29
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Pustaka 1. Konsep Stilistika al-Qur’an a. Pengertian Stilistika al-Qur’an Stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya, sedangkan stil (style) adalah cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang dimaksud dapat dicapai secara maksimal. 1 Mengutip pendapat Gorys Keraf, Syihabudin Qulyubi dalam bukunya stilistika al-Qur’an mengatakan bahwa: dalam kata style diturunkan dari kata latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian mengunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititik neratkan pada keahlian menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis tau mengunakan kata-kata secara indah. 2 Dalam kamus linguistik disebutkan, stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra; ilmu Interdisipliner antara linguistik dan kesusteraan. Dalam literature Arab stilistika dikenal dengan istilah Uslūb. Pengertian-pengertian tersebut telah memberi gambaran awal kepada kita tentang apa yang dimaksud dengan arti stilistika. 3 Setelah disebut di atas bahwa stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra; maka stilistika al-Qur’an adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam al-Qur’an. Aspek-aspek bahasa yang dikaji dalam 1 Nyoman Kutha Ratna, Stilistika Kajian Puitika Bahasa Sastra dan Budaya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hlm. 3. 2 Syihabudin Qulyubi, Stilistika al-Qur’an Pengantar Orientasi Studi al-Qur’an, Titian Illahi Press, Yogyakarta, 1997, hlm. 27-28. 3 Ibid, hlm. 28. 9

KAJIAN PUSTAKA - eprints.stainkudus.ac.ideprints.stainkudus.ac.id/343/5/5 BAB II.pdf · bahasa.sedangkan secara bahasa fonologi terambil dari kata fon berarti bunyi dan logi yang

  • Upload
    dodieu

  • View
    226

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Pustaka

1. Konsep Stilistika al-Quran

a. Pengertian Stilistika al-Quran

Stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya, sedangkan stil

(style) adalah cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu

diungkapkan dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang dimaksud

dapat dicapai secara maksimal.1

Mengutip pendapat Gorys Keraf, Syihabudin Qulyubi dalam

bukunya stilistika al-Quran mengatakan bahwa: dalam kata style

diturunkan dari kata latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis

pada lempengan lilin. Keahlian mengunakan alat ini akan

mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada

waktu penekanan dititik neratkan pada keahlian menulis indah, maka

style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis

tau mengunakan kata-kata secara indah.2

Dalam kamus linguistik disebutkan, stilistika adalah ilmu yang

menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra; ilmu

Interdisipliner antara linguistik dan kesusteraan. Dalam literature Arab

stilistika dikenal dengan istilah Uslb. Pengertian-pengertian tersebut

telah memberi gambaran awal kepada kita tentang apa yang dimaksud

dengan arti stilistika.3

Setelah disebut di atas bahwa stilistika adalah ilmu yang

menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra; maka

stilistika al-Quran adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang

dipergunakan dalam al-Quran. Aspek-aspek bahasa yang dikaji dalam

1 Nyoman Kutha Ratna, Stilistika Kajian Puitika Bahasa Sastra dan Budaya, PustakaPelajar, Yogyakarta, 2013, hlm. 3.

2 Syihabudin Qulyubi, Stilistika al-Quran Pengantar Orientasi Studi al-Quran, TitianIllahi Press, Yogyakarta, 1997, hlm. 27-28.

3 Ibid, hlm. 28.9

10

stilistika al-Quran sama seperti aspek-aspek dalam stilistika pada

umumnya yaitu meliputi aspek Fonologi Preferensi Lafa, Preferensi

Kalimat Dan Deviasi.

Fonologi adalah bidang linguistic yan mempelajari,

menganalisis dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi

bahasa.sedangkan secara bahasa fonologi terambil dari kata fon berarti

bunyi dan logi yang berarti ilmu. Jadi obyek kajian fonologi yang

berkaitan dengan bunyi baik bunyi tersebut dapat membedakan makna

atau tidak.seperti contoh ayat:4

1. demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengankeras, 2. dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) denganlemah-lembut, 3. dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langitdengan cepat, 4. dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengankencang, 5. dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan(dunia).(Q.S. al- nazit: 1-5).5

Prefensi kata dan prefensi kalimat pemilihan kata atau kalimat

yang dipergunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan,

sekaligus mempunyai pengaruh terhadap makna yang dikemukakan,

sedangkan pemilihan kata lebih kepada kata yang mempunyai

kedekatan atau yang serupa dalam maknanya.seperti ayat:6

1. apabila langit terbelah, 2. dan patuh kepada Tuhannya, dansudah semestinya langit itu patuh, 3. dan apabila bumi diratakan, 4.

4 Ahmad Muzakki, Stilistika al-Quran Gaya Bahasa al-Quraan dalam Konteks Komunikasi, UINMalang Pres, Malang, 2009, hlm. 40.5 Departemen Agama RI. al-Quran dan Terjemahnya, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004, Q.S. al-nazit: 1-5, hlm. 583.6 Ahmad Muzakki, Stilistika al-Quran Gaya Bahasa al-Quraan dalam, hlm. 64.

11

dan dilemparkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong, 5.dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh,(pada waktu itu manusia akan mengetahui akibat perbuatannya).(Q.S.al-insyiqq: 1-5).7

Deviasi secara etimologis berarti penyimpangan ragam atau

struktur bahasa. Dalam kajian sastra, deviasi merupakan

penyimpangan dari konvensi atau norma. Sastrawan berusaha

memberi cirikhas pada karyanya dengan menyimpang dari konvensi

sastra atau bahasa. Penyimpangan yang terjdi dalam pengunaan

bahasa sastra ini merupakan penyimpangan sosial, yaitu masyarakat

penyair secara keseluruhan, bukan perorangan. Contoh:8

78. (Yaitu Tuhan) yang telah menciptakan Aku, Maka Dialahyang menunjuki Aku, 79. dan Tuhanku, yang Dia memberi Makan danminum kepadaKu, 80. dan apabila aku sakit, Dialah yangmenyembuhkan Aku, 81. dan yang akan mematikan Aku, kemudianakan menghidupkan aku (kembali), 82. dan yang Amat kuinginkanakan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat".(Q.S. al-Syuar:78-82).9

Sebenarnya, membicarakan stilistika al-Quran tidak bisa

dilepaskan dari konsep Izaj al-Quran itu sendiri karena stilistika al-

Quran ilmu yang mengkaji bahasa yang dipergunakan al-Quran.

Misalnya pemilihan huruf dan pengabungan antara konsonan dan

vocal yang serasi sehingga memudahkan dalam mengucapkan. Begu

juga pemeliharaan lafa misalnya lafa mara dalam surat al-Naziat

7 Departemen Agama RI. al-Quran dan Terjemahnya, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004, Q.S. al-insyiqq: 1-5, hlm. 589.8 Ahmad Muzakki, Stilistika al-Quran Gaya Bahasa al-Quraan dalam, hlm. 71.9 Departemen Agama RI. al-Quran dan Terjemahnya, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004, Q.S. al-Syuar: 78-82, hlm. 370.

