Upload
nguyendien
View
230
Download
0
Embed Size (px)
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE TEAMS ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) PADA POKOK
BAHASAN RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI KEMAMPUAN
AWAL SISWA KELAS VIII MTs KABUPATEN KLATEN
TAHUN PELAJARAN 2009/2010
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Matematika
Diajukan Oleh:
M. WAHID SYAIFUDDIN S850908114
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
ii
PERSETUJUAN
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE TEAMS ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) PADA POKOK
BAHASAN RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI KEMAMPUAN
AWAL SISWA KELAS VIII MTs KABUPATEN KLATEN
TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Disusun oleh :
M. WAHID SYAIFUDDIN
S850908114
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Pada tanggal : ……………….
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Tri Atmojo K, M.Sc, Ph.D Drs. Budi Usodo, M.Pd NIP 19630826 198803 1 002 NIP 19680517 199303 1 002
Mengetahui, Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
Dr. Mardiyana, M.Si NIP 19660225 199302 1 002
iii
PENGESAHAN
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE TEAMS ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) PADA POKOK
BAHASAN RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI KEMAMPUAN
AWAL SISWA KELAS VIII MTs KABUPATEN KLATEN
TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Disusun oleh :
M. WAHID SYAIFUDDIN
S850908114
Telah disetujui oleh Tim Penguji
Pada tanggal : ……………….
Jabatan Nama Tanda Tangan Ketua : Dr. Mardiyana, M. Si ………………….
Sekretaris : Dr. Riyadi, M. Si ………………….
Anggota Penguji:
1. Drs. Tri Atmojo K, M. Sc, Ph. D ............................
2. Drs. Budi Usodo, M. Pd ............................
Mengetahui,
Direktur PPS UNS Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
Prof. Drs. Suranto, M. Sc, Ph. D Dr. Mardiyana, M. Si NIP 19570820 198503 1 004 NIP 19660225 199302 1 002
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : M. Wahid Syaifuddin
NIM : S850908114
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul
”EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE TEAMS ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) PADA
POKOK BAHASAN RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI
KEMAMPUAN AWAL SISWA KELAS VIII MTs KABUPATEN
KLATEN TAHUN PELAJARAN 2009/2010” adalah karya saya sendiri.
Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut ditunjukkan dalam
daftar pustaka. Apabila dalam kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak
benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan
tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Klaten, Januari 2010
Yang membuat pernyataan
M. Wahid Syaifuddin
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT dan rasa syukur yang besar
penulis panjatkan atas rahmat, taufik, hidayah dan pertolongan-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Eksperimentasi Metode Pembelajaran
Matematika Teams Assisted Individualization (TAI) Pada Pokok Bahasa Relasi dan
Fungsi Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa Kelas VIII MTs Kabupaten Klaten
Tahun Pelajaran 2009/2010” dengan baik.
Dalam penyusunan tesis ini penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan,
dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terimakasih kepada :
1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D, Direktur Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada
penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
2. Dr. Mardiyana, M.Si, Ketua Program Studi Penddidikan Matematika Program
Pascasarjana yang selalu memberikan dorongan kepada penulis untuk
menyelesaikan tesis ini.
3. Drs. Tri Atmojo K, M.Sc, Ph.D, Dosen Pembimbing I yang penuh dengan
kearifan telah bersedia memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis demi
kesempurnaan dan terselesaikannya tesis ini.
4. Drs. Budi Usodo, M.Pd, Dosen Pembimbing II yang penuh keikhlasan
memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan suport maksimal yang sangat
berarti kepada penulis sehingga dapat terselesaikan dengan baik .
vi
5. Bapak ibu Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu
pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis.
6. Bapak Sudaryono, M. Pd dan Bapak Edi Supraptana, S.Pd selaku validator
instrumen tes kemampuan awal siswa dan tes prestasi belajar.
7. Kepala MTs Muhammadiyah Trucuk dan stafnya yang telah memberikan ijin
untuk pengambilan data uji coba instrumen penelitian yang diperlukan dalam
penyusunan tesis ini.
8. Kepala MTs Negeri Pedan, MTs Negeri Gantiwarno, dan MTs Negeri Mlinjon
Filial Trucuk beserta stafnya yang telah memberikan ijin penelitian dan berbagai
kemudahan, sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan dengan baik
9. Rekan-rekan guru MTs Negeri Mlinjon Filial Trucuk atas dukungan dan
pengertiannya.
10. Istriku tercinta, anakku tersayang atas dukungan dan motivasinya.
11. Ibu dan Bapak tersayang atas doa – doanya, serta adik-adikku yang selalu
memberikan motivasi.
12. Rekan-rekan Mahasiswa Angkatan 2008 Program Studi Pendidikan Matematika
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan bantuan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini
dengan baik.
13. Semua pihak yang telah mendukung Penulis dalam menyusun tesis ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
vii
Semoga amal kebaikan dari semua pihak tersebut mendapatkan balasan dari
Allah SWT.
Demikianlah tesis ini disusun dan kami yakin masih banyak kekurangan
didalamnya, untuk itu demi lebih baiknya karya ini, mohon saran, ide, dan masukan
yang membangun dari semua pihak.
Penulis berharap semoga tesis ini bisa bermanfaat bagi peningkatan kualitas
pendidikan matematika khususnya dan pendidikan di Indonesia pada umumnya.
Klaten, Januari 2010
Penulis
viii
MOTTO
“......Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, dan janganlah kamu
mati kecuali dalam keadaan Islam.” (QS. Ali Imran: 173)
” Barang sispa ingin bahagia di dunia harus dengan ilmu, barang siapa ingin bahagia
di akhirat juga harus dengan ilmu, dan barang siapa ingin bahagia keduanya (dunia
dan akhirat) juga harus dengan ilmu.”
( Al-Hadits)
“Carilah kehidupan akhirat, tanpa melalaikan kehidupan dunia. ( Kalau kita mencari
kehidupan akhirat insa Allah dunia akan ikut, tapi kalau kita mencari kehidupan
dunia, dunia belum tentu dapat, akhirat pun melayang)
(Al-Hadits)
ix
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada:
Ø Ibu dan Bapak tercinta, terimakasih atas doa-doanya
Ø Tantrie Rosariningtyas, istriku tercinta, terimakasih
atas segala dukungan dan motivasinya, semangat!!!
Ø Putriku yang sholehah Zahwa Nafisa Al-Hafiza
Ø Adik-adikku Drh. Hanif Farchani, dan M. Khusni
Fajar, S.S.T beserta istri masing-masing, semoga
menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.
Ø Rekan-rekanku mahasiswa Program Studi
Pendidikan Matematika Pascasarjana UNS
Ø Almamaterku
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................... ........ i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................ ........ ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................. ........ iii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................ ........ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................... ........ v
MOTTO ................................................................................................. ........ viii
PERSEMBAHAN .................................................................................. ........ ix
DAFTAR ISI .......................................................................................... ........ x
DAFTAR TABEL .................................................................................. ........ xii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... ........ xiii
ABSTRAK........................................................................................................ xiv
ABSTRACT ........................................................................................... ........ xvi
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... ........ 1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. ........ 1
B. Identifikasi Masalah.................................................................... ........ 7
C. Pembatasan Masalah ................................................................... ........ 8
D. Rumusan Masalah ....................................................................... ........ 9
E. Tujuan Penelitian ........................................................................ ........ 9
F. Manfaat Penelitian ...................................................................... ........ 10
BAB II LANDASAN TEORI................................................................. ........ 11
A. Tinjauan Pustaka ......................................................................... ........ 11
1. Hakekat Belajar..................................................................... ........ 11
2. Hakekat Matematika ............................................................. ........ 13
3. Belajar Matematika ............................................................... ........ 15
4. Prestasi Belajar Matematika.................................................. ........ 18
5. Pendekatan Konstruktivisme…………………………………….... 18
6. Pembelajaran Kooperatif……………………...…………...……… 20
7. Team Assisted Individualization........................................... ........ 26
xi
8. Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI…………................. 30
9. Pembelajaran Konvensional.................................................. ........ 32
10. Kemampuan Awal................................................................. ........ 35
11. Materi Pembelajaran Matematika ......................................... ........ 36
B. Hasil Penelitian yang Relevan ................................................... ........ 37
C. Kerangka Berpikir....................................................................... ........ 40
D. Hipotesis...................................................................................... ........ 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................... ........ 44
A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... ........ 44
B. Jenis Penelitian............................................................................ ........ 45
C. Populasi dan Sampel ................................................................... ........ 47
D. Teknik Pengumpulan Data.......................................................... ........ 48
E. Teknik Analisis Data................................................................... ........ 57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 71
A. Hasil Uji Coba Instrumen ..........………………………………............ 71
B. Deskripsi Data ........................................................................................ 74
C. Hasil Analisis Uji Keseimbangan .......................................................... 76
D. Hasil Analisis Uji Prasyarat ..…………………………………….…... 76
E. Hasil Analisis Uji Hipotesis Penelitian …………………..…………… 78
F. Hasil Uji Lanjut Hipotesis .................................................................... 81
G. Pembahasan Hipotesis Penelitian ……………………………….…..... 81
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN .................................... 84
A Kesimpulan ………………………………………………………..….. 84
B. Implikasi …….……………………………………………………….. 85
C. Saran ……………………………………………………..………….. 86
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 87
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ............................................................................. 44
Tabel 3.2 Desain Penelitian ............................................................................. 46
Tabel 3.3 Sampel Penelitian ............................................................................. 48
Tabel 3.4 Tata Letak Penelitian ....................................................................... 62
Tabel 3.5 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan ........................................ 67
Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas ........................................................................ 71
Tabel 4.2 Hasil Uji Homogenitas ..................................................................... 77
Tabel 4.3 Data Amatan, Rataan dan Jumlah Kuadrat Deviasi ......................... 78
Tabel 4.4 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan ......................................... 79
Tabel 4.5 Rataan dan Rataan Marginal ............................................................ 81
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Silabus ………………………………………………………….. 90
Lampiran 2 : RPP ....………………………………………………………….. 92
Lampiran 3 : Kisi-kisi Tes Kemampuan Awal ...…………………………….. 143
Lampiran 4 : Soal Tes Kemampuan Awal ………………………………….… 144
Lampiran 5 : Lembar Validasi Tes Kemampuan Awal ………………………. 152
Lampiran 6 : Kisi-kisi Tes Prestasi Belajar ....................................................... 156
Lampiran 7 : Soal Tes Prestasi Relajar ….......................................................... 158
Lampiran 8 : Lembar Validasi Tes Prestasi Relajar .......................................... 165
Lampiran 9 : Uji Reliabilitas, Derajad Kesukaran, dan Daya Beda
Tes Kemampuan Awal ................................................................. 167
Lampiran 10 : Uji Reliabilitas, Derajad Kesukaran, dan Daya Beda
Tes Prestasi Relajar ...................................................................... 171
Lampiran 11 : Data Induk Penelitian ..................................... ............................. 172
Lampiran 12 : Data Kemampuan Awal …............................................................ 175
Lampiran 13 : Uji Keseimbangan ........................................................................ 178
Lampiran 14 : Uji Normalitas Kemampuan Awal Rendah .................................. 183
Lampiran 15 : Uji Normalitas Kemampuan Awal Sedang .................................. 189
Lampiran 16 : Uji Normalitas Kemampuan Awal Tinggi .................................... 195
Lampiran 17 : Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ......................................... 198
Lampiran 18 : Uji Normalitas Kelompok Kontrol ................................................ 202
Lampiran 19 : Uji Homogenitas Kemampuan Awal .......... .................................. 206
Lampiran 20 : Uji Homogenitas Model Pembelajaran....... .................................. 211
Lampiran 21 : Uji Analisis Variansi Dua Jalan Dengan Sel Tak Sama....... ......... 216
xiv
ABSTRAK
M. Wahid Syaifuddin, NIM. S850908114, Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Assisted Individualization (TAI) pada pokok Bahasan Relasi dan Fungsi ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa Kelas VIII MTs Kabupaten Klaten Tahun Pelajaran 2009/2010. Tesis, Surakarta, Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2010
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Apakah model pembelajaran kooperatif tipe TAI memberikan prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. (2) Apakah kemampuan awal siswa berpengaruh memberikan prestasi belajar matematika (3) Manakah diantara model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan model pembelajaran konvensional yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik pada siswa dengan kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah.
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental semu dengan desain faktorial 2x3. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa Madrasah Tsanawiyah kelas VIII semester I tahun pelajaran 2009/2010 yang berada di Kabupaten Klaten. Sedangkan pemilihan sampel dilakukan dengan cara cluster random sampling. Dalam pengambilan sampel dengan cara ini, kluster-kluster yang ada dianggap homogen. Dari 11 Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri dipilih secara acak 3 MTs yang akan dijadikan tempat penelitian. Selanjutnya pada tiap-tiap MTs yang terpilih, secara acak melalui pengundian dipilih dua kelas untuk dijadikan kelompok eksperimen dan kontrol, yaitu siswa kelas VIII A pada MTs Negeri Pedan, siswa kelas VIII A pada MTs Negeri Gantiwarno, dan kelas VIII B pada MTs Negeri Mlinjon Filial Trucuk sebagai kelompok eksperimen, serta siswa kelas VIII B pada MTs Negeri Pedan, siswa kelas VIII C pada MTs Negeri Gantiwarno, dan siswa kelas VIII C MTs Negeri Mlinjon Filial Trucuk sebagai kelompok kontrol. Banyak anggota sampel seluruhnya adalah 227 siswa.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) pemberian tes kemampuan awal
siswa; (2) memberikan tes untuk pengambilan data prestasi belajar. Sebelum tes kemampuan awal dan tes prestasi belajar matematika digunakan sebagai penelitian, terlebih dahulu instrumen tersebut dilakukan uji coba. Pada uji coba tes dilakukan uji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran. Data yang digunakan untuk uji keseimbangan adalah nilai ujian mata pelajaran matematika semester genap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada saat siswa kelas VII tahun ajaran 2009/2010. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Sebagai persyaratan penelitian dilakukan uji keseimbangan dengan uji-t dan sebagai persyaratan analisis data dilakukan uji normalitas dengan menggunakan metode Lilliefors dan uji homogenitas dengan menggunakan metode Bartlet
xv
Hasil penelitian menunjukkan: (1) Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI menghasilkan prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, hal ini ditunjukkan dengan hasil perhitungan analisis bahwa Fa = 17,477 > 3,84 = Ftab dengan rata-rata 18,29 pada siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan 16,13 rerata pada siswa yang dikenai pembelajaran konvensional; (2) kemampuan awal tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, dengan hasil analisis Fb= 0,106 < 3,00 = Ftab; (3) diantara pembelajaran model kooperatif tipe TAI menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada pembelajaran dengan menggunakan model konvensional baik untuk siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi, sedang, maupun rendah, dengan hasil analisis Fab = 0,114 < 3,00 = Ftab.
xvi
ABSTRACT M. Wahid Syaifuddin, NIM. S850908114, Experimentation of Teams Assisted Individualization (TAI) type of Cooperative Learning in the Subject Matter of Relation and Function viewed from the Prior Competency of VIII Graders of MTs Regency Klaten in the School Year of 2009/2010. Thesis. Mathematics Education Study Program, Postgraduate Program of Sebelas Maret University. Surakarta,.2010 This research aims to find out : (1) whether or not the TAI type of cooperative learning model gives better performance compared with the conventional learning model, (2) wheather or not the students prior capability give better learning achievement, and (3) which one giving better mathematics learning achievement, the TAI type of cooperative learning model or the conventional learning model, in the students with high, intermediate, and low prior capability. This research is to a quasi-experimental research with 2 x 3 factorial design. The population of research were all VIII graders of semester I of Madrasah Tsanawiyah in the school year of 2009/2010 in Klaten Regency. Meanwhile, the sampling technique used was cluster random sampling. In this way, The clusters are regarded homogen. Three of eleven of Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri was choosen at random. It will be the location of research. Next, each MTs were selected, at random to raffle of classes. Then, choose two classes for control an experiment group. They are The students of VIII A grade on MTsN Pedan, VIII A grade on MTsN Gantiwarno, and VIII B grade on MTsN Mlinjon Filial Trucuk as experiments group, and the students of VIII B grade on MTsN Pedan, VIII C grade on MTsN Gantiwarno and VIII C grade on MTsN Mlinjon Filial Trucuk as controls group. The numbers of samples are 227 students. The data collection was done by (1) administering the test of students prior capability; (2) administering the test of learning achievement data. Before the test of students prior capability and the test of mathematics learning achievement, used as the research, previously. It is carried out a try out, at the try out of test, it is done and validity test, reability ang differences way the level difficulties. The data that is used for vbalancing test in examination mark of mathematic subject if experimental group and control group when they were at 7th grade year in 2009/2010. The used data of analysis technique is unbalanced two ways analysis of variance. As the cndition of research. It is carried out a balancing examination with T-test and as the condition data analisis is carried a normality examination using Lilliefors method and homogenity examination using Bartledt method. The result of research show that (1) the use of TAI type of cooperative learning model gives better performance compared with the conventional learning model ; it is indicated by the result of analysis calculation that Fa = 17.477 > 3.84 = Ftab with the means of 18.29 in the students exposed to the TAI type of cooperative learning model
xvii
and 16.13 in the students exposed to the conventional learning model ; (2) prior capability does not affect the students learning achievement, with the result of analysis Fb = 0.106 < 3.00 = Ftab, (3) between the TAI type of cooperative learning model does produce gives better math learning achievement than conventional learning model. It well for the student which having high, intermediate, and low prior capability, with analysis result Fabs = 0,114 < 3.00 = Ftab.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan pendidikan yang
berkualitas pula. Pendidikan yang berkualitas disesuaikan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
mencakup peningkatan ilmu terapan dan ilmu pengetahuan dasar. Salah satu
upaya meningkatkan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dasar adalah
dengan meningkatkan kemampuan dalam bidang matematika.
