26
LESI ULSERASI DAN LESI VESIKOBULOSA BLOK IDENTIFIKASI PENATALAKSANAAN PENDERITA I LAPORAN DISKUSI KELOMPOK SEMESTER V TAHUN AKADEMIK 2014/2015 Kelompok 1 Kristanto Wangi 2012.07.0.0012 Tiffany Augusta Posuma 2012.07.0.0015 Ratna Putri 2012.07.0.0031 Raafiulita Rentana Kansha 2012.07.0.0038 Wees Tove 2012.07.0.0044 Wisnu Kuncoro 2012.07.0.0050 Shinta Nurmaraya Febrianti 2012.07.0.0060 Caroline Prajina Paramitha A 2012.07.0.0067 Gregorio Davin Lie 2012.07.0.0073 Asa Rina Thohiroh 2012.07.0.0074 Patricia B Wijaya 2012.07.0.0078 1

lesi ulserasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kedokteran gigi

Citation preview

Page 1: lesi ulserasi

LESI ULSERASI DAN LESI VESIKOBULOSA

BLOK IDENTIFIKASI PENATALAKSANAAN PENDERITA I

LAPORAN DISKUSI KELOMPOKSEMESTER V

TAHUN AKADEMIK 2014/2015Kelompok 1

Kristanto Wangi 2012.07.0.0012Tiffany Augusta Posuma 2012.07.0.0015Ratna Putri                  2012.07.0.0031Raafiulita Rentana Kansha 2012.07.0.0038Wees Tove                 2012.07.0.0044Wisnu Kuncoro              2012.07.0.0050Shinta Nurmaraya Febrianti 2012.07.0.0060Caroline Prajina Paramitha A 2012.07.0.0067Gregorio Davin Lie 2012.07.0.0073Asa Rina Thohiroh 2012.07.0.0074Patricia B Wijaya 2012.07.0.0078Safira Junieta Ananda 2012.07.0.0088

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS HANG TUAH

SURABAYA2014

1

Page 2: lesi ulserasi

KATA PENGANTAR

Ucapan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah

menyertai serta membimbing penulis selama proses pembuatan makalah, sehingga

makalah yang berjudul “Lesi Ulserasi dan Lesi Vesikobulosa” dapat terselesaikan

dengan baik dan tepat pada waktunya. Makalah ini membahas mengenai identifikasi,

penetapan diagnosis dan penatalaksanaan yang berhubungan dengan lesi ulserasi dan

lesi vesikobulosa.

Berbagai pihak telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Eddy H,drg. M.Kes, Sp.BM. selaku fasilitator.

2. Orangtua, teman-teman, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis

sebutkan, yang telah mendukung penulis dalam penyelesaian makalah ini.

Tanpa bantuan dari mereka penulis tidak mungkin dapat menyelesaikan karya tulis

ini dengan baik.

Penulis berharap makalah ini dapat berguna bagi semua orang pada umumnya,

dan bagi mahasiswa fakultas kedokteran gigi Universitas Hang Tuah pada khususnya.

Di samping itu, penulis sangat menghargai masukan serta kritik yang bersifat

membangun demi kebaikan penulisan selanjutnya.

Surabaya, September 2014

Penulis

2

Page 3: lesi ulserasi

DAFTAR ISI

Kata pengantar……………………………………………………………. ..2

Daftar Isi…………………………………………………………………....... 3

Peta Konsep…………………………………………………………………..4

BAB I PENDAHULUAN ................................................................5

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................6

BAB III PENUTUP .........................................................................17

Daftar Pustaka……………………………………………………………….18

3

Page 4: lesi ulserasi

Peta Konsep

BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Lesi ulserasi dan lesi vesikobulosa merupakan lesi yang sering sekali

dijumpai pada praktek kedokteran gigi. Berbagai macam klasifikasi dan cara

4

Anamnesis

Etiologi

Pemeriksaan Klinis

Batuk Kronis

Ulser Mayor

Faktor Predisposisi

(Perokok & OH Jelek)

Diagnosis Sementara &

Diagnosa Banding

Diagnosis Akhir

Pemeriksaan Penunjang&

Surat Rujukan

Terapi Anti TB

Prognosis

Page 5: lesi ulserasi

penatalaksanaannya sangat penting untuk dipelajari oleh mahasiswa kedokteran

gigi karena merupakan kasus yang banyak sekali dijumpai dan merupakan suatu

kondisi yang menganggu kesehatan oral pasien.

