22
GANGGUAN SOMATISASI I. PENDAHULUAN Gangguan somatisasi telah dikenal sejak jaman Mesir kuno. Nama awal untuk gangguan somatisasi adalah histeria, suatu keadaan yang diperkirakan hanya mengenai wanita, (kata “Histeria” di dapatkan dari kata bahasa Yunani untuk rahim, Hystera). Kata somatoform ini diambil dari bahasa Yunani soma, yang berarti “tubuh”. Dalam gangguan somatoform, orang memiliki gejala fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun realitasnya tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan. 1 Pada tahun 1859 Paul Briquet, seorang dokter Prancis, mengamati banyaknya gejala dan sistem organ yang terlibat dan perjalanan penyakit yang biasanya kronis pada gangguan somatoform. Karena pengamatan klinis tersebut maka gangguan ini dinamakan sebagai Sindroma Briquet. Akan tetapi pada tahun 1994, sejak diperkenalkan Diagnostic and stastical Manual of Mental Disorders (DSM) edisi keempat (DSM-IV) oleh American Psychiatric Association, yang mana DSM IV ini menyederhanakn kriteria diagnostik yang diajukan di dalam DSM III. Untuk mendiagnosis “Gangguan Somatisasi”, DSM-IV mengharuskan onset 1

GANGGUAN SOMATISASI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat

Citation preview

GANGGUAN SOMATISASI

I. PENDAHULUANGangguan somatisasi telah dikenal sejak jaman Mesir kuno. Nama awal untuk gangguan somatisasi adalah histeria, suatu keadaan yang diperkirakan hanya mengenai wanita, (kata Histeria di dapatkan dari kata bahasa Yunani untuk rahim, Hystera). Kata somatoform ini diambil dari bahasa Yunani soma, yang berarti tubuh. Dalam gangguan somatoform, orang memiliki gejala fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun realitasnya tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan. 1

Pada tahun 1859 Paul Briquet, seorang dokter Prancis, mengamati banyaknya gejala dan sistem organ yang terlibat dan perjalanan penyakit yang biasanya kronis pada gangguan somatoform. Karena pengamatan klinis tersebut maka gangguan ini dinamakan sebagai SindromaBriquet. Akan tetapi pada tahun 1994, sejak diperkenalkan Diagnostic and stastical Manual of Mental Disorders (DSM) edisi keempat (DSM-IV) oleh American Psychiatric Association, yang mana DSM IV ini menyederhanakn kriteria diagnostik yang diajukan di dalam DSM III. Untuk mendiagnosis Gangguan Somatisasi, DSM-IV mengharuskan onset usia sebelum 30 tahun. Selama perjalanan penyakit, pasien harus telah mengeluhkan sekurangnya empat gejala nyeri, dua gejala gastrointestinal, satu gejala seksual, dan satu gejala neurologis semu, yang semuanya tidak ada yang dapat dijelaskan sepenuhnya melalui pemeriksaan fisik atau laboratorium.2,3

II.DEFINISIGangguan somatisasi adalah gangguan dengan gejala- gejala somatik yang banyak yang tidak dapat dijelaskan berdasarkan pemeriksaan fisik maupun laboratorium. Keluhan yang diutarakan pasien sangat banyak dan meliputi berbagai organ seperti gastrointestinal, seksual, saraf, dan bercampur dengan keluhan nyeri. Gangguan ini bersifat kronis berkaitan dengan stressor psikologis yang bermakna, menimbulkan hendaya di bidang sosial dan okupasi, serta adanya perilaku mencari pertolongan yang berlebihan.7

III. EPIDEMIOLOGIPrevalensi gangguan somatisasi pada populasi umum diperkirakan 0,2 2%. Prevalensi gangguan somatisasi pada wanita di populasi umum adalah 12 %. Rasio penderita wanita dibanding laki-laki adalah 5 berbanding 1 dan biasanya gangguan mulai pada usia dewasa muda(sebelum usia 30 tahun). Beberapa peneliti menemukan bahwa gangguan somatisasi seringkali bersama-sama dengan gangguan mental lainnya.1

