37
Presentasi Kasus Gangguan Somatisasi Pembimbing: Dr.Isa, SpKJ Disusun Oleh: Vera Octasia 030.05.225 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Dr. Soeharto Heerdjan Periode 24 Maret 2014– 19 April 2014 Fakultas Kedokteraan Universitas Trisakti Jakarta

Case Somatisasi Jiwa Grogol

Embed Size (px)

DESCRIPTION

somatisasi

Citation preview

Presentasi Kasus

Gangguan Somatisasi

Pembimbing:

Dr.Isa, SpKJ

Disusun Oleh:

Vera Octasia

030.05.225

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan JiwaRumah Sakit Dr. Soeharto Heerdjan

Periode 24 Maret 2014– 19 April 2014Fakultas Kedokteraan Universitas Trisakti

Jakarta

I. IDENTITAS PASIEN

Nama: Nn. DUsia : 21 tahunJenis Kelamin: PerempuanAgama : IslamPendidikan : MahasiswiAlamat : Jl. Tawakal

II. RIWAYAT PSIKIATRI

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis tanggal 3 april 2014 pukul 17.00 wib, bertempat di rumah pasien.

a. Keluhan Utama

Pasien dengan keluhan perut terasa sakit, mual, dan muntah.

b. Riwayat Gangguan Sekarang

Pasien dengan keluhan seluruh bagian perut terasa sakit, pasien mengeluhkan sering sakit-sakitan sudah sejak 3 tahun yang lalu. Dan keluhan ini belum menghilang sampai sekarang. Pasien juga merasakan sakit perut seperti ditusuk-tusuk, perut terasa kembung, mual, dan muntah. BAB tidak lancar. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala, pegal-pegal pada badan, sakit pada bagian mata, batuk, dan sakit tenggorokan. Pasien mengatakan keluhan tersebut muncul saat mendekati ujian dan tanggal tua.

Pasien mengatakan sering berobat apabila keluhannya datang. Keluhan ini muncul saat pasien pertama kali masuk kuliah dan tidak tinggal bersama orang tua.

Pasien menyangkal pernah mendengar suara-suara yang membisikinya dan orang lain tidak mendengarnya. Pasien menyangkal pernah melihat adanya penampakan atau bayangan yang hanya dilihat oleh pasien. Pasien juga tidak pernah merasakan menghidu bau-bauan yang hanya dihidu oleh dirinya sedangkan lingkungan sekitarnya tidak menghidu bau yang dikeluhkan pasien. Pasien mengatakan tidak merasakan halusinasi pada indera pengecapannya. Pasien juga mengungkapkan tidak pernah merasakan disekujur tubuhnya seperti ada yang meraba atau merayapi.

Pasien tidak pernah merasa bahwa dia bukan dirinya dan tidak pernah merasa seolah-olah rumah pasien menjadi lebih besar atau lebih kecil daripada biasanya. Pasien menyangkal adanya rasa sedih berlebihan, kehilangan minat, dan rasa mudah lelah. Pasien juga menyangkal adanya rasa gembira berlebihan, aktivitas fisik mental yang berlebihan. Pasien menyangkal ada sesuatu yang masuk ke dalam dirinya, menyangkal ada sesuatu pikiran yang masuk ke dalam kepalanya, pasien menyangkal bahwa pembawa acara televise membicarakannya atau mengajaknya berbicara, menyangkal merasa pikirannya ditarik keluar, dan pasien juga menyangkal bahwa ada sesuatu kekuatan yang mengendalikan ataupun mempengaruhi pasien.

Pasien mengatakan bahwa sejak 3 tahun pasien masuk perguruan tinggi dan tidak tinggal bersama orang tua lagi, keluhan ini baru di dapat. Pasien pernah memeriksakan sakitnya ini ke dokter bagian penyakit dalam kemudian dilakukan pemeriksaan rontgen dan laboratorium dan hasilnya masih normal. Pasien hanya diberikan obat dan di suruh rawat jalan. Tetapi apabila pasien hendak mendekati ujian dan praktikum, keluhan ini sering dialami pasien.

Pasien merasa lelah untuk berobat karena penyakitnya tidak sembuh-sembuh. Pasien meredakan keluhannya ini dengan istirahat, tiduran, memakai selimut, dan meminum obat-obatan penghilang rasa nyeri namun keluhannya tidak menghilang.

