65
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Laporan ini kami susun untuk memenuhi tugas akhir dari berbagai rangkaian tutorial pertama dan kedua kami pada blok XV ‘Endokrin’ untuk skenario 2. Secara keseluruhan, kami melaporkan hasil yang kami peroleh pada step reporting, setelah belajar mandiri yang dilakukan oleh masing-masing anggota kelompok. Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungan, hingga terselesaikannya laporan ini. Terutama bagi tutor kami untuk skenario ini,dr. Lale Maulin Prihatna. Kami dari kelompok 3, menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan masukan serta saran yang membangun, demi penyempurnaan laporan-laporan kami selanjutnya. Mataram, 20 Desember 2015 Penyusun 1

LAPTUT Skenario 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laptut

Citation preview

Page 1: LAPTUT Skenario 2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan

segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan laporan ini tepat pada

waktunya.

Laporan ini kami susun untuk memenuhi tugas akhir dari berbagai rangkaian tutorial

pertama dan kedua kami pada blok XV ‘Endokrin’ untuk skenario 2. Secara keseluruhan, kami

melaporkan hasil yang kami peroleh pada step reporting, setelah belajar mandiri yang dilakukan

oleh masing-masing anggota kelompok.

Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan

serta dukungan, hingga terselesaikannya laporan ini. Terutama bagi tutor kami untuk skenario

ini,dr. Lale Maulin Prihatna.

Kami dari kelompok 3, menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan masukan serta saran yang

membangun, demi penyempurnaan laporan-laporan kami selanjutnya.

Mataram, 20 Desember 2015

Penyusun

1

Page 2: LAPTUT Skenario 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................1

DAFTAR ISI...........................................................................................................2

BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................3

1.1 Skenario............................................................................................................3

1.2 Learning Objective............................................................................................3

1.3 Mind Map..........................................................................................................4

BAB II. PEMBAHASAN.......................................................................................5

2.1. Obesitas ...........................................................................................................5

2.2. Diabetes Mellitus Tipe 1..………………………………………….…............18

2.3. Diabetes Mellitus Tipe 2...............…………….…………..………..............24

2.4. Komplikasi Akut Diabetes Mellitus ..........................................................32

2.5 Komplikasi Kronik dan Penyakit Penyerta Pada Diabetes............................36

2.7. Analisis Skenario....................................................................................42

BAB III. PENUTUP .....................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA...………………………………………………..…….........44

2

Page 3: LAPTUT Skenario 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Skenario

Kaki Ngereneng

Seorang Wanita 37 Tahun Datang Ke Praktek Dokter Umum Dengan Keluhan Tangan

Dan Kaki Kesemutan. Keluhan Dirasakan Sejak 1 Bulan Yang Lalu. Selain Itu Juga Pasien

Merasa Berat Badan Menurun Dalam 2 Bulan Terakhir. Pasien Juga Merasa Cepat Lelah, Mudah

Lapar Dan Sering Terbangun Untuk Kencing Di Malam Hari. Dari Pemeriksaan Fisik

Didapatkan Td 140/90 Mmgh, Bb 82 Kg, Tb 166 Cm. Riwayat Pekerjaan Bagian Pemasaran Di

Hotel. Dokter Melakukan Poct Glukosa Dengan Hasil 190 Mg/Dl. Dokter Kemudian

Menyarankan Untuk Melakukan Pemeriksaan Penunjang Dan Memberikan Edukasi Terkait

Penyakit Ini.

1.2 Learning Objective

1. Obesitas

2. Diabetes Mellitus Tipe 1

3. Diabetes Mellitus Tipe 2

4. Komplikasi Akut Diabetes Mellitus

5. Komplikasi Kronik Dan Penyakit Penyerta Pada Diabetes Mellitus

6. Analisis Skenario

3

Page 4: LAPTUT Skenario 2

1.3 Mind Map

4

Wanita, 37 tahun, keluhan tangan dan kaki kesemutan sejak 1 bulan, BB menurun, cepat lelah, mudah lapar dan sering kencing di malam hari.

Pemeriksaan Fisik: TD 140/90 mmhg, BB 82 Kg, TB 166 cm

Penatalaksanaan

Diagnosis

Pemeriksaan Penunjang

DD :

Diabetes mellitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe 1

Page 5: LAPTUT Skenario 2

BAB II

PEMBAHASAN

OBESITAS

Definisi

Kegemukan dan obesitas terjadi akibat asupan energi lebih tinggi daripada energi yang

dikeluarkan. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan sumber energi dan lemak

tinggi, sedangkan pengeluaran energi yang rendah disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik

dan sedentary life style.

Epidemiologi

Hasil RISKESDAS tahun 2010 menunjukkan prevalensi kegemukan dan obesitas pada anak

sekolah (6-12 tahun) sebesar 9,2%. Sebelas propinsi, seperti D.I. Aceh (11,6%), Sumatera Utara

(10,5%), Sumatera Selatan (11,4%), Riau (10,9%), Lampung (11,6%), Kepulauan Riau (9,7%),

DKI Jakarta (12,8%), Jawa Tengah (10,9%), Jawa Timur (12,4%), Sulawesi Tenggara (14,7%),

Papua Barat (14,4%) berada di atas prevalensi nasional.

Hasil penelitian di beberapa kota menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan

prevalensi kegemukan dan obesitas. Hasil penelitian di Yogyakarta menunjukkan adanya

peningkatan prevalensi hampir dua kali lipat dalam waktu lima tahun. Prevalensi kegemukan dan

obesitas pada anak sekolah di Yogyakarta pada tahun 1999 sebesar 8,0%, meningkat menjadi

12,3% pada tahun 2004.

5

Page 6: LAPTUT Skenario 2

Etiologi

Faktor yang menyebabkan obesitas secara langsung

a. Genetik

Yang dimaksud factor genetik adalah faktor keturunan yang berasal dari orang

tuanya. Pengaruh faktor tersebut sebenarnya belum terlalu jelas sebagai penyebab

kegemukan . Namun demikian, ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa factor

genetic merupakan factor penguat terjadinya kegemukan. Menurut penelitian , anak-anak

dari orang tua yang mempunyai berat badan normal ternyata mempunyai 10 % resiko

kegemukan. Bila salah satu orang tuanya menderita kegemukan , maka peluang itu

meningkat menjadi 40 – 50 %. Dan bila kedua orang tuanya menderita kegemukan maka

peluang factor keturunan menjadi 70–80%.

b. Hormonal

Pada wanita yang telah mengalami menopause, fungsi hormone tiroid didalam

tubuhnya akan menurun. Oleh karena itu kemampuan untuk menggunakan energi akan

berkurang. Terlebih lagi pada usia ini juga terjadi penurunan metabolisme basal tubuh,

sehingga mempunyai kecenderungan untuk meningkat berat badannya.

Selain hormon tiroid hormone insulin juga dapat menyebabkan kegemukan. Hal

ini dikarenakan hormone insulin mempunyai peranan dalam menyalurkan energi kedalam

sel-sel tubuh. Orang yang mengalami peningkatan hormone insulin, maka timbunan

lemak didalam tubuhnyapun akan meningkat. Hormon lainnya yang berpengaruh adalah

6

Page 7: LAPTUT Skenario 2

hormone leptin yang dihasilkan oleh kelenjar pituitary, sebab hormone ini berfungsi

sebagai pengatur metabolisme dan nafsu makan serta fungsi hipotalmus yang abnormal,

yang menyebabkan hiperfagia.

c. Obat-obatan

Saat ini sudah terdapat beberapa obat yang dapat merangsang pusat lapar didalam

tubuh. Dengan demikian orang yang mengkonsumsi obat-obatan tersebut, nafsu

makannya akan meningkat, apalagi jika dikonsumsi dalam waktu yang relative lama,

seperti dalam keadaan penyembuhan suatu penyakit, maka hal ini akan memicu

terjadinya kegemukan.

d. Asupan makan

Asupan makanan adalah banyaknya makanan yang dikonsumsi seseorang.

Asupan Energi yang berlebih secara kronis akan menimbulkan kenaikan berat badan,

berat badan lebih (over weight), dan obesitas. Makanan dengan kepadatan Energi yang

tinggi (banyak mengandung lemak dan gula yang ditambahkan dan kurang mengandung

serat) turut menyebabkan sebagian besar keseimbangan energi yang positip ini.

Perlu diyakini bahwa obesitas hanya mungkin terjadi jika terdapat kelebihan

makanan dalam tubuh, terutama bahan makanan sumber energi. Dan kelebihan makanan

itu sering tidak disadari oleh penderita obesitas.

Ada tiga hal yang mempengaruhi asupan makan, yaitu kebiasaan makan,

pengetahuan, dan ketersediaan makanan dalam keluarga. Kebiasaan makan berkaitan

dengan makanan menurut tradisi setempat, meliputi hal-hal bagaimana makanan

diperoleh, apa yang dipilih, bagaimana menyiapkan, siapa yang memakan, dan seberapa

banyak yang dimakan.

