78
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai ( Global Emergency ). Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah pendduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk, seperti terlihat pada tabel 1 Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul. Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan

LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini.

Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai

( Global Emergency ). Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus

baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam)

positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional

WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di

dunia, namun bila dilihat dari jumlah pendduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di

Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk, seperti

terlihat pada tabel 1 Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3

juta setiap tahun.

Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB

terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000

penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana

prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.

Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China.

Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di

Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan

penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada

seluruh kalangan usia.

Page 2: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis

complex

2.2. Morfologi dan Struktur Bakteri

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak

berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm.

Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%).

Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-

waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang

berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90)

yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh

jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah

polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks

tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai

akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam – alkohol.

Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida

dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan

antibody monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa

(kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan Tuberkulosis - sensitiviti dan spesifisiti

yang bervariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M. tuberculosis

dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen yang

disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 a, protein MTP 40

dan lain lain.

Page 3: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

3

2.3. Biomolekuler

Genom M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan kandungan

guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih dari 165 gen

dan penanda genetik yang dibagi dalam kelompok. Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen

DNA mikobakteria yang selalu ada (conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan

sikuen DNA yang menyandi antigen protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA

ulangan seperti elemen sisipan. Gen pab dan gen groEL masing masing menyandi protein

berikatan posfat misalnya protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock protein) seperti

protein 65 kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase dan gen 16SrRNA (rrs) menyandi

protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase. Sikuen sisipan DNA

(IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari 16 IS ada dalam mikobakteria antara lain

IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS (IS-like element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan

dengan teknik PCR dan RFLP.

2.4. Patogenesis

A. TUBERKULOSIS PRIMER

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru

sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer.

Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang

reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus

(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus

(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai

kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang

perkapuran di hilus)

3. Menyebar dengan cara :

Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu

kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar

sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis.

Page 4: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

4

Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang

atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal

sebagai epituberkulosis. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke

paru sebelahnya atau tertelan Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini

berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat

sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini

akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa,

typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh

lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan

penyebaran ini mungkin berakhir dengan :

Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak

setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau

Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

B. TUBERKULOSIS PASCA-PRIMER

Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-

primer, biasanya pada usia 15- 40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama yang

bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa localized tuberculosis, tuberkulosis

menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan

rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang

dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang

dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan

mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :

1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat

2. Sarang tadi mula mula meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan

jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan

akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif

kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.

3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul

dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian

dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini : Mungkin meluas kembali dan

Page 5: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

5

menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan

seperti yang disebutkan diatas Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan

disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif

kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi. Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh

yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya

mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga

kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberkulosis post primer dan perjalanan

penyembuhannya

2.5. Klasifikasi tuberkulosis

A. TUBERKULOSIS PARU

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk

pleura.

1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)

TB paru dibagi atas:

Page 6: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

6

a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif

Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan

radiologic menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif

Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif

b. Tuberkulosis paru BTA (-)

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan

radiologic menunjukkan tuberkulosis aktif

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis

positif

2. Berdasarkan tipe pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien

yaitu :

a. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan.

b. Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis

dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan

hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif

tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus

dipikirkan beberapa kemungkinan :

Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan dahulu antibiotik selama

2 minggu, kemudian dievaluasi.

Infeksi jamur

TB paru kambuh

Bila meragukan harap konsul ke ahlinya.

c. Kasus defaulted atau drop out

Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa

pengobatannya selesai.

d. Kasus gagal

Page 7: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

7

Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada

akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)

Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA

positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan

e. Kasus kronik / persisten

Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan

ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik

Catatan:

Kasus pindahan (transfer in):

Adalah pasien yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian

pindah berobat ke kabupaten lain. Pasien pindahan tersebut harus membawa surat rujukan /

pindah.

Kasus Bekas TB:

Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologik paru

menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang

menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung

Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2

bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologic

2.6. TUBERKULOSIS EKSTRA PARU

Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain

paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, perikard, tulang, persendian, kulit,

usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas

kultur positif atau patologi anatomi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan

spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru aktif.

Page 8: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

8

Gambar… Skema klasifikasi tuberculosis

2.7. DIAGNOSIS

2.7.1. GAMBARAN KLINIK

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan

fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya

Page 9: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

9

2.7.2. Gejala klinik

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala

sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratorik (gejala

lokal sesuai organ yang terlibat)

1. Gejala respiratorik

batuk 2 minggu

batuk darah

sesak napas

nyeri dada

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup

berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila

bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk.

Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk

membuang dahak ke luar.

2. Gejala sistemik

Demam

Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun

3. Gejala tuberkulosis ekstra paru

Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada

limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah

bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis

tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya

terdapat cairan.

2.7.3. Pemeriksaan Jasmani

Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang

terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.

Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan

kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks

dan segmen posterior (S1 & S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan

jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki

basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosa,

Page 10: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

10

kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi

ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi

yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,

tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah

ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”

Gambar paru : apeks lobus superior dan apeks lobus inferior

2.7.4. Pemeriksaan Bakteriologik

a. Bahan pemeriksasan

Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang

sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat

berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,

kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi

(termasuk biopsi jarum halus/BJH)

b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):

- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

- Pagi ( keesokan harinya )

- Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot

yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan

tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek

(difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan

Page 11: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

11

apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan

NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika

pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus

dipastikan telah tertulis identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan

laboratorium. Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien,

spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.

Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:

Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya

Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas saring

sebanyak + 1 ml

Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang tidak

mengandung bahan dahak

Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di dalam

dus

Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil

Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong

yang terbuka dengan menggunakan lidi

Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak

Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.

c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.

Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor

cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan

jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara

Mikroskopik

Biakan

Pemeriksaan mikroskopik:

Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen

Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening)

lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :

3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif

1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali kecuali bila ada fasiliti foto toraks, kemudian

Page 12: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

12

bila 1 kali positif, 2 kali negatif ® BTA positif

bila 3 kali negatif ® BTA negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO).

Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif

Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan

Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)

Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)

Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Interpretasi hasil dapat juga dengan cara Bronkhorst

SkalaBronkhorst (BR) :

BR I : ditemukan 3-40 batang selama 15 menit pemeriksaan

BR II : ditemukan sampai 20 batang per 10 lapang pandang

BR III : ditemukan 20-60 batang per 10 lapang pandang

BR IV : ditemukan 60-120 batang per 10 lapang pandang

BR V : ditemukan > 120 batang per 10 lapang pandang

Pemeriksaan biakan kuman:

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :

Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh

Agar base media : Middle brook

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi

Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk

mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan,

menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta

melihat pigmen yang timbul

Page 13: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

13

Tabel 1 : Monitor Sputum dengan uji mikrobiologis pada pasien yang baru menderita TB..

Jadwal Pemberian Bulanan1 2 3 4 5 6

[======== ========]•

[---------------

----------------

----------------- • a

if sm +, obtain

culture, DSTb

---------------]

• a if sm +, obtain

culture, DSTb

Jika ditemukan hasil yang tetap positif selama 2 bulan berturut-turut Maka tetap berikan OAT pada bulan ketiga. Jika pewarnaan tetap positif pada bulan ketiga maka lakukan kultur.