Pasien merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara. Saudara kandung pasien masih hidup semua. Pasien masih memiliki sanak saudara di Jakarta tetapi tidak terlalu dekat. Orang tua pasien berada di Kalimantan tengah dan jarang bertemu. Pasien hanya dekat dengan pacar dan teman-teman kuliahnya saja.

Pasien merupakan seorang mahasiswi dan belum menikah. Pasien tinggal di kosant yang dekat dengan kampus pasien. Pasien saat ini belum bekerja dan mendapatkan uang bulanan dari orang tua pasien. Tetapi pasien mengatakan uang yang diberikan tersebut sering kurang. Apalagi dengan kebutuhan kuliah pasien yang cukup banyak.

Aktivitas pasien saat ini sudah tidak seperti dulu. Pasien mengatakan sering mudah lelah.

Pasien tidak pernah mengalami riwayat trauma sampai geger otak sehingga kemungkinan besar tidak ada gangguan mental organic. Pasien bukan seorang perokok ataupun pengguna obat-obatan terlarang (NAPZA) dan alkohol. Pasien mengaku dilahirkan secara normal, tanpa ada cacat bawaan. Pasien pada masa kanak-kanak sampai remaja tidak mengalami gangguan perkembangan dan pertumbuhan. Pasien tidak menutup diri dengan terhadap anggota keluarga dan lingkungan sekitarnya. Pasien dapat bersosialisasi dengan baik terhadap lingkungannya dan mempunyai banyak teman. Penilaian terhadap waktu, tempat, dan personal baik. Selama wawancara berlangsung pasien cenderung untuk terbuka terhadap semua pertanyaan.

c. Riwayat Gangguan sebelumnya

1. Riwayat gangguan psikiatri

Tidak terdapat riwayat gangguan psikiatri sebelumnya.

2. Riwayat gangguan medik

Tidak ada riwayat gangguan medic sebelumnya.

3. Riwayat penggunaan zat psikotropika/ alkohol

Tidak terdapat riwayat penggunaan zat psikotropika/ alkohol.

d. Riwayat kehidupan pribadi

1. Riwayat prenatal

Pasien dilahirkan dalam proses persalinan normal dan tidak ada penyakit selama masa kandungan dan proses persalinan.

2. Riwayat masa kanak-kanak dan remaja

Pasien tumbuh dan berkembang sesuai umur sebagaimana anak seumurnya sehingga pasien tidak ada gangguan pertumbuhan dalam masa perkembangannya.

3. Riwayat masa akhir anak-anak

Pasien tumbuh dengan baik tidak ada masalah dalam kehidupan social.

4. Riwayat pendidikan

Pasien mengatakan menempuh pendidikan sampai tingkat SMA dan sekarang sedang menempuh pendidikan perguruan tinggi.

5. Riwayat pekerjaan

Pasien belum pernah bekerja.

6. Riwayat agama

Pasien menganut agama islam dan taat dalam menjalankan ibadahnya.

7. Riwayat pernikahan

Pasien belum pernah menikah.

8. Hubungan dengan keluarga

Pada saat ini pasien tinggal sendiri, di sebuah rumah kost-kosat. Hubungan pasien dengan orang tuanya yang tinggal di Kalimantan tengah terjalin baik. Tapi pasien memngatakan karena banyaknya tugas dan ujian pasien jarang berhubungan lewat telpon dengan orang tua pasien.

9. Aktivitas sosial

Pasien tidak punya masalah dalam berinteraksi dengan orang lain. Pasien dapat bersosialisasi dengan teman-teman kampus dengan baik.

e. Riwayat Keluarga

Dikeluarga pasien tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan yang serupa dengan pasien.

f. Riwayat Situasi Sosial Sekarang

Pasien saat ini berumur 21 tahun, hidup sendiri di Jakarta di rumah kost-kostan. Pasien memiliki orang tua yang tinggal di Kalimantan tengah. Hubungan pasien dengan orang tuanya masih baik-baik saja.

Pasien mendapatkan biaya dari orang tuanya. Yang setiap bulan selalu diberikan. Tapi uang tersebut, pasien mengatakan selalu kurang.

Pasien masih mengikuti aktivitas sosial di kampusnya. Pasien mengatakan ia masih berinteraksi dan bersosialisasi dengan baik.

g. Persepsi Pasien terhadap dirinya.

