52
SKENARIO IV LESI PRAGANAS RONGGA MULUT Dr. Atik Kurniawati, drg.,M.Kes Seorang lakilaki berusia 45 tahun dating ke dokter gigi dengan keluhan lidah terasa tidak nyaman ketika dipakai makan. Pada anamnesis diketahui pasien telah menambalkan gigi bawah belakang yang dekat lidah ke tukang gigi, selain itu paien mempunyai kebiasaan merokok sejak 24 tahun lalu rata-rata 30 batang setiap hari. Pasien sering merasakan mulut nya kering. Pada pemeriksaan intra oral ditemukan plak putih tidak dapat dikerok, tidak teratur, permukaan kasar, batas tidak jelas, disertai dasar kemerahan pada lateral lidah pada region premolar kanan, palpasi sakit dan tidak mudah berdarah. Gigi geligi pada posterior rahang bawah banyak terdapat karies dan tumpatan logam dengan permukaan yang kasar. Hasil pemeriksaan HPA pada bagian posterior lesi (anak panah) didapatkan moderate dysplasia dengan hipekeratosis. 1

laporan lesi praganas

Embed Size (px)

DESCRIPTION

zhezz

Citation preview

Page 1: laporan lesi praganas

SKENARIO IV

LESI PRAGANAS RONGGA MULUT

Dr. Atik Kurniawati, drg.,M.Kes

Seorang lakilaki berusia 45 tahun dating ke dokter gigi dengan keluhan lidah terasa

tidak nyaman ketika dipakai makan. Pada anamnesis diketahui pasien telah

menambalkan gigi bawah belakang yang dekat lidah ke tukang gigi, selain itu paien

mempunyai kebiasaan merokok sejak 24 tahun lalu rata-rata 30 batang setiap hari.

Pasien sering merasakan mulut nya kering. Pada pemeriksaan intra oral ditemukan

plak putih tidak dapat dikerok, tidak teratur, permukaan kasar, batas tidak jelas,

disertai dasar kemerahan pada lateral lidah pada region premolar kanan, palpasi sakit

dan tidak mudah berdarah. Gigi geligi pada posterior rahang bawah banyak terdapat

karies dan tumpatan logam dengan permukaan yang kasar. Hasil pemeriksaan HPA

pada bagian posterior lesi (anak panah) didapatkan moderate dysplasia dengan

hipekeratosis.

1

Page 2: laporan lesi praganas

STEP 1:

1. Moderate dysplasia

Dysplasia: kelainan perubahan bentuk sel yang berbeda dari asal

Moderate dysplasia: kelainan perubahan bentuk sel yang berbeda dari asal

dimulai dari stratum basal sampai setengah epitelial

2. Hyperkeratosis

Penebalan lapisan keratin pada lesi akibat perubahan bentuk sel

3. Lesi praganas

Suatu bentuk lesi yang apabila berlanjut bisa menyebabkan tumor ganas

dimana pada gambaran klinis sudah berubah secara patologis. Lesi ini

memiliki ciri-ciri campuran keratotik dari tumor jinak dan ganas.

STEP 2:

1. Apa penyebab timbulnya lesi tersebut?

2. Bagaimana lesi tersebut bisa dikatakan lesi praganas dilihat dari struktur HPA

dan klinisnya?

3. Apakah ada hubungan karies dengan tumpatan logam terhadap lesi yang

timbul?

4. Mengapa saat dilakukan palpasi terasa sakit?

5. Apakah ada hubungan antara mulut kering dengan ditemukannya lesi?

6. Apa saja jenis penyakit lesi praganas rongga mulut?

7. Apakah ada hubungan usia pasien (45 tahun) dengan lesi praganas?

STEP 3

1. Apa penyebab timbulnya lesi tersebut?

Pasien memiliki kebian buruk yaitu merokok yang sudah lama yaitu

24 tahun dengan 30 batang tiap harinya, selain dari kandungan rokok

yang berbahaya juga terdapat asap rokok yang panas. Dimana

2

Page 3: laporan lesi praganas

kandungan kimia asap rokok salah satunya adalah nikotin yang

bersifat karsiogenik sehingga dapat mengubah struktur dari sel itu

sendiri. Sedangkan dari asap rokok yang panas dapat mempengarui

sel-sel rongga mulut untuk melakukan penyesuaian atau adaptasi

akibat dari panas tersebut. Sehingga dapat menyebabkan keratosis

Adanya tumpatan logam yang kasar dapat menimbulkan suatu lesi

rongga mulut yang sebagai faktor pendukung dari faktor merokok

sebelumnya. Dimana tumpatan logam memiliki kandungan merkuri

yang apabila partikel-partikelnya terlepas bisa berbahanya bagi tubuh.

Selain itu tumpatan logam tidak menutup kemungkinan memiliki sifat

korosif, karena penggunaan tumpatan ini sudah lama dan berangsur-

angsur sehingga semakin lama melepaskan partikel-partikel logamnya

sehingga terjadilah lesi tersebut.

Faktor utama yang sesuai scenario: MEROKOK

Faktor pendukung: tumpatan logam yang kasar.

2. Bagaimana lesi tersebut bisa dikatan lesi praganas dilihat dari struktur HPA

dan klinisnya?

Secara HPA

Terdapat perubahan bentuk sel dari asalnya akibat adanya adaptasi dari

sel tersebut, terdapat perubahan basal sel yang tidak beraturan. Dan

terdapat penebalan keratin,

Secara klinis

pada lateral lidah terdapat dasar kemerahan karena ada pembentukan

pembuluh darah pada lamina propia, pada lesi putih tidak dapat

dikerok dengan permukaan lesi yang kasar.

3 aspek lesi praganas:

Kemerahan

Nodula

Ulserasi

3

Page 4: laporan lesi praganas

Ciri-ciri lesi praganas dilengkapi pada step 7 (LO)

3. Apakah ada hubungan karies dengan tumpatan logam terhadap lesi yang

timbul?

Dari tumpatan logam yang kasar dan juga dari kandungan logamnya.

Bagaimana logam dapat menyebabkan suatu lesi praganas apabila bahan

tumpatan tersebut yang berbahaya, seperti amalgam yang mengandung

merkuri yang bersifat karsiogenik (bahan-bahan yang mengandung ion-

ion (–)) dapat berikatan dengan DNA/RNA sehingga mempengaruhi

struktur sel dan diffrensiasinya menyebabkan dysplasia dan

menimbulkan lesi praganas.

4. Mengapa saat dilakukan palpasi terasa sakit?

Karena sudah ada keterlibatan syaraf. Adanya stimulasi ke syaraf pada

lamina propia akibat aktifitas lesi praganas. Jika dibandingan tumor

ganas, tumor ganas sudah tidak merasakan sakit dan bisa

bermetastasis.

Dimana tahap karsiogenesis yaitu inisiasi -> promosi -> progresi ->

metastasis. Dan fase pada lesi praganas yaitu pada peralihan antara

promosi ke progresi.

5. Apakah ada hubungan antara mulut kering dengan ditemukannya lesi?

Mulut kering pasien dapat disebabkan karena pasien merokok, dimana akan

timbul iritasi sel akibat panas rokok sehingga akan terjadi perubahan pada

kelenjar saliva yang berupa atropi acini. Gangguan pada kelenjar saliva ini

akan mempengaruhi penurunan produksi saliva sehingga dapat menyebabkan

mulut kering

Tidak ada hubungan hubungan antara mulut kering dengan

ditemukannya lesi.