[========

========]

• (sm +)

[---------------

• if sm +, obtain

culture, DST

----------------

-----------------

• if sm +, obtain

culture, DSTb

----------------]•

if sm +, obtain culture, DSTb

Key: [========] fase pemberian intensif obat lini pertama TB (HRZE)[------------] Fase lanjutan (HR)• Uji pewarnaan sputumsm + Smear-positivea Jangan berikan bila pewarnaan smear ditemukan negatif dan memhberikan respon pada

pengobatan 2 bulan.b Jika pewarnaan atau kultur tetap positif selama 5 bulan atau lebih maka disimpulkan

pengobatan gagal dan memerlukan perubahan treatment.

2.7.5. Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,

top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi

gambaran bermacam- macam bentuk (multiform).

Page 14: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

14

Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen

superior lobus bawah

Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular

Bayangan bercak milier

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

Fibrotik

Kalsifikasi

Schwarte atau penebalan pleura

Luluh paru (destroyed Lung ) :

Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara

klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/

multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya

berdasarkan gambaran radiologik tersebut.

Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sbb

(terutama pada kasus BTA negatif) :

Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak

lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari

iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra

torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti

Lesi luas

Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

2.7.6. Pemeriksaan khusus

Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang

dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan

kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara

lebih cepat.

Page 15: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

15

1. Pemeriksaan BACTEC

Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M

tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi

growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan

biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.

2. Polymerase chain reaction (PCR):

Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA

M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan

kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan

ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan

diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar

internasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang

menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk

diagnosis TB Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan

dapat berasal dari paru maupun ekstra paru sesuai dengan organ yang terlibat.

3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:

a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral

berupa proses antigenantibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah

kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.

b. ICT

Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologik untuk

mendeteksi antibodi M. tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostik TB yang

menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis,

diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis

melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis)

disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan

warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung

antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan

membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis

kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.

Page 16: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

16

c. Mycodot

Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini

menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang

berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di

dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai

dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi

dengan mudah

d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)

Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi dalam

menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena

banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.

e. Uji serologi yang baru / IgG TB

Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.

2.7.7. Pemeriksaan lain

1. Analisis Cairan Pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada

pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang

mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada

analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah

2. Pemeriksaan histopatologi jaringan

Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.

Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histologi. Bahan jaringan dapat diperoleh

melalui biopsi atau otopsi, yaitu :

Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)

Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman)

Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal

biopsy/TTB, biopsy paru terbuka).

Otopsi

Page 17: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

17

Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam

larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua

difiksasi untuk pemeriksaan histologi.

3. Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk

tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator

penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang

normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.

4. Uji tuberkulin

Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Di Indonesia

dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit

kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula

atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji

tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.

Page 18: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

18

Page 19: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

19

Gambar.Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa

2.8. PENGOBATAN TUBERKULOSIS

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4

atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.

A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)

Obat yang dipakai:

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

Rifampisin

INH

Pirazinamid

Streptomisin

Etambutol

2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

Kanamisin

Amikasin

Kuinolon

Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat

Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :

o Kapreomisin

o Sikloserino PAS (dulu tersedia)

o Derivat rifampisin dan INH

o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)

Kemasan

· Obat tunggal,

Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol.

· Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC)

Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet

Dosis OAT (dibuat tabel oleh dr. Sudarsono) à Lihat buku HIV

Tabel 1. Jenis dan dosis OAT

Dosis Dosis yang dianjurkan Dosis Dosis (mg)/berat

Page 20: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

20

Obat (mg/kgBB/hari maks

(mg)

badan (kg)

Harian (mg/kgBB/hari)

Intermitten (mg/kgBB/hari)

<40 40-60 >60

R 8-12 10 10 600 300 450 600H 4-6 5 10 300 150 300 450Z 20-30 25 35 750 1000 1500E 15-20 15 30 750 1000 1500S 15-18 15 15 1000 Sesuai

BB750 1000

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk

menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis).

Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO.

International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan

untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB

primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti

terlihat pada tabel 3.

Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:

1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal

2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan yang

tidak disengaja

3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan standar

4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit

5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan

monoterapi

Tabel 2. Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap

Fase Intensif Fase lanjutan 2 bulan 4 bulan Atau 6 bulan

BB Harian Harian 3x/minggu Harian 3x/minggu HarianRHZE150/75/400/275

RHZ 150/75/400

RHZ 150/50/500

RH 150/75 RH 150/150

EH 400/150

30-37 2 2 2 2 2 1,538-54 3 3 3 3 3 255-70 4 4 4 4 4 3>71 5 5 5 5 5 3

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah

ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis

Page 21: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

21

terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila

mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang

mampu menanganinya.

Efek Samping OAT :

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun

sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan

terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi

dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4 & 5), bila efek samping ringan dan dapat diatasi

dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.

1. Isoniazid (INH)

Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi, kesemutan,

rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin

dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut

pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom

pellagra) Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul pada kurang

lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan

sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus

2. Rifampisin

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simtomatik

ialah :

- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare

- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :

- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan

penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus

Page 22: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

22

- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini

terjadi, rifampisinharus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah

menghilang

- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas

Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur. Warna

merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus

diberitahukan kepada pasien agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.

3. Pirazinamid

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB

pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat

menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi

dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi

kulit yang lain.

4. Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman,

buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut

tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari

atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal

dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak

karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi

5. Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan

keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan

peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien

dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga

mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila

obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka

kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).

Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit

kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi)

seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah

Page 23: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

23

suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr Streptomisin dapat

menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab

dapatmerusak syaraf pendengaran janin.

Tabel 3. Efek samping OAT dan Penatalaksanaannya

Efek samping Kemungkinan penyebab indoesiaMinor OAT diteruskanTidak nafsu makan, mual,sakit perut

Rifamfisin Obat diminum malan sebelum tidur

Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin/allupurinolKesemutan s/d rasa terbakar di kaki

INH Beri vitamin B6 (piridoksin) 1x 100 mg/hari

Warna kemerahan pada air seni

Rifamfisin Beri penjelasan tidak perlu diberi apa-apa

Efek samping Kemungkinan penyebab Tata laksana dan hentikan obat penyebab

Gatal dan kemerahan pada kulit

Semua jenis OAT Bri antihistamin dan dievaluasi ketat

Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan diganti etambutol

Gangguan keseimbangan (Vertigo dan nistagmus)

Streptomisin Streptomisin dihentikan ganti etambutol

Ikterik / hepatitis imbas obat (penyebab lain disingkirkan)

Sebagian besar obat Hentikan semua OAT sampai ikterik menghilang dan boleh diberikan hepatoprotektor

Muntah dan confusion (suspected and drug induced pre icteric hepatitis)

Sebagian besar obat Hentikan semua OAT dan dilakukan uji fungsi hati

Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutolKelainan sistemik termasuk syok dan purpura

Rifamfisin Hentikan rifamfisin

Catatan : Penatalaksanaan efek samping obat:

Efek samping yang ringan seperti gangguan lambung yang dapat diatasi secara

simptomatik

Pasien dengan reaksi hipersensitif seperti timbulnya rash pada kulit, umumnya

disebabkan oleh INH dan rifampisin. Dalam hal ini dapat dilakukan pemberian dosis

rendah dan desensitsasi dengan pemberian dosis yang ditingkatkan perlahan-lahan

Page 24: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

24

dengan pengawasan yang ketat. Desensitisasi ini tidak bisa dilakukan terhadap obat

lainnya

Kelainan yang harus dihentikan pengobatannya adalah trombositopenia, syok atau gagal

ginjal karena rifampisin, gangguan penglihatan karena etambutol, gangguan nervus VIll

karena streptomisin dan dermatitis exfoliative dan agranulositosis karena thiacetazon

Bila suatu obat harus diganti, maka paduan obat harus diubah hingga jangka waktu

pengobatan perlu dipertimbangkan kembali dengan baik.