Ketersediaan pangan juga mempengaruhi asupan makan, semakin baik

ketersediaan pangan suatu keluarga, memungkinkan terpenuhinya seluruh kebutuhan zat

gizi. Ketersediaan pangan sangat dipengaruhi oleh pemberdayaan keluarga dan

pemanfaatan sumberdaya masyarakat. Sedangkan kedua hal tersebut sangat dipengaruhi

oleh tingkat pendidikan dan kemiskinan.

Kecukupan gizi menurut Recommended dietary Allowanie (RDA) adalah

banyaknya zat gizi yang harus terpenuhi dari makanan mencakup hampir semua orang

sehat. Kecukupan gizi dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktifitas, berat badan, tinggi

7

Page 8: LAPTUT Skenario 2

badan, genetic, dan keadaan hamil dan menyusui. Kecukupan gizi yang dianjurkan

berbeda dengan kebutuhan gizi.

Kebutuhan energi total untuk orang dewasa diperlukan untuk metabolisme basal,

aktivitas fisik, dan efek makanan atau pengaruh dinamik khusus (SDA). Kebutuhan

energi terbesar diperlukan untuk metabolisme basal.

Angka kecukupan protein (AKP) orang dewasa menurut hasil penelitian

keseimbangan nitrogen yaitu 0,75 gr/kg berat badan, berupa protein patokan tinggi yaitu

protein telur. Angka ini dinamakan safe level of intake atau taraf asupan terjamin.

e. Aktivitas Fisik

Obesitas juga dapat terjadi bukan hanya karena makan yang berlebihan, tetapi

juga dikarenakan aktivitas fisik yang berkurang sehingga terjadi kelebihan energi.

Beberapa hal yang mempengaruhi berkurangnya aktivitas fisik antara lain adanya

berbagai fasilitas yang memberikan berbagai kemudahan yang menyebabkan aktivitas

fisik menurun. Faktor lainnya adalah adanya kemajuan teknologi diberbagai bidang

kehidupan yang mendorong masyarakat untuk menempuh kehidupan yang tidak

memerlukan kerja fisik yang berat. Hal ini menjadikan jumlah penduduk yang melakukan

pekerjaan fisik sangat terbatas menjadi semakin banyak, sehingga obesitas menjadi lebih

merupakan masalah kesehatan

f. Kerusakan Pada Salah satu Bagian Otak

Sistern pengontrol yang mengatur perilaku makan terletak pada suatu bagian otak

yang disebut hipotalamus sebuah kumpulan inti sel dalam otak yang langsung

berhubungan dengan bagian bagian lain dan otak dan kelenjar dibawah otak. Hipotalamus

mengandung lebih banyak pembuluh darah dan daerah lain pada otak, sehingga lebih

mudah dipengaruhi oleh unsur kimiawi dan darah.

Dua bagian hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makan yaitu

hipotalamus lateral (HL) yang menggerakan nafsu makan (awal atau pusat makan);

hipotalamus ventromedial (HVM) yang bertugas menintangi nafsu makan

(pemberhentian atau pusat kenyang). Dan hasil penelitian didapatkan bahwa bila HL

rusak/hancur maka individu menolak untuk makan atau minum, dan akan mati kecuali

bila dipaksa diberi makan dan minum (diberi infus). Sedangkan bila kerusakan terjadi

pada bagian HVM maka seseorang akan menjadi rakus dan kegemukan.

8

Page 9: LAPTUT Skenario 2

Faktor yang menyebabkan obesitas secara tidak langsung

a. Pengetahuan gizi

Pengetahuan gizi memegang peranan penting dalam menggunakan pangan dengan

baik sehingga dapat mencapai keadaan gizi yang cukup Pengetahuan ibu dipengaruhi

oleh pendidikannya.Tingkat pendidikan , pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki

sangat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Dengan berbekal pendidikan yang cukup,

seseorang akan lebih banyak memperoleh informasi dalam menentukan pola makan bagi

dirinya maupun keluarganya.

b. Pengaturan Makan

Hidangan gizi seimbang adalah makanan yang mengandung zat gizi tenaga, zat

pembangun , dan zat pengatur yang dikonsumsi seseorang dalam waktu satu hari sesuai

dengan kecukupan tubuhnya Makanan sumber karbohidrat kompleks merupakan sumber

energi utama. Bahan makanan sumber karbohidrat kompleks adalah padi-padian (beras,

jagung, gandum), umbi-umbian (singkong ubi jalar dan kentang), dan bahan makanan

lain yang mengandung banyak karbohidrat seperti pisang dan sagu. Gula tidak

mengenyangkan tetapi cenderung dikonsumsi berlebih, konsumsi gula berlebihan

menyebabkan kegemukan. Oleh karena itu konsumsi gula sebaiknya dibatasi sampai 5%

dari jumlah kecukupan energi atau 3-4 sendok makan setiap harinya. Konsumsi zat

tenaga yang melebihi kecukupan dapat mengakibatkan kenaikan berat badan, bila

keadaan ini berlanjut akan menyebabkan obesitas yang biasanya disertai dengan

gangguan kesehatan lainnya. Berat badan merupakan petunjuk utama apakah seseorang

kekurangan atau kelebihan energi dari makanan. Obesitas dapat terjadi jika konsumsi

makanan dalam tubuh melebihi kebutuhan, dan penggunaan energi yang rendah.

Beberapa penyebab yang menjadikan seseorang makan melebihi kebutuhan adalah:

Makan berlebih

Tidak bisa mengendalikan nafsu makan merupakan kebiasaan merupakan

kebiasaan buruk, baik dilakukan dirumah, restoran, saat pesta, maupun pada pertemuan-

pertemuan. Apabila sudah merasa kenyang, janganlah sekali-kali menambah porsi

makanan meskipun makanan yang tersedia sangat lezat.

9

Page 10: LAPTUT Skenario 2

Faktor ini sangat berhubungan erat dengan rasa lapar dan nafsu makan. Begitu

juga saat terjadi stress (rasa takut, cemas), beberapa orang dalam menghadapinya akan

mengalihkan perhatiaannya pada makanan.

Kebiasaan mengemil makanan ringan

Mengemil adalah kebiasaan makan yang dilakukan di luar waktu makan, dan

makanan yang dikonsumsi berupa makanan kecil yang rasanya gurih, manis manis dan

biasanya digoreng. Bila kebiasaan ini tidak dikontrol akan dapat menyebabkan

kegemukan, karena jenis makanan tersebut termasuk tinggi kalori. Namun jika rasa lapar

sulit untuk ditahan, maka makanlah makanan yang rendah kalori dan tinggi serat seperti

sayuran dan buah-buahan.

Suka makan tergesa-gesa

Makan secara terburu-buru akan menyebabkan efek kurang menguntungkan bagi

pencernaan, selain dapat mengakibatkan rasa lapar kembali. Begitu pula dengan

kebiasaan mengunyah makanan yang kurang halus. Padahal makan dengan tidak terburu-

buru dan mengunyah makanan yang halus akan memelihara kesehatan gigi dan gusi.

Salah memilih dan mengolah makanan

Faktor ini biasanya disebabkan karena ketidaktahuan. Tetapi banyak juga orang

yang memilih makanan hanya karena prestise semata. Misalnya, banyak orang yang lebih

memilih makanan yang cepat saji, padahal makanan tersebut banyak mengandung lemak,

kalori dan gula yang berlebih, sedangkan kandungan seratnya rendah. Selain makanan

tersebut, masyarakat juga menyukai makanan goreng-gorengan ataupun yang bersantan.

Padahal minyak dan santan selain tinggi kalori, juga merupakan lemak yang mengandung

ikatan jenuh sehingga sulit untuk dipecah menjadi bahan bakar. Oleh karena itu,

biasakanlah memasak dengan cara membakar, merebus, mengukus, memanggang dan

mengetim.

Penentuan Obesitas

Untuk mengetahui tingkat kegemukan seseorang, umumnya dilakukan pengukuran lermak tubuh

dengan berbagai cara antara lain:

1. Pinch Test

Pengukuran lernak dilakukan dengan mencubit lipatan lemak dibawah kulit pada

lengan belakang (triceps) menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, selanjutnya mintalah

10

Page 11: LAPTUT Skenario 2

orang lain mengukur ketebalan lemak pada cubitan tersebut menggunakan mistar, atau

menggunakan alat yang berupa Skin Fold calipers. Apabila ketebalan lemak mencapai 3

cm, atau lebih berarti yang bersangkutan termasuk kategori gemuk.

2. Rasio Pinggang panggul

Pengukuran ini dilakukan dengan membandingkan lingkar pinggang dengan

lingkar panggul, jika diperoleh angka 0,6 berarti ukuran tubuh sangat ideal, namun jika

diperoleh angka 0,8 atau lebih, berarti kegemukan dan berpotensi terkena gangguan

kesehatan, misalnya hipertensi, sakit jantung dll.