Suka atau tidak, seseorang akan selalu bertemu dengan matematika dalam
kehidupan sehari-hari. Pertemuan itu bisa terjadi dalam situasi formal, misalnya
dalam pembelajaran disekolah atau dalam situasi informal di dalam kehidupan
dirumah dan masyarakat. Matematika merupakan alat bantu kehidupan dan juga
pelayan bagi ilmu-ilmu yang lain, karena matematika bukan pengetahuan yang
menyendiri tetapi matematika membantu manusia dalam memahami dan
memecahkan masalah sosial, ekonomi, dan alam. Prinsip-prinsip matematika
banyak digunakan dalam beberapa alat yang dapat membantu manusia dalam
kehidupan sehari-harinya, seperti kalkulator, komputer, dan lain-lain.
xviii
Menurut Herman Hudoyo (1990: 4) materi matematika sangat berkenaan
dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan
penalaran yang deduktif. Sehingga materi atau ide-ide/konsep-konsep matematika
pada tingkatan/jenjang sebelumnya sangat berkaitan dengan pemahaman konsep
matematika pada jenjang/tingkatan selanjutnya. Sehingga mempelajari
matematika membawa konsekuensi pada proses belajar dan pembelajaran yang
membutuhkan pemikiran yang lebih serius dan mendalam dalam mempelajari
matematika.
Pada umumnya kemampuan matematika siswa SMP/MTs berdasarkan
nilai matematika masih lebih rendah dibandingkan dengan nilai bidang studi yang
lain, apalagi kemampuan matematika negara kita dibandingkan dengan negara
lain.
Jumlah jam pembelajaran matematika di Indonesia jauh lebih banyak
dibandingkan di negara Malaysia dan Singapura dalam satu tahun. Dalam satu
tahun pembelajaran, peserta didik kelas VIII di negara kita rata-rata mendapat 169
jam pembelajaran matematika. Sementara di Malaysia peserta didik hanya
mendapat 120 jam dan di Singapura 112 jam pembelajaran matematika tiap
tahunnya.
Dengan jumlah jam yang banyak prestasi matematika Indonesia malah
tertinggal jauh dari kedua negara tersebut. Untuk pelajaran matematika kelas dari
48 negara peserta survei, Indonesia berada pada posisi ke-36 dengan nilai rata-
rata 397. Posisi indonesia ternyata sangat jauh jika dibandingkan dengan negara-
negara asia tenggara lainnya seperti singapura yang berada pada peringkat 3
1
xix
dengan nilai rata-rata 593, Malaysia yang berada pada peringkat 20 dengan nilai
rata-rata 474, Thailand yang berada pada peringkat 39 dengan nilai rata-rata 441
(TIMSS, 9 Desember 2008).
Untuk itu pengajar matematika harus mengetahui seberapa besar tingkat
kemampuan setiap siswanya yang diajar. Hal ini perlu dilakukan karena guru
dalam mengajar menyampaikan materi pelajaran matematika sering terhambat
karena kurangnya kemampuan penguasaan materi oleh siswa meskipun konsep
matematika yang sedang diajarkan sudah pernah diajarkan sebelumnya oleh guru.
Hal ini menimbulkan dilemma bagi guru apakah harus mengulangi pengajaran
tentang topik yang belum dikuasai oleh siswa meskipun kurangnya waktu untuk
menjelaskan kembali atau dibiarkan saja dengan menyuruh siswa belajar sendiri
dan guru melanjutkan pengajaran tentang topik baru.
Disisi lain sebagaian besar siswa beranggapan bahwa pelajaran
matematika merupakan pelajaran yang sangat sulit dan rumit, sehingga siswa
malas untuk mempelajarinya. Sikap siswa tersebut disebabkan oleh pengalaman
siswa sebelumnya. Pengalaman siswa tersebut diantaranya persepsi siswa
terhadap pelajaran matematika maupun guru matematikanya. Mereka
beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit, bahkan guru yang
mengajar pelit jika memberikan nilai, pemarah, selera humor rendah. Adanya
persepsi siswa yang negatif baik terhadap pelajarannya maupun gurunya
membawa dampak pada prestasi belajar matematika siswa.
Selain itu banyak siswa yang merasa bosan, sama sekali tidak tertarik dan
bahkan merasa benci terhadap matematika karena diajarkan secara salah.
xx
Matematika hanya diajarkan sebagai kumpulan angka-angka, rumus-rumus, atau
langkah-langkah yang harus dihafalkan dan siap pakai untuk menyelesaikan soal.
Hal tersebut berdasarkan pembelajaran matematika yang cenderung menekankan
aspek hafalan dan sangat kurang pada perkembangan nilai. Pembelajaran
matematika cenderung pada pencapaian target kurikulum dan buku pegangan,
bukan pada pemahaman bahan yang dipelajari. Peserta didik cenderung
menghafalkan konsep-konsep matematika yang diberikan pendidik dan yang
sesuai dalam buku, tanpa memahami maksud dan isinya.
Oleh karena itu sebagai guru matematika perlu memahami dan
mengembangkan berbagai metode keterampilan dalam pengajaran matematika.
Dalam hal ini hendaknya guru harus kreatif dan inovatif dalam memilih metode
pembelajaran, sehingga dapat membuat proses belajar mengajar matematika
menjadi menarik dan dapat membangkitkan semangat (motivasi) siswa serta
membuat siswa ikut berperan secara aktif dalam proses belajar mengajar. Dengan
demikian pemahaman terhadap konsep-konsep matematika akan lebih mantap dan
akan mengubah anggapan siswa bahwa matematika bukanlah pelajaran yang sulit
dan membosankan.
Pada kenyataannya banyak dijumpai guru dalam mengajar matematika
masih menggunakan cara konvensional (tradisional). Dalam pembelajaran
matematika dengan cara konvensional kegiatan belajar mengajar banyak
didominasi oleh guru, sehingga yang aktif adalah guru. Dengan demikian peserta
didik cenderung pasif, hanya mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat apa
yang telah diterangkan oleh guru. Hal ini menyebabkan peserta didik cenderung
xxi
malas berfikir untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dan tidak
sedikit peserta didik yang merasa jenuh dalam mengikuti pelajaran matematika.
Seharusnya semua guru mampu menciptakan kondisi belajar mengajar
yang menyenangkan. Untuk dapat berprestasi dengan baik, maka kegiatan
pembelajaran harus dilakukan secara menarik dan dapat dinikmati oleh peserta
didik dan guru. Pengembangan iklim belajar yang menggairahkan bagi peserta
didik, hubungan guru dan murid yang lebih informal dengan penuh kerjasama,
saling membantu, dan saling menghormati, serta pendidikan yang lebih
berorientasi pada kehidupan bukan buku dan mata pelajaran yang mungkin akan
banyak menolong memecahkan masalah dasar pendidikan itu.
Menurut Anita Lie (2008:11) perlu ada perubahan paradigma dalam
menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Sudah
seyogyanyalah kegiatan belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa.
Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-muatan
informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Selain itu, alur proses belajar
tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa juga saling mengajar
dengan sesama siswa yang lainnya. Sistem pengajaran yang memberi kesempatan
kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas
yang terstruktur disebut sebagai sistem pembelajaran gotong royong atau
cooperative learning (pembelajaran kooperatif).
Sejalan dengan Anita Lie, Terry Wood (1999:171) menyatakan bahwa
”beberapa peneliti seperti Confrey dan Labinowicz telah memperoleh pandangan
yang membangun dan berpendapat bahwa siswa akan memahami matematika
xxii
dengan baik jika siswa dengan aktif terlibat dalam proses pembelajaran
matematika.”
Untuk menarik keaktifan dan minat belajar siswa maka guru harus
menggunakan model pembelajaran selain model pembelajaran konvensional,
salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted
Individualization (TAI). Model pembelajaran kooperatif tipe TAI dirasa sangat
dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran karena dengan adanya kerjasama antar
peserta didik dan juga ada monitoring dari guru terhadap individu dapat membuat
pembelajaran yang dilakukan lebih menarik dan dapat mempercepat hubungan
antara peserta didik dengan peserta didik dan peserta didik dengan guru. Karena
dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI, peserta didik tidak hanya
dituntut pertanggungjawaban secara kelompok tetapi juga pertanggungjawaban
secara individu, sehingga diharapkan peserta didik dapat memanfaatkan
kelompok belajarnya untuk memperdalam materi yang sedang dipelajari agar
dapat memperoleh prestasi belajar yang maksimal.
Untuk mengatasi kenyataan tersebut di atas sebagai seorang guru mencoba
bereksperimentasi tentang pembelajaran matematika dengan model pembelajaran
kooperatif tipe TAI dengan harapan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Selain model pembelajaran, dalam pembelajaran matematika juga harus
memperhatikan salah satu faktor internal dari siswa yaitu kemampuan awal.
Pembelajaran akan berhasil dengan baik bila dimulai dari apa yang telah diketahui
oleh siswa, baik pengetahuan dan tingkah laku dalam arti luas prasyarat bagi
bahan pembelajaran berikutnya. Apabila siswa mempunyai kemampuan awal
xxiii
mengenai materi yang disampaikan, maka ia akan lebih cepat memahami konsep-
konsepnya dibanding dengan siswa yang tidak mempunyai kemampuan awal
tentang materi tersebut, karena didalam pelajaran terutama matematika terdapat
prasyarat tertentu yang harus dimiliki siswa untuk dapat mengikuti materi tertentu
dengan mudah. Dengan demikian, dalam model pembelajaran kooperatif tipe TAI
siswa yang memiliki kemampuan awalnya tinggi akan lebih mudah memahami
matematika sehingga dapat mencapai hasil belajar yang optimal.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang tersebut maka dapat diidentifikasi permasalahan
sebagai berikut:
1. Masih rendahnya prestasi belajar matematika, mungkin karena adanya kesan
siswa terhadap pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit dan
membosankan. Hal ini disebabkan pelajaran matematika banyak memuat
konsep-konsep dan prinsi-prinsip yang sukar dipelajari.
2. Masih rendahnya prestasi belajar matematika, mungkin karena kurangnya
minat siswa terhadap matematika.
3. Masih rendahnya prestasi belajar matematika, mungkin karena siswa kurang
motivasi dalam belajar matematika.
4. Masih rendahnya prestasi belajar matematika, mungkin karena masih banyak
guru yang menggunakan model pembelajaran konvensional dalam
menyampaikan materi pelajaran matematika sehingga pembelajaran
cenderung berpusat pada guru, sedangkan siswa pasif.
xxiv
5. Masih rendahnya prestasi belajar matematika, mungkin karena
kurang optimalnya penggunaan model pembelajaran terutama model
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) semisal TAI.
6. Masih rendahnya prestasi belajar matematika, mungkin karena kemampuan
awal siswa yang masih rendah.
C. Pembatasan Masalah
Mengingat berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti serta agar
penelitian ini dapat dilakukan dengan benar dan terarah, maka penelitian ini
hanya dibatasi dalam:
1. Pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan
pembelajaran konvensional.
2. Kemampuan awal siswa dalam penelitian ini dibatasi pada tes kemampuan
awal sebagai prasarat pada pokok bahasan himpunan, operasi hitung bilangan
bulat, dan persamaan linear dengan satu variabel yang telah dipelajari
sebelumnya akan menjadi dasar dalam mempelajari materi relasi dan fungsi
3. Prestasi belajar matematika yang dimaksud adalah hasil belajar matematika
siswa pada pokok bahasan Relasi dan Fungsi yang telah dicapai pada akhir
penelitian ini.
D. Rumusan Masalah
xxv
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan maalah tersebut maka
dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah prestasi belajar matematika siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan model kooperatif tipe TAI lebih baik dari siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan model konvensional ?
2. Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang
mempunyai kemampuan awal tinggi, kemampuan awal sedang ataupun yang
berkemampuan rendah ?
3. Manakah di antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan
pembelajaran konvensional yang menghasilkan prestasi belajar matematika
yang lebih baik jika ditinjau dari kemampuan awal siswa?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang diuraikan di atas, maka penelitian
ini mempunyai tujuan:
1. Mengetahui prestasi matematika pada siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI, apakah lebih baik dari pada
yang memperoleh pembelajaran konvensional.
2. Mengetahui prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai nilai
kemampuan awal tinggi, apakah lebih baik dari pada siswa yang mempunyai
kemampuan awal sedang ataupun rendah.
xxvi
3. Mengetahui diantara model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan
pembelajaran konvensional manakah yang memberikan prestasi belajar
matematika lebih baik jika ditinjau dari kemampuan awal siswa.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan sebagai
berikut:
1. Memberikan salah satu alternatif model pembelajaran matematika kepada
guru untuk dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI
dalam menyampaikan pelajaran matematika.
2. Memberikan informasi tentang perbedaan prestasi belajar pada siswa yang
mempunyai kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah
3. Sebagai masukan kepada kepala sekolah dalam upaya mengefektifkan
pembinaan para guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika,
karena banyak faktor yang mempengaruhi siswa dalam belajar matematika,
misalnya model pembelajaran yang digunakan oleh guru dan kemampuan
awal siswa, sehingga pihak sekolah dapat memfasilitasi sarana dan prasarana
yang mendukung keberhasilan pembelajaran matematika.
4. Sebagai bahan masukan bagi peneliti berikutnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
xxvii
1. Hakekat Belajar
Seseorang dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah terjadi
suatu perubahan, baik secara lahiriah ataupun bukan lahiriah. Seperti
dikatakan oleh Nana Sudjana (1996:5) yang menyatakan bahwa “ belajar
adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang ”.
Cronbach dalam Sumadi Suryabrata (2002:231) menyatakan bahwa,
“belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami; dan dalam
mengalami itu pelajar menggunakan panca inderanya”. Menurut Biggs dalam
Juliette D. G. Goldman (2002) mengatakan bahwa : “Pembelajaran adalah....
suatu cara saling berinteraksi dengan dunia”. Sedangkan Oemar Hamalik
(2000:60) menyatakan bahwa, “belajar (learning) merupakan proses
perubahan tingkah laku sebagai hasil daripada pengalaman dan latihan”.