IV.ETIOPATOGENESISPendapat mengatakan bahwa para pasien penderita gangguan somatisasi lebih sensitif terhadap sensasi fisik, memberikan perhatian berlebihan terhadap sensasi tersebut atau menginterprestasikannya sebagai suatu yang membahayakan. Kemungkinan yang lain adalah mereka memiliki sensasi fisik yang lebih kuat dibanding orang lain. Sebuah pandangan perilaku mengenai gangguan somatisasi menyatakan bahwa berbagai macam rasa sakit dan nyeri, rasa tidak nyaman, dan disfungsi merupakan manifestasi kecemasan yang tidak realistis dalam sistem-sistem tubuh. Sejalan dengan pemikiran bahwa terdapat faktor kecemasan yang tinggi, pasien penderita gangguan somatisasi memiliki kadar kortisol tinggi, suatu indikasi bahwa mereka berada dibawah tekanan. Mungkin ketegangan ekstrim yang dimiliki individu berpusat pada otot-otot perut, mengakibatkan rasa mual atau muntah.1,5

Sebagai reaksi terhadap stress, kelenjar adrenal akan mensekresi berlebihan hormon-hormonnya, yaitu adrenalin, nor-adrenalin dan kortisol melalui masing-masing susunan saraf pusat dan hipofisis. Sekresi kortisol dapat meningkat sampai 301 mg yang berguna mengatasi efek-efek stress, seperti radang, nyeri dan juga demam. Kortisol sebagai zat anti-inflammatory berfungsi menghambat reaksi sistem kekebalan tubuh sehingga respons terhadap stress jangan sampai terlampau hebat.5

Bila keadaan stress berlangsung berlarut-larut dengan reaksi dari hormon stress terlalu hebat, maka proses adaptasi tersebut tidak berhasil lagi. Proses fisiologi mulai terganggu dan timbullah bermacam-macam keluhan, seperti sakit kepala, punggung dan perut, hilangnya nafsu makan, sukar bernapas, hiperventilasi dan berkeringat berlebihan. Ada beberapa faktor yang berperan terhadap timbulnya gangguan somatisasi yakni:

1. Faktor PsikososialTerdapat faktor psikososial berupa konflik psikis dibawah sadar yang mempunyai tujuan tertentu. Rumusan psikososial tentang penyebab gangguan melibatkan interpretasi gejala sebagai sutu tipe komunikasi sosial, hasilnya adalah menghindari kewajiban (sebagai contoh: mengerjakan ke pekerjaan yang tidak disukai), mengekspresikan emosi (sebagai contoh: kemarahan pada pasangan), atau untuk mensimbolisasikan suatu perasaan atau keyakinan (sebagai contoh: nyeri pada usus seseorang).1,4Beberapa pasien dengan gangguan somatisasi berasal dari rumah yang tidak setabil dan telah mengalami penyiksaan fisik. Faktor sosial, kultural dan juga etnik mungkin juga terlibat dalam perkembangan gangguan somatisasi.1,4

2. Faktor BiologisSebuah disfungsi neurofisiologis dalam proses perhatian telah dibuktikan dalam gangguan somatisasi, yang dapat dijelaskan oleh penghambatan corticofugal berkurang diencephalon dan batang otak rangsangan tubuh aferen, sehingga tidak mencukupi penyaringan rangsangan tubuh tidak relevan. Sebuah disfungsi daerah somatosensori sekunder di otak, hipersensitivitas dari sistem limbik terhadap rangsangan fisik (yaitu kayu bakar, otak akan bekerja secara harmonis. Berdasarkan kajian, kekurangan neurotransmiter serotonin, norepinefrin dan dopamin dapat menyebabkan depresi. Di satu sisi lain, jika neurotransmiter ini berlebih dapat menjadi penyebab gangguan manik.4Neurotransmiter lain seperti GABA dan peptida neuroaktif seperti vasopresin dan opiat endogen juga berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Beberapa penelitian menyatakan bahwa sistem pembawa kedua (second messenger) seperti adenylate cyclase, phosphatidylinositol dan regulasi kalsium mungkin memiliki relevansi dengan penyebab gangguan mood.4Penelitian menunjukkan bahwa pasien memiliki gangguan perhatian dan kognitif karakteristik yang dapat menyebabkan persepsi dan penilaian yang salah terhadap masukan (input somatosensoris). Gangguan yang dilaporkan adalah distraktibilitas yang berlebihan, ketidakmampuan untuk membiasakan terhadap stimulus yang berulang, dan pengelompokan konstruksi kognitif atas dasar impresionistik.1,4Ditemukan juga adanya faktor genetik dalam transmisi gangguan somatisasi dan adanya penurunan metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan. Selain itu diduga terdapat regulasi abnormal sistem sitokin yang mungkin menyebabkan beberapa gejala yang ditemukan pada gangguan somatisasi. Sitokin dapat menyebabkan gejala non spesifik dari penyakit, khususnya infeksi, seperti hiperinsomnia, anoreksia, kelelahan, dan depresi. Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan depresi. Aktivitias dopamin yang menurun pada depresi dan menigkat apada mania.1,4Pasien dengan gangguan somatisasi mempunyai disfungsi lobus frontalis bilateral yang simetris dan lebih besar daripada kontrol normal dan impairment yang lebih berat pada hemisfer dominan yang lebih besar pada control dan subjek depresif. Disfungsi hemisfer non dominan juga diidentifikasi dengan impairment yang lebih berat pada bagian anterior daripada posterior. Namun, subjek dengan gangguan somatisasi mempunyai disorganisasi hemisfer nondominan yang lebih baik daripada subjek skizofrenia.1,4