3. Mengukur ketebalan lemak

Pengukuran obesitas secara lebih akurat dapat dilakukan dengan mengukur

ketebalan lemak di beberapa bagian tubuh mengggunakan fat kalipers (Skin Fold

calipers), pada urnumnya 4 tempat yakni biceps, triceps, subscapula dan suprailliaca.

4. Mengukur Index Massa Tubuh (IMT)

Keadaan obesitas ditentukan dengan mengklasifikasikan status gizi berdasarkan

Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan rumus matematis

yang berkaitan dengan lemak tubuh orang dewasa, dan dinyatakan sebagai berat badan

dalam kilogram dibagi dengan kwadrat tinggi badan dalam ukuran meter.

Rumus menentukan IMT

IMT= BBTB(M 2)

11

Page 12: LAPTUT Skenario 2

Bentuk-bentuk obesitas

Bentuk obesitas seseorang di bedakan menjadi dua berdasarkan distribusi lemak dalam tubuh

yaitu:

1. Tipe android (buah apel)

Tipe android biasanya dialami oleh pria atau wanita yang sudah menopause (henti

haih), Penumpukan lemak terjadi pada bagian tubuh atas, sekitar dada, pundak, leher dan

muka.

2. Tipe Ginoid (buah pear)

Tipe ginoid umumnya diderita oleh wanita dengan timbunan lemak pada bagian

tubuh bawah, sekitar perut, pinggul, paha, pantat. Tipe ini relative lebih aman dibanding

tipe android sebab timbunan lemak umumnya bersifat tak jenuh, namun sulit untuk

menurunkan lemak badan.

Berdasarkan kondisi selnya, kegemukan dapat digolongkan Dalam beberapa tipe yaitu :

1. Tipe Hiperplastik, adalah kegemukan yang terjadi karena jumlah sel yang lebih banyak

dibandingkan kondisi normal, tetapi ukuran sel-selnya sesuai dengan ukuran sel normal

terjadi pada masa anak-anak.Upaya menurunkan berat badan ke kondisi normal pada

masa anak-anak akan lebih sulit.

2. Tipe Hipertropik, kegemukan ini terjadi karena ukuran sel yang lebih besar dibandingkan

ukuran sel normal. Kegemukan tipe ini terjadi pada usia dewasa dan upaya untuk

menurunkan berat akan lebih mudah bila dibandingkan dengan tipe hiperplastik.

12

Page 13: LAPTUT Skenario 2

3. Tipe Hiperplastik dan Hipertropik kegemukan tipe ini terjadi karena jumlah dan ukuran

sel melebihi normal. Kegemukan tipe ini dimulai pada masa anak - anak dan terus

berlangsung sampai setelah dewasa. Upaya untuk menurunkan berat badan pada tipe ini

merupakan yang paling sulit, karena dapat beresiko terjadinya komplikasi penyakit,

seperti penyakit degeneratif.

Resiko Obesitas

Dari segi fisik, orang yang mengalami obesitas akan mengalami rendah diri dan merasa

kurang percaya diri. Sehingga seringkali akan mengalami tekanan, baik dari dirinya sendiri

maupun dari lingkungannya. Kelebihan penimbunan lemak diatas 20% berat badan idial, akan

menimbulkan permasalahan kesehatan hingga terjadi gangguan fungsi organ tubuh.

Orang dengan obesitas akan lebih mudah terserang penyakit degeneratif. Penyakit – penyakit

tersebut antara lain :

Hipertensi

Orang dengan obesitas akan mempunyai resiko yang tinggi terhadap penyakit

hipertensi. Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa pada usia 20 – 39 tahun orang

obesitas mempunyai resiko dua kali lebih besar terserang hipertensi dibandingkan dengan

orang yang mempunyai berat badan normal.

Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang terjadi akibat penyempitan

pembuluh darah koroner. Hasil penelitian menyebutkan bahwa dari 500 penderita

kegemukan, sekitar 88 % mendapat resiko terserang penyakit jantung koroner.

Meningkatnya factor resiko penyakit jantung koroner sejalan dengan terjadinya

penambahan berat badan seseorang. Penelitian lain juga menunjukkan kegemukan yang

terjadi pada usia 20 – 40 tahun ternyata berpengaruh lebih besar terjadinya penyakit

jantung dibandingkan kegemukan yang terjadi pada usia yang lebih tua.

Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus dapat disebut penyakit keturunan, tetapi kondisi tersebut tidak

selalu timbul jika seseorang tidak kelebihan berat badan. Lebih dari 90 % penderita

diabetes mellitus tipe serangan dewasa adalah penderita kegemukan. Pada umumnya

penderita diabetes mempunyai kadar lemak yang abnormal dalam darah. Maka,

dianjurkan bagi penderita diabetes yang ingin menurunkan berat badan sebaiknya

13

Page 14: LAPTUT Skenario 2

dilakukan dengan mengurangi konsumsi bahan makanan sumber lemak dan lebih banyak

mengkonsumsi makanan tinggi serat.

Gout

Penderita obesitas mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit radang sendi yang

lebih serius jika dibandingkan dengan orang yang berat badannya ideal. Penderita

obesitas yang juga menderita gout harus menurunkan berat badannya secara perlahan-

lahan.

Batu Empedu

Penderita obesitas mempunyai resiko terserang batu empedu lebih tinggi karena

ketika tubuh mengubah kelebihan lemak makanan menjadi lemak tubuh, cairan empedu

lebih banyak diproduksi didalam hati dan disimpan dalam kantong empedu. Penyakit

batu empedu lebih sering terjadi pada penderita obesitas tipe buah apel. Penurunan berat

badan tidak akan mengobati penyakit batu empedu, tetapi hanya membantu dalam

pencegahannya. Sedangkan untuk mengobati batu empedu harus menggunakan sinar

ultrasonic maupun melalui pembedahan.

Kanker

Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa laki-laki dengan obesitas akan

beresiko terkena kanker usus besar, rectum, dan kelenjar prostate. Sedangkan pada wanita

akan beresiko terkena kanker rahim dan kanker payudara. Untuk mengurangi resiko

tersebut konsumsi lemak total harus dikurangi. Pengurangan lemak dalam makanan

sebanyak 20 – 25 % perkilo kalori merupakan pencegahan terhadap resiko penyakit

kanker payudara.

14

Page 15: LAPTUT Skenario 2

Penanganan pada Penderita Obesitas

Terapi fisik

1. Diet Perampingan

Pengaturan makan (diet) untuk merampingkan tubuh yang aman adalah dengan cara

mengurangi asupan makan 25 % dan kebutuhan energi seharihari (calori expenditure).

Besarnya kebutuhan energi/hari dapat dihitung dengan menambahkan BMR (Basal Metalik

Rate) dengan faktor aktivitas. BMR adalah energy minimal yang diperlukan seseorang/hari,

untuk orang dewasa besarnya BMR = Bearat badan (KG) X 1 Kalori X 24 Jam.

15

Page 16: LAPTUT Skenario 2

Contoh, Indah berat badannya 60 kg dengan aktivitas ringan, maka BMRnya sebesar = 60

x 1 x24 = 1440 Kalori, sehingga kebutuhan kalori/hari adalah 1440 + (50 % x 1440) = 1440

+ 72 = 2160 Kalori. Sehingga menu makan seharí-hari yang harus disediakan untuk tujuan

perampingan tubuh adalah senilai 2160 Kalori - (25 % x 2160) = 2160 kalori - 540 Kalori =

1620 kalori, dengan tetap mempertahankan proporsi makan sehat berimbang dan frekuensi

penyajian 3 kali (pagi-siang-malam), akan lebih baik lagi jika makan malam disajikan

sebelum pukul 7 malam, untuk menghindari timbunan lemak tubuh yang berlebihan. Untuk

mengurangi perasaan laparnya, dapat di kompensasi dengan makan buah atau sayuran,

namun hindarkan yang menggandung lemak seperti kelapa dan apokat, hindarkan pula

makan sayur dengan bumbu kelapa, mentega dan keju, disamping itu masakan rebus lebih

dianjurkan dan pada makanan goreng. Selain cara tersebut, untuk menurunkan berat badan,

anjuran untuk menerapkan diet rendah kalori gizi seimbang, dengan proporsi Karbonhidrat :

Lemak : Protein = 60 : 20 : 20, utamakan karbonhidrat kompleks, pemakaian lemak jenuh

tidak melebihi 10 % dan total kalori dan asupan serat sekitar 35 Gram/hari.

2. Olahraga

Olahraga merupakan latihan yang paling efektif untuk mengurangi obesitas yang

berfungsi membakar lemak tubuh, untuk itu ciri-ciri, takaran, jenis dan model latihan

olahraganya adalah sebagai berikut :

Ciri-ciri gerak melibatkan otot besar, dilakukan secara kontinyu dengan gerakan ritmis.

Takaran latihan : intensitasnya 65 % - 75 % detak jantung maksimal, durasi 20-60 menit,

Frekuensi 3-5 kali/minggu. Dengan intensitas 65%-75% akan terjadi penurunan berat

badan secara optimal, sebab lebih dan 50 energi yang diperlukan untuk aktivitas berasal

dan pembakaran lemak tubuh dan setiap berlatih pembakaran lemak yang aman adalah

500-1000 kalori.