12

ayat 31, yang berarti mencangkup semua jenis tumbuhan konsumtif,

seperti sayuran umbi-umbian, rerumputan, buncis dan sebagainya,

namun cukup dengan kata mara sebagai bahan makanan bagi umat

manusia dan binatang ternak.10

Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan

(menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya.(Q.S. al-Naziat: 31).11b. Macam-macam stilistika

Dalam literatur Arab, istilah stilistika dikenal dengan sebutan

ilm al-Uslb. Secara etimologi, Uslb adalah al-mariq wa al-wajih

wa al-madhib (metode, cara dan aliran). Dalam pengertian umum,

Uslb adalah cara menulis atau cara memilih dan menyususn kata

untuk mengungkap makna tertentu sehingga mempunyai tujuan dan

pengaruh yang jelas. Pengertian Uslb adabi berbeda dengan

pengertian Uslb ilmi, kalau Uslb adabi adalah bahasa emosi atau

rasa (lughah al-atifah), sedangkan Uslb ilmi adalah bahasa rasio

(lugah al-aql).12

Menurur pendapatnya Abd al-Qahr al-Jurjani, yang dikutip

oleh Ahmad Muzakki bahwa: pengertian Uslb dengan siygah itu

sama, yaitu cara penyampaian atau cara pengungkapan yang ditempuh

oleh seorang sastrawan untuk mengambarkan sesuatu yang ada pada

dirinya, atau untuk menyampaikan kepada orang lain dengan

mengunakan ungkapan bahasa tertua, atau cara menyusun kata untuk

mengungkap makna agar menjadi jelas dan berpengaruh kepada jiwa

pembaca. Dengan kata lain, Uslb adalah cara seorang penulis atau

penyair dalam memilih beberapa kata dan menyusun dalam rangkaian

kalimat, atau cara menciptakan pemikiran dan pengekspresiannya

10 Ahmad Muzakki, Stilistika al-Quran Gaya Bahasa al-Quraan dalam, hlm. 16.11Departemen Agama RI. al-Quran dan Terjemahnya, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004,

QS; al-Naziat: 31, hlm. 584.12 Ahmad Muzakki, Stilistika al-Quran, hlm. 14.

13

dengan

mengunakan gaya bahasa yang sesuai dengan keadaan.13

Para sastrawan Arab membagi Uslb menjadi tiga bagian,

yaitu: Pertama, Uslb kitabi, Uslb ini menekankan pada ungkapan

yang fasih (ibarah jazlah), kalimat yang sempurna, inotasi yang

berpengaruh, dan diperindah dengan penekanan (intonsi) dan variasi

dalam menyampaikan kepada orang lain. Kedua, Uslb ilmi, Uslb

ini menekankan kepada logika yang kuat, keindahan bahasa yang

memuaskan pendengar, susunan argumentasi, dan dapat diandalkan

dalam menolak keragu-raguan. Ketiga, Uslb adabi, Uslb ini

mengunakan ungkapan yang lembut, gambaran yang indah dan

penyampaian yang halus karena bertujuan untuk memuaskan emosi,

membangkitkan rasa. Dari ketiga pembagian Uslb diatas, pada

hakekatnya Uslb tidak bisa dilepaskan dari dua unsur pokok, yaitu

unsur bahasa dan makna (ide, pemikiran dan gagasan). Sedangkn

Uslb memiliki tiga karakter yaitu: al-Juddah (indah), al-Wajazah

(ringkas), Al-Talaum (sesuai).

Indikasi al-Juddah adalah pengunaan preferensi kata dan

ungkapan yang indah, sedangkan al-ijaz adalah menampakan sifat-

sifat yang mencirikan Uslb yang baik, dan al-talaum adalah

kesesuain anter kalimat dari sisi musikalitas, susunan dan

keindahanya. Untuk mencapai katagori ini, al-Ziyat mempertegas

bahwa Uslb hanya terjadi apabila:

a) Adanya kreatifitas ide atau gagasan (al-mana al-mubtakr)

b) Adanya gaya bahasa yang indah sebagai media dari ide dan

gagasan (al-surah al-jayydah).14

13 Ibid, hlm. 14.14Ibid, hlm. 15.

14

c. Manfaat Stilistika

Berbicara tentang stilistika, sudah mengandaikan suatu bentuk

pendekatan bahasa, yang kedengaranya agak asing diteliga kita.

Kemudian, kita tidak akan berapologi atau berdiskusi berlarut-larut,

bahwa semua metodologi ilmu pengetahuan kita adopsi dari dunia

barat. Terlepas sedikit dari persoalan itu, keberakaran pengetahuan

secara empiris, berasal dari kebertautan kita dengan realitas sosiologis,

tidak bisa dibantah. Apa yang ingin dibcarakan pada dataran teoritis

adalah suatu rekonstruksi realitas sosiologis sedemikian rupa,

sehingga ruang, waktu dan peristiwa yang terjadi, berusaha dibekukan

dalam tulis-menulis, dan lealitas sosiologi itu sendiri seakan-akan

hadir, tersaji secara utuh. Dan pembaca dibawa masuk kedalam dunia

baru, ruang pentas imajenatif, yang sekaligus melibatkan dirinya,

seakan menonton secara langsung, kisah atau peristiwa yang di

tuturkan di dalamnya.

Inilah kemampuan bahasa dalam bengambarkan atau

menjelaskan sesuatu hal. Dalam sekala yang lebih luas, tindakan

bahasa semacam ini, memadukan banyak hal, mulai dari ekspresi

kreatif penutur ataupun bentuk-bentuk bunyi dan sususnan kalimat

tutur sampai dengan keindahan susatra.

Dalam konteks kebudayaan dan peradaban, paradigma

perkembangan bahasa justru dapat menjadi indikasi, sejauh mana

kebudayaan atau peradaban secara positivisik, lebih maju atau lebih

berkembang dari sebelumnya. Istilah-istilah baru yang muncul, atau

revitalisi makna kosa kata lama, ataupun suatu kata yang memperoleh

makna baru, dapat menjadi tolak ukur tingkat penemuan dan

eksplorasi pemikiran masyarakatnya sendiri. Wajar bila kemudian,

dibarat saat ini, setiap tuhunya selalu dilakukan pemantauan

(penghitungan dan pengkajian istilah-istilah atau kosa kata baru, baik

yang digunakan dala duna sains-ilmiah ataupun yang digunakan

sehari-hari dalam masyarakat) terhadap pengunaan masyarakatnya.