Hilgard dan Bower dalam Ngalim Purwanto (1990:84) juga menyatakan
bahwa “belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang
terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang
berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak
dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan
atau keadaan-keadaan sesaat seseorang”.
Menurut Ngalim Purwanto (1900: 85) ciri-ciri belajar adalah :
a) Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku.
b) Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau
pengalaman.
11
xxviii
c) Untuk belajar, maka perubahan itu harus relatif baik.
d) Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut
berbagai aspek kepribadian baik fisik maupun psikis.
Dari uraian dan pendapat di atas, pada penelitian ini belajar adalah
suatu proses perubahan tingkah laku yang dialami seseorang malalui
serangkaian kegiatan seperti membaca, mengamati, mendengarkan dan lain
sebagainya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan dalam pengertian,
pemecahan masalah, keterampilan, kebiasaan ataupun sikap seseorang. Toeti
Soekamto (1997:8) menyatakan bahwa, “apabila seseorang telah belajar
sesuatu, maka ia akan berubah kesiapannya dalam hal menghadapi
lingkungannya”. Dengan demikian belajar adalah usaha untuk merubah
tingkah laku seseorang dari tidak yahu menjadi tahu, dari tidak mengerti
menjadi mengerti dan sebagainya. Perubahan tersebut tidak hanya berupa
perubahan ilmu pengetahuan belaka, namun dapat juga berupa kecakapan,
pengertian, keterampilan sikap, harga diri dan sebagainya yang menyangkut
segala aspek kehidupan seseorang termasuk pribadinya.
2. Hakekat Matematika
Terdapat banyak dijumpai definisi atau ungkapan pengertian
matematika, bahkan mungkin sebanyak tokoh yang mendefinisikan
matematika tersebut. Ada tokoh yang tertarik dengan perilaku bilangan, maka
ia melihat matematika dari sudut bilangan. Tokoh lain lebih mencurahkan
perhatian pada struktur-struktur, ia melihat matematika dari sudut pandang
xxix
struktur-struktur itu. Dengan kata lain tidak terdapat satu definisi tentang
matematika yang tunggal dan disepakati oleh semua tokoh atau pakar
matematika.
Menurut Rotman dalam Brent Davis (2003) bahwa "Matematika
adalah suatu aktivitas, suatu praktek . Sedang Ebbutt dan Straker dalam
Depdiknas (2006:3-6) mendefinisikan matematika sebagai berikut :
a) Matematika sebagai pola penelusuran pola dan bilangan
b) Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan
penemuan.
c) Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving)
d) Matematika sebagai alat berkomunikasi.
Sedangkan materi pelajaran matematika diklasifikasikan sebagai
berikut: (a) fakta (facts), (b) pengertian (concepts), (c) keterampilan
penalaran, (d) keterampilan algoritmik, (e) keterampilan menyelesaikan
masalah matematika (problem solving) dan (f) keterampilan melakukan
penyelidikan (investigation).
Menurut Soehardjo (1992:12) matematika dapat digambarkan sebagai
suatu kumpulan sistem yang tiap-tiap sistem itu mempunyai struktur atau
urutan, interelasi dari pengetahuan atau operasi-operasi sendiri yang tersusun
secara deduktif. Matematika berkenaan dengan pikiran berstruktur yang
relasi-relasi operasinya maupun hubungan-hubungannya diatur secara logis.
xxx
Hal ini berarti matematika bersifat sangat abstrak yaitu berkenaan dengan
konsep, prinsip abstrak dan penalaran.
Gagne dalam Soehardjo (1992:12) menyatakan bahwa obyek
penelaahan matematika adalah fakta, keterampilan (operasi matematika),
konsep dan prinsip atau aturan-aturan. Obyek penelaahan ini menggunakan
simbol-simbol sebagai sarana untuk melakukan penalaran. Di bagian lain
Soehardjo (1992:13) juga berpendapat bahwa sistem matematika adalah
sistem deduktif yang dimulai dari memilih beberapa unsur yang tidak
didefinisikan yang disebut unsur-unsur penduhulu yang diperlukan sebagai
dasar komunikasi, kemudian ke unsur-unsur yang tidak didefinisikan dan
unsur-unsur yang didefinisikan tadi. Dengan demikian, matematika adalah
ilmu tentang pola keteraturan dan ilmu tentang struktur yang terorganisasi.
Menurut Herman Hudoyo (1988:3) simbolisasi dalam matematika
menjamin adanya komunikasi dam mampu memberikan keterangan untuk
membentuk suatu konsep baru. Konsep baru terbentuk karena adanya
pemahaman terhadap konsep sebelumnya sehingga matematika itu konsep-
konsepnya tersusun secara hierarkis.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika
berkenaan dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara
hierarkis dan penalarannya menggunakan sistem deduktif serta konsisten
dalam sistemnya.
3. Belajar Matematika
xxxi
Belajar matematika pada dasarnya merupakan proses yang diarahkan
pada suatu tujuan. Tujuan belajar matematika dapat dilihat dari kemampuan
seseorang memfungsionalkan materi matematika yang dipelajari, baik secara
konseptual maupun secara praktis. Secara konseptual dimaksudkan dapat
mempelajari matematika lebih lanjut, sedangkan secara praktis dimaksudkan
menerapkan matematika pada bidang-bidang lain.
Perubahan yang diakibatkan oleh proses belajar dapat ditunjukkan
dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pemahaman, perubahan
pengetahuan, sikap dan tingkah lak, keterampilan lain dan aspek-aspek lain
yang ada pada diri orangyang belajar. Seseorang belajar matematika jika pada
diri orang tersebut terjadi perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan
matematika. Misal, orang yang telah belajar matematika akan terjadi
perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dan mampu menerapkannya dalam
kehidupan nyata.
Robert M Gagne (Bell, 1981:108-109) mengungkapkan dalam belajar
matematika ada 2 objek yang dapat diperoleh siswa, objek langsung dan objek
tidak langsung. Objek tidak langsung antara lain, kemampuan menyelidiki dan
memecahkan matematika, mandiri (belajar, bekerja, dan lain-lain), bersikap
positif terhadap matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar.
Objek langsung ialah fakta, keterampilan, konsep, dan aturan.
1) Fakta
Fakta adalah objek matematika yang tinggal menerimanya, seperti
lambang bilangan, lambang sudut, dan notasi-notasi matematika lainnya.
xxxii
2) Keterampilan
Keterampilan adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar
dan cepat. Misalnya, membagi sebuah ruas garis menjadi dua buah ruas garis
yang sama panjang, melakukan pembagian cara singkat, membagi bilangan
dengan pecahan, menjumlahkan pecahan, membagi pecahan desimal.
3) Konsep
Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan
benda-benda (objek) ke dalam contoh dan noncontoh. Ambil contoh suatu
konsep ialah garis lurus. Dengan adanya konsep itu memungkinkan kita
memisahkan objek-objek; apakah objek itu garis lurus atau bukan.
4) Aturan
Aturan adalah objek yang paling abstrak. Aturan ini dapat berupa sifat,
dalil, dan teori. Contoh aturan ialah “Dua segitiga sama dan sebangun bila dua
sisi yang seletak dan sudut apitnya kongruen.
Menurut Jerome Bruner (Erman dkk, 2001:44-48) dalam teorinya
menyatakan bahwa belajar matematika akan berhasil jika proses pengajaran
diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam
pokok bahasan yang diajarkan, di samping hubungan yang terkait antara
konsep-konsep dan struktur-struktur.
Michael J. Lawson (2000:26) menyatakan bahwa “ tujuan utama dari
pendidikan matematika adalah untuk menemukan jalan yang memberikan
harapan siswa untuk melakukan banyak peranan dengan kecakapan,
xxxiii
mengadakan percobaan dengan atau menggunakan ide-ide secara matematis
dan prosedural yang dimasukkan dalam kurikulum sekolah.”
Sementara itu menurut Herman Hudojo (1988:6) seseorang dikatakan
belajar matematika bila dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang
mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku berkaitan dengan matematika
yang didapat dari usaha orang tersebut, dimana tingkah laku itu dapat diamati.
Dengan demikian pada penelitian ini belajar matematika adalah proses
yang dilakukan siswa untuk memperoleh pengetahuan matematika dimana
perlu diperhatikan objek-objek yang dipelajari dan penekanannya pada
pemahaman konsep dan struktur-struktur.
4. Prestasi Belajar Matematika
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai seseorang setelah melakukan
usaha untuk mendapatkan pengalaman atau kecakapan baru. Dengan demikian
maka prestasi belajar matematika dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai
oleh siswa (dapat berupa penguasaan atau ketrampilan) pada mata pelajaran
matematika. Prestasi belajar siswa dapat diketahui dengan melakukan evaluasi
belajar atau penilaian. Penilaian dalam hal ini tidak hanya dimaksudkan untuk
mengukur keberhasilan belajar tetapi juga untuk mengetahui seberapa jauh
pemahaman dan penguasaan terhadap materi atau pelajaran yang telah
dipelajari oleh siswa.
xxxiv
Dalam penelitian ini prestasi belajar matematika siswa diukur dengan
tes pada pokok bahasan Relasi dan Fungsi. Tes akan diberikan setelah materi
pada pokok bahasan Relasi dan Fungsi sudah diberikan kepada siswa.
5. Pendekatan Kontruktivisme
Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah salah satu
bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham kontruktivis. Konstruktivisme
adalah suatu pandangan bahwa siswa membina sendiri pengetahuan atau
konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada.
Dalam proses ini, siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang diterima
dengan pengetahuan yang ada untuk membina pengetahuan baru.
Menurut Sushkin (Isjoni, 2009:32) dalam teori konstruktivisme,
penekanan diberikan kepada siswa lebih daripada guru. Ini disebabkan
siswalah yang berinteraksi dengan bahan dan peristiwa dan memperoleh
kepahaman tentang bahan dan peristiwa tersebut. Justru itu siswa membina
sendiri konsep dan membuat penyelesaian kepada masalah. Oleh karena itu,
pembelajaran secara konstruktivisme merupakan pembelajaran yang berpusat
pada siswa. Guru berperanan sebagai fasilitator yang membantu siswa
membina pengetahuan dan menyelesaikan masalah.
Prinsip-prinsip konstruktivisme dalam pembelajaran menurut Driver
dan Bell (Isjoni, 2009:34) yaitu: (a) hasil pembelajaran tidak hanya tergantung
dari pengalaman pembelajaran di ruangan kelas, tetapi tergantung pula pada
pengetahuan siswa sebelumnya, (b) pembelajaran adalah mengkonstruksi
konsep-konsep, (c) mengkonstruksi konsep adalah proses aktif dalam diri
xxxv
siswa, (d) konsep-konsep yang telah dikonstruksi akan dievaluasi yang
selanjutnya konsep tersebut diterima atau ditolak, (e) siswalah yang
sesungguhnya paling bertanggung jawab terhadap cara dan hasil pembelajaran
mereka, dan (f) adanya semacam pola terhadap konsep-konsep yang
dikontruksi pelajar dalam struktur kognitifnya.
Dalam membentuk kepahaman siswa, pembelajaran secara
cooperative learning dapat digunakan untuk siswa paham tentang sesuatu
konsep dan ide yang lebih jelas apabila mereka terlibat secara langsung dalam
pembinaan pengetahuan baru. Proses mengingat akan lebih bermakna setelah
memahami sesuatu konsep, siswa akan dapat mengingat lebih lama konsep
tersebut, karena mereka terlibat secara aktif dalam mengaitkan pengetahuan
yang diterima dengan pengetahuan yang ada untuk membina pengetahuan
yang baru.
6. Pembelajaran Kooperatif
Istilah cooperative learning dalam pengertian bahasa Indonesia
dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Menurut Johnson & Johnson
(Isjoni, 2009:17) cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di
dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama
dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama
lain dalam kelompok tersebut.
Anita lie (2008:12) menyatakan bahwa sistem pengajaran yang
memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan
sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur di sebut sebagai sistem
xxxvi
pembelajaran gotong royong atau cooperative learning. Lebih jauh dikatakan,
cooperative learning hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok
atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai
tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada
umumnya terdiri dari empat orang sampai enam orang saja.
Sedangkan menurut Robert E. Slavin (2008:4) pembelajaran
kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para
siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu
sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif
diharapkan siswa dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan
berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu
dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
Beberapa ciri dari cooperative learning (Isjoni, 2009:20) adalah: (a)
setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung di
antara siswa, (c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya
dan juga teman-teman sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan
keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, dan (e) guru hanya
berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
Ada dua teori dalam pembelajaran kooperatif yang dapat menjelaskan
keunggulan pembelajaran kooperatif, yaitu teori motivasi dan teori kognitif
(Slavin, 2008:34).
a. Teori motivasi
xxxvii
Dalam kegiatan belajar motivasi sangat penting, karena motivasi
belajar tidak hanya mendorong atau membangkitkan individu untuk giat
dalam belajar tetapi dapat juga menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar
itu. Teori motivasi dalam pembelajaran kooperatif terutama memfokuskan
pada penghargaan atau struktur di mana para siswa bekerja. Deutsch (Slavin,
2008:34) mengidentifikasikan tiga struktur tujuan, yaitu:
1) Kooperatif, yaitu usaha berorientasi tujuan dari tiap anggota untuk
memberi kontribusi pada pencapaian tujuan anggota yang lain.
2) Kompetitif, yaitu usaha berorientasi tujuan dari tiap anggota
menghalangi pencapaian tujuan anggota lainnya.
3) Individualistik, yaitu usaha berorientasi tujuan dari tiap individu tidak
memiliki konsekuensi apapun bagi pencapaian tujuan anggota lainnya.
Dari teori motivasi, struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah
situasi di mana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan
pribadi mereka adalah jika mereka bisa berhasil. Oleh karena itu, untuk
mencapai tujuan personal mereka, anggota kelompok harus membantu teman
satu timnya untuk melakukan apapun guna membuat kelompok mereka
berhasil, dan mungkin yang lebih penting mendorong anggota satu
kelompoknya untuk melakukan usaha maksimal. Dengan kata lain,
penghargaan kelompok yang didasarkan pada kinerja kelompok menciptakan
struktur penghargaan interpersonal di mana anggota kelompok akan
memberikan atau menghalangi pemicu-pemicu sosial (seperti pujian dan
xxxviii
dorongan) dalam merespon usaha-usaha yang berhubungan dengan tugas
kelompok.
b. Teori kognitif
Menurut Slavin (2008:36), teori kognitif menekankan pada pengaruh
dari kerja sama itu sendiri (apakah kelompok tersebut mencoba meraih tujuan
kelompok ataupun tidak). Terdapat dua kategori dalam teori kognitif, yaitu
teori perkembangan dan teori elaborasi kognitif.
1) Teori perkembangan
Asumsi dasar dari teori perkembangan adalah bahwa interaksi diantara
para siswa pada setiap kegiatan/tugas-tugas yang sesuai dapat meningkatkan
penguasaan konsep mereka. Vygotsky (Slavin, 2008:36) mendefinisikan
wilayah perkembangan paling dekat sebagai “jarak antara level perkembangan
aktual seperti yang ditentukan oleh penyelesaian masalah secara independen
dan level perkembangan potensial seperti yang ditentukan melalui
penyelesaian masalah dengan bantuan dari orang dewasa atau dalam
kolaborasi dengan teman yang lebih mampu”. Kegiatan kolaboratif di antara
anak-anak yang usianya sebaya lebih suka belajar di dalam wilayah
perkembangan paling dekat satu sama lain. Perilaku yang diperlihatkan di
dalam kelompok kolaborasi lebih berkembang daripada yang dapat mereka
tunjukkan sebagai individu.
