Upload
agus386
View
114
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
ASKEP GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN GANGGUAN ADRENAL
DAN PTUITARY “DIABETES INSIPIDUS”
OLEH :
I KADEK AGUS ANGGRIAWAN
1202105032
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2014
1. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Pengertian
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh penurunan
produksi, sekresi, dan fungsi dari Anti Diuretic Hormone (ADH) serta kelainan
ginjal yang tidak berespon terhadap kerja ADH fisiologis, yang ditandai dengan
rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih
yang sangat encer (poliuri).
Ada dua macam diabetes insipidus, yaitu:
1) Diabetes Insipidus Sentralis (DIS), disebabkan oleh kegagalan pelepasan
hormon antidiuretik yang secara fisiologi dapat merupakan kegagalan sintesis
atau penyimpanan.
2) Diabetes Insipidus Nefrogenik (DIN), ialah diabetes insipidus yang tidak
responsif terhadap ADH eksogen (kadar ADH normal tetapi ginjal tidak
memberikan respon yang normal terhadap hormon ini).
B. Etiologi
Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu sebagai berikut:
a. Hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan berkurangnya produksi ADH baik
total maupun parsial.
b. Kelenjar hipofisis posterior mengalami penurunan atau gagal melepaskan
hormon antidiuretik ke dalam aliran darah.
c. Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat pembedahan, trauma
kepala, cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak), tumor otak,
operasi ablasi, atau penyinaran pada kelenjar hipofisis.
d. Ketidakmampuan ginjal berespon terhadap kadar ADH dalam darah akibat
berkurangnya reseptor atau second messenger (diabetes insipidus nefrogenik).
Hal ini disebabkan oleh faktor genetik dan penyakit ginjal.
e. Infeksi sistem saraf pusat (ensefalitis atau meningitis).
f. Pengaruh obat yang dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti
phenitoin, alkohol, lithium carbonat.
g. Sarkoidosis atau tuberculosis.
h. Gangguan aliran darah (Aneurisma atau penyumbatan arteri yang menuju ke
otak).
i. Idiopatik : dalam hal ini tidak ditemukan kelainan walaupun terdapat gejala.
Gejala sering mulai pada masa bayi, tetapi tidak hilang selama hidup, tanpa
mengganggu kesehatan dan mempengaruhi umur penderita.
Berdasarkan klasifikasi, penyebab diabetes insipidus antara lain:
1) Diabetes Insipidus Sentral (DIS) dapat terjadi akibat beberapa hal, yaitu:
a. Tumor-tumor pada hipotalamus.
b. Tumor-tumor besar hipofisis dan menghancurkan nucleus-nukleus
hipotalamik.
c. Trauma kepala.
d. Cedera operasi pada hipotalamus.
e. Oklusi pembuluh darah pada intraserebral (trombosis atau perdarahan
serebral, aneurisma serebral, post-partum necrosis).
f. Pengangkutan ADH/AVP yang tidak bekerja dengan baik akibat rusaknya
akson pada traktus supraoptikohipofisealis.
g. Sintesis ADH terganggu.
h. Kerusakan pada nucleus supraoptik paraventricular.
i. Gagalnya pengeluaran ADH.
j. Infeksi (Meningitis, ensefalitis, landry-Guillain-Barre’s syndrome)
2) Diabetes insipidus Nefrogenik (DIN), secara fisiologis DIN dapat disebabkan
oleh:
a. Kegagalan tubulus renal untuk bereaksi terhadap ADH, akibat:
- Penyakit ginjal kronik
- Penyakit ginjal polikistik
- Medullary cystic disease
- Pielonefritis
- Obstruksi ureteral
- Gagal ginjal lanjut
b. Gangguan elektrolit
- Hipokalemia
- Hiperkalsemia
c. Obat-obatan
- Litium
- Demoksiklin
- Asetoheksamid
- Tolazamid
- Glikurid
- Propoksifen
d. Penyakit sickle cell
e. Gangguan diet
- Intake air yang berlebihan
- Penurunan intake NaCl
- Penurunan intake protein
f. Lain-lain
- Multipel mieloma
- Amiloidosis
- Penyakit Sjogren’s
- Sarkoidosis
C. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis penderita diabetes insipidus ialah sebagai berikut:
a) Gejala utama: poliuria (banyak kencing) dan polidipsi (banyak minum). Jumlah
cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak.