6. Apa saja jenis penyakit lesi praganas rongga mulut?

Leukoplakia: lesi bewarna putih karena ada hyperkeratosis

4

Page 5: laporan lesi praganas

Eritokoplakia: lesi bewarna merah akibat adanya vaskularisasi,

Nampak warna merah karena adanya atropi pada epithelial.

Eritoleokoplakia: gangguan lesi tersebut antara warna putih dengan

warna merah.

7. Apakah ada hubungan usia pasien (45 tahun) dengan lesi praganas?

Usia pasien semakin bertambah maka kemampuan sel untuk memperbaiki diri

menurun sehingga banyak kelainan yang timbul/ rentan terhadap penyakit.

Kebiasaan buruk pasien semakin lama akan mengakibatkan iritasi terus

menerus pula. Sehingga dapat menimbulkan suatu lesi praganas.

5

Page 6: laporan lesi praganas

STEP 4:

6

Struktur Sel Normal

Proliferasi Sel

Normal Pertumbuhan sel (dysplasia)

Sulit Dikerok

Kasar Tidak Teratur Dasar Kemerahan

Pathogenesis

Lesi Praganas

Macam-Macam lesi praganas

Klinis HPA

Etiologi

Faktor Local

Faktor Sistemik

Pemeriksan Penunjang

Page 7: laporan lesi praganas

STEP 5

LO:

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Etiologi lesi praganas

Rongga Mulut

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Ciri lesi praganas

berdasarkan pemeriksaan klinis dan HPA

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Pathogenesis terbentuknya

lesi praganas rongga mulut

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Macam-macam lesi praganas

rongga mulut beserta patogenesisnya

STEP 7

7.1 ETIOLOGI LESI PRAGANAS RONGGA MULUT

Gangguan sel yang terjadi pada lesi praganas. Lesi praganas dapat terjadi

karena over ekspresi dari epithelial growth factor receptor (EGFR) yaitu

glikoprotein 170 – kDa dengan aktivasi tirosin dalam ikatan epithelial growth

factor (EGF). EGFR ditemukan untuk mengatur pertumbuhan, proliferasi, dan

diferensiasi epithelium normal. EGFR merupakan protein yang berada

dipermukaan sel yang fungsinya sebagai reseptor pengikat EGF dan

merupakan rambu bagi sel untuk melakukan proliferasi. EGF ditangkap oleh

EGFR dan sel akan terbangun serta bersiap untuk melakukan perbanyakan.

Pada lesi praganas dan ganas, EGFR aktif otomatis dan tidak lagi tergantung

pada EGF sehingga terjadi peningkatanproliferasi sel yang mengarah menuju

dysplasia epitel (Reece, 2002).

Faktor utama

a. Merokok

7

Page 8: laporan lesi praganas

Rokok merupakan penyebab utama terjadinya lesi di rongga mulut. Panas

asap rokok dapat mengiritasi mukosa mulut secara langsung dan bisa

menyebabkan vaskularisasi dan gangguan sekresi saliva. Gangguan sekresi

saliva ini disebabkan karena menurunnya antibodi dalam saliva, yang berguna

untuk menetralisir bakteri dalam rongga mulut dan menyebabkan gangguan

fungsi sel. Penurunan fungsi sel ini disertai dengan meningkatnya jumlah

bakteri aerob sehingga rongga mulut rentan terkena infeksi.

Rokok dapat menyebabkan hiperkeratosis dikarenakan adanya efek akibat

iritasi kronis asap rokok. Iritasi kronis ini disebabkan karena adanya bahan

karsinogen yang terkandung dalam rokok yaitu tar, nikotin dan bahan kimia

lainnya yang dapat menyebabkan perubahan awal struktur dasar epitel mukosa

mulut seperti deskuamasi epitel, atropi bahkan dapat menyebabkan displasia

epitel yang mengalami keganasan. Rokok menstimulasi melanosit mukosa

mulut sehingga produksi melanosit mukosa mulut berlebihan dan mengendap

pada lapisan basal mukosa sehingga terjadi pigmentasi pada mukosa tersebut.

Proses pembakaran rokok menghasilkan bahan-bahan oksidan dalam jumlah

yang besar, kondisi ini menyebabkan ketidakseimbangan antara oksidan dan

antioksidan yang disebut stres oksidatif. Tingginya jumlah kandungan oksidan

dan radikal bebas yang terdapat dalam rokok dapat bereaksi dengan gugus

sulfidril yang menyebabkan perubahan struktur dan fungsi molekul, termasuk

saliva yang merupakan barier terhadap serangan senyawa-senyawa oksidan

dan radikal bebas. Penurunan sistem antioksidan dapat berakibat pada

kerusakan komponen-komponen seluler yang penting seperti membran lipid,

protein dan DNA.

Selain mengandung bahan oksidan rokok juga mengandung bahan-bahan

karsinogen. Bahan-bahan karsinogen antara lain benzopyrene dan akrolein.

Bahan bahan karsinogen dapat berikatan dengan basa DNA dan menyebabkan

8

Page 9: laporan lesi praganas

kesalahan pembacaan informasi genetik pada saat DNA direpliksi sehingga

menyebabkan terjadinya mutasi DNA dan dapat menimbulkan kanker,

termasuk kanker pada rongga mulut.

b. Kebiasaan menginang

Komposisi dari menginang adalah biji buah pinang, daun sirih, dan kapur

(kalsium hidroksid). Biji buah pinang mengandung 0,15-0,67 % alkaloid,

salah satu jenis alkaloid adalah arecolin yang mengandung 3-

(metilnitrosamino) propionitril. Arecolon jenis ini apabila bercampur dengan

kapur (kalsium hidroksida) dalam proses menginang akan menghasilkan

oksigen reaktif (radikal bebas) yang merupakan pemicu pertumbuhan sel yang

karsiogenik. Arecoline akan menaikkan mRNA dan ekspresi proyein cystatin

C, nonglicosilated protein dasar yang mengatur variasi ekspresi fibroblast

dengan cara mengatur regulasinya. Selain itu arecoline juga meningkatkan

ekpresi dari keratinosit growth factor-1, insuline growth factor-1, ekspresi

interleukin 6 yang terlibat dalam pembentukan jaringan fibrous sehingga

jaringa fibrous yang terbentuk semakin banyak. Flavanoid, catechin, and

tannin menyebabkan kolagen mengalami cross link sehingga sel-selnya akan

sulit untuk terdegradasi.

c. Sinar matahari

Terlalu banyak sinar matahari tidak baik untuk tubuh. Energi dari matahari

sebenarnya radiasi tak terlihat yang sehat dan berbahaya pada waktu yang

sama. Ada dua jenis utama dari ultraviolet (UV) sinar yang mencapai bumi,

UVA dan UVB. Sinar UVA meningkatkan efek dari sinar UVB. Mereka

menyebabkan neoplasma kulit, katarak, penuaan, keriput dan hilangnya

elastisitas kulit. Sinar UVB menyebabkan risiko lebih besar terkena kanker

kulit dari sinar UVA. 

d. Jamur: candida albican

9

Page 10: laporan lesi praganas

Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk

tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan

berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan

membentuk hifa semu. bentuk blastospora diperlukan untuk memulai suatu

lesi pada jaringan. Sesudah terjadi lesi, dibentuk hifa yang melakukan invasi.

