Upload
widha-widyaningrum
View
1.305
Download
63
Embed Size (px)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Panca indra adalah organ-organ akhir yang dikhususkan untuk menerima jenis
rangsangan tertentu. Serabut saraf yang menanganinya merupakan alat perantara yang
membawa kesan rasa dari organ indra menuju ke otak tempat perasaan ini ditafsirkan.
Beberapa kesan timbul dari luar seperti sentuhan, pengecapan, penglihatan, penciuman
dan suara.
Mata adalah organ penglihatan. Suatu struktur yang sangat kompleks, menerima
dan mengirimkan data ke korteks serebral. Seluruh lobus otak, lobus oksipital,
ditujukan khusus untuk menterjemahkan citra visual. Selain itu, ada tujuh saraf kranial
yang memilki hubungan dengan mata dan hubungan batang otak memungkinkan
koordinasi gerakan mata.
Salah satu penyakit yang dapat menyerang indra penglihatan yaitu konjungtivitis.
Sebelumnya, pengertian dari konjungtiva itu sendiri adalah membrana mukosa yang
melapisi bagian dalam kelopak mata (palpebra) dan berlanjut ke batas korneosklera
permukaan anterior bola mata. Sedangkan pengertian konjungtivitis adalah inflamasi
konjungtiva yang ditandai dengan pembengkakan dan eksudat. Pada konjungtivitis
mata nampak merah, sehingga sering disebut mata merah.
Menurut sumber lainnya, Konjungtivitis atau mata memerah adalah salah satu
penyakit mata yang bisa mengganggu penderitanya sekaligus membuat orang lain
merasa tidak nyaman ketika berkomunikasi dengan si penderita. Semua orang dapat
tertular konjungtivis, bahkan bayi yang baru lahir sekalipun. Yang bisa ditularkan
adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri dan virus. Penularan terjadi ketika
seorang yang sehat bersentuhan dengan seorang penderita atau dengan benda yang baru
disentuh oleh penderita tersebut. Oleh karena itu, maka kita harus memahami tentang
penyakit konjungtivitis agar dapat memutus mata rantai dari penularannya.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang anatomi dan fisiologi konjungtiva
2. Untuk mengetahui tentang definisi konjungtivitis.
3. Untuk mengetahui tentang klasifikasi dan etiologi konjungtivitis.
4. Untuk mengetahui tentang patofisiologi konjungtivitis.
5. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis konjungtivitis
6. Untuk mengetahui tentang pencegahan konjungtivitis.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam
dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola
mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak
pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi. Konjungtiva terdiri dari tiga
bagian:
a. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).
b. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).
c. Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara
bagian posterior palpebra dan bola mata).
Meskipun konjungtiva agak tebal, konjungtiva bulbar sangat tipis. Konjungtiva
bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang dan ke depan.
Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar
terdapat sel goblet yang mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata
pre-kornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea.
2. Fisiologi
Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder
bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas
karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari
sel-sel epitel skuamosa.
Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi
mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan
air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat
daripada sel-sel superficial dan di dekat linbus dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan
dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau
3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat
papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa
tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini
menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa
tersusun longgar pada bola mata.13
Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan
fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar
krause berada di forniks atas, dan sedikit ada diforniks bawah. Kelenjar wolfring
terletak ditepi atas tarsus atas.
B. Pengertian
Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva akibat suatu proses infeksi atau
respon alergi. (Corwin, 2001).
Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva dan ditandai dengan pembengkakan
dan eksudat. Pada konjungtivis mata nampak merah, sehingga sering disebut mata
merah. (Brunner & Suddarth,2001)
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada
konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian
berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis
terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu
cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis konjungtivitis dapat
hilang dengan sendiri, tetapi ada juga yang memerlukan pengobatan. (Effendi, 2008).