Jenis latihannya adalah latihan aerobik.

Model Iatihannya dapat dipilih antara lain jalan, jogging, bersepeda, renang, dan semam

aerobic. Berbagai model latihan tersebut dapat di kerjakan di alam terbuka atau di pusat-

pusat kebugaran.

Agar Penurunan berat badan untuk mengatasi obesitas dapat optimal, selain latihan diatas

perlu dilengkapi dengan latihan beban untuk mengencangkan otot-otot tubuh dengan

16

Page 17: LAPTUT Skenario 2

takaran 15 repetisi, di kerjakan sebanyak 2-3 set untuk setiap otot recovery 30 detik antar

set.

3. Terapi Psikologis

Dengan menggunakan CBT (Cognitif Behavioral Treatment)

Terapi ini dapat digunakan seperti halnya dalam mengatasi bulimia nervosa.

Terapi kognitif-perilaku (CBT) merupakan terapi yang mendasarkan pada teori kognitif

perilaku yang menekankan pada kesaling terkaitan antara pikiran, perasaan dan perilaku,

Menurut teori ini psikopatologi terjadi bila terdapat ketidak sesuaian antara tuntutan-

tuntutan lingkungan dengan kapasitas adaptif individu.

Self Monitoring

Self monitoring ini berhubungan dengan lingkungan di sekitarnya dalam hal ini

adalah keluarga dan terapis. Keluarga berhubungan dengan pengaturan segala jenis

makanan yang dikonsumsi, pengatur waktu makan dan aktivitas diri. serta keluarga

berperan dalam meningkatkan motivasi dan rasa percaya diri. Sedangkan terapis berperan

dalam mengontrol kemajuan-kemajuan selama perlakuan diberikan dan target-target yang

harus dicapai oleh penderita.

17

Page 18: LAPTUT Skenario 2

DIABETES MELLITUS TIPE 1

Definisi

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang dapat disebabkan berbagai macam

etiologi, disertai dengan adanya hiperglikemia kronis akibat gangguan sekresi insulin atau

gangguan kerja dari insulin, atau keduanya. Sedangkan Diabetes Mellitus tipe 1 lebih

diakibatkan oleh karena berkurangnya sekresi insulin akibat kerusakan sel β-pankreas yang

didasari proses autoimun.

Istilah diabetes mellitus berasal dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti “sypon”

menunjukan pembentukan urine yang berlebihan, dan mellitus berasal dari kata “meli” yang

berarti madu.

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, prevalensi diabetes pada orang berusia < 20 tahun adalah

sekitar 2/1.000 populasi. Secara umum untuk DM tipe 1, insidensi totalnya tiap tahun adalah

20/100.000 populasi. DM tipe 1 juga terjadi pada orang dewasa, dengan insidensi

8,2/100.000 populasi tiap tahun. Insidensi puncaknya pada usia < 20 tahun.

Etiologi

Etiologi DM tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas karena paparan agen

infeksi atau lingkungan, yaitu racun, virus (rubella kongenital, mumps, coxsackievirus dan

cytomegalovirus) dan makanan (gula, kopi, kedelai, gandum dan susu sapi).

18

Page 19: LAPTUT Skenario 2

Patogenesis

a. DM tipe 1A (autoimun)

Diabetes bentuk ini terjadi akibat destruksi autoimun sel beta. Terdapat tiga

mekanisme terkait yang berperan dalam destruksi sel islet yaitu

Kerentanan genetik

- DM tipe 1A paling sering terjadi pada ketururnan Eropa Utara.

- Berdasarkan penelitian diketaui bahwa banyak regio kromosom yang

mengatur kerentanan terhadap DM tipa 1A. Dari lokus ini, yang paling

banyak diketahui adalah keterkaitan denga kromosom 6p21 yang gen MHC

kelas II-nya (HLA-DP, -DQ, -DR) terpetakan -> lokus ini disebut IDDM1.

- Seperti telah diketahui bahwa reseptor sel T di limfosit T CD4+ mengenali

antigen hanya setelah fragmen peptida antigen berikatan dengan molekul

MHC kelas II yang mempengaruhi celah pengikatan antigen sehingga

memungkinkan penyajian self-antigen ke sel T CD4+ autoreaktif. Oleh

karena itu, kelaina pada MHC kelas II dapat mempengaruhi responsivitas

19

DM tipe 1

Destruksi sel beta

Autoimun

Respon imun abnormal

Gangguan lingkungan

Respon imun terhadap sel betaPredisposisi genetik

Page 20: LAPTUT Skenario 2

utoimun terhadap semua antigen termasuk self-antigen dan merangsang

proses imun yang abnormal.

Autoimunitas

Walaupun onset klinis DM tipe 2 bersifat mendadak namun penyakit ini terjadi

akibat serangan autoimun kronis terhadap sel beta yang biasnaya berlangsung

bertahun-tahun sebelum onset klinis penyakit. Bukti keterlibatan proses autoimun:

- Infiltrat peradangan penuh limfosit yang terutama terdiri dari limfosit T

CD8+ (jumlah CD4+ dan makrofag bervariasi) pada islet pasien di awal

perjalanan klinis penyakit.

- Kerusakan terjadi secara selektif hanya pada sel beta islet. Diduga kerusakan

terjadi akibat CD8+ mengeluarkan granula sitotoksik atau dnegan memicu

apoptosis yang diperantarai oleh fas.

- Sekitar 10-20% orang yang mengidap DM tipe 1A menderita penyakit

autoimun spesifik-organ lain seperti tiroiditis Hashimoto, celiac diseases,

grave’s disease, addison’s disease, anemia pernisiosa.

Autoantibodi sel islet muncul pada usia 9 bulan dan terdapat pada apsien DM

onset awal. Antigen yang menjadi sasaran autoantibodi adalah asam glutamat

dekarboksilase (GAD), insulin, dan beberapa protein sitoplasma lainnya.

Anggota keluarga asimptomatik dari pasien DM tipe 1A (yang beresiko tinggi)

membentuk autoantibodi sel islet beberapa tahun sebelum mereka

memperlihatkan gejala klinis DM.

Faktor lingkungan

Serangan atau gangguan dari lingkungan seperti infeksi virus dapat memicu

autoimunitas dengan merusak sel beta.

- Teori A

virus diduga memicu penyakit melalui “mimikri molekular” (timbul respon

imun terhadap suatu protein virus yang memiliki sekuensi asam amino yang

sama dengan protein sel beta). Contohnya sel T reaktif terhadap peptida GAD

yang memiliki sekuensi asam amino yang sama dengan protein coxsackie

virus.

- Teori B

20

Page 21: LAPTUT Skenario 2

Virus tidak memicu autoimunitas tapi memeprkuat kumpulan sel T reaktif

yang sudah ada. Infeksi virus pada sel islet memicu respon peradangan lokal

yang menghasilkan sitokin -> sitokin mengaktifkan atau memperbanyak sel T

autoreaktif (bystander effect)

Gejala Klinis

Polidipsi, poliuria, polifagia, berat badan turun

Hiperglikemia (≥ 200 mg/dl), ketonemia, glukosuria

Anak dengan DM tipe 1 cepat sekali menjurus ke dalam ketoasidosis diabetik yang

disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik.

Oleh karena itu, pada dugaan DM tipe 1, penderita harus segera dirawat inap.

Diagnosis

Anamnesis

Gejala klinis

Laboratorium : Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl dan 2 jam setelah makan > 200

mg/dl. Bila hasil meragukan atau asimtomatis, perlu dilakukan uji toleransi glukosa oral

(oral glucosa tolerance test).

Kadar C-peptide.

Marker imunologis : ICA (Islet Cell auto-antibody), IAA (Insulin auto-antibody), Anti

GAD (Glutamic decarboxylase auto-antibody).

Penatalaksanaan

Pada dugaan DM tipe-1 penderita harus segera rawat inap

Insulin. Dosis total insulin adalah 0,5 - 1 UI/kg BB/hari.

Selama pemberian perlu dilakukan pemantauan glukosa darah atau reduksi air kemih. Gejala

hipoglikemia dapat timbul karena kebutuhan insulin menurun selama fase ”honeymoon”. Pada

keadaan ini, dosis insulin harus diturunkan bahkan sampai kurang dari 0,5 UI/kg BB/hari, tetapi

sebaiknya tidak dihentikan sama sekali.

21

Page 22: LAPTUT Skenario 2

Diet

Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas dapat

juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut : 1000 + (usia dalam tahun x 100)

= ....... Kalori/hari

Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat, 10-

15% protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35% lemak.

Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan

kecil sebagai berikut :

o 20% berupa makan pagi.

o 10% berupa makanan kecil.

o 25% berupa makan siang.

o 10% berupa makanan kecil.

o 25% berupa makan malam.

o 10% berupa makanan kecil.