Dengan proses tersebut terjadilah reaksi radang. Pada kandidosis akut

biasanya hanya terdapat blastospora, sedang pada yang menahun didapatkan

miselium. Kandidosis di permukaan alat dalam biasanya hanya mengandung

blastospora yang berjumlah besar, pada stadium lanjut tampak hifa.

e. Virus: HPV

Human papillomavirus atau HPV merupakan virus yang dapat

menyebabkan kutil   di berbagai bagian tubuh. Infeksi HPV dapat terjadi jika

seseorang bersentuhan langsung dengan kulit pengidap atau benda yang

terkontaminasi virus HPV. Hubungan seksual juga dapat menjadi sarana

penularan virus HPV pada kelamin. Misalnya kontak langsung dengan kulit

kelamin, membran mukosa atau pertukaran cairan tubuh, dan seks oral atau

anal.

Faktor predisposisi

a. Defisiensi Nutrisi

Defisiensi dari beberapa mikronutrisi seperti vitamin A, C, E, dan Fe dapat

mempengaruhi terjadinya tumor baik jinak, praganas maupun ganas. Pada

vitamin A terdapat 2 golongan yaitu retinol (preformed vitamin A) dan

carotenoids (provitamin A) yang mana carotenoids apabila dibutuhkan oleh

tubuh akan diubah menjadi retinol. Pertumbuhan dan diferensiasi dari sel

normal atau sel tumor dapat dimodulasi oleh retinoid yang mempengaruhi

pada ekspresi gen. Retinoid menginduksi apoptosis , mengarahkan maturasi

pembelahan sel yang normal dan menekan karsinogenesis. Retinoid memiliki

kemampuan untuk menjaga keseimbangan yang memadai antara

10

Page 11: laporan lesi praganas

pertumbuhan, diferensiasi, dan kehilangan sel. Keseimbangan homeostatis

yang terganggu pada penyakit ganas dapat dipulihkan dengan mendapatkan

keseimbangan antara proliferasi dan kematian sel.

Vitamin E dan C di dalam tubuh mempunyai efek sebagai antioksidan. Reaksi

radikal bebas dapat menyebabkan perubahan enzimatik fungsi dan mutasi

DNA dan meningkatkan risiko mengembangkan jalur sel ganas . Mengurangi

radikal bebas menggunakan antioksidan , seperti vitamin E dan C mungkin

dapat mencegah perubahan sel. Vitamin C bekerja secara sinergis dengan

vitamin E. Vitamin E yang teroksidasi radikal bebas dapat bereaksi dengan

vitamin C kemudian akan berubah menjadi tokoferol setelah mendapat ion

hidrogen dari vitamin C. Mekanisme kerja antioksidan seluler adalah sebagai

berikut:

a. Berinteraksi langsung dengan oksidan, radikal bebas atau oksigen

tunggal

b. Mencegah pembentukan jenis oksigen reaktif

c. Mengubah jenis oksigen reaktif menjadi kurang toksik

d. Mencegah kemampuan oksigen reaktif

e. Memperbaiki kerusakan yang timbul.

Defisiensi zat besi akan menyebabkan anemia. Plummer-Vinson Syndrome

adalah suatu penyakit yang berhubungan erat dengan anemia. Syndrome ini

merupakan faktor pencetus berkembangnya kanker mulut, karsinoe sel

skuamous.

7.2 CIRI LESI PRAGANAS BERDASARKAN PEMEIKSAAN KLINIS DAN HPA

Klinis:

11

Page 12: laporan lesi praganas

Tiga gambar klinis yang penting adalah yang berhubungan dengan sifat

kemerahan, nodular atau penonjolan, dan ulserasi. Tidak adanya rasa sakit,

adanya komponen merah (eritroplasia) pada suatu lesi putih makin

meningkatkan kemungkinan munculnya displasia atau kanker. Adanya

indurasi (nodul) yang lunak pada saat dipalpasi diduga berada di bawah

permukaan karena adanya displasia daripada hanya suatu keratosiss. Sama

halnya dengan tersebut, ulserasi pada suatu lesi putih yang menunjukkan

proses destruktif lokal, atau nekrosis adalah indikasi adanya perusakan oleh

kanker atau infeksi.

HPA:

o Terjadi diplasia yang merupakan perubahan sel dewasa ke arah

kemunduran.

o The WHO Colaborating Reference Centre for Oral Precancerous

Lesion, menyebutkan beberapa perubahan berikut ini sebagai bagian

dari dysplasia epithel :

Hilangnya polaritas basal

Hilangnya orientasi sel

Adanya lebih dari satu lapisan sel yang mempunyai bentuk

basalaoid

Bertambahnya rasio nuclear-sitoplasmik

Prosesus rete berbentuk tetesan

Stratifikasi epithel yang tidak teratur

Bertambahnya junmlah mitosis. Beberapa mitosis abnormal

juga terlihat

Adanya hasil mitosis setengah bagian superficial dari

epithelium

Pleomorpism selular

12

Page 13: laporan lesi praganas

Hipokromatism nuclear

Nukleoli membesar

Berkurangnya ohesi selular

Keratinisasi sel tunggal atau kelompok sel pada lapisan sel

spinal

Gambaran mitosis lebih banyak daripada normal

Gambar (A) Lapisan epitel gepeng berlapis normal; (B) Displasia pada

lapisan basal

7.3 PATHOGENESIS TERBENTUKNYA LESI PRAGANAS RONGGA MULUT

Mutasi genetik : adanya iritasi secara mekanis pada mukosa rongga mulut yang

disebabkan oleh faktor lokal ataupun kontak langsung dapat menyebabkan

mukosa ronga mulut menjadi rusak dan berkurang resistensinya serta akan ada

adaptasi dari sel pada mukosa tersebut. Dengan adanya faktor pendukung

ataupun faktor sistemik maka bahan-bahan kimia ataupun bahan-bahan

karsinogenik akan dengan mudah masuk ke sel epitel rongga mulut dan

mengganggu siklus sel tersebut. Terganggunya siklus sel disebabkan oleh adanya

mutasi genetik pada inti sel sepitel. Adanya ekspresi berlebihan dari EGFR

(Epithelial Growth Factor Receptor), siklin D1, matriks metalloproteinase 9 dan

13

Page 14: laporan lesi praganas

p53, aneuploidi, upregulation telomerase, dan adanya insersi atau delesi pada 2G

polymorphism gen, menyebabkan sel-sel basaloid epitel berproliferasi terus

menerus secara berlebihan. Adanya peningkatan aktivitas mitotik yang abnormal

ini dapat menyebabkan adanya displasia epitel.

Lesi putih dan merah

Pada lesi putih warna putih di sebabkan karena adanya hyperkeratosis,

sedangkan, untuk lesi yang berwarna merah, warna merah di sebabkan karena

hilangnya atau menipisnya lapisan keratin yang diakibatkan oleh gangguan

differensiasi sel basaloid yang parah sehingga tidak menghasilkan keratin. Ada

tidaknya keratin yang dihasilkan mempengaruhi penampakan klinis lesi, yang

sedikit keratin atau tidak berkeratin membuat epitel tembus cahaya dan

menambah visibilitas pada pembuluh darah kecil dibawahnya sehingga

menyebabkan adanya warna kemerahan. Kemungkinan terbentuknya lesi merah

dikarenakan adanya gangguan pada proses keratinisasi. Proses keratinisasi

sejatinya merupakan proses fisiologis yang normal. Namun, pada pembentukan

lesi praganas ini, terjadi penebalan lapisan keratin sehingga lesi berwarna putih,

atau mungkin pembentukan keratin yang lebih sedikit sehingga lesi terlihat lebih

merah. Pada patogenesis lesi praganas, aktivitas mitotik sel-sel basal meningkat.