Produksi urin sangat encer dengan jumlah sekitar 4-30 liter/hari, dengan berat
jenis urin biasanya sangat rendah, berkisar antara 1001 – 1005 atau 50 – 200
mOsmol/kg berat badan. Sebagai kompensasi hilangnya cairan melalui air
kemih, penderita bisa minum sejumlah besar cairan (3,8-38 L/hari). Jika
kompensasi ini tidak terpenuhi, maka dengan segera akan terjadi dehidrasi
yang menyebabkan tekanan darah rendah dan syok.
b) Penderita terus berkemih dalam jumlah yang sangat banyak, terutama di malam
hari. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya tidak terdapat gejala-gejala lain
kecuali jika ada penyakit lain yang menyebabkan timbulnya gangguan pada
mekanisme neurohypophyseal renal reflex.
c) Pada bayi yang diberikan minum seperti biasa akan tampak kegelisahan yang
tidak berhenti, sampai timbul dehidrasi, panas tinggi, dan terkadang sampai
syok.
d) Gejala lain:
- Penurunan berat badan
- Nocturia
- Kelelahan
- Hipotensi
- Gizi kurang baik
- Gangguan emosional
- Enuresis
- Kulit kering
- Anoreksia
- Gangguan pertumbuhan
D. Patofisiologi
Vasopresin arginin (AVP) merupakan suatu hormone antidiuretik (ADH)
yang diproduksi di nucleus supraoptik dan paraventrikular hipotalamus bersama
dengan protein pengikatnya, yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut
dari badan-badan sel neuron tempat pembuatannya, melalui akson menuju ke
ujung-ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis posterior, tempat
penyimpanannya. AVP dan neurofisinnya ysng tidak aktif kemudian disekresikan
bila ada rangsang tertentu. Sekresi AVP diatur oleh rangsang yang meningkat pada
reseptor volume dan osmotic. Suatu peningkatan osmolalitas cairan ekstraselular
atau penurunan volume intravaskuler akan merangsang sekresi AVP. AVP
kemudian terikat pada pada sebuah reseptor yaitu AVPR2, ditubulus ginjal melalui
pengaktifan adenilat siklase dan peningkatan turunan siklikadenosin monofosfat
(cAMP). Kerja ini, akhirnya meningkatkan permeabilitas epitel duktus kolingentes
ginjal terhadap air. Selain itu Vasopresin mengatur saluran air, melalui aquaporin
(AqP2), tempat air direabsorsi. Akibatnya, konsentrasi urine meningkat dan
osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan
dengan batas yang sempit yaitu antara 280 dan 296 mOsm/kg H2O. Dengan fungsi
ginjal yang normal, konsentrasi maksimal ginjal berkaitan dengan osmolalitas urin
yaitu 1200 mOsm/kg H2O.
Gangguan sekresi AVP termasuk diabetes insipidus (DI). Pada pasien DI,
gangguan ini dapat terjadi akibat destruksi nucleus hipotalamik yaitu tempat
Vasopresin di sintesis (DI sentral) atau sebagai akibat tidak responsivenya tuulus
ginjal terhadap Vasopresin (DI nefrogenik) walaupun kadar hormone ini sangat
tinggi.
Ada beberapa keadaan yang dapat mengakibatkan diabetes insipidus,
termasuk tumor-tumor pada hipotalamus, tumor-tumor besar hipofisis yang meluas
ke luar tursika dan menghancurkan nucleus hipotalamik, trauma kepala, cedera
hipotalamus pada saat operasi, oklusi pembuluh darah intraserebral, dan penyakit-
penyakit granulomatosa. Pada banyak kasus, lesi tidak terdeteksi melalui
pemeriksaan radiologi yang ada. DI nefrogenik dapat diturunkan melalui mutasi
dalam reseptor vasopressin atau dalam AqP2, saluran air, dan keadaan ini muncul
pada anak-anak yang usianya kurang dari 2 tahun. Sedangkan pada orang dewasa,
DI nefrogenik timbul pada berbagai penyakit ginjal dan penyakit sistemik yang
juga menyerang ginjal, termasuk juga myeloma multiple. Anemia sel sabit,
hiperkalsemia, dan hipokalemia. Terapi litium untuk gangguan bipolar dapat juga
menyebabkan tidak adanya respon terhadap vasopressin.