15

Kajian terhadap bahasa selalu menarik, selalu memberikan

nuansa-nuansa pemikiran dan interpretasi baru, yang lebih segar, pas

dan mengena (baik secara tekstual maupun kontekstual) serta

memberikan kemungkinan kajian interdisipliner dengan bidang-

bidang ilmu yang lain. Dan bagaimana dengan stilistika yang

dikaitkan dengan al-Quran, akan menempatkan kita pada posisi

netral, tidak memihak satu golongan atau satu pendapat tertentu (lebih

mengarah kepada al-Quran itu sendiri), dalam arti tidak menghakimi

sesuatu, kecuali mengungkap keindahan dan gaya bahasa yang

terdapat dalam al-Quran. Dan hal ini memberi peluang dan

kemungkinan yang lebih luas bagi studi-studi yang lebih lanjut.15

2. Karakteristik Stilistika al-Quran

a. Ditinjau dari Segi Lafa al-Quran

Keunikan dan keistimewaan al-Qur,an dari segi bahasa

merupakan kemukjizatan utama dan yang pertama yang ditunjukan

kepada masyarakat Arab pada 15 abad yang lalu. Kemukjizatan yang

dihadapkan kepada mereka itu, bukan dari segi isyarat ilmiah dan

pemberitaan gaibnya, kerena kedua aspek ini berada di luar jangkauan

pemikiran mereka. Satu huruf dalam al-Quran dapat melahirkan

keserasian bunyi dalam sebuah kata, kumpulan kata akan membentuk

keserasian irama dalam rangkaian kalimat, dan kumpulan kalimat

akan merangkai keserasian irama dalam ayat. Inilah yang menjadi

salah satu kemukjizatan al-Quran dari sisi lafa dan Uslb-nya.

Sebagaimana yang dikatakan Abu Sulaiman Ahmad bin Muhammad,

keindahan susunan lafa dan ketepatan maknanya menunjukan bahwa

al-Quran adalah mujizat yang tidak akan tertandingi selamanya.16

Kalau memperhatikan lebih seksama tentang struktur kalimat

al-Quran sering mengunakan kalimat yang berbeda untuk satu pesan,

atau mengunakan struktur kalimat yang sama untuk kasus yang

15Syihabudin Qulyubi, Stilistika al-Quran, hlm. 6-8.16 Ahmad Muzakki, Stilistika al-Quran, hlm. 4.

16

berbeda, sehingga kadang tampak seperti ada deviasi dari aspek tata

bahasa yang baku. Dalam pemilihan kata al-Quran juga sering

mengunakan beberapa kata yang memiliki arti sama dalam bahasa

Indonesia, misalnya kata basyar, insan dan ns jika diterjemahkan

berarti manusia. Yang menarik adalah, jika tiap kata itu memang

memiliki makna yang sama, niscaya antar satu kata dengan kata yang

lainnya bisa saling menganti. Tetapi, pengantian semacam itu dalam

al-Quran tidak diperbolehkan. Mengertian ini mengindikasikan

bahwa setiap kata yang diungkap al-Quran memiliki karakter makna

sesuai dengan konteks pembicaraan.17

Adanya pemilihan kata untuk tujuan tertentu, melahirkan

sebuah kajian ilmu yang disebut stilistika. Stilistika secara sederhana

dapat diartikan sebagai kajian linguistik yang objeknya berupa Style,

sedangaka style adalah cara mengunakan bahasa dari seseorang dalam

konteks tertentu dan untuk tujuan tertentu. Dalam dunia retorika, gaya

bahas ajuga dikenal denga istilah style.18

Pemilihan kata dalam al-Quran tidaka saja dalam arti

keindahan, melaikanjuga kekayaan makna yang dapat melahirkan

berbagai ragam pemahaman. Salah satu faktor yang melatarai

pemilihan kata dalam al-Quran adalah keberadaan konteks, baik

bersifat geografis, sosial maupun budaya. Sebagaimana disebutkan

dalam kajian sosiologistik, bahwa ada dua faktor yang turut

menentukan ketika aktivitas berbicara berlangsung, yaitu faktor

situasional dan sosial. Faktor situasi turut mempengaruhi pembicaraan

terutama pemilihan kata-kata dan bagaimana caranya mengkode,

sedangkan faktor sosial menentukan bahasa yang dipergunakan.

Dengan begitu preferensi kata atau kalimat benar-benar menjadi

pertimbangan agar bahasa itu menjadi komunikatif.19

b. Kemanfaatan Bagi Umat Manusia

17 Ibid, hlm. 4-5.18 Ibid,, hlm. 5.19Ibid, hlm. 4-6.

17

Stilistika bukan semata-mata masalah khas sastra sebagaimana

dipahami sebelumnya. Benar, secara akademis adalah khas sastra,

tetapi efek pragmatisnya dapat digunakan untuk kepentingan

masyarakat, bahkan sebagai keperluan-keperluan yang bersifat

elementer. Dalam hubungan inilah karya sastra berfungsi demi

perkembangan masyarakat secara luas, bagian berikut secara terus-

menerus akan dikemukakan kaitan dialektis antara peranan kehidupan

sehari-hari dengan sastra disatu pihak, bahasa dan sastra dipihak yang

lain20

Melalui dialeka dengan fenomena kehidupan masyarakat Arab,

al-Quran memiliki variasi gaya bahasa dalam menyampaikan pesan-

pesan moral dan kebenaran. Dengan kata lain sesunguhnya ayat-ayat

al-Quran merupakan proses dialektis dan jawaban Muhammad atas

konteks yang dihadapi. Dengan demikian, analisis konteks cukup

berperan dalam memahami peristiwa pewahyuan, karena ayat-ayat al-

Quran tidak dapat dimengerti secara sempurna kecuali dengan

melihat konteks saat wahyu diturunkan. Dalam tradisi tafsr, terutama

dikalngan sunni permasalahan ini dikembalikan dan dibatasi pada

analisis mengenai al-asbb al-nuzl atau konteks sosio-historis

seputar turunya ayat-ayat al-Quran.21

c. Memberi Stimulasi Bagi Akal dan Perasaan

Dalam dunia empiris, kita sulit memilih bahasa yang tepat

untuk mewakili sebuah realitas, apalagi bahasa al-Quran yang sangat

menekankan aspek believing (keyakinan) dan understending

(pemahaman), bahasa al-Quran memiliki hakikat yang khusus,

berbeda dengan bahasa-bahasa yang lain. Ia bukan hanya mengacu

pada dunia empirik, tetapi juga mengacu pada dimensi metafisik,

bahkan mengatasi ruang dan waktu. Salah satu kelemahan bahasa

adalah tidak setiap kata yang diungkapkan mengacu kepada suatu

20Nyoman Kutha Ratna, Stilistika Kajian, hlm. 8.21Ahmad Muzakki, Stilistika al-Quran, hlm 7.

18

obyek yang kongkrit, empirik dan dapat dibuktikan secara nyata,

misanya ungkapan kata al-jannah (surga) dan al-nr (neraka). Dalam

upaya mengatasi stagnsi bahasa, maka sangat realitis jika kemudian

dikembangkan bahasa metafor dan analogi. Karena bahasa metafor

dan analogi dapat menjembatani antara rasio manusia yang terbatas

dengan bahasa al-Quran yang serba tidak terbatas.

