Askep Diabetes Insipidus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

medis

Citation preview

  • 5/26/2018 Askep Diabetes Insipidus

    1/21

    (

    )

    . . .

  • 5/26/2018 Askep Diabetes Insipidus

    2/21

    . . . 2

    Anatomi Kelenjar Hipofisis Posterior dan mekanisme kerja Hormon

    Anti Diuretik

    Kelenjar hipofisis posterior, yang juga disebut neurohipfisis,

    terutama terdiri dari sel-sel seperti glia yang disebut pituisit. Pituisit ini

    tidak menyekresikan hormon; sel ini hanya bekerja sebagai struktur

    penunjang bagi banyak sekali serabut saraf terminal dan Ujung saraf

    terminal dari jaras saraf yang berasal dari nukleus supraoptik dan nukleus

    paraventrikular di hipotalamus. Jaras saraf ini berjalan menuju ke

    neurohipfisis melalui tangkai hipofisis (tangkai pituitary). Bagian akhir

    saraf ini merupakan kenop bulbosa yang mengandung banyak granula

    sekretorik. Bagian Ujung ini terletak pada permukaan kapiler, tempat

    granula tersebut menyekresikan 2 hormon hipofisis posterior : (1) hormon

    antidiuretik (ADH), juga disebut sebagai vasopressin, dan (2) oksitosin.

    Bila tangkai hipofisis dipotong di atas kelenjar hipofisis tetapi

    seluruh hipotalamusnya dibiarkan untuh, hormon hipofisis posterior akan

    terus disekresikan secara normal, sesudah mengalami penurunan sekresi

    sementara selama beberapa hari; kemudian hormon-hormon tersebut

    disekresikan oleh ujung serabut yang terpotong yang terletak di dalam

    hipotalamus dan bukan oleh bagian akhir saraf yang terletak di dalam

    kelenjar hipofisis posterior. Hal ini terjadi karena pada awalnya hormon

    disintesis di dalam badan sel nukleus supraoptik dan nukleus

    paraventrikular dan kemudian bergabung dengan protena pembawa yang

    disebut neurofisin akan diangkut ke Ujung saraf di dalam kelenjar hipofisis

    posterior, dan untuk dapat mencapai kelenjar itu dibutuhkan waktu

    beberapa hari.

    ADH dibentuk terutama di dalam nukleus supraoptik, sedangkan

    oksitosin dibentuk terutama di dalam nukleus paraventrikular. Masing-

    masing nukleus ini dapat mensintesis hormon kedua kira-kira seperenam

    dari hormon primernya. Bila hormon ADH ini tidak ada, maka tubulus dan

    duktus koligentes hampir tidak permeabel terhadap air, sehingga mencegah

  • 5/26/2018 Askep Diabetes Insipidus

    3/21

    . . . 3

    reabsorbsi air dalam jumlah yang signifikan dan karena itu mempermudah

    keluarnya air yang sangat banyak ke dalam urin, yang juga menyebabkan

    urin menjadi sangat encer. Sebaliknya, bila ada ADH, maka permeabilitas

    tubulus dan duktus koligentes terhadap air sangat meningkat dan

    menyebabkan sebagian besar air direabsorbsi sewaktu cairan tubulus

    melewati duktus koligentes, sehingga air yang disimpan dalam tubuh akan

    lebih banyak dan menghasilkan urin yang sangat pekat.

    Mekanisme yang tepat mengenai kerja ADH pada duktus untuk

    meningkatkan permeabilitas duktus koligentes hanya diketahui sebagian.

    Tanpa ADH, membran luminal sel epitel tubulus pada duktus koligentes

    hampir tidak permeabel terhadap air. Akan tetapi, di dalam membran sel,

    terdapat sejumlah besar vesikel khusus yang mempunyai pori-pori yang

    sangat permeabel terhadap air, yang disebut aquaporin. Bila ADH bekerja

    pada sel, ADH mula-mula akan bergabung dengan reseptor membran yang

    mengaktifkan adenilil siklase dan menyebabkan pembentukan cAMP di

    dalam sitoplasma sel tubulus. cAMP ini menyebabkan fosforilasi elemen di

    dalam vesikel khusus, yang kemudian menyebabkan vesikel masuk ke

    dalam membran sel apikal, sehingga menyediakan banyak daerah yang

    bersifat permeabel terhadap air. Semua proses ini terjadi dalam waktu 5

    sampai 10 menit. Kemudian, bila tidak ada ADH, seluruh proses berbalik

    dalam waktu 5 sampai 10 menit berikutnya. Jadi, proses ini secara

    sementara menyediakan banyak pori baru yang mempermudah difusi bebas

    air dari cairan tubulus melewati sel epitel tubulus dan masuk ke dalam

    cairan interstisial ginjal. Kemudian air diabsorbsi dari tubulus dan duktus

    koligentes dengan cara osmosis.