Sementara menurut Piaget (Slavin, 2008:37), pengetahuan tentang
perangkat sosial-bahasa, nilai-nilai, peraturan, moralitas, dan sistem simbol
(seperti membaca dan matematika) hanya dapat dipelajari dalam interaksi
xxxix
dengan orang lain. Banyak penganut paham Piaget menyerukan untuk
meningkatkan penggunaan aktivitas kooperatif di sekolah. Karena interaksi di
antara siswa dalam tugas-tugas pembelajaran akan terjadi dengan sendirinya
untuk mengembangkan pencapaian prestasi siswa. Para siswa akan saling
belajar satu sama lain karena dalam diskusi mereka mengenai materi
pelajaran, konflik kognitif akan timbul, alasan yang kurang pas juga akan
keluar, dan pemahaman dengan kualitas yang lebih tinggi akan muncul.
2) Teori elaborasi kognitif
Penelitian dalam psikologi kognitif telah menemukan bahwa jika
informasi ingin dipertahankan di dalam memori dan berhubungan dengan
informasi yang sudah ada di dalam memori, orang yang belajar harus terlibat
dalam semacam pengaturan kembali kognitif, atau elaborasi dari materi
(Slavin, 2008:38). Sebagai contoh, menulis rangkuman atau ringkasan dari
pelajaran yang disampaikan guru adalah pelajaran tambahan yang lebih baik
daripada sekedar menyalin catatan, karena rangkuman atau ringkasan
menuntut para siswa untuk mengatur kembali materinya dan memilih bagian
yang penting dari pelajaran tersebut.
Salah satu cara elaborasi yang paling efektif adalah menjelaskan
materinya kepada orang lain. Dalam hal ini ada yang menjadi pembicara dan
pendengar, antara pembicara dan pendengar akan lebih banyak belajar.
Roger dan David dalam Anita lie (2008:31) mengatakan bahwa tidak
semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai
hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus
xl
diterapkan yaitu: (a) saling ketergantungan positif, (b) tanggung jawab
perseorangan, (c) tatap muka, (d) komunikasi antar anggota, dan (e) evaluasi
proses kelompok.
Pada dasarnya metode cooperative learning dikembangkan untuk
mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum
Ibrahim, et al (Isjoni, 2009:27), yaitu:
a) Hasil belajar akademik
Dalam cooperative learning meskipun mencakup beragam tujuan
sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting
lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa metode ini unggul dalam
membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang metode
ini telah menunjukkan, metode struktur penghargaan kooperatif telah dapat
meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang
berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang
berhubungan dengan hasil belajar, cooperative learning dapat memberi
keuntungan, baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang
bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
b) Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain metode cooperative learning adalah penerimaan secara
luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial,
kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi
peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja
xli
dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur
penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
c) Pengembangan ketrampilan Sosial
Tujuan penting ketiga cooperative learning adalah mengajarkan
kepada siswa ketrampilan bekerja sama dan kolaborasi. Ketrampilan-
ketrampilan sosial penting dimiliki siswa, sebab saat ini banyak anak muda
masih kurang dalam ketrampilan sosial.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan suatu bentuk pembelajaran yang di dalam pelaksanaan siswa
dibentuk tim kelompok-kelompok kecil yang merupakan percampuran
menurut latar belakang yang berbeda serta memberi kesempatan kepada siswa
untuk bekerja sama dalam kelompok kecil untuk menyelesaikan suatu
masalah melalui aktif mengemukakan pendapat, mendengarkan kelompok
lain, dan menerima perbedaan pendapat.
7. Team Assisted Individualization (TAI)
Menurut Slavin dan Cyntia Lake (2007: 26) model pembelajaran TAI
digunakan untuk mempelajari matematika pada siswa kelas 3 sampai kelas 6.
Tetapi Caroll Hall (2007: 6) menyatakan bahwa model pembelaran ini tidak
menutup kemungkinan digunakan pada kelas yang lebih tinggi. Seperti yang
dilakukan oleh Nichols dan Miller pada tahun 1994 pernah membandingkan
efek model pembelajaran TAI dengan model pembelajaran tradisional pada
siswa yang berumur 16 sampai 18 tahun.
xlii
Erman Suherman (2009) menyatakan bahwa model pembelajaran ini
memiliki karakteristik tanggung jawab belajar berada pada siswa. Sehingga,
siswa harus membangun pengetahuan sendiri dan tidak hanya menerima
bentuk jadi dari guru. Selain itu pola komunikasi guru-siswa adalah negosiasi
dan bukan imposisi-intruksi.
Hal senada diungkapkan oleh Slavin (2008: 186), tujuan dari model
pembelajaran TAI adalah untuk mengadaptasi pengajaran terhadap perbedaan
individu yang berkaitan dengan kemampuan awal siswa maupun pencapaian
prestasi siswa.
Ketika guru menyampaikan sebuah pelajaran atau materi kepada siswa
yang sangat heterogen sangat dimungkinkan ada sebagian siswa yang tidak
mempunyai syarat kemampuan untuk mempelajari pelajaram tersebut, dan
yang pasti siswa yang tidak mempunyai syarat kemampuan tersebut akan
gagal dalam memperoleh prestasi belajar yang maksimal. Sehingga hal ini
akan mengakibatkan pembelajaran tidak efisien dalam memanfaatkan waktu
mengajar.
Menurut Slavin (2008: 195 – 200), dalam pembelajaran TAI prinsip
yang harus diketahui dalam pengajarannya yaitu sebagai berikut:
1. Pengelompokan (Tim)
Peserta didik dibagi menjadi 4 sampai 5 anggota untuk tiap kelompok.
Tiap-tiap tim terdiri dari campuran antara siswa yang memiliki prestasi
tinggi, sedang, dan rendah; laki-laki dan perempuan dan siswa yang
xliii
memiliki perbedaan etnik. Kelompok siswa tersebut saling membantu
untuk menyelesaikan masalah yang diberikan guru.
2. Tes Penempatan
Siswa diuji dengan diberi tes pada awal pengajaran. Mereka
dikelompokkaan sesuai dengan poin yang mereka peroleh.
3. Bahan Kurikulum
Kebanyakan pengajaran dilakukan untuk memecahkan permasalahan
sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Adapun materi-materi tersebut
telah dibagi menjadi beberapa sub bagian yaitu:
a) Lembar kerja pengajaran menjelaskan kemampuan yang menjadi
induk dan memberikan langkah-langkah metode pemecahan masalah.
b) Tiap lembar kerja kemampuan terdiri dari 20 masalah, yang tiap-tiap
lembarnya mengenalkan bagian-bagian kemampuan yang akan
menunjukkan ke arah induk terakhir pada seluruh kemampuan.
c) Pengecekan yang terdiri dari 2 kelompok paralel yang terdiri dari 10
soal.
d) Tes akhir.
e) Lembar jawaban untuk lembar kemampuan, pengecekan, dan tes akhir.
4. Model kelompok belajar. Berdasarkan tes penempatan awal, siswa
dikelompokkan dalam kelompoknya dan mereka bekerja dalam
kelompknya dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a) Siswa dibentuk berpasangan dua atau tiga orang dalam satu kelompok
untuk mengerjakan lembar soal yang diberikan
xliv
b) Dalam pasangan tersebut siswa saling menukarkan lembar jawaban
dengan temannya.
c) Setiap siswa membaca lembar pengajarannya, dan bertanya pada teman
satu tim yang lebih mampu jika ada permasalahan atau meminta
bantuan guru jika perlu.
d) Siswa saling memeriksa lembar jawaban pasangannya.
e) Apabila ada permasalahan dalam mengerjakan lembar kemampuan,
siswa boleh bertanya kepada guru, apabila siswa masih belum bisa
menyelesaikan seluruh soal yang ada, siswa tidak diperbolehkan
melanjutkan ke tingkat soal berikutnya.
f) Setelah diperiksa oleh satu tim, siswa memonitor dari tim lain untuk
mendapatkan tes akhir.
5. Nilai Tim dan Pengenalan Tim
Pada ujung tiap-tiap minggu, guru menghitung nilai masing-masing tim.
Nilai ini didasarkan pada jumlah rata-rata dari masing-masing anggota tim
pada tes akhir. Kriteria yang dimunculkan untuk setiap pertunjukan dari
tim : kriteria tinggi ditujukan untuk tim yang menjadi superteam, kriteria
menengah diberikan untuk tim yang menjadi tim besar (greatteam),
kriteria rendah ditujukan untuk tim yang menjadi tim baik (goodteam).
Bagi tim yang menjadi superteam dan greatteam akan menerima
sertifikat.
6. Pengajaran Kelompok
xlv
Setiap hari, guru bekerja selama 5 sampai 15 menit dengan kelompok
kecil dari siswa, ketika guru bekerja dengan pengajaran kelompok, siswa
yang lain malanjutkan untuk bekerja pada timnya dengan individual.
7. Pekerjaan Kelompok
Pekerjaan rumah diberikan berdasarkan pada pengajaran kelompok yang
diajarkan
8. Tes Fakta
Peserta didik diberi tes fakta selama 3 menit, sebelumnya peserta didik
diberi lembar fakta untuk belajar dirumah guna persiapan tes selanjutnya.
9. Guru sekali-kali menghentikan pembelajaran individu dan mengajar
pelajaran yang diikuti oleh seluruh siswa.
10. Tim atau kelompok yang mendapatkan nilai tertinggi mendapatkan
hadiah.
8. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI
Langkah-langkah yang dilakukan guru dan siswa dalam pembelajaran
kooperatif tipe TAI adalah sebagai berikut:
1) Pengelompokkan (tim)
Tim dibagi menjadi 4-5 siswa yang mewakili seluruh bagian dari
kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan
etnisitas.
2) Tes Penempatan
Siswa diberikan tes pra-program ( Dalam hal ini mengambil nilai
tes kemampuan awal ). Mereka ditempatkan pada tingkat yang
xlvi
sesuai dalam program individual berdasarkan kinerja mereka
dalam tes ini.
3) Kelompok Pengajaran
§ Guru memberikan pengajaran kepada 2 atau 3 kelompok
kecil siswa yang terdiri dari siswa-siswa dari tim berbeda
yang tingkat pencapaian kurikulumnya sama.
§ Siswa menerima pengenalan konsep-konsepnya dalam
kelompok pengajaran sebelum mereka mengerjakan soal-
soalnya dalam unit-unit individual
§ Siswa yang lain mengerjakan soal-soalnya dalam unit-unit
individual.
4) Belajar Kelompok
§ Guru memberikan kepada para siswa untuk memulai
dalam unit matematika individual.
§ Siswa membentuk kelompok yang terdiri dari 2 atau 3
orang dalam tim mereka untuk melakukan pengecekan.
§ Para siswa membaca materi pembelajaran dan meminta
teman satu tim atau guru untuk membantu bila
diperlukan, selanjutnya memulai latihan kemampuan
dalam unit mereka.
§ Tiap siswa mengerjakan soal dalam latihan kemampuan
dan di cek oleh teman satu timnya, apabila menghadapi
xlvii
masalah untuk meminta bantuan dari timnya sebelum
meminta bantuan dari guru.
§ Apabila soal dalam latihan kemampuan sudah benar,
kemudian mengerjakan tes Formatif dan harus bekerja
sendiri sampai selesai. Seorang teman satu timnya akan
menghitung skor tesnya. Apabila skornya kurang dari 80,
maka guru akan dipanggil untuk membantunya.
§ Setelah tes Formatif ditandatangani oleh siswa pemeriksa
dari tim lain, selanjutnya siswa tersebut menyelesaikan tes
Unit.
§ Guru membantu siswa apabila diperlukan.
5) Nilai tim dan Pengenalan Tim
Guru menghitung nilai masing-masing tim. Nilai ini didasarkan
pada jumlah rata-rata dari masing-masing anggota tim pada tes
Unit. Kriteria tinggi (superteam, menengah (greatteam), rendah
(goodteam). Bagi tim yang menjadi superteam dan greatteam akan
menerima sertifikat.
9. Pembelajaran Konvensional
Konvensional sama artinya dengan tradisional. Tradisional berarti
sikap dan cara berfikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada
norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun.
Menurut Dimyati dan Mujiono (1999:77) metode pembelajaran
konvensional adalah suatu metode mengajar yang telah lama dan biasa
xlviii
digunakan oleh guru, misalnya dengan metode ceramah. Metode
pembelajaran konvensional adalah pembelajaran secara klasikal dengan
menggunakan metode pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru dalam
menyampaikan materi pelajaran pada siswa. Pembelajaran secara klasikal
adalah pembelajaran yang disampaikan guru kepada sejumlah siswa
tertentu secara serentak pada waktu dan tempat yang sama. Dalam sistem
pembelajaran klasikal, siswa cenderung pasif, kurang mempunyai
kesempatan untuk mengembangkan kreatifitas dan inisiatif, karena proses
pembelajaran lebih banyak didominasi oleh guru.
Dalam pembelajaran konvensional, pada awal pembelajaran
digunakan metode ceramah untuk menjelaskan materi pelajaran,
dilanjutkan metode tanya jawab dan pada akhir pembelajaran, guru
memberi tugas untuk diselesaikan siswa.
Metode konvensional lebih banyak menuntut keaktifan guru
daripada anak didik. Dalam metode mengajar yang tradisional, guru
mendominasi kegiatan belajar mengajar. Dalam mengajar guru langsung
membuktikan dalil dan menurunkan rumus. Guru memberikan contoh soal
dan dikerjakan pula sendiri oleh guru. Sementara itu siswa duduk dengan
rapi dan mengikuti guru dengan teliti. Proses belajar mengajar bersifat
monoton dan tidak variatif sehingga membosankan bagi siswa.
Dalam pembelajaran matematika metode konvensional disebut
metode ekspositori. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwoto (1997:75) yang
menyatakan “… cara mengajar matematika pada umumnya yang digunakan
xlix
guru adalah metode ekspositori…”. Russefendi (1980) menyatakan bahwa
metode ekspositori sama dengan metode ceramah, yaitu sifatnya sama-sama
memberikan informasi dan pembelajaran berpusat pada guru.
Menurut Nasution (2002:209) pembelajaran konvensional
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok kelas. Kelas sebagai
keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individu
2. Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, tugas tertulis,
dan media lain menurut pertimbangan guru.
3. Siswa umumnya bersifat pasif, karena yang utama adalah
mendengarkan uraian guru.
4. Kecepatan belajar siswa tergantung dari kecepatan guru mengajar.
5. Keberhasilan belajar siswa umumnya dinilai guru secara subyektif.
6. Guru berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan atau
sebagai sumber informasi/ pengetahuan.
Pembelajaran konvensional mempunyai kelebihan dan kelemahan
sebagai berikut:
1. Kelebihan
a. Dapat menampung kelas besar
b. Kemajuan anak berjalan teratur menurut tingkatan kelas.
c. Dapat disampaikan kepada siswa yang usia dalam satu kelas agak
bersamaan.
l
d. Buku-buku pelajaran dapat disesuaikan dengan taraf kesanggupan
kelas.
2. Kelemahan
a. Belajar sangat tidak efisien.
b. Siswa tidak dapat memilih apa yang dipelajari. Hal ini dikarenakan
siswa tidak dapat menemukan sendiri konsep yang diajarkan dan
siswa hanya aktif mencatat.
c. Siswa tidak dapat menggunakan teknik matematis atau ilmiah karena
siswa enderung belajar menghafal saja sehingga tidak
mengakibatkan timbulnya pengertian.
d. Siswa tidak dapat menyusun fakta dan mengambil keputusan.
e. Siswa tidak dapat memperoleh hasil yang maksimal karena
pengetahuan yang diperoleh cenderung lebih mudah terlupakan.
10. Kemampuan Awal
Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kesanggupan,
kecakapan atau kekuatan melakukan sesuatu (Poerwodarminto, 1984: 628).