V.GAMBARAN KLINISGanguan somatisasi ini ditandai dengan adanya keluhan-keluhan berupa gejala fisik yang bermacam-macam dan hampir mengenai semua sistem tubuh. Keluhan ini biasanya sudah berlangsung lama dan biasanya keluhannya berulang-ulang namun berganti-ganti tempat. Pasien biasanya telah sering pergi ke berbagai macam dokter. Keluhan paling sering biasanyaberhubungan dengan sistem organ gastrointestinal (perasaan sakit, kembung, bertahak, mual dan muntah) dan keluhan pada kulit seperti rasa gatal, terbakar, kesemutan, baal dan pedih. Pasien juga sering mengeluhkan rasa sakit di berbagai organ atau sistem tubuh, misalnya nyeri kepala, punggung, persendian, tulang belakang, dada atau nyeri saat berhubungan badan. Kadang juga terdapat keluhan disfungsi seksual dan gangguan haid.5Penderitaan psikologik dan maslaah interpersonal menonjol, cemas dan depresi merupakan gejala psikiatri yang paling sering muncul. Biasanya pasien mengungkapkan keluhannya secara dramatik, dengan muatan emosi dan berlebihan. Pasien-pasien ini biasanya tampak mandiri, terpusat pada dirinya, haus penghargaan dan pujian, dan manipulatif.7

Kriteria dari gangguan somatisasi adalah onset dari gejala muncul sebelum usia 30 tahun, pada beberapa individu muncul pada dewasa muda ataupun dewasa pertengahan. Jika muncul gejala kurang lebih 6 bulan namun onsetnya pada usia lebih dari 30 tahun, atau beberapa gejala tidak dapat dibuktikan, maka didiagnosis dengan Gangguan Somatoform YTT. 6

VI.DIAGNOSISKriteria diagnosis gangguan somatisasi berdasarkan DSM IV:A. Riwayat banyak keluhan fisik dengan onset sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama periode beberapa tahun dan menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada sembarang waktu selama perjalanan gangguan.1. Empat gejala nyeri: Riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlebihan (misalnya: kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi).2. Dua gejala gastrointestinal: Riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain dari nyeri (misalnya: mual, kembung, muntah selain dari kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap berbagai jenis makanan).3. Satu gejala seksual: Riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduksi selain dari nyeri (misalnya: indiferensi seksual, disfungsi erektil, atau ejakulasi, menstruasi yang tidak teratur, perdaraahan menstruasi yang berlebih, muntah sepanjang kehamilan).4. Satu gejala pseudoneurologis: Riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi seperti gangguaan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan setempat, sulit menelan atau benjolan ditenggorokan, retensi urin, hilangnya sensasi sentuh atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang, gejala disosiatif seperti amnesia atau hilangnya kesadaran selain pingsan).C. Salah satu (1) atau (2)1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dari suatu zat (misalnya: efek cedera, medikasi, obat atau alkohol).2. Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium.D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau pura-pura). 1,5,6

Diagnosis gangguan somatisasi berdasarkan PPDGJ III:1. Ada banyak dan berbagai gejala fisik yang tidak dapat dijelaskan adanya kelainan fisik yang sudah berlangsung sekitar 2 tahun.2. Selalu tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.3. Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak daari perilakunya.8