1.2. Batasan Topik

1.2.1 Pertanyaan Apa Saja yang Harus Ditanyakan Saat Anamnesis Kasus Pada

Pemicu?

1.2.2 Bagaimanakah Prosedur Diagnosis dan Hasil Pemeriksaan Kasus Pada

Pemicu?

1.2.3 Apakah Diagnosis Sementara Kasus Tersebut Beserta Alasan & Diagnosa

Banding Kasus Pada Pemicu?

1.2.4 Apakah Pemeriksaan Penunjang Kasus Pada Pemicu?

1.2.5 Bagaimanakah Surat Rujukan & Interpretasi Hasil Kasus Pada Pemicu?

1.2.6 Apakah Diagnosis Akhir & Prognosis Kasus Pada Pemicu?

1.2.7 Bagaimanakah Etiopatogenesis Kasus Pada Pemicu?

1.2.8 Apakah Manifestasi Oral Kasus Pada Pemicu?

1.2.9 Apakah Faktor Predisposisi Kasus Pada Pemicu?

1.2.10 ApakahTanda & Gejala Klinis Kasus Pada Pemicu?

1.2.11 ApakahTerapi Awal dan Lanjutan Kasus Pada Pemicu?

1.2.12 BagaimanakahTindakan Prebentif Kasus Pada Pemicu?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pertanyaan Apa Saja yang Harus Ditanyakan Saat Anamnesis Kasus Pada

Pemicu?

5

Page 6: lesi ulserasi

Pada dasarnya suatu anamnesis yang baik harus meliputi, antara lain :

data rutin / identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit yang diderita,

riwayat penyakit gigi dan mulut di masa lalu, riwayat medik, riwayat keluarga,

serta riwayat sosial dan pekerjaan.1 (Hasibuan, 2005 dalam Harefa, 2006)

Berikut daftar pertanyaan yang harus ditanyakan saat anamnesis pada

kasus kali ini :

a. Identitas pasien yang meliputi : Nama, Jenis kelamin, Alamat, Nomor telepon,

Pekerjaan dan Umur.

b. Keluhan utama

“Apa yang dapat saya bantu?”

“Apakah ada rasa sakit?”

“Kapan pertama kali keluhan dirasakan?”

“Apakah ada perubahan keluhan sejak saat itu?”

“Dibagian mana keluhan dirasakan?”

c. Keluhan penyakit sekarang

“ Apakah rasa sakit atau keluhan disertai gejala lain?”

d. Riwayat medis sebelumnya

“Pernahkah anda menderita penyakit berat atau di rawat dirumah sakit?”

“Apakah anda saat ini sedang dalam perawatan seorang dokter?”

“Pernahkah anda menderita tuberkulosis?”

e. Riwayat pemeliharaan geligi

“ Seberapa seringkah anda menyikat gigi dan berapa lama?”

f. Riwayat keluarga

6

Page 7: lesi ulserasi

“Apakah ada anggota keluarga anda yang pernah mengalami kejadian

serupa ?”

“Apakah dalam keluarga ada riwayat tuberkulosis?”

g. Riwayat sosial dan pekerjaan

“Apa pekerjaan yang dilakukan saat ini ?”

“Sering merokok? Berapa bungkus rokok yang dikonsumsi perhari?”

(Bimbaum W & Stephen M, 2004)

2.2. Bagaimanakah Prosedur Diagnosis dan Hasil Pemeriksaan Kasus Pada

Pemicu?

