Upload
muhammad-sandy-irianto
View
69
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
zhezz
Citation preview
SKENARIO IV
LESI PRAGANAS RONGGA MULUT
Dr. Atik Kurniawati, drg.,M.Kes
Seorang lakilaki berusia 45 tahun dating ke dokter gigi dengan keluhan lidah terasa
tidak nyaman ketika dipakai makan. Pada anamnesis diketahui pasien telah
menambalkan gigi bawah belakang yang dekat lidah ke tukang gigi, selain itu paien
mempunyai kebiasaan merokok sejak 24 tahun lalu rata-rata 30 batang setiap hari.
Pasien sering merasakan mulut nya kering. Pada pemeriksaan intra oral ditemukan
plak putih tidak dapat dikerok, tidak teratur, permukaan kasar, batas tidak jelas,
disertai dasar kemerahan pada lateral lidah pada region premolar kanan, palpasi sakit
dan tidak mudah berdarah. Gigi geligi pada posterior rahang bawah banyak terdapat
karies dan tumpatan logam dengan permukaan yang kasar. Hasil pemeriksaan HPA
pada bagian posterior lesi (anak panah) didapatkan moderate dysplasia dengan
hipekeratosis.
1
STEP 1:
1. Moderate dysplasia
Dysplasia: kelainan perubahan bentuk sel yang berbeda dari asal
Moderate dysplasia: kelainan perubahan bentuk sel yang berbeda dari asal
dimulai dari stratum basal sampai setengah epitelial
2. Hyperkeratosis
Penebalan lapisan keratin pada lesi akibat perubahan bentuk sel
3. Lesi praganas
Suatu bentuk lesi yang apabila berlanjut bisa menyebabkan tumor ganas
dimana pada gambaran klinis sudah berubah secara patologis. Lesi ini
memiliki ciri-ciri campuran keratotik dari tumor jinak dan ganas.
STEP 2:
1. Apa penyebab timbulnya lesi tersebut?
2. Bagaimana lesi tersebut bisa dikatakan lesi praganas dilihat dari struktur HPA
dan klinisnya?
3. Apakah ada hubungan karies dengan tumpatan logam terhadap lesi yang
timbul?
4. Mengapa saat dilakukan palpasi terasa sakit?
5. Apakah ada hubungan antara mulut kering dengan ditemukannya lesi?
6. Apa saja jenis penyakit lesi praganas rongga mulut?
7. Apakah ada hubungan usia pasien (45 tahun) dengan lesi praganas?
STEP 3
1. Apa penyebab timbulnya lesi tersebut?
Pasien memiliki kebian buruk yaitu merokok yang sudah lama yaitu
24 tahun dengan 30 batang tiap harinya, selain dari kandungan rokok
yang berbahaya juga terdapat asap rokok yang panas. Dimana
2
kandungan kimia asap rokok salah satunya adalah nikotin yang
bersifat karsiogenik sehingga dapat mengubah struktur dari sel itu
sendiri. Sedangkan dari asap rokok yang panas dapat mempengarui
sel-sel rongga mulut untuk melakukan penyesuaian atau adaptasi
akibat dari panas tersebut. Sehingga dapat menyebabkan keratosis
Adanya tumpatan logam yang kasar dapat menimbulkan suatu lesi
rongga mulut yang sebagai faktor pendukung dari faktor merokok
sebelumnya. Dimana tumpatan logam memiliki kandungan merkuri
yang apabila partikel-partikelnya terlepas bisa berbahanya bagi tubuh.
Selain itu tumpatan logam tidak menutup kemungkinan memiliki sifat
korosif, karena penggunaan tumpatan ini sudah lama dan berangsur-
angsur sehingga semakin lama melepaskan partikel-partikel logamnya
sehingga terjadilah lesi tersebut.
Faktor utama yang sesuai scenario: MEROKOK
Faktor pendukung: tumpatan logam yang kasar.
2. Bagaimana lesi tersebut bisa dikatan lesi praganas dilihat dari struktur HPA
dan klinisnya?
Secara HPA
Terdapat perubahan bentuk sel dari asalnya akibat adanya adaptasi dari
sel tersebut, terdapat perubahan basal sel yang tidak beraturan. Dan
terdapat penebalan keratin,
Secara klinis
pada lateral lidah terdapat dasar kemerahan karena ada pembentukan
pembuluh darah pada lamina propia, pada lesi putih tidak dapat
dikerok dengan permukaan lesi yang kasar.
3 aspek lesi praganas:
Kemerahan
Nodula
Ulserasi
3
Ciri-ciri lesi praganas dilengkapi pada step 7 (LO)
3. Apakah ada hubungan karies dengan tumpatan logam terhadap lesi yang
timbul?
Dari tumpatan logam yang kasar dan juga dari kandungan logamnya.
Bagaimana logam dapat menyebabkan suatu lesi praganas apabila bahan
tumpatan tersebut yang berbahaya, seperti amalgam yang mengandung
merkuri yang bersifat karsiogenik (bahan-bahan yang mengandung ion-
ion (–)) dapat berikatan dengan DNA/RNA sehingga mempengaruhi
struktur sel dan diffrensiasinya menyebabkan dysplasia dan
menimbulkan lesi praganas.
4. Mengapa saat dilakukan palpasi terasa sakit?
Karena sudah ada keterlibatan syaraf. Adanya stimulasi ke syaraf pada
lamina propia akibat aktifitas lesi praganas. Jika dibandingan tumor
ganas, tumor ganas sudah tidak merasakan sakit dan bisa
bermetastasis.
Dimana tahap karsiogenesis yaitu inisiasi -> promosi -> progresi ->
metastasis. Dan fase pada lesi praganas yaitu pada peralihan antara
promosi ke progresi.
5. Apakah ada hubungan antara mulut kering dengan ditemukannya lesi?
Mulut kering pasien dapat disebabkan karena pasien merokok, dimana akan
timbul iritasi sel akibat panas rokok sehingga akan terjadi perubahan pada
kelenjar saliva yang berupa atropi acini. Gangguan pada kelenjar saliva ini
akan mempengaruhi penurunan produksi saliva sehingga dapat menyebabkan
mulut kering
Tidak ada hubungan hubungan antara mulut kering dengan
ditemukannya lesi.
6. Apa saja jenis penyakit lesi praganas rongga mulut?
Leukoplakia: lesi bewarna putih karena ada hyperkeratosis
4
Eritokoplakia: lesi bewarna merah akibat adanya vaskularisasi,
Nampak warna merah karena adanya atropi pada epithelial.
Eritoleokoplakia: gangguan lesi tersebut antara warna putih dengan
warna merah.
7. Apakah ada hubungan usia pasien (45 tahun) dengan lesi praganas?
Usia pasien semakin bertambah maka kemampuan sel untuk memperbaiki diri
menurun sehingga banyak kelainan yang timbul/ rentan terhadap penyakit.
Kebiasaan buruk pasien semakin lama akan mengakibatkan iritasi terus
menerus pula. Sehingga dapat menimbulkan suatu lesi praganas.