VII. DIAGNOSIS BANDINGKlinisi harus selalu menyingkirkan kondisi medis nonpsikiatrik yang mana dapat menjelaskan gejala pasien. Gangguan medis tersebut adalah sklerosis multiple, miastenia gravis, dan lupus eritematosus sistemik kronis. Selain itu harus juga dibedakan dari gangguan hipokondrik dan gangguan somatoform yang lainnya.2

Pain DisorderPenderita mengalami rasa sakit yang mengakibatkan ketidakmampuan secara signifikan. Faktor psikologis diduga memainkan peranan penting pada kemunculan, bertahannya dan tingkat sakit yang dirasakan. Pasien kemungkinan tidak mampu untuk bekerja dan menjadi tergantung dengan obat pereda rasa sakit. Rasa nyeri yang timbul dapat berhubungan dengan konflik atau stress atau dapat pula terjadi agar individu dapat terhindar dari kegiatan yang tidak menyenangkan dan untuk mendapatkan perhatian dan simpati yang sebelumnya tidak didapat.2,9

Body Dysmorphic DisorderPada gangguan ini, individu diliputi dengan bayangan mengenai kekurangan dalam penampilan fisik mereka, biasanya di bagian wajah. Beberapa individu yang mengalami gangguan ini secara kompulsif akan menghabiskan berjam-jam setiap harinya untuk memperhatikan kekurangannya dengan berkaca di cermin.2,9

Gangguan HipokondrikHipokondriasis adalah gangguan somatoform dimana individu diliputi dengan ketakutan memiliki penyakit yang serius dimana hal ini berlangsung berulang-ulang meskipun dari kepastian medis menyatakan sebaliknya, bahwa ia baik-baik saja. Gangguan ini biasanya dimulai pada awal masa remaja dan cenderung terus berlanjut. Pasien yang mengalami hal ini biasanya merupakan konsumen yang seringkali menggunakan pelayanan kesehatan; bahkan terkadang mereka manganggap dokter mereka tidak kompeten dan tidak perhatian. Dalam teori disebutkan bahwa mereka bersikap berlebihan pada sensasi fisik yang umum dan gangguan kecil, seperti detak jantung yang tidak teratur, berkeringat, batuk yang kadang terjadi, rasa sakit, sakit perut, sebagai bukti dari kepercayan mereka. Hipokondriasis seringkali muncul bersamaan dengan gangguan kecemasan dan mood.2,9

Conversion disorderPada conversion disorder, gejala sensorik dan motorik, seperti hilangnya penglihatan atau kelumpuhan secara tiba-tiba, menimbulkan penyakit yang berkaitan dengan rusaknya sistem saraf, padahal organ tubuh dan sistem saraf individu tersebut baik-baik saja. Istilah conversion, pada dasarnya berasal dari Freud, dimana disebutkan bahwa energi dari instink yang di repress dialihkan pada aspek sensori-motor dan mengganggu fungsi normal. Untuk itu, kecemasan dan konflik psikologis diyakini dialihkan pada gejala fisik. Gejala conversion biasanya berkembang pada masa remaja atau awal masa dewasa, dimana biasanya muncul setelah adanya kejadian yang tidak menyenangkan dalam hidup. Prevalensi dari conversion disorder kurang dari 1 %, dan biasanya banyak dialami oleh wanita.2,9

VIII.PROGNOSISGangguan somatisasi merupakan gangguan yang berlangsung kronik dan berfluktuasi. Episode peningkatan keparahan gejala dan perkembangan gejala yang baru diperkirakan berlangsung 6 9 bulan dan dapat dipisahkan dari periode yang kurang simtomatik yang berlangsung 9 12 bulan. Tetapi jarang seorang pasien dengan gangguan somatisasi berjalan lebih dari satu tahun tanpa mencari suatu perhatian medis. Seringkali terdapat hubungan antara periode peningkatan stress atau stress baru dan eksaserbasi gejala somatik.2Prognosis biasanya buruk dengan perjalanan kronik, ketidakmampuan yang menetap seumur hidup, dan gangguan ini dapat kambuh namun jarang dengan remisi komplit. Gejala-gejala cenderung lebih semua pada dewasa dini tetapi perjalanannya sering fluktuatif.1,5

Prognosis jangka panjang untuk pasien gangguan somatisasi dubia ad malam, dan biasanya diperlukan terapi sepanjang hidup. Pasien susah sembuh walau sudah mengikuti pedoman pengobatan. Sering kali pada pasien wanita berakhir pada percobaan bunuh diri.1,5