Bahasa al-Quran sangat komunitif dan bisa diterima sekalipun

dalam satu sisi sangat menantang kemampuan dan kepandaian para

ahli bahasa dan sastra pada saat itu. Mereka adalah masyarakat yang

sangat mengetahui tentang keunikan dan keistimewaan al-Quran,

serta menyadari ketidak mampuannya untuk menyusun semisal al-

Quran. Tetapi, sebagian mereka ada yang tidak mau menerima

kehadiran al-Quran, karena pesan-pesan yang dikandungnya tidak

sejalan dan bertentangan denga kebiasaan, tradisi dan kepercayaan

yang diyakini. Sesunguhnya sikap penolakan yang mereka lontarkan

bertentangan dengan keyakinan yang sebenarnya, mereka mengatakan

bahwa al-Quran adalah syair, tetapi mereka sangat menyadari akan

keindahan susunan dan irama yang tidak mungkin dibuat oleh

Muhammad SAW.22

Karena semua gaya dalam hubungan ini gaya karya sastra,

karya sastra yang berhasil adalah artifisial, diciptakan dengan sengaja.

Gaya dengan demikian adalah kualitas bahasa, merupakan ekspresi

langsung pikiran dan perasaan. Tampa adanya proses hubungan yang

harmonis antara kedua gejala tersebut, maka gaya bahasa tidak ada.

Dalam istilah aktifitas komunikasi antara pikiran dan perasaan

diproduksi secara terus-menerus sejak awal hingga akhir, sehingga

keseluruhan karya dapat dianggap sebagai memiliki gaya bahasa.23

22Ahmad Muzakki, Stilistika al-Quran, hlm. 2-3.23Nyoman Kutha Ratna, Stilistika Kajian, hlm. 6.

19

d. Kalimat yang Serasi

Pemilihan huruf dalam al-Quran dengan mengabungkan antara

konsonan dan vokal sangat serasi sekali, sehingga memudahkan dalam

pengucapan (terutama bagi bangsa Arab, tempat al-Quran diterunkan

dan mereka ditantang untuk menandinginya) keserasian dalam tata

bunyi al-Quran adalah keserasian adalam mengatur harakat (tanda

baca yang menimbulkan bunyi a, i, dan u), sukun (tanda baca mati)

madd (tanda baca yang menimbulkan panjang) dan gunnah (nsal)

sehingga enak untuk di dengar dan diresapi.24

Keserasian bunyi pada akhir ayat melebihi keserasian yang

dimiliki puisi, karena al-Quran mempunyai purwakanti yang beragam

sehingga tidak menjemukan perhatikan saja semisal surah al-Kahfi

ayat 9-16:

24 Syihabudin Qulyubi, Stilistika al-Quran, hlm. 40.

20

9. atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami guadan (yang mempunyai) raqim itu, mereka Termasuk tanda-tandakekuasaan Kami yang mengherankan?10. (ingatlah) tatkala Parapemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu merekaberdoa: "Wahai Tuhan Kami, berikanlah rahmat kepada Kami darisisi-Mu dan sempurnakanlah bagi Kami petunjuk yang Lurus dalamurusan Kami (ini)."11. Maka Kami tutup telinga mereka beberapatahun dalam gua itu,12. kemudian Kami bangunkan mereka, agarKami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebihtepat dalam menghitung berapa lama mereka tinggal (dalam guaitu).13. Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini denganbenar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang berimankepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk merekapetunjuk.14. dan Kami meneguhkan hati mereka diwaktu merekaberdiri, lalu mereka pun berkata, "Tuhan Kami adalah Tuhan seluruhlangit dan bumi; Kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia,Sesungguhnya Kami kalau demikian telah mengucapkan Perkataanyang Amat jauh dari kebenaran".15. kaum Kami ini telah menjadikanselain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). mengapa merekatidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaanmereka)? siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yangmengada-adakan kebohongan terhadap Allah?16. dan apabila kamumeninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah,Maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmuakan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakansesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.(Q.S. al-Kahfi: 9-16).25

Pada akhir ayat-ayat terdapat bunyi vokal a namun diiringi

oleh konsonan yang bervariasi sehingga menimbulkan hembusan

suara yang berbeda, yaitu antara ba, da, ta, dan qa. Sehingga tidak

anaeh tatkala al-Quran turun hati orng arab tersentuh oleh keserasian

dan keindahanya, mereka mengira al-Quran itu puisi, namun al-Wlid

bin al-Mugrah seorang ahli puisi pra Islam, kala itu membantahnya,

25Departemen Agama RI. al-Quran dan terjemahny, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004,Q.S. al-kahfi: 9-16, hlm. 294-295.

21

karena bunyi al-Quran berbeda dengan kaidah-kaidah puisi yang

sudah mereka kenal.26

Dalam al-Quran kita menemukan beberapa preferensi kata

yang menjalin dialetika antara teks dengan konteks geografis tanah

Arab. Misalnya, ketika al-Quran melukiskan dahsyatnya hari kiamat,

ia digambarkan laksana gunung-gunung yang berubah menjadi

tumpukan pasir yang berterbangan:

Pada hari bumi dan gunung-gunung bergoncangan, dan

menjadilah gunung-gunung itu tumpukan-tumpukan pasir yangberterbangan.(Q.S.al-Muzzamil:14).27

Sebuah gambaran yang intensitasnya melebihi badai padang

pasir yang mesti dihadapai oleh pengembara. Situasi itu juga

ditamsilkan al-Quran sehubungan dengan perbuatan orang-orang

kafir. Disebutkan bahawa amalan-amalan mereka seperti debu pasir

yang berterbangan dihembus angin rebut,:

Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalanmereka adalah seperti Abu yang ditiup angin dengan keras padasuatu hari yang berangin kencang. mereka tidak dapat mengambilmanfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia).yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.(Q.S.Ibrhm:18).28

26Syihabudin Qulyubi, Stilistika al-Quran, hlm. 40.27Departemen Agama RI. al-Quran dan terjemahny, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004,

Q.S.al-Muzammil: 14, hlm. 574.28Departemen Agama RI. al-Quran dan terjemahny, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004,

Q.S. Ibrhm:,18 hlm. 257.