Pembentukan sel baru ini mengakibatkan lapisan basal menjadi lebih tebal.

Apabila pembentukan sel baru tersebut diimbangi dengan proses differensiasi

yang baik (well-differentiate) maka akan terbentuk lapisan keratin yang juga

lebih tebal. Namun, apabila pembentukan sel baru tersebut tidak disertai dengan

proses differensiasi yang baik (poorly differentiate), maka terbentuklah lapisan

keratin yang lebih tipis atau bahkan tidak terjadi pembentukan keratin. Lapisan

keratin yang tipis inilah yang membuat lesi terlihat lebih merah.

14

Page 15: laporan lesi praganas

7.4 MACAM-MACAM LESI PRAGANAS RONGGA MULUT BESERTA

PATOGENESISNYA

Dysplasia

Merupakan keadaan dimana sel-sel neolpastik terdapat pada seluruh lapisan

epitel. Perubahan pra kanker lain yang tidak sampai meligatkan seluruh lapisan

epitel serviks disebut displasia yang dibagi menjadi ringan, sedang dan berat.

Displasia adalah neoplasia servikal intraepitelial (CIN), tingkatannya adalah CIN

1 (displasia ringan ) CIN 2 (displasia sedang) dan CIN 3 (displasia berat dan

karsinoma in situ).

WHO mengklassifikasikan epithelial dysplasia menurut tingkat kepaahannya

menjadi:

1. Mild dysplasia, yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat ringan

dengn pembentukan 1 atau dua lapisan basaloid sel di atas membrane

basalis tanpa ditandai adanya atipia sel.

2. Moderte dysplasia, yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tungkat

sedang dengan pembentukkan lapisan basaoid sel hingga lapisan prikel

(spinosum) ditandai adanya atipia sel

3. Severe dysplasia, yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tungkat sedang

dengan pembentukka lapisan basaloid sel hingga menggantikan seluruh

epithelium sel ditandai adanya atipia sel yang jelas dan sering di sebut

karsinoma in situ.

15

Page 16: laporan lesi praganas

Figure : Schematic representation of the development of CIN (taken from Figure 1 in

Kelloff & Sigman 2007)

Lesi Putih

1. Leukoplakia

Leukoplakia merupakan salah satu kelainan yang terjadi di mukosa rongga

mulut. Meskipun leukoplakia tidak termasuk dalam jenis tumor, lesi ini sering

meluas sehingga menjadi suatu lesi pre-cancer. Leukoplakia merupakan suatu

istilah lama yang digunakan untuk menunjukkan adanya suatu bercak putih

atau plak yang tidak normal yang terdapat pada membran mukosa. Pendapat

lain mengatakan bahwa leukoplakia hanya merupakan suatu bercak putih yang

terdapat pada membran mukosa dan sukar untuk dihilangkan atau terkelupas.

Batasan leukoplakia telah dipakai di masa lalu oleh ahli kulit dan ahli

kebidanan untuk menunjukkan suatu penebalan putih pada mukosa mulut atau

16

Page 17: laporan lesi praganas

vulva yang menunjukkan perubahan dini, in situ dan anaplastik. Berdasarkan

konsep yang diterima oleh World Health Organization maka batasan

leukoplakia adalah lesi yang tidak ada konotasi histologinya dan dipakai

hanya sebagai deskripsi klinis. Jadi definisinya adalah suatu penebalan putih

yang tidak dapat digosok sampai hilang dan tidak dapat digolongkan secara

klinis atau histologi sebagai penyakit-penyakit spesifik lainnya (contoh:

seperti likhen planus, lupus eritematosus, kandidiasis, white sponge naevus).

Stadium Leukoplakia

Leukoplakia dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:

1. Homogenous leukoplakia

17

Page 18: laporan lesi praganas

Merupakan bercak putih yang kadang-kadang berwarna kebiruan,

permukaannya licin, rata, dan berbatas jelas. Pada tahap ini, tidak dijumpai

adanya indurasi. Mengacu pada suatu lesi setempat atau bercak putih yang

luas, yang memperlihatkan suatu pola yang relative konsisten, sekalipun

permukaan lesi tersebut mungkin digambarkan bermacam-macam seperti

misalnya, berombak-ombak (“like a beach at ebbing tide”), dengan pola

garis-garis halus (“cristae”), keriput (“like dry, cracked mud”), atau

papilomatous.

2. Erosif leukoplakia

Erosif leukoplakia berwarna putih dan mengkilat seperti perak dan pada

umumnya sudah disertai dengan indurasi. Pada palpasi, permukaan lesi

mulai terasa kasar dan dijumpai juga permukaan lesi yang erosive.

Mengacu pada suatu lesi campuran merah dan putih, dimana nodul-nodul

keratotik yang kecil tersebar pada bercak-bercak atrofik (atau eritoplakik)

dari mukosa.

3. Speckled atau Verocuos leukoplakia

Permukaan lesi tampak sudah menonjol, berwarna putih, tetapi tidak

mengkilat. Timbulnya indurasi menyebabkan permukaan menjadi kasar

dan berlekuk-lekuk. Saat ini, lesi telah dianggap berubah menjadi ganas.

Karena biasanya dalam waktu yang relatif singkat akan berubah menjadi

tumor ganas seperti squamus sel karsinoma, terutama bila lesi ini terdapat

di lidah dan dasar mulut.

Gambaran HPA

Pemeriksaan mikroskopis akan membantu menentukan penegakan

diagnosis leukoplakia. Bila diikuti dengan pemeriksaan histopatologi dan

sitologi, akan tampak adanya perubahan keratinisasi sel epitelium, terutama

pada bagian superfisial.

Secara mikroskopis, perubahan ini dapat dibedakan menjadi 5 bagian, yaitu:

18

Page 19: laporan lesi praganas

2. Sublingual Keratosis

Istilah ini digunakan untuk lesi putih yang terdapat di dasar mulut dan ventral

dari lidah. Lesi ini mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menjadi ganas

(30%).

Gejala klinis yang ditunjukkan ialah berwarna putih, terdapat plak yang halus,

tidak teratur namun berbatas jelas. Biasanya lesi ini tidak diikuti dengan

infiltrasi sel-sel radang.

Gambaran histologi untuk sublingual keratosis sama dengan gambaran

histologi pada leukoplakia lainnya, yakni adanya parakeratosis atau

orthokeratosis atau keduanya dalam area yang berbeda. Keratin tersebut

menimbulkan warna putih pada lesi tersebut. Epiteliumnya tampak atrofi

(mengecil) dan biasanya disertai dengan akantosis. Kebanyakan leukoplakia

tidak menunjukkan adanya dysplasia, walaupun sebagian kecil menunjukkan

adanya perubahan dysplasia dari mild dysplasia menuju severe dysplasia.