IX. PENATALAKSANAANPasien dengan gangguan somatisasi paling baik diobati jika mereka memiliki seorang dokter tunggal sebagai perawat kesehatan umumnya. Klinisi primer harus memeriksa pasien selama kunjungan terjadwal yang teratur, biasanya dengan interval satu bulan.1

Jika gangguan somatisasi telah didiagnosis, dokter yang mengobati pasien harus mendengarkan keluhan somatik sebagai ekspresi emosional, bukannya sebagai keluhan medis. Tetapi, pasien dengan gangguan somatisasi dapat juga memiliki penyakit fisik, karena itu dokter harus mempertimbangkan gejala mana yang perlu diperiksa dan sampai sejauh mana. Strategi luas yang baik bagi dokter perawatan primer adalah meningkatkan kesadaran pasien tentang kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat dalam gejala penyakit.1

Spesifik terapi dengan cognitive-behavior approach adalah efektif dan sering digunakan dalam membantu pasien untuk melihat gejala-gejala fisik yang dialaminya dan memahami keadaan sebenar gangguan yang dihadapinya. Selain itu, terapi psikodinamik adalah berguna terhadap mengobati kasus yang lebih kompleks, dimana psikodinamik telah diaplikasikan dalam mencegah keparahan gangguan psikologikal pasien dan juga dapat mencegah beberapa penyakit psikiatrik yang lainnya. Intervensi ini harus dimonitor bersama-sama oleh para kaunselor-perawat, dan kelompok ahli sesuai profesinya. Kajian membuktikan bahwa dengan terapi psikodinamik ini telah dapat menurunkan gejala-gejala psikiatrik dan mampu meningkatkan kualiti hidup pasien. Walau bagaimanapun, tidak semua pasien mau diterapi psikodinamik ini.10

Pengobatan psikofarmakologis diindikasikan bila gangguan somatisasi disertai dengan gangguan penyerta (misalnya: gangguan mood, gangguan depresi yang nyata, gangguan anxietas). Obat Antidepresi biasanya efektif untuk gejala-gejala somatik termasuklah rasa sakit dan insomnia.10

Medikasi harus dimonitor karena pasien dengan gangguan somatisasi cenderung menggunakan obat secara berlebihan dan tidak dapat dipercaya.1

X.KESIMPULAN

Gangguan somatisasi adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat.

Sebagian besar pasien gangguan somatisasi ini dari anamnesis sering menunjukkan kelainan sejak masa kanak-kanak dengan masalah-masalah semasa sekolah, masa remaja yang terganggu, masalah seksual dan masalah dalam hubungan yang tidak stabil.

Gangguan somatisasi ini perjalanannya kronik dan progresif, sulit untuk disembuhkan walaupun sudah mengikuti pedoman pengobatan.

Terapi gangguan somatisasi adalah dengan psikoterapi dan terapi psikofarmakologis bila gangguan somatisasi tersebut disertai dengan gangguan penyerta.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA (ed). In: Kaplan & Saddocks synopsis of psychiatry: behavioral sciences/clinical psychiatry. 10th ed. United States: Lippincott Wiliams and Wilkins; 2007. p. 635-512. American psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorder fourth edition. Washington,DC: American psychiatric Association; 2005. p. 659 - 6663. Shorter, Edward. A Historical Dictionary of Psychiatry. New york: Oxford University Press .Inc; 2005. p. 1394. Pardamean E, Somatoform, 2007 [cited Mei 2012] Available from: URL; http://www.idijakbar.com/prosidim/gangguan-somatisasi.html 5. Kay J, Tasman A. In; Essential of Psychiatry. United States: John Wiley and Sons; 2006. p. 654-77. 6. First MB, Tasman A. In: Clinical guide to the diagnosis and treatment of mental disorders. United States : John Wiley and Sons; 206. p. 346-67 7. Hadisukanto, G. Gangguan Somatisasi. Buku Ajar Psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 2013. Hal 285 - 2908. Maslim R. In: Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya; 2001. Hal. 84-6. 9. James E. Maddux and Barbara. Foundations for a contemporary understanding In: Psychopathology, 2nd ed. 2007. p.29210. Davil Gill. In: Hughes' Outline of Modern Psychiatry, 5th ed. United States : John Wiley and Sons.2007.

11