22

pada ayat tersebut situasi kejamnya kehidupan dipadang pasir terut

menjadi latar dalam pemilihan kata (ikhtiar al-laf).29

e. Kaya dengan Seni Redaksional

Gaya bahasa al-Quran dalam konteks ilmu bayan yang dalam

kajian bahasa Arab ia identik dengan mengunakan bahasa metaforik-

simbolik, diantaranya adalah gaya bahasa tasbh, istiarah, majz, dan

kinyah. Langkah yang bertanggung jawab adalah sangat penting

dalam memahami metafora keagamaan dan menempatkan metafora

itu pada konteks sosial, kultur, dan historis ditempat metafora itu

diciptakan. Karena situasi sosial, kultur, politis, dan kesejarahan yang

dialami oleh suatu komunitas keagamaanlah yang membuat mereka

menciptakan metafora-metafora keagamaan. Setiap metafora adalah

kontruksi dari sosio-kultural yang dibangun oleh masyarakat yang

sekaligus juga berefek untuk merancang bangunan masyarakat dan

budayanya.30

1) Majz adalah kebalikan dari aqiqah. Sebuah kata yang mengacu

kepada makana asal atau makna dasar, tampa mengundang

kemungkinan makna lain disebut dengan aqiqah. Sedangkan

majz adalah sebaliknya, yaitu perpindahan makna dasar ke

makna yang lainnya, atau pelebaran medan makna dari makna

dasar. Secara teoritik majz adalah peralihan makna dari yang

leksikal menuju keliterer, atau dari yangdenotatif menuju yang

konotatif karena ada alasan-alasan tertentu.seperti pada ayat:31

29Ahmad Muzakki, Stilistika al-Quran, hlm.6.30Aisyah Abdurrahman bint al-SyI, al-ijz al-bayn lilQurn wa masil Ibn al-

Azraq dirsah Qurniyyah lugawiyyah wa bayniyyah, Dr al-Marif, Kairo, t.th, hlm. 104.31Ahmad Muzakki, Pengantar Teori Sastra Arab, UIN Maliki Pres, Malang, 2011, hlm.

181.

23

Aatau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat darilangit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbattelinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara)petir,sebab takut akan mati dan Allah meliputi orang-orang yangkafir (Q.S. al-Baqarah: 19).32

Keadaan orang-orang munafik Mekah ketika mendengar

ayat-ayat yang mengandung peringatan, adalah seperti orang yang

ditimpa hujan leba dan petir, mereka menyumbat telingganya

karena tidak sanggup mendengar peringatan-peringatan al-

Quran. Secara leksikal kata aabi maknanya adalah jari-jari dan

mustahil bagi mereka untuk menyumbat telinganya dengan semua

jari karena takut bunyi guntur yang mematikan. Tapi yang

dimaksud aabi pada ayat tersebut adalah sebagian dari jari-jari,

bukan semuanya. Berdasarkan konsep teori diatas maka kata

aabi disebut majz, salah satu alasanya adalah menyampaikan

ungkapan dalam bentuk plural (jama) namun yang dimaksudkan

adalah sebagian saja.33

2) Tasbh secara bahasa berarti penyerupaan, sedangkan secara

terminologis adalah penyerupaan dua perkara atau lebih yang

memiliki kesamaan dalam hal tertentu. Para sastrawan Arab

menjelaskan bahwa tasbh merupakan elemen vital dalam karya

sastra. Menurut mereka tasbh mempunyai empat unsur: 1) suatu

yang diperbandingkan (Al-Musabah), 2) obyek perbandingan (Al-

Musaba bih), 3) alasan perbandingan (wajah sabah), 4) perangkat

perbandingan (adat sabah). Tasbh berfungsi memperjelas

makana sertamemperkuad maksud dari sebuah ungkapan. Sehinga

orang mendengarkan pembicaraan bisa merasakan seperti

pengalaman psikologi si pembicara, seperti dalam ayat:

32Departemen Agama RI. al-Quran dan terjemahny, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004,Q.S. al-Baqarah: 19 hlm. 4.

33 Al-Sayid Ahmad al-Hsyim, Jawhiru al-Balgah F al-Man wa al-bad, Dr al-Kutub Ilmiyyah, Bairut, 2012, hlm. 178.

24

Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yangberiman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap merekadiberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, merekamengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada Kamidahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untukmereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekaldi dalamnya(Q.S.al-Baqarah:25).34

Kebutuhan fisik berupa air dan buah-buahan, serta

kebutuhan biologis berupa istri-istri, merupakan fenomena dan

realita yang menimpa masyarakat Arab. Untuk menggugah

kepercayaanya, agar mereka mau beriman kepada ajaran yang

dibawa Nabi SAW. dan kemudia diwujudkan dalam bentuk

perbuatan nyata, maka al-Quran perlu menyampaikan dalam

bentuk gaya bahasa tasbh, yaitu surga diperumpamakan anhar

(sungai-sungai), di dalam surga mereka diberi thamarah (buah-

buahan), dan disiapkan azwj muaharh (istri-istri yang suci).

Dengan kondisi geografi Arabia yang tidak ramah, maka

pemilihan kata atau frase yang disajikan al-Quran seperti pada

ayat diatas sangat memotivasi keyakinan mereka sekaligus

menjadi dambaan dalam hidupnya.35

34Departemen Agama RI. al-Quran dan Terjemahnya, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004,Q.S. al-Baqarah: 25, hlm. 5.

35Al-Sayid Ahmad al-Hsyim, Jawhiru al-Balgah Fhlm. 174-176.

25

3) Istiarah adalah meminjam kata untuk dupakai dalam kata yang

lain karena ada beberapa faktor. Pada lazimnya, orang Arab

sering meminjam kata dan menempatkanya untuk kata yang lain

tatkala ditemukan alasan-alasan yang memungkinkan.

Pengertian lain menyebutkan, istiarah adalah peminjaman

makna kata untuk kata lainyayang mana kata tersebutpada

awalnya tidak memiliki makna yang dipinjamkan.

Mendefinisikan istiarah sebagai peralihan makna dari kata yang

dalam pengunaan bahasa keseharian memiliki makna dasar, atau

makna asli kemudian karena alasan tertentu makna itu beralih

kepada makna lainya, bahkan melampaui batas makna

leksikalnya, Sebagaimana ayat:

Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang Kami turunkankepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulitakepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka,(yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi MahaTerpuji.(Q.S. Ibrhm:1).36

Dalam ayat diatas terdapat tiga kata yang dipinjam yaitu:

al-ulumt (gelap gulita), al-nr (cahaya), al-ir (jalan). Kata

al-ulumt dipinjam dari kata al-kufr (kekufuran), aslinya

kekufuran diserupakan dengan suasana gelap gulita karena sama-

sama tidak ada cahaya atau petunjuk.Kemudian kata al-kufr di

buang dan dimasukanya dipinjamkan kepada kata al-ulumt.

Kata al-nr dipinjam dari kata al-iman (keimanan), asalnya

keimanan diserupakan dengan cahaya karena sama-sama

36Departemen Agama RI. al-Quran dan Terjemahnya, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004,Q.S. Ibrhm: 1 hlm. 257.

26

menerangi kehidupan.Kemudian kata al-iman dibuang dengan

maksud dipinjamkan kepada kata al-nr.