Pasien dengan DI mengalami polidipsia dan poliuria dengan volume urine
antara 5 hingga 10 L/hari. Kehilangan cairan yang banyak melalui ginjal ini dapat
dikompensasi dengan minum banyak cairan. Bila pasien tidak mampu
mempertahankan masukan air minum, pasien akan mengalami dehidrasi , berat
badannya menurun, kulit dan membrane mukosa menjadi kering.Karena meminum
banyak air untuk mempertahankan hidrasi tubuh, pasien akan mengeluh penuh
pada perut dan anoreksia. Rasa haus dan buang air kecil akan berlangsung terus
pada malam hari sehingga pasien akan merasa terganggu tidurnya karena harus
sering buang air kecil pada malam hari.
E. Penatalaksanaan medis
Pengobatan Diabetes Insipidus harus disesuaikan dengan gejala yang
ditimbulkan. Pada pasien DIS dengan mekanisme rasa haus yang utuh tidak
diperlukan terapi apa-apa selama gejala nocturia dan poliuria tidak mengganggu
tidur dan aktifitas sehari-hari. Tetapi pasien dengan gangguan pada pusat rasa haus,
diterapi dengan pengawasan yang ketat untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
Namun jika gejala itu sangat mengganggu kondisi pasien, dapat diberikan obat
Clorpropamide, clofibrate untuk merangsang sintesis ADH di hipotalamus.
Penatalaksanaan pada Diabetes Insipidus diberikan obat yang cara kerjanya
menyerupai ADH. Obat obatan yang paing sering digunakan adalah vasopresin
atau desmopressin asetat (dimodifikasi dari hormon antidiuretik) bisa diberikan
sebagai obat semprot hidung (secara nasal spray) beberapa kali sehari untuk
mempertahankan pengeluaran air kemih yang normal. Namun terlalu banyak
mengkonsumsi obat ini bisa menyebabkan penimbunan cairan, pembengkakan, dan
gangguan lainnya. Suntikan hormon antidiuretik diberikan kepada penderita yang
akan menjalani pembedahan atau penderita yang tidak sadarkan diri.
Pada DIN yang komplit biasanya diperlukan terapi hormone pengganti
(hormonal replacement). DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin)
merupakan obat piihan utama untuk DIN.
Selain terapi hormone pengganti dapat juga dipakai terapi adjuvant yang
secara fisiologis mengatur keseimbangan air dengan cara :
a. Mengurangi jumlah air ke tubuus distal dan collecting duct.
b. Memacu pelepasan ADH endogen.
c. Meningkatkan efek ADH endogen yang masih ada pada tubulus ginjal.
Obat-obatan adjuvant yang biasa dipakai adalah :
a. Diuretic Tiazid
b. Klorpopamid
c. Kofibrat
d. Karbamazepin
Tujuan terapi adalah untuk menajmin penggantian cairan yang adekuat,
mengganti vasopressin (yang biasanya merupakan program terapeutik jangka
panjang), dan untuk meneliti dan mengoreksi kondisi patologis intracranial yang
mendasari. Penyebab nefrogenik memerlukan penatalaksanaan yang berbeda.
Penggantian dengan vasopressin. Desmopresin (DDAVP), yaitu suatu
preparat sintetik vasopressin yang tidak memiliki efek vaskuler ADH alami,
merupakan preparat yang sangat berguna karena mempunyai durasi kerja yang
lebih lama dab efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan preparat
lain yang pernah digunakan untuk mengobati penyakit ini. Preparat ini diberikan
intranasal dengan menyemprotkan larutan obat kedalam hidung melalui pipa plastic
fleksibel tidak yang kerjanya singkat dan diabsorpsi lewat mukosa nasal ke dalam
darah. Jika kita menggunakan jalur intranasal dalam pemberian suatu obat,
observasi kondisi pasien unutk mengetahui adanya ranofaringitis kronis.
Bentuk terapi yang lain adalah penyuntikan intramuskuler ADH, yaitu
vasopresin tannat dalam minyak, yang dilakukan bila pemberian intranasal tidak
dimungkinkan. Preparat suntikan diberikan tiap 24 jam hingga 96 jam. Sebelum
digunakan botol obat suntik terlebih dahulu dihangatkan atau digucangkan dengan
kuat. Penyuntikan dilakukan pada malam hari agar mencapai hasil yang optimal.
Kram abdomen adalahefek samping dari obat ini.