    Cara pengaturan sekresi ADH oleh konsentrasi osmotik cairan

    ekstrasel masih belum diketahui secara tepat. Namun, di suatu tempat di

    hipotalamus atau di dekat hipotalamus, terdapat reseptor neuron yang sudah

    dimodifikasi yang disebut osmoreseptor. Bila cairan ekstrasel menjadi

    terlalu pekat, cairan akan ditarik dengan cara osmosis keluar dari sel

    osmoreseptor, sehingga ukurannya berkurang dan menimbulkan sinyal

  • 5/26/2018 Askep Diabetes Insipidus

    4/21

    . . .

    saraf yang tepat di dalam hipotalamus agar menghasilkan sekresi ADH

    tambahan. Sebaliknya, bila cairan ekstrasel menjadi terlalu encer, air

    bergerak dengan cara osmosis ke arah yang berlawanan, yaitu masuk ke

    dalam sel, dan menurunkan sinyal untuk sekresi ADH. Walaupun beberapa

    peneliti meyakini letak osmoreseptor di dalam hipotalamus itu sendiri

    (bahkan mungkin di dalam nukleus supraoptik sendiri), peneliti lainnya

    meyakini bahwa osmoreseptor terletak di organum vaskulosum, suatu

    struktur kaya pembuluh darah yang terletak di ventrikel ketiga pada dinding

    anteroventralnya.

    Kerja ADH ginjal yang paling penting adalah meningkatkan

    permeabilitas air pada tubulus distal, tubulus koligentes,dan epitel duktus

    koligentes. Kerja ADH dalam ginjal meningkatkan proses utama yang

    terjadi dalam lengkung henle melalui dua mekanisme. Yang pertama yaitu

    aliran darah melalui vase recta di medula berkurang bila terdapat adh

    sehingga memperkecil pengurangan zat dalam intestinum. Yang kedua

    yaitu adh meningkatkan permeabilitas di ductus pengumpul dan tubulus

    ginjal sehingga makin banyak air yang berdifusi keluar untuk membentuk

    keseimbangan dengan cairan interstitial yang hiperosmotik Hal ini

    membantu tubuh untuk menyimpan air dalam keadaan seperti dehidrasi.

    Bila tidak ada ADH, permeabilitas tubulus distal dan duktus koligentes

    terhadap air menjadi rendah, menyebabkan ginjal mengeksrkresi sejumlah

    besar urin yang encer. Jadi, kerja ADH memegang peranan penting dalam

    mengontrol derajat pengenceran atau pemekatan urin.

    ADH berikatan dengan reseptor V2spesifik di bagian akhir tubulus

    distal, tubulus koligentes dan duktus koligentes, yang meningkatkan

    pembentukan cAMP dan mengaktivasi protein kinase. Kemudia kedua hal

    tersebut merangsang pergerakan suatu protein intrasel, yang disebut

    aquaporin-2 (AQP-2), ke sisi luminal membran sel.molekul-molekul AQP-

    2 berkelompok dan bergabung dengan membran sel melalui eksositosis

    untuk membentuk kanal air yang menyebabkan difusi air secara cepat

    melalui sel. Juga terdapat aquaporin lainnya, AQP-3 dam AQP-4. di sisi

  • 5/26/2018 Askep Diabetes Insipidus

    5/21

    . . .

    basolatera; dari membran sel yang menyediakan suatu jalur bagi air untuk

    keluar dari sel secara cepat, walaupun hal ini tidak diyakini diatur oleh

    ADH. Peningkatan kadar ADH secara kronis juga meningkatkan

    pembentukan AQP-2 di sel tubulus ginjal dengan merangsang transkripsi

    gen AQP-2. bila konsentrasi ADH menurun, molekul AQP-2 berpindah

    kembali ke sitoplasma sel, dengan demikian memindahkan kanal air dari

    membran luminal dan menurunkan permeabilitas air.

