a. Dekontaminasi selektif menggunakan antibiotik yang berkerja pada

saluran cerna (selective decontamination of the digestive tract/ SDD).

b. Dekontaminasi orofaring (oropharyngeal decontamination/ OD)

menggunakan antiseptik.

Kelebihan terapi lama VAP terutama pada terapi farmakologis adalah

secara empirik cara tersebut terbukti efektif dalam mencegah dan mengurangi

kolonisasi kuman di saluran pernapasan. Namun, terapi dengan cara selective

decontamination of the digestive tract/ SDD dapat meningkatkan resiko

terjadinya resistensi kuman yang disebabkan oleh pemberian antibiotik yang

terus-menerus. Hal ini menyebabkan penggunaan antibiotik dan zat antiseptic

menjadi terapi alternative (Chastre, 2002).

Page 24: Tropmed - Referat Vap

24

B. TERAPI BARU

Terapi yang dilakukan pada pasien dengan VAP pada dasarnya ditujukan

untuk menanggulangi infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh

mikroorganisme. Pemberian antibiotik yang adekuat sejak awal dapat

meningkatkan angka ketahanan hidup pasien VAP selama data mikrobiologik

belum ada. Terapi yang dapat diberikan antara lain:

a. Antipseudomonas sefalosporin

1. Ceftazidim 2 gram tiap 8 jam

2. Cefepim 1-2 gram tiap 8-12 jam

b. Karbapenem antipseudomonas

1. Imipenem 500 mg tiap 6 jam atau 1 gram tiap 8 jam

2. Meropenem 1 gram tiap 8 jam

c. Penghambat Beta Laktamase

Piperasilin-tazobaktam 4,5 gram tiap 6 jam

d. Aminoglikosida

1. Gentamisin 7 mg/ kg/ hari

2. Tobramisin 7 mg/ kg hari

3. Amikasin 20 mg/ kg/ hari

e. Kuinolon antipseudomonas

1. Levofloksasin 750 mg tiap hari

2. Siprofloksasin 400 mg tiap 8 jam

f. Vankomisin 15 mg/ kg/ 12 jam

Linezolid 600 mg tiap 12 jam (Niederman, 2005).

Page 25: Tropmed - Referat Vap

25

BAB IV

KESIMPULAN

1. Ventilator associated pneumonia (VAP) bentuk infeksi nosokomial yang

terjadi setelah 48 jam pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik baik itu

melalui pipa endotrakea maupun pipa trakeostomi.

2. Diagnosis pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau ventilator-

associated pneumonia (VAP) biasanya berdasarkan pada tiga komponen:

tanda-tanda sistemik dari infeksi, infiltrat baru atau infiltrat yang memburuk

pada rontgen toraks, dan bukti bakteriologik adanya infeksi parenkim paru.

3. Organisme-organisme yang paling dominan bertanggung jawab pada infeksi

ini diantaranya Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan

Enterobacteriaceae.

4. Antibiotik yang digunakan untuk pengobatan VAP adalah sebagai berikut:

Piperasilin – tazobaktan merupakan antibiotic yang paling banyak digunakan

63%, golongan fluorokinolon 57%, vankomisin 47%, sefaloporin 28% ,

aminoglikosida 25%.

Page 26: Tropmed - Referat Vap

26

DAFTAR PUSTAKA

Amanullah, Shakeel. 2009. Ventilator-Associated Pneumonia. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/304836-overview.

Chastre J, Fagon JY. Ventilator associated pneumonia. Am J Respir Crit Care Med

2002;65:67-903.

Chastre, Jean,. et al. 2002. Ventilator-associated Pneumonia in American Journal

of Respiratory and Critical Care Medicine. Number 7, Volume 165. 867-

903. Available from: ajrccm.atsjournals.org.

Chaster J, Fagon JY, Ventilator associated pneumonia and ventilator associated

peneumonia. Crit Care Med 2004;32:1396-405.

Chlebicki MP, Safdar N. Topical chlorhexidine for prevention of ventilator

associated pneumonia : A meta-analysis. Crit Care Med 2007;35:595-602

Ewig E, Bauer T, Torres A. The pulmonary physician in critical care:

nosocomialpneumonia. Thorax 2002;57:366-71.