Prosedur diagnosis

1. Pengamatan umum :

a. Pernafasan

b. Tekanan darah

c. Denyut nadi

d. Keadaan umum

e. Suhu badan

f. Berat badan dan tinggi badan

Pengamatan umum pasien TBC : Kurus, lesu, penurunan BB tanpa

sebab yang jelas, demam, rasa berkeringat mala hari, batuk kronik baik dengan

atau tanpa dahak, nafsu makan tidak.

2. Pemeriksaan EO :

a. Pipi kanan dan kiri

b. Bibir atas dan bawah

c. Sudut bibir

d. Kelenjar limfe

e. Kelenjar saliva

Pengamatan umum pasien TBC : TAK, cervical lymfadenopaty.

7

Page 8: lesi ulserasi

3. Pemeriksaan IO :

a. Bucal

b. Palatum

c. lingual

d. gingiva

e. dorsum mulut

Pengamatan umum pasien TBC : Bagian tengah dari ulser berwarna

abu abu, bagian perifer tidak halus dan dasar les ada nanah.

Hasil pemeriksaan klinis

Penampakan klasik dari TB secara intra oral yaitu nampak sebuah ulser pada

permukaan dorsal lidah, tapi lesi dapat mengenai palatum. Ulser tampak ireguler

dengan tepi menonjol dan dapat menyerupai infeksi fungi/jamur atau Kalrsinoma sel

skuamosa.

2.3. Apakah Diagnosis Sementara Kasus Beserta Alasan & Diagnosa Banding

Kasus Pada Pemicu?

Diagnosa sementara adalah Suspect Ulser TB. Karena, berdasarkan

anamnesa pasien mengalami batuk kronis dan berkeringat pada malam hari,

kurus, dan tidak segar serta ditemukan ulser mayor pada palatum yang memiliki

batas jelas, bentuk ireguler dengan dasar kekuningan.

Diagnosa Banding

1. Stomatitis Aptousa Rekuren

Persamaan: berupa ulser putih kekuningan; dapat menyerang mukosa bukal,

labial, lateral dan ventral lidah

Perbedaan : Tidak menular, tanpa ada tanda-tanda penyakit lain, tidak

disebabkan penyakit TBC

2. Traumatic Ulser

Persamaan: Nampak sebagail ulser single dengan tepi eritematus; dapat

terjadi pada lidah, bibir, bukal gingiva, mukosa labial dan dasar mulut

8

Page 9: lesi ulserasi

Perbedaan: Traumatic ulser disebabkan trauma mekanik ( makanan kasar,

tergigir, sikat gigi), trauma kimia (aspirin, perak nitrat 10%, H2O2 3%, fenol),

trauma thermal (makanan atau minuman panas, CO2 dingin), elektrik

(sengatan listrik)

3. Ulser Sifilis

Persamaan : ulser singel, dalam

Perbedaan : disebabkan penyakit sifilis

4. Squamous Cell Carcinoma

5. Limfoma

2.4. Apakah Pemeriksaan Penunjang Kasus Pada Pemicu?

1. Pemeriksaan Bakteriologis

Dapat berasal dari dahak, cairan pleura, bilasan bronkus, liquor

serebrospinal, bilasan lambung, dan jaringan biopsi.

2. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan rutin dengan foto toraks PA, pemeriksaan indikasi dengan

apikolordotik, oblik, CT Scan. Gambaran radiologis yang ditemukan dapat

berupa:

- Bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah

- Bayangan berawan atau bercak

- Bayangan bercak milier

- Bayangan efusi pleura, umumnya unilateral

- Adanya kavitas tunggal atau ganda

- Destroyed lobe sampai destroyed lung

- Kalsifikasi

3. Pemeriksaan Khusus

- BACTEC : dengan metode radiometric, dimana CO2 yang dihasilkan

dari metabolism asam lemak M.Tuberculosis di dereksi growth

indexnya

- Polymerase Chain Reaction (PCR) : mendeteksi DNA M.Tuberculosis

- Pemeriksaan serologi: ELISA, ICT, mycodot

9

Page 10: lesi ulserasi

2.5. Bagaimanakah Surat Rujukan & Interpretasi Hasil Penunjang Kasus Pada

Pemicu?