5
STEP 4:
6
Struktur Sel Normal
Proliferasi Sel
Normal Pertumbuhan sel (dysplasia)
Sulit Dikerok
Kasar Tidak Teratur Dasar Kemerahan
Pathogenesis
Lesi Praganas
Macam-Macam lesi praganas
Klinis HPA
Etiologi
Faktor Local
Faktor Sistemik
Pemeriksan Penunjang
STEP 5
LO:
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Etiologi lesi praganas
Rongga Mulut
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Ciri lesi praganas
berdasarkan pemeriksaan klinis dan HPA
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Pathogenesis terbentuknya
lesi praganas rongga mulut
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Macam-macam lesi praganas
rongga mulut beserta patogenesisnya
STEP 7
7.1 ETIOLOGI LESI PRAGANAS RONGGA MULUT
Gangguan sel yang terjadi pada lesi praganas. Lesi praganas dapat terjadi
karena over ekspresi dari epithelial growth factor receptor (EGFR) yaitu
glikoprotein 170 – kDa dengan aktivasi tirosin dalam ikatan epithelial growth
factor (EGF). EGFR ditemukan untuk mengatur pertumbuhan, proliferasi, dan
diferensiasi epithelium normal. EGFR merupakan protein yang berada
dipermukaan sel yang fungsinya sebagai reseptor pengikat EGF dan
merupakan rambu bagi sel untuk melakukan proliferasi. EGF ditangkap oleh
EGFR dan sel akan terbangun serta bersiap untuk melakukan perbanyakan.
Pada lesi praganas dan ganas, EGFR aktif otomatis dan tidak lagi tergantung
pada EGF sehingga terjadi peningkatanproliferasi sel yang mengarah menuju
dysplasia epitel (Reece, 2002).
Faktor utama
a. Merokok
7
Rokok merupakan penyebab utama terjadinya lesi di rongga mulut. Panas
asap rokok dapat mengiritasi mukosa mulut secara langsung dan bisa
menyebabkan vaskularisasi dan gangguan sekresi saliva. Gangguan sekresi
saliva ini disebabkan karena menurunnya antibodi dalam saliva, yang berguna
untuk menetralisir bakteri dalam rongga mulut dan menyebabkan gangguan
fungsi sel. Penurunan fungsi sel ini disertai dengan meningkatnya jumlah
bakteri aerob sehingga rongga mulut rentan terkena infeksi.
Rokok dapat menyebabkan hiperkeratosis dikarenakan adanya efek akibat
iritasi kronis asap rokok. Iritasi kronis ini disebabkan karena adanya bahan
karsinogen yang terkandung dalam rokok yaitu tar, nikotin dan bahan kimia
lainnya yang dapat menyebabkan perubahan awal struktur dasar epitel mukosa
mulut seperti deskuamasi epitel, atropi bahkan dapat menyebabkan displasia
epitel yang mengalami keganasan. Rokok menstimulasi melanosit mukosa
mulut sehingga produksi melanosit mukosa mulut berlebihan dan mengendap
pada lapisan basal mukosa sehingga terjadi pigmentasi pada mukosa tersebut.
Proses pembakaran rokok menghasilkan bahan-bahan oksidan dalam jumlah
yang besar, kondisi ini menyebabkan ketidakseimbangan antara oksidan dan
antioksidan yang disebut stres oksidatif. Tingginya jumlah kandungan oksidan
dan radikal bebas yang terdapat dalam rokok dapat bereaksi dengan gugus
sulfidril yang menyebabkan perubahan struktur dan fungsi molekul, termasuk
saliva yang merupakan barier terhadap serangan senyawa-senyawa oksidan
dan radikal bebas. Penurunan sistem antioksidan dapat berakibat pada
kerusakan komponen-komponen seluler yang penting seperti membran lipid,
protein dan DNA.
Selain mengandung bahan oksidan rokok juga mengandung bahan-bahan
karsinogen. Bahan-bahan karsinogen antara lain benzopyrene dan akrolein.
Bahan bahan karsinogen dapat berikatan dengan basa DNA dan menyebabkan
8
kesalahan pembacaan informasi genetik pada saat DNA direpliksi sehingga
menyebabkan terjadinya mutasi DNA dan dapat menimbulkan kanker,
termasuk kanker pada rongga mulut.
b. Kebiasaan menginang
Komposisi dari menginang adalah biji buah pinang, daun sirih, dan kapur
(kalsium hidroksid). Biji buah pinang mengandung 0,15-0,67 % alkaloid,
salah satu jenis alkaloid adalah arecolin yang mengandung 3-
(metilnitrosamino) propionitril. Arecolon jenis ini apabila bercampur dengan
kapur (kalsium hidroksida) dalam proses menginang akan menghasilkan
oksigen reaktif (radikal bebas) yang merupakan pemicu pertumbuhan sel yang
karsiogenik. Arecoline akan menaikkan mRNA dan ekspresi proyein cystatin
C, nonglicosilated protein dasar yang mengatur variasi ekspresi fibroblast
dengan cara mengatur regulasinya. Selain itu arecoline juga meningkatkan
ekpresi dari keratinosit growth factor-1, insuline growth factor-1, ekspresi
interleukin 6 yang terlibat dalam pembentukan jaringan fibrous sehingga
jaringa fibrous yang terbentuk semakin banyak. Flavanoid, catechin, and
tannin menyebabkan kolagen mengalami cross link sehingga sel-selnya akan
sulit untuk terdegradasi.
c. Sinar matahari
Terlalu banyak sinar matahari tidak baik untuk tubuh. Energi dari matahari
sebenarnya radiasi tak terlihat yang sehat dan berbahaya pada waktu yang
sama. Ada dua jenis utama dari ultraviolet (UV) sinar yang mencapai bumi,
UVA dan UVB. Sinar UVA meningkatkan efek dari sinar UVB. Mereka
menyebabkan neoplasma kulit, katarak, penuaan, keriput dan hilangnya
elastisitas kulit. Sinar UVB menyebabkan risiko lebih besar terkena kanker
kulit dari sinar UVA.
d. Jamur: candida albican
9
Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk
tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan
berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan
membentuk hifa semu. bentuk blastospora diperlukan untuk memulai suatu
lesi pada jaringan. Sesudah terjadi lesi, dibentuk hifa yang melakukan invasi.
Dengan proses tersebut terjadilah reaksi radang. Pada kandidosis akut
biasanya hanya terdapat blastospora, sedang pada yang menahun didapatkan
miselium. Kandidosis di permukaan alat dalam biasanya hanya mengandung
blastospora yang berjumlah besar, pada stadium lanjut tampak hifa.
e. Virus: HPV
Human papillomavirus atau HPV merupakan virus yang dapat
menyebabkan kutil di berbagai bagian tubuh. Infeksi HPV dapat terjadi jika
seseorang bersentuhan langsung dengan kulit pengidap atau benda yang
terkontaminasi virus HPV. Hubungan seksual juga dapat menjadi sarana
penularan virus HPV pada kelamin. Misalnya kontak langsung dengan kulit
kelamin, membran mukosa atau pertukaran cairan tubuh, dan seks oral atau
anal.