    Bila osmolaritas cairan tubuh meningkat di atas normal (yaitu, zat

    terlarut dalam cairan tubuh menjadi terlalu pekat), kelenjar hipofisis

    posterior akan menyekresi lebih banyak ADH, yang meningkatkan

    permeabilitas tubulus distal dan tubulus koligentes terhadap air. Keadaan

    ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi air dalam jumlah besar dan

    penurunan volume urin, tetapi tidak mengubah kecepatan ekskresi zat

    terlarut oleh ginjal secara nyata.

    Bila terdapat kelebihan air di dalam tubuh dan osmolaritas cairan

    extrasel menurun, sekresi ADH oleh hipofisis posterior akan menurun.

    Oleh sebab itu, permeabilitas tubulus distal dan tubulus koligentes terhadap

    air akan menurun, yang menghasilkan sejumlah besar urin encer. Jadi,

    kecepatan sekresi ADH sangat menentukan encer atau pekatnya urin yang

    akan dikeluarkan oleh ginjal. (Adler, 2010)

    Diabetes Insipidus

    Definisi

    Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan,

    penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat

    mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga

    mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air.Kebanyakan

    kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan kasus yang idiopatik

    yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis

    kelamin.(Khaidir Muhaj, 2009).

    Diabetes insipidus (DI) merupakan kelainan di mana terjadi

    peningkatan output urin abnormal, asupan cairan dan sering haus. Ini

  • 5/26/2018 Askep Diabetes Insipidus

    6/21

    . . .

    menyebabkan gejala seperti frekuensi kemih, nokturia (sering

    terbangun di malam hari untuk buang air kecil) dan enuresis (buang air

    kecil disengaja selama tidur atau "ngompol") Urin output.ditingkatkan

    karena tidak terkonsentrasi biasanya,. Akibatnya bukannya warna

    kuning, urin yang pucat, tidak berwarna atau berair tampilan dan

    konsentrasi diukur (osmolalitas atau berat jenis) rendah.(Zulkifli,

    2007).

    Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat

    kekurangan hormon antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang

    berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih yang

    sangat encer (poliuri).Diabetes insipidus terjadi akibat penurunan

    pembentukan hormon antidiuretik (vasopresin), yaitu hormon yang

    secara alami mencegah pembentukan air kemih yang terlalu banyak.

    Hormon ini unik, karena dibuat di hipotalamus lalu disimpan dan

    dilepaskan ke dalam aliran darah oleh hipofisa posterior. Diabetes

    insipidus juga bisa terjadi jika kadar hormon antidiuretik normal tetapi

    ginjal tidak memberikan respon yang normal terhadap hormon ini

    (keadaan ini disebut diabetes insipidus nefrogenik). (Brunner

    Suddarth, 2007).

    Diabetes inspidius merupakan suatu penyakit yang ditandai

    dengan poliuria dan polidipsia yang disebabkan oleh defisiensi ADH.

    Biasanya terjadi akibat trauma atau tumor yang mengenai

    hipofisisposterior dan merupakan idiopatik ( hamcock,1999 ).

    Diabetes insipidus di tandai dengan kurangnya ADH sekunder

    terhadap lesi yang menghancurkan hipotalamus, stalk hipofise, atau

    hipofise posterior. Kondisi ini dapat disebabkan oleh tumor, infeksi

    otak atau meningen, hemoragi intracranial, atau trauma yang mengenai

    tulang bagian dasar tengkorak.

    Etiologi Diabetes Insipidus

    Berikut ini adalah beberapa penyabab terjadinya diabetes

    insipidus (Batticaca, 2008):

  • 5/26/2018 Askep Diabetes Insipidus

    7/21

    . . .

    1. Diabetes Insipidus Central atau Neurogenik.

    Adanya masalah di bagian hipotalamus (nucleus supraoptik,

    paraventikular, dan filiformis hipotalamus) yang mana sebagai tempat

    pembuatan ADH/ vasopresin, menyebabkan terjadi penurunan dari

    produksi hormon ADH.Kelainan hipotalamus dan kelenjar pituitari

    posterior karena familial atau idiopatik, disebut Diabetes Insipidus

    Primer. Kerusakan kelenjar karena tumor pada area hipotalamus

    pituitary, trauma, proses infeksi, gangguan aliran darah, tumor

    metastase dari mamae atau paru disebut Diabetes Insipidus Sekunder.