2.6. Apakah Diagnosis Akhir & Prognosis Penunjang Kasus Pada Pemicu?

Diagnosa akhir : Ulser Tuberkulosis

Prognosis : Baik, dengan meminum obat anti TB secara teratur pasien dapat

sembuh. Namun banyak pasien yang tidak di terapi dengan baik dan tidak cukup

fasilitas pada negara berkembang.

(Tidy C,2011)

10

Surabaya, 15 September 2014

Kepada Yth.

TS. dr., Sp., Pk

Jln Arief Rachman Hakim

Surabaya

Dengan hormat, mohon pemeriksaan lebih lanjut untuk pasien :

Nama :

Usia :

Alamat :

Dari pemeriksaan klinis didapatkan pasien kurus, dan tidak segar serta pada

pemeriksaan intra oral ditemukan ulser mayor pada palatum yang memiliki batas

jelas, bentuk ireguler dengan dasar kekuningan dengan suspect ulser tuberculosis.

Mohon pemeriksaan lebih lanjut dibidang saudara dan mohon sedikit kabar. Atas

bantuan dan perhatiannya terimakasih.

BTK

Wass. Coll.

drg.

Page 11: lesi ulserasi

2.7. Bagaimanakah Etiopatogenesis Kasus Pada Pemicu?

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

tuberculosis termasuk bakteri gram positif dan berbentuk batang. Umumnya

Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil organ tubuh

lain. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam pada

pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis sehingga

disebut sebagai basil tahan asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis cepat mati

dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap

dan lembab. Kuman dapat dormant atau tertidur sampai beberapa tahun dalam

jaringan tubuh.

Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu

batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet

(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara

pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet

tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman tuberkulosis

masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut

dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran

darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,

makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak

terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang

terinfeksi tuberkulosisditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan

lamanya menghirup udara tersebut.

Secara klinis, tuberkulosis dapat terjadi melalui infeksi primer dan pasca

primer. Infeksi primer terjadi saat seseorang terkena kuman tuberkulosis untuk

pertama kalinya. Setelah terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, di dalam

alveoli (gelembung paru) terjadi peradangan. Hal ini disebabkan oleh kuman

tuberkulosis yang berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru. Waktu

11

Page 12: lesi ulserasi

terjadinya infeksi hingga pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6

minggu. Kelanjutan infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk

dan respon daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman TB

dengan cara menyelubungi kuman dengan jaringan pengikat. Ada beberapa

kuman yang menetap sebagai “persister” atau “dormant”, sehingga daya tahan

tubuh tidak dapat menghentikan perkembangbiakan kuman, akibatnya yang

bersangkutan akan menjadi penderita tuberkulosis dalam beberapa bulan. Pada

infeksi primer ini biasanya menjadi abses (terselubung) dan berlangsung tanpa

gejala, hanya batuk dan nafas berbunyi. Tetapi pada orang-orang dengan sistem

imun lemah dapat timbul radang paru hebat, ciri-cirinya batuk kronik dan bersifat

sangat menular.

Infeksi pasca primer terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah

infeksi primer. Ciri khas tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang

luas dengan terjadinya efusi pleura.

Risiko terinfeksi tuberkulosis sebagian besar adalah faktor risiko

eksternal, terutama adalah faktor lingkungan seperti rumah tak sehat,

pemukiman padat dan kumuh. Sedangkan risiko menjadi sakit tuberkulosis,

sebagian besar adalah faktor internal dalam tubuh penderita sendiri yang

disebabkan oleh terganggunya sistemkekebalan dalam tubuh penderita seperti

kurang gizi, infeksi HIV/AIDS, dan pengobatan dengan immunosupresan.

Penderita tuberkulosis paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah

sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali

dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan

obat antituberkulosis (OAT) tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan

simtomatis. Resistensi terhadap OAT terjadi umumnya karena penderita yang

menggunakan obat tidak sesuai atau patuh dengan jadwal atau dosisnya.