Pasien berharap dapat sembuh dari penyakitnya.

III. STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum

1. Penampilan

Perempuan berusia 21 tahun, penampilan pasien tampak sesuai dengan usianya, berpakaian rapi, ekspresi tenamg, perawatan diri baik, dan warna kulit sawo matang.

2. Kesadaran umum: Compos mentis

3. Kontak psikis: dapat dilakukan pasien dan cukup wajar.

4. Perilaku dan aktivitas psikomotor

a.cara berjalan: baik

b. aktifitas psikomotor: pasien kooperatif, selama wawancara kontak mata baik, pasien duduk tenang, tidak ada gerakan involunter, dan dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan cukup jelas.

5. Pembicaraan

a.kuantitas: baik, pasien dapat menjawab pertanyaan dokter dan dapat mengungkapkan isi hatinya dengan jelas.

b. kualitas: bicara spontan, volume bicara cukup, artikulasi jelas, dan pembicaraan terarah dan dapat dimengerti.

6. Sikap terhadap pemeriksa: pasien kooperatif

B. Keadaan Afektif

1. Mood: eutym

2. Afek: ekspresi afektif luas

3. Keserasian: mood dan afek serasi

4. Empati: pemeriksa dapat merasakan perasaan pasien saat ini.

C. Fungsi intelektual/ kognitif

1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan.

a. Taraf pendidikan

Pasien mengaku pernah menempuh pendidikan sampai kelas 3 SMA dan sekarang sedang kuliah di perguruan tinggi. Prestasi pasien selama menempuh pendidikan baik-baik saja.

b. Pengetahuan umum

Pengetahuan pasien baik, pasien dapat menjawab dengan tepat ketika diberikan pertanyaan seputar presiden Indonesi saat ini dan presiden Indonesia pertama.

2. Daya konsentrasi

Daya konsentrasi baik, pasien dapat megikuti wawancara denga dengan baik dari awal sampai akhir selesai. Pasien juga dapat menyebutkan pengurangan dengan benar. Pengurangan 100-7 yaitu 93 dan dilakukan pengurangan 7 sampai 5 kali (86,79,72, dan 65).

3. Orientrasi

a. Waktu: baik, pasien dapat mengetahui tanggal saat dilakukan wawancara yaitu hari kamis tanggal 3 april 2014. Waktu sore hari.

b. Tempat: baik. Baik mengetahui tempat dilakukan wawancara.

c. Orang: baik, pasien mengetahui pemeriksa adalah dokter muda.

d. Situasi: baik, pasien mengetahui bahwa dirinya sedang berkonsultasi dan wawancara.

4. Daya ingat

a. Daya ingat jangka panjang

Baik, pasien dapat mengingat dengan baik masa pendidikannya dan masa lalunya.

b. Daya ingat jangka pendek

Baik, pasien dapat mengingat dengan baik urutan dari kampus ke kosant pasien.

c. Daya ingat segera

Baik, pasien dapat dengan segera menyebutkan kembali 3 nama benda yang disebutkan oleh pemeriksa.

d. Akibat hendaya daya ingat pasien

Tidak terdapat hendaya daya ingat pasien.

e. Pikiran abstrak

Baik, pasien mengerti makna peribahasa berakit-rakit dahulu bersenang-senang kemudian yang diberikan oleh pemeriksa.

f. Bakat kreatif

Pasien memiliki kegemaran menyanyi dan menari korea.

g. Kemampuan menolong diri sendiri

Baik, pasien mengerjakan sesuatu sendiri dan mampu mengurus dirinya sendiri tanpa bantuam orang lain.

D. Gangguan persepsi

1. Halusinasi dan ilusi

Halusinasi: tidak terdapat halusinasi

Ilusi: Tidak terdapat ilusi

2. Depersonalisasi dan derelisasi

Depersonalisasi: tidak terdapat depersonalisasi

Derealisasi: tidak terdapat derelisasi

E. Proses pikir

1. Arus pikir

a. Produktifitas: baik, pasien dapat menjawab dengan spontan bila di nakukan pertanyaan oleh pemeriksa.

b. Kontuinitas: baik, koheren. Pasien dapat menjawab semua pertanyaan dengan baik dan cukup jelas. Pembicaraan pasien sampai pada tujuan.

c. Hendaya bahasa: tidak terdapat hendaya bahasa pada pasien ini.