Untuk sel-sel yang mengalami dysplasia biasanya diikuti dengan reaksi

radang dari limfosit dan sel plasma.

19

Page 20: laporan lesi praganas

3. Lichen Planus

Gambaran klinis

Lichen planus , secara klinis juga merupakan suatu lesi putih. Dimana secara

klinis mennjukkan suatu lapisan putih yang berupa anyaman homogen atau

tidak homogen yang tidak dapat terkelupas. Lesi ini secara klinis mempunyai

tipe erosi dan non erosi. Dapat terjadi pad seluruh permukaan rongga mulut

dan erat hubungannya dengan infeksi jamur atau virus.

Patogenesis

Oral Lichen Planus (OLP) terjadi akibat terjadinya inflamasi yang kronis yang

dimediasi oleh sel T (sel T CD8+) . Belum diketahui agen pasti penyebab

20

Page 21: laporan lesi praganas

terjadinya OLP, tetapi beberapa beranggapan bahwa sel epitel yang rusak

merupakan pemicu terjadinya OLP.

Sel mononuclear, seperti makrofag dan sel T akan menginfiltrasi hingga ke

lapisan propia bagian atas, berdekatan dengan membran basalis. Pada awalnya

sel T CD8+ akan mengenali keratinosit sebagai antigen dengan bantuan Major

Histoccompatibility Complex kelas I (MHC I). Setelah pengenala dan

aktivasi, sel T CD8+ akan menginduksi apoptosis keratinosit dan memediasi

datangnya beberapa sitokin, seperti TNF yang akan menimbulkan inflamasi

yang lebih lanjut.

Proses tersebut mengakibatkan terjadinya gambaran patologis khas pada OLP,

yaitu terjadi pendataran membran basalis, ditemukan intercellular spaces, dan

terpisahnya epitel dengan membran basalis yang dikenal dengan liquefaction

membran basalis. Biasa ditemukan juga colloid bodies (Civatte bodies) yang

disebabkan oleh keratinosit yang mengalami kematian -premature.

Gambaran Histopatologik

Biasanya ada tiga gambaran yang dianggap sangat penting untuk diagnosa

histopatologik dari liken planus yaitu; daerah hiperparakeratosis atau

hiperortokeratosis, sering disertai dengan penebalan lapisan lapisan sel

glanular dan gambaran gigi gergaji pada rete peg; degenerasi liquefaction atau

nekrosis pada lapisan sel basal yang sering digantikan dengan pita eosinofilik

dan suatu pita subepithelial yang padat dan limfosit. Terlihat kerusakan

membrane basalis, infiltrasi sel limfosit disertai membentuk untaian,

eosinofilik material pd daerah lamina propria, dan bentuk rete peg seperti

gergaji

Gambaran diagnostic yang utama dari liken planus yang mirip dengan reaksi

likenoid lainnya adalah kerusakan pada lapisan sel basal, termasuk perubahan

vacuolar dan kematian sel. Perubahan vacuolar (degenerasi liquefaction)

21

Page 22: laporan lesi praganas

ditandai dengan vakuola intraseluler, edema, separasi sel basal, dan

terlepasnya lamuna propria dari sel-sel basal. Perubahan vacuolar intraselular,

edema, separasi sel basal, dan terlepasnya lamina propria dari sel-sel basal.

Serpihan-serpihan artifactual di daerak ini sering dijumpai pada specimen

yang dikirim untuk pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, dan menimbulkan

kecurigaan tentang kemungkinannya sebagai suatu lesi vesikobulosa, dan bila

memang timbul pada daerah ini dalam liken planus bolusa.

Kematian sel-sel epidermal yang terlihat dalam penyakit ini biasanya

melibatkan satu sel-sel basal yang akan mengkerut dengan sitoplasma

eosinofilik dan satu atau lebih fragmen nuclear piknotik. Sel-sel yang mati ini

disebut sebagai Civatte bodies, dan terdapat bukti ultrastruktural bahwa

keadaan tersebut terjadi melalui suatu proses yang unik disebut sebagai

apoptosis, dimana sel-sel dikonversi menjadi badan filamentous yang

difagosit oleh makrofag atau sel basal di dekatnya. Apoptosis ini

menimbulkan reaksi peradangan kecil bila dibandingkan dengan sel-sel yang

mati akibat nekrosis, dan sel-sel yang mengalami apoptosis dalam lapisan

basal dari sel epitel likenoid di tempat lain sering disebut sel-sel diskeratotik.

Sebagian dari sel-sel basal yang mati tidak dapat difagositosis dan menonjol

keluar, masuk ke dalam dermis di bawahnya dimana kemudian akan

diselubungi oleh immunoglobulin terutama IgM dan disebut sebagai badan

koloid.

22

Page 23: laporan lesi praganas

4. Oral Submukous Fibrosis

Oral submukous fibrosis merupakan suatu penyakit progresif yang lambat

dimana terbentuk pita fibrosis di dalam mukosa mulut, yang pada akirnya

akan menyebabkan suatu hambatan yang hebat terhadap pergerakan mulut,

termasuk lidah. 

penyakit ini disertai dengan reaksi radang juksta epithelial yang disusul

dengan suatu perubahan fibroelastik dari lamina propria dan kemudian atropi

epitel sebagai akibatnya. Perubahan-perubahan ini disertai dengan rasa panas

terbakar di mulut dan kadang-kadang dengan vesikel pada mukosa.

Gambaran klinis

Pada tahap dini kelainan in sulit dideteksi, sedangkan pada tahap lanjutdimana

seluruh lamina propria telah digantikan oleh jaringan ikat fibrous padat dan

epitelium mengalami atropi secara klinis mukosa terlihat pucat.

Pada tahap lanjut, jaringan otot dapat mengalami kerusakan yang dapat

digantikan oleh jaringan ikatt fibrous dengan kolagen yang tebal. Bilamana

hal ini terjadi di daerah lipatan bukal. Secara klinis penderita akan mengalami

kesulitan membuka mulut.

Merupakan penyakit yang melemahkan rongga mulut yang ditandai dengan

adanya peradangan dan progresif fibrosis dari jaringan submukosa (lamina

propria dan jaringan ikat yang lebih dalam). Oral submocous fibrosis

menyebabkan kekakuan ditandai dengan ketidakmampuan membuka mulut.

Paling sering terjadi mukosa bukal. OSF dapat disebabkan karena kebisaan

menginang atau menyusur tembakau,alkohol, defisiensi nutrisi, gangguan

genetik dan imunitas tubuh serta faktor-faktor lainnya.

Gambaran Histopatologik

23

Page 24: laporan lesi praganas

Secara histologis pada tahap dini menunjukkan adanya peningkatan jaringan

fibrous di lamina propria, kolagen, dan atrofi epitelium .

Fibrosis submukosa pada lipatan mukosa pipi, menunjukkan pembentukan

serabut kolagen yang tebal pada daerah lamina propria, diikuti atrofi mukosa

epitelium (tanda panah)

5. Snuff Dippers Keratosis

Ditandai dengan adanya suatu daerah berwarna kuning berkerut pada lipatan

mukosa gusi, pipi, atau bibir. Lesi ini terjadi akibat penggunaan intra oral

tembakau tanpa dibakar. Tembakau yang tidak dibakar dapat digunakan

dalam berbagai bentuk (dihisap, dikunyah, atau disumbatkan) dan akan

meninggalkan tanda-tanda yang khas di daerah yang biasa disisipi tembakau.