Resistensi ini menyebabkan jenis obat yang biasa dipakai sesuai pedoman

pengobatan tidak lagi dapat membunuh kuman.

2.8. Apakah Manifestasi Oral Kasus Pada Pemicu?

12

Page 13: lesi ulserasi

1. Ulser

Ulser adalah suatu luka terbuka dari kulit atau jaringan mukosa yang

memperlihatkan disintegrasi dan nekrosis jaringan yang sedikit demi sedikit.Lesi

ulseratif di mukosa pada penderita TB berupa ulkus yang irregular, tepi yang

tidak teratur, dengan sedikit indurasi, dan sering disertai dasar lesi berwarna

kuning, disekeliling ulkus juga dijumpai satu atau beberapa nodul kecil. Lesi pada

TB primer sangat jarang ditemukan, terlihat pada penderita TB usia muda dan

berupa ulser tunggal yang sakit dengan pembesaran kelenjar limfa.Lesi pada TB

sekunder lebih sering ditemui terutama pada penderita TB paru lesi biasanya

berupa ulser tunggal kronis, irregular di kelilingi oleh eksudat dan sangat

menyakitkan. Lesi lebih sering dijumpai pada pasien usia menengah ke atas.

Tempat yang paling sering terjadi ulser adalah lidah selanjutnya bibir.Pada lidah,

ulkus TB paling sering terjadi pada bagian lateral, ujung, dan dorsum

lidah.Walaupun lidah merupakan tempat paling sering terjadinya lesi oral TB, lesi

oral dapat juga mengenai gingiva, dasar mulut, palatum, bibir dan mukosa

bukal.Pada gingiva juga dijumpai erosi mukosa yang bergranul, dan kadang

disertai dengan periodontitis marginal.

Ulser di rongga mulut yang disebabkan oleh kuman TB tidak dapat

dibedakan secara klinis dengan lesi oral yang bersifat malignan/ganas. Adanya

ulser kronis pada rongga mulut, dapat didiagnosa banding dengan suatu

keganasan, sarkoidosis, ulser sifilis, lesi ulser aftosa, infeksi jamur, traumatik

injury, karsinoma sel skuamosa, dan limfoma. Namun sering sekali, ulser TB ini

tidak diperhatikan oleh petugas medis.Oleh karena itu, biopsi diperlukan untuk

menegakkan diagnosis.Apusan saliva dapat menunjukkan adanya kuman

penyebab TB bila diwarnai dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen.Kultur bakteri juga

diperlukan untuk memastikan diagnosis.

2. Osteomyelitis

Tuberkulosis pada tulang adalah salah satu bentuk dari osteomyelitis

kronis, dimana lebih sering ditemukan pada pasien muda dan pasien stadium

akhir.Karena oesteomyelitis TB jarang ditemui, penyakit ini jarang menimbulkan

13

Page 14: lesi ulserasi

kecurigaan dokter saat mendiagnosa, terutama bila tidak ada riwayat penyakit

sistemik dan terapi.Basil-basil tuberkuli dapat menginfeksi tulang rongga mulut

antara lain melalui :

Kontak langsung antara sputum atau susu sapi yang terinfeksi dengan gigi

karies pulpa terbuka, bekas luka pencabutan, margin gingiva dan perforasi

akibat erupsi gigi.

Perluasan regional dari lesi jaringan lunak yang melibatkan tulang

dibawahnya.

Melalui jalur peredaran darah.

Secara klinis osteomielitis TB dimulai dengan pembengkakan yang

berkembang lambat, menyebabkan nekrosis tulang yang lambat dan dapat

melibatkan seluruh mandibula.Radiografi menunjukkan daerah radiolusen yang

irregular dan tulang trabekular yang mengabur, destruksi tulang dimulai dengan

erosi pada kortex dengan adanya kecenderungan perbaikan berkala dan

digantikan oleh jaringan granulasi.Jaringan granulasi kemudian berkembang

menjadi abses periosteal, membengkak dan tidak sakit.Abses dapat pecah di

intraoral maupun ekstraoral membentuk sinus, dapat pula menyebabkan fraktur

patologi dan sequestra.