Faktor predisposisi
a. Defisiensi Nutrisi
Defisiensi dari beberapa mikronutrisi seperti vitamin A, C, E, dan Fe dapat
mempengaruhi terjadinya tumor baik jinak, praganas maupun ganas. Pada
vitamin A terdapat 2 golongan yaitu retinol (preformed vitamin A) dan
carotenoids (provitamin A) yang mana carotenoids apabila dibutuhkan oleh
tubuh akan diubah menjadi retinol. Pertumbuhan dan diferensiasi dari sel
normal atau sel tumor dapat dimodulasi oleh retinoid yang mempengaruhi
pada ekspresi gen. Retinoid menginduksi apoptosis , mengarahkan maturasi
pembelahan sel yang normal dan menekan karsinogenesis. Retinoid memiliki
kemampuan untuk menjaga keseimbangan yang memadai antara
10
pertumbuhan, diferensiasi, dan kehilangan sel. Keseimbangan homeostatis
yang terganggu pada penyakit ganas dapat dipulihkan dengan mendapatkan
keseimbangan antara proliferasi dan kematian sel.
Vitamin E dan C di dalam tubuh mempunyai efek sebagai antioksidan. Reaksi
radikal bebas dapat menyebabkan perubahan enzimatik fungsi dan mutasi
DNA dan meningkatkan risiko mengembangkan jalur sel ganas . Mengurangi
radikal bebas menggunakan antioksidan , seperti vitamin E dan C mungkin
dapat mencegah perubahan sel. Vitamin C bekerja secara sinergis dengan
vitamin E. Vitamin E yang teroksidasi radikal bebas dapat bereaksi dengan
vitamin C kemudian akan berubah menjadi tokoferol setelah mendapat ion
hidrogen dari vitamin C. Mekanisme kerja antioksidan seluler adalah sebagai
berikut:
a. Berinteraksi langsung dengan oksidan, radikal bebas atau oksigen
tunggal
b. Mencegah pembentukan jenis oksigen reaktif
c. Mengubah jenis oksigen reaktif menjadi kurang toksik
d. Mencegah kemampuan oksigen reaktif
e. Memperbaiki kerusakan yang timbul.
Defisiensi zat besi akan menyebabkan anemia. Plummer-Vinson Syndrome
adalah suatu penyakit yang berhubungan erat dengan anemia. Syndrome ini
merupakan faktor pencetus berkembangnya kanker mulut, karsinoe sel
skuamous.
7.2 CIRI LESI PRAGANAS BERDASARKAN PEMEIKSAAN KLINIS DAN HPA
Klinis:
11
Tiga gambar klinis yang penting adalah yang berhubungan dengan sifat
kemerahan, nodular atau penonjolan, dan ulserasi. Tidak adanya rasa sakit,
adanya komponen merah (eritroplasia) pada suatu lesi putih makin
meningkatkan kemungkinan munculnya displasia atau kanker. Adanya
indurasi (nodul) yang lunak pada saat dipalpasi diduga berada di bawah
permukaan karena adanya displasia daripada hanya suatu keratosiss. Sama
halnya dengan tersebut, ulserasi pada suatu lesi putih yang menunjukkan
proses destruktif lokal, atau nekrosis adalah indikasi adanya perusakan oleh
kanker atau infeksi.
HPA:
o Terjadi diplasia yang merupakan perubahan sel dewasa ke arah
kemunduran.
o The WHO Colaborating Reference Centre for Oral Precancerous
Lesion, menyebutkan beberapa perubahan berikut ini sebagai bagian
dari dysplasia epithel :
Hilangnya polaritas basal
Hilangnya orientasi sel
Adanya lebih dari satu lapisan sel yang mempunyai bentuk
basalaoid
Bertambahnya rasio nuclear-sitoplasmik
Prosesus rete berbentuk tetesan
Stratifikasi epithel yang tidak teratur
Bertambahnya junmlah mitosis. Beberapa mitosis abnormal
juga terlihat
Adanya hasil mitosis setengah bagian superficial dari
epithelium
Pleomorpism selular
12
Hipokromatism nuclear
Nukleoli membesar
Berkurangnya ohesi selular
Keratinisasi sel tunggal atau kelompok sel pada lapisan sel
spinal
Gambaran mitosis lebih banyak daripada normal
Gambar (A) Lapisan epitel gepeng berlapis normal; (B) Displasia pada
lapisan basal
7.3 PATHOGENESIS TERBENTUKNYA LESI PRAGANAS RONGGA MULUT
Mutasi genetik : adanya iritasi secara mekanis pada mukosa rongga mulut yang
disebabkan oleh faktor lokal ataupun kontak langsung dapat menyebabkan
mukosa ronga mulut menjadi rusak dan berkurang resistensinya serta akan ada
adaptasi dari sel pada mukosa tersebut. Dengan adanya faktor pendukung
ataupun faktor sistemik maka bahan-bahan kimia ataupun bahan-bahan
karsinogenik akan dengan mudah masuk ke sel epitel rongga mulut dan
mengganggu siklus sel tersebut. Terganggunya siklus sel disebabkan oleh adanya
mutasi genetik pada inti sel sepitel. Adanya ekspresi berlebihan dari EGFR
(Epithelial Growth Factor Receptor), siklin D1, matriks metalloproteinase 9 dan
13
p53, aneuploidi, upregulation telomerase, dan adanya insersi atau delesi pada 2G
polymorphism gen, menyebabkan sel-sel basaloid epitel berproliferasi terus
menerus secara berlebihan. Adanya peningkatan aktivitas mitotik yang abnormal
ini dapat menyebabkan adanya displasia epitel.
Lesi putih dan merah
Pada lesi putih warna putih di sebabkan karena adanya hyperkeratosis,
sedangkan, untuk lesi yang berwarna merah, warna merah di sebabkan karena
hilangnya atau menipisnya lapisan keratin yang diakibatkan oleh gangguan
differensiasi sel basaloid yang parah sehingga tidak menghasilkan keratin. Ada
tidaknya keratin yang dihasilkan mempengaruhi penampakan klinis lesi, yang
sedikit keratin atau tidak berkeratin membuat epitel tembus cahaya dan
menambah visibilitas pada pembuluh darah kecil dibawahnya sehingga
menyebabkan adanya warna kemerahan. Kemungkinan terbentuknya lesi merah
dikarenakan adanya gangguan pada proses keratinisasi. Proses keratinisasi
sejatinya merupakan proses fisiologis yang normal. Namun, pada pembentukan
lesi praganas ini, terjadi penebalan lapisan keratin sehingga lesi berwarna putih,
atau mungkin pembentukan keratin yang lebih sedikit sehingga lesi terlihat lebih
merah. Pada patogenesis lesi praganas, aktivitas mitotik sel-sel basal meningkat.
Pembentukan sel baru ini mengakibatkan lapisan basal menjadi lebih tebal.