Mempertahankan cairan. Klofibrat, yang merupakan preparat hipolipidemik,
ternyata memiliki efek antidiuretik pada penderita diabetes insipidus yang masih
sedikit mengalami vasopresin hipotalamik. Klorpropamid dan preparat tiazida juga
digunakan untuk penyakit yang ringan karena kedua prepart ini bekerja
menguatkan kerja vasopresin. Pasien yang menerima klorpropamid harus
diingatkan tentang efek hipoglikemik.
Penyebab nefrogenik. Jika diabetes insipidus tersebut disebabkan oleh
gangguan ginjal, terapi ini tidak akan efektif. Preparat tiazida, penurunan garam
yang ringan dan penyekat prostaglandin digunakan untuk mengobati bentuk
nefrogenik diabetes insipidus.
F. Pencegahan
Diabetes Insipidus diturunkan melalui gen yang mengatur hormon (defisiensi
arginin pada hormon AVP). Orang yang memiliki riwayat keluarga yang mengidap
diabetes harus mulai mengambil tindakan pencegahan pada tahap awal sehingga
ketika penyakit diabetes tipe 2 (insipidus) mulai berkembang dalam diri mereka
tidak akan terlalu berdampak kuat dalam keseluruhan kehidupannya.
Jadi, bisa dikatakan untuk mencegah/ menurunkan faktor resiko DI:
1. Olahraga teratur
2. Tidur yang cukup dan hindari stress
3. Kurangi makanan manis
4. Pola makan sehat (utamakan sayur) dan minum air yang cukup.
5. Kurangi makanan mengandung garam-garaman
6. Hindari obesitas.
7. Hindari minum-minuman keras seperti alcohol.
8. Hindari terrjadinya cidera kepala berat yang dapat menyebabkan trauma kepala.
G. Komplikasi
1. Dehidrasi berat dapat terjadi apabila jumah air yang diminum tidak adekuat.
Dehidrasi dapat menyebabkan:
Mulut menjadi kering
Kelemahan otot
Tekanan darah rendah (hipotensi)
natrium darah Ditinggikan (hipernatremia)
Sunken penampilan untuk mata Anda
Demam
Sakit kepala
Tingkat jantung cepat
Kehilangan Berat badan
2. Ketidakseimbangan elektrolit, yaitu hipenatremia dan hipokalemia. Keadaan
ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi tidak teratur dan dapat terjadi
gagal jantung kongestif.
Diabetes insipidus juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.
Elektrolit mineral dalam darah Anda - seperti natrium, kalium dan
kalsium - yang menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh
Anda. Ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan gejala, seperti:
Sakit kepala
Kelelahan
Lekas marah
Otot sakit
3. Intoksikasi air
Asupan cairan yang berlebihan di dipsogenic diabetes insipidus dapat
menyebabkan keracunan air, suatu kondisi yang menurunkan konsentrasi
natrium dalam darah,yang dapat merusak otak.
2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji
tekanan nadi, dan kondisi patologis.
Pulse rate
Respiratory rate
Suhu
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah ada riwayat trauma kepala,
pembedahan kepala, pemakaian obat phenotoin, lithium karbamat, infeksi
kranial, riwayat keluarga menderita kerusakan tubulus ginjal atau penyakit
yang sama.
d. Pengkajian Pola Gordon
1. persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
mengkaji pengetahuan klien mengenai penyakitnya.
Kaji upaya klien untuk mengatasi penyakitnya.
2. pola nutrisi metabolic
nafsu makan klien menurun.
Penurunan berat badan 20% dari berat badan ideal.
3. pola eliminasi
kaji frekuensi eliminasi urine klien
kaji karakteristik urine klien
klien mengalami poliuria (sering kencing)
klien mengeluh sering kencing pada malam hari (nokturia).
4. pola aktivitas dan latihan
kaji rasa nyeri/nafas pendek saat aktivitas/latihan
kaji keterbatasan aktivitas sehari-hari (keluhan lemah, letih sulit
bergerak)
kaji penurunan kekuatan otot
5. pola tidur dan istirahat
kaji pola tidur klien. Klien dengan diabetes insipidus mengalami
kencing terus menerus saat malam hari sehingga mengganggu pola
tidur/istirahat klien.
6. pola kognitif/perceptual
kaji fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan
masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
7. pola persepsi diri/konsep diri
kaji/tanyakan perasaan klien tentang dirinya saat sedang mengalami
sakit.
Kaji dampak sakit terhadap klien
Kaji keinginan klien untuk berubah (mis : melakukan diet sehat dan
latihan).