2. Isi pikiran

a. Preokupasi: tidak terdapat preokupasi

b. Gangguan pikir: tidak terdapat waham

F. Pengendalian impuls

Baik, pasien dapat mengendalikan dirinya dan melakukan wawancara dengan baik dan tidak ada gerakan involunter.

G. Daya nilai

1. Norma sosial

Baik, pasien dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya dengan baik.

2. Uji daya nilai

Baik, karena ketika diberikan perumpaan jika pasien bertemu anak kecil yang menyeberang jalan maka pasien akan membantu anak kecil tersebut untuk menyeberang jalan.

3. Penilaian realitas

Pada pasien tidak terdapat gangguan penilaian realitas.

H. Persepsi pasien terhadap diri dan kehidupannya

Menurut penilaian pemeriks sebagai dokter terhadap pasien yaitu saat ini pasien dalam keadaan sakit namun pasien memiliki keinginan untuk sembuh. Sehingga pasien mau untuk kontrol ke dokter agar mendapatkan pengobatan. Pasien memiliki masalah biaya keuangan dimana uang bulanan yang diberikan oleh orangtuanya selalu kurang.

I. Tilikan/ insight

Tilikan derajat 5, pasien menyadari dirinya sakit dan gejala-gejala yang dideritanya atau kegagalan dirinya dalam penyesuaian sosial disebabkan oleh perasaan irasionalnya atau gangguan sendiri, tanpa menerapkan pengetahuan hal ini untuk masa yang akan dating.

J. Taraf dapat dipercaya

Pemeriksa memperoleh kesan bahwa jawaban pasien dapat dipercaya karena konsistensi dalam menjawab pertanyaan yang diajukan dari awal sampai akhir.

IV. PEMERIKSAAN FISIK

a. Status generalis

1. Keadaan umum: baik, compos mentis

2. Tanda vital: TD= 120/80 mmHg, N= 80x/menit, RR= 20x/menit, S= afebris

3. Kardiovaskuler: kesan dalam batas normal

4. System musculoskeletal: kesan dalam batas normal

5. System gastrointestinal : kesan dalam batas normal

6. System urogenital: kesan dalam batas normal

7. Gangguan khusus: tidak ada

b. Status neurologis

1. Saraf cranial: kesan dalam batas normal

2. Saraf motorik: kesan dalam batas normal

3. Sensibilitas: kesan dalam batas normal

4. Sususnan saraf vegetative : tidak ada

5. Fungsi luhur: tidak ada kelainan

6. Gangguan khusus: tidak ada

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

a. Pasien perempuan berusia 21 tahun dilakukan pemeriksaan atas keluhan sakitnya yaitu perut terasa sakit, mual, dan muntah.

b. Pasien mengeluhkan pasien mengeluhkan sering sakit-sakitan sudah sejak 3 tahun yang lalu. Dan keluhan ini belum menghilang sampai sekarang. Pasien juga merasakan sakit perut seperti ditusuk-tusuk, perut terasa kembung, mual, dan muntah. BAB tidak lancar. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala, pegal-pegal pada badan, sakit pada bagian mata, batuk, dan sakit tenggorokan. Pasien mengatakan keluhan tersebut muncul saat mendekati ujian dan tanggal tua.

c. Pasien merasa lelah untuk berobat karena penyakitnya tidak sembuh-sembuh

d. Pasien pernah memeriksakan sakitnya ini ke dokter bagian penyakit dalam kemudian dilakukan pemeriksaan rontgen dan laboratorium dan hasilnya masih normal. Pasien hanya diberikan obat dan di suruh rawat jalan

e. Pasien menyangkal adanya waham dan halusinasi.

f. Pasien menyangkal adanya rasa sedih berlebihan, kehilangan minat, dan rasa mudah lelah. Pasien juga menyangkal adanya rasa gembira berlebihan, aktivitas fisik maupun mental yang berlebihan.

g. Pasien tidak pernah mengalami riwayat trauma. Pasien bukan seorang perokok ataupun pengguna obat-obatan terlarang (NAPZA) dan alkohol.

h. Penilaian terhadap uji daya nilai, orientasi terhadap waktu, tempat, personal baik.

i. Selama wawancara berlangsung pasien cenderung terbuka terhadap semua pertanyaan.