C. Klasifikasi dan Etiologi
1. Konjungtivitis Bakteri
Terutama disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. Konjungtivitis bakteri sangat
menular, menyebar melalui kontak langsung dengan pasien dan sekresinya atau dengan
objek yang terkontaminasi.
http://www.ahliwasir.com/page.php?penyakitmatapage2
Gejala : dilatasi pembuluh darah, edema konjungtiva ringan, epifora dan rabas
pada awalnya encer akibat epifora tetapi secara bertahap menjadi lebih tebal atau
mukus dan berkembang menjadi purulen yang menyebabkan kelopak mata menyatu
dalam posisi tertutup terutama saat bangun tidur di pagi hari. Eksudasi berlimpah, dan
ditmukan kerusakan kecil pada epitel kornea.
2. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Neisseria gonnorrhoeae dapat menyebabkan konjungtivitis bakteri hiperakut
yang berat dan mengancam penglihatan, perlu rujukan ke oftalmologis segera.
Gejala : sering disertai urethritid, mata merah, iritasi dan nyeri palpasi. Biasanya
terdapat kemosis, kelopak mata bangkak, dan adenopati preaurikuler yang nyeri.
3. Konjungtivitis Viral
Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus ( yang paling
sering adalah keratokonjungtivitis epidermika ) Herpes simpleks, Herpes zoster,
Klamidia, New castle, Pikoma, Enterovirus, dan sebagainya atau dari penyakit virus
sistemik seperti mumps dan mononukleosis. Biasanya disertai dengan pembentukan
folikel sehingga disebut juga konjungtivitis folikularis. Mata yang lain biasanya tertular
dalam 24-48 jam.
http://diemazcaeem.blogspot.com/2011/05/konjungtivitis-viral.html
Gejala : pembesaran kelenjar limfe preaurikular, fotofobia dan sensasi adanya
benda asing pada mata. Epiforia merupakan gejala terbanyak. Konjungtiva dapat
menjadi kemerahan dan bisa teerjadi nyeri periorbital. Konjungtivitis dapat disertai
adenopati, demam, faringitis, dan infeksi saluran napas atas.
4. Konjungtivitis Alergi
Infeksi ini bersifat musiman dan berhubungan dengan sensitivitas terhadap
serbuk, protein hewani, bulu, makanan atau zat-zat tertentu, gigitan serangga dan/atau
obat ( atropin dan antibiotik golongan Mycin). Infeksi ini terjadi setelah terpapar zat
kimia seperti hair spray, tata rias, asap rokok. Asma, demam kering dan ekzema juga
berhubungan dengan konjungtivitis alergi. Disebabkan oleh alergen yang terdapat di
udara, yang menyebabkan degranulasi sel mast dan pelepasan histamin.. Pasien dengan
konjungtivitis alergi sering memiliki riwayat atopi, alergi musiman, atau alergi spesifik
(misal terhadap kucing). Dapat juga terjadi karena reaksi hipersensitivitas tipe cepat
atau lambat, atau reaksi antibodi humoral terhadap alergen. Pada keadaan yang berat
mempakan bagian dari sindrom Steven Johnson, suatu penyakit eritema multiforme
berat akibat reaksi alergi pada orang dengan predisposisi alergi obat-obatan. Pada
pemakaian mata palsu atau lensa kontak juga dapat terjadi reaksi alergi.
http://diemazcaeem.blogspot.com/2011/05/konjungtivitis-alergi.html
Tanda : mata merah, sakit, bengkak, panas, berair, gatal, dan silau. Sering
berulang dan menahun, bersamaan dengan rinitis alergi. Biasanya terdapat riwayat
atopi sendiri atau dalam keluarga. Pada pemeriksaan ditemukan injeksi ringan pada
konjungtiva palpebra dan bulbi serta papil besar pada konjungtiva tarsal yang dapat
menimbulkan komplikasi pada konjungtiva. Pada keadaan akut dapat terjadi kemosis
berat.
5. Konjungtivitis blenore, konjungtivitis purulen ( bernanah pada bayi dan konjungtivitis
gonore ).