Sedangkan awal dapat diartikan mula-mula atau permulaan
(Poerwodarminto, 1984: 66). Jadi kemampuan awal dapat diartikan
kesanggupan untuk melakukan sesuatu yang berasal dari permulaan.
Sedangkan menurut Winkel (2007: 52), keadaan awal dapat diartikan
sebagai kemampuan yang diperlukan untuk mencapai tujuan instruksional
(kemampuan awal/kemampuan prasyarat).
li
Menurut Winkel (2007: 149), pada awal proses belajar mengajar
siswa belum mempunyai kemampuan yang dapat dijadikan sebagai tujuan
dari interaksi antara guru dan siswa. Bahkan terdapat jarak pemisah antara
tingkah laku di awal kegiatan belajar mengajar dan di akhir kegiatan
belajar mengajar. Tetapi dengan adanya proses belajar mengajar dari guru
dapat menjembatani jurang pemisah tingkah laku tersebut.
Kemampuan awal sangat berpengaruh terhadap penguasaan materi.
Karena kemampuan awal merupakan suatu tolok ukur siswa untuk
mengetahui, memahami materi yang telah diajarkan dan dipelajari
sebelumnya. Seperti yang diungkapkan oleh Widiastuti (2003:10), salah satu
penyebab rendahnya prestasi belajar diantaranya adalah ada bagian-bagian
dalam tata urutan belajar yang belum dipahami oleh siswa sehingga ada
konsep matematika yang hilang.
11. Materi Pembelajaran Matematika
Materi yang dipilih dalam penelitian ini adalah Relasi dan Fungsi
untuk kelas VIII SMP/MTs semester gasal.
a) Standar Kompetensi : Memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan
persamaan garis lurus.
b) Kompetensi Dasar : Memahami konsep relasi dan fungsi serta
menentukan nilai fungsinya
c) Materi Pembelajaran : Relasi dan fungsi
lii
1) Menyatakan suatu relasi dengan kata-kata dan menyatakan masalah
sehari-hari yang berkaitan dengan relasi dan Menyatakan relasi
dengan diagram panah, diagram Cartesius, himpunan pasangan
berurutan
2) Menyatakan suatu masalah yang berkaitan dengan fungsi.
3) Menyatakan suatu fungsi yang berkaitan dengan masalah
korespondensi satu-satu
4) Menyatakan suatu fungsi dengan notasi dan Menghitung nilai fungsi
5) Menentukan bentuk fungsi jika nilai dan data fungsi diketahui
6) Menyusun tabel pasangan nilai peubah dengan nilai fungsi dan
Menggambar grafik fungsi pada koordinat Cartesius
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
1. Rokhana Setyaningrum, 2007. Dalam tesisnya yang berjudul Pengaruh
Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI Terhadap Hasil
Belajar Matematika Ditinjau Dari Minat Belajar Peserta Didik,
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI berpengaruh
pada peserta didik, artinya peserta didik yang mengikuti
pembelajaran dengan model kooperatif tipe TAI mempunyai hasil
belajar yang berbeda dari peserta didik yang mengikuti
pembelajaran secara konvensional.
liii
b. Minat belajar berpengaruh pada peserta didik, artinya peserta didik
dengan minat belajar tinggi mempunyai hasil belajar yang berbeda
dengan peserta didik dengan minat belajar sedang, dan rendah.
c. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran kooperatif tipe
TAI dan minat belajar peserta didik terhadap hasil belajar peserta
didik.
Persamaan hasil penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dengan
penelitian yang telah disebutkan di atas adalah: penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti dan penelitian yang telah disebutkan di atas
merupakan penelitian yang berjenis kuantitatif yang menitikberatkan pada
pengaruh penggunaaan model pembelajaran terhadap hasil belajar peserta
didik. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian diatas ditinjau dari Minat
Belajar peserta didik, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
ditinjau dari Kemampuan Awal siswa
2. Tri Unggul Suwarsi, 2008. Dalam tesisnya yang berjudul Eksperimentasi
Pembelajaran Kooperatif Teams Assisted Individualization dan Small-
Group Work Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Peserta Didik, diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
a. Terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara peserta didik
yang mengikuti pembelajaran peta konsep dengan menggunakan
kooperatif tipe TAI dengan peserta didik yang mengikuti
pembelajaran peta konsep dengan menggunakan Small-Group Work.
Pembelajaran melalui peta konsep dengan menggunakan kooperatif
liv
tipe TAI menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik
jika dibandingkan dengan pembelajaran peta konsep dengan
menggunakan Small-Group Work.
b. Tidak ada perbedaan prestasi belajar antara peserta didik dengan
aktivitas belajar tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan uji anava
dua jalan sel tak sama, diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat
perbedaan pengaruh aktivitas belajar peserta didik terhadap prestasi
belajar matematika peserta didik.
c. Tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan aktivitas
belajar matematika peserta didik. Hal ini berarti bahwa
pembelajaran peta konsep dengan menggunakan kooperatif tipe TAI
menghasilkan prestasi yang tidak lebih baik daripada peserta didik
yang mengikuti pembelajaran peta konsep dengan menggunakan
Small-Group Work baik untuk peserta didik yang mempunyai
aktivitas belajar tinggi, sedang, dan rendah.
Persamaan hasil penelitian dengan penelitian yang akan dilakukan
terletak pada penelitian yang berjenis kuantitatif yang menitikberatkan
pada Eksperimentasi penggunaaan model pembelajaran terhadap hasil
belajar peserta didik. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian diatas
ditinjau dari Aktivitas Belajar peserta didik dan membandingkan dua model
pembelajaran, yaitu model pembelajaran peta konsep dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe TAI dan Small-Group Work, sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti ditinjau dari Kemampuan Awal
lv
siswa dan membandingkan model pembelajaran TAI dengan model
pembelajaran konvensional.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan pada kajian teori yang telah diuraikan di atas maka
dapat dilihat bahwa prestasi belajar siswa merupakan indikasi keberhasilan
siswa dalam mencapai tujuan belajarnya. Siswa yang memperoleh prestasi
belajar tinggi menunjukkan bahwa siswa tersebut mampu mencapai tujuan
belajarnya, Sedangkan siswa yang memperoleh prestasi belajar rendah
menunjukkan bahwa siswa tersebut belum dapat mencapai tujuan belajar
yang diharapkan. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar,
diantaranya adalah model pembelajaran dan kemampuan awal siswa.
1. Kaitan pembelajaran dengan model TAI terhadap prestasi belajar
matematika siswa
Penggunaan model pembelajaran cukup besar pengaruhnya terhadap
keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Pemilihan model pembelajaran
yang tidak tepat dapat menghambat tujuan pembelajaran. Agar model
pembelajaran tepat maka guru harus mengetahui macam-macam model
pembelajaran dan dapat memilih salah satu model pembelajaran yang sesuai
dengan materi pada pokok bahasan yang diajarkan. Karena tidak ada
satupun model pembelajaran yang cocok untuk segala situasi maka dalam
menggunakan model pembelajaran harus mempertimbangkan beberapa hal,
lvi
diantaranya adalah kondisi siswa, tujuan pembelajaran, sarana dan
prasarana penunjang pembelajaran serta kemampuan guru.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI di dalam
proses pembelajaran diharapkan dapat mendorong siswa untuk lebih aktif
dalam memehami materi yang ada, karena dengan belajar secara
berkelompok siswa dituntut untuk bekerja sama dan bertanggung jawab
pada kelompoknya dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang
diberikan.
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI dikelompokkan
berdasarkan hasil tes penempatan, mereka dikelompokkan sesuai dengan
poin yang mereka peroleh. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI
pembelajaran dilakukan dengan kelompok-kelompok belajar dimana
kelompok tersebut merupakan kesatuan tim yang mempunyai tujuan yang
sama. Dengan pembentukan kelompok memudahkan siswa untuk belajar
bersama dan memecahkan permasalahan kelompok secara bersama. Dengan
kata lain, siswa yang memiliki prestasi rendah bisa diajari oleh siswa lain
yang mempunyai prestasi belajar lebih tinggi dan antar anggota kelompok
saling menguatkan kelompoknya, sehingga dengan pembelajaran seperti itu
memungkinkan siswa untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik
daripada pembelajaran secara konvensional.
2. Kaitan kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa
Pembelajaran dengan memperhatikan kemampuan awal siswa
berarti memanfaatkan kemampuan awal tersebut sebagai potensi yang
lvii
memang harus didayagunakan dalam proses pembelajaran. Proses berpikir
yang dilakukan siswa dalam mempelajari matematika yang ditunjang
dengan kemampuan awal yang tinggi, sedang, dan rendah akan berbeda
dalam pelaksanaan proses belajar. Dengan ditunjang kemampuan awal yang
tinggi, keaktifan siswa dalam belajar akan tetap tinggi dibanding dengan
yang sedang atau yang rendah. Maka hasil prestasi belajarpun bagi yang
memiliki kemampuan awal lebih tinggi akan lebih baik dibanding dengan
yang punya kemampuan awal sedang, atau rendah.
3. Kaitan model pembelajaran dan kemampuan awal siswa terhadap prestasi
belajar matematika siswa
Pembelajaran matematika dengan model TAI dan kemampuan awal
siswa dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Pembelajaran
dengan model TAI memudahkan siswa untuk belajar bersama dan
memecahkan permasalahan kelompok secara bersama sehingga dapat
memantapkan pemahaman siswa pada materi pelajaran matematika yang
nantinya berpengaruh pada pencapaian prestasi belajar matematika. Siswa
yang mempunyai kemampuan awal tinggi dalam pembelajaran matematika
dengan model TAI akan memperoleh prestasi belajar yang sama baiknya
dengan siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi dalam pembelajaran
konvensional. Sedangkan siswa yang mempunyai kemampuan awal sedang
dan rendah dalam pembelajaran model TAI, akan memperoleh prestasi
belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kemampuan awal
lviii
sedang dan rendah dalam pembelajaran matematika dengan model
konvensional.
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Prestasi belajar matematika siswa yang memperoleh model
pembelajaran menggunakan model TAI lebih baik daripada siswa yang
memperoleh model konvensional.
2. Prestasi belajar matematika pada siswa yang mempunyai kemampuan
awal tinggi lebih baik daripada siswa yang mempunyai kemampuan awal
sedang dan rendah.
3. Pada siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi dalam
pembelajaran matematika dengan model TAI akan memperoleh prestasi
belajar yang sama baiknya dengan siswa yang mempunyai kemampuan
awal tinggi dalam pembelajaran konvensional. Sedangkan siswa yang
mempunyai kemampuan awal sedang dan rendah dalam pembelajaran
model TAI, akan memperoleh prestasi belajar yang lebih baik daripada
siswa yang mempunyai kemampuan awal sedang dan rendah dalam
pembelajaran matematika dengan model konvensional.
lix
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Madrasa Tsanawiyah ( MTs ) Kabupaten
Klaten dengan subyek penelitiannya siswa kelas VIII semester gasal tahun
pelajaran 2009-2010. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada semester gasal,
mulai bulan Juli 2009 sampai dengan bulan Januari tahun 2010. Adapun jadwal
penelitiannya adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Jadwal Penelitian
Bulan No Kegiatan
Juli’09 Agt’09 Sept’09 Okt’09 Nop’09 Des’09 Jan’10
1. Penyusunan Proposal V - - - - - -
2. Seminar Proposal - V - - - - -
3. Sosialisasi Penelitian - V - - - - -
4. Pelaksanaan Penelitian - - V V V - -
5. Analisis data - - - - V V -
6. Penyusunan laporan - - - - - V V
7. Ujian - - - - - - V
B. Jenis Penelitian
lx
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental semu. Alasan digunakan
penelitian ekperimental semu adalah peneliti tidak mungkin mengontrol semua
variabel yang relevan. Seperti yang dikemukakan oleh Budiyono (2003:82),
“Tujuan ekperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan
perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang
sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan atau
memanipulasi semua variabel yang relevan”. Langkah dalam penelitian ini adalah
dengan cara mengusahakan timbulnya variabel-variabel dan selanjutnya dikontrol
untuk dilihat pengaruhnya terhadap prestasi belajar matematika sebagai variabel
terikat. Sedangkan variabel bebas dimaksudkan yaitu model pembelajaran dan
kemampuan awal siswa.
Sebelum memulai perlakuan, terlebih dahulu dilakukan uji keseimbangan
dengan mengunakan anava dua jalan dengan sel tak sama. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui apakah kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam keadaan seimbang
atau tidak. Data yang digunakan untuk menguji keseimbangan adalah nilai Ujian
akhir semester gasal kelas VII.
Pada akhir penelitian, kedua kelompok tersebut diukur dengan
mengunakan alat ukur yang sama yaitu soal-soal tes prestasi belajar matematika.
Hasil pengukuran tersebut dianalisis dan dibandingkan dengan tabel uji statistik
yang digunakan.
Penelitian ini mengunakan desain faktorial 2 x 3 dengan teknik analisis
varian (ANAVA), yaitu suatu desain penelitian yang digunakan untuk meneliti
pengaruh dari perlakuan pendekatan pembelajaran yang berbeda dari dua
lxi
kelompok yang dihubungkan dengan tinggi rendahnya kemampuan awal siswa
terhadap prestasi belajar matematika. Desain yang digunakan digambarkan dalam
bagan berikut:
Tabel 3.2. Desain Penelitian
Kemampuan Awal (B) Faktor B
Faktor A
Model Pembelajaran
Tinggi ( b1) Sedang ( b2 ) Rendah ( b3 )
TAI (a1) ab11 ab12 ab13
Konvensional (a2 ) ab21 ab22 ab23
Desain penelitian tersebut terbentuk matrik yang terdiri atas enam sel.
Secara umum setiap selnya dapat dijelaskan sebagai berikut : Model
Pembelajaran (A) dan Kemampuan Awal (B). Indek a1 menunjukkan Model
Pembelajaran TAI dan a2 Menunjukkan Model Pembelajaran konvensional,
sedang b1,b2, dan b3, menunjukkan kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah.
ab11 menunjukkan kelompok siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi
diberi perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran TAI. ab12 menunjukkan
kelompok siswa yang mempunyai kemampuan awal sedang yang diberi
perlakuakn dengan menerapkan model pembelajaran TAI. ab13 menunjukkan
kelompok siswa yang mempunyai kemampuan awal rendah yang diberi
perlakukan dengan menerapkan model pembelajaran TAI, ab21 menunjukkan
kelompok siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi diberi perlakuan
dengan menerapkan model pembelajaran konvensional. ab22 menunjukkan
lxii
kelompok siswa yang mempunyai kemampuan awal sedang yang diberi
perlakuan dengan model pembelajaran konvensional. ab23 menunjukkan
kelompok siswa yang mempunyai kemampuan awal rendah yang diberi
perlakukan dengan model pembelajaran konvensional.
C. Populasi, dan Sampel
1. Populasi
Menurut Suharsimi Arikunto (2002:115), ”Populasi adalah
keseluruhan subjek yang akan diteliti”. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri di Kabupaten Klaten kelas
VIII semester gasal tahun pelajaran 2009/2010. Banyaknya Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Negeri di Kabupaten Klaten adalah 11 MTs.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Teknik yang
digunakan dalam pengambilan sampel yaitu teknik cluster random sampling.
Menurut Budiyono ( 2003:37) sampling random kluster adalah sampling
random yang dikenakan berturut-turut terhadap sub-sub populasi. Sub-sub
populasi ini disebut kluster. Dalam pengambilan sampel dengan cara ini,
kluster-kluster yang ada dianggap homogen. Dari 11 Madrasah Tsanawiyah
(MTs) Negeri dipilih secara acak 3 MTs yang akan dijadikan tempat
penelitian. Selanjutnya pada tiap-tiap MTs yang terpilih, secara acak melalui
pengundian dipilih dua kelas untuk dijadikan kelompok eksperimen dan
kontrol, yaitu siswa kelas VIII A pada MTs Negeri Pedan, siswa kelas VIII A
lxiii
pada MTs Negeri Gantiwarno, dan kelas VIII B pada MTs Negeri Mlinjon
Filial Trucuk sebagai kelompok eksperimen, serta siswa kelas VIII B pada
MTs Negeri Pedan, siswa kelas VIII C pada MTs Negeri Gantiwarno, dan
siswa kelas VIII C MTs Negeri Mlinjon Filial Trucuk sebagai kelompok
kontrol.