Diagnosa dari kasus TB mandibula sulit dilakukan karena tidak ada tanda

spesifikdan hanya manifestasi berupa pembengkakan lokal dari rahang yang

dapat disalah diagnosa dengan abses piogenik dan bila terdapat sinus multiple

dapat diragukan sebagai aktinomikosis.Diagnosis harus dilakukan dengan

pemeriksaan histopatologis dan ditemukannya organisme pada lesi.

3. Gingival Enlargement (Pembesaran Gingiva)

Manifestasi oral Tuberkulosis pada gingiva dapat ditemukan berupa

gingival enlargement. Proses inflamasi bermula dari papil-papil interdental dan

meluas ke gingiva sampai ke jaringan periodontal. Gingival enlargement atau

pembesaran gusi ini tampak berupa petechiae dan bergranul serta mudah

berdarah. Pada umumnya, gingival enlargement pada penderita TB tidak sakit,

meluas secara progresif dan berkelanjutan dari margin gingiva ke daerah

14

Page 15: lesi ulserasi

vestibular yang rendah dan berhubungan dengan pembesaran kelenjar limfa.28

Manifestasi oral TB berupa gingival enlargement difus merupakan tanda dini dari

penyakit TB tanpa pembesaran kelenjar limfa dan tanpa penyakit sistemik TB,

dimana manifestasi TB pada gingiva umumnya hanya berupa ulser atau

granuloma.

Penyebab terjadinya gingival enlargement atau pembesaran gingiva pada

penyakit TB berhubungan dengan efek proteksi dari rongga mulut yaitu karena

adanya efek proteksi dari epitel sel skuamosa yang dapat melawan masuknya

basil bakteri secara langsung.Perlawanan ini mengakibatkan bertambah tebalnya

epitel mukosa oral dan bertambah besar dan tebalnya gingiva.Infeksi

Tuberkulosis pada gingiva sangat jarang ditemui.Lesi oral biasanya terjadi pada

penderita TB paru sekunder.Oleh karena itu untuk mengindentifikasi lesi oral

diperlukan pemeriksaan secara menyeluruh. Diagnosa yang tepat dan

perawatan secepatnya akan menunjukkan prognosis yang baik. TB gingiva harus

dibedakan dari gingival enlargement akibat pemakaian obat.

4. Glossitis tuberkulosa

Pada penyakit TB, glossitis disebabkan oleh infeksi bakteri TB yang

banyak pada saliva di ronggamulut terutam apada sputum sehingga

menyebabkan suatu peradangan yang sering terlihat sebagai

granuloma.Tuberkuloma atau granuloma tuberkulosa dapa tterjadi pada

penderita TB karena penumpukan basil TB pada lidah melalui proses yang

lambat yang mengenai lidah.

(TandianJF, 2011)

2.9. Apakah Faktor Predisposisi Kasus Pada Pemicu?

1. Pendidikan : pendidikan yang tinggi akan meningkatkan perilaku hidup bersih

dan sehat sehingga kemungkinan individu terkena TB kecil.

2. Pekerjaan: berhubungan dengan lingkungan kerja yang dapat menyebabkan

gangguan saluran pernafasan

3. Kebiasaan merokok

15

Page 16: lesi ulserasi

4. Status gizi: status gizi yang rendah berpengaruh pada kekuatan daya tahan

tubuh dan respon imunologik.

5. Oral hygiene yang jelek

6. Ekstraksi gigi

7. Leukoplakia

2.10. Apakah Tanda & Gejala Klinis Kasus Pada Pemicu?

Gejala utama penyakit TB, adanya batuk berdahak selama tiga minggu

atau lebih, dan kadang dahaknya bercampur darah. Pasien yang mengalami

reaktivasi TB secara khas memperlihatkan gejala konstitusi yaitu kelelahan,

kehilangan berat badan,anoreksia,demam ringan dan berkeringat malam. Gejala

pulmonal meliputi batuk, yang mula- mula kering namun kemudian produktif

berupa sputum purulen dan sering disertai darah.