2.9. PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

· TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas

Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau : 2 RHZE / 4R3H3 Atau 2 RHZE/ 6HE

Paduan ini dianjurkan untuk

a. TB paru BTA (+), kasus baru

b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)

Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk memperpanjang fase

lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk ke ahli

paru) Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi

· TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal

Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZ / 4 RH atau : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE

· TB paru kasus kambuh

Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase intensif selama 3

bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama

pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih, sehingga paduan obat yang diberikan : 2 RHZES / 1

RHZE / 5 RHE. Bila diperlukan pengobatan dapat diberikan lebih lama tergantung dari

perkembangan penyakit. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan

paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2 TB).

· TB Paru kasus gagal pengobatan

Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan menggunakan minimal 5

OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif), seandainya H resisten tetap diberikan. Lama

Page 25: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

25

pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun. Sambil menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan

obat 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi

- Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2

RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (P2TB)

- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal

- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

· TB Paru kasus putus berobat

Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria

sebagai berikut :

- Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, pengobatan OAT dilanjutkan sesuai

jadual

- Pasien menghentikan pengobatannya 2 bulan:

1) Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan radiologik tidak aktif / perbaikan,

pengobatan OAT STOP. Bila gambaran radiologik aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk \

memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain.

Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan

jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka

pengobatan kategori II diulang dari awal

2) Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat

yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori

II maka pengobatan kategori II diulang dari awal

3) Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan radiologik positif:

pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang

Sama Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa uji kepekaan (kultur resistensi) terhadap OAT

· TB Paru kasus kronik

- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika

telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 3 macam

OAT yang masih sensitif dengan H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lini

2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid

- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup

- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan

Page 26: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

26

- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru

Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus

Penatalaksanaan TB paru di Rumah Sakit/ Klinik Praktek Dokter

PENGOBATAN SUPORTIF / SIMPTOMATIK

Page 27: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

27

Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis

baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu

pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau

mengatasi gejala/keluhan.

1. Pasien rawat jalan

a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada

prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit

komorbidnya)

b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam

c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan

lain.

2. Pasien rawat inap

Indikasi rawat inap :

TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :

Page 28: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

28

Batuk darah (profus)

Keadaan umum buruk

Pneumotoraks

Empiema

Efusi pleura masif / bilateral

Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)

TB di luar paru yang mengancam jiwa :

TB paru milier

Meningitis TB

Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan

indikasi rawat

TERAPI PEMBEDAHAN

lndikasi operasi

1. Indikasi mutlak

a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif

b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif

c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif

2. lndikasi relatif

a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang

b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan

c. Sisa kaviti yang menetap.

Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)

· Bronkoskopi

· Punksi pleura

· Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)

Kriteria Sembuh

· BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan telah

mendapatkan pengobatan yang adekuat

· Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/ perbaikan

· Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negative

Page 29: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

29

EVALUASI PENGOBATAN

Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek samping obat, serta

evaluasi keteraturan berobat.

Evaluasi klinik

· Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan

· Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya

komplikasi penyakit

· Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.

Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)

· Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak

· Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik

- Sebelum pengobatan dimulai

- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)

- Pada akhir pengobatan

· Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi

Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:

· Sebelum pengobatan

· Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan

dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)

· Pada akhir pengobatan

Evaluasi efek samping secara klinik

· Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap

· Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah , serta

asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan

· Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid

· Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan)

Page 30: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

30

· Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri (bila ada

keluhan)

· Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut. Yang

paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi

klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk

memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman

Evalusi keteraturan berobat

· Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum / tidaknya obat

tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan

keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan

lingkungannya.

· Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.

Evaluasi pasien yang telah sembuh

Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama

setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah

mikroskopik BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai

indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah

dinyatakan sembuh.

Tabel 5. Ringkasan paduan obat

Kategori Kasus Paduan obat yang diajurkan

Keterangan

I - TB paru BTA +,BTA - , lesi luas

-2 RHZE / 4 RH atau-2 RHZE / 6 HE atau· 2RHZE / 4R3H3

II - Kambuh- Gagal pengobatan

-2 RHZES/1RHZE / 5 RHE-2 RHZES lalu sesuai hasil uji resistensi atau· 2RHZES/1RHZE /5R3H3E3

Bila streptomisin alergi, dapat diganti kanamisin

III -TB paru lalai berobat Sesuai

Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti

Page 31: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

31

minum obat dan keadaan klinik, bakteriologik & radiologik saat ini (lihat uraiannya) atau· 2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3

IV -TB paru BTA neg. lesiminimal

2 RHZ / 4 RH atau6 RHE atau· 2RHZ /4 R3H3

V -Kronik Sesuai uji resistensi (minimal 3 obat sensitif dengan H tetap diberikan) atau H seumur hidup

VI - MDR TB Sesuai uji resistensi + kuinolon atau H seumur hidup

Catatan :

l Obat yang digunakan dalam Program Nasional TB

RESISTEN GANDA (Multi Drug Resistance/ MDR)

Definisi

Resistensi ganda menunjukkan M.tuberculosis resisten terhadap rifampisin dan INH

dengan atau tanpa OAT lainnya Secara umum resistensi terhadap obat tuberkulosis dibagi

menjadi :

· Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan TB

· Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasiennya sudah pernah ada

riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak

· Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah punya riwayat pengobatan sebelumnya.

Laporan pertama tentang reistensi ganda datang dari Amerika Serikat, khususnya pada pasien

TB dan AIDS yang menimbulkan angka kematian 70% –90% dalam waktu hanya 4 sampai

16 minggu.