j. Pasien lahir secara normal, tanpa ada cacat bawaan,. Pasien pada masa kanak-kanak dan remaja tidak mengalami gangguan perkembangan dan pertumbuhan.

k. Pasien dapat bersosialisasi dengan baik terhadap lingkungannya dan mempunyai banyak teman.

l. Pasien menenmouh pendidikan hingga SMA dan sekarang sedang melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.

m. Fungsi kognitif pasien dan pengetahuan pasien luas.

n. Hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan status neurologis pasien dalam batas normal. Tekanan darah pasien 120/80 mmHg.

o. Pasien merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara. Semua saudara pasien adalah perempuan. Hubungan pasien dengan keluarga terjalin baik.

p. Biaya hidup pasien, masih diberikan dari orang tua pasien.

q. Pada pasien didapatkan beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dan fungsi, secara umum masih baik.

VI. FORMULASI DIAGNOSIS

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan pada pasien terdapat kelainan pola perilaku dan psikologis. Yang secara klinis bermakna yang dapat menyebabkan timbulnya distress dan disabilitas. Dalam fungsi sehari-hari maka pasien dikatakan menderita gangguan jiwa.

a. Diagnosis Axis I

- Pada pasien ini tidak terdapat riwayat trauma kepala yang menyebabkan adanya disfungsi otak. Hal ini dapat dinilai dari tingkat kesadaran, daya konsentrasi, orientasi, serta fungsi kognitif pasien yang masih baik, sehingga pasien ini bukan penderita gangguan mental organic (F.0).

- Dari anamnesis tidak terdapat penggunaan zat psikoaktif/ NAPZA serta tidak ditemukan riwayat mengkonsumsi alkohol. Maka pasien ini bukan menderita gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif atau alkohol (F.1).

- Pada pasien ini tidak ditemukan adanya gangguan dalam menilai realitas. Pada pasien ini tidak ditemukannya halusinasi dan waham, sehingga pasien ini bukan penderita gangguan psikoaktif (F.2)

- Pada pasien ini tidak ditemukan adanya efek depresi, kehilangan minat, dan kegembiraan, dan berkurangnya energy yang menuju tingkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktifitas. Maka pasien ini bukan penderita gangguan depresi. Pada pasien ini juga tidak ditemukannya afek yang meningkat, peningkatan aktifitas fisik dan mental, maka pasien ini bukan menderita gangguan mania. Karena bukan menderita gangguan depresi dan bukan penderita gangguan maniak, maka pada pasien ini bukan penderita gangguan suasana perasaan (gangguan afektif atau mood ). F.3

- Pada pasien ini ditemukan banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik yang sudah terjadi sejak 3 tahun lalu. Pasien mengatakan bahwa kemungkinan keluhan fisiknya ini ada kaitan dengan masalah pendidikan dan jauh dari orang tua dan pada saat dilakukan pemeriksaan medik yang hasilnya negativ dan masih dalam batas normal. Sehingga pasien ini merupakan penderita gangguan somatisasi (F.45)

b. Diagnosis Aksis II

Tumbuh kembang pada masa kanak-kanak sampai dewasa normal. Pasien dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain. Sebagaimana orang normal lainnya. Sehingga pasien bukan penderita gangguan kepribadian. Pasien menempuh pendidikan dari TK sampai SMA dan sekarang sedang menempuh pendidikan perguruan tinggi. Dari hasil anamnesis, fungsi kognitif baik, pengetahuan pasien baik, dan luas, sehingga pada pasien ini bukan penderita gangguan kognitif dan retardasi mental. Karena bukan penderita gangguan kepribadian dan bukan penderita gangguan kognitif dan retardasi mental, maka pasien ini Aksis II tidak terdapat diagnosis.

c. Diagnosis Aksis III

Pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan status neurologis pada pasien ini dalam batas normal. Tekanan darah pasien 120/80 mmHg. Maka pada aksis Ii pasien ini tidak terdapat diagnosis.

d. Diagnosis Aksis IV

Pasien merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara dan semua saudara adalah perempuan. Pasien saat ini tinggal sendiri di rumah kost-kosant di daerah Jakarta. Pasien baru sejak menempuh pendidikan perguruan tinggi ini hidup tidak bersama

orang tuanya lagi. Maka pada aksis IV terdapat masalah dimana pasien sekarang hidup sendiri dan pasien adalah anak bungsu.

e. Diagnosis Aksis V

Pada aksis v, dinilai kemampuan penyesuaian diri pasien dengan menggunakan GAF. Pada pasien ini didapatkan gejala sementara, dan dapat diatasi. Disabilitas ringan dalam sosial. Maka aksis V didapatkan GAf scale 80-71 yaitu 75.