Sedangkan kata al-ir dipinjam dari kata al-Islam

(keislaman), asalnya jalan yang diserupakan dengan Islam karena

sama-sama memberikan cara atau aturan hidup. Kemudian al-

Islam dibuang dan maksudnya dipinjam kepada kata al-ir. Jadi

dalam memahami ayat tersebut hendaknya kata al-ulumt

dipahami sebagai kekufuran, kata al-nr dipahami dengan

keimanan, dan kata al-ir dengan keIslaman. Sebab menurut

akal, diturunkanya al-Quran kepada manusia bukan karena

supaya mereka kuluar dari suasana gelap gulita menuju cahaya

untuk memperoleh jalan, tetapi al-Quran sebagai pedoman hidup,

dia diturunkan agar manusia bisa keluar dari kekufuran menuju

keimanan dengan aturan yang telah ditetapkan dalam syariat

Islam.37

4) Kinyah ada kemiripan dengan gaya bahasa metonimia, ia berasal

dari bahasa yunani, meta yang berarti menunjukan perubahan dan

onama yang berarti nama. Dengan demikian metonomia adalah

suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk

menyatakan sesuatu hal lain karena mempunyai pertalian yang

sangat dekat.

37Al-Sayid Ahmad al-Hsyim, Jawhiru al-Balgah Fhlm. 187-190

27

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat,sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengertiapa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedangkamu dalam Keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja,hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalammusafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telahmenyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Makabertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulahmukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagiMaha Pengampun.(Q.S.al-Nisa:43).38

Secara leksikal, kata lamastum berarti saling menyentuh,

tetapi jika melihat konteks keseluruhan ayat maka yang

dimaksudkan menurut jumhur ulama adalah berhubungan badan

(jamatum), sekalipun ada sebagian pendapat lain, yaitu

menyentuh.39

3. Konsep al-Asm al-usn

a. Pengertian al-Asm al-usn

Kata al-Asm adalah bentuk jamak dari kata al-Ism yang biasa

diterjemahkan dengan nama. Ia berakar dari kata assume yang

berarti ketinggian, atau asimah yang berarti tanda. Memang nama

merupakan tanda bagi sesuatu, sekaligus harus dijunjung tinggi. Allah

memiliki apa yang dinamai-Nya sendiri dengan al-Asm dan bahwa

al-Asm itu bersifat husn.

Kata al-Husn adalah bentuk muanna/feminism dari kata

Ahsan yang berarti terbaik. Pensifatan nama-nama Allah dengan kata

yang berbentuk superlative ini menunjukan bahwa nama-nama

tersebut bukan saja baik, tetapi juga terbaik, bila dibandingkan dengan

nama-nama yang lainya, apakah yang baik dari selain-Nya itu wajar

disandang-Nya atau tidak. Sifat pengasih -misalnya- adalah baik. Ia

dapat disandang oleh mahluk/manusia, tetapi karena bagi Allah nama

38Departemen Agama RI. al-Quran dan Terjemahnya, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004,Q.S.al-Nisa: 43 hlm. 85.

39Ahmad Muzakki, Stilistika al-Quran, hlm. 148-149.

28

yang terbaik, maka pastilah sifat kasih-Nya melebihi sifat kasih

mahluk, dalam kapasitas kasih maupun subtansinya. Di sisi lain sifat

pemberani , merupakan sifat yang baik disandang oleh manusia,

namun sifat ini tidak wajar disandang Allah, karena keberanian

mengandung kaitan dengan subtansinya dengan jasmani, sehingga

tidak mungkin disandangkan kepada-Nya. Ini berbeda dengan sifat

kasih, pemurah, adil dan sebagainya. Kesempurnaan manusia adalah

jika ia memiliki keturunan, tetapi sifat kesempurnaan manusia ini,

tidak mungkin pula disandang-Nya karena ini mengakibatkan adanya

unsur kesamaan Tuhan dengan yang lain, disamping menunjukan

kebutuhan, sedangkan hal tersebut mustahl bagi-Nya. Demikian kata

al-Husn menunjukan bahwa nama-namanya adalah nama-nama yang

amat sempurna, tidak sedikitpun tercemar oleh kekurangan.40

Al-Asm al-usn secara harfiah berarti nama-nama yang

terbaik, istilah ini diambil dari beberapa ayat al-Quran yang

menegaskan bahwa Allah mempunyai berbagai bahwa Allah

mempunyai beberapa nama yang terbaik. Melalui nama-nama

tersebut, umat Islam bisa mengetahui keagungan Allah yang menyeru

dengan nama-nama tersebut ketika berdoa dan mengharap kepada-

Nya. Meskipun dalam al-Quran sudah disebutkan beberapa nama

yang terbaik itu.41

Nama/sifat-sifat yang disandang-Nya itu, terambil dari bahasa

manusia, namun kata yang digunakan saat disandang manusia, pasti

mengandung makna kebutuhan serta kekurangan, walaupun ada

diantaranya yang tidak dapat dipisahkan dari kekurangan tersebut dan

ada pula yng dapat dipisahkan. Keberadaan pada satu tempat, atau

arah tidak mungkin dapat dipisahkan dari manusia. Ini merupakan

keniscayaan sekaligus kebutuhan bagi manusia, dan dengan demikian

40M. Syafiie El-Bantanie, Rahasia Keajaiban Asmaul Husna, Wahyu Media, Jakarta, 2009,hlm. x.

41 M. Zulkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, Pustaka Pesantren, Yogyakarta, 2011, hlm.xvi.

29

ia tidak disandangkan dengan Tuhan, karena pemustahilan pemisahan

itu. Ini berbeda dengan kata kuat bagi manusia, kekuatan diperoleh

oleh sesuatu yang bersifat materi yakni adanya otot-otot yang

berfungsi baik, dalam arti kita membutuhkan hal tersebut untuk

memiliki kekuatan. Kebutuhan tersebut tentunya tidak sesuai dengan

kebesaran Allah, sehingga sifat kuat bagi Tuhan hanya dapat dipahami

dengan menyingkirkan dari nama/sifat tersebut hal-hal yang

mengandung makna kekurangan dan atau kebutuhan itu.42

b. Hakikat Al-Asm al-usn dalam Al-Quran

Sangat popular berbagai riwayat yang menyatakan bahwa

jumlah Al-Asm al-usn adalah Sembilan puluh Sembilan. Nama-

nama Allah SWT itu yakni:

1. Allah,

2. Al-Rahman, (Yang Maha Pengasih)

3. Al-Rahm, (Yang Maha Penyayang)

4. Al-Malik, (Yang Maha Merajai)

5. Al-Quds, (Yang Maha Suci)

6. Al-Salm, (Yang Maha Menyelmatkan)

7. Al-Mumin, (Yang Maha Memberi Keamanan)

8. Al-Muhaimin, (Yang Maha Melindungi)

9. Al-Azz, (Yang Maha Perkasa)

10. Al-Jabbr, (Yang Maha Memaksa)

11. Al-Mutakabbir, (Yang Maha Sombong)

12. Al-Khliq, (Yang Maha Pencipta)

13. Al-Bar, (Yang Maha Mengadakan)

14. Al-Muawwir, (Yang Maha Membentuk)

15. Al-Gaffr, (Yang Maha Pengampun)

16. Al-Qahhr, (Yang Maha Perkasa)

17. Al-Wahhb, (Yang Maha Memberi Karunia)

42M. Qurais Shihab, Menyikap Tabir Ilahi Asma al-Husna Dalam Perpektif Al-Quran,Lentera Hati, Jakarta 1998. hlm xxxiv-xxxix.

