Author
others
View
38
Download
1
Embed Size (px)
EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN BANGUN RUANG SISI
LENGKUNG DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL PESERTA DIDIK
KELAS IX SMP NEGERI KABUPATEN KLATEN
TAHUN PELAJARAN 2008 / 2009
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar
Magister Pendidikan Matematika
W i y a n a
S 850907125
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
P R O G R A M P A S C A S A R J A N A
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
ii
EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN BANGUN RUANG SISI
LENGKUNG DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL PESERTA DIDIK
KELAS IX SMP NEGERI KABUPATEN KLATEN
TAHUN PELAJARAN 2008 / 2009
Disusun oleh :
W i y a n a
S850907125
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Pada tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Mardiyana, M.Si Drs. Imam Sujadi, M.Si
NIP. 132046017 NIP. 132320663
Mengetahui
Ketua Progam Studi Pendidikan Matematika
Dr. Mardiyana, M.Si
NIP. 132046017
iii
EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN BANGUN RUANG SISI
LENGKUNG DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL PESERTA DIDIK
KELAS IX SMP NEGERI KABUPATEN KLATEN
TAHUN PELAJARAN 2008 / 2009
Disusun oleh :
W i y a n a
S850907125
Telah Disetujui dan Disyahkan oleh Tim Penguji
Pada Tanggal :
Jabatan Nama Tanda tangan
Ketua Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. ………………………..
Sekretaris Drs. Tri Atmojo K., M.Sc. Ph.D. ………………………..
Penguji 1. Dr. Mardiyana, M.Si.
2. Drs. Imam Sujadi, M.Si.
…………………………
…………………………
Surakarta,
Mengetahui
Direktur PPs UNS
Ketua Progdi. Pendidikan Matematika
Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D.
NIP: 131 472 192
Dr. Mardiyana, M.Si.
NIP: 132 046 017.
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya
Nama : Wiyana
N I M : S 850907125
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul EKSPERIMENTASI
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL
PESERTA DIDIK KELAS IX SMP NEGERI KABUPATEN KLATEN TAHUN
PELAJARAN 2008 / 2009 adalah betul-betul karya saya sendiri . Hal – hal yang
bukan karya saya dalam tesis tersebut ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, 9 Januari 2009
Yang membuat pernyataan
(Wiyana)
iv
MOTTO
1. “… niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat.” (Al Qur’an, Surat Al Mujaadilah, ayat 11).
2. “Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu
telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu
berharap.” (Al Qur’an, Surat Alam Nasyrah, ayat 6-8).
3. “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka mau mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri.” (Al Qur’an, Surat Ar-Ra’d, ayat 11).
v
PERSEMBAHAN
Tesis ini kupersembahkan untuk :
1. Bapak dan Ibu tercinta;
2. Istri dan anak-anakku;
3. Rekan-rekan seangkatan di
Prodi Pendidikan Matematika.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah. Puji syukur penulis dipanjatkan kehadirat Allah SWT ,
yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini. Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat
memperoleh gelar Magister Program Studi Pendidikan Matematika.
Mulai awal sampai akhir penulisan tesis ini, penulis banyak
mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan
terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :
1. Prof. Dr. dr. Much. Syamsulhadi, Sp.Kj, Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D, Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Dr. Mardiyana, M.Si, Dosen Pembimbing I dan Ketua Program Studi
Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta, yang dengan penuh kesabaran dan ketekunan dalam
memberikan bimbingan, arahan, nasehat, petunjuk dan saran-saran yang
sangat bermanfaat.
4. Drs. Imam Sujadi, M.Si, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan penuh serta dengan sabar memberikan arahan, petunjuk dan
kritik membangun sehingga tesis ini dapat saya selesaikan.
5. Kepala dinas pendidikan kabupaten Klaten, yang telah memberikan ijin
dalam penelitian ini.