Pengobatan penyakit penyerta seperti infeksi dan lain-lain

Komplikasi

Komplikasi jangka pendek (akut) yang sering terjadi : hipoglikemia dan ketoasidosis.

Komplikasi jangka panjang biasanya terjadi setelah tahun ke-5, berupa : nefropati, neuropati, dan

retinopati. Nefropati diabetik dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe 1.

Diagnosis dini dan pengobatan dini penting sekali untuk :

1. mengurangi terjadinya gagal ginjal berat, yang memerlukan dialisis.

2. menunda ”end stage renal disease” dan dengan ini memperpanjang umur penderita

Adanya ’mikroalbuminuria’ merupakan parameter yang paling sensitif untuk identifikasi

penderita resiko tinggi untuk nefropati diabetik. Mikroalbuminuria mendahului

makroalbuminuria. Pada anak dengan DM tipe-1 selama > 5 tahun, dianjurkan skrining

mikroalbuminuria 1x/tahun. Bila tes positif, maka dianjurkan lebih sering dilakukan

pemeriksaan. Bila didapatkan hipertensi pada penderita DM tipe-1, biasanya disertai terjadinya

nefropati diabetik.

Tindakan : pengobatan hiperglikemia dan hipertensi (bila ada).

22

Page 23: LAPTUT Skenario 2

Pemantauan

Ditujukan untuk mengurangi morbiditas akibat komplikasi akut maupun kronis, baik

dilakukan selama perawatan di rumah sakit maupun secara mandiri di rumah, meliputi :

keadaan umum, tanda vital.

Kemungkinan infeksi.

- kadar gula darah (juga dapat dilakukan di rumah dengan menggunakan glukometer)

- setiap sebelum makan utama dan menjelang tidur malam hari.

- kadar HbA1C (setiap 3 bulan).

- pemeriksaan keton urine (terutama bila kadar gula > 250 mg/dl).

- mikroalbuminuria (setiap 1 tahun). fungsi ginjal.

- funduskopi untuk memantau terjadinya retinopati (biasanya terjadi setelah 3-5 tahun

menderita DM tipe-1, atau setelah pubertas).

- tumbuh kembang.

23

Page 24: LAPTUT Skenario 2

DIABETES MELLITUS TIPE 2

Definisi

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolisme dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan ekresi insulin, kerja insulin atau

keduanya.

Epidemiologi

Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai

terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbidtas dan

mortalitas dini pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Penelitian lain menyatakan bahwa dengan

adanya rbanisasi, populasi diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karen terjadi perubahan

perilaku rural-tradisional menjadi urban.

Diantara penyakit degenerative, diabetes adalah salah satu di antara penyakit tidak

menular yang akan meningkat jumlahnya di masa mendatang. Meningkatnya prevalensi diabetes

mellitus di beberapa Negara berkembang, akibat peningkatan kemakmuran di Negara

bersangkutan, meningkatnya pasien obesitas dan aktivitas fisik yang kurang. WHO memprediksi

adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar untuk tahun-tahun

mendatang.

Menurut penelitian epidemiologi di Indonesia, angka prevalensi diabetes berkisar antara

1,4 dengan 1,6 %, kecuali di dua tempat yaitu di Pekajangan 2,3% (desa dekat Semarang) , dan

di Manado 6%. Tingginya prevalensi di Pekajangan ini disebabkan di daerah itu banyak

perkawinan antara kerabat. Sedangkan di Manado, tingginya angka tersebut disebabkan oleh

populasinya terdiri dari orang – orang yang datang dengan sukarela, jadi agaknya lebih selektif.

Diperkirakan kira–kira 30 tahun lagi angka kejadian diabetes pada penduduk Indonesia

akan naik sebesar 40% dengan peningkatan jumlah pasien diabetes yang jauh lebih besar yaitu

86 – 138% yang disebabkan oleh :

1. Factor demografi

- Jumlah penduduk menigkat

- Penduduk usia lanjut bertambah banyak

- Urbanisasi makin tak terkendali

24

Page 25: LAPTUT Skenario 2

2. Gaya hidup yang kebarat – baratan

- Penghasilan per kapita tinggi

- Restoran siap saji

- Teknologi canggih menimbulkan sedentary life, kurang gerak badan

3. Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi

4. Meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes menjadi lebih

panjang.

Faktor resiko :

Faktor resiko

Usia > 45 tahun

Riwayat keluarga dengan diabetes

Ras/etnik

Riwayat melahirkan Bayi dengan berat > 4Kg

Riwayat pernah menderita DM gestasional

Obesitas

Kurang aktifitas fisik

Hipertensi ( >140/90 mmHg)

Dislipidemia ( HDL < 35 mg/dl)

Trigliserida ( > 250 mg/dl)

Diet tinggi gula rendah serat

Patogenesis

Patogenesis DM tipe 2 jauh lebih sedikit diketahui, walaupun tipe ini merupakan yang

tersering. Pada tipe ini, faktor genetik berperan lebih penting dibandingkan dengan DM tipe

1. Tetapi, bagaimana factor ini secara pasti bekerja, masih belum diketahui. Karakteristik

DM tipe 2 ialah :

Inadekuat sekresi insulin.

Resistensi insulin : ialah penurunan kemampuan insulin untuk nerefek pada jaringan

target.

25

Page 26: LAPTUT Skenario 2

Peningkatan produksi glukosa hepatic (pembebasan glukosa dari hepar).

Metabolisme lemak yang abnormal

Diagnosis

Diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM.

Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia, dan berat badan menurun tanpa sebab

yang jelas, sedangkan gejala yang tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit

sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila

diteemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup

untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan

dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM juga dpat ditegakkan melalui cara

dibawah ini.

Kriteria diagnosis DM berdasarkan WHO dan The National Diabetes Data Group:

26

Page 27: LAPTUT Skenario 2

1. gejala diabetes (poliuria, polidipsia, BB turun) + konsentrasi glukosa darah

random/sewaktu (tanpa memperhatikan waktu makan terakhir) ≥200 mg/dL (≥11.1

mmol/L) atau

2. kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL (≥7 mmol/L) atau

3. kadar glukosa plasma dua jam ≥200 mg/dL (≥11.1 mmol/L) saat test toleransi

glukosa oral (OGTT/oral glucosa tolerance test)

Beberapa peneliti mengemukakan pemeriksaan AIC hemoglobin sebagai tes diagnostik

DM. Walaupun terdapat korelasi yang kuat antara peningkatan glukosa plasma dan AIC,

namun hubungan antara FPG dan AIC pada individu dengan toleransi glukosa normal

atau intoleransi glukosa ringan masih belum jelas sehingga pemeriksaan AIC sebagai

diagnosis diabetes tidak direkomendasikan.

Screening

Tes screening yang direkomendasikan untuk DM tipe 2 adalah pemeriksaan kadar fasting

plasma glucose (FPG), karena:

- Sebagian besar penduduk yang masuk dalam kriteria DM asimptomatik dan tidak

menyadari bahwa terdapat kelainan pada dirinya

- Studi epidemiologi menunjukkan DM tipe 2 dapat muncul satu dekade sebelum

diagnosis

- ±50% individu dengan DM memiliki 1-2 komplikasi spesifik diabetes pada waktu

diagnosis

- Terapi DM tipe 2 dapat mengubah natural history DM

*ADA (American Diabetes Association) merekomendasikan screening bagi semua

individu >45 tahun tiap 3 tahun sekali dan pada individu yang lebih muda apabila

memiliki obesitas + 1 faktor resiko

Tatalaksana

Dalam melakukan penatalaksanaan pada pasien dengan diabetes mellitus, memiliki

beberapa tujuan, yaitu sebagai berikut:

Jangka pendek: hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan

tercapainya target pengendalian glukosa darah.

27

Page 28: LAPTUT Skenario 2

Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati,

makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan

mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan

darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan

mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.

Pilar Penatalaksanaan DM

1. Edukasi

DM tipe II sangat terkait dengan pola hidup yang mapan. Untuk itu, perlu memberikan pemahaman kepada pasien mengenai penyakitnya. Hal ini guna menanamkan kesadaran pada pasien sehingga mendorong pasien untuk berperilaku yang sesuai untuk kesehatannya. Edukasi yang perlu diberikan adalah mengenai:

Perjalanan penyakit DM

Pentingnya pengendalian dan pemantauan DM dan cara-cara yang dapat

dilakukan

Penyulit DM dan resikonya cara mengatasi sementara keadaan gawat darurat

Permasalahan khusus yang dihadapi, misalnya hiperglikemi saat kehamilan, dll

2. Terapi Gizi Medis

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat

direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi gizi medis ini pada prinsipnya

adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan

melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.