    Pengaruh obat yang dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH

    seperti phenitoin, alkohol, lithium carbonat.

    2. Diabetes insipidus Nephrogenik

    Ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik

    sehingga ginjal terus-menerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih

    yang encer.Pada diabetes insipidus lainnya, kelenjar hipofisa gagal

    menghasilkan hormon antidiuretik. Diabetes Insipidus Nefrogenik dapat

    disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

    a. Penyakit ginjal kronik: ginjal polikistik, medullary cystic disease,pielonefretis, obstruksi ureteral, gagal ginjal lanjut.

    b. Gangguang elektrolit: Hipokalemia, hiperkalsemia.c. Obat-obatan: litium, demoksiklin, asetoheksamid, tolazamid,

    glikurid, propoksifen.

    d. Penyakit sickle cellManifestasi Klinis Diabetes Insipidus

    Diabetes inspisidus mempunyai beberapa gejala klinis yaitu

    (Batticaca, 2008) :

    a. Poliuria: urin yang dikeluarkan mencapai 20 L.b. Polidipsia karena rasa haus yang berlebihan.c. Berat jenis urine sangat rendah 1001-1005d. Peningkatan osmolaritas serum > 300 m. Osm/kge.

    Penurunan osmolaritas urine < 50-200m. Osm/kg

  • 5/26/2018 Askep Diabetes Insipidus

    8/21

    . . .

    Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria

    dan polidipsia. Jumlah produksi urin maupun cairan yang diminum

    per 24 jam sangat banyak. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya

    tidak terdapat gejala-gejala lain, kecuali bahaya baru yang timbul

    akibat dehidrasi yang dan peningkatan konsentrasi zat-zat terlarut

    yang timbul akibat gangguan rangsang haus.Diabetes insipidus dapat

    timbul secara perlahan maupun secara tiba-tiba pada segala usia.

    Seringkali satu-satunya gejala adalah rasa haus dan pengeluaran air

    kemih yang berlebihan. Sebagai kompensasi hilangnya cairan melalui

    air kemih, penderita bisa minum sejumlah besar cairan (3,8-38

    L/hari). Jika kompensasi ini tidak terpenuhi, maka dengan segera

    akan terjadi dehidrasi yang menyebabkan tekanan darah rendah dan

    syok. (Brunner Suddarth, 2007)

    Patofisiologi

    Vasopresin arginin merupakan suatu hormone antidieretik

    yang dibuat di nucleus supraoptik, paraventikular dan filiformis,

    bersama dengan peningkatnya yaitu neurofisin II.Vasopresin

    kemudian diangkut dari badan-badan sel neuron tempat pembuatnya,

    melalui akson menuju ke ujung-ujung saraf yang berada di kelenjar

    hipofisis posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya. Secara

    fisiologis, vasopressin dan neuropressin yang tidak aktif akan

    desekresikan bila ada rangsangan tertentu. Sekresi vasopressin di atur

    oleh rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan osmotic.

    Suatu peningkatan osmolaritas cairan ekstraseluler atau penurunan

    volume intraseluler akan merangsang sekresi vasopressin.

    Vassopresin kemudian meningkatkan permeabilitas epitel duktus

    pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu mekanisme yang

    melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP

    siklik.Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan osmolaritas serum

    menurun.

  • 5/26/2018 Askep Diabetes Insipidus

    9/21

    . . .

    Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan

    pengumpulan air pada duktus pengumpul ginjal karena berkurang

    permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria atau banyak

    kencing. Selain itu, peningkatan osmolaritas plasma akan merangsang

    pusat haus, dan sebaliknya penurunan osmolaritas plasma akan

    menekan pusat haus.

    Ambang rangsang osmotic pusat haus lebih tinggi

    dibandingkan dengan ambang rangsang sekresi vasopressin. Sehingga

    apabila osmolaritas plasma meningkat, maka tubuh akan

    mengatasinya dengan mensekresi vasopressin yang apabila masih

    meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi

    orang tersebut banyak minum.

    Diabetes inspidius hipofisis terjadi akibat kurangnya ADH.

    Penyebabnya bisa tumor hipofisis,trauma kapitis, ensefalitis,

    meningitis, hipofisektomi, atau pembedahan pada otak (bedah otak ).