Apabila pembentukan sel baru tersebut diimbangi dengan proses differensiasi
yang baik (well-differentiate) maka akan terbentuk lapisan keratin yang juga
lebih tebal. Namun, apabila pembentukan sel baru tersebut tidak disertai dengan
proses differensiasi yang baik (poorly differentiate), maka terbentuklah lapisan
keratin yang lebih tipis atau bahkan tidak terjadi pembentukan keratin. Lapisan
keratin yang tipis inilah yang membuat lesi terlihat lebih merah.
14
7.4 MACAM-MACAM LESI PRAGANAS RONGGA MULUT BESERTA
PATOGENESISNYA
Dysplasia
Merupakan keadaan dimana sel-sel neolpastik terdapat pada seluruh lapisan
epitel. Perubahan pra kanker lain yang tidak sampai meligatkan seluruh lapisan
epitel serviks disebut displasia yang dibagi menjadi ringan, sedang dan berat.
Displasia adalah neoplasia servikal intraepitelial (CIN), tingkatannya adalah CIN
1 (displasia ringan ) CIN 2 (displasia sedang) dan CIN 3 (displasia berat dan
karsinoma in situ).
WHO mengklassifikasikan epithelial dysplasia menurut tingkat kepaahannya
menjadi:
1. Mild dysplasia, yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat ringan
dengn pembentukan 1 atau dua lapisan basaloid sel di atas membrane
basalis tanpa ditandai adanya atipia sel.
2. Moderte dysplasia, yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tungkat
sedang dengan pembentukkan lapisan basaoid sel hingga lapisan prikel
(spinosum) ditandai adanya atipia sel
3. Severe dysplasia, yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tungkat sedang
dengan pembentukka lapisan basaloid sel hingga menggantikan seluruh
epithelium sel ditandai adanya atipia sel yang jelas dan sering di sebut
karsinoma in situ.
15
Figure : Schematic representation of the development of CIN (taken from Figure 1 in
Kelloff & Sigman 2007)
Lesi Putih
1. Leukoplakia
Leukoplakia merupakan salah satu kelainan yang terjadi di mukosa rongga
mulut. Meskipun leukoplakia tidak termasuk dalam jenis tumor, lesi ini sering
meluas sehingga menjadi suatu lesi pre-cancer. Leukoplakia merupakan suatu
istilah lama yang digunakan untuk menunjukkan adanya suatu bercak putih
atau plak yang tidak normal yang terdapat pada membran mukosa. Pendapat
lain mengatakan bahwa leukoplakia hanya merupakan suatu bercak putih yang
terdapat pada membran mukosa dan sukar untuk dihilangkan atau terkelupas.
Batasan leukoplakia telah dipakai di masa lalu oleh ahli kulit dan ahli
kebidanan untuk menunjukkan suatu penebalan putih pada mukosa mulut atau
16
vulva yang menunjukkan perubahan dini, in situ dan anaplastik. Berdasarkan
konsep yang diterima oleh World Health Organization maka batasan
leukoplakia adalah lesi yang tidak ada konotasi histologinya dan dipakai
hanya sebagai deskripsi klinis. Jadi definisinya adalah suatu penebalan putih
yang tidak dapat digosok sampai hilang dan tidak dapat digolongkan secara
klinis atau histologi sebagai penyakit-penyakit spesifik lainnya (contoh:
seperti likhen planus, lupus eritematosus, kandidiasis, white sponge naevus).
Stadium Leukoplakia
Leukoplakia dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:
1. Homogenous leukoplakia
17
Merupakan bercak putih yang kadang-kadang berwarna kebiruan,
permukaannya licin, rata, dan berbatas jelas. Pada tahap ini, tidak dijumpai
adanya indurasi. Mengacu pada suatu lesi setempat atau bercak putih yang
luas, yang memperlihatkan suatu pola yang relative konsisten, sekalipun
permukaan lesi tersebut mungkin digambarkan bermacam-macam seperti
misalnya, berombak-ombak (“like a beach at ebbing tide”), dengan pola
garis-garis halus (“cristae”), keriput (“like dry, cracked mud”), atau
papilomatous.
2. Erosif leukoplakia
Erosif leukoplakia berwarna putih dan mengkilat seperti perak dan pada
umumnya sudah disertai dengan indurasi. Pada palpasi, permukaan lesi
mulai terasa kasar dan dijumpai juga permukaan lesi yang erosive.
Mengacu pada suatu lesi campuran merah dan putih, dimana nodul-nodul
keratotik yang kecil tersebar pada bercak-bercak atrofik (atau eritoplakik)
dari mukosa.
3. Speckled atau Verocuos leukoplakia
Permukaan lesi tampak sudah menonjol, berwarna putih, tetapi tidak
mengkilat. Timbulnya indurasi menyebabkan permukaan menjadi kasar
dan berlekuk-lekuk. Saat ini, lesi telah dianggap berubah menjadi ganas.
Karena biasanya dalam waktu yang relatif singkat akan berubah menjadi
tumor ganas seperti squamus sel karsinoma, terutama bila lesi ini terdapat
di lidah dan dasar mulut.
Gambaran HPA
Pemeriksaan mikroskopis akan membantu menentukan penegakan
diagnosis leukoplakia. Bila diikuti dengan pemeriksaan histopatologi dan
sitologi, akan tampak adanya perubahan keratinisasi sel epitelium, terutama
pada bagian superfisial.
Secara mikroskopis, perubahan ini dapat dibedakan menjadi 5 bagian, yaitu:
18
2. Sublingual Keratosis
Istilah ini digunakan untuk lesi putih yang terdapat di dasar mulut dan ventral
dari lidah. Lesi ini mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menjadi ganas
(30%).
Gejala klinis yang ditunjukkan ialah berwarna putih, terdapat plak yang halus,
tidak teratur namun berbatas jelas. Biasanya lesi ini tidak diikuti dengan
infiltrasi sel-sel radang.
Gambaran histologi untuk sublingual keratosis sama dengan gambaran
histologi pada leukoplakia lainnya, yakni adanya parakeratosis atau
orthokeratosis atau keduanya dalam area yang berbeda. Keratin tersebut
menimbulkan warna putih pada lesi tersebut. Epiteliumnya tampak atrofi
(mengecil) dan biasanya disertai dengan akantosis. Kebanyakan leukoplakia
tidak menunjukkan adanya dysplasia, walaupun sebagian kecil menunjukkan
adanya perubahan dysplasia dari mild dysplasia menuju severe dysplasia.
Untuk sel-sel yang mengalami dysplasia biasanya diikuti dengan reaksi
radang dari limfosit dan sel plasma.
19
3. Lichen Planus
Gambaran klinis
Lichen planus , secara klinis juga merupakan suatu lesi putih. Dimana secara
klinis mennjukkan suatu lapisan putih yang berupa anyaman homogen atau
tidak homogen yang tidak dapat terkelupas. Lesi ini secara klinis mempunyai
tipe erosi dan non erosi. Dapat terjadi pad seluruh permukaan rongga mulut
dan erat hubungannya dengan infeksi jamur atau virus.