Laporan WHO tentang TB tahun 2004 menyatakan bahwa sampai 50 juta orang telah terinfeksi

oleh kuman tuberkulosis yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis. TB paru kronik sering

disebabkan oleh MDR. Ada beberapa penyebab terjadinya resitensi terhadap obat tuberkulosis,

yaitu :

Page 32: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

32

Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis

Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu karena jenis obatnya yang kurang atau

karena di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang

digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi

terhadap kedua obat tersebut sudah cukup tinggi

Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu stop,

setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah dokter dan mendapat obat kembali selama

dua atau tiga bulan lalu stop lagi, demikian seterusnya

Fenomena “ addition syndrome” (Crofton, 1987), yaitu suatu obat ditambahkan dalam suatu

paduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman TB telah

resisten pada paduan yang pertama, maka “penambahan” (addition) satu macam obat hanya

akan menambah panjang nya daftar obat yang resisten

Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik, sehingga

mengganggu bioavailabiliti obat

Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang obat datang ke suatu daerah kadang terhenti

pengirimannya sampai berbulan-bulan

Pemakaian obat antituberkulosis cukup lama, sehingga kadang menimbulkan kebosanan

Pengetahuan pasien kurang tentang penyakit TB

Kasus MDR-TB rujuk ke ahli paru

Pengobatan Tuberkulosis Resisten Ganda (MDR)

Klasifikasi OAT untuk MDR

Kriteria utama berdasarkan data biologikal dibagi menjadi 3 kelompok OAT:

1. Obat dengan aktiviti bakterisid: aminoglikosid, tionamid dan pirazinamid yang bekerja pada

pH asam

2. Obat dengan aktiviti bakterisid rendah: fluorokuinolon

3. Obat dengan akiviti bakteriostatik, etambutol, cycloserin dan PAS

Fluorokuinolon

Page 33: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

33

Secara invitro fluorokuinolon dapat digunakan untuk kuman TB yang resisten terhadap

lini-1 yaitu moksifloksasin konsentrasi hambat minimal paling rendah dibandingkan

fluorokuinolon lainnya dengan urutan berikutnya gatifloksasin, sparfloksasin, levofloksasin,

ofloksasin dan siprofloksasin. Siprofloksasin harus dihindari pemakainnya karena efek samping

pada kulit yang berat (foto sensitif).

Resistensi silang

· Tionamid dan tiosetason

Etionamid pada kelompok tionamid komplit resistensi silang dengan

- Aminoglikosid

- Fluorokuinolon

- Sikloserindan terizidon

· Pengobatan MDR-TB hingga saat ini belum ada paduan pengobatan yang distandarisasi untuk

pasien MDR-TB. Pemberian pengobatan pada dasarnya “tailor made”, bergantung dari hasil uji

resistensi dengan menggunakan minimal 2-3 OAT yang masih sensitif dan obat tambahan lain.

· Obat tambahan yang dapat digunakan yaitu golongan fluorokuinolon (ofloksasin dan

siprofloksasin), aminoglikosida (amikasin, kanamisin dan kapreomisin), etionamid, sikloserin,

klofazimin, amoksilin+ as. klavulanat.

· Saat ini paduan yang dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif minimal 2 –3 OAT lini 1

ditambah dengan obat lini 2, yaitu Ciprofloksasin dengan dosis 1000 – 1500 mg atau ofloksasin

600 – 800 mg (obat dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari)

· Pengobatan terhadap tuberkulosis resisten ganda sangat sulit dan memerlukan waktu yang lama

yaitu minimal 12 bulan, bahkan bisa sampai 24 bulan

· Hasil pengobatan terhadap TB resisten ganda ini kurang menggembirakan. Pada pasien non-

HIV,

konversi hanya didapat pada sekitar 50% kasus, sedangkan response rate didapat pada 65%

kasus dan kesembuhan pada 56% kasus.

· Pemberian obat antituberkulosis yang benar dan pengawasan yang baik, merupakan salah satu

kunci penting mencegah resisten ganda. Konsep Directly Observed Treatment Short Course

(DOTS) merupakan salah satu upaya penting dalam menjamin keteraturan berobat.

· Prioriti yang dianjurkan bukan pengobatan MDR, tetetapi pencegahan MDR-TB

Page 34: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

34

PENGOBATAN TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS

A. TB MILIER

· Rawat inap

· Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH

· Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinik, radiologik dan evaluasi

pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang

· Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan

- Tanda / gejala meningitis

- Sesak napas

- Tanda / gejala toksik

- Demam tinggi

· Kortikosteroid: prednison 30-40 mg/hari, dosis diturunkan 5-10 mg setiap 5-7 hari, lama

pemberian 4 – 6 minggu.

B. PLEURITIS EKSUDATIVA TB (EFUSI PLEURA TB)

Paduan obat: 2RHZE/4RH.

· Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan pasien dan berikan

kortikosteroid

· Dosis steroid : prednison 3 x 10 mg selama 3 minggu

· Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas dan DM.

· Evakuasi cairan dapat diulang bila diperlukan

C. TB EKSTRA PARU (selain TB milier dan pleuritis TB)

Paduan obat 2 RHZE/ 1 0 RH.

Prinsip pengobatan sama dengan TB paru menurut ATS, misalnya pengobatan untuk TB tulang,

TB sendi dan TB kelenjar.

Pada TB diluar paru lebih sering dilakukan tindakan bedah. Tindakan bedah dilakukan untuk :

· Mendapatkan bahan / spesimen untuk pemeriksaan (diagnosis)

· Pengobatan :* perikarditis konstriktiva

* kompresi medula spinalis pada penyakit Pott's

Page 35: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

35

Pemberian kortikosteroid pada perikarditis TB untuk mencegah konstriksi jantung, dan pada

meningitis TB untuk menurunkan gejala sisa neurologik. Dosis yang dianjurkan ialah 0,5

mg/kg /hari selama 3-6 minggu

D. TB PARU DENGAN DIABETES MELITUS (DM)

· Paduan obat: 2 RHZ(E-S)/ 4 RH dengan gula darah terkontrol

· Bila gula darah tidak terkontrol, atau pada evaluasi akhir pengobatan dianggap belum cukup,

maka pengobatan dapat dilanjutkan (bila perlu konsult ke ahli paru)

· Gula darah harus dikontrol

· Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol pada mata; sedangkan

pasien DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata

· Perlu diperhatikan penggunaan rifampisi karena akan mengurangi efektiviti obat oral anti

diabetes (sulfonil urea), sehingga dosisnya perlu ditingkatkan

· Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk mengontrol / mendeteksi dini

bila terjadi kekambuhan

E. TB PARU DENGAN HIV / AIDS

Beberapa pasien yang datang berobat, mungkin diduga terinfeksi HIV atau menderita

AIDS. Indikasi untuk melakukan tes HIV dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini. Pemeriksaan

tes HIV disertai dengan konseling sebelum dan sesudah tes (Voluntary Counseling and

Testing/VCT)

Tabel 6. Indikasi tes darah HIV Kombinasi dari A dan B (³ 1 kelompok A dan ³ 1 dari B)

Kombinasi dari A dan B (1 kelompok A dan 1dari B)A. Berat badan turun drasticTB paruSariawan / stomatitis berulangSarkoma KaposiB. Riwayat perilaku risiko tinggiPengguna NAZA suntikanHomoseksualWariaPekerja seksPramuria panti pijat

Page 36: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

36

· Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan TB tanpa HIV/AIDS.

· Prinsip pengobatan adalah menggunakan kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah cukup

dan dosis serta jangka waktu yang tepat

· Pemberian tiasetazon pada pasien HIV/AIDS sangat berbahaya karena akan menyebabkan efek

toksik berat pada kulit

· Injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika tersedia alat suntik sekali pakai yang steril.

· Desensitisasi obat (INH,Rifampisin) tidak boleh dilakukan karena mengakibatkan toksik yang

serius pada hati

· Pada pasien TB dengan HIV/AIDS yang tidak memberi respons terhadap pengobatan, selain

dipikirkan terdapat resistensi terhadap obat juga harus dipikirkan terdapatnya malabsorpsi obat.

Pada pasien HIV/ AIDS terdapat korelasi antara imunosupresi yang berat dengan derajat

penyerapan, karenanya dosis standar OAT yang diterima suboptimal sehingga konsentrasi obat

rendah dalam serum

· Paduan obat yang diberikan berdasarkan rekomendasi ATS yaitu: 2 RHZE/RH diberikan

sampai 6-9 bulan setelah konversi dahak

· INH diberikan terus menerus seumur hidup.

· Bila terjadi MDR, pengobatan sesuai uji resistensi / sesuai pedoman pengobatan MDR-TB

Waktu Memulai Terapi

- Waktu pemberian obat pada koinfeksi TB-HIV harus memperhatikan jumlah limfosit CD4

dan sesuai dengan rekomendasi yang ada (seperti terlihat pada tabel 8)

Tabel 8. Pedoman pemberian ARV pada koinfeksi TB-HIV

Kondisi RekomendasiTB paru, CD4 < 50 sel/mm3, atau TB ekstrapulmonal

Mulai terapi OAT, segera mulai terapi ARV jikatoleransi terhadap AOT telah tercapai

TB paru, CD4 50-200 sel/mm3 atau hitung limfosittotal < 1200 sel/mm3

TB paru, CD4 50-200 sel/mm3 atau hitung limfosittotal < 1200 sel/mm3

TB paru, CD4 > 200 sel/mm3 atau hitung limfosittotal > 1200/mm3

Mulai terapi TB. Jika memungkinkan monitor hitungCD4. Mulai ARV sesuai indikasi* setelah terapi TBselesai

Page 37: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

37

*simptomatik, AIDS (+Kaposi/ Ca cervix / limfoma / wasting syndrome / pneumonia P. Carinii/ toksoplasmosis otak / retinitis virus sitomegalo / kandidiasis esofagus, trakea, bronkus, sel/mm3), asimptomatik + viral load > 55.000 kopi/ml) Interaksi obat TB dengan ARV (Anti Retrovirus) Pemakaian obat HIV/AIDS misalnya zidovudin akan meningkatkan kemungkinan terjadinya

efek toksik OAT Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan nukleosida, kecuali

Didanosin (ddI) yang harus diberikan selang 1 jam dengan OAT karena bersifat sebagai buffer antasida

Interaksi dengan OAT terutama terjadi dengan ARV golongan non-nukleotida dan inhibitor protease.Rifampisin jangan diberikan bersama dengan nelfinavir karena rifampisin dapat menurunkan kadar nelfinavir sampai 82%. Rifampisin dapat menurunkan kadar nevirapin sampai 37%, tetapi sampai saat ini belum ada peningkatan dosis nevirapin yang direkomendasikan

F. TB PARU PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI

· Tidak ada indikasi pengguguran pada pasien TB dengan kehamilan

· Obat antituberkulosis tetap dapat diberikan kecuali streptomisin, karena efek samping

streptomisin pada gangguan pendengaran janin

· Pada pasien TB dengan menyusui, OAT & ASI tetap dapat diberikan, walaupun beberapa OAT

dapat masuk ke dalam ASI, akan tetapi konsentrasinya kecil dan tidak menyebabkan toksik pada

bayi

· Wanita menyusui yang mendapat pengobatan OAT dan bayinya juga mendapat pengobatan

OAT, dianjurkan tidak menyusui bayinya agar bayi tidak mendapat dosis berlebihan

· Pada wanita usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan rifampisin, dianjurkan untuk

tidak menggunakan kontrasepsi hormonal, karena dapat terjadi interaksi obat yang menyebabkan

efektiviti obat kontrasepsi hormonal berkurang.

1. TB Paru dan Gagal Ginjal

· Jangan menggunakan streptomisin, kanamisin dan capreomycin

· Sebaiknya hindari penggunaan etambutol, karena waktu paruhnya memanjang dan terjadi

akumulasi etambutol. Dalam keadaan sangat diperlukan, etambutol dapat diberikan dengan

pengawasan kreatinin

· Sedapat mungkin dosis disesuaikan dengan faal ginjal (CCT, Ureum, Kreatnin)

· Rujuk ke ahli Paru

Page 38: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

38

2. TB Paru dengan Kelainan Hati

· Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum

pengobatan

· Pada kelainan hati, pirazinamid tidak boleh diberikan

· Paduan obat yang dianjurkan (rekomendasi WHO) ialah 2 SHRE/6 RH atau 2 SHE/10 HE

· Pada pasien hepatitis akut dan atau klinik ikterik , sebaiknya OAT ditunda sampai hepatitis

akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan sangat diperlukan dapat diberikan S dan E

maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan 6 RH

· Sebaiknya rujuk ke ahli Paru

3. Hepatitis Imbas Obat

· Dikenal sebagai kelainan hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik (drug induced

hepatitis)

· Penatalaksanaan

- Bila klinik (+) (Ikterik [+], gejala mual, muntah [+]) ® OAT Stop

- Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali,: OAT stop

- Bila gejal klinis (-), Laboratorium terdapat kelainan:

Bilirubin > 2 ® OAT Stop

SGOT, SGPT > 5 kali : OAT stop

SGOT, SGPT > 3 kali ® teruskan pengobatan, dengan pengawasan

Paduan OAT yang dianjurkan :

· Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)

· Setelah itu, monitor klinik dan laboratorium. Bila klinik dan laboratorium normal kembali

(bilirubin,

SGOT, SGPT), maka tambahkan H (INH) desensitisasi sampai dengan dosis penuh (300 mg).

Selama

itu perhatikan klinik dan periksa laboratorium saat INH dosis penuh , bila klinik dan

laboratorium

normal , tambahkan rifampisin, desensitisasi sampai dengan dosis penuh (sesuai berat badan).

Page 39: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

39

Sehingga paduan obat menjadi RHES

· Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi

KOMPLIKASI

Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam

masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.

Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah :

- Batuk darah

- Pneumotoraks

- Luluh paru

- Gagal napas

- Gagal jantung

- Efusi pleura

DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORT COURSE (DOTS)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci keberhasilan program

penanggulangan tuberculosis adalah dengan menerapkan strategi DOTS, yang juga telah dianut

oleh negara kita. Oleh karena itu pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang sangat penting

agar TB dapat ditanggulangi dengan baik. DOTS mengandung lima komponen, yaitu :

1. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional

2. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik

3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal dengan istilah DOT

(Directly Observed Therapy)

4. Pengadaan OAT secara berkesinambungan

5. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang (baku/standar) baik Istilah DOT diartikan

sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari oleh Pengawas Menelan

Obat (PMO)

A. Tujuan :

· Mencapai angka kesembuhan yang tinggi

· Mencegah putus berobat

· Mengatasi efek samping obat jika timbul

Page 40: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

40

· Mencegah resistensi

B. Pengawasan

Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan oleh

Pasien berobat jalan

Bila pasien mampu datang teratur, misal tiap minggu maka paramedis atau petugas sosial dapat

berfungsi sebagai PMO. Bila pasien diperkirakan tidak mampu datang secara teratur, sebaiknya

dilakukan koordinasi dengan puskesmas setempat. Rumah PMO harus dekat dengan rumah

pasien TB untuk pelaksanaan DOT ini. Beberapa kemungkinan yang dapat menjadi PMO

1. Petugas kesehatan

2. Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)

3. Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah

Pasien dirawat

Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas RS, selesai

perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan berobat jalan.

C. Langkah Pelaksanaan DOT

Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai, pasien diberikan

penjelasan bahwa harus ada seorang PMO dan PMO tersebut harus ikut hadir di poliklinik untuk

mendapat penjelasan tentang DOT

D. Persyaratan PMO

l PMO bersedia dengan sukarela membantu pasien TB sampai sembuh selama

pengobatan dengan OAT dan

menjaga kerahasiaan penderita HIV/AIDS.

l PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat juga kader kesehatan, kader

dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani pasien

E. Tugas PMO

Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik

Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat

Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah ditentukan

Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai

Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau menelan obat

Merujuk pasien bila efek samping semakin berat

Page 41: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

41

Melakukan kunjungan rumah

Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila ditemui gejala TB

F. Penyuluhan

Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat penting, penyuluhan dapat dilakukan secara :

· Peroranga/Individu. Penyuluhan terhadap perorangan (pasien maupun keluarga) dapat

dilakukan di unit rawat jalan, di apotik saat mengambil obat dll

· Kelompok

Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok pasien, kelompok keluarga pasien,

masyarakat pengunjung RS dll

Cara memberikan penyuluhan

· Sesuaikan dengan program kesehatan yang sudah ada

· Materi yang disampaikan perlu diuji ulang untuk diketahui tingkat penerimaannya sebagai

bahan untuk penatalaksanaan selanjutnya

· Beri kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, terutama hal yang belum jelas

· Gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang mudah dimengerti, kalau perlu dengan alat

peraga (brosur, leaflet dll)

DOTS PLUS

· Merupakan strategi pengobatan dengan menggunakan 5 komponen DOTS

· Plus adalah menggunakan obat antituberkulosis lini 2

· DOTS Plus tidak mungkin dilakukan pada daerah yang tidak menggunakan strategi DOTS

· Strategi DOTS Plus merupakan inovasi pada pengobatan MDR-TB

PENCEGAHAN

Pencegahan dapat dilakukan dengan cara :

· Terapi pencegahan

· Diagnosis dan pengobatan TB paru BTA positif untuk mencegah penularan

Terapi pencegahan :

Kemoprofilaksis diberikan kepada pasien HIV atau AIDS. Obat yang digunakan pada \

kemoprofilaksis adalah Isoniazid (INH) dengan dosis 5 mg / kg BB (tidak lebih dari 300 mg )

sehari selama minimal 6 bulan.

Page 42: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

42

PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam sistem

informasi penanggulangan TB. Semua unit pelaksana pengobatan TB harus melaksanakan suatu

sistem pencatatan dan pelaporan yang baku. Untuk itu pencatatan dibakukan berdasarkan

klasifikasi & tipe penderita serta menggunakan formulir yang sudah baku pula.

Pencatatan yang dilaksanakan di unit pelayanan kesehatan meliputi beberapa item/formulir yaitu

1. Kartu pengobatan TB (01)

2. Kartu identitas penderita TB (TB02)

3. Register laboratorium TB (TB04)

4. Formulir permohonan pemeriksaan dahak (TB05)

5. Daftar tersangka penderita TB (TB06)

6. Formulir pindah penderita TB (TB09)

7. Formulir hasil akhir pengobatan dari penderita TB pindahan (TB10)

Cara pengisisan formulir sesuai dengan buku pedoman penanggulangan TB Nasional (P2TB)

Untuk pembuatan laporan, data yang ada dari formulir TB01 dimasukkan ke dalam formulir

Register TB (TB03) dan direkap ke dalam formulir rekapan yang ada di tingkat kabupaten/kota

Catatan :

Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB di luar paru, maka untuk kepentingan

pencatatan pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.

Bila seorang pasien ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai ekstra paru

pada organ yang penyakitnya paling berat

Contoh formulir terlampir

INTERNATIONAL STANDART FOR TUBERCULOSIS CARE

International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) merupakan standar yang melengkapi

guideline program penanggulangan tuberkulosis nasional yang consisten dengan rekomendasi

WHO. Standar tersebut bersifat internasional dan baru di launching pada bulan februari 2006

serta akan segera dilaksanakan di Indonesia. International Standard for Tuberculosis Care terdiri

dari 17 standar yaitu 6 estándar untuk diagnosis , 9 estándar untuk pengobatan dan 2 standar

yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat. Adapun ke 17 standar tersebut adalah :

Page 43: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

43

1. Setiap individu dengan batuk produktif selam 2-3 minggu atau lebih yang tidak dapat

dipastiklan penyebabnya harus dievaluasi untuk tuberkulosis

2. Semua pasien yang diduga tenderita TB paru(dewasa, remaja dan anak anak yang dapat

mengeluarkan dahak) harus menjalani pemeriksaan sputum secara mikroskopis sekurang-

kurangnya 2 kali dan sebaiknya 3 kali. Bila memungkinkan minimal 1 kali pemeriksaan berasal

dari sputum pagi hari

3. Semua pasien yang diduga tenderita TB ekstra paru (dewasa, remaja dan anak) harus

menjalani pemeriksaan bahan yang didapat dari kelainan yang dicurigai. Bila tersedia fasiliti dan

sumber daya, juga harus dilakukan biakan dan pemeriksaan histopatologi

4. Semua individu dengan foto toraks yang mencurigakan ke arah TB harus menjalani

pemeriksaan dahak secara mikrobiologi

5. Diagnosis TB paru, BTA negatif harus berdasarkan kriteria berikut : negatif paling kurang

pada 3 kali pemeriksaan (termasuk minimal 1 kali terhadap dahak pagi hari), foto toraks

menunjukkan kelainan TB, tidak ada respon terhadap antibiotik spektrum luas (hindari

pemakaian flurokuinolon karena mempunyai efek melawan M.tb sehingga memperlihatkan

perbaikan sesaat). Bila ada fasiliti, pada kasus tersebut harus dilakukan pemeriksaan biakan.

Pada pasien denagn atau diduga HIV, evaluasi diagnostik harus disegerakan.

6. Diagnosis TB intratoraks (paru, pleura,KGB hilus/mediastinal) pada anak dengan BTA negatif

berdasarkan foto toraks yang sesuai dengan TB dan terdapat riwayat kontak atau uji

tuberkulin/interferon gamma release assay positif. Pada pasien demikian, bila ada fasiliti harus

dilakukan pemeriksaan biakan dari bahan yang berasal dari batuk, bilasan lambung atau induksi

sputum.

7. Setiap petugas yang mengobati pasien TB dianggap menjalankan fungsi kesehatan masyarakat

yang tidak saja memberikan paduan obat yang sesuai tetapi juga dapat memantau kepatuhan

berobat sekaligus menemukan kasus-kasus yang tidak patuh terhadap rejimen pengobatan.

Dengan melakukan hal tersebut akan dapat menjamin kepatuhan hingga pengobatan selesai.

8. Semua pasien (termasuk pasien HIV) yang belum pernah diobati harus diberikan paduan obat

lini pertama yang disepakati secara internasional menggunakan obat yang biovaibilitinya sudah

diketahui. Fase awal terdiri dari INH,Rifampisin, Pirazinamid dan etambutol diberikan selama 2

bulan. Fase lanjutan yang dianjurkan adalah INH dan rifampisin yang selama 4 bulan. Pemberian

INH dan etambutol selama 6 bulan merupakan paduan alternative untuk fase lanjutan pada kasus

Page 44: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

44

yan keteraturannya tidak dapat dinilai tetapi terdapat angka kegagalan dan kekambuhan yang

tinggi dihubungkan dengan pemberian alternatif tersebut diatas kususnya pada pasien HIV. Dosis

obat antituberkulosis ini harus mengikuti rekomendasi internasional. Fixed dose combination

yang terdiri dari 2 obat yaitu INH dan Rifampisin, yang terdiri dari 3 obat yaitu INH, Rifampisin,

Pirazinamid dan yang terdiri dari 4 obat yaitu INH, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol

sangat dianjurkan khususnya bila tidak dilakukan pengawasan langsung saat menelan obat.

9. Untuk menjaga dan menilai kepatuhan terhadap pengobatan perlu dikembangkan suatu

pendekatan yang terpusat kepada pasien berdasarkan kebutuhan pasien dan hubungan yang

saling menghargai antara pasien dan pemberi pelayanan. Supervisi dan dukungan harus

memperhatikan kesensitifan gender dan kelompok usia tertentu dan sesuai dengan intervensi

yang dianjurkan dan pelayanan dukungan yang tersedia termasuk edukasi dan konseling pasien.

Elemen utama pada strategi yang terpusat kepada pasien adalah penggunaan pengukuran untuk

menilai dan meningkatkan kepatuhan berobat dan dapat menemukan bila terjadi ketidak patuhan

terhadap pengobatan. Pengukuran ini dibuat khusus untuk keadaan masing masing individu dan

dapat diterima baik oleh pasien maupun pemberi pelayanan. Pengukuran tersebut salah satunya

termasuk pengawasan langsung minum obat oleh PMO yang dapat diterima oleh pasien dan

sistem kesehatan serta bertanggungjawab kepada pasien dan sistem kesehatan

10. Respons terapi semua pasien harus dimonitor. Pada pasien TB paru penilaian terbaik adalah

dengan pemeriksaan sputum ulang (2x) paling kurang pada saat menyelesaikan fase awal (2

bulan), bulan ke lima dan pada akhir pengobatan. Pasien dengan BTA+ pada bulan ke lima

pengobatan dianggap sebagai gagal terapi dan diberikan obat dengan modifikasi yang tepat

(sesuai standar 14 dan 15). Penilaian respons terapi pada pasien TB paru ekstra paru dan anak-

anak, paling baik dinilai secara klinis. Pemeriksaan foto toraks untuk evaluasi tidak diperlukan

dan dapat menyesatkan (misleading)

11. Pencatatan tertulis mengenai semua pengobatan yang diberikan, respons bakteriologik dan

efek samping harus ada untuk semua pasien

12. Pada daerah dengan angka prevalens HIV yang tinggi di populasi dengan kemungkinan co

infeksi TB-HIV, maka konseling dan testing HIV diindikasikan untuk seluruh TB pasien sebagai

bagian dari penatalaksanaan rutin. Pada daerah dengan prevalens HIV yang rendah, konseling

dan testing HIV hanya diindikasi pada pasien TB dengan keluhan dan tanda tanda yang diduga

berhubungan dengan HIV dan pada pasien TB dengan riwayat berisiko tinggi terpajan HIV.

Page 45: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

45

13. Semua pasien TB-HIV harus dievaluasi untuk menentukan apakah mempunyai indikasi

untuk diberi terapi anti retroviral dalam masa pemberian OAT.Perencanaan yang sesuai untuk

memperoleh obat antiretroviral harus dibuat

bagi pasien yang memenuhi indikasi. Mengingat terdapat kompleksiti pada pemberian secara

bersamaan antara

obat antituberkulosis dan obat antiretroviral maka dianjurkan untuk berkonsultasi kepada pakar

di bidang tersebut sebelum pengobatan dimulai, tanpa perlu mempertimbangkan penyakit apa

yang muncul lebih dahulu. Meskipun demikian pemberian OAT jangan sampai ditunda. Semua

pasien TB-HIV harus mendapat kotrimoksasol sebagai profilaksis untuk infeksi lainnya.

14. Penilaian terhadap kemungkinan resistensi obat harus dilakukan pada semua pasien yang

berisiko tinggi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, pajanan dengan sumber yang

mungkin sudah resisten dan prevalens resistensi obat pada komuniti. Pada pasien dengan

kemungkinan MDR harus dilakukan pemeriksaan kultur dan uji sensitifity terhadap INH,

Rifampisin dan etambutol.

15. Pasien TB dengan MDR harus diterapi dengan paduan khusus terdiri atas obat-obat lini

kedua. Paling kurang diberikan 4 macam obat yang diketahui atau dianggap sensitif dan

diberikan selama paling kurang 18 bulan. Untuk memastikan kepatuhan diperlukan pengukuran

yang berorientasi kepada pasien. Konsultasi dengan pakar di bidang MDR harus dilakukan.

16. Semua petugas yang melayani pasien TB harus memastikan bahwa individu yang punya

kontak dengan pasien TB harus dievaluasi (terutama anak usia dibawah 5 tahun dan penyandang

HIV), dan ditatalaksana sesuai dengan rekomendasi internasional. Anak usia dibawah 5 tahun

dan penyandang HIV yang punya kontak dengan kasus infeksius harus dievaluasi baik untuk

pemeriksaan TB yang laten maupun yang aktif

17. Semua petugas harus melaporkan baik TB kasus baru maupun kasus pengobatan ulang dan

keberhasilan pengobatan kepada kantor dinas kesehatan setempat sesuai dengan ketentuan

hukum dan kebijakan yang berlaku.

Page 46: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

46

BAB III

KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD)

CATATAN MEDIK PASIEN

Nama Lengkap: Marjudin

Tanggal Lahir: 1/7/1959 Umur: 52 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat: Aek Nauli Kec.Batang Angkola Kab.

TapSel.

No. Telepon : -

Pekerjaan: Petani Status: Menikah

Pendidikan: - Suku: Batak Agama: Islam

ANAMNESIS

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Keluhan Utama : Sesak Napas

Dokter Muda : Armin Wijaya

Dokter : dr.Yulika Ikhmawati

HeternomentesiAutomentesis

Page 47: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

47

Deskripsi : Sesak napas ± 3 bulan ini dan semakin memberat dalam 1 bulan ini.sesak

napas tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan cuaca. Riwayat teerbangun

tengah malam karena sesak napas tidak dijumpai. Riwayat menggunakan

2-3 bantal untuk mengurangi sesak napas (-), batuk (+), dahak (+), warna

hijau kekuningan, darah (-), demam (+), demam bersifat naik turun,

riwayat makan obat penurun panas, mual dijumpai, muntah(-), riwayat

nyeri ulu hati, dijumpai riwayat kembung, dijumpai riwayat penurunan

berat badan, dalam waktu 3 bulan ini, riwayat merokok dijumpai 2-3

bungkus/hari, buang air kecil bewarna kuning jernih, dengan frekuensi

15x/hari dengan volume ½ aqua cup tiap kali BAK, Buang air besar

konsistensi air 1-2 kali/hari dengan volume 1 aqua cup tiap kali BAB.

Riwayat DM (-), riwayat hipertensi (-).

ANAMNESIS UMUM (Review of System)

Berilah Tanda Bila Abnormal Dan Berikan Deskripsi

Umum: sedang Abdomen: simetris

Kulit : (-) Ginekologi: tidak ada keluhan

Kepala dan leher: tidak ada keluhan Alat kelamin: tidak ada keluhan

Mata : anemia (-), ikterik (-), pupil

atrofi(-)

Ginjal dan Saluran Kencing: urin warna

kuning

Telinga: tidak ada keluhan Hematologi: tidak ada keluhan

Hidung : tidak ada keluhan Endokrin/Metabolik: tidak ada keluhan

Mulut dan Tenggorokan : tidak ada

keluhan

Muskuloskeletal: eskremitas superior:

oedem (-), eskremitas inferior: oedem

(-)

Page 48: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

48

Pernafasan: bronchial pada lapangan

bawah paru kanan.

Sistem saraf: tidak ada keluhan

DISKRIPSI UMUM

Kesan Sakit

Gizi BB : 45 kg, TB : 165 cm

IMT = 16,5 (underweight)

TANDA VITAL

Kesadaran Compos Mentis Deskripsi:

Komunikasi baik, rasa awas

terhadap lingkungan baik

Nadi (HR) 80x/i Reguler, t/v: cukup

Tekanan darah Berbaring: Duduk:

●vVRingan

Sedang Berat

Page 49: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

49

Lengan kanan : 100/50 mmHg

Lengan kiri : 100/50 mmHg

Lengan kanan : 100/50 mmHg

Lengan kiri : 100/50 mmHg

Temperatur Aksila: 37,3°C Rektal : tdp

Pernafasan Frekuensi: 34 x/menit Deskripsi:

Torako-abdominal

KULIT : tidak dijumpai kelainan

KEPALA DAN LEHER : simetris, , TVJ R-2 cmH20, trakea medial, pembesaran KGB(-),

struma tidak membesar

MATA : anemia (-), sklera ikterik (-), RC (+)/(+), pupil isokor, ki=ka, ø 3mm

TELINGA: dalam batas normal

HIDUNG: dalam batas normal

RONGGA MULUT DAN TENGGORAKAN : Dalam batas normal

Page 50: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

50

THORAX

JANTUNG

Batas Jantung:

Atas : ICR III Sinistra

Kanan : LSD

Kiri : ICR V

HR : 80 x/i,reguler, M2>M1,A1>A2,P2>P1,A2>P2 ,desah (-)

ABDOMEN

Inspeksi : Simetris

Palpasi : soepel

Depan Belakang

Inspeksi Simetris fusiformis Simetris fusiformis

Palpasi SF kanan > kiri SF kanan sama > kiri

Perkusi Sonor memendek Sonor memendek

Auskultasi SP : bronkial pada kedua paru

ST : Ronki basah basal (+/+)

SP : bronkial pada kedua paru

ST : Ronki basah basal (+/+)

Page 51: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

51

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

PINGGANG

Tapping pain (-), ballotement (-)

EKSTREMITAS:

Superior : edema (-/-)

Inferior : pitting edema (-/-)

ALAT KELAMIN:

Skrotum oedem (-)

RECTAL TOUCHER (RT):

Tidak dilakukan pemeriksaan

NEUROLOGI:

Refleks Fisiologis : (+) Normal

Refleks Patologis : (-)

Page 52: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

52

BICARA

Dalam batas normal

PEMERIKSAAN LAB

TANGGALPEMERIKSAAN

DARAH LENGKAP DIFFTEL LFT RFT03/04/2012 HGB: 1.60(↓) RBC:

0.81(↓) WBC: 2.35(↓)HCT: 6.10(↓) PLT: 100(↓) MCV: 75.30(↓) MCH: 19.80(↓) MCHC: 26.20(↓)

Neutrofil: 51.90(N) Limfosit: 29.40(N) Monosit: 17.00(↑) Eosinofil: 1.30(N) Basofil: 0.400(N) Morfologi:Eritrosit: Leukosit:Trombosit: Kesan :

SGOT/AST: 38 U/L SGPT/ALT: 24 U/L

Ureum : 46.60 mg/dlCreatinin: 0.97mg/dl

29/03/2012 HGB: 3.30(↓) RBC: 1.33(↓) WBC: 3.96(↓)HCT: 11.10(↓) PLT: 79(↓) MCV: 83.50(↓) MCH: 24.80(↓) MCHC: 29.70(↓)

Neutrofil: 80.20(N) Limfosit: 11.90(↓) Monosit: 7.60(N) Eosinofil: 0.30(↓) Basofil: 0.00(N) Morfologi:Eritrosit: Leukosit:Trombosit: Kesan :

- -

01/04/2012 HGB: 4,60(↓) RBC: 1.71(↓) WBC: 1.40(↓)HCT: 14,60(↓) PLT: 34(↓) MCV: 85,40 (↓) MCH: 26,9(↓) MCHC: 1,50(↓)

Neutrofil: 54,30(N) Limfosit: 24,30(N) Monosit: 12,10(N) Eosinofil: 8,60(N) Basofil: 0,7(N) Morfologi:Eritrosit: normokrom normositerLeukosit&Trombosit: bentuk normal, jumlah menurunKesan : Pansitopenia

SGOT/AST: 46 U/L SGPT/ALT: 30 U/L

Ureum : 17,60 mg/dlCreatinin: 0,41mg/dl

Page 53: LAPKAS MINGGU 2 (TB).doc

53

Darah Kemih

Hb : 12,5 gr%

Leukosit : 8,59/mm 3

LED : 40 mm/jam

Eritrosit : 4,64 /mm 3

Ht : 37%

Hitung jenis:

Netrofil : 79 %

Limfosit : 10,9 %

Monosit : 9,2 %

Eosinofil :0,8 %

Basofil 0,1 %

Warna : kluning jernih

Reduksi : (-)

Bilitrubin :(-)

Protein (-)

Urobilinogen (+)

Sedimen

Eritrosit : 0-1/lpb

Leukosit :2-3/lpb

Silinder : +

Epitel :2-4/lpb

Penatalaksanaan : tirah baring

Makan biasa dengan tinggi protein dan tinggi kalori

IVFD NaCL 0,9 % 20gtt/i

Ambroxol syr 3xCi

Inj. Cefotaxin 2 gr/8 jam

Inj. Ranitidine 1 Amp/12 jam

R/H/P/F. 450/300/3X500/750

BG 1x1 tab