Orang yang memiliki kebiasaan menyisipkan tembakau di tempat yang

berbeda-beda akan memiliki lesi yang banyak dan kurang mencolok.

Bercak-bercak snuff-dippers awalnya berwarna merah muda pucat, dengan

permukaan yang tampak berkerut dn berlipat-lipat. Perubahan lesi menjadi

warna putih, putih kekuningan, atau coklat kekuningan dapat terjadi akibat

dari adanya hyperkeratosis dan pewarnaan eksogen.

24

Page 25: laporan lesi praganas

Lesi Merah

1. Eritroplakia

Eritroplakia adalah plak merah yang tidak dapat didiagnosa sebagai suatu

penyakit spesifik dengan dasar analisa klinis. Eritroplakia juga didefinisikan

sebagai bercak merah seperti beludru, menetap, yang tidak dapat digolongkan

secara klinis sebagai keadaan lain apapun. Istilah ini seperti “leukoplakia” tidak

mempunyai arti histologis. Tetapi, sebagian besar dari eritroplakia didiagnosis

secara histologis sebagai displasia epitel atau lebih jelek lagi mempunyai

kecenderungan lebih tinggi untuk menjadi karsinoma. Seperti halnya lesi putih,

diagnose eritroplasia lebih kearah klinis daripada secara histologis dan hali ini

dibuat dengan pengecualian.

Lesi prakanker dan kondisi abnormal dari mukosa memiliki keterkaitan dengan

karsinogenesis pada rongga mulut. Erythroplakia merupakan lesi prakanker

yang dapat terjadi di mukosa rongga mulut. Perubahan gen menjadi salah satu

penyebab lesi prakanker, dan berperan dalam transformasi malignant.

Erithroplakia biasanya memiliki karakter displasia epitel yang berat dan

berkembang menjadi karsinoma yang invasif.

Patogenesis :

Erythroplakia dapat muncul sebagai akibat dari berbagai kejadian yang

menyebabkan kerusakan genetik yang mempengaruhi kromosom dan gen, yang

akhirnya menuju kepada perubahan DNA. Akumulasi perubahan-perubahan

tersebut memicu terjadinya disregulasi sel pada batas dimana terjadinya

pertumbuhan otonom dan perkembangan yang invasif. Proses neoplastik mula-

mula bermanifestasi secara intraepitel dekat membran dasar yang meyebabkan

terjadinya displasia epitel, yaitu yang secara histologis menggambarkan

kombinasi gangguan pematangan dan gangguan proliferasi sel. Proliferasi sel

basal yang berlebihan dengan bentuk yang tidak beraturan atau yang disebut

displasia menyebabkan sel-sel itu menjadi imatur. Hal ini menyebabkan tidak

25

Page 26: laporan lesi praganas

terbentuknya keratin dan pada keadaan erythroplakia ini juga disertai dengan

atropi sel-sel epitel. Keadaan-keadaan tersebut mengakibatkan menipisnya

lapisan epitel. Penipisan lapisan epitel menyebabkan lapisan subepitel di

bawahnya yang memiliki banyak vaskularisasi pembuluh darah lebih terlihat

dan menyebabkan warna merah pada gambaran klinis lesi ini. Tepi lesi

biasanya berbatas jelas. Tidak ada predileksi jenis kelamin dan paling sering

mengenai pasien berusia di atas 60 tahun.

Eritroplakia dapat terjadi di setiap tempat di dalam mulut, tetapi paling sering

dalam lipatan mukobukal mandibula, orofaring, pilar tonsil, palatum lunak,

permukaan lateral dan ventral lidah, dan dasar mulut. Eritroplakia paling umum

dijumpai pada pasien-pasien perokok berat dan alkaholik. Sejumlah peneliti

telah membuktikan bahwa mayoritas dari lesi mulut sejenis ini, menunjukkan

frekuensi tinggi dari atipia seluler dan perubahan premaligna serta perubahan

maligna.

Seperti halnya lesi putih mukosa, banyak keadaan yang mungkin di diagnose

atau diduga kuat sebagai dasar identifikasi bersamaan, sehubungan dengan yang

ditemukan. Walaupun analisa klinis dengan cermat telah dilakuakan, ada sedikit

kasus tanpa symptom, merah, plak seperti kain beludru yang tidak dapat di

identifikasi. Eritoplasia biasanya tanpa keluhan, walaupun ada keluhan seperti

sakit tidak berarti bertentangan dengan diagnose.

Eritroplakia dapat terjadi di setiap tempat di dalam mulut, tetapi paling sering

dalam lipatan mukobukal mandibula, orofaring dan dasar mulut.

Telah dikenal 3 varian klinis dari eritroplakia:

1. Bentuk homogeny, yang tampaknya merah rata.

2. Eritroleukoplakia, yang mempunyai bercak-bercak merah yang

bercampur dengan beberapa daerah leukoplakia.

3. Bercak leukoplakia, yang mengandung bintik-bintik atau granula-

granula putih yang menyebar diseluruh lesinya.

2. Purpura ( Petechiae, Ekimosis, Hematoma)

26

Page 27: laporan lesi praganas

Purpura adalah suatu keadaan yang ditandai oleh genangan darah ekstrafsi .

Faktor yang menstiapat iatrogenic, buatan atau trauma kecelakaan pada

jaringan – jaringan vaskuler yang ada di dalam kulit atau submukosa. Ketkan

menurut ukuran dipe purpura – petechiae, ekimosis, dan hematoma

diklasifikasikan menurut ukuran dan etiologinya. Petechiae adalah bercak-

bercak titik, tidak menimbul, bulat dan merah. Palatum lunak adalah lokasi

yang paling umum untuk petechiae multifocal. Suatu daerah ekstravasasi yang

diameternya biasanya lebih besar dari 1 cm disebut ekimosis. Hematoma

adalah genangan luas dari darah ekstravasasi akibat dari terputusnya

pembuluh darah karena trauma. Terjadi paling umum dalam rongga mulut

sebagai akibat dari bneturan pada wajah, erupsi gigi, robeknya vena alveolar

superior posterior selama penyuntikan anastesi lokal.

3. Varikositas

Adalah suatu pembengkakan berfluktuasi yang berwarna merah-ungu dan

sering kali dijumpai pada orang lanjut usia. Pembengkakan tersebut

menunjukan suatu dilatasi pembuluh darah sebagai akibat dari menua atau

oleh suatu rintangan internal pada venanya. Permukaan ventral dari 2/3

anterior liadah adalah lokasi yang sering. Bibir dan sudut mulut adalah

daerah-daerah umum yang lain.

4. Trombus

Suatu seri yang meliputi trauma, pengaktifan urutan pembekuan dan

pembentukan beku darah yang secara khas mengakibatkan terhentinya

perdarahn. Beberapa kemudian penghancuran beku darh terjadi dan aliran

darh normal mulai kembali . Trombus tampak sebagi nodula-nodula merah ,

built , menimbul, khas pada mukosa bibir. Kearas pada palpasi dan dapat

sedikit nyeri. Sumbatan-sumbatan vaskuler dapat membesar secara konsentris

dan menutup seluruh lumen pembuluhnya atau masak dan berkapur untuk

membentuk suatu plebolit. Plebolit adalah temuan oral yang jarang dan

27

Page 28: laporan lesi praganas

terdapat dlm pip, bibir, atau lidah. Secara radiografig tampak seperti donat,

melingkar, focus-fokus radiopak dengan tengah yang radiolusen.