8. pola peran/hubungan
kaji peengaruh sakit yang diderita klien terhadap pekerjaannya
kaji keefektifan hubungan klien dengan orang terdekatnya.
9. pola seksualitas/reproduksi
kaji dampak sakit terhadap seksualitas.
Kaji perubahan perhatian terhadap aktivitas seksualitas.
10. pola koping/toleransi stress
kaji metode kopping yang digunakan klien untuk menghidari stress
system pendukung dalam mengatasi stress
11. pola nilai/kepercayaan
klien tetap melaksanakan keagamaan dengan tetap sembahyang tiap
ada kesempatan.
e. review of system
1. Pernafasan B1 (Breath)
Inspeksi : frekuensi nafas normal (20/menit), Bentuk dada simetris,
penggunaan otot bantu napas tidak tampak.
Perkusi : sonor/redup.
Palpasi : gerakan thorak simetris
Auskultasi : suara napas resonan, tidak ada bunyi yang menunjukkan
gangguan.
2. Kardiovaskuler B2 ( Blood)
Inspeksi : (-) peningkatan JVP,(-) tanda cyanosis
Perkusi : Perkusi untuk menentukan letak jantung (jantung pada batas
kanan di intercosta 6, atas intercosta 2, kiri intercosta 8, bawah intercosta
4/5) untuk mengetahui terjadinya kardiomegali.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada letak anatomi jantung.
Auskultasi : Irama jantung regular, tidak ada bunyi jantung tambahan,
TD : 90/60 mmHg,Nadi : Bradikardi
3. Persyarafan B3 ( Brain)
Pasien tidak mengalami Pusing, orientasi baik, tidak ada perubahan
pupil, kesadaran kompos metis dengan skala GCS = 15, reflek motorik
penilaian 6,reflek pada mata pada penilaian 4,reflek Verbal pada
penilaian 5.
4. Perkemihan B4 (Bladder)
Adanya penurunan pembentukan hormon ADH jadi intensitas untuk
berkemih semakin banyak untuk tiap harinya.Output yang berlebih
(frekuensi BAK ≥ 6x/hari) apalagi pada malam hari (nokturia).
5. Pencernaan B5 (Bowel)
Pada penurunan pembentukan hormon ADH ini juga menyababkan Klien
menjadi dehidrasi jadi sistem pencernaan juga terganggu. Pada Px diare
terjadinya peningkatan bising usus dan peristaltik usus yang
menyebabkan terganggunya absorbsi makanan akibatnya gangguan
metabolisme usus, sehingga menimbulkan gejala seperti rasa kram perut,
mual, muntah.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Klien tampak banyak minum, banyak buang air kecil, kulit kering dan
pucat, bayi sering menangis, tampak kurus karena penurunan berat badan
yang cepat, muntah, kegagalan pertumbuhan, membran mukosa dan kulit
kering.
2) Palpasi
Turgor kulit tidak elastis, membrane mukosa dan kulit kering, takikardia,
takipnea.
3) Auskultasi
Tekanan darah turun (hipotensi).
g. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang
Setelah dapat ditentukan bahwa poliuria yang terjadi adalah diuresis air murni,
maka langkah selanjutnya adalah untuk menentukan jenis penyakit yang
menyebabkannya. Untuk itu tersedia uji-uji coba berikut:
1) Hickey-Hare atau Carter-Robbins test
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang normal
akan menurunkan jumlah urine, sedangkan pada Diabetes Insipidus urine
akan menetap atau bertambah.
Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya jumlah urine pada pasien
DIS dan menetapnya jumlah urine pada pasien DIN.
Kekurangan pada pengujuian ini adalah:
a. Pada sebagian orang normal, pembebanan larutan garam akan
menyebabkan terjadinya diuresis solute yang akan mengaburkan
efek ADH.
b. Interpretasi pengujicobaan ini adalah all or none sehingga tidak
dapat membedakan defect partial atau komplit.
2) Fluid deprivation
a. Tes deprivasi cairan dilakukan dengan cara menghentikan
pemberian cairan selama 8 hingga 12 jam atau sampai terjadi
penurunan berat badan sebesar 3% hingga 5%. Kemudian ditimbang
BBnya, diperiksa volume dan berat jenis atau osmolalitas urine
pertama. Pada saat ini diambil sample plasma untuk mengukur
osmolalitasnya.
b. Pasien diminta BAK sesering mungkin paling sedikit setiap jam.
c. Pasien ditimbang tiap jam apabia diuresis lebih dari 300ml/jam, atau
setiap 3 jam sekali bia diuresis kurang dari 300ml/jam.
d. Setiap sample urine sebaiknya diperiksa osmoalitasnya dalam
keadaan segar atau kalau hal itu tidak mungkin dilakukan semua
sample harus disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta
disimpan dalam lemari es.
e. Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4%
tergantung mana yang lebih dahulu.