(Saffia A, 2010)

2.11. Apakah Terapi Awal & Akhir Kasus Pada Pemicu?

Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip sebagai berikut :

- OAT diberikan dalam bentuk kombinasi, dalam jumlah cukup dan dosis yang

tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Pemakaian OAT kombinasi dosis

tepat (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Jangan gunakan

OAT tunggal (monoterapi)

- Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan

langsung ( DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang pengawas

menelan obat

- Pengobatan TB doberikan dalam 2 tahap. Tahap intensif dan lanjutan. Untuk

kasus, diberikan paduan OAT program nasional pengendalian TB di Indonesia

pada kategori I: (2HRZE/4H3R3)

Tahap intensif: Isoniozid (H), Rifampicin (R), Pirasinamid (Z) dan etambutol

(E) , setiap hari selama 2 bulan.

16

Page 17: lesi ulserasi

Tahap lanjutan: Isoniozid (H), Rifampicin (R), 3x dalam seminggu selama 4

bulan (4H3R3)

2.12. Apakah Tindakan Preventif Kasus Pada Pemicu?

Pasien yang terinfeksi Mycobacterium Tuberkulosis tanpa tanda penyakit

aktif, mempunyai organisme dalam jumlah kecil di tubuhnya. Isoniazid profilaksi

(300mg/hari untuk dewasa selama 12 bulan) pada pasien ini dapat menurunkan

insidensi reaktivasi TB sebanyak 93%. Terapi preventif isoniazid biasanya

diberikan selama 12 bulan, walaupun 6 bulan kelihatannya cukup efektif.

Pengobatan 12 bulan penuh diperlukan oleh pasien yang terinfeksi HIV. Orang

yang menjalani terapi preventif harus ditanyai tiap bulan mengenai gejala

hepatitis dan terapi dihentikan bila ditemukan bukti klinis hepatitis.Kegagalan

untuk menghentikan pengobatan dapat menyebabkan nekrosis hepar yang

progresif.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan:

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan objektif baik ekstra oral dan intra oral,

dapat diambil diagnosis akhir bahwa pasien menderita ulser tuberkulosis. Diagnosis

akhir ini dapat diambil karena pasien mengalami batuk kronis dan berkeringat pada

malam hari, kurus, dan tidak segar serta ditemukan ulser mayor pada palatum yang

memiliki batas jelas, bentuk ireguler dengan dasar kekuningan dan tepi indurasi.

17

Page 18: lesi ulserasi

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah dengan mengkonsumsi anti TB kategori

1. Prognosis baik apabila pasien minum obat anti TB secara teratur.

DAFTAR PUSTAKA

1. Harefa EMN. 2006. Skripsi : Tuberkulosis dan Manifestasinya pada Rongga

Mulut. Medan: USU e-repository, (online), (available at :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/8177/1/020600099.pdf accessed at

15 September 2014).

2. Bimbaum W dan Stephen M Dunne. 2004. Diagnosis Kelainan dalam Mulut

: Petunjuk Bagi Klinisi. Alih bahasa : Hartono Ruslijanto dan Enny M. Rasyad, Editor :

Lilian Juwono. Jakarta : EGC.

18

Page 19: lesi ulserasi

3. Amee Saffia.2010. Skripsi:Manifestasi Penyakit Tuberculosis di Rongga

Mulut Medan: USU e-repository,(online), (available at:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22932/3/Chapter%20II.pdf accesed

at 15 September 2014)

4. Febry, J.2011. Skripsi : Prevalensi Manifestasi Oral Penderita Tuberkulosis di

Rsup H Adam Malik, Rs. Pirngadi Dan RS. Bhayangkara Medan. Medan: USU e-

repository, (online), (available at:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24010/4/Chapter%20II.pdf accesed at

16 September 2014)

5. Tidy, C.2011. Mycobacterial Skin Infections. (online), (available at:

http://www.patient.co.uk/doctor/Mycobacterial-Skin-Infections.htm accesed at 16

September 2014)

19