6. Kepala SMP Negeri 3 Pedan, kepala SMP Negeri 2 Polanharjo, kepala
SMP Negeri 2 Wonosari dan kepala SMP Negeri 3 Manisrenggo
Kabupaten Klaten yang telah memberikan ijin dalam penelitian ini.
7. Guru Matematika kelas IX SMP Negeri 3 Pedan, SMP Negeri 2
Polanharjo, SMP Negeri 2 Wonosari dan SMP Negeri 3 Manisrenggo
Kabupaten Klaten yang telah membantu penelitian ini.
vii
8. Teman-teman mahasiswa yang telah memberikan motivasi dalam
menyelesaikan penelitian ini.
9. Bapak, ibu, istriku dan anak-anakku tercinta yang telah memberikan
dukungan penuh dalam menyelesaikan tesis ini.
Surakarta, 9 Januari 2009
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN PEMBIMBING ................... ii
PENGESAHAN TESIS ........................................................................ iii
PERNYATAAN .................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................ v
KATA PENGANTAR .......................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xiv
ABSTRAK ............................................................................................ xv
ABSTRACT .......................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................ 7
C. Pembatasan Masalah ............................................................... 8
D. Perumusan Masalah ................................................................ 8
E. Tujuan Penelitian ..................................................................... 9
F. Manfaat Penelitian ................................................................... 10
ix
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................... 12
A. Kajian Teori. ........................................................................... 12
1. Prestasi Belajar Matematika .......................................... 12
a. Pengertian Prestasi ................................................ 12
b. Pengertian Belajar .................................................. 12
c. Pengertian Matematika ........................................... 15
d. Pengertian Prestasi Belajar Matematika ................ 16
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar 16
2. Model Pembelajaran Langsung .................................... 18
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ............... 20
4. Kemampuan Awal Siswa .............................................. 25
B. Penelitian Yang Relevan ......................................................... 26
C. Kerangka Berpikir................................................................... 27
D. Hipotesis ................................................................................. 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 32
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 32
B. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian .................................. 33
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .............. 33
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasionalnya. .................. 35
E. Teknik Pengumpulan Data dan Penyusunan Instrumen. ........ 37
F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ...................................... 38
G. Uji Keseimbangan…………………………………………… 45
H. Teknik Analisis Data . ............................................................ 46
x
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................... 57
A. Hasil Uji Coba Instrumen ...................................................... 57
B. Deskripsi Data ....................................................................... 60
C. Uji Keseimbangan ................................................................. 63
D. Uji Persyaratan Analisis ........................................................ 63
E. Pengujian Hipotesis ............................................................... 65
F. Pembahasan Hasil Penelitian ................................................. 69
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ......................... 75
A. Kesimpulan ............................................................................ 75
B. Implikasi ................................................................................ 76
C. Saran ...................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 79
LAMPIRAN .......................................................................................... 82
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Langsung ................................ 19
Tabel 3.1 Waktu Penelitian ................................................................... 32
Tabel 3.2 Rancangan Penelitian ............................................................ 33
Tabel 3.3 Data Amatan, Rataan, dan Jumlah Kuadrat Deviasi ............. 50
Tabel 3.4 Rataan dan Jumlah Rataan .................................................... 51
Tabel 3.5 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan ............................. 54
Tabel 4.1 Rangkuman Analisis Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan
Awal ...................................................................................... 58
Tabel 4.2 Rangkuman Analisis Uji Coba Instrumen Tes Prestasi Belajar
Matematika ............................................................................ 59
Tabel 4.3 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika dan Skor Nilai
Kemampuan Awal Peserta didik .......................................... 61
Tabel 4.4 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan
Model Pembelajaran ............................................................. 61
Tabel 4.5 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan
Kemampuan Awal Peserta didik .......................................... 62
Tabel 4.6 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan
Gabungan antara Model Pembelajaran dan Kemampuan
Awal Peserta Didik ............................................................... 62
Tabel 4.7 Rangkuman Uji Normalitas ................................................... 64
xii
Tabel 4.8 Rangkuman Uji Homogenitas ............................................... 65
Tabel 4.9 Rangkuman Analisis Variansi ............................................... 66
Tabel 4.10 Rangkuman Keputusan Uji Komparasi Ganda ................... 68
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Hubungan Kelompok Asal dan Kelompok Ahli dalam
Jigsaw .............................................................................. 21
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian ................................ 30
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model Kooperatif
Tipe Jigsaw ....................................................................... 82
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model Langsung ..... 112
Lampiran 3. Kisi-kisi Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Awal ...... 147
Lampiran 4. Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Awal...................... 148
Lampiran 5. Kisi-kisi Uji Coba Instrumen Tes Prestasi Belajar
Matematika ....................................................................... 155
Lampiran 6. Uji Coba Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika ...... 156
Lampiran 7. Lembar Penelaahan Instrumen Kemampuan Awal dan
Tes Prestasi Belajar Matematika ...................................... 163
Lampiran 8. Uji Validitas dan Reliabilitas Tes Kemampuan
Awal dan Tes Prestasi Belajar Matematika ................. 171
Lampiran 9. Instrumen Tes Kemampuan Awal ..................................... 173
Lampiran 10. Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika ................... 179
Lampiran 11. Uji Keseimbangan .......................................................... 186
Lampiran 12. Data Penelitian dan Deskripsi Data ................................ 189
Lampiran 13. Uji Normalitas ................................................................ 198
Lampiran 14. Uji Homogenitas ............................................................. 234
Lampiran 15. Uji Anava dan Komparasi Ganda ................................... 237
Daftar Tabel .......................................................................................... 247
Ijin Penelitian (Surat Keterangan) ......................................................... 251
xv
ABSTRAK
Wiyana, S 850907125. 2008: Eksperimentasi Pembelajaran Bangun Ruang Sisi
Lengkung dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Ditinjau Dari
Kemampuan Awal Peserta Didik Kelas IX SMP Negeri Kabupaten Klaten
Tahun Pelajaran 2008/2009. Tesis, Surakarta: Program Studi Pendidikan
Matematika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta,
2008.
Tujuan penelitian ini adalah (1) peserta didik yang diberi pembelajaran
matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
mempunyai prestasi belajar lebih baik daripada peserta didik yang diberi
pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran langsung. (2)
peserta didik yang kemampuan awalnya tinggi lebih baik prestasi belajarnya
daripada peserta didik yang kemampuan awalnya sedang atau rendah, dan peserta
didik yang kemampuan awalnya sedang lebih baik prestasi belajarnya daripada
peserta didik yang kemampuan awalnya rendah. (3) peserta didik yang kemampuan
awalnya sedang, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
menghasilkan prestasi belajar lebih baik daripada menggunakan model pembelajaran
langsung. Di sisi lain, pada peserta didik yang kemampuan awalnya tinggi atau
rendah, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menghasilkan
prestasi belajar yang sama dengan menggunakan model pembelajaran langsung.
Populasi penelitian adalah peserta didik SMP Negeri Kabupaten Klaten kelas
IX semester I tahun pelajaran 2008/2009. Teknik pengambilan sampel penelitian
adalah Cluster Random Sampling. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan
data adalah tes kemampuan awal dan tes prestasi belajar matematika pada materi
pokok bangun ruang sisi lengkung dalam bentuk pilihan ganda. Sebelum tes
kemampuan awal dan tes prestasi belajar matematika digunakan terlebih dahulu
dilakukan uji coba instrumen. Pada uji coba tes prestasi belajar matematika diuji
tentang konsistensi, reliabilitas, indeks kesukaran dan daya beda. Sedangkan uji
coba instrumen tes kemampuan awal diuji tentang konsistensi dan reliabilitas. Hasil
uji coba instrumen diperoleh nilai uji reliabilitas dengan metode KR-20 pada tes
prestasi belajar matematika adalah 0,772 dan nilai uji reliabilitas pada tes
kemampuan awal adalah 0,742. Pengujian hipotesis menggunakan Anava dua jalan
dengan frekuensi sel tak sama, dengan taraf signifikan 5%. Sebelumnya dilakukan
uji prasyarat yaitu: uji keseimbangan menggunakan uji rerata t, uji normalitas
menggunakan uji Liliefors dan uji homogenitas menggunakan uji Bartlett. Hasil uji
prasyarat adalah antara model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan model
pembelajaran langsung adalah seimbang, sampel berasal dari populasi berdistribusi
normal dan homogen.