    Diabetes inspidius nefrogenik merupakan salah satu diabetes

    inspidius yang diakibatkan oleh kegagalan tubula renal untuk member

    respon terhadapa ADH. Diabetes inspidius bisa transien ( sementara )

    atau permanen. Diabetes insipidus transien berkaitan dengan

    kehamilan yang disebabkanoleh terlalu banyak vasopresinase yang

    dikeluarkan plasenta.Vasopresinase ini dapat menetralisasi efek ADH.

    (Beradero,etc 2005).

    Kurangnnya ADH atau ginjal tidak mampu merespon ADH

    mengakibatkan tubula renal tidak bisa mereabsorpsi air yang

    diperlukan. Hilangnya banyak air melalui urin ( poliuria ) merangsang

    rasa haus( polidipsia ).apabila masalah ini menjadi kronis,bisa timbul

    perubahan pada ginjal,pelvis ginjal,dan vesika urinaria akibat volume

    urin yang banyak. (Beradero, etc 2005).

  • 5/26/2018 Askep Diabetes Insipidus

    10/21

    . . . 10

    WOC

    DIN : Adanya

    kerusakan pada

    tubulus ginjal

    DIS : Tumor hipofise, trauma kapitis,

    ensefalitis, meningitis, hipofisektomi,

    pembedahan pada otak

    Tubulus renal

    tidak bisa

    mereabsorpsi air

    Kegagalan

    tubulus renal

    memberikanrespon terhadap

    ADH

    ADH berkurang

    Tubulus ginjal

    tidak bisa

    merespon ADHyang berasal dari

    hipofisis posterior

    Diabetes insipidus

    Penurunan

    osmolaritas urinInformasi(-)

    Merangsang rasahaus

    Hilangnya banyak

    air melalui urine

    Poliuria

    PolidipsiaPergantian air

    yang tidak cukup

    Hiperosmolaritas

    di dlm serum

    Turgor kulit

    buruk

    ehidrasi

  • 5/26/2018 Askep Diabetes Insipidus

    11/21

    . . . 11

    Pemeriksaan Penunjang

    Pemeriksaan diagnostik pada diabetes insipidus yaitu :

    (Supriyanto, 2009)

    1. Laboratorium : darah, urinalisis fisis dan kimia.Jumlah irun biasanya didapatkan lebih dari 4 10 liter dan berat

    jenis bervariasi dari 1,001 1,005 (normal=1,003-1,03) dengan urin

    yang encer. Pada keadaan normal, osmolalitas plasma kurang dari 290

    mOsml/l dan osmolalitas urine 300-450 mOsml/l. urin pucat atau

    jernih.Kadar natrium urine rendah. Pemeriksaan laboratorium

    menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam darah. Fungsi ginjal

    lainnya tampak normal.

    Test deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus

    dengan defisiensi ADH parsial dan juga untuk membedakan diabetes

    insipidus dengan polydipsia primer pada anak. Pemeriksaan harus

    dilekukan pagi hari. Hitung BB anak dan periksa kadar osmolalitas

    plasma maupum urin tiap 2 jam. Pada individu normal, osmolalitas akan

    naik(

  • 5/26/2018 Askep Diabetes Insipidus

    12/21

    . . . 12

    4. MRIMRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes

    insipidus.Gambaran dengan T1 dapat membedakan kelenjar pituitary

    anterior dan posterior dengan isyarat hiperintense atau yang disebut titik

    terang/ isyarat terang.Titik terang muncul pada MRI kebanyakan

    penderita normal namun tidak tampak pada penderita dengan lesi jaras

    hipotalamik-neurohipofise.Penderita dengan diabetes insipidus autosom

    dominan, titik terang biasanya muncul, mungkin disebabkan oleh

    akumulasi mutan kompleks AVP-NP II. Menebalnya tangkai kelenjar

    pituitary dapat terlihat dengan MRI penderita dengan diabetes insipidus

    dan histiositosis Langerhans(LCH)/ infiltrasi limfosit. Pada beberapa

    abnormalitas MRI dapat dideteksi bahkan sebelum bukti klinis LCH lain

    ada.