Patogenesis
Oral Lichen Planus (OLP) terjadi akibat terjadinya inflamasi yang kronis yang
dimediasi oleh sel T (sel T CD8+) . Belum diketahui agen pasti penyebab
20
terjadinya OLP, tetapi beberapa beranggapan bahwa sel epitel yang rusak
merupakan pemicu terjadinya OLP.
Sel mononuclear, seperti makrofag dan sel T akan menginfiltrasi hingga ke
lapisan propia bagian atas, berdekatan dengan membran basalis. Pada awalnya
sel T CD8+ akan mengenali keratinosit sebagai antigen dengan bantuan Major
Histoccompatibility Complex kelas I (MHC I). Setelah pengenala dan
aktivasi, sel T CD8+ akan menginduksi apoptosis keratinosit dan memediasi
datangnya beberapa sitokin, seperti TNF yang akan menimbulkan inflamasi
yang lebih lanjut.
Proses tersebut mengakibatkan terjadinya gambaran patologis khas pada OLP,
yaitu terjadi pendataran membran basalis, ditemukan intercellular spaces, dan
terpisahnya epitel dengan membran basalis yang dikenal dengan liquefaction
membran basalis. Biasa ditemukan juga colloid bodies (Civatte bodies) yang
disebabkan oleh keratinosit yang mengalami kematian -premature.
Gambaran Histopatologik
Biasanya ada tiga gambaran yang dianggap sangat penting untuk diagnosa
histopatologik dari liken planus yaitu; daerah hiperparakeratosis atau
hiperortokeratosis, sering disertai dengan penebalan lapisan lapisan sel
glanular dan gambaran gigi gergaji pada rete peg; degenerasi liquefaction atau
nekrosis pada lapisan sel basal yang sering digantikan dengan pita eosinofilik
dan suatu pita subepithelial yang padat dan limfosit. Terlihat kerusakan
membrane basalis, infiltrasi sel limfosit disertai membentuk untaian,
eosinofilik material pd daerah lamina propria, dan bentuk rete peg seperti
gergaji
Gambaran diagnostic yang utama dari liken planus yang mirip dengan reaksi
likenoid lainnya adalah kerusakan pada lapisan sel basal, termasuk perubahan
vacuolar dan kematian sel. Perubahan vacuolar (degenerasi liquefaction)
21
ditandai dengan vakuola intraseluler, edema, separasi sel basal, dan
terlepasnya lamuna propria dari sel-sel basal. Perubahan vacuolar intraselular,
edema, separasi sel basal, dan terlepasnya lamina propria dari sel-sel basal.
Serpihan-serpihan artifactual di daerak ini sering dijumpai pada specimen
yang dikirim untuk pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, dan menimbulkan
kecurigaan tentang kemungkinannya sebagai suatu lesi vesikobulosa, dan bila
memang timbul pada daerah ini dalam liken planus bolusa.
Kematian sel-sel epidermal yang terlihat dalam penyakit ini biasanya
melibatkan satu sel-sel basal yang akan mengkerut dengan sitoplasma
eosinofilik dan satu atau lebih fragmen nuclear piknotik. Sel-sel yang mati ini
disebut sebagai Civatte bodies, dan terdapat bukti ultrastruktural bahwa
keadaan tersebut terjadi melalui suatu proses yang unik disebut sebagai
apoptosis, dimana sel-sel dikonversi menjadi badan filamentous yang
difagosit oleh makrofag atau sel basal di dekatnya. Apoptosis ini
menimbulkan reaksi peradangan kecil bila dibandingkan dengan sel-sel yang
mati akibat nekrosis, dan sel-sel yang mengalami apoptosis dalam lapisan
basal dari sel epitel likenoid di tempat lain sering disebut sel-sel diskeratotik.
Sebagian dari sel-sel basal yang mati tidak dapat difagositosis dan menonjol
keluar, masuk ke dalam dermis di bawahnya dimana kemudian akan
diselubungi oleh immunoglobulin terutama IgM dan disebut sebagai badan
koloid.
22
4. Oral Submukous Fibrosis
Oral submukous fibrosis merupakan suatu penyakit progresif yang lambat
dimana terbentuk pita fibrosis di dalam mukosa mulut, yang pada akirnya
akan menyebabkan suatu hambatan yang hebat terhadap pergerakan mulut,
termasuk lidah.
penyakit ini disertai dengan reaksi radang juksta epithelial yang disusul
dengan suatu perubahan fibroelastik dari lamina propria dan kemudian atropi
epitel sebagai akibatnya. Perubahan-perubahan ini disertai dengan rasa panas
terbakar di mulut dan kadang-kadang dengan vesikel pada mukosa.
Gambaran klinis
Pada tahap dini kelainan in sulit dideteksi, sedangkan pada tahap lanjutdimana
seluruh lamina propria telah digantikan oleh jaringan ikat fibrous padat dan
epitelium mengalami atropi secara klinis mukosa terlihat pucat.
Pada tahap lanjut, jaringan otot dapat mengalami kerusakan yang dapat
digantikan oleh jaringan ikatt fibrous dengan kolagen yang tebal. Bilamana
hal ini terjadi di daerah lipatan bukal. Secara klinis penderita akan mengalami
kesulitan membuka mulut.
Merupakan penyakit yang melemahkan rongga mulut yang ditandai dengan
adanya peradangan dan progresif fibrosis dari jaringan submukosa (lamina
propria dan jaringan ikat yang lebih dalam). Oral submocous fibrosis
menyebabkan kekakuan ditandai dengan ketidakmampuan membuka mulut.
Paling sering terjadi mukosa bukal. OSF dapat disebabkan karena kebisaan
menginang atau menyusur tembakau,alkohol, defisiensi nutrisi, gangguan
genetik dan imunitas tubuh serta faktor-faktor lainnya.
Gambaran Histopatologik
23
Secara histologis pada tahap dini menunjukkan adanya peningkatan jaringan
fibrous di lamina propria, kolagen, dan atrofi epitelium .
Fibrosis submukosa pada lipatan mukosa pipi, menunjukkan pembentukan
serabut kolagen yang tebal pada daerah lamina propria, diikuti atrofi mukosa
epitelium (tanda panah)
5. Snuff Dippers Keratosis
Ditandai dengan adanya suatu daerah berwarna kuning berkerut pada lipatan
mukosa gusi, pipi, atau bibir. Lesi ini terjadi akibat penggunaan intra oral
tembakau tanpa dibakar. Tembakau yang tidak dibakar dapat digunakan
dalam berbagai bentuk (dihisap, dikunyah, atau disumbatkan) dan akan
meninggalkan tanda-tanda yang khas di daerah yang biasa disisipi tembakau.
Orang yang memiliki kebiasaan menyisipkan tembakau di tempat yang
berbeda-beda akan memiliki lesi yang banyak dan kurang mencolok.
Bercak-bercak snuff-dippers awalnya berwarna merah muda pucat, dengan
permukaan yang tampak berkerut dn berlipat-lipat. Perubahan lesi menjadi
warna putih, putih kekuningan, atau coklat kekuningan dapat terjadi akibat
dari adanya hyperkeratosis dan pewarnaan eksogen.