Tujuan terapi gizi medis :

Kadar glukosa darah mendekati normal

a. Glukosa puasa berkisar 90 – 130 mg/dl

b. Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dl

c. Kadar A1c < 7 %

Tekanan darah < 130 / 80 mmHg

Memperbaiki profil lipid

a. Kolesterol LDL < 100 mg/dl

b. Kolesterol HDL > 40 mg/dl

28

Page 29: LAPTUT Skenario 2

c. Trigliserida < 150 mg/dl

Berat badan senormal mungkin

3. Latihan Jasmani

Prinsip latihan jasmani bagi penderita diabetes, persis sama dengan prinsup latihan

jasmani secara umum, yaitu :

Frekuensi jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3–5

kali perminggu

Intensitas ringan dan sedang (60 – 70 % maximum heart rate)

Durasi 30 – 60 menit

Jenis latihan jasmani yang bersifat aerobic dan mempergunakan otot–otot

besar untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi.

Latihan jasmani yang teratur penting bagi kesehatan setiap orang karena akan :

Memberikan lebih banyak tenaga

Membuat jantung lebih kuat

Meningkatkan sirkulasi

Memperkuat otot

Meningkatkan kelenturan

Meningkatkan kemampuan bernapas

Membantu mengatur berat badan

Memperlambat proses penuaan

Memperbaiki tekanan darah

Memperbaiki kolesterol dan lemak tubuh yang lain

Mengurangi stress

Melawan akibat-akibat kekurangan aktivitas

Berikut adalah beberapa contoh aktivitas fisik yang dapat dilakukan oleh pasien

DM :

29

Page 30: LAPTUT Skenario 2

4. Intervensi Farmakologis

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai

dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Intervensi tersebut dapat berupa

pemberian obat hipoglikemi oral (OHO) maupun terapi insulin (prinsipnya sama dengan

terapi insulin pada DM tipe 1). Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4

golongan :

a. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue)

Sulfonylurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh

sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan

normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat

badan lebih.

Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan

seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit

kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan

penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri

dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid

(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara

oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.

b. Penambah sensitivitas terhadap insulin

Tiazolidindion

30

Page 31: LAPTUT Skenario 2

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome

Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot

dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin

dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga

meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan

pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat

edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang

menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

c. Penghambat glukoneogenesis

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.

Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin

> 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia

(misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin

dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat

diberikan pada saat atau sesudah makan.

d. Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga

mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose

tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering

ditemukan ialah kembung dan flatulens.

Komplikasi

31

Page 32: LAPTUT Skenario 2

KOMPLIKASI DIABETES MELITUS AKUT

Diabetic ketoacidosis (DKA) dan hiperosmolar hiperglikemik state (HHS) adalah

komplikasi akut diabetes. HHS terutama terlihat pada individu dengan DM tipe 2. Kedua

gangguan tersebut berhubungan dengan defisiensi insulin baik yang mutlak atau relatif,

penurunan volume cairan tubuh, dan kelainan asam-basa tubuh.

Diabetic ketoacidosis (DKA)

Gambaran Klinis

Gejala dan tanda-tanda fisik dari DKA tercantum dalam tabel di bawah ini dan biasanya

berkembang dalam waktu 24 jam. DKA biasanya merupakan gejala awal komplikasi yang

mengarah ke diagnosis DM tipe 1. Mual dan muntah sering ditemukan. Nyeri abdomen bisa

berat dan dapat menyerupai pankreatitis akut atau perforasi apendisitis. Hiperglikemia

menyebabkan glukosuria, penurunan volume, dan takikardia. Hipotensi dapat terjadi karena

penurunan volume dalam kombinasi dengan vasodilatasi perifer. Respirasi Kussmaul dan bau

buah pada napas pasien (sekunder untuk asidosis metabolik dan peningkatan aseton) adalah

tanda-tanda klasik dari gangguan tersebut.

32

Page 33: LAPTUT Skenario 2

Tabel: Manifestasi klinis diabetic ketoacidosis

Patofisiologi

Depresi sistem saraf pusat dapat berkembang menjadi koma pada kasus DKA parah tetapi

juga harus dievaluasi dengan cepat untuk penyebab lain perubahan status mental (infeksi,

hipoksia). Edema serebral merupakan komplikasi yang sangat serius dari DKA, terlihat paling

sering pada anak-anak. Patofisiologi DKA merupakan hasil dari defisiensi insulin baik relatif

atau absolut dikombinasikan dengan kelebihan counterregulatory hormonnya (glukagon,

katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan). Kekurangan insulin dan glukagon yang

berlebihan dapat menyebabkan glukoneogenesis, glikogenolisis, dan pembentukan keton di hati,

serta peningkatan pengiriman substrat dari lemak dan otot (asam lemak bebas, asam amino) ke

hati. Defisiensi insulin juga mengurangi kadar glukosa transporter GLUT4, yang mengganggu

penyerapan glukosa ke dalam otot rangka dan lemak dan mengurangi metabolisme glukosa

intraseluler. Ketosis merupakan hasil dari peningkatan asam lemak bebas dari adiposit. Kadar

insulin berkurang, dalam kombinasi dengan ketinggian di katekolamin dan hormon

pertumbuhan, meningkatkan lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas.

Diagnosis

Kelainan laboratorium dan diagnosis yang tepat dari DKA sangat penting dan

memungkinkan untuk inisiasi terapi. DKA ditandai dengan hiperglikemia, ketosis, dan asidosis

metabolik (peningkatan anion gap) bersama dengan sejumlah gangguan metabolik sekunder.

Terkadang hanya glukosa serum yang minimal meningkat. Serum bikarbonat sering dan pH

arteri tergantung pada beratnya asidosis. Kadar natrium, klorida, fosfor dan magnesium juga

berkurang di DKA tetapi tidak akurat tercermin dalam serum karena adanya dehidrasi dan

33

Page 34: LAPTUT Skenario 2

hiperglikemia. BUN dan kadar kreatinin serum mencerminkan adanya penurunan volume

intravaskular.Leukositosis, hipertrigliseridemia, dan hyperlipoproteinemia biasanya ditemukan

juga. Osmolalitas sedikit cukup tinggi pada DKA, meskipun tingkatnya lebih rendah daripada

yang ditemukan di HHS. Gangguan metabolik dari DKA ada di sepanjang spektrum, dimulai

dengan asidosis ringan dengan hiperglikemia sedang yang dapat berkembang menjadi parah.

Tabel: Perbedaan temuan laboratorium DKA dan HHS

Tatalaksana

Tatalaksana DKA dapat diuraikan pada tabel di bawah. Setelah memulai penggantian

cairan intravena dan terapi insulin, agen penyebab DKA harus dicari dan diobati secara agresif.

Jika pasien muntah, tabung nasogastrik (NGT) dapat dimasukkan untuk mencegah aspirasi isi

lambung. Prinsip pengobatan DKA adalah pemantauan secara hati-hati dan sering terhadap

perkembangan kondisi pasien, seperti tanda vital, asupan cairan dan output, dan nilai-nilai

laboratorium.

Setelah pemberian bolus awal normal saline, penggantian natrium dan defisit air bebas

dilakukan selama 24 jam berikutnya (defisit cairan sering 3-5 L). Penggunaan awal dari

intravena ringer laktat dapat mengurangi resiko hyperchloremia yang umum terjadi dengan

penggunaan normal saline. Sebuah bolus intravena (0,15 unit/kg) atau intramuskular (0,4

unit/kg) insulin reguler harus diberikan segera, dan pengobatan selanjutnya harus menyediakan

tingkat yang berkesinambungan dan memadai. Pemberian intravena lebih disukai (0,1 unit/kg per

jam), karena menjamin distribusi yang cepat dan memungkinkan penyesuaian tingkat infus saat

pasien merespon terhadap terapi. Insulin reguler intravena harus dilanjutkan sampai asidosis

34

Page 35: LAPTUT Skenario 2

tertangani dan metabolik pasien stabil. Jika asidosis dan resistensi insulin terkait dengan DKA

mulai menurun, laju infus insulin dapat diturunkan (untuk 0,05-0,1 unit /kg per jam).

Insulin menengah atau long-acting, dalam kombinasi dengan insulin reguler subkutan,

harus diberikan segera setelah pasien dapat makan. Hal ini penting untuk melanjutkan infus

insulin sampai tingkat insulin yang memadai yang dicapai melalui rute subkutan. Hiperglikemia

biasanya membaik pada tingkat insulin 4,2-5,6 mmol/L (75 sampai 100 mg/dL) per jam. Ketika

glukosa plasma mencapai 13,9 mmol/L (250 mg/dL), glukosa harus ditambahkan ke infus saline

untuk mempertahankan glukosa plasma di 11,1-13,9 mmol / L (200-250 mg / dL). Membaiknya

asidosis dan anion gap tercermin oleh kenaikan tingkat bikarbonat serum dan pH arteri.

Selama pengobatan dengan insulin dan cairan, berbagai faktor berkontribusi untuk

terjadinya hipokalemia. Ini termasuk transportasi kalium insulin-mediated ke dalam sel, resolusi

asidosis dan hilangnya kalium lewat urin. Dengan demikian, pemberian kalium harus dimulai

sesegera urin output memadai, melalui cairan intravena atau dengan suplemen kalium tambahan

juga mungkin diperlukan.