3) Uji nikotin
Nicotine langsung merangsang sel hipotalamus yang memproduksi
vasopressin. Obat yang dipakai ialah nicotine salicylate secara intra vena.
Efek samping yang dapat ditimbulkan ialah mual dan muntah. Penialaian
tes ini sama seperti pada Hickey-Hare test. (Abdoerachman,dkk, 1974, hal :
292-293)
4) Uji vasopressin
Dilakukan bersama dengan pengukuran osmolalitas plasma serta urin; uji
coba dengan menggunakan desmopresin (vasopressin sintetik); dan
pemberian infus larutan salin hipertonis.
B. Diagnosa
Kekurangan volume cairan berhubungan keluaran cairan aktif haluaran urine
yang berlebihan sekunder akibat diabetes insipidus (ketidakadekuatan hormone
diuretic) ditandai dengan haluaran urin berlebih (4-30 liter/hari), klien sering
berkemih, haus, kulit/membrane mukosa kering, penurunan berat badan.
Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan permeabilitas
tubulus ginjal, ditandai dengan poliuri dan nokturia.
Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
ditandai dengan pengungkapan masalah.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun akibat poliuri,
nokturia, dan polidipsi, ditandai dengan klien sering terbangun waktu malam
akibat ingin berkemih dan ingin minum.
C. Rencana Keperawatan
NoDiagnosa
keperawatanTujuan / Out come Intervensi Rasional
1 Kekurangan volume
cairan berhubungan
keluaran cairan aktif
haluaran urine yang
berlebihan sekunder
akibat diabetes
insipidus
(ketidakadekuatan
hormone diuretic)
ditandai dengan
haluaran urin berlebih
(4-30 liter/hari), klien
sering berkemih,
haus, kulit/membrane
mukosa kering,
penurunan berat
badan.
Setelah diberikan askep selama … x
24 jam, diharapkan kekurangan
volume cairan teratasi, dengan
kriteria hasil:
Fluid Balance
- TTV dalam batas normal/ not
compromised (skala 5). (Nadi:
bayi 120-160x/mnt, toddler 90-
140x/mnt, prasekolah 80-110
x/mnt, sekolah 75-100x/mnt,
remaja 60-90x/mnt; RR: bayi 35-
40 x/mnt, toddler 25-32x/mnt,
anak-anak 20-30 x/mnt, remaja
16-19 x/mnt; TD: bayi 85/54
mmHg, toddler 95/65 mmHg,
sekolah 105-165 mmHg, remaja
110/65 mmHg; suhu : Suhu tubuh
36-37,5°C)
Fluid management
- Kaji dan Pantau TTV dan catat adanya
jika ada perubahan
- Berikan cairan sesuai kebutuhan.
- Catat intake dan output cairan.
- Monitor dan Timbang berat badan
setiap hari.
- Monitor status hidrasi (suhu tubuh,
kelembaban membran mukosa, warna
kulit).
- Adanya perubahan TTV
menggambarkan status
dehidrasi klien. Hipovolemia
dapat dimanifestasikan oleh
hipotensi dan takikardia.
Perkiraan berat ringannya
hipovolemia dapat dibuat ketika
tekanan darah sistolik pasien
turun lebih dari 10 mmHg dari
posisi berbaring ke posisi
duduk/berdiri.
- Memenuhi kebutuhan cairan
dalam tubuh.
- Memberikan hasil pengkajian
yang terbaik dari status cairan
yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan
- Intake dan output dalam 24 jam
seimbang .
- Kulit/membran mukosa klien
lembab .
- BB klien tetap/tidak terjadi
penurunan berat badan
- Turgor kulit pasien normal (<3
detik)
- Membran Mukosa klien tidak
tampak kering
cairan pengganti
- Mengetahui berapa cairan yang
hilang dalam tubuh
- Mengetahui tingkat dehidrasi.
2 Gangguan eliminasi
urine berhubungan
dengan penurunan
permeabilitas tubulus
ginjal, ditandai
dengan poliuri dan
nokturia.