VII. EVALUASI MULTIAKSIAL

Aksis I: Gangguan Somatisasi (F.45.0)

Aksis II: tidak ada diagnosis

Aksis III: tidak ada diagnosis

Aksis IV: terdapat masalah keluarga, dimana pasien sekarang hidup sendiri, sejak 3 tahun ini.

Aksis V: GAF Scale 80-71.

VIII. DAFTAR PROBLEM

Organobiologik: tidak ada

Psikologis: terdapat banyak keluhan fisik yang dirasakan seperti sakit perut seperti ditusuk-tusuk, perut terasa kembung, mual, dan muntah. BAB tidak lancar. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala, pegal-pegal pada badan, sakit pada bagian mata, batuk, dan sakit tenggorokan.

Sosioekonomi: pasien merupakan anak bungsu, hubungan pasien dengan orang tuanya dan keluarganya masih baik. Tetapi sejak pasien masuk kuliah di Jakarta dan orang tuanya masih tinggal di Kalimantan. Membuat pasien merasa sendiri dan biaya yang diberikan orang tua pasien yang dirasa masih kurang.

IX. PROGNOSIS

a. Prognosis kearah baik

- Pasien mempunyai keinginan untuk sembuh

- Respon terhadap pengobatan baik

- Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien

- Pasien dapat bersosialisasi baik dengan tetangga dan teman –temannya. Pasien aktif dalam kegiatan sosial.

b. Prognosis kearah buruk

- Perjalanan penyakit sudah berlangsung lama (3 tahun)

- Pasien tidak menyadari sakitnya apa

Berdasarkan data-data diatas, dapat disimpulkan prognosis pasien adalah:

Ad vitam: dubia ad bonam

Ad functionam: dubia ad bonam

Ad sanationam: dubia

X. TERAPI

a. Psikofarmaka

tidak diberikan dahulu, Karen apada penderita gangguan somatisasi. Pasien banyak memiliki pengobatan yang lain yang mengenai sakitnya tersebut.

b. Psikoterapi

- Dianjurkan pasien untuk berobat ke dokter psikiatri

- Mengisi waktu luang dengan berbagai aktivitas untuk mengurangi keluhan-keluhan tersebut

- Melakukan pekerjaan yang membuat hati senang agar tidak selalu memikirkan masalah

- Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa

- Selalu menjaga kesehatan

- Edukasi terhadap keluarga supaya lebih memperhatikan kesehatan dan keadaan pasien.

TINJAUAN PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan somatisasi adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik ( sebagai

fisik (sebagaicontohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan

penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk

menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada

kemampuan pasien unt untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis

gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu

penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah

tidak disebabkan oleh pura- pura yang disadari atau gangguan buatan.1

Ganguan ini ditandai dengan adanya keluhan-keluhan berupa gejala fisik yang bermacam-

macam dan hampir mengenai semua sistem tubuh. Keluhan ini biasanya sudah berlangsung lama

dan biasanya keluhannya berulang-ulang namun berganti-ganti tempat. Pasien biasanya telah

sering pergi ke berbagai macam dokter ( doctor shopping ). Beberapa pasien bahkan ada yang

sampai dilakukan operasi namun hasilnya negatif. Keluhan yang paling sering biasanya

berhubungan dengan sistem organ gastrointestinal ( perasaan sakit, kembung, bertahak, mual dan

muntah ) dan keluhan pada kulit seperti rasa gatal, terbakar, kesemutan, baal dan pedih.

Pasien juga sering mengeluhkan rasa sakit di berbagai organ atau sistem tubuh, misalnya nyeri

kepala, punggung, persendian, tulang belakang, dada atau nyeri saat berhubungan badan. Kadang

juga terdapat keluhan disfungsi seksual dan gangguan haid. 2

Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Biasanya bermula sebelum

usia 30an dan telah berlangsung beberapa tahun. Pasien biasanya tidak mau menerima pendapat

dokter bahwa mungkin ada dasar psikologis yang mendasari gejalanya.k berfungsi di dalam

peranan sosial atau pekerjaan.