    Penatalaksanaan

    a. Manajemen kolaboratifObat pilihan untuk klien diabetes inspidius adalah

    vasopressin.Diabetes insipidus transien akibat trauma kapitis atau bedah

    transfenoidal juga diberi obat vasopresin5-10 IU intramuscular (IM)

    atau subkutan.Vasopressin mempunyai efek antidiuretik.

    Pengobatan yang lazim dipakai untuk pasien dengan diabetes

    insipidusnefrogenik adalah diet rendah natrium,rendah protein, dan obat

    diuretic (Thiaside ). Diet yang rendah garam dengan obet diuretic

    diharapkan dapat mengurangi sedikit pengurangan volume

    cairan.Sedikit pengurangan volume cairan dapat meningkatkan

    rebsorpsi natrium klorida dan air pada tubulla renal sehingga sedikit air

    yang diekskresikan.

    Diuretic dapat meningkatkan osmolalitas pada ruang interstistial

    medular sehingga lebih banyak air yang diabsorpsi dalam tubulus

    koligentes. Terapi lain yang diberikan untuk diabetes inspidius

    nefrogenik adalah pemberian obat anti inflamasi nonsteroid. Obat ini

  • 5/26/2018 Askep Diabetes Insipidus

    13/21

    . . . 13

    mencegah produksi prostaglandin oleh ginjaldan bisa menambah

    kemampuan ginjal untuk mengonsentrasi urin.

    Apabila pasien menunjukkan tanda hipernatremia disertai

    dengan tanda-tanda SSP misalntua letargi,disorientasi, hipertermia,

    pasien dapat diberikan dekstrosa dalam air atau minum air biasa kalau

    ia bisa minum. Penggantian air yang hilang dilakukan dalam 48 jam

    dengan hati-hati karena bisa menyebabkan edema serebral dan

    kematian. (Beradero, etc 2005).

    b. Manajemen keperawatanFokus intervensi keperawatan adalah mempertahankan

    keseimbangan cairandan elektrolit, istirahat, dan penyuluhan mengenai

    (Beradero, etc 2005):

    1) pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolita) Pantau asupan dan haluaran, berat badan setiap hari, berat jenis

    urin, tanda vital ( ortostatik ), turgor kulit, status neurologis

    setiap 1-2 jamselama fase akut, kemudian setiap 4-8 jam sampai

    pasien pulang.

    b) Harus ada air yang selalu siap diminum oleh pasien.letakkan airdekat dengan pasien.

    2) Beri cukup waktu untuk istirahat. Pasien sering terganggu tidurnyakarena poliuri dan nokturia.

    3) Penyuluhan pasien :a) Uji diagnostic: tujuan, prosedur, dan pemantauan yang

    diperlukan.

    b) Obat: manajemen mandiri, cara pemakaian, dosis, frekuensi,serta efek samping. (Elis Setyawati, 2011)

  • 5/26/2018 Askep Diabetes Insipidus

    14/21

    . . . 1

    ASUHAN KEPERAWATAN

    Pengkajian

    A. Anamnesis1. Indentitas

    Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,

    agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin,

    status perkawinan, dan penanggung biaya.

    2. Keluhan utamaBiasanya pasien merasa haus, pengeluaran air kemih yang berlebihan,

    sering keram dan lemas jika minum tidak banyak.

    3. Riwayat penyakit saat iniPasien mengalami poliuria, polidipsia, nocturia, kelelahan, konstipasi.

    4. Riwayat penyakit dahuluKlien pernah mengalami Cidera otak, tumor, tuberculosis,

    aneurisma/penghambatan arteri menuju otak, hipotalamus mengalami

    kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit hormone

    antidiuretik, kelenjar hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik

    kedalam aliran darah, kerusakan hipotalamus/kelenjar hipofisa akibat

    pembedahan dan beberapa bentuk ensefalitis, meningitis.

    5. Riwayat penyakit keluargaAdakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin

    ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat

    keluarga dengan diabetes insipidus.

    6. Pengkajian psiko-sosio-spiritualPerubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental,

    kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan

    hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya

    perubahan peran.

    B. Pemeriksaan Persistem1.

    Pernafasan B1 (breath)

  • 5/26/2018 Askep Diabetes Insipidus

    15/21

    . . . 1

    RR normal (20x/menit), tidak ada sesak nafas, tidak ada batuk pilek,

    tidak memiliki riwayat asma dan suara nafas normal.