Blenore neonatorum merupakan konjungtivitis yang terdapat pada bayi yang
baru lahir. Penyebab oftalmia neonatorum adalah
Gonococ
Chlamydia ( inklusion blenore )
Staphylococus
Masa inkubasi bervariasi antara 3 – 6 hari
Gonore : 1 – 3 hari
Chlamydia : 5 – 12 hari
http://yumizone.wordpress.com/2008/11/26/konjungtivitis-gonore-dan-
penatalaksanaannya/
Tanda-tanda : ditularkan dari ibu yang menderita penyakit GO, merupakan
penyebab utama neonatorum, memberikan sekret purulen pada sekret yang kental,
perdarahan subkonjungtiva.
E. Patofisiologi
Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan faktor
lingkungan lain yang menganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata
dari substansi luar. Pada film air mata, unsur berairnya mengencerkan materi infeksi,
mukus menangkap debris dan kerja memompa dari palpebra secara tetap
menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air mata mengandung substansi
antimikroba termasuk lisozim. Adanya agens perusak, menyebabkan cedera pada epitel
konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau
granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva ( kemosis ) dan
hipertrofi lapis limfoid stroma ( pembentukan folikel ). Sel –sel radang bermigrasi dari
stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel – sel ini kemudian bergabung
dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang
menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh –
pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata
pada forniks dan mengurang ke arah limbus. Pada hiperemia konjungtiva ini biasanya
didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papila yang sering disertai sensasi benda
asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal. Sensasi ini merangsang sekresi air mata.
Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah
jumlah air mata. Jika klien mengeluh sakit pada iris atau badan silier berarti kornea
terken
G. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda konjungtivitis, yakni:
o konjungtiva berwarna merah (hiperemi) dan membengkak.
o produksi air mata berlebihan (epifora).
o kelopak mata bagian atas nampak menggelantung (pseudoptosis) seolah akan menutup
akibat pembengkakan konjungtiva dan peradangan sel-sel konjungtiva bagian atas.
o pembesaran pembuluh darah di konjungtiva dan sekitarnya sebagai reaksi nonspesifik
peradangan.
o pembengkakan kelenjar (folikel) di konjungtiva dan sekitarnya.
o terbentuknya membran oleh proses koagulasi fibrin (komponen protein).
o dijumpai sekret dengan berbagai bentuk (kental hingga bernanah).
H. Penatalaksanaan
Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari
bagaimana cara menghindari kontraminasi mata yang sehat atau mata orang lain.
Perawat dapat memberikan intruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata yang
sakit dan kemudian menyentuh mata yang sehat, mencuci tangan setelah setiap kali
memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap, handuk, dan sapu tangan baru
yang terpisah untuk membersihkan mata yang sakit. Asuhan khusus harus dilakukan
oleh personal asuhan kesehatan guna mengindari penyebaran konjungtivitis antar
pasien.
Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Konjungtivitis
karena bakteri dapat diobati dengan sulfonamide (sulfacetamide 15 %) atau antibiotika
(Gentamycine 0,3 %; chlorampenicol 0,5 %). Konjungtivitis karena jamur sangat jarang
sedangkan konjungtivitis karena virus pengobatan terutama ditujukan untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder, konjungtivitis karena alergi di obati dengan antihistamin
(antazidine 0,5 %, rapazoline 0,05 %) atau kortikosteroid (misalnya dexametazone 0,1
%). Penanganannya dimulai dengan edukasi pasien untuk memperbaiki higiene kelopak
mata. Pembersihan kelopak 2 sampai 3 kali sehari dengan artifisial tears dan salep
dapat menyegarkan dan mengurangi gejala pada kasus ringan.
Pada kasus yang lebih berat dibutuhkan steroid topikal atau kombinasi
antibiotik-steroid. Sikloplegik hanya dibutuhkan apabila dicurigai adanya iritis. Pada
banyak kasus Prednisolon asetat (Pred forte), satu tetes, QID cukup efektif, tanpa
adanya kontraindikasi.