5. Hemangioma

Adalah hemartoma vaskuler, jinak, membesar yang mungkin dijumpai di

setiap lokasi jaringan lunak intraoral. Terjadi pada cukup dini dan sedikit

umum pada wanita daripada pria. Dorsum lidah, gusi, dan mukosa pipi adalah

lokasi umum. Secara histologist dapat merupakan tipe kapiler atau

kavernosus.

Hemangioma jika terletak dalam jaringan ikat tidak akan mengubah warna

dari permukaan mukosa. Sebaliknya hemangioma superficial berwarna merah,

biru atau ungu, rata atau sedikit menimbul, permukaannya licin dsan sedikit

keras. Batas-batasnya biasanya difus dan permukaannya lcin yang lobuler

tidak sring terlihat.

6. Telangiektasia Hemorhagik Herediter (Rendu-Osler-Weber)

Telangiektasia hemorhagik herediter adalah suatu penyakit genetic yang

diturunkan sebagai suatu sifat dominan autosomal. Penyakit tersebut ditandai

oleh telangiektasia yang multiple dimana ada macula-makula ungu-merah

atau papula-papula sedikit merah yang menunjukkan pembesaran secara

permanen dari kapiler-kapiler tepi dari kulit, mukosa, dan jaringan-jaringan

lain. Lesi-lesi tersebut biasanya berukuran 1-3 mm, tidak ada denyut

pembuluh darah di tengahnya dan menjadi pucat waktu diaskopi. Sesudah

pubertas, ukuran dan banyaknya lesi cenderung makin meningkat dengan

bertambahnya usia. Pria dan wanita mengalaminya dengan rasio seimbang.

Perdarahan adalah gambaran yang mencolok dari penyakit ini.

Lesi-lesi telangiektasia hemorhagik herediter terletak langsung di bawah

mukosanya dan mudah terkena trauma, berakibat robek, perdarahan, dan

pembentukan ulkus. Lesi-lesi kulit tidak mudah robek karena ada epitel

bertanduk yang menutupinya. Lokasi yang paling umum pada kulit adalah

telapak tangan, jari-jari, dasar kuku, wajah, dan leher. Lesi mukosa dapat

28

Page 29: laporan lesi praganas

dijumpai pada bibir, lidah, septum nasi, dan konjungtiva. Gusi dan palatum

keras jarang terkena. Komplikasinya meliputi epistaksis, perdarahan

gastrointestinal, melena, hematuria, sirosis, fistula arteriovena paru-paru.

Dianjurkan hati-hati dengan penggunaan analgesia inhalasi, anastesi umum,

prosedur bedah mulut, dan obat-obat hepatotoksik serta anti-hemostatik.

Robeknya telangiektasia dapat menyebabkan perdarahan, yang paling baik

dikontrol dengan “pak tekan”. Riwayat, gambaran klinis dan gambaran klinis

dan histology adalah penting dalam membuat diagnose.

Osler-Weber-Rendu Disease (OWRD) atau Telangiektasia Hemorghapik

Herediter (HHT) adalah penyakit yang disebabkan oleh cacat pada reseptor

superfamili TGF-β. Manifestasi klinis OWRD disebabkan oleh perkembangan

pembuluh darah yang abnormal, termasuk telangiectasias, AVMs, dan

aneurisma. Daerah yang tidak terpengaruh paa lesi menunjukkan arsitektur

kapal normal pada analisis ultrastructural. Dengan demikian, penyakit ini

merupakan awal dikombinasikan dengan hasil perbaikan abnormal pada lesi.

Cacat pada persimpangan endotel sel, degenerasi sel endotel, dan kelemahan

dari jaringan ikat perivaskular yang diduga menyebabkan pelebaran kapiler

dan venula postcapillary, yang bermanifestasi sebagai telangiectasias. Paling

umum, telangiectasias melibatkan selaput lendir, serta kulit, konjungtiva,

retina, dan saluran pencernaan.

Telangiectases dan perdarahan AVM menunjukkan kelemahan dinding

pembuluh darah yang terlokalisir sebagai hasil remodelling yang abnormal

karena ketidakseimbangan fungsi dari TGF-β. Interaksi dengan TGF-β

signaling menghasilkan disorganisasi sitoskeletal struktur dan keparahan

dalam pembentukan tubuli vascular.

Gen yang megimplikasi pada kasus HHT ini adalah endoglin gen (HHT tipe

1) dan ALK-1 gen (HHT tipe2). Endoglin dan ALK-1 adalah tipe III dan tipe

I dari reseptor TGF- β dan keduanya sangat mempengaruhi sel endotel

pembuluh darah.

29

Page 30: laporan lesi praganas

Secara histopatologi ditemukan pembuluh darah membesar, ireguler dan

dinding yang tipis, tetapi patogenesisnya belum diketahui secara pasti.

Koagulasi yang abnormal dan peningkatan aktivitas fibrinolitik pada lesi ini

berkontribusi ke kecenderungan perdarahan.

7. Sindrom Sturge-Weber (Ensefalotrigeminal Angiomatosis)

Sindrom Sturge-Weber adalah suatu kelainan congenital yang jarang terjadi.

Manifestasinya adalah angioma vena dari leptomeningea otak, hemangioma

macula ipsilateral pada wajah, deficit neuromuskuler, dan lesi-lesi okulo-oral.

Hemangioma macula dari kulit wajah yang juga disebut “portwine stain” atau

“nevus flammeus” adalah gambaran yang paling mencolok dari sindrom

tersebut. Suatu hemangioma wajah berbatas jelas, rata atau sedikit menimbul,

dan berwajah merah sampai ungu. Hemangioma tersebut menjadi pucat bila

ditekan, dijumpai pada waktu lahir, penyebarannya di sepanjang saraf

trigeminus dan secara khas meluas ke garis tengah tanpa melintas ke sisi lain.

Divisi optalmikus dari saraf trigeminus paling sering terserang. Tidak ada

nyeri atau peradangan yang berkaitan dengan hemangioma dan tidak

membesar dengan bertambahnya usia.

Perubahan aliran darah vena yang disebabkanm oleh angioma leptomeningea

dapat mengakibatkan degenerasi kortikal cerebral, kejang-kejang,

keterbelakangan mental, dan hemiplengia. Pada radiograf tengkorak lateral,

kalsifikasi-kalsifikasi gyriform secara khas tampak sebagai “tram-lines”

berkontur ganda. Kira-kira 30% dari pasien mengalami kelainan okuler

termasuk angioma, koloboma, atau glaucoma.

Hiperplasia vaskuler yang mengenai mukosa pipi dan bibir adalah temuan oral

yang paling sering. Palatum, gusi dan dasar mulut juga dapat terkena.