Setelah diberikan askep selama … x
24 jam, diharapkan gangguan
eliminasi urin teratasi, dengan
kriteria hasil:
Urinary Elimination
- Karakteristik urine meliputi
warna, berat jenis, jumlah, bau
normal.
- Tidak terjadi nocturia.
- Pola eliminasi normal.
Urinary elimination management
- monitor dan kaji karakteristik urine
meliputi frekuensi, konsistensi, bau,
volume dan warna.
- Batasi pemberian cairan sesuai
kebutuhan.
- Catat waktu terakhir klien eliminasi
urin.
- Instruksikan klien/keluarga untuk
mencatat output urine klien.
- Mengetahui sejauh mana
perkembangan fungsi ginjal dan
untuk mengetahui normal atau
tidaknya urine klien.
- Mengurangi pengeluaran cairan
berupa urine terutama saat
malam hari.
- Mengidentifikasikan fungsi
kandung kemih, fungsi ginjal,
dan keseimbangan cairan.
- Pasien mampu mengosongkan
kandung kemihnya
3 Defisiensi
pengetahuan
berhubungan dengan
kurangnya paparan
informasi ditandai
dengan
pengungkapan
masalah.
Setelah diberikan askep selama … x
24 jam, diharapkan pengetahuan
klien bertambah dengan kriteria
hasil:
Knowledge:Disease Process
- Klien dan keluarga mengetahui
definisi diabetes insipidus.
- Klien dan keluarga mengetahui
factor penyebab diabetes
insipidus.
- Klien dan keluarga mengetahui
tanda dan gejala awal diabetes
insipidus.
- Klien dan keluarga mengetahui
terapi pengobatan yang diberikan
pada klien dengan penyakit
diabetes insipidus.
Teaching-disease process
- kaji pengetahuan awal klien mengenai
penyakitnya.
- Jelaskan patofisologi penyakitnya dan
bagaimana itu bisa berpengaruh
terhadap bentuk dan fungsi tubuh.
- Deskripsikan tanda dan gejala penyakit
yang diderita klien.
- Diskusikan terapi pengobatan yang
diberikan kepada klien.
- Diskusikan perubahan gaya hidup yang
dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi dan atau mengontrol proses
penyakit tersebut.
- Mengetahui sejauh mana
pengetahuan klien tentang
penyakitnya.
- Klien mengetahui penyebab
perubahan fisiologis pada
tubuhnya.
- Klien dan keluarga dapat
mengetahui tanda dan gejala
penyakitnya sehingga dapat
mengetahui jikalau salah satu
keluarga klien mengalami
salah satu gejala dari penyakit
tersebut.
- Klien dan kelurga mengetahui
terapi yang dijalani untuk
penyembuhan penyakit
tersebut.
- Mencegah terjadinya
komplikasi dari penyakit
tersebut.
4 Gangguan pola tidur
berhubungan dengan
sering terbangun
akibat poliuri,
nokturia, dan
polidipsi, ditandai
dengan klien sering
terbangun waktu
malam akibat ingin
berkemih dan ingin
minum.
Setelah diberikan askep selama … x
24 jam, diharapkan pola tidur klien
terkontrol, dengan kriteria hasil:
Sleep
- TTV klien dalam batas normal
(Nadi: bayi 120-160x/mnt, toddler
90-140x/mnt, prasekolah 80-110
x/mnt, sekolah 75-100x/mnt,
remaja 60-90x/mnt; RR: bayi 35-
40 x/mnt, toddler 25-32x/mnt,
anak-anak 20-30 x/mnt, remaja
16-19 x/mnt; TD: bayi 85/54
mmHg, toddler 95/65 mmHg,
sekolah 105-165 mmHg, remaja
110/65 mmHg; suhu : Suhu tubuh
36-37,5°C)
- klien tidak sering terbangun di
malam hari akibat ingin berkemih
dan ingin minum.
Sleep Enhancement
- Kaji dan Pantau TTV dan catat adanya
jika ada perubahan
- Jika berkemih malam mengganggu,
batasi asupan cairan waktu malam dan
berkemih sebelum tidur.
- Anjurkan keluarga klien untuk
memberi klien rutinitas relaksasi untuk
persiapan tidur.
- Terganggunya pola tidur klien
dapat mangakibatkan
meningkatnya risiko hipotensi
atau TTV dalam batas yang
tidak normal.