30

18. Al-Razzq, (Yang Maha Memberi Rejeki)

19. Al-Fath, (Yang Maha Membuka)

20. Al-Alm, (Yang Maha Mengetahui)

21. Al-Qbi, (Yang Maha Menahan)

22. Al-Bsi, (Yang Maha Melepaskan)

23. Al-Khfi, (Yang Maha Merendahkan)

24. Al-Rfi, (Yang Maha Meningikan)

25. Al-Muiz, (Yang Maha Memuliakan)

26. Al-Muil, (Yang Maha Menghinakan)

27. Al-Sam, (Yang Maha Mendengar)

28. Al-Bashr, (Yang Maha Melihat)

29. Al-Hakam, (Yang Maha Menghukumi)

30. Al-Adil, (Yang Maha Adil)

31. Al-Laif, (Yang Maha Lembut)

32. Al-Khabr, (Yang Maha Waspada)

33. Al-Halm, (Yang Maha Penyantun)

34. Al-Am, (Yang Maha Agung)

35. Al-Gafr, (Yang Maha Mengampuni)

36. Al-Syakr, (Yang Maha Berterima Kasih)

37. Al-Al, (Yang Maha Tinggi)

38. Al-Kabr, (Yang Maha Besar)

39. Al-haf, (Yang Maha Menjaga)

40. Al-Muqt, (Yang Maha Memberi Makan)

41. (Al-Hasb, (Yang Maha Menghitung

42. Al-Jall, (Yang Maha Sempurna)

43. Al-Karm, (Yang Maha Mulia)

44. Ar-Raqb, (Yang Maha Mengawasi)

45. Al-Mujb, (Yang Maha Mengabulkan)

46. Al-Ws, (Yang Maha Luas)

47. Al-Hakm, (Yang Maha Bijaksana)

48. Al-Wadd, (Yang Maha Mengasisi)

31

49. Al-Majd, (Yang Maha Mulia)

50. Al-Bai, (Yang Maha Membangkitkan)

51. Al-Syahd, (Yang Maha Menyaksikan)

52. Al-Haq, (Yang Maha Benar)

53. Al-Wakl, (Yang Maha Mewakili)

54. Al-Qaw, (Yang Maha Kuat)

55. Al-Matn, (Yang Maha Kokoh)

56. Al-Wal, (Yang Maha Melindungi)

57. Al-Hamd, (Yang Maha Terpuji)

58. Al-Muh, (Yang Maha Menghitung)

59. Al-Mubdi, (Yang Maha Memulai)

60. Al-Mud, (Yang Maha Mengembalikan)

61. Al-Muhy, (Yang Maha Menghidupkan)

62. Al-Mumt, (Yang Maha Mematikan)

63. Al-Hayyu, (Yang Maha Hidup)

64. Al-Qaymu, (Yang Maha Berdiri Sendiri)

65. Al-Wjid, (Yang Maha Menemukan)

66. Al-Mjid,( Yang Maha Memiliki Kemulyaan)

67. Al-Whid, (Yang Maha Tunggal)

68. Al-Ahad, (Yang Maha Esa)

69. Al-amad, (Yang Maha Dibutuhkan)

70. Al-Qdir, (Yang Maha Kuasa)

71. (Al-Muqtadr, (Yang Maha Memiliki Kekuasaan

72. Al-Muqaddm, (Yang Maha Mendahului)

73. Al-Muakhir, (Yang Maha Mengakhiri)

74. Al-Awwal, (Yang Maha Awal)

75. Al-Akhir, (Yang Maha Akhir)

76. Al-hir, (Yang Maha Nyata)

77. Al-Bain, (Yang Maha Samar)

78. Al-Wl, (Yang Maha Menguasai)

79. Al-Mutaal, (Yang Maha Memiliki Ketingian)

32

80. Al-Barru, (Yang Maha Baik)

81. Al-Tawwbu, (Yang Maha Menerima Taubat)

82. Al-Muntaqim, (Yang Maha Menyiksa)

83. Al-Afwu, (Yang Maha Memaafkan)

84. Al-Raf, (Yang Maha Belas Kasihan)

85. Malik al-Mulk, (Yang Maha Memiliki Kerajaan)

86. al-Jalli Wa al-Ikram, (Yang Maha Memiliki

Kebesaran Dan Kemulyaan)

87. Al-Muqsi, (Yang Maha Adil)

88. Al-Jmi, (Yang Maha Menghimpun)

89. Al-Gan, (Yang Maha Kaya)

90. Al-Mugn, (Yang Maha Memberi Kekayaan)

91. Al-Mni, (Yang Maha Mencegah)

92. Al-aru, (Yang Maha Memberi Mudlarat)

93. Al-Nfi, (Yang Maha Memberi Manfaat)

94. Al-Nr, (Yang Maha Cahaya)

95. Al-Hd,( Yang Maha Memberi Petunjuk)

96. Al-Bad, (Yang Maha Pencipta)

97. Al-Bq, (Yang Maha Kekal)

98. Al-Wri, (Yang Maha Mewarisi)

99. Al-Rasyid, (Yang Maha Memberi Petunjuk)

-Al.100 abr, (Yang Maha Penyabar).43

c. Manfaat al-Asm al-usn

Keberadaan al-Asm al-usn dalam agama Islam

mempunyai beberapa aspek kemanfaatan diantaranya adalah:

1) Menjelaskan kepribadian Allah SWT. , sehingga setiap orang

mengenal Allah dengan baik.

2) Nama-nam terbaik itu bisa digunakan manusia untuk memohon

pertolongan ketika berdoa kepada Allah SWT.

43Ibid, hlm. xxxix-xliii.

33

3) Demi tegaknya moral yang baik dalam kehidupan maka setiap

orang perlu mewujudkan makna kepribadian Allah dalam

kehidupanya pribadi, atau dalam hubungannya dengan dirinya

sendiri, atau dengan manusia yang lain, alam semesta dan dengan

tuhan.

4) Jika kurang mampu menghayatinya dalam kehidupan, minimal

bisa membacanya secara rutin setiap hari, sehingga dapat

menghafalnya diluar kepala.