BAB. IIPEMBAHASAN

2.1 Defenisi

Kata somatoform ini di ambil dari bahasa Yunani soma, yang berarti “tubuh”. Dalam

gangguan somatoform, orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik,

namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan penyebabnya. Gangguan

somatoform berbeda dengan malingering, atau kepura-puraan simtom yang bertujuan untuk

mendapatkan hasil yang jelas. Gangguan ini juga berbeda dengan gangguan factitious yaitu

suatu gangguan yang ditandai oleh pemalsuan simtom psikologis atau fisik yang disengaja tanpa

keuntungan yang jelas. Selain itu gangguan ini juga berbeda pula dengan sindrom Muchausen

yaitu suatu tipe gangguan factitious yang ditandai oleh kepura-puraan mengenai simtom medis.3

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik

(sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis.

Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional

yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam

peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian

klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan

durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau

gangguan buatan.3

2.2 Epidemiologi

Penyakit ini sering didapatkan , berkisar antara 2-20 dari 1000 penduduk. Lebih banyak

pada wanita. Pasien pada umumnya mempunyai riwayat keluhan fisik yang banyak. Biasanya

dimulai sebelum berumur 30 tahun. Sebelumnya pasien telah banyak mendapat diagnosis, makan

banyak obat, dan banyak menderita alegi. Pasien ini terus mencari penerangan medis untuk

gejala yang dideritanya dan bersedia untuk melakukan berbagai test medis, pembedahan, uji

klinik, walaupun

dia tahu hal tersebut jarang yang memberikan hasil, biasanya hasilnya adalah normal, atau ada

gangguan kecil.4

Fenomena ini dapat berupa spectrum yang ringan yang akan memperberat gangguan

somatisasi, pasien yang benar benar masuk kriteria biasanya telah hidup dengan didominasi

dengan pengalaman medik dan mungkin telah mengalami gangguan hubungan

interpersonal. Riwayat keluarga biasanya menunjukkan hal yang sama terutama pada wanita,

dan riwayat anti sosial pada pria.4

2.3 Klasifikasi 5

Adapun bentuk gangguan tersebut adalah sebagai berikut :

1.Gangguan konversi

Merupakan bentuk perubahan yang mengakibatkan adanya perubahan fungsi fisik yang tidak

dapat dilacak secara medis. gangguan ini muncul dalam konflik atau pengalaman traumatik yang

memberikan keyakinan akan adanya penyebab psikologis.

2. Hipokondriasis

Terpaku pada keyakinan bahwa dirinya menderita penyakit yang serius. Ketakutan akan adanya

penyakit terus ada meskipun secara medis telah diyakinkan. Sensasi atau nyeri fisik biasa sering

diasosiasikan dengan gejala penyakit kronis tertentu.

3. Gangguan Somatisasi

Keluhan fisik yang muncul berulang mengenai simtom fisik yang tidak ada dasar organis yang

jelas. Gangguan ini menyebabkan seseorang untuk melakukan kunjungan medis berkali-kali atau

menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi.

4. Gangguan Dismorfik Tubuh

Terpaku pada kerusakan fisk yang dibayangkan atau berlebih-lebihan. Menganggap orang tidak

memperhatikannya karena kerusakan tubuh yang dimilikinya (dipersepsikannya). Gangguan ini

akan membawa seseorang pada perilaku kompulsif . seperti berulang-ulang berdandan. dll.

Ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang berlebih-lebihan bahwa suatu bagian tubuh

mengalami cacat.

5. Gangguan nyeri

Ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan faktor psikologis atau secara

bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis. DSM-IV juga memiliki dua criteria diagnostic

residual untuk gangguan somatoform

2.4 Kriteria Diagnostik1

DSM –IV menyederhanakan kriteria diagnostic yang diajukan di dalam DSM-III-R. untuk

diagnosis gangguan somatoform, DSM-IV mengharuskan onset usia sebelum 30 tahun. Selama

perjalanan penyakit, pasien harus telah mengeluhkan sekurang-kurangnya empat gejala nyeri, dua

gejala gastrointestinal, satu gejala seksual, dan satu gejala neurologis semu, yang semuanya tidak ada

yang dapat dijelaskan sepenuhnya melalui pemeriksaan fisik dan laboratorium.