24
Lesi Merah
1. Eritroplakia
Eritroplakia adalah plak merah yang tidak dapat didiagnosa sebagai suatu
penyakit spesifik dengan dasar analisa klinis. Eritroplakia juga didefinisikan
sebagai bercak merah seperti beludru, menetap, yang tidak dapat digolongkan
secara klinis sebagai keadaan lain apapun. Istilah ini seperti “leukoplakia” tidak
mempunyai arti histologis. Tetapi, sebagian besar dari eritroplakia didiagnosis
secara histologis sebagai displasia epitel atau lebih jelek lagi mempunyai
kecenderungan lebih tinggi untuk menjadi karsinoma. Seperti halnya lesi putih,
diagnose eritroplasia lebih kearah klinis daripada secara histologis dan hali ini
dibuat dengan pengecualian.
Lesi prakanker dan kondisi abnormal dari mukosa memiliki keterkaitan dengan
karsinogenesis pada rongga mulut. Erythroplakia merupakan lesi prakanker
yang dapat terjadi di mukosa rongga mulut. Perubahan gen menjadi salah satu
penyebab lesi prakanker, dan berperan dalam transformasi malignant.
Erithroplakia biasanya memiliki karakter displasia epitel yang berat dan
berkembang menjadi karsinoma yang invasif.
Patogenesis :
Erythroplakia dapat muncul sebagai akibat dari berbagai kejadian yang
menyebabkan kerusakan genetik yang mempengaruhi kromosom dan gen, yang
akhirnya menuju kepada perubahan DNA. Akumulasi perubahan-perubahan
tersebut memicu terjadinya disregulasi sel pada batas dimana terjadinya
pertumbuhan otonom dan perkembangan yang invasif. Proses neoplastik mula-
mula bermanifestasi secara intraepitel dekat membran dasar yang meyebabkan
terjadinya displasia epitel, yaitu yang secara histologis menggambarkan
kombinasi gangguan pematangan dan gangguan proliferasi sel. Proliferasi sel
basal yang berlebihan dengan bentuk yang tidak beraturan atau yang disebut
displasia menyebabkan sel-sel itu menjadi imatur. Hal ini menyebabkan tidak
25
terbentuknya keratin dan pada keadaan erythroplakia ini juga disertai dengan
atropi sel-sel epitel. Keadaan-keadaan tersebut mengakibatkan menipisnya
lapisan epitel. Penipisan lapisan epitel menyebabkan lapisan subepitel di
bawahnya yang memiliki banyak vaskularisasi pembuluh darah lebih terlihat
dan menyebabkan warna merah pada gambaran klinis lesi ini. Tepi lesi
biasanya berbatas jelas. Tidak ada predileksi jenis kelamin dan paling sering
mengenai pasien berusia di atas 60 tahun.
Eritroplakia dapat terjadi di setiap tempat di dalam mulut, tetapi paling sering
dalam lipatan mukobukal mandibula, orofaring, pilar tonsil, palatum lunak,
permukaan lateral dan ventral lidah, dan dasar mulut. Eritroplakia paling umum
dijumpai pada pasien-pasien perokok berat dan alkaholik. Sejumlah peneliti
telah membuktikan bahwa mayoritas dari lesi mulut sejenis ini, menunjukkan
frekuensi tinggi dari atipia seluler dan perubahan premaligna serta perubahan
maligna.
Seperti halnya lesi putih mukosa, banyak keadaan yang mungkin di diagnose
atau diduga kuat sebagai dasar identifikasi bersamaan, sehubungan dengan yang
ditemukan. Walaupun analisa klinis dengan cermat telah dilakuakan, ada sedikit
kasus tanpa symptom, merah, plak seperti kain beludru yang tidak dapat di
identifikasi. Eritoplasia biasanya tanpa keluhan, walaupun ada keluhan seperti
sakit tidak berarti bertentangan dengan diagnose.
Eritroplakia dapat terjadi di setiap tempat di dalam mulut, tetapi paling sering
dalam lipatan mukobukal mandibula, orofaring dan dasar mulut.
Telah dikenal 3 varian klinis dari eritroplakia:
1. Bentuk homogeny, yang tampaknya merah rata.
2. Eritroleukoplakia, yang mempunyai bercak-bercak merah yang
bercampur dengan beberapa daerah leukoplakia.
3. Bercak leukoplakia, yang mengandung bintik-bintik atau granula-
granula putih yang menyebar diseluruh lesinya.
2. Purpura ( Petechiae, Ekimosis, Hematoma)
26
Purpura adalah suatu keadaan yang ditandai oleh genangan darah ekstrafsi .
Faktor yang menstiapat iatrogenic, buatan atau trauma kecelakaan pada
jaringan – jaringan vaskuler yang ada di dalam kulit atau submukosa. Ketkan
menurut ukuran dipe purpura – petechiae, ekimosis, dan hematoma
diklasifikasikan menurut ukuran dan etiologinya. Petechiae adalah bercak-
bercak titik, tidak menimbul, bulat dan merah. Palatum lunak adalah lokasi
yang paling umum untuk petechiae multifocal. Suatu daerah ekstravasasi yang
diameternya biasanya lebih besar dari 1 cm disebut ekimosis. Hematoma
adalah genangan luas dari darah ekstravasasi akibat dari terputusnya
pembuluh darah karena trauma. Terjadi paling umum dalam rongga mulut
sebagai akibat dari bneturan pada wajah, erupsi gigi, robeknya vena alveolar
superior posterior selama penyuntikan anastesi lokal.
3. Varikositas
Adalah suatu pembengkakan berfluktuasi yang berwarna merah-ungu dan
sering kali dijumpai pada orang lanjut usia. Pembengkakan tersebut
menunjukan suatu dilatasi pembuluh darah sebagai akibat dari menua atau
oleh suatu rintangan internal pada venanya. Permukaan ventral dari 2/3
anterior liadah adalah lokasi yang sering. Bibir dan sudut mulut adalah
daerah-daerah umum yang lain.
4. Trombus
Suatu seri yang meliputi trauma, pengaktifan urutan pembekuan dan
pembentukan beku darah yang secara khas mengakibatkan terhentinya
perdarahn. Beberapa kemudian penghancuran beku darh terjadi dan aliran
darh normal mulai kembali . Trombus tampak sebagi nodula-nodula merah ,
built , menimbul, khas pada mukosa bibir. Kearas pada palpasi dan dapat
sedikit nyeri. Sumbatan-sumbatan vaskuler dapat membesar secara konsentris
dan menutup seluruh lumen pembuluhnya atau masak dan berkapur untuk
membentuk suatu plebolit. Plebolit adalah temuan oral yang jarang dan
27
terdapat dlm pip, bibir, atau lidah. Secara radiografig tampak seperti donat,
melingkar, focus-fokus radiopak dengan tengah yang radiolusen.