Tabel 3.3. Sampel Penelitian
No Sekolah Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
1. MTsN Pedan VIII A VIII B
2. MTsN Gantiwarno VIII A VIII C
3. MTsN Mlinjon Filial Trucuk VIII B VIII C
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Identifikasi Variabel Penelitian
Untuk keperluan pengumpulan data, dalam penelitian ini terdapat tiga
variabel yaitu, dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel-variabel
itu adalah sebagai berikut :
a. Variabel Bebas
1) Model Pembelajaran
a) Definisi operasional : Model pembelajaran adalah cara
penyampaian bahan pelajaran pokok bahasan relasi dan fungsi
b) Indikator : Model pembelajaran TAI sebagai kelompok eksperimen
dan model pembelajaran konvensional sebagai kelompok control.
c) Skala pengukuran : Nominal
lxiv
d) Simbol : A
2) Kemampuan Awal
a) Definisi operasional : Kemampuan awal adalah keammpuan yang
di miliki oleh siswa sebelum mengikuti pelajaran matematika
pokok bahasan relasi dan fungsi berlangsung
b) Indikator : kemampuan awal siswa yang diukur menggunakan nilai
tes kemampuan awal sebagai prasyarat pada pokok bahasan
himpunan, operasi hitung bilangan bulat, dan persamaan linear
dengan satu variabel sebelum mempelajari materi relasi dan fungsi.
c) Skala pengukuran : skala interval yang diubah dalam skala ordinal
dengan klasifikasi : tinggi, sedang, dan rendah. Pembagiannya
sebagai berikut :
1) Kelompok tinggi dengan skor ≥ X + ½ s.
2) Kelompok sedang dengan skor X – ½ s < skor < X + ½ s.
3) Kelompok rendah dengan skor ≤ X – ½ s.
d) Simbol : B
b. Variabel Terikat
Variabel terikatnya dalam penelitian ini adalah prestasi belajar siswa.
1) Definisi operasional : prestasi belajar siswa yaitu prestasi yang berupa
kemampuan hasil belajar yang berupa skor atau angka yang diperoleh
siswa setelah mengikuti proses pembelajaran matematika pada pokok
bahasan Relasi dan Fungsi.
lxv
2) Indikator : berupa nilai tes prestasi belajar setelah memperoleh
perlakuan/pembelajaran.
3) Skala pengukuran : interval
4) Simbol : ABij (i = 1, 2 dan j = 1, 2, 3)
2. Metode Pengumpulan Data
a. Metode Dokumentasi
Budiyono (2003:54) berpendapat bahwa “metode dokumentasi
adalah cara pengumpulan data dengan melihatnya dalam dokumen-
dokumen yang telah ada.” Metode dokumentasi digunakan untuk
mengetahui kemampuan awal siswa, karena pokok bahasan relasi dan
pemetaan merupakan materi baru bagi siswa kelas VIII semester gasal.
Selain itu data tersebut digunakan untuk mengetahui apakah kelas
eksperimen dan kelas kontrol dalam keadaan seimbang atau tidak.
Data yang digunakan untuk mengetahui kemampuan awal yaitu tes
kemampuan awal sebagai prasyarat sebelum mempelajari materi relasi dan
fungsi sedangkan untuk menguji keseimbangan sebelum penelitian
dilakukan yaitu nilai Hasil Ujian Akhir Semester genap kelas VII, data
tersebut diambil dari lembar dokumen di sekolah.
b. Metode Tes
Menurut Budiyono (2003:54) metode tes adalah cara pengumpulan
data yang menghadapkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan atau suruhan-
suruhan kepada subyek penelitian.
lxvi
Tes dalam penelitian ini memuat tes kemampuan awal dan tes
prestasi belajar. Tes kemampuan awal sebagai prasarat pada pokok
bahasan himpunan, operasi hitung bilangan bulat, dan persamaan linear
dengan satu variabel diberikan sebelum pokok bahasan relasi dan fungsi
disampaikan, sedangkan tes prestasi belajar beberapa pertanyaan yang
berisi materi-materi pokok bahasan relasi dan fungsi, diberikan setelah
selesai pokok bahasan relasi dan fungsi sebagai tes prestasi belajar siswa.
Tes-tes tersebut berupa tes objektif/ pilihan ganda, setiap soal objektif
tersedia empat alternatif jawaban. Sebelumnya tes diuji cobakan di MTs
Muhammadiyah Trucuk.
3. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar mempermudah pekerjaannya dan hasilnya cermat,
lengkap, sistematis sehingga akan mempermudah dalam pengolahan data.
Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dengan cara
memberikan soal-soal tes pelajaran matematika pada pokok bahasan
himpunan, operasi hitung bilangan bulat, dan persamaan linear dengan satu
variabel untuk tes kemampuan awal siswa, sedangkan pokok bahasan relasi
dan fungsi untuk tes prestasi belajar. Instrumen tes kemampuan awal dan tes
prestasi belajar berupa tes objektif pilihan ganda. Tes kemampuan awal siswa
digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa tentang materi pokok
bahasan himpunan, operasi hitung bilangan bulat, dan persamaan linear
dengan satu variabel sedangkan tes prestasi belajar siswa dalam hal ini
lxvii
diberikan kepada siswa setelah siswa mendapatkan materi pelajaran tentang
pokok bahasan relasi dan fungsi.
Sebelum tes dibuat maka perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Menentukan tujuan, tujuan harus sesuai dengan standar
kompetensi dan kompetensi dasarnya.
2) Menyusun kisi-kisi, di dalam penyusunan kisi-kisi perlu
memperhatikan indikator dan harus terpenuhinya kompetensi
dasarnya.
3) Melakukan validasi isi
Menurut Budiyono (2003 : 58) suatu instrumen valid menurut
validitas isi apabila isi instrumen tersebut telah merupakan sampel
yang representatif dari keseluruhan isi hal yang akan diukur. Uji
validitas isi dalam penelitian ini dengan melakukan uji validitas
terhadap soal tes yang dibuat dengan substansi materi Peluang
serta kesesuaian dengan kisi-kisi yang dibuat untuk menguji
apakah isi tes sudah sesuai dengan isi kurikulum yang hendak
diukur. Agar tes hasil belajar mempunyai validitas isi, perlu
diperhatikan hal-hal berikut (Budiyono, 2003:58) :
a). Bahan uji harus dapat mengukur seberapa jauh tujuan
pembelajaran tercapai baik ditinjau dari materi maupun proses
belajar.
b) Titik berat bahan yang diujikan harus seimbang dengan titik
berat bahan yang diajarkan.
lxviii
c). Tidak diperlukan pengetahuan lain yang tidak diajarkan untuk
menjawab pertanyaan tes dengan benar.
Untuk menilai apakah instrumen tes mempunnyai validitas isi yang
tinggi, biasanya penilaian dilakukan oleh para pakar (experts
judgment). Dalam hal ini, para pakar menilai apakah kisi-kisi yang
dibuat oleh pembuat tes telah menunjukkan bahwa klasifikasi kisi-
kisi telah mewakili isi yang akan diukur. Langkah selanjutnya,
para penilai menilai apakah masing-masing butir tes yang telah
disusun cocok atau relevan dengan klasifikasi kisi-kisi yang
ditentukan.
4) Uji Coba
a) Uji Tingkat kesukaran butir soal
Soal yang baik adalah soal yang mempunyai tingkat kesukaran
yang memadai artinya tidak terlalu mudah dan tidak terlalu
sukar. Untuk menentukan tingkat kesukaran tiap-tiap butir tes
digunakan rumus:
sJB
P =
dengan :
P : Indeks kesukaran
B : Banyak peserta tes yang menjawab soal benar
Js : Jumlah seluruh peserta tes
(Suharsimi Arikunto,2005:208)
lxix
Kriteria yang digunakan adalah makin kecil indeks yang
diperoleh, maka soal semakin sulit. Sebaliknya, makin besar
indeks yang diperoleh, makin mudah soal tersebut. Kriteria
indeks kesukaran soal itu adalah sebagai berikut :
(1) 0 – 0,30 = soal kategori sukar
(2) 0,31 - 0,70 = soal kategori sedang
(3) 0,71 – 1,00 = soal kategori mudah
Dalam penelitian ini soal dianggap baik jika 0, 30 £ P < 0, 70.
b) Uji Daya Beda Butir Soal
Suatu butir soal dikatakan mempunyai daya pembeda jika
kelompok siswa yang pandai menjawab benar lebih banyak
dari kelompok siswa yang kurang pandai.
Untuk mengetahui daya beda suatu butir soal digunakan
rumus:
N
BBD ba
21
-=
Keterangan :
D : indeks daya pembeda untuk butir ke-i
Ba : 27 % responsi betul kelompok atas ( pandai )
Bb : 27 % responsi betul kelompok bawah ( bodoh )
N : Jumlah kelompok atas dan kelompok bawah
(Joesmani, 1988: 120)
Jika indeks daya pembeda untuk butir ke-i kurang dari 0,3
maka butir tersebut harus dibuang.
lxx
c) Uji Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas instrumen digunakan untuk menentukan bahwa tes
mempunyai keajegan atau keterandalan instrumen tes yang
akan digunakan dalam mengambil data kemampuan awal
ataupun data tentang hasil prestasi belajar siswa pada pokok
bahasan Peluang. Reliabilitas instrumen menggunakan rumus
dari Kuder-Richardson (KR-20) sebagai berikut:
÷÷ø
öççè
æ -÷øö
çèæ
-= å
2t
ii2
t11
s
qps
1nn
r
dengan :
11r : indeks reliabilitas instrumen
n : cacah butir instrumen
ip : proporsi cacah subjek yang menjawab benar pada butir
ke-i
iq : n2,...,1,i,p1 i =-
2ts : variansi total
(Budiyono, 2003:69)
Dalam penelitian ini disebut reliabel apabila indeks reliabilitas
yang diperoleh telah melebihi 0, 70 (r11 > 0, 70).
E. Teknik Analisis Data
1. Uji Keseimbangan
lxxi
Uji keseimbangan dilakukan untuk mengetahui apakah kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol dalam keadaan seimbang atau tidak sebelum
dikenai perlakuan. Untuk menguji keseimbangan antara kelompok kontrol dengan
eksperimen digunakan data kemampuan awal siswa yang berupa hasil Nilai Ujian
Semester Genap Kelas VII mata pelajaran matematika. Untuk mengetahuai uji
keseimbangan dengan menggunakan uji-t. Sedangkan prasyarat uji-t adalah sub-
sub populasi yang berdistribusi normal dan sub-sub populasi tersebut mempunyai
variansi yang sama (homogen). Prosedur uji-t adalah sebagai berikut :
a. Hipotesis
H0 : µ1 = µ2 (kedua kelompok berasal dari populasi yang berkemampuan awal
sama)
H1 : µ1 ≠ µ2 (kedua kelompok tidak berasal dari populasi yang berkemampuan
awal sama)
b. Taraf signifikasi : ά = 0,05
c. Statistik uji
( )
)2nt(n~11
s
t 21
21p
21 -++
-=
nn
XX
dengan :
t : t hitung
: X1 rata-rata dari sampel kelompok eksperimen
lxxii
: X 2 rata-rata dari sampel kelompok kontrol
n1 : ukuran sampel kelompok eksperimen
n2 : ukuran sampel kelompok eksperimen
sp2 : Variansi : sp
2 = 2n
)1()1(
21
222
211
-+-+-
nsnsn
d. Kriteria Uji
Daerah kritiknya adalah DK = ïþ
ïýü
ïî
ïíì
>-<÷øö
çèæ
÷øö
çèæ vv
ttatauttt;
2;
2
aa
e. Keputusan Uji
H0 diterima jika nilai statistik uji amatan t tidak berada pada daerah kritik
dan H0 akan ditolak jika nilai statistik uji amatan t berada pada daerah
kritik
(Budiyono, 2004:150)
2. Uji Prasyarat
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari
distribusi normal atau tidak. Karena data tidak dalam frekuensi data bergolong
maka digunakan metode Lilliefors, dengan prosedur uji sebagai berikut:
1. Hipotesis
H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berditribusi normal
2. Taraf Signifikansi ( ) 05,0=a
3. Statistik Uji
lxxiii
L = Maks |F(zi) – S(zi)|
dengan :
F(zi) : P(Z≤zi) ; Z ~ N(0,1)
zi : skor standar
iz = s
xx i - , (s adalah standar deviasi)
S(zi) : proporsi cacah Z ≤ zi terhadap seluruh cacah zi
xi : skor item
4. Daerah Kritik (DK)
DK = { L| L > L α ; n }
Dengan n adalah ukuran sampel pada masing-masing kelompok yaitu 115
untuk kelompok ekperimen, 112 untuk kelompok kontrol, 75 untuk
kelompok kelompok kemampuan awal rendah, 77 untuk kelompok
kemampuan awal sedang dan 77 untuk kelompok kemampuan awal tinggi.
5. Keputusan Uji
H0 ditolak jika Lhitung terletak di daerah kritik
6. Kesimpulan
a). Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika H0 diterima
b). Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika H0
ditolak.
(Budiyono, 2004:170-173)
b. Uji Homogenitas
lxxiv
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi penelitian mempunyai
variansi yang sama atau tidak. Untuk menguji homogenitas ini digunakan uji
Bartlett dengan prosedur uji sebagai berikut:
1) Hipotesis
H0 : σ12 = σ 2
2 = … = σ k2 (variansi populasi homogen/sama)
H1 : Tidak semua variansi sama (variansi populasi tidak homogen)
2) Taraf signifikasi : ά = 0,05
3) Ststistik uji
( )å-= 2jj
2 slogfRKG log fc
2,203 χ
dengan )1(~ 22 -kcc
dengan :
k = Banyaknya sampel
N = Banyaknya seluruh nilai
nj = ukuran sampel ke-j
fj = nj – 1 = derajat kebebasan untuk sj2 ; j = 1, 2, …, k
f = N – k = derajat kebebasan untuk RKG
c = 1 + ÷÷ø
öççè
æ-å ff j
111)-3(k
1;
RKG = rataan kuadrat galat = ;åå
i
i
f
SS
( )j
2
j2jj n
XXSS åå -=
4) Daerah kritiknya adalah DK = { })1;(222
-> kaccc , dengan k adalah banyaknya
populasi pada masing-masing uji.