Tabel: Tatalaksana DKA

Hiperosmolar Hiperglikemik State (HHS)

35

Page 36: LAPTUT Skenario 2

Manifestasi Klinis

Pasien dengan HHS adalah seorang individu lanjut usia dengan DM tipe 2, dengan

riwayat beberapa minggu poliuria, penurunan berat badan, dan asupan oral berkurang yang

berpuncak pada kebingungan mental, lesu, atau koma. Pemeriksaan fisik mencerminkan

dehidrasi mendalam dan hiperosmolalitas, hipotensi, takikardia, dan perubahan status mental.

Gejala yang tidak muncul adalah gejala mual, muntah, dan sakit perut dan pernapasan Kussmaul

yang merupakan karakteristik DKA.

Patofisiologi

Defisiensi insulin relatif dan asupan cairan yang tidak memadai adalah penyebab HHS.

Kekurangan insulin meningkatkan produksi glukosa hepatik (melalui glikogenolisis dan

glukoneogenesis) dan merusak pemanfaatan glukosa di dalam otot skelet. Hiperglikemia

menginduksi diuresis osmotik yang mengarah ke penurunan volume intravaskular, yang

diperburuk oleh penggantian cairan yang tidak memadai. Tidak adanya ketosis di HHS tidak

sepenuhnya dipahami. Kekurangan insulin hanya relatif dan kurang parah daripada di DKA.

Diagnosis

Temuan laboratorium yang paling penting adalah hiperglikemia, hiperosmolalitas (>350

mmol/L), dan azotemia prerenal. Natrium serum diukur mungkin normal atau sedikit rendah.

Berbeda dengan DKA, asidosis dan ketonemia tidak ada atau ringan. Sebuah gap anion asidosis

metabolik kecil dapat ditemukan untuk peningkatan asam laktat.

KOMPLIKASI KRONIK DAN PENYAKIT PENYERTA PADA DIABETES

Di Negara berkembang, Diabetes mellitus sampai sat ini masih merupakan factor yang

terkait sebagai penyebab kematian sebanyak 4- 5 kali lebih besar.Menurut estimasi data WHO

maupun IDF, prevalensi Diabetes di Indonesia pada tahun 2000 adalah sebesar 5,6 juta

penduduk, tetapi pada kenyataannya ternyata didapatkan sebesar 8,2 juta. Tentu saja hal ini

sangat mencengangkan para praktisi, sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan secara

komprehensif di setiap sektor terkait. Diabetes sendiri merupakan penyakit kronis yang akan

diderita seumur

36

Page 37: LAPTUT Skenario 2

hidup sehingga progresifitas penyakit akan terus berjalan, pada suatu saat dapat menimbulkan

komplikasi. Diabetes Mellitus (DM) biasanya berjalan lambat dengan gejala-gejala yang ringan

sampai berat, bahkan dapat menyebabkan kematian akibat baik komplikasi akut maupun kronis.

Dengan demikian Diabetes bukan lah suatu penyakit yang ringan. Menurut beberapa review,

Retinopati diabetika, sebagai penyebab kebutaan pada usia dewasa muda, kematian akibat

penyakit kardiovaskuler dan stroke sebesar 2-4 kali lebih besar , Nefropati diabetic, sebagai

penyebab utama gagal ginjal terminal, delapan dari 10 penderita diabetes meninggal akibat

kejadian kardiovaskuler dan neuropati diabetik, penyebab utama amputasi non traumatic pada

usia dewasa muda.

Insidensi komplikasi

Menurut laporan UKPDS, Komplikasi kronis paling utama adalah Penyakit

kardiovaskuler dan strone, Diabeteic foot, Retinopati, srta nefropati diabetika, Dengan demikian

sebetulnya kematian pada Diabetes terjadi tidak secara Iangsung akibat hiperglikemianya, tetapi

berhubungan dengan komplikasi yang terjadi. Apabila dibandingkan dengan orang normal, maka

penderita DM 5 x Iebih besar untuk timbul gangren, 17 x Iebih besar untuk menderita kelainan

ginjal dan 25 x Iebih besar untuk terjadinya kebutaan.

Selain komplikasi-komplikasi yang disebutkan di atas, penderita DM juga memiliki

risiko penyakit kardio-sebrovaskular seperti stroke, hipertensi dan serangan jantung yang jauh

Iebih tinggi daripada populasi normal. OIeh sebab itu penderita diabetes perlu diobati agar dapat

terhindar dan berbagai komplikasi yang menyebabkan angka harapan hidup menurun.

Kadar gula darah yang tinggi dan terus menerus dapat menyebabkan suatu keadaan gangguan

pada berbagai organ tubuh. Akibat keracunan yang menetap ini, timbul perubahan-perubahan

pada organ-organ tubuh sehingga timbul berbagai komplikasi. Jadi komplikasi umumnya timbul

pada semua penderita baik dalam derajat ringan atau berat setelah penyakit berjalan 10-15 tahun.

Faktor risiko tradisional

Seperti telah diketahui, bahwa faktor risiko tradisional, yang berkaitan dengan penyakit

kardiovaskuler dibagi dalam 2 kategori, yatitu : dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi.

Faktor yang dapat dimodifikasi adalah: Merokok, Dislipidemia, Hipertensi, Diabetes mellitus,

Obesitas, factor diet, factor thrambogenic, rendahnya aktifitas fisik, dan konsumsi alcohol

berlebihan, Sedang yang tidak dapat dikoreksi adalah Adanya riwayat penyakit jantung, usia dan

gender.

37

Page 38: LAPTUT Skenario 2

Diabetes semdiri dimasukkan kedalam factor yang dapat dikoreksi, tetapi akhir akhir ini

diabetes disepakati sebagai kondisi yang sama dengan Penyakit kardiovaskuler ( Risk

equivalent). Dengan demikian semua target terapi disamakan dengan penderita penyakit

kardiovaskuler, walaupun belum terjadi pada penderita itu sendiri.

Komplikasi Kronis dan Penyakit penyerta Pada DM

Angka kesakitan dan kematian pada DM meningkat diberbagai negara, hal ini selain

dikaitkan dengan insidensi yang sangat cepat meningkat dan progresivitas penyakitnya juga

disebabkan faktor ketidaktahuan baik penderita maupun dokter sendiri, atau penderita pada

umumnya datang sudah disertai dengan komlikasi yang lanjut dan berat.

Kalau ditinjau lebih dalam lagi, ternyata hiperglikemia ini merupakan awal bencana bagi

penderita Diabetes, hal ini terbukti dan terjadi juga pada penderita dengan gangguan toleransi

glukosa yang sudah terjadi kelainan komplikasi vaskuler, walaupun belum diabetes.

Hiperglikemia ini dihubungkan dengan kelainan pada disfunsi endothe, sebagai cikal bakalnya

terjadi mikro maupun makroangiopati. Dengan demikian, apablia hiperglikemia terkendali dan

terkontrol dengan baik, yang ditandai dengan HbA1c yang normal dapat menurunkan angka

kejadian komplikasi pada DM.

KOMPLIKASI KRONIK

Seperti telah diungkapkan, hiperglikemia merupakan peran sentran terjadikomplikasi

pada DM. Pada keadaan hiperglikemia, akan terjadi peningkatan jalur polyol, peningkatan

pembentukan Protein Glikasi non enzimakti serta peningkatan proses glikosilasi itu sendiri, yang

menyebabkan peningkatan stress oksidatif dan pada akhirnya menyebabkan komplikasi baik

vaskulopati, retinopati, neuropati ataupun nefropati diabetika. Komplikasi kronis ini berkaitan

dengan gangguan vaskular, yaitu:

• Komplikasi mikrovaskular

• Komplikasi makrovaskular

• Komplikasi neurologis

1. Komplikasi Mikrovaskular

Nefropati

Retinopati

Neuropati

38

Page 39: LAPTUT Skenario 2

Timbul akibat penyumbatan pada pembuluh darah kecil khususnya kapiler. Komplikasi mi

spesifik untuk diabetes melitus.

Retinopati diabetika

Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala berkurangnya ketajaman

penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat mengarah pada kebutaan. Retinopati

diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu Retinopati non proliferative dan Proliferatif. Retinopati

non proliferatif merupkan stadium awal dengan ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan

retinoproliferatif, ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat

dan adanya hipoksia retina.

Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah yang baik,

sedangkan pada kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya dengan kontrol gula

darah, malahan akan menjadi lebih buruk apabila dilakukan penurunan kadar gula darah yang

terlalu singkat.

Nefropati diabetika

Diabetes mellitus tipe 2, merupaka penyebab nefropati paling banyak, sebagi penyebab

terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM mengaikibatkan

perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar seperti protein dapat lolos ke

dalam kemih (mis. Albuminuria). Akibat nefropati diabetika dapat timbul kegagalan ginjal yang

progresif. Nefropati diabetic ditandai dengan adanya proteinuri persisten ( > 0.5 gr/24 jam),

terdapat retino pati dan hipertensi. Dengan demikian upaya preventif pada nefropati adalah

kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah.