Kalau disederhanakan maka hanya ada dua fungsi utama al-

Asm al-usn yaitu: bagi Allah untuk menjelaskan kepribadian-

Nya, dan bagi hamba (manusia), untuk tegakan moral yang baik dalam

kehidupan.44

B. Penelitian Terdahulu

Ada beberapakajian yang pernah dilakukan dalam tema yang serupa

dengan ini, seperti beberapa hal berikut ini:

1. Stilistika al-Quran Pengantar Orientasi Studi al-Quran, karangan

Syihabudin Qulyubi, buku ini membahas stilistika secara umum dalam

al-Quran, karena hanya membahas teori-teori dari ilmu stilistika saja,

dan buku ini lebih memfokuskan pada kisah-kisah dalam al-Quran, yang

mana buku ini mengkhususkan kisah nabi Ysuf.

2. Stilistika al-Quran, Gaya Bahasa al-Quran Dalam Konteks

Komunikasi, karya Ahmad Muzakki, buku ini tidak jauh berbeda dengan

karangan Syihabudin Qulyubi, karena memang buku ini menginduk pada

Stilistika al-Quran karangan Syihabudin Qulyubi, buku ini hanya

membahasa dasar-dasar dari teori stilistika.

3. Upaya Guru Dalam Mengatasi Malas dan Lalai Melalui Dzikir al-

Asm al-usn Pada Peserta didik Madrasah liyah NU Nurussalam

Besito Gebog Kudus tugas akhir dari Imam Ali Munthoha, NIM.

108087, STAIN Kudus. Disini hanya membahas Upaya yang dilakukan

44M. Zulkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, hlm. xviii

34

guru dalam mengatasi malas dan lalai melalui dzikir asmaul husna pada

peserta didik Madrasah Aliyah NU Nurussalam Besito Gebog Kudus,

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi upaya guru dalam

mengatasi malas dan lalai peserta didik Madrasah Aliyah NU

Nurussalam Besito Gebog Kudus. Penelitian ini menggunakan metode

penelitian field research (penelitian lapangan) yang disajikan secara

diskriptif kualitatif. Sedangkan ini akan mengunakan penelitian

kepustakaan dan akan memfokuskan pada al-Asm al-usn yang ada

pada akhir ayat yang mempunyai kesesuaian yang sangat tepat dengan

makna ayat-ayatnya.

Kalau melihat dari ketiga penelitian diatas, penelitian yang dilakukan

kali ini sangat berbeda, seperti pada karangan Syihabudin Qulyubi, meskipun

beliau mengangkat tema yang sama tentang stilistika dalam al-Qur-an, namun

titik berat penelitian beliau yaitu pada pembahasan tentang kisah-kisah dalam

al-Quran, dan lebih memfokuskanya lagi pada kisah Nabi Ysuf. Begitu juga

pada penelitian Ahmad Muzakki, beliau hanya memberi pengertian tentang

ilmu-ilmu yang berkaitan dengan stilistika al-Quran, tidak spesifik

membahas penelitian stilistika (gaya bahasa) dalam al-Quran. Kemudian

yang terahir adalah penelitian teman sealmamater sendiri, yaitu saudara Imam

Ali Muthaha. Dalam penelitannya, dia hanya meneliti dari segi kegunaan

membaca al-Asm al-usn pada anak sekolah supaya tidak malas dan lalai

dalam belajar. Hal tersebut tentunya sangat jauh dari apa yang akan penulis

kaji saat ini, yakni penelitian yang lebih menitikberatkan pada stilistika al-

Asm al-usn pada al-Quran.

Berangkat dari sini, penulis menganggap bahwa penelitian yang akan

penulis lakukan sangat berbeda dengan penelitian sebelumnya, karena pada

penelitian kali ini akan memfokuskan tentang gaya bahasa (stilistika) al-

Quran pada saat ayat-ayatnya di akhiri dengan mengunakan al-Asm al-

usn, yangmana hal tersebut belum tersentuh oleh peneliti sebelumnya.

35

C. Kerangka Berfikir

Keindahan bahasa al-Quran, memang selalu menarik untuk dibahas,

bahkan dari berbagai sudut pandang keilmuan kebahasaan (seperti balgah,

sastra, mantiq dan stilistika itu sendiri), kita masih tetap bisa merasakan

keindahan, dan keistimewaan gaya bahasa yang terdapat pada kata-kata

didalam al-Qur,an. Stilistika (gaya bahasa) sendiri mempunyai banyak kajian

mengenai susunan kata dalam al-Quran, salah satunya yang menjadi

perhatian penulis adalah ketika mengungkap gaya bahasa (stilistika) terhadap

ayat-ayat yang diakhiri dengan mengunakan sifat-sifat Tuhan yang terkumpul

dalam al-Asm al-usn.

Al-Asm al-usn yang terdapat pada akhir ayat, dengan berbagai isi

serta kandungan, dinilai bukan suatu kebetulan semata, atau sesuatu yang

asal-asalan. Bahkan jika diperhatikan, terdapat kesesuain serta kolerasi antar

al-Asm al-usn yang digunakan dengan ayat tersebut,. Baik itu kaitanya

dengan hukum syariat, etika, ataupun ancaman dan kabar gembira.

Sebagaimana halnya setiap ayat yang berbicara tentang rahmat, sedang ayat

itu diakhiri dengan al-Asm al-usn , maka dapat dipastikan al-Asm al-

usn yang digunakan adalah sifat Allah yang mengandung makna rahmat.

Begitu juga ketika ayat itu berbicara tentang adab, maka al-Asm al-usn

yang digunakan akan mengandung makna yang menunjukan keperkasaan dan

kekuasaan-Nya.

Bahkan yang lebih popular lagi dan yang lebih sering didengar, yaitu

pada saat ayat-ayat dalam al-Quran itu berbicara tentang doa-doa, maka

sudah bisa dipastikan bahwa ayat itu akan di akhiri dengan mengunakan al-

Asm al-usn yang mempunyai kandungan arti yang sesuai dengan apa

yang diminta dalam doa di ayatnya.

Berangkat dari rasa ingin mengetahui seberapa jauh kesesuaian serta

korelasi yang ada antara ayat-ayat dalam al-Quran, dengan al-Asm al-

usn yang terdapat pada akhir ayat tadi, maka penulis menganggap perlu,

untuk mengkaji lebih dalam tentang bagaimana kesesuain al-Asm al-usn

36

yang terdapat pada akhir ayat dalan al-Quran, dengan mencoba melihat

kesesuain itu dari sudut pandang gaya bahasa (stilistika) al-Quran, dan

memahami makna-makna al-Asm al-usn pada setiap ayatnya.

Penjelasan Tafsir

Quran Surat Al-Baqarah ayat 115-130yang mengandung al-Asmal-usn

Al-Asmal-Husn

Stilistika al-Quran

al-Asmal-usn padaAkhir Ayat

Gaya Bahasa al-Asmal-usn pada akhir ayat