5. Hemangioma
Adalah hemartoma vaskuler, jinak, membesar yang mungkin dijumpai di
setiap lokasi jaringan lunak intraoral. Terjadi pada cukup dini dan sedikit
umum pada wanita daripada pria. Dorsum lidah, gusi, dan mukosa pipi adalah
lokasi umum. Secara histologist dapat merupakan tipe kapiler atau
kavernosus.
Hemangioma jika terletak dalam jaringan ikat tidak akan mengubah warna
dari permukaan mukosa. Sebaliknya hemangioma superficial berwarna merah,
biru atau ungu, rata atau sedikit menimbul, permukaannya licin dsan sedikit
keras. Batas-batasnya biasanya difus dan permukaannya lcin yang lobuler
tidak sring terlihat.
6. Telangiektasia Hemorhagik Herediter (Rendu-Osler-Weber)
Telangiektasia hemorhagik herediter adalah suatu penyakit genetic yang
diturunkan sebagai suatu sifat dominan autosomal. Penyakit tersebut ditandai
oleh telangiektasia yang multiple dimana ada macula-makula ungu-merah
atau papula-papula sedikit merah yang menunjukkan pembesaran secara
permanen dari kapiler-kapiler tepi dari kulit, mukosa, dan jaringan-jaringan
lain. Lesi-lesi tersebut biasanya berukuran 1-3 mm, tidak ada denyut
pembuluh darah di tengahnya dan menjadi pucat waktu diaskopi. Sesudah
pubertas, ukuran dan banyaknya lesi cenderung makin meningkat dengan
bertambahnya usia. Pria dan wanita mengalaminya dengan rasio seimbang.
Perdarahan adalah gambaran yang mencolok dari penyakit ini.
Lesi-lesi telangiektasia hemorhagik herediter terletak langsung di bawah
mukosanya dan mudah terkena trauma, berakibat robek, perdarahan, dan
pembentukan ulkus. Lesi-lesi kulit tidak mudah robek karena ada epitel
bertanduk yang menutupinya. Lokasi yang paling umum pada kulit adalah
telapak tangan, jari-jari, dasar kuku, wajah, dan leher. Lesi mukosa dapat
28
dijumpai pada bibir, lidah, septum nasi, dan konjungtiva. Gusi dan palatum
keras jarang terkena. Komplikasinya meliputi epistaksis, perdarahan
gastrointestinal, melena, hematuria, sirosis, fistula arteriovena paru-paru.
Dianjurkan hati-hati dengan penggunaan analgesia inhalasi, anastesi umum,
prosedur bedah mulut, dan obat-obat hepatotoksik serta anti-hemostatik.
Robeknya telangiektasia dapat menyebabkan perdarahan, yang paling baik
dikontrol dengan “pak tekan”. Riwayat, gambaran klinis dan gambaran klinis
dan histology adalah penting dalam membuat diagnose.
Osler-Weber-Rendu Disease (OWRD) atau Telangiektasia Hemorghapik
Herediter (HHT) adalah penyakit yang disebabkan oleh cacat pada reseptor
superfamili TGF-β. Manifestasi klinis OWRD disebabkan oleh perkembangan
pembuluh darah yang abnormal, termasuk telangiectasias, AVMs, dan
aneurisma. Daerah yang tidak terpengaruh paa lesi menunjukkan arsitektur
kapal normal pada analisis ultrastructural. Dengan demikian, penyakit ini
merupakan awal dikombinasikan dengan hasil perbaikan abnormal pada lesi.
Cacat pada persimpangan endotel sel, degenerasi sel endotel, dan kelemahan
dari jaringan ikat perivaskular yang diduga menyebabkan pelebaran kapiler
dan venula postcapillary, yang bermanifestasi sebagai telangiectasias. Paling
umum, telangiectasias melibatkan selaput lendir, serta kulit, konjungtiva,
retina, dan saluran pencernaan.
Telangiectases dan perdarahan AVM menunjukkan kelemahan dinding
pembuluh darah yang terlokalisir sebagai hasil remodelling yang abnormal
karena ketidakseimbangan fungsi dari TGF-β. Interaksi dengan TGF-β
signaling menghasilkan disorganisasi sitoskeletal struktur dan keparahan
dalam pembentukan tubuli vascular.
Gen yang megimplikasi pada kasus HHT ini adalah endoglin gen (HHT tipe
1) dan ALK-1 gen (HHT tipe2). Endoglin dan ALK-1 adalah tipe III dan tipe
I dari reseptor TGF- β dan keduanya sangat mempengaruhi sel endotel
pembuluh darah.
29
Secara histopatologi ditemukan pembuluh darah membesar, ireguler dan
dinding yang tipis, tetapi patogenesisnya belum diketahui secara pasti.
Koagulasi yang abnormal dan peningkatan aktivitas fibrinolitik pada lesi ini
berkontribusi ke kecenderungan perdarahan.
7. Sindrom Sturge-Weber (Ensefalotrigeminal Angiomatosis)
Sindrom Sturge-Weber adalah suatu kelainan congenital yang jarang terjadi.
Manifestasinya adalah angioma vena dari leptomeningea otak, hemangioma
macula ipsilateral pada wajah, deficit neuromuskuler, dan lesi-lesi okulo-oral.
Hemangioma macula dari kulit wajah yang juga disebut “portwine stain” atau
“nevus flammeus” adalah gambaran yang paling mencolok dari sindrom
tersebut. Suatu hemangioma wajah berbatas jelas, rata atau sedikit menimbul,
dan berwajah merah sampai ungu. Hemangioma tersebut menjadi pucat bila
ditekan, dijumpai pada waktu lahir, penyebarannya di sepanjang saraf
trigeminus dan secara khas meluas ke garis tengah tanpa melintas ke sisi lain.
Divisi optalmikus dari saraf trigeminus paling sering terserang. Tidak ada
nyeri atau peradangan yang berkaitan dengan hemangioma dan tidak
membesar dengan bertambahnya usia.
Perubahan aliran darah vena yang disebabkanm oleh angioma leptomeningea
dapat mengakibatkan degenerasi kortikal cerebral, kejang-kejang,
keterbelakangan mental, dan hemiplengia. Pada radiograf tengkorak lateral,
kalsifikasi-kalsifikasi gyriform secara khas tampak sebagai “tram-lines”
berkontur ganda. Kira-kira 30% dari pasien mengalami kelainan okuler
termasuk angioma, koloboma, atau glaucoma.
Hiperplasia vaskuler yang mengenai mukosa pipi dan bibir adalah temuan oral
yang paling sering. Palatum, gusi dan dasar mulut juga dapat terkena.
Penyebaran bercak-bercak oral merah terang tersebut adalah ke daerah-daerah
yang dipasok oleh cabang-cabang saraf trigeminus. Seperti lesi wajah, bercak-
bercak ini berhenti di garis tengah. Keterlibatan gusi dapat membuat jaringan
menjadi edema dan menyebabkan kesulitan dengan hemostasis jika dilakukan
30
prosedur bedah yang mengenai jaringan-jaringan ini. Erupsi gigi yang
abnormal, makrokeilia, makrodonsia, dan makroglosia adalah akibat dari
pertumbuhan yang sangat berlebihan dari pembuluh darah besar. Pada daerah
hyperplasia vaskuler, bedah mulut harus dilakukan menurut ukuran
hemostatik yang ketat.