Apabila etiologinya dicurigai reaksi Staphylococcus atau acne rosasea,
diberikan Tetracycline oral 250 mg atau erythromycin 250 mg QID PO, bersama
dengan pemberian salep antibiotik topikal seperti bacitracin atau erythromycin sebelum
tidur. Metronidazole topikal (Metrogel) diberikan pada kulit TID juga efektif. Karena
tetracycline dapat merusak gigi pada anak-anak, sehingga kontraindikasi untuk usia di
bawah 10 tahun. Pada kasus ini, diganti dengan doxycycline 100 mg TID atau
erythromycin 250 mg QID PO. Terapi dilanjutkan 2 sampai 4 minggu. Pada kasus yang
dicurigai, pemeriksaan X-ray dada untuk menyingkirkan tuberkulosis.
I. Pencegahan
Pencegahan dari konjungtivitis dapat dilakukan :
1. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau
mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
2. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit
3. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama dengan penghuni rumah lain
4. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.
5. Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari.
6. Hindari berbagi bantal, handuk dan saputangan dengan orang lain.
7. Usahakan tangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu), dan
hindari mengucek-ngucek mata.
8. Bagi penderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissue atau sejenisnya
setelah membersihkan kotoran mata.
J. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan
tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai
sel-sel radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada
pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil. Pada pemeriksaan klinik
didapat adanya hiperemia konjungtiva, sekret atau getah mata dan edema konjungtiva.
K. Komplikasi
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan
kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa
komplikasi dari konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya:
1. glaucoma
2. katarak
3. ablasi retina
4. komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari blefaritis
seperti ekstropin, trikiasis
5. komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea
6. komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila
sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat
mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi buta
7. komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat
mengganggu penglihatan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konjungtivitis (konjungtivitis, pink eye) merupakan peradangan pada konjungtiva
(lapisan luar mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikro-
organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan
kimia.Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Oleh karena itu,
konjungtivitis terbagi menjadi beberapa tipe antara lain; Konjungtivitis Bakteri,
Konjungtivitis Bakteri Hiperakut, Konjungtivitis Viral, Konjungtivitis Alergi, dan
Konjungtivitis blenore. Manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan pada pasien
konjungtivitis tergantung dari penyebab dan tipe yang diderita. Pemeriksaan diagnostik
yang dapat dilihat seperti pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan
dengan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil.Pada pemeriksasan klinik didapat
adanya hiperemia konjungtiva, sekret atau getah mata dan edema konjungtiva.
Penatalaksanaan konjungtivitis dapat dilakukan dengan berbagai macam cara baik
penatalaksanaan medis maupun keperawatan. Karena konjungtivitis mudah ditularkan
dari orang ke orang, maka kita sebaiknya harus melakukan tindakan pencegahan seperti
tidak memakai peralatan secara bersamaan dengan penderita konjungtivitis, selalu
mencuci tangan setelah melakukan kontak langsung dengan penderita konjungtivitis,
dll. Prognosis konjungtivitis itu sendiri adalah Konjungtivitis pada umumnya self
limited disease artinya dapat sembuh dengan sendirinya maupun dengan pengobatan.
B. Saran
Penulisan makalah ini memuat saran-saran yang ditujukan ke berbagai pihak, antara
lain:
1. Bagi pembaca, terutama mahasiswa keperawatan diharapkan dapat menggunakan
makalah ini sebagai referensi untuk menambah pengetahuan tentang asuhan
keperawatan pada Konjungtivitis.
2. Bagi pembaca agar memperbaiki segala kekurangan yang terdapat pada makalah
ini, sehingga makalah ini dapat terbit dengan kondisi yang lebih baik.
http://diemazcaeem.blogspot.com/2011/05/konjungtivitis-viral.html
http://diemazcaeem.blogspot.com/2011/05/konjungtivitis-alergi.html