- Meningkatkan kenyamanan
tidur pasien dan mencegah
terbangun di malam hari akibat
ingin berkemih.
- Dapat membantu klien untuk
cepat tertidur dan membuat
tidur lebih nyenyak sehingga
meminimalkan risiko
terbangun di malam hari.
- klien tidak mengalami kesulitan
untuk tertidur/tetap tidur.
D. Evaluasi
No.
DxDiagnosa Keperawatan Evaluasi
1 Kekurangan volume cairan berhubungan keluaran cairan
aktif haluaran urine yang berlebihan sekunder akibat
diabetes insipidus (ketidakadekuatan hormone diuretic)
ditandai dengan haluaran urin berlebih (4-30 liter/hari),
klien sering berkemih, haus, kulit/membrane mukosa
kering, penurunan berat badan.
S : klien mengatakan tidak begitu sering berkemih dan tidak begitu sering
haus.
O :
- Kulit/membran mukosa klien lembab
- BB klien tetap/tidak terjadi penurunan berat badan
- TTV dalam batas normal (Nadi: bayi 120-160x/mnt, toddler 90-140x/mnt,
prasekolah 80-110 x/mnt, sekolah 75-100x/mnt, remaja 60-90x/mnt; RR:
bayi 35-40 x/mnt, toddler 25-32x/mnt, anak-anak 20-30 x/mnt, remaja 16-
19 x/mnt; TD: bayi 85/54 mmHg, toddler 95/65 mmHg, sekolah 105-165
mmHg, remaja 110/65 mmHg; suhu : Suhu tubuh 36-37,5°C)
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Pertahankan kondisi klien dan lanjutkan intervensi
2 Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan
permeabilitas tubulus ginjal, ditandai dengan poliuri dan
nokturia.
S : klien mengatakan malam hari tidak sering berkemih.
O :
- Tidak terjadi poliuri.
- Tidak terjadi nocturia.
- Tidak sering berkemih.
A : tujuan tercapai sebagian
P : Pertahankan kondisi klien dan lanjutkan intervensi
3 Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
paparan informasi ditandai dengan pengungkapan masalah.
S : klien dan keluarga mengatakan mengerti tentang penyakit diabetes
insipidus.
O :
- Klien dan keluarga mampu menjabarkan tanda dan gejala diabetes
insipidus.
- Klien dan keluarga mampu mendeskripsikan pengertian diabetes
insipidus.
- Klien mampu menjelaskan gaya hidup sehat yang harus dijalani untuk
mencegh terjadinya komplikasi.
A : Tujuan tercapai dan masalah teratasi
P : Lanjutkan health promotion pada keluarga
4 Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun
akibat poliuri, nokturia, dan polidipsi, ditandai dengan
klien sering terbangun waktu malam akibat ingin berkemih
dan ingin minum.
S :
- klien mengatakan klien tidak sering terbangun di malam hari akibat ingin
berkemih dan ingin minum.
- klien mengatakan bahwa klien tidak mengalami kesulitan untuk
tertidur/tetap tidur.
O :
- TTV klien dalam batas normal
(Nadi: bayi 120-160x/mnt, toddler 90-140x/mnt, prasekolah 80-110 x/mnt,
sekolah 75-100x/mnt, remaja 60-90x/mnt; RR: bayi 35-40 x/mnt, toddler
25-32x/mnt, anak-anak 20-30 x/mnt, remaja 16-19 x/mnt; TD: bayi 85/54
mmHg, toddler 95/65 mmHg, sekolah 105-165 mmHg, remaja 110/65
mmHg; suhu : Suhu tubuh 36-37,5°C).
A : tujuan tercapai sebagian.
P : Pertahankan kondisi klien dan lanjutkan intervensi
3. Pendidikan kesehatan yang mungkin diberikan.
Ajarkan klien penerapan pola hidup yang sehat untuk menjaga kebugaran tubuh sekaligus untuk menjaga penyakit ini mengalami
komplikasi.
Anjurkan klien untuk makan makanan yang bergizi, minum air putih sesuai kebutuhan tubuh, dan berolahraga secara teratur setiap
hari.
Daftar Pustaka
Joanne McCloskey,dkk.2004.Nursing Intervention Classification (NIC).United States of
America:Mosby
Nanda Diagnosis Keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014.2012. Jakarta:EGC
Sue Moorhead,dkk. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). United States of
America: Mosby
Suzanne dan Brenda.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth.Jakarta : EGC
Sylvia dan Lorraine.2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC