28
LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. S.A No. Register : 405800 Agama : Kristen Umur : 17 tahun Bangsa/suku : Indonesia/Makassar Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Siswa Alamat : Btn Sukma Gowa Tgl Pemeriksaan : 16 September 2015 Tempat pemeriksaan : RSUD Syekh Yusuf Gowa Pemeriksa : dr. Yusuf Bachmid, Sp.M II. ANAMNESIS A. Keluhan Utama : Mata merah sebelah kanan B. Anamnesis terpimpin : Dialami sejak ± 2 hari yang lalu setelah pasien merasa matanya terkena debu. Mata merah disertai rasa panas, agak gatal, bengkak, berair dan nyeri. Kotoran mata tidak ada, penglihatan jauh kabur tidak ada, kelopak mata yang melengket saat bangun pagi tidak ada. Selain itu, pasien merasa seperti ada yang mengganjal di mata nya saat melirik sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman di mata kanannya. Silau tidak ada, penglihatan ganda tidak 1

KONJUNGTIVITIS

Embed Size (px)

DESCRIPTION

...

Citation preview

Page 1: KONJUNGTIVITIS

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. S.A

No. Register : 405800

Agama : Kristen

Umur : 17 tahun

Bangsa/suku : Indonesia/Makassar

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Siswa

Alamat : Btn Sukma Gowa

Tgl Pemeriksaan : 16 September 2015

Tempat pemeriksaan : RSUD Syekh Yusuf Gowa

Pemeriksa : dr. Yusuf Bachmid, Sp.M

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama : Mata merah sebelah kanan

B. Anamnesis terpimpin :

Dialami sejak ± 2 hari yang lalu setelah pasien merasa matanya terkena

debu. Mata merah disertai rasa panas, agak gatal, bengkak, berair dan nyeri.

Kotoran mata tidak ada, penglihatan jauh kabur tidak ada, kelopak mata

yang melengket saat bangun pagi tidak ada. Selain itu, pasien merasa seperti

ada yang mengganjal di mata nya saat melirik sehingga menimbulkan rasa

tidak nyaman di mata kanannya. Silau tidak ada, penglihatan ganda tidak

ada. Riwayat trauma tidak ada, riwayat demam disangkal.

Riwayat pemakaian kaca mata (-)

Riwayat keluarga menderita penyakit yang sama (-)

Riwayat mengunakan tetes mata + (insto) saat mata pertama kali merah

hingga sekarang.

1

Page 2: KONJUNGTIVITIS

III. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

A. INSPEKSI

No Pemeriksaan OD OS

1 Palpebra Edema (+) Edema (-)

2 Apparatus Lakrimasi Lakrimasi (+) Lakrimasi (-)

3 Silia Sekret (-) Sekret (-)

4 Kongjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-)

Kornea Jernih Jernih

6 Bilik mata depan Kesan normal Kesan normal

7 Iris Coklat, Kripte (+) Coklat, Kripte

(+)

8 Pupil Bulat, sentral Bulat, sentral

9 Lensa Jernih Jernih

10 Gerakan bola mata

B. PALPASI

No Pemeriksaan OD OS

1 Tensi okuler Tn Tn

2 Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

3 Massa tumor Tidak ada Tidak ada

4 Glandula pre-aurikuler Tidak ada

pembesaran

Tidak ada

pembesaran

2

Page 3: KONJUNGTIVITIS

C. TONOMETRI : Tidak dilakukan pemeriksaan

D. VISUS : VOD = 20/20

VOS = 20/20

E. CAMPUS VISUAL : Tidak dilakukan pemeriksaan

F. COLOR SENSE : Tidak dilakukan pemeriksaan

G. LIGHT SENSE : Tidak dilakukan pemeriksaan

H. PENYINARAN OBLIK

No Pemeriksaan OD OS

1 Kongjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (+)

2 Kornea Jernih Tampak bintik-

bintik pada

permukaan kornea

3 Bilik mata depan Kesan normal Kesan normal

4 Iris Coklat, kripte (+) Coklat, Kripte (+)

5 Pupil Bulat, sentral, RC

(+)

Bulat, sentral, RC

(+)

6 Lensa Jernih Jernih

I. DIAFANOSKOPI : Tidak dilakukan pemeriksaan

3

Page 4: KONJUNGTIVITIS

J. OFTALMOSKOPI : Tidak dilakukan pemeriksaan

K. SLIT LAMP:

SLOD : Kongjungtiva : Hiperemis (+)

Kornea : Jernih

Test Flouresent : (-)

BMD : Normal

Iris : Coklat, kripte (+)

Lensa : Jernih

SLOS : Kongjungtiva : Hiperemis (-)

Kornea : Jernih

Test Flouresent : (-)

BMD : Normal

Iris : Cokelat, kripte (+)

Lensa : Jernih

L. LABORATORIUM : Tidak dilakukan pemeriksaan

M. GONIOSKOPI : Tidak dilakukan pemeriksaan

IV. RESUME

Seorang perempuan, umur 17 tahun, datang ke poliklinik mata RSUD

Syekh Yusuf dengan keluhan utama hiperemis oculi dextra yang dialami

sejak 2 hari yag lalu. Disertai gatal (+),nyeri (+), bengkak (+), dan rasa

mengganjal (+), riwayat memakai obat tetes mata (+).

Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan OD Palpepra edema,

konjungtiva hiperemis, lakrimasi, sekret, kornea jernih. Sedangkan pada OS

tidak tampak kelainan. Pada pemeriksaan refraksi didapatkan OD: 20/20,

OS: 20/20.

4

Page 5: KONJUNGTIVITIS

V. DIAGNOSIS KERJA

- OD Konjungtivitis Akut

VI. DIAGNOSIS BANDING

-` Keratitis

- Blefaritis

- Selulitis Orbita

VII. TERAPI

- Ciprofloksasin 2 x 500 mg

- Methyl prednisolon 3x4mg

- Natrium diklofenak 2x1

- Ranitidin 3 x 1

- C.Polygram 6 x 1 gtt (OD)

5

Page 6: KONJUNGTIVITIS

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI KONJUNGTIVA

Kulit kelopak mata menyatu ke dalam kulit periorbital sekitarnya, bervariasi dari

0,5 mm di margin kelopak mata hingga 1 mm di tepi orbital. Kecuali untuk rambut

vellus halus, hanya rambut dari kelopak mata yang memiliki bulu mata, atau silia, yang

dua kali lebih banyak sepanjang margin kelopak mata atas dibanding kelopak mata

bawah. Cilia akan terganti setiap 3-5 bulan; biasanya tumbuh kembali dalam 2 minggu

setelah dipotong dan akan tumbuh dalam waktu 2 bulan jika dicabut keluar. Silia

menangkap partikel kecil dan juga bekerja sebagai sensor untuk merangsang penutupan

reflex kelopak mata. Berkedip menambah pompa lakrimal untuk memproduksi air mata

di atas mata dan akan mendorong bahan asing dari mata.1

Secara anatomi, konjungtiva dibagi atas 3 bagian:

Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan

dari tarsus.

Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di

bawahnya.

Konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal

dengan konjungtiva bulbi.2

Pada lapisan interior kelopak mata terdapat membran mukosa yang disebut

konjungtiva palpebral. Bagian ini terletak dekat dengan bola mata. Epitel konjungtiva

palpebral adalah epitel berlapis kolumnar rendah dengan sedikit sel goblet. Epitel

berlapis gepeng kulit tipis berlanjut hingg ke tepi kelopak mata dan kemudian menyatu

menjadi epitel berlapis silindris konjungtiva palpebral.3

Kantung konjungtiva terdiri atas konjungtiva bulbi, konjungtiva forniks yang

terbagi atas 3 bagian, lipatan semilunar dimedial, dan konjungtiva palpebral. Serat otot

polos dari m.levator superior mempertahankan forniks superior sedangkan jaringan

fibrous di pertahankan oleh m.rectus yang secara horizontal difiksasi di bagian temporal

konjungtiva. 1

6

Page 7: KONJUNGTIVITIS

Gambar 1: Potongan sagittal konjungtiva palpebra superior.1

Morfologi sel dari epitel konjungtiva bervariasi dari epitel berlapis cuboid di

daerah tarsus hingga epitel selapis columner pada forniks hingga ke lapisan skuamous

bola mata. Dari permukaan morfologi tersebut, terdapat sel goblet berjumlah sekitar

10% dari sel basal di epitel konjungtiva. Epitel tersebut yang paling banyak di

konjungtiva tarsal dan bulbar inferonasal konjungtiva.1

Substantia propria konjungtiva terdiri dari jaringan ikat longgar. Jaringan

konjungtiva limfoid yang terdiri dari limfosit dan leukosit lainnya terdapat banyak di

forniks. Limfosit berinteraksi dengan mukosa sel epitel melalui sinyal umpan balik

dimediasi oleh faktor-faktor pertumbuhan, sitokin, dan neuropeptida. Palpebra

konjungtiva mendapat suplai darah dari kelopak mata. Konjungtiva bulbar disuplai oleh

arteri siliaris anterior dari percabangan arteri ophthalmic. Kapiler ini bersifat

semipermeable dan fluorescein mudah bocor seperti halnya koriokapiler.1

Konjungtiva palpebral mendapatkan suplai darah dari kelopak mata.

Konjungtiva bulbar mendapatkan suplai darah dari arteri ciliaris anterior yang

merupakan percabangan dari arteri oftalmika. 1

7

Page 8: KONJUNGTIVITIS

IV. KONJUNGTIVITIS

A. Definisi

Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva yang disebabkan oleh 4

penyebab utama yaitu virus, bakteri, allergen, dan iritan. Dari keempat hal tersebut,

infeksi akut yang paling banyak terdapat pada pelayanan primer disebabkan oleh virus

dan bakteri. Sekitar 1% - 2% dari seluruh konsultasi kesehatan keluarga. Konjungtivitis

bacterial umumnya lebih sedikit didapatkan dibanding konjungtivitis viral terutama

pada orang dewasa.4

Konjungtivitis adalah proses inflamasi yang melibatkan permukaan mata dan

ditandai oleh adanya suatu dilatasi vascular, infiltrasi selular, dan eksudasi. Berdasarkan

waktu perjalanannya dibagi atas konjungtivitis akut dan konjungtivitis kronik.

Dikatakan konjungtivitis akut apabila onset terjadi secara tiba-tiba dan biasanya

unilateral dengan inflamasi pada mata kedua selama atau kurang dari 1 minggu dan

lama penyakitnya tidak lebih dari 4 minggu. Sedangkan pada konjungtivitis kronik

ditegakkan bila durasi penyakit lebih lama dari3 atau 4 minggu.5

B. Etiologi

Konjungtivitis dibagi atas 2 kategori besar:5

1. Infeksius

a) Bacterial

b) Viral

c) Parasit

d) Mikotik

2. Non-infeksius

a) Iritasi persisten

b) Alergi

c) Toksik (iritan, debu, asap)

d) Sebagai komplikasi dari berbagai kelainan (seperti sindrom steven

Johnson)

8

Page 9: KONJUNGTIVITIS

C. Gejala dan Tanda Klinis

Gejala khas yang ditunjukkan oleh semua pasien berupa mata merah dan

kelopak mata lengket di pagi hari karena meningkatnya sekresi. Setiap konjungtivitis

juga dapat menyebabkan pembengkakan di kelopak mata, yang berakibat munculnya

pseudoptosis. Foreign body sensation, sensasi tekanan, dan sensasi terbakar biasanya

dirasakan pasien, meskipun gejala-gejala ini dapat bervariasi antara pasien. Rasa gatal

menunjukkan adanya reaksi alergi. Fotofobia dan lakrimasi (epifora) juga dapat muncul

namun bervariasi. Adanya blepharospasme menunjukkan keterlibatan kornea

(keratoconjunctivitis).5

Gejala yang sangat prominen pada konjungtivitis akut adalah gatal ringan, rasa

mengganjal dimata, dan fotofobia ringan. Selain itu, hal yang sering muncul berupa

injeksi konjungtiva, perlengketan kelopak mata terutama di pagi hari setelah bangun

pagi, terdapat cairan purulent atau serous pada satu atau kedua mata namun tanpa

adanya tanda-tanda penurunan fungsi penglihatan.4

Tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, epifora, pseudoptosis, hipertrofi

papiler, kemosis, folikel (hipertrofi lapis limfoid stroma), pseudomembranosa dan

membran, granuloma, dan pre-aurikuler adenopati.6

D. Metode Pemeriksaan

1) Pemeriksaan slit lamp. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat sifat dan injeksi

vaskular, sekret, pembengkakan konjungtiva, dan lain-lain dapat dievaluasi

menggunakan slit lamp. 5

2) Eversi kelopak mata. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memeriksa kelopak mata

atas dan bawah untuk melihat folikel, papila, membran, dan benda asing. Jika

diagnosis tidak pasti atau tidak terdapat respon terhadap antibiotik dan nodul

konjungtiva, pemeriksaan yang dilakukan yaitu pemeriksaan mikrobiologi untuk

mengidentifikasi jenis patogen. Penggunaan kapas penyeka dan tabung

pengiriman steril dapat digunakan untuk memeriksa kultur apabila dicurigai

klamidia. 5

3) Smear epitel. Ini digunakan untuk mendeteksi klamidia pada khususnya dan

untuk mengidentifikasi patogen pada umumnya. Epitel konjungtiva yang

9

Page 10: KONJUNGTIVITIS

memiliki sekret diusap dengan kapas lidi dan dioleskan pada slide dan dicelup

dalam larutan Giemsa dan stain Gram. Temuan sitology memberikan informasi

penting tentang etiologi konjungtivitis tersebut. 5

a) Konjungtivitis bakterial: sel granulosit dengan inti polimorf dan

ditemukan adanya bakteri

b) Konjungtivitis viral: limfosit dan monosit;

c) Konjungtivitis chlamydia: Ditemukan sel limfosit, sel plasma, dan

leukosit;

d) Konjungtivitis alergi: Temuan meliputi sel granulosit eosinophilic dan

limfosit;

e) Konjungtivitis mikotik (sangat jarang): pada pewarnaan giemsa dan

gram akan tampak adanya hifa;

4) Irigasi. Konjungtivitis dapat terjadi sebagai akibat munculnya dakriosistitis

asimtomatik atau canaliculitis karena terus menerus terpapar bakteri. Sistem

lakrimal sebaiknya sering di irigasi untuk mengurangi peradangan yang berulang

atau resisten terhadap pengobatan sehingga pemeriksa mampu memverifikasi

sumber peradangan.5

E. Klasifikasi

Konjungtivitis, terdiri dari:

1. Konjungtivitis bakterial

2. Konjungtivitis viral

3. Konjungtivitis alergi

4. Konjungtivitis Jamur

5. Konjungtivitis Parasit

6. Konjungtivitis iritasi atau kimia 6

1. Konjungtivitis bakterial

10

Page 11: KONJUNGTIVITIS

a. Definisi

Konjungtivitis bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh

bakteri. Konjungtivitis yang disebabkan bakteri dapat saja akibat infeksi genokok,

meningokok, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, Hemophilus influenza

dan Eschericia coli. Memberikan gejala berupa sekret mukopurulen dan purulen,

kemosis konjungtiva, edema kelopak, kadang-kadang disertai keratitis dan blefaritis.

Terdapat papil pada konjungtiva dan mata merah. Konjungtivitis bakteri ini mudah

menular.2

b. Etiologi dan Faktor Risiko

Konjungtivitis bakteri umumnya memiliki manifestasi akut atau subakut dengan

kemerahan, sekret, pembengkakan, robekan, dan iritasi. Visus biasanya tidak terganggu.

Selain itu rasa nyeri jarang ditemukan dan mungkin dapat dijadikan diferensial

diagnosis yaitu episcleritis. Sekret dapat bersifat mukopurulen atau hanya bersifat

purulen dan terdiri dari sel-sel (leukosit, bakteri, sel-sel epitel) dan non-seluler (fibrin,

protein, lendir). Tidak ada hubungan yang spesifik antara jenis sekret dan etiologi

konjungtivitis; eksudat mukopurulen paling sering terlihat di konjungtivitis bakteri.7

Di Inggris, organisme yang paling umum menyebabkan konjungtivitis adalah

pneumococcus, Haemophilus spp. dan Staphylococcus aureus. Biasanya dikaitkan

dengan infeksi kronis, dan konjungtivitis purulen akut, dikenal lebih umum sebagai

"pink eye", biasanya disebabkan oleh pneumokokus. Kronis konjungtivitis juga dapat

disebabkan oleh Moraxella lacunata tapi organisme ini jarang diidentifikasi.

Konjungtivitis bakteri yang penting tapi jarang ditemukan konjungtivitis purulen yang

disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae; Penyakit ini masih menjadi penyebab yang

berat dari konjungtivitis lain terutama pada bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi.

Apabila tidak dilakukan terapi, kornea dapat menjadi infeksi dan menyebabkan

perforasi serta kecacatan permanen pada penglihatan. Sekret purulen, mata kemerahan

dan edema kelopak mata adalah kondisi yang umumnya dikenal sebagai oftalmia

neonatorum.8

c. Patofisiologi

11

Page 12: KONJUNGTIVITIS

Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti

Streptococci, Staphylococci dan Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme

pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan

infeksi klinis. Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi

eksternal (penggunaan kontak lens dan berenang) atau penyebaran dengan melalui

bagian tubuh yang terinfeksi (mengucek mata).7

Konjungtivitis bakteri dapat mengenai segala ras, walaupun terdapat perbedaan

variasi geografi dan prevalensi patogen dari tiap daerah. Perempuan dan laki-laki

memiliki resiko yang sama untuk terkena konjungtivitis bakteri. Perbedaan tingkat

infeksi mungkin disebabkan oleh lingkungan dan pola kebiasaan hidup.7

Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang

meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem

imun yang berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang

terdapat pada lapisan air mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip.

Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan

infeksi pada konjungtiva.7

d. Gejala Klinis

Gejalanya berupa gatal-gatal, kemerahan, kotoran mata dan kelopak mata

lengket pada waktu bangun tidur. Adapun tanda yang lain sebagai berikut:8

1. Tajam penglihatan, kornea dan pupil; normal

2. Hyperemia konjungtiva, paling nyata pada forniks dan kurang nyata di

limbus

3. Sekret mata, dapat purulent atau mukopurulen

4. Reaksi papiler pada konjungtiva

5. Tidak ada limfadenopati periaurikuler. Berbeda dengan infeksi virus dan

chlamydia.

e. Diagnosis

12

Page 13: KONJUNGTIVITIS

Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena mungkin saja

penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang lebih tua.

Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular seksual

dan riwayat penyakit pada pasangan seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhea

dan Chlamydia serta transmisi ibu ke anak.7

Pemeriksaan kultur mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi bakteri

chlamydia atau jenis bakteri lain. Sama halnya dengan kultur viral dan fungal,

pemeriksaan ini dilakukan bila dicurigai adanya penyebab sekunder seperti ulkus kornea

akibat penggunaan softlens dan lain-lain. Adapun respon selular yang dapat muncul dari

pemeriksaan kultur ini adalah peningkatan neutrophil untuk infeksi akibat bakteri,

peningkatan limfosit untuk infeksi virus, dan peningkatan eosinophil untuk reaksi

alergi.7

f. Penatalaksanaan

Terapi utama untuk konjungtivitis bakterialis adalah antibiotic topikal, walaupun

antibiotik sistemik kadang diperlukan untuk infeksi gonorhhea dan chlamydia. Terapi

lini pertama (tetes mata) sering digunakan yaitu: trimethoprim kombinasi dengan

polimixin B, gentamicin, tobramycin, neomycin, ciprofloxacin, ofloxacin,

erythromycin.7

2. Konjungtivitis Viral

a. Definisi

Konjungtivitis viral atau pink eye adalah penyakit yang sering ditemui, bersifat

self limiting disease dan biasanya disebabkan oleh adenovirus. Virus lain juga dapat

meyebabkan infeksi konjungtiva termasuk virus herpes simplex, varicella zoster,

enterovirus, coxsackie, poxvirus dan HIV. 9

b. Etiologi dan Faktor Risiko

Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus

adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan Herpes simplex virus

yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus

13

Page 14: KONJUNGTIVITIS

Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human

immunodeficiency virus 9.

Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan

dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang

menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi..9

c. Patofisiologi

Konjungtivitis viral akut adalah konjungtivitis yang paling sering ditemui.

Beberapa jenis adenovirus menjadi penyebab konjungtivitis ini. Biasanya gejala pada

mata muncul sebagai akibat dari infeksi saluran napas bagian atas dan walaupun sering

bersifat bilateral, satu mata mungkin saja sudah terinfeksi sebelum mata lainnya. Mata

yang telah terinfeksi menjadi merah dan mengeluarkan sekret. Gejala lain yang dapat

muncul yaitu kelopak mata yang semakin menebal, dan akan tampak seperti kelopak

mata jatuh. Pada palpasi, dapat dirasakan adanya pembesaran kelenjar preaurikuler.pada

beberapa kasus, kornea dapat terlibat dan epitel kornea dapat memutih apabila

berlangsung beberapa bulan. Apabila kornea yang memutih tersebut tepat didepan jalur

refraksi, penglihatan akan sedikit terganggu. Tidak ada terapi khusus, tapi biasanya

dapat diterapi dengan antibiotik tetes untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.8

d. Gejala Klinis

Dua sindrom utama adalah keratokonjungtivitis epidemic dan demam

faringokonjungtiva. Keduanya disebabkan oleh adenovirus dan terjadi secara epidemic.

Gejala yang muncul berupa lakrimasi, mata merah, rasa tidak enak pada mata dan

fotofobia (biasanya unilateral). Tanda-tanda antara lain konjungtivitis folikularis yang

dicirikan oleh lesi-lesi disekret multipel yang agak meninggi mirip butir-butir beras, dan

limfadenopati preaurikuler. Sebagian penderita mengalami keratitis yang mula-mula

berupa lesi epitel pungtata difusa, kemudian terjadi kekeruhan fokal subepitelial, dan

akhirnya infiltrate stroma anterior. 8

e. Diagnosis

14

Page 15: KONJUNGTIVITIS

Virus adalah penyebab setengah dari seluruh kasus konjungtivitis. Gejala yang

timbul selalu disertai dengan sekret berair dan pembesaran kelenjar preaurikuler.

Biasanya hanya diobati dengan antibiotic karena cukup sulit membedakannya dengan

infeksi bakteri tanpa dilakukan pemeriksaan kultur. Kombinasi antibiotik dan steroid

seperti tobradex, mungkin saja dapat mengurangi gejala, namun dapat memudahkan

infeksi herpes simpleks atipikal.10

Onset biasanya unilateral, tanda-tanda yang lain yaitu lakrimasi berat dan rasa

gatal disertai dengan sekret berair mukoid. Kelopak mata yang terkena konjungtivitis

biasanya edema. Biasanya pasien memiliki riwayat flu sebelumnya.5

Karakteristik temuan lain yaitu mata merah dan edema pda plika semilunaris dan

karunkula lakrimalis serta ditemukan adanya keratitis nummular (Coin like infiltrates

yang tampak pada superfisial korneal bagian stroma).5

f. Penatalaksanaan

Konjungtivitis viral umumnya dapat sembuh sendiri. Terapi untuk konjungtivitis

yang disebabkan oleh adenovirus dapat diterapi dengan terapi suportif. Pasien

diinstruksikan untuk melakukan kompres dingin dan pemberian tetes mata steril.

Vasokonstriktor dan antihistamin topikal dapat digunakan untuk mengatasi rasa gatal

yang berlebihan. Untuk pasien yang dicurigai berpotensi terkena infeksi bakteri, dapat

diberikan antibiotik topikal untuk mencegah infeksi bakteri.9

Pada pasien dengan konjungtivitis yang disebabkan oleh virus Herpes simpleks,

terapi antiviral topikal dapat diberikan seperti, idoxuridine, vidarabine dan trifluridine. 9

Untuk konjungtivitis akibat infeksi virus varicella zoster, pemberian acyclovir

oral dapat diberikan untuk menghambat replikasi virus. 9

Pencegahan transmisi konjungtivitis viral sangat penting dilakukan. Pasien dan

pemeriksa harus mencuci tangan untuk mencegah infeksi mata, tidak bertukar handuk,

linen dan alat kosmetik. Pasien diharapkan untuk istirahat dari pekerjaan untuk

menhindari penularan, dan tidak diperkenankan untuk menggunakan softlens hingga

tanda dan gejala sudah teratasi. 9

15

Page 16: KONJUNGTIVITIS

3. Konjungtivitis Alergi

a. Definisi

Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering dan

disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun.

Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva adalah

reaksi hipersensitivitas yang dimediasi oleh IgE.10

b. Etiologi dan Faktor Risiko

Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi

musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan

dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik dan

konjungtivitis papilar raksasa. Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi

berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman

dan tumbuh tumbuhan biasanya muncul pada satu atau kedua mata. Kondisi ini

berlangsung tiba-tiba (akut) atau bergantung pada waktu paparan seperti disebabkan

oleh alergi tepung sari dan rumput pada musim tertentu ataupun paparan alergi dari

bahan-bahan rumahan. Vernal konjungtivitis biasanya muncul pada kedua mata, baik

palpebral, konjungtiva, bahkan kornea. Penyebab utama belum diketahui namun sering

dikaitkan dengan konjungtivitis musiman, dan pada kasus yang berat dapat

menyebabkan kebutaan. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan riwayat

dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar raksasa yaitu formasi dari papil

konjungtiva raksasa sebagai respon terhadap trauma dan gesekan biasanya pada

pengguna lensa kontak.10

c. Patofisiologi

Patogenesis alergi pada mata sangat kompleks dan multifactorial, dan didasari

oleh hasil interaksi lingkungan dengan kelompok gen yang menjadi factor predisposisi.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada kaitan antara konjungtivitis alergi dan gen

predisposisi terhadap perkembangan penyakit tersebut. Sebuah hubungan telah

ditemukan antara konjungtivitis alergi dengan kromosom 5, 16 dan 17 dan juga

kromosom 6 memiliki kaitan spesifik terhadap alergen tertentu. Hal ini menunjukkan

16

Page 17: KONJUNGTIVITIS

adanya kemungkinan terdapat organ spesifik pada gen tertentu yang saling berhubungan

dengan penyakit alergi. Hal tersebut diungkapkan setelah adanya gen tertentu yang

teridentifikasi mengalami konjungtivitis dan sebelumnya pernah mengalami asthma

atopi, Dalam konteks tersebut, secara genetic IL-10 menjadi penentu peningkatan

tekanan pada sel mast dikonjungtiva dan akan berakhir dengan aktivasi oleh alergen.

Beberapa studi juga menunjukkan adanya pengaruh sel dendrit dikonjungtiva yang

menjadi patogenesis penyakit tersebut dan telah dilaporkan bahwa sistem imun dalam

sel mungkin berpengaruh terhadap terapi penyakit tersebut. Aktivasi sel mast dan

degranulasi sel mast juga telah dilakukan penelitian dalam beberapa tahun terakhir.

Studi tersebut mendeskripsikan pentingnya beta-chemokines dalam mengaktivasi

leukosit dan aktivasi sel mast primer. Dalam hal ini, eotaxin-1 menunjukkan adanya

peranan utama dalam stimulasi signal pada sel mast di konjungtiva. Pada sebuah studi

konjungtivitis alergi, eotaxin-1 reseptor antagonis mampu menghambat timbulnya

reaksi alergi sehingga dijadikan sebagai terapi yang sangat menarik dalam mengatasi

reaksi alergi. Pembuktian tersebut diatas menunjukkan bahwa ilmu alergi pada mata

dapat menjadi terapi baru dalam mengkontrol reaski alergi.10

d. Diagnosis

Diagnosis konjungtivitis alergi didasasarkan pada temuan klinis dan berdasarkan

riwayat penyakit sebelumnya. Bagaimanapun juga, tes hipersensitivitas menjadi

pemeriksaan yang sangat penting untuk mengkonfirmasi IgE spesifik apa yang ada

dalam serum pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan alergen penyebab dan

bagaimana cara menghindari alergen tersebut. Identifikasi alergen memungkinkan

dilakukan untuk mengklasifikasi penyebab konjungtivitis alergi, apakah berasal dari

alergen akibat perubahan musim (jamur, serbuk sari) atau allergen dari bahan rumahan

(debu, serangga atau jamur). 10

Gejala berupa rasa gatal yang hebat di mata, rasa panas, lakrimasi, fotofobia, dan

sekret seperti serabut.8

Tanda-tanda:

17

Page 18: KONJUNGTIVITIS

1. Konjungtivitis papilaris berupa lesi-lesi hiperemis yang meninggi dengan bagian

tengah avaskuler terutama pada tarsus superior. Kemudian permukaan papilla-

papilla ini menjadi datar sehingg tampak seperi “batu-batu bulat untuk membuat

jalanan” (cobblestone appereance). Pada kasus lanjut, jika terjadi ruptur septa

jaringan ikat dapat terbentuk papilla-papilla raksasa.

2. Sekret bersifat musinosa.

3. Limbitis yang terdiri atas nodula-nodula mukoid dan bintik-bintik diskret berwarna

putih (Tranta’s dots) ditemukan pada beberapa kasus. 8

Gejala utama yang muncul pada konjungtivitis alergi adalah rasa gatal,

lakrimasi, mata merah, rasa mengganjal dimata, edema dan adanya riwayat alergi

seperti rhinitis atau asthma.11

f. Penatalaksanaan

Konjungtivitis alergi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya gatal,

injeksi konjungtiva, pengeluaran sekret mukus, kemosis, dan edema kelopak mata.

Terapi dimulai dengan menghindari bahan iritan, mengentikan untuk sementara

penggunaan make-up dan melakukan kompres dingin. Penggunaan tetes mata

mengandung kombinasi antihistamin, zinc astringet, dan dekongestan. Penggunaan tetes

mata tersebut mengakibatkan dilatasi pupil namun dapat menyebabkan serangan

glaucoma sudut tertutup. Untuk itu, jika pemberian dekongestan direkomendasikan,

ingatkan pada pasien untuk segera control apabila terdapat gejala-gejala nyeri pada

mata, penurunan visus, atau mata semakin merah.12

Eksaserbasi akut dapat diobati dengan steroid topikal tetes mata natrium

kromoglikat 2% digunakan untuk pengobatan jangka lama dan sebagai profilaksis.13

18

Page 19: KONJUNGTIVITIS

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. 2015. External Disease and Cornea.

United States Of America: EB p.3-7

2. Ilyas, H. Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2003 p.121-46

3. Eroschenko, Victor. 2008. Atlas Histologi DiFiore. Dengan korelasi Fungsional.

Jakarta: EGC.

4. Visscher, KL; Hutnik, CM; Thomas, M. 2009. "Evidence-based treatment of

acute infective conjunctivitis: Breaking the cycle of antibiotic prescribing.".

Canadian family physician Medecin de famille canadien

5. K. Lang, Gerhard. 2000. Ophthalmology A short Textbook. New York: Thiema

Stutgart. p. 74-104

6. Nurwasis. Komaratih, Evelyn. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag. SMF

Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya: RSU. Dr. Soetomo. p. 74-5

7. Marlin, DS. 2009. Conjunctivitis, Bacterial. Diakses tanggal 27 Juni 2015

darihttp://emedicine.medscape.com/article/1191730-overview

8. Konski. Ophthalmology. p.9-11

9. Scott IU, Kevin L. 2010. Conjunctivitis, Viral. California: Penn State College of

Medicine. Diakses pada tanggal 27 Juni 2015.

10. Cuvillo, et al. 2009. Allergic Conjunctivitis and H1 Antihistamine. J Investig

Allergol Clin Immunol 2009; Vol. 19. Esmon Publicidad

11. Galloway. 2006. Commons Eye Disease and their Management. London: Springer

p.45-51

12. Seal, David. 2010. Ocular Infection. New York: Informa p.139-50

13. Leitman, Mark. 2007. Manual for Eye Examination and Diagnosis. New

Brunswick: Blackwell p. 68-72

19