Fartoukh M., Maitre. 2003. Diagnosing Pneumonia During Mechanical Ventilation.

American Journal of Critical Care .168 :173-179

Fourrier F, Dubois D, Pronnier P, et al. Effect of gingival and dental plaque

antiseptic decontamination on nosocomial infections acquired in the

intensive care unit:A doubleblind placebo-controlled multicenter study.

Crit Care Med 2005;33:1728-36.

Ibrahim EH, Ward S Sherman G, Kollef MH. Acomparative analysis of patients

with early-onset vs late onset nosocomial pneumonia in the ICU setting.

Chest 2000;117:1434-42.

Ibrahim EH, Tracy L, Hill C, Fraser VJ, Kollef MH. The occurrence of

ventilatorassociatedpneumonia in a community hospital. Chest 2001;120:555-61.

Kollef M. Prevention of hospital-associated pneumonia and ventilator associated

pneumonia. Crit Care Med 2004;32:1396-405.

Page 27: Tropmed - Referat Vap

27

Kollef MH. The prevention of ventilator associated pneumonia. N Engl J Med

2005;340:627-34.

Luna, C.M., Blanzaco, D., Niederman, M.S., Matarucco. W., Baredes,

N.C.,Desemery, P., et al. 2003. Resolutionof Ventillator associated

pneumonia prospective evaluation of the clinical pulmonary infection score as

an early clinically predictor of outcome. Critical care Med 31: 676-82

Made W, Ventilator Associated Pneumonia, 2007, J Peny Dalam Vol 8 No 3 ;

255-256

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Balita,

Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer.

Niederman, M.S., Craven, D.E., Bonten, M.J., etal. 2005. American Thoracic Society

Documents: Guidelines For The Management of Adults With Hospital-

Acquired, Ventilator-Associated, and Healthcare-Associated Pneumonia. Am

J. Respir Crit Care Med. 171:388-416.

PDPI. 2003. Pneumonia Nosokomial Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di

Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika.

PDPI. 2005. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di

Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika.

Pesola GR. Ventilator associated pneumonia in institutionalized elders. Are teeth a

reservoir for respiratory pathogens? Chest 2004;126:1401-3.

Porzecanski I., Bowton, D.L. 2006. Diagnosis And Treatment Of Ventilator-

Associated Pneumonia. Chest .. 130:597–604.

Rello J, Lorente C, Diaz E, BodiM, Boque C, SandiumengeA, et al. Incidence,

etiology and outcome of nosocomial pneumonia in ICU patients requiring

percutaneous tracheotomy.

Rello J, Piava JA Baraibar J, Barcenilla F, Bodi M, Castander D, et al.

International conference for the development of consensus on the

Page 28: Tropmed - Referat Vap

28

diagnosis and treatment of ventilator-associated pneumonia. Chest

2001;120:955-70

Rotstein, C,. et al. 2008. Clinical practice guidelines for hospital-acquired

pneumonia and ventilator-associated pneumonia in adult, Canadian

Journal of Infectious Diseases. Volume 19, Issue 1: 19-53. Available

from: http://www.pulsus.com/journals.

Sallam SA, Arafa MA, Razek AA, Naga M, Hamid MA: Device-related

nosocomial infection in intensive care units of Alexandria University

Students Hospital. Eastern Mediterranean Health Journal 2005;11:52-61.

Singh N, Yu VL. Rational empiric antibioticprescription in the ICU.

Chest. 2000;117:1496-9.

Tantipong H, Morkchareonpong C, Jaiyindee S, Thamlikitkul V. Randomized

controlled trial and meta-analysis of oral decontamination with 2%

chlorhexidine solution for the prevention of ventilator associated

pneumonia. Infect Control Hosp Epidemiol 2008;29:131-6.

University of Virginia. 2003. Pneumonia. Available from:

http://www.meded.virginia.edu/courses/rad/cxr/pathology3chest.html.

Wiryana, Made. 2007. Ventilator Associated Pneumonia. Bagian/ SMF Ilmu Anestesi

dan Reanimasi, FK Unud/ RSUP Sanglah Denpasar. I Peny Dalam, Volume 8

No 3.

Page 29: Tropmed - Referat Vap

29