Kriteria Diagnostik untuk gangguan somatisasia. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama

periode beberapa tahun dan menyebabkan terapi yang dicari atau gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

b. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada sembarang waktu selama perjalanan gangguan:(1). Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya: kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rectum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)(2). Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain dari nyeri (misalnya: mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan).(3). Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu geja seksual atau reproduktif selain dari nyeri (misalnya, indeferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi yang tidak teratur, perdarahan menstruasi yang berlebihan, muntah sepanjang kehamilan)(4). Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala atau deficit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi seperti gejala gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan setempat, sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi sentuh dan nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan)

c. Salah satu (1) atau (2):(1) Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat

dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dari suatu zat (misalnya, efek ceders, medikasi, obat, atau alkohol)

(2) Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.

d. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-pura)

Gambaran klinis

Pasien dengan gangguan somatisasi mungkin memiliki banyak keluhan somatic dan riwayat medis

yang lama dan sulit. Mual dan muntah (selain selama kehamilan), kesulitan menelan, nyeri di lengan

dan tungkai, nafas pendek yang tidak berhubungan dengan aktivitas, amnesia, dan komplikasi

kehamilan dan menstruasi adalah gejala yang paling sering. Keyakinan bahwa seseorang telah sakit

pada sebagian besar kehidupannya juga sering.

2.4.2 Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi

A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik yang

mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.

B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal atau

eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor lain.

C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada

gangguan buatan atau berpura-pura).

D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya

oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau

pengalaman yang diterima secara kultural.

E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan

dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerlukan pemeriksaan

medis.

F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-mata

selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih baik oleh

gangguan mental lain.

Sebutkan tipe gejala atau defisit:

-Dengan gejata atau defisit motorik

-Dengan gejala atau defisit sensorik

-Dengan kejang atau konvulsi

-Dengan gambaran campuran

2.4.3 Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis

A. Pereokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit serius

didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejalagejala tubuh.

B. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan

penentraman.

C. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan delusional,

tipe somatik) dan tidakterbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada

gangguan dismorfik tubuh).

D. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara kilnis atau gangguan dalam

fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

E. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.

F. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan

obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau

gangguan somatoform lain.

2.4.4 Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh

A. Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali

tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyat.

B. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam

fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

C. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya,

ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).

2.4.5 Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri

A. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan cukup

parah untuk memerlukan perhatian klinis.

B. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi

sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

C. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan, eksaserbasi

atau bertahannnya nyeri.

D. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan

buatan atau berpura-pura).

E. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan

psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

- Gangguan somatisasi adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik ( sebagai

fisik(sebagaicontohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan

medis yang adekuat3

-Klasifikasi gangguan somatisasi adalah: gangguan konversi, gangguan hipokondriasis,

gangguan somatisasi, gangguan dismorfik body, gangguan nyeri.5

- DSM-IV menyederhanakan kriteria diagnostik yang diajukan di dalam DSM-III-R. Untuk

diagnosis gangguan somatoform, DSM-IV mengharuskan onset usia sebelum 30 tahun. Selama

perjalanan penyakit, pasien harus telah mengeluhkan sekurangnya empat gejala nyeri, dua gejala

gastrointestinal, satu gejala seksual, dan satu gejala neurologis semu, yang semuanya tidak ada

yang dapat dijelaskan sepenuhnya melalui pemeriksaan fisik atau laboratorium.6

DAFTAR PUSTAKA

1. Pardamean E, Somatoform, di unduh dari h tt p :// www . i d ij akbar . co m/ pro s i d im/ g angguan-

s o m a ti s a s i .h t m di akses april 2014

2. . Medika G, Gangguan Somatoform, h tt p :// cha n an t ha. w ordpre ss .co m/ 2014 / 04 / 01 / g angguan-

s o m a ti s a s i di ak s es M aret 2014

3. Hartati N, Gangguan Disosiatif dan Somatoform, di unduh dari

hhtp://catatankuliah.wordpres.com/2014/04/01.gangguan-disosiatif-dan-somatisasi// di akses

maret 2014

4.Iskandar Yul, Somatoform, di unduh dari http :// w ww .dryu li s kandar. M u lt yp l y.co m /j ourn a l/ /item//53 diakses maret 2014