5) Keputusan Uji
lxxv
H0 akan diterima jika nilai statistik uji amatan 2c tidak berada pada daerah
kritik dan H0 ditolak jika nilai statistik uji amatan 2c berada pada daerah
kritik
(Budiyono, 2004:176-178)
3. Uji Hipotesis
Untuk pengujian hipotesis digunakan analisis variansi dua jalan 2 x 3
dengan sel tak sama, dengan model sebagai berikut :
ijkijjiijk eabbam ++++= )(X
dengan :
ijkX = data ( nilai) ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j
µ = rerata dari seluruh data (rerata besar, grand mean)
ia = efek baris ke-i pada variabel terikat
jb = efek kolom ke-j pada variabel terikat
( )ijab = kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat
ijke = deviasi data Xijk terhadap rataan populasinya ( )ijµ yang berdistribusi
normal
i = 1, 2 dengan 1 = Pembelajaran model TAI
2 = Pembelajaran model konvensional.
j = 1, 2, 3 dengan 1 = kemampuan awal siswa tinggi
2 = kemampuan awal siswa sedang
3 = kemampuan awal siswa rendah
k = 1, 2 ,..., n; n = banyaknya data amatan pada setiap sel
lxxvi
(Budiyono, 2004:207)
Untuk Notasi dan Tata Letak adalak sebagai berikut :
Tabel 3.4. Tata Letak Penelitian
Kemampuan Awal Faktor B
Faktor A
Model Pembelajaran
b1 b2 b3
a1 ab11 ab12 ab13
a2 ab21 ab22 ab23
Keterangan :
A : Model Pembelajaran
B : Kemampuan Awal
a1 : Model Pembelajaran Kooperatif tipe TAI
a2 : Model Pembelajaran Konvensional
b1 : Kemampuan Awal Tinggi
b2 : Kemampuan Awal Sedang
b3 : Kemampuan Awal Rendah
Prosedur dalam pengujian dengan menggunakan analisis variansi dua
jalan dengan jalan sel tak sama, yaitu :
a. Hipotesis
Hipotesis-hipotesis yang diajukan pada bab II dapat
dikelompokkan menjadi tiga pasang hipotesis yang akan diuji
menggunakan analisis variansi dua jalan. Ketiga pasang hipotesis tersebut
adalah:
lxxvii
1) Hipotesis antar baris
H0A : αi = 0, untuk setiap i = 1, 2
(tidak ada perbedaan efek antara model pembelajaran
terhadap prestasi belajar matematika)
H1A : paling sedikit ada satu αi yang tidak 0, dengan i = 1, 2
(ada perbedaan efek antara model pembelajaran terhadap
prestasi belajar matematika)
2) Antar kolom
H0B : βj = 0, untuk setiap j = 1, 2, 3
(tidak ada perbedaan efek antara kemampuan awal siswa
terhadap prestasi belajar matematika)
H1B : paling sedikit ada satu βj yang tidak 0 untuk j = 1, 2, 3
(ada perbedaan efek antara kemampuan awal siswa
terhadap prestasi belajar matematika)
3) Hipotesis Interaksi antar baris dan kolom
H0AB : (αβ)ij = 0, untuk setiap i = 1, 2 dan j = 1, 2, 3
(Tidak ada interaksi antara model pembelajaran dan
kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar
matematika )
H1AB: paling sedikit ada satu (αβ)ij yang tidak 0, dengan i = 1,
2 dan j = 1, 2, 3
(ada interaksi antara model pembelajaran dan
kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar
lxxviii
matematika)
b. Taraf siginifkansi yang dipakai adalah α = 5%
c. Komputasi
1) Komponen jumlah kuadrat
( )n
XC
2å=
CXSS -= å 2
å=
i
ijy
h
n
pqn
Sedangkan untuk mencari komponen jumlah kuadrat adalah:
a) pqG 2
b) ( )å å å -=ij
ijij CXSS 2
c) q
Ai
iå 2
d) p
Bj
jå 2
e) ( )åij
ijAB 2
Keterangan:
G2 = Kuadrat jumlah rerata pengamatan semua sel.
Ai2 = Jumlah kuadrat rerata pangamatan pada baris ke i.
Bj2 = Jumlah kuadrat rerata pangamatan pada baris ke j.
lxxix
ABij2 = Kuadrat rerata pengamatan pada sel abij.
N = Jumlah cacah pengamatan semua sel.
2) Jumlah kuadrat
JKA = nh{c) – a)}
JKB = nh{d) – a)}
JKAB = nh{a) + e) – c) – d)}
JKG = b)
JKT = JKA + JKB + JKAB + JKG
3) Derajat kebebasan
dkA = p – 1
dkB = q – 1
dkAB = (p – 1) (q – 1)
dkG = N – pq
dkT = N – 1
4) Rerata kuadrat
RKA dkAJKA
=
RKB dkBJKB
=
RKAB dkABJKAB
=
RKG dkGJKG
=
d. Statistik uji
lxxx
Fa RKGRKA
=
Fb RKGRKB
=
Fab RKG
RKAB=
e. Daerah kritik
1) Daerah kritik untuk Fa adalah DK = {Fa │ Fa > Fα;(p–1),N–pq}
2) Daerah kritik untuk Fb adalah DK = {Fb │ Fb > Fα;(q–1),N–pq}
3) Daerah kritik untuk Fab adalah DK = {Fab │ Fab > Fα;(p–1)(q–1),N–pq}
f. Rangkuman analisis variansi
Tabel 3.5: Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan
Sumber JK Dk RK Fobs P
Baris (A) JKA p – 1 RKA Fa < α atau > α
Kolom (B) JKB q – 1 RKB Fb < α atau > α
Interaksi (AB) JKAB (p – 1) (q – 1) RKAB Fab < α atau > α
Galat JKG N – pq RKG - -
Total - N – 1 - - -
g. Keputusan uji
1) H0A akan diterima jika nilai statistik uji amatan Fa kurang atau sama
dengan dari Fα;(p–1),N–pq.
2) H0B akan diterima jika nilai statistik uji amatan Fb kurang atau sama
dengan dari Fα;(q–1),N–pq.
3) H0AB akan diterima jika nilai statistik uji amatan Fab kurang atau sama
dengan dari Fα;(p–1)(q–1),N–pq.
lxxxi
(Budiyono, 2004: 211-213).
4. Uji Komparasi Ganda
Untuk uji lanjut pasca anava, digunakan metode scheffe’ untuk anava dua jalan.
Langkah-langkah dalam menggunakan Metode Scheffe’ adalah sebagai berikut.
a) Mengidentifikasi semua pasangan komparasi rerata.
b) Merumuskan hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi tersebut.
c) Menentukan taraf signifikansi ( )a = 0,05.
d) Mencari harga statistik uji F dengan rumus sebagai berikut :
1) Komparasi rataan antar kolom
Uji Sceffe’ untuk komparasi rataan antar kolom adalah:
( )
÷÷ø
öççè
æ+
-=-
.j.i
2.j.i
.j.i
n1
n1
RKG
XXF
dengan:
.j.iF - = nilai Fobs pada pembandingan baris ke-i dan baris ke-j
.iX = rataan pada baris ke-i
.jX = rataan pada baris ke-j
RKG = rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan
analisis variansi
.in = ukuran sampel baris ke-i
.jn = ukuran sampel baris ke-j
Daerah kritik untuk uji itu ialah: DK = { F | F > (p – 1)Fα; p – 1, N – pq }
2) Komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama
lxxxii
Uji Sceffe’ untuk komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama
adalah sebagai berikut.
( )
÷÷ø
öççè
æ+
-=-
kjij
2kjij
kjij
n1
n1
RKG
XXF
dengan:
kjijF - = nilai Fobs pada pembandingan rataan pada sel ij dan rataan
pada sel kj
ijX = rataan pada sel ij
kjX = rataan pada sel kj
RKG = rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis
variansi
ijn = ukuran sel ij
kjn = ukuran sel kj
Daerah kritik untuk uji itu ialah: DK = { F | F > (pq – 1)Fα; pq – 1, N – pq }
3) Komparasi rataan antar sel pada baris yang sama
Uji Sceffe’ untuk komparasi rataan antar sel pada baris yang sama
adalah sebagai berikut.
( )
÷÷ø
öççè
æ+
-=-
ikij
2ikij
ikij
n1
n1
RKG
XXF
Daerah kritik untuk uji itu ialah: DK = { F | F > (pq – 1)Fα; pq – 1, N – pq}.
e) Menentukan keputusan uji untuk masing komparasi ganda.
lxxxiii
d) Menentukan kesimpulan dari keputusan uji yang sudah ada.
(Budiyono, 2004:214-221)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Uji Coba Instrumen
Berikut ini akan disajikan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di
MTs N Pedan, MTs N Gantiwarno dan MTs N Mlinjon filial Trucuk kelas VIII
semester gasal tahun ajaran 2009/2010. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini berupa tes kemampuan awal dan tes prestasi belajar matematika
pokok bahasan relasi dan fungsi. Sebelum instrumen digunakan, terlebih dahulu
dilakukan penelaahan instrumen dengan menguji cobakan terlebih dahulu
kemudian dilakukan analisis. Adapun hasil penelaahan dan analisis instrumen
adalah sebagai berikut:
1. Instrumen Tes Kemampuan Awal
a. Validitas isi
Sebelum diujicobakan, instrumen tes kemampuan awal terlebih dahulu
diuji validasi isi oleh validator untuk mengetahui apakah isi instrumen tersebut
telah merupakan sampel yang representatif dari keseluruhan isi hal yang diukur.
Uji validasi pada tes prestasi belajar dilakukan oleh dua orang validator yaitu
Sudaryono, M. Pd yang merupakan pengurus MGMP SMP Kabupaten Klaten, dan
Edi Supraptana, S.Pd guru senior MTs N Pedan. Berdasarkan uji validasi isi yang
lxxxiv
dilakukan oleh validator diperoleh hasil bahwa semua item soal pada instrumen tes
kemampuan awal adalah valid. (lihat pada Lampiran 5)
b. Reliabilitas
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan terhadap soal tes
kemampuan awal yang terdiri dari 40 butir soal yang diujicobakan menunjukkan
bahwa soal tes tersebut memiliki indeks reliabilitas r11= 0,72 yang berarti
instrumen tes kemampuan awal reliabel.(lihat pada Lampiran 9)
c. Daya Pembeda
Daya pembeda masing-masing butir soal dilihat dari korelasi antara skor
butir-butir tersebut dengan skor totalnya. Jika indeks daya pembeda untuk butir ke-
i kurang dari 0,30 maka butir soal tersebut tidak dipakai. Dari 40 butir soal tes
kemampuan awal yang mempunyai indeks daya pembeda kurang dari 0,30 ada 10
butir soal yaitu nomor 2,4,5,15,17,19,27,33,36, dan 38. Sehingga ada 30 butir soal
yang dipakai. (lihat pada Lampiran 9)
d. Tingkat Kesukaran
Berdasarkan hasil perhitungan dari jumlah soal 40 butir diperoleh
sebanyak 5 soal dengan tingkat kesukaran tinggi, 30 soal dengan tingkat kesukaran
sedang, dan 5 soal dengan tingkat kesukaran rendah (lihat pada Lampiran 9)
Berdasarkan hasil uji coba di atas, dari 40 butir soal yang diujicobakan
ada 10 butir soal yang tidak dapat dipakai karena indeks p ≥ 0,30 (tingkat
kesukarannya tinggi) yaitu nomor 15,17,33,36,38 dan p > 0,70 (tingkat
kesukarannya terlalu mudah) yaitu nomor 2,4,5,19,27. Jadi butir soal nomor :
2,4,5,15,17,19,27,33,36, dan 38 tidak dipakai untuk tes kemampuan awal.
lxxxv
Sehingga instrumen tes kemampuan awal siswa terdiri dari 30 butir soal. (lihat
pada Lampiran 4)
2. Instrumen Tes Prestasi Belajar
a. Validitas isi
Sebelum diujicobakan, instrumen tes prestasi belajar matematika terlebih
dahulu diuji validasi isi oleh validator untuk mengetahui apakah isi instrumen
tersebut telah merupakan sampel yang representatif dari keseluruhan isi hal yang
diukur. Uji validasi pada tes prestasi belajar dilakukan oleh dua orang validator
yaitu Sudaryono, M. Pd yang merupakan pengurus MGMP SMP Kabupaten
Klaten, dan Edi Supraptana, S.Pd guru senior MTs N Pedan. Berdasarkan uji
validasi isi yang dilakukan oleh validator diperoleh hasil bahwa semua item soal
pada instrumen tes prestasi belajar adalah valid. (lihat pada Lampiran 8)
b. Reliabilitas
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan terhadap soal tes prestasi
yang terdiri dari 30 butir soal yang diujicobakan menunjukkan bahwa soal tes
tersebut memiliki indeks reliabilitas r11= 0,78 yang berarti instrumen tes prestasi
belajar matematika reliabel.(lihat pada Lampiran 10)
c. Daya Pembeda
Daya pembeda masing-masing butir soal dilihat dari korelasi antara skor
butir-butir tersebut dengan skor totalnya. Jika indeks daya pembeda untuk butir ke-
i kurang dari 0,30 maka butir soal tersebut tidak dipakai. Dari 30 butir soal tes
prestasi belajar yang mempunyai indeks daya pembeda kurang dari 0,30 ada 5
lxxxvi
butir soal yaitu nomor 1, 6, 12, 23, dan 28. Sehingga ada 25 butir soal yang
dipakai. (lihat pada Lampiran 10)
d. Tingkat Kesukaran
Uji tingkat kesukaran digunakan rumus dari Suharsimi Arikunto.
Berdasarkan hasil perhitungan dari jumlah soal 30 butir diperoleh sebanyak 4 soal
dengan tingkat kesukaran tinggi, 25 soal dengan tingkat kesukaran sedang, dan 1
soal dengan tingkat kesukaran rendah (lihat pada Lampiran 6)
Berdasarkan hasil uji coba di atas, dari 30 butir soal yang diujicobakan ada
5 butir soal yang tidak dapat dipakai karena indeks daya beda < 0,3 (harus
dibuang) yaitu nomor 1, 6, 12, 23 dan 28, p ≥ 0,30 (tingkat kesukarannya tinggi)
yaitu nomor 1, 12, 23, 28, dan p > 0,70 (tingkat kesukarannya terlalu mudah)
yaitu nomor 6. Jadi butir soal nomor : 1, 6, 12, 23 dan 25 tidak dipakai untuk tes
prestasi belajar matematika. Sehingga instrumen prestasi belajar siswa terdiri dari
25 butir soal. (lihat pada Lampiran 7)
B. Deskripsi Data
Data dalam penelitian ini meliputi data skor kemampuan awal siswa dan
tes prestasi belajar siswa. Berikut ini akan diberikan uraian tentang data-data yang
diperoleh.
1. Data Skor Kemampuan Awal Siswa
Data tentang kemampuan awal siswa diperoleh dari hasil tes kemampuan
awal dikelompokkan dalam tiga kategori berdasarkan rata-rata dan standar deviasi
gabungan antara kelompok eksperimen dan kontrol. Hasil perhitungan rata-rata
lxxxvii
sama dengan 19,39 ; standar deviasi sama dengan 5, 76 dan ½ s sama dengan
2,88. Untuk skor yang dikategorikan tinggi adalah skor yang lebih dari 22,27 serta
skor yang dikategorikan sedang adalah skor dari 16,51 sampai 22,27 serta skor
yang dikategorikan rendah adalah skor yang kurang dari 16,51. Untuk kelompok
eksperimen terdapat 41 siswa termasuk kategori tinggi, 42 siswa termasuk
kategori sedang, dan 32 siswa termasuk kategori rendah; sedang untuk keompok
kontrol terdapat 34 siswa termasuk kategori tinggi, 35 siswa termasuk kategori
sedang dan 43 siswa termasuk kategori rendah. (Data selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 12).
2. Data Skor Tes Prestasi Belajar
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh deskripsi data sebagai berikut:
a) Pada kelompok eksperimen diperoleh skor tes prestasi belajar tertinggi sama
dengan 25; terendah sama dengan 8; rata-rata sama dengan18,29 dan standar
deviasi sama dengan 3,52
b) Pada kelompok kontrol diperoleh skor tes prestasi belajar tertinggi sama
dengan 29; terendah sama dengan 10; rata-rata sama dengan 16,13 dan
standar deviasi sama dengan 4,07.
(Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11)
C. Hasil Analisis Uji Keseimbangan
lxxxviii
Uji keseimbangan kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol menggunakan uji t dengan α = 0,05. Adapun hasil perhitungannya dapat
dilihat bahwa tobs = 0,068 sedangkan untuk ttabel = 1,960. Hal ini menyatakan
bahwa sampel pada kelas kontrol mempunyai kemampuan awal yang seimbang
dengan kelas eksperimen, karena tobs < ttabel.( Perhitungan terperinci pada
Lampiran 13)
D. Hasil Analisis Uji Prasyarat
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan metode Lilliefors
dengan taraf signifikansi 0,05. Rangkuman hasil uji normalitas tersebut
disajikan pada Tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1
Hasil Uji Normalitas
No Kelompok Lmaks L0,05;n Keputusan Uji
1 Eksperimen 0,055 0,083 H0 diterima
2 Kontrol 0,074 0,084 H0 diterima
3 Kemampuan Awal Tinggi 0,053 0,102 H0 diterima
4 Kemampuan Awal Sedang 0,080 0,101 H0 diterima
5 Kemampuan Awal Rendah 0,079 0,102 H0 diterima
Dari hasil uji normalitas yang terangkum dalam Tabel 4.1 diatas,
tampak Lmaks untuk setiap kelompok kurang dari L0,05;n berarti pada taraf
lxxxix
signifikansi 5% hipotesis nol untuk setiap kelompok diterima. Dengan
demikian disimpulkan bahwa data pada setiap kelompok berasal dari populasi
yang berdistribusi normal. (Perhitungan selengkapnya dapat dapat dilihat
pada Lampiran 14-18).
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan metode Bartlett
dengan taraf signifikansi 0,05. Uji homogenitas variansi dilakukan antara dua
kelompok data yaitu: (1) kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, (2)
kelompok kemampuan awal tinggi, kelompok kemampuan awal sedang
dengan kelompok kemampuan awal rendah. Rangkuman hasil uji
homogenitas tersebut disajikan pada Tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2
Hasil Uji Homogenitas Variansi Data
No Kelompok X2obs X2
0,05;(k-1) Keputusan Uji
1 Eksperimen vs Kontrol 0,265 3,841 H0 diterima
2
Kemampuan Awal Tinggi vs
Kemampuan Awal sedang vs
Kemampuan Awal Rendah
4,928 5,991 H0 diterima
Dari hasil uji homogenitas variansi data tes prestasi belajar siswa yang
terangkum dalam Tabel 4.2 diatas, tampak X2abs untuk setiap kelompok
kurang dari X20,05;(k-1) berarti pada taraf signifikansi 5% hipotesis nol untuk
setiap pasangan kelompok diterima. Dengan demikian disimpulkan bahwa
xc
variansi data pada setiap pasangan kelompok berasal dari populasi yang
variansinya sama (homogen). (Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 19,20).
E. Hasil Analisis Uji Hipotesis Penelitian
Prosedur uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis variansi
dua jalan dengan sel tak sama dengan taraf signifikansi 0,05. Tampilan hasil
pengolahan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 21. Rangkuman
hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama tersebut disajikan pada
Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.3
Data Amatan, Rataan dan Jumlah Kuadrat Deviasi
KA Rendah KA Sedang KA Tinggi
N 32 42 41
Σ X 583 771 749
X 18,22 18,36 18,27
Σ X2 11043 14679 14151
C 10621,53 14153,36 13682,95
Mod
el P
embe
laja
ran
TA
I
SS 421,47 525,64 468,05
N 43 35 34
Σ X 686 560 560
Mod
el
Pem
bela
jara
n
Kon
vens
iona
l
X 15,95 16,00 16,47
xci
Σ X2 11862 9554 9540
C 10944,09 8960,00 9223,53
SS 917,91 594,00 316,47
Dimana ( )
n
XC
2å= dan CXSS -= å 2
Tabel 4.4
Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan
Sumber JK dk RK Fobs Ftabel
Model Pembelajaran (A) 256,51 1 256,51 17,477 3.840
Kemampuan Awal (B) 3,12 2 1,56 0,106 3.000
Interaksi (AB) 3,361 2 1,68 0,114 3.000
Galat 3243,54 221 14,68 - -
total 3506,52 226 - - -
Berdasarkan hasil analisis variansi pada tabel rangkuman analisis variansi
diatas tampak bahwa:
a. Pada efek utama A (model pembelajaran), harga statistik uji Fa = 17,477 >
F(0,05;1;221) = 3,840, maka H0A ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan
pengaruh yang signifikan antara penerapan model pembelajaran TAI dan
model konvensional terhadap prestasi belajar matematika pada pokok bahasan
relasi dan fungsi siswa kelas VIII MTs kabupaten Klaten
xcii
b. Pada efek B (kemampuan awal siswa), harga statistik uji Fb = 0,106 < F
(0,05;2;221) = 3,000, maka H0B diterima. Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan
pengaruh yang signifikan antara tingkat siswa yang memiliki kemampuan
awal tinggi, sedang dan rendah terhadap prestasi belajar matematika pada
pokok bahasan relasi dan fungsi siswa kelas VIII MTs kabupaten Klaten.
c. Pada efek AB (Model pembelajaran dan tingkat kemampuan awal siswa),
harga statistik uji Fab = 0,114 < F(0,05;2;221) = 3,000, maka H0AB diterima. Hal
ini berarti tidak terdapat interaksi yang signifikan antara penggunaan model
pembelajaran dan kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar
matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi siswa kelas VIII MTs
kabupaten Klaten.
F. Hasil Uji lanjut Hipotesis
Uji pasca anava antar baris tidak perlu dilakukan. Hal ini dikarenakan
variabel pada model pembelajaran hanya ada dua nilai yaitu model
pembelajaran TAI dan Model Pembelajaran Konvensional. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa yang menggunakan model
pembelajaran TAI memiliki prestasi yang lebih baik jika dari pada siswa-
siswa yang diberi model konvensional. Hal ini dapat dilihat dari tabel sebagai
berikut:
Tabel 4.5
xciii
Rataan dan Rataan Marginal
Kemampuan Awal Model
Pembelajaran Tinggi Sedang Rendah
Rataan
Marginal
TAI 18,27 18,36 18,22 18,29
Konvensional 16,47 16,00 15,95 16,13
Rataan Marginal 17,37 17,18 17,09
G. Pembahasan Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Pertama
Berdasarkan uji anava dua jalan sel tak sama yang telah dilakukan
diperoleh bahwa Fa = 14,477 > 3,840 = Ftab. sehingga Fa terletak pada Daerah
Kritik atau dengan kata lain Fa merupakan anggota dari Daerah Kritik. Karena
Fa merupakan anggota Daerah Kritik maka H0A ditolak, hal ini berarti bahwa
terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi perlakuan dengan
model pembelajaran TAI dan siswa yang menggunakan Model Pembelajaran
konvensional.
Berdasarkan rataan marginal pada siswa yang diberi perlakuan dengan
model pembelajaran TAI adalah 18,29 sedangkan pada siswa yang diberi
perlakuan model konvensional adalah 16,13 sehingga dapat disimpulkan
bahwa prestasi belajar siswa-siswa yang menggunakan model pembelajaran
TAI memiliki prestasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa-siswa
yang menggunakan model pembelajaran konvensional.
xciv
2. Hipotesis Kedua
Berdasarkan analisis variansi dua jalan sel tak sama dengan α =0,05
diperoleh Fb= 0,106 < Ftabel = 3,000 sehingga Fb bukan anggota daerah kritik.
Akibatnya H0B diterima yang berarti kemampuan awal siswa yang
berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah memberikan efek yang sama
terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan relasi dan fungsi.
Diterimanya H0B mengandung pengertian bahwa siswa dengan
kategori kemampuan awal tinggi akan memiliki prestasi belajar yang sama
dengan siswa yang memiliki kemampuan awal sedang maupun rendah.
Hal tersebut dimungkinkan karena ketidakseriusan siswa pada saat
mengerjakan tes kemampuan awal atau bahkan siswa sudah lupa dengan
pelajaran kelas sebelumnya. Atau mungkin faktor guru yang kurang
menguasai materi. Selain itu juga mungkin sarana prasarana yang kurang
mendukung.
3. Hipotesis Ketiga
Berdasarkan analisis variansi dua jalan sel tak sama dengan α =0,05
diperoleh Fab= 0,114 < Ftabel = 3,000 sehingga Fab bukan merupakan anggota
Daerah Kritik. Akibatnya H0AB diterima yang berarti tidak ada interaksi antara
model pembelajaran dan kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar.
Hal ini berarti model kooperatif tipe TAI menghasilkan prestasi belajar
matematika yang lebih baik daripada pembelajaran dengan menggunakan
xcv
model konvensional baik untuk siswa yang mempunyai kemampuan awal
tinggi, sedang, maupun rendah.
Hal ini dikarenakan siswa kurang disiplin dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran, siswa tidak bersungguh-sungguh bahkan kurang serius dalam
mengerjakan tes kemampuan awal maupun tes prestasi. Atau mungkin faktor
guru yang kurang menguasai materi. Selain itu juga mungkin sarana prasarana
yang kurang mendukung.
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian teori, dan hasil analisis serta mengacu pada perumusan
masalah yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pembelajaran melalui Model kooperatif tipe TAI menghasilkan prestasi
belajar matematika yang lebih baik jika dibandingkan dengan model
pembelajaran Konvensional pada pokok bahasan relasi dan fungsi siswa Kelas
VIII MTs Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2009/2010.
2. Prestasi belajar siswa berkemampuan awal tinggi tidak lebih baik dari siswa
berkemampuan awal sedang, maupun siswa yang berkemampuan awal
xcvi
rendah pada pokok bahasan relasi dan fungsi siswa Kelas VIII MTs
Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2009/2010.
3. Pembelajaran model kooperatif tipe TAI menghasilkan prestasi belajar
matematika yang lebih baik daripada pembelajaran dengan menggunakan
model konvensional baik untuk siswa yang mempunyai kemampuan awal
tinggi, siswa yang berkemampuan awal sedang, maupun siswa yang
berkemampuan awal rendah pada pokok bahasan relasi dan fungsi siswa
Kelas VIII MTs Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2009/2010.
B. Implikasi
Berdasarkan pada kajian teori serta mengacu pada hasil penelitian ini, maka
penulis menyampaikan implikasi yang berguna baik secara teoritis maupun secara
praktis dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika.
1. Implikasi Teoritis
Berdasarkan hasil penelitian , ternyata pembelajaran dengan menggunakan
model kooperatif tipe TAI menghasilkan prestasi yang lebih baik daripada model
konvensional. Hal tersebut berkenaan dengan beberapa hal diantaranya :
a. Model pembelajaran kooperatif tipe TAI memiliki kelebihan yaitu
adanya interaksi antara siswa melalui diskusi kelompok untuk
menyelesaikan masalah yang akan meningkatkan kemampuan siswa
baik yang berkemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah.
xcvii
b. Model pembelajaran kooperatif tipe TAI juga menekankan tugas
individu, sehingga siswa akan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya
sendiri.
2. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi guru dan calon
guru untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar dan membenahi dirinya
sehubungan dengan pembelajaran yang telah dilakukan dan prestasi belajar yang
telah dicapai. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat dikemukakan bahwa
untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan relasi dan fungsi
siswa kelas VIII MTs kabupaten Klaten dapat dilakukan melalui pembelajaran
dengan menggunakan model TAI dan meningkatkan kemampuan awal yang
dimiliki siswa. Model pembelajaran TAI dapat menjadi salah satu alternatif
dalam proses pemecahan masalah dan membantu meningkatkan kemampuan awal
serta pengembangan kreativitas belajar siswa.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan Impilkasi di atas maka ada beberapa saran
yang perlu untuk disampaikan, diantaranya :
1. Kepada guru matematika dan calon guru matematika hendaknya dapat
memilih model pembelajaran yang tepat sesuai dengan pokok bahasan yang
akan dipelajari sehingga dapat diperoleh peningkatan hasil prestasi belajar
yang signifikan dan menarik untuk dipelajari siswa yang mempunyai
kemampuan awal berbeda.
xcviii
2. Kepada guru matematika dan calon guru matematika penulis menyarankan
agar model pembelajaran kooperatif tipe TAI dapat dijadikan salah satu
alternatif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.
3. Untuk peneliti lain yang berminat menjadikan penelitian ini sebagai acuan
dalam penelitiannya maka dapat untuk memperluas kategori variabel
bebasnya sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie. 2008. Cooperative Learning : Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo
Bell, Frederick. H. 1981. Teaching and Learning Mathematics ( In Secondary School)
Second Edition Duboque. Lowa : Wn. C Brown Company Publioners Brent Davis, et al., 2003. Understanding Learning System : Mathematics Education
and Complexity Science, Journal for Research in Mathematics Education,Volume 34, Nomor. 2, Page 137-167.
Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press. ________. 2004. Statistika Dasar untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press. Depdiknas. 2006. Panduan Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Matematika.
Jakarta: Depdiknas – Dirjen Dikdasmen. Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Erman Suherman. 27 Mei 2009. Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi
Kompetensi Siswa. EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaya. Diunduh dari http://educare.e-fkipunla.net tanggal 25 Mei 2009.
Hall, Caroll. 2007. Case Study 2: An Evidence-Based Practice Review Report, A
Systematic Review Of The Effectiveness Of Cooperative Learning Approaches In Improving The Mathematics Achievement Of Students In Mainstream Secondary Schools. Journal UCL Doctorate in Educational & Child Psychology. Diunduh dari http://www.ucl.ac.uk pada tanggal 29 September 2009.
xcix
Herman Hudoyo. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud LPTK. Isjoni. 2009. Cooperative Learning: Mengembangkan Kemempuan Belajar
Berkelompok. Bandung: Alfabeta. Joesmani. 1988. Pengukuran dan Evaluasi dalam Pengajaran. Jakarta: Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Juliette D. G. Goldman, et al., 2002. Contructivist Pedagogies Of Interactivity On A
Cd-Rom To Enhance Academic Learning At A Tertiary Institution, International Journal of Education Technology,Volume 3, Number 1, Page 102-115.
Michael J. Lawson. 2000. Knowledge Connectedness in Geometry Problem Solving.
Journal for Research in Mathematics Education, Volume 31, Number 1, page 26-43
Nana Sudjana. 1996. CBSA Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo. Nasution. 1989. Didaklik Asas-Asas Mengajar. Bandung: Jermaas. Ngalim Purwanto. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Oemar Purwanto. 2000. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo. Purwoto. 1997. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Surakarta. UNS Press. Robinson, Ann. 1991. Cooperative Learning and the Academically Talented Student.
Journal The National Research Center On The Gifted And Talented (NRCTG/T) Volume 1, No 9106, Page 1-14, Desember 1991. Diunduh dari http://www.gifted.uconn.edu. tanggal 29 September 2009.
Rokhana Setyaningrum. 2007. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe TAI terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Minat Belajar Peserta Didik. Tesis. UNS, Surakarta.
Rusefendi. 1998. Pengantar Kepada Guru Membantu Mengembangkan
Kompetensinya untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Slavin, R. dan Cyntia Lake. 2007. Effective Programs In Elementary Mathematics: A
Best-Evidence Synthesis Version 1.2. John Hopkins: Best Evidence
c
Encyclopedia (BEE). Diunduh dari http://www.beeevidence.org pada tanggal 29 September 2009.
Slavin, R. 2008. Cooperative Learning, Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa
Media. Soehardjo. 1992. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Surakarta UNS Press.
Makalah Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Bidang Pendidikan III IPA FKIP Universitas Sebelas Maret.
Suharsimi Arikunto. 2005. Prosedur Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara. Sumardi Suryabrata. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Terry Wood. 1999. Creating a Context for Argument in Mathematics Class. Journal
for Research in Mathematics Education,Volume 30, Number 2, page 171-180
TIMSS. 9 Desember 2009. TIMSS 2007: International Mathematics Report. Diunduh
dari http://timss.bc.edu/TIMSS2007 tanggal 25 Mei 2009. Toeti Sukamto dan Udin Sarifudin Winata Putra. 1997. Teori Belajar dan Model-
Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka. Tri Unggul Suwarsi. 2008. Eksperimentasi Pembelajaran Kooperatif Teams Assisted
Individualization dan Small Group Work Ditinjau dari Aktivitas Belajar Peserta Didik Kelas VIII SMP Kota Surakarta Tahun Pelajaran 2008/2009. Tesis.UNS, Surakarta.
Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.
ci