    2. Kardiovaskular B2 (blood)Tekanan darah rendah ( N=120/70 mmHg), takikardi (N=60-100

    x/menit), suhu badan normal (36,5oC), suara jantung vesikuler.

    Perfusi perifer baik, turgor kulit buruk, intake 2500 cc/hr, output=

    3000 cc/hr, IWL = 500 cc/hr, klien tampak gelisah.

    3. Persyarafan B3 (brain)Kadang pasien merasa pusing, bentuk kepala simetris, GCS= 4 5 6,

    pupil normal, orientasi tempat-waktu-orang baik, reflek bicara baik,

    pendengaran baik, penglihatan baik, penghidu baik.

    4. Perkemihan B4 (bladder)Poliuria, urin sangat sangat encer ( 4- 30 liter ), tidak ada perubahan

    pola eliminasi, pasien mengeluh haus.

    5. Pencernaan B5 (bowel)Nafsu makan baik, tidak mual dan muntah, serta BAB 2 x/hr pagi dan

    sore. konstipasi

    6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)Kulit bersih, turgor kulit buruk, muncul keringat dingin dan lembab,

    tidak ada nyeri otot dan persendian, cepat lelah.

    C. Pemeriksaan Diagnostik1. Gula darah acak didapatkan 160 mg/dl (gula darah acak normal 120-

    140 m/dl)

    2. Water Deprivation Test guna untuk menurunkan frekuensi yangberlebih.

    3. Osmolalitas urin 50-150 mosmol/L (normal= 300-450 mosmol/L).4. Osmolalitas plasma >295 mosmol/L (normal

  • 5/26/2018 Askep Diabetes Insipidus

    16/21

    . . . 1

    9. SGOT: 38 U/L. (normal 0 - 25 IU/L)10.SGPT: 18 U/L. (normal 0 - 25 IU/L)

    Analisa Data

    No Data Etiologi Masalah Keperawatan

    1. a. Data Subjektif :pasien mengatakan

    haus, badan terasa

    lesu.sering kencing

    (polyuria)

    b. Data Objektif:intake=

  • 5/26/2018 Askep Diabetes Insipidus

    17/21

    . . . 1

    1. Defisit volume cairandalam tubuhberhubungan dengan ekskresi yangmeningkat dan intake cairan yang tidak adekuat.

    2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenaiproses penyakit, pengobatan dan perawatan diri.

    Intervensi Keperawatan

    1. Defisit volume cairandalam tubuhberhubungan dengan ekskresi yangmeningkat dan intake cairan yang tidak adekuat.

    Tujuan : Menyeimbangkan masukan dan pengeluaran cairan.

    Kriteria Hasil : Tidak ada tanda dehidrasi (turgor kulit baik,

    mata tidak cowong).

    TTV dalam batas normal (TD=120/70mmHg,

    N=60-100x/menit, RR=20x/menit, S=37C).

    No Intervensi Rasional

    1. Kaji pola berkemih seperti

    frekuensi dan jumlahnya.

    Bandingkan keluaran urin

    dan masukkan cairan.

    Mengidentifikasi fungsi

    kandung kemih (missal :

    pengosongan kandung

    kemih, fundsi ginjal dan

    keseimbangan cairan).

    2. Kaji tanda-tanda vital Mengetahui keadaan umum

    pasien.

    3. Observasi tanda-tanda

    dehidrasi, seperti turgor kulit

    buruk, mukosa mulut kering,

    mata cowong.

    Untuk mengidentifikasi

    tanda-tanda dehidrasi

    4. Monitor intake dan output Untuk melihat keseimbangan

    cairan

    5. Palpasi adanya distensi

    kandung kemih dan observasi

    pengeluaran cairan.

    Disfungsi kandung kemih

    atau merilekskan sfingter

    urinarus.

    6. Anjurkan pasien untuk Membantu mempertahankan

  • 5/26/2018 Askep Diabetes Insipidus

    18/21

    . . . 1

    minum / masukan cairan 2-4

    liter/hari, dan terapi cairan

    sesuai dengang kebutuhan

    tubuh/indikasi.

    fungsi ginjal, mencegah

    infeksi dan pembentukkan

    batu.

    7. Bersihkan daerah perineum

    dan jaga agar tetap kering.

    Menurunkan resiko

    terjadinya iritasi kulit.

    8. Berikan pengobatan sesuai

    indikasi. Seperti vitamin dan

    atau antiseptic urinarius serta

    terapi pemberian ADH.