STOMATITIS NIKOTINA
Stomatitis nikotina merupakan suatu lesi spesifik yang terjadi pada palatum dari
perokok berat baik sigaret, pipa maupun cerutu. Lesi ini memiliki sat gambaran
khas yang jarang terlewatkan karena lokasinya yang mencolok pada palatum. Lesi
dari stomatitis nikotina ini terbatas pada daerah yang terekspos dengan semburan
asap rokok yang relatif terpusat. Lesi ini biasanya lebih menonjol pada palatum
keras yang berkeratinisasi.
Dalam tahap awal mukosa akan tampak kemerahan, akan tetapi kemudian akan
berangsur-angsur menjadi abu-abu keputihan, menebal dan berfisur. Pusat
penebalan terjadi di sekeliling orifisum dari kelenjar saliva minor di palatum yang
tampak seperti nodul putih dengan bagian tengah berwarna merah yang mungkin
akan berubah menjadi coklat akibat deposit kalkulus.
Gambar stomatitis nikotina. Mukosa dari palatum keras memperlihatkan nodul
putih, terlumbrikasi dengan warna merah di tengahnya.
31
Secara histologis epitelium menunjukkan akantosis dan hiperkeratosis. Lapisan
epitelium duktus kelenjar saliva sering menunjukkan suatu metaplasia skuamosa
dan obstruksi dari duktus.
KARSINOMA IN SITU
Konsep karsinoma in-situ ( CIS ) berasal dari cervix uteri,yaitu suatu perubahan
displastik dari eiptel skuamos yang tidak mengalami diferensiasi sehingga tidak
menghasilkan keratin. Konsep ini berbeda dengan karsinoma in-situ yang terjadi
pada rongga mulut dimana keratinisasi masih terjadi. Karena tumor ini hanya
terjadi sebatas intra epitel, beberapa ahli masih menggunakan istilah displasia
parah (severe dysplasia), atau neoplasia intra epitel (Squamous Intra
Neoplasia/SIN high grade).Sedangkan WHO mengklasifikasikan karsinoma in-situ
rongga mulut sebagai suatu klasifikasi diplasia epitel skuamos.
Karsinoma in-situ adalah suatu neoplasia yang berada diantara diplasia epitel
skuamos dan karsinoma sel skuamos invasif (SCC),tetapi batas kriteria
diantaranya belum jelas dan kadangkala masih kontroversial.
Karsinoma insitu buka suatu kanker . lesi menunjukkan bentuk keparahan
praganas epitel dengan gangguan seluruh lapisan epitel matang.
Gambaran klinis
Gambaran klinis dari karsinoma in situ dapat berupa lesi-lesi putih maupun lesi
merah (eritoplakia). Dengan tepi yang menonjol/ indurasi dan seringkali di dahului
oleh suatu ilserasi yang tidak sembuh-sembuh. Dapat ditemui pada seluruh
permukaan mukosa rongga mulut. Ulser yang tidak sembuh-sembuh dlam jangka
waktu yang lama terutama pada dasar mulut atau tepi/lateral lidah harus
diwaspadai sebgai lesi-lesi praganas/ganas.
32
Pathogenesis
perubahan system keseimbangan seluler dapat terjadi oleh karena suatu iritasi
kronis. Iritasi tersebut merusak sel inang dengan cara merusak DNA sel, sehingga
regenerasi jaringan menjadi terganggu ataupun pertumbuhan jaringan menjadi
tidak terkontrol. Terjadi perbedaan pola ekspresi protein P53 dimana terjadi
peningkatan ekspresi berlebih yang dijumpai pada sel basal, para basal hingga
menggantikan seluruh epitel carcinoma in situ.
Gambaran histopatologis
Semua gambara histologis displasia epitel yang telah disebutkan sebelumnya
kemunginan dijumpai pada karsinoma in situ. Walaupun derajat gangguan
maturasi begitu parah tetapi tidak menghasilkan keratin. Tidak adanya keratin
sedikitpun membuat epitel tembus cahaya dan menambah visibilitas pada
pembuluh darah kecil di bawahnya. Hal ini merupakan dasar adanya kemerahan
secara klinis yang menjadi karakteristik eritoplakia. Meskipun karinoma insitu
diartikan sebagai gangguan seluruh rangkaian maturasi , tetapi tidak menunjukkan
invasi sel ke lapisan submukosa. Oleh karena itu karsinoma insitu dipisahkan dari
karsinoma epiteloid.
33
DAFTAR PUSTAKA
Lynch, Malcolm A, dkk. 1993. Ilmu Penyakit Mulut Diagnosa dan Terapi Edisi Kedelapan. Jakarta Barat: Binarupa Aksara.
Syafriadi, Mei. 2008. Patologi Mulut Tumor Neoplastik dan Non Neoplastik Rongga Mulut. Yogyakarta: Andi.
Jurnal The Effect of Retinoids on Premalignant Oral Lesions Focus on Topical Therapy. Meir Gorsky, D.M.D. Joel B. Epstein, D.M.D., M.S.D. 2002. American Cancer Society.
jurnal PDGI: sari, rima p. dkk. 2013. Prevalensi lesi praganas pada mukosa mulut wanita lanjut usia dengan menginang di kecamatan lokpaikat kabupaten tapin periode mei-oktober 2013. Vol 63. No.1. halaman 30-35
syafriadi,mei. 2006. Lesi-lesi Praganas Rongga Mulut.Jember: laboratorium patologi anatomi fakultas kedokteran gigi universitas jember
Sudiono, Janti, Budi Kurniadi, Andhy Hendrawan, dan Bing Djimantoro. 2002. Ilmu Patologi.Jakarta:EGC
Kelloff G. J., Sigman C. C.(2007). Assessing intraepithelial neoplasia and drug safety in cancer-preventive drug development. Nat Rev Cancer 7, 508–18
Pinborg.J.J.1980.Oral Cancer and Precancer. Bristol: John Wright
Reece, Campbell dan Mitchel. 2002. Biologi. Jakarta: Erlangga
Justin A Bishop, MD Assistant Faculty in Surgical Pathology, The Johns Hopkins Medical Institutions. Leukoplakia and Erythroplakia - Premalignant Squamous Lesions of the Oral Cavity. 13 Januari 2014.
Nektarios I Lountzis, MD Consulting Staff, Advanced Dermatology Associates, Ltd, Lehigh Valley Health Network. Oral Submucous Fibrosis. 11 agustus 2014.
Klaus-Dieter Lessnau, MD, FCCP Clinical Associate Professor of Medicine, New York University School of Medicine; Medical Director, Pulmonary Physiology Laboratory; Director of Research in Pulmonary Medicine, Department of Medicine, Section of Pulmonary Medicine, Lenox Hill Hospital. Osler-Weber-Rendu Disease. 29 Juni 2015.
34