Penyebaran bercak-bercak oral merah terang tersebut adalah ke daerah-daerah

yang dipasok oleh cabang-cabang saraf trigeminus. Seperti lesi wajah, bercak-

bercak ini berhenti di garis tengah. Keterlibatan gusi dapat membuat jaringan

menjadi edema dan menyebabkan kesulitan dengan hemostasis jika dilakukan

30

Page 31: laporan lesi praganas

prosedur bedah yang mengenai jaringan-jaringan ini. Erupsi gigi yang

abnormal, makrokeilia, makrodonsia, dan makroglosia adalah akibat dari

pertumbuhan yang sangat berlebihan dari pembuluh darah besar. Pada daerah

hyperplasia vaskuler, bedah mulut harus dilakukan menurut ukuran

hemostatik yang ketat.

STOMATITIS NIKOTINA

Stomatitis nikotina merupakan suatu lesi spesifik yang terjadi pada palatum dari

perokok berat baik sigaret, pipa maupun cerutu. Lesi ini memiliki sat gambaran

khas yang jarang terlewatkan karena lokasinya yang mencolok pada palatum. Lesi

dari stomatitis nikotina ini terbatas pada daerah yang terekspos dengan semburan

asap rokok yang relatif terpusat. Lesi ini biasanya lebih menonjol pada palatum

keras yang berkeratinisasi.

Dalam tahap awal mukosa akan tampak kemerahan, akan tetapi kemudian akan

berangsur-angsur menjadi abu-abu keputihan, menebal dan berfisur. Pusat

penebalan terjadi di sekeliling orifisum dari kelenjar saliva minor di palatum yang

tampak seperti nodul putih dengan bagian tengah berwarna merah yang mungkin

akan berubah menjadi coklat akibat deposit kalkulus.

Gambar stomatitis nikotina. Mukosa dari palatum keras memperlihatkan nodul

putih, terlumbrikasi dengan warna merah di tengahnya.

31

Page 32: laporan lesi praganas

Secara histologis epitelium menunjukkan akantosis dan hiperkeratosis. Lapisan

epitelium duktus kelenjar saliva sering menunjukkan suatu metaplasia skuamosa

dan obstruksi dari duktus.

KARSINOMA IN SITU

Konsep karsinoma in-situ ( CIS ) berasal dari cervix uteri,yaitu suatu perubahan

displastik dari eiptel skuamos yang tidak mengalami diferensiasi sehingga tidak

menghasilkan keratin. Konsep ini berbeda dengan karsinoma in-situ yang terjadi

pada rongga mulut dimana keratinisasi masih terjadi. Karena tumor ini hanya

terjadi sebatas intra epitel, beberapa ahli masih menggunakan istilah displasia

parah (severe dysplasia), atau neoplasia intra epitel (Squamous Intra

Neoplasia/SIN high grade).Sedangkan WHO mengklasifikasikan karsinoma in-situ

rongga mulut sebagai suatu klasifikasi diplasia epitel skuamos.

Karsinoma in-situ adalah suatu neoplasia yang berada diantara diplasia epitel

skuamos dan karsinoma sel skuamos invasif (SCC),tetapi batas kriteria

diantaranya belum jelas dan kadangkala masih kontroversial.

Karsinoma insitu buka suatu kanker . lesi menunjukkan bentuk keparahan

praganas epitel dengan gangguan seluruh lapisan epitel matang.

Gambaran klinis

Gambaran klinis dari karsinoma in situ dapat berupa lesi-lesi putih maupun lesi

merah (eritoplakia). Dengan tepi yang menonjol/ indurasi dan seringkali di dahului

oleh suatu ilserasi yang tidak sembuh-sembuh. Dapat ditemui pada seluruh

permukaan mukosa rongga mulut. Ulser yang tidak sembuh-sembuh dlam jangka

waktu yang lama terutama pada dasar mulut atau tepi/lateral lidah harus

diwaspadai sebgai lesi-lesi praganas/ganas.

32

Page 33: laporan lesi praganas

Pathogenesis

perubahan system keseimbangan seluler dapat terjadi oleh karena suatu iritasi

kronis. Iritasi tersebut merusak sel inang dengan cara merusak DNA sel, sehingga

regenerasi jaringan menjadi terganggu ataupun pertumbuhan jaringan menjadi

tidak terkontrol. Terjadi perbedaan pola ekspresi protein P53 dimana terjadi

peningkatan ekspresi berlebih yang dijumpai pada sel basal, para basal hingga

menggantikan seluruh epitel carcinoma in situ.

Gambaran histopatologis

Semua gambara histologis displasia epitel yang telah disebutkan sebelumnya

kemunginan dijumpai pada karsinoma in situ. Walaupun derajat gangguan

maturasi begitu parah tetapi tidak menghasilkan keratin. Tidak adanya keratin

sedikitpun membuat epitel tembus cahaya dan menambah visibilitas pada

pembuluh darah kecil di bawahnya. Hal ini merupakan dasar adanya kemerahan

secara klinis yang menjadi karakteristik eritoplakia. Meskipun karinoma insitu

diartikan sebagai gangguan seluruh rangkaian maturasi , tetapi tidak menunjukkan

invasi sel ke lapisan submukosa. Oleh karena itu karsinoma insitu dipisahkan dari

karsinoma epiteloid.

33

Page 34: laporan lesi praganas

DAFTAR PUSTAKA

Lynch, Malcolm A, dkk. 1993. Ilmu Penyakit Mulut Diagnosa dan Terapi Edisi Kedelapan. Jakarta Barat: Binarupa Aksara.

Syafriadi, Mei. 2008. Patologi Mulut Tumor Neoplastik dan Non Neoplastik Rongga Mulut. Yogyakarta: Andi.

Jurnal The Effect of Retinoids on Premalignant Oral Lesions Focus on Topical Therapy. Meir Gorsky, D.M.D. Joel B. Epstein, D.M.D., M.S.D. 2002. American Cancer Society.

jurnal PDGI: sari, rima p. dkk. 2013. Prevalensi lesi praganas pada mukosa mulut wanita lanjut usia dengan menginang di kecamatan lokpaikat kabupaten tapin periode mei-oktober 2013. Vol 63. No.1. halaman 30-35

syafriadi,mei. 2006. Lesi-lesi Praganas Rongga Mulut.Jember: laboratorium patologi anatomi fakultas kedokteran gigi universitas jember

Sudiono, Janti, Budi Kurniadi, Andhy Hendrawan, dan Bing Djimantoro. 2002. Ilmu Patologi.Jakarta:EGC

Kelloff G. J., Sigman C. C.(2007). Assessing intraepithelial neoplasia and drug safety in cancer-preventive drug development. Nat Rev Cancer 7, 508–18

Pinborg.J.J.1980.Oral Cancer and Precancer. Bristol: John Wright

Reece, Campbell dan Mitchel. 2002. Biologi. Jakarta: Erlangga

Justin A Bishop, MD Assistant Faculty in Surgical Pathology, The Johns Hopkins Medical Institutions. Leukoplakia and Erythroplakia - Premalignant Squamous Lesions of the Oral Cavity. 13 Januari 2014.

Nektarios I Lountzis, MD Consulting Staff, Advanced Dermatology Associates, Ltd, Lehigh Valley Health Network. Oral Submucous Fibrosis. 11 agustus 2014.

Klaus-Dieter Lessnau, MD, FCCP Clinical Associate Professor of Medicine, New York University School of Medicine; Medical Director, Pulmonary Physiology Laboratory; Director of Research in Pulmonary Medicine, Department of Medicine, Section of Pulmonary Medicine, Lenox Hill Hospital. Osler-Weber-Rendu Disease. 29 Juni 2015.

34