    Mempertahakan lingkungan

    asam dan menghambat

    pertumbuhan bakteri.

    2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenaiproses penyakit, pengobatan dan perawatan diri.

    Tujuan: Memberi pemahaman kepada pasien terhadap penyakit pasien

    Kriteria Hasil: Klien mengatakan mengetahui tentang penyakit,

    pengobatan pada gejala-gejala yang timbul danmengikuti instrukasi

    yang diberikan secara akurat.

    No. Intevensi Rasional

    1. Jelaskan tentang penyakit

    yang di derita klien.

    Memberi pemahaman kepada

    pasien

    2. Berikan pendidikan

    kesehatan tentang nama obat,

    dosis, waktu dan cara

    pemakian, efek samping,

    cara mengukur intake output.

    Ajarkan pasien untuk

    menghindari minum kopi,

    teh dll..

    Memberi pemahaman kepada

    pasien

    3. Jelaskan pentingnya tindak

    lanjut rawat jalan yang

    teratur.

    Agar pasien tahu

    pentingnyapemantauan

    penyakit

  • 5/26/2018 Askep Diabetes Insipidus

    19/21

    . . . 1

  • 5/26/2018 Askep Diabetes Insipidus

    20/21

    . . . 20

    PENUTUP

    Kesimpulan

    Diabetes inspidius merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan

    poliuria dan polidipsia yang disebabkan oleh defisiensi ADH. Biasanya terjadi

    akibat trauma atau tumor yang mengenai hipofisisposterior dan merupakan

    idiopatik ( hamcock,1999 ).

    Diabetes insipidus di tandai dengan kurangnya ADH sekunder terhadap

    lesi yang menghancurkan hipotalamus, stalk hipofise, atau hipofise posterior.

    Kondisi ini dapat disebabkan oleh tumor, infeksi otak atau meningen,

    hemoragi intracranial, atau trauma yang mengenai tulang bagian dasar

    tengkorak.

    Diabetes insipidus dapat terjadi dari beberapa penyabab yaitu Diabetes

    insipidus Central atau Neurogenik dan Diabetes Insipidus Nephrogenik. .

    Diabetes insipidus dapat timbul secara perlahan maupun secara tiba-tiba pada

    segala usia. satu-satunya gejala adalah rasa haus dan pengeluaran air kemih

    yang berlebihan.Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria

    dan polidipsia. Pemeriksaan diagnostik pada diabetes insipidus yaitu

    Laboratorium : darah, urinalisis fisis dan kimia, Radioimunnoassay untuk

    vasopressin, rontgen cranium, MRI.

    Diabetes Insipidus dapat dilakukan beberapa penatalaksanaan yaituManajemen kolaboratif, manajemen keperawatan.

  • 5/26/2018 Askep Diabetes Insipidus

    21/21

    . . . 21

    DAFTAR PUSTAKA

    Batticaca, Fransisca B. 2008.Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Persarafan.

    Jakarta: Salemba Medika.

    Beradero, Mary, Mary Wilfrid Dayrit dan Yakobus Siswandi. 2005. Seri Asuhan

    Keperawatan Klien Gangguan Endokrin. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran

    EGC.

    Hidayti, Afiyah. 2009. Askep Diabetes Insipidus. http://afiyahhidayti.

    wordpress.com. Diakses tanggal 13 Maret 2012 pukul 04.29 WIB.

    Setyawati, Elis. 2011. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan System Endokrin

    (Diabetes Insipidus). http://elissetyawati.wordpress.com/. Diakses tanggal

    16 Maret 2012 pukul 11.01 WIB.

    Suddart & Bruner. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta: Penerbit

    Buku Kedokteran EGC.

    Taylor, Cynthia M, dan Sheila Sparks Ralph. 2003. Diagnosis Keperawatan

    dengan Rencana Asuhan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Thamrin, Zulkifli Ukki. 2007. Diabetes Insipidus. http://zulkiflithamrin.

    blogspot.com/2007/06/diabetes-insipidus.html. Diakses tanggal 16 Maret

    2012 pukul 11.46 WIB.

    Tjokronegoro, Arjatmo. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi

    Ketiga. Jakarta: Balia Penerbit FKUI

    Waspadji, Sarwono. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta: FKUI

    Sudoyo, Aru. 2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: FKUI