2. Komplikasi Makrovaskular

Penyakit kardiovaskuler/ Stroke/ Dislipidemia Penyakit pembuluh darah perifer,

Hipertensi Timbul akibat aterosklerosis dan pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri

akibat timbunan plak ateroma. Makroangioati tidak spesifik pada diabetes, namun pada DM

timbul lebih cepat, lebih seing terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologis

menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit ,kardiovaskular dan penderita diabetes

meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal.

Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan control kadar gula

darah yang balk. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa hiperinsulinemia merupakan

suatu faktor resiko mortalitas kardiovaskular, di mana peninggian kadar insulin menyebabkan

39

Page 40: LAPTUT Skenario 2

risiko kardiovaskular semakin tinggi pula. kadar insulin puasa > 15 mU/mL akan meningkatkan

risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat. Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor

aterogenik dan diduga berperan penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular.

Penyakit Jantung Koroner

Berdasarkan studi epidemiologis, maka diabetes merupakan suatu faktor risiko koroner.

Ateroskierosis koroner ditemukan pada 50-70% penderita diabetes. Akibat gangguan pada

koroner timbul insufisiensi koroner atau angina pectoris (nyeri dada paroksismal serti tertindih

benda berat dirasakan didaerah rahang bawah, bahu, lengan hingga pergelangan tangan) yang

timbul saat beraktifiras atau emosi dan akan mereda seetlah beristirahat atau mendapat nitrat

sublingual.

Akibat yang paling serius adalah infark miokardium, di mana nyeri menetap dan lebih

hebat dan tidak mereda dengan pembenian nitrat. Namun gejala-gejala mi dapat tidak timbul

pada pendenita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih teliti.

Stroke

Aterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas kedua tersering pada penderita

diabetes. Kira-kira sepertiga penderita stroke juga menderita diabetes. Stroke lebih sering timbul

dan dengan prognosis yang lebih serius untuk penderita diabetes. Akibat berkurangnya aliran

atrteri karotis interna dan arteri vertebralis timbul gangguan neurologis akibat iskemia, berupa:-

- Pusing, sinkop

- Hemiplegia: parsial atau total

- Afasia sensorik dan motorik

- Keadaan pseudo-dementia

Penyakit pembuluh darah

Proses awal terjadinya kelainan vaskuler adalah adanya aterosklerosis, yang dapat terjadi

pada seluruh pembuluh darah. Apabila terjadi pada pembuluh darah koronaria, maka akan

meningkatkan risiko terjadi infark miokar, dan pada akhirnuya terjadi payah jantung. Kematian

dapat terjadi 2-5 kali lebih besar pada diabetes disbanding pada orang normal. Risiko ini akan

meningkat lagi apabila terdapat keadaan keadaan seperti dislipidemia, obes, hipertensi atau

merokok.

Penyakit pembuluh darah pada diabetes lebih sering dan lebih awal terjadi pada penderita

diabetes dan biasanya mengenai arteri distal (di bawah lutut). Pada diabetes, penyakit pembuluh

40

Page 41: LAPTUT Skenario 2

darah perifer biasanya terlambat didiagnosis yaitu bila sudah mencapai fase IV. Faktor factor

neuropati, makroangiopati dan mikroangiopati yang disertai infeksi merupakan factor utama

terjadinya proses gangrene diabetik. Pada penderita dengan gangrene dapat mengalami amputasi,

sepsis, atau sebagai factor pencetus koma, ataupun kematian.

.3. Neuropati

Umumnya berupa polineuropati diabetika, kompikasi yang sering terjadi pada penderita

DM, lebih 50 % diderita oleh penderita DM. MAnifestasi klinis dapat berupa gangguan sensoris,

motorik, dan otonom. Proses kejadian neuropati biasanya progresif di mana terjadi degenerasi

serabut-serabut saraf dengan gejala-gejala nyeri atau bahkan baal. Yang terserang biasanya

adalah serabut saraf tungkai atau lengan.

Neuropati disebabkan adanya kerusakan dan disfungsi pada struktur syaraf akibat adanya

peningkatan jalur polyol, penurunan pembentukan myoinositol, penurunan Na/K ATP ase,

sehingga menimbulkan kerusakan struktur syaraf, demyelinisasi segmental, atau atrofi axonal.

41

Page 42: LAPTUT Skenario 2

ANALISIS SKENARIO

Usia 37 tahun:

Usia di atas 30 tahun merupakan faktor resiko dari diabetes mellitus tipe 2, sedangkan

diabetes mellitus tipe 1 biasanya lebih sering menyerang anak berusia di bawah 20 tahun.

Berat badan menurun, cepat lelah, mudah lapar, dan nokturia:

Gejala di atas merupakan tanda khas klasik dari diabetes mellitus.

Berat Badan 82 kg dan Tinggi Badan 166 cm:

Berdasarkan penghitungan BMI, BMI pasien adalah 29,8 sehingga pasien telah masuk ke

dalam kategori obesitas, di mana obesitas merupakan faktor resiko penyakit sistemik

seperti diabetes mellitus, sindrom metabolik, serta hipertensi.

Tekanan Darah 140/90:

Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami hipertensi grade 1, di mana hipertensi

merupakan salah satu komplikasi yang dapat disebabkan oleh diabetes mellitus karena

adanya angiopati. Selain itu, tekanan darah yang tinggi juga menjadi faktor penyulit pada

penyakit diabetes mellitus.

POCT (gula darah sewaktu) 190 mg/dl:

Hal ini menunjukkan kondisi pre-diabetik, di mana kadar glukosa darah sewaktu pasien

berada dalam range 110-200 mg/dl. Namun, berdasarkan gejala klinis dan anamnesis

pasien dapat didiagnosis sementara dengan penyakit diabetes mellitus tipe 2.

Diagnosis Sementara: Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Hipertensi Grade 1

Rekomendasi Pemeriksaan Penunjang:

Perlu dilakukan pemeriksaan gula darah puasa dan post-prandial serta profil lipid untuk

mengeksklusi kemungkinan dislipidemia yang mengarah ke penyakit sindrom metabolik.

Selain itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan fisik terkait beberapa sistem untuk

mengetahui apakah ada komplikasi-komplikasi yang timbul.

Edukasi:

Edukasi perlu dilakukan terkait pola hidup sehat yang terdiri dari diet yang sehat dan

peningkatan aktivitas fisik untuk mengurangi BMI pasien.

42

Page 43: LAPTUT Skenario 2

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Seorang wanita 37 tahun datang dengan keluhan tangan dan kaki kesemutan. Keluhan

dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Selain itu juga pasien merasa berat badan menurun dalam 2

bulan terakhir. Pasien juga merasa cepat lelah, mudah lapar dan sering terbangun untuk kencing

di malam hari.

Dengan keluhan-keluhan tadi kita sudah bisa curiga adanya tanda tanda klasik Diabetes

mellitus, sehingga dokter perlu kita anamnesis lebih dalam lagi berkaitan dengan keluhan pasien,

riwayat penyakit sebelumnya, penyakit keluarganya pasien, pola makan dan aktivitas serta

kebiasaan olahraga pasiennya bagaimana. Untuk diagnosis pastinya perlu kita lakukan

pemeriksaan dengan 3 cara sesuai kriteria dari ADA atau kriteria Perkeni.

Pada pasien diabetes mellitus terapinya meliputi edukasi, terapi non farmakologis

(pengaturan pola makan, pengaturan jadwal olahraga teratur yang sifatnya endurance), terapi

farmakologis menggunakan obat-obatan maupun terapi insulin. Disini peran pasien keluarga

serta peran dokter dan ahli gizi sangat membantu pengelolaan pasien diabetes dengan tujuan

memperbaiki kualitas hidup pasien karena penyakit ini hanya bisa dikontrol dan tidak bisa

disembuhkan secara sempurna.

43

Page 44: LAPTUT Skenario 2

DAFTAR PUSTAKA

1. Konsesus Pencegahan dan Pengelolaan Nasional Penatalaksanaan Diabetes Mellitus tipe

2 di Indonesia, Perkeni, 2006.

2. ADA, Standards of Medical Care in Diabetes—2007. Diabetes Care 30:S4-S41, 2007.

3. Zimmet PZ. The pathogenesis and prevention of diabetes in adults: Genes,autoimmunity

and demography. Diabetes Care; 18:1050-71, 1995.

4. Mahler RJ and Adler ML. Type 2 diabetes mellitus: Update on

diagnosis,pathophysiology and treatment. J Clin Endocrinol Metab 1999; 84 (4):1165-71.

5. Ostenson CG. The pathophysiology of type 2 diabetes mellitus: an overview. Acta

Physiol Scand 171:241-7, 2001.

6. ADA, Standards of Medical Care for Patients With Diabetes Mellitus, Diabetes Care

25:213-229, 2002

44