Hasil analisis Anava dua jalan menunjukkan: (1) Peserta didik yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan model
pembelajaran langsung mempunyai prestasi belajar matematika yang berbeda secara
signifikan (Fa = 22,549 dengan nilai Ftabel = 3,84); (2) Peserta didik dengan
kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah mempunyai prestasi belajar matematika
yang berbeda (Fb = 49,87 dengan nilai Ftabel = 3,00). Berdasarkan uji komparasi
xvi
ganda perbedaan tersebut adalah prestasi belajar matematika antara peserta didik
dengan kemampuan awal tinggi lebih baik daripada peserta didik dengan
kemampuan awal sedang dan rendah (F.1-.2 = 31,226 dan F.1-.3 = 105,474 dengan
Ftabel = 6,000), serta prestasi belajar matematika peserta didik dengan kemampuan
awal sedang lebih baik daripada peserta didik dengan kemampuan awal rendah (F.2-.3
= 19,193 dengan Ftabel = 6,000); (3) Prestasi belajar matematika pada masing-masing
model pembelajaran untuk setiap tingkat kemampuan awal adalah berbeda (Fab =
13,936 dengan nilai Ftabel = 3,00). Berdasarkan uji komparasi ganda perbedaan
tersebut adalah pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw antara peserta didik
yang berkemampuan awal tinggi, sedang dan rendah masing-masing mempunyai
prestasi belajar matematika yang berbeda (F11-12 = 23,131; F11-13 = 121,485 dan F12-13
= 32,917 dengan Ftabel = 11,05) dan pada model pembelajaran langsung hanya antara
peserta didik yang berkemampuan awal tinggi dengan rendah yang mempunyai
perbedaan prestasi belajar matematika (F21-22 = 8,345; F21-23 = 11,9647 dan F22-23 =
0,271dengan Ftabel = 11,05). Peserta didik dengan kemampuan awal tinggi dan
sedang mempunyai perbedaan prestasi belajar matematika antara model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan model pembelajaran langsung, tetapi
untuk kelompok kemampuan awal rendah antara model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw dengan model pembelajaran langsung tidak terdapat perbedaan prestasi
belajar (F11-21 = 34,680; F12-22 = 13,604 dan F13-23 = 2,108 dengan Ftabel = 11,05). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan :(1) Peserta didik yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw mempunyai prestasi
belajar matematika lebih baik daripada menggunakan model pembelajaran langsung
(.1X = 66,78; .2X = 60,53); (2) Peserta didik dengan kemampuan awal tinggi
mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik daripada peserta didik dengan
kemampuan awal sedang dan rendah, begitu juga peserta didik dengan kemampuan
awal sedang mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik daripada peserta
didik dengan kemampuan awal rendah (1.X = 72,60; 2.X = 63,03; 3.X = 55,57); (3).
Peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan
kemampuan awal tinggi mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik daripada
peserta didik dengan kemampuan awal sedang dan rendah begitu juga peserta didik
dengan kemampuan awal sedang mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik
daripada peserta didik dengan kemampuan awal rendah, sedangkan pada model
pembelajaran langsung peserta didik dengan kemampuan awal tinggi mempunyai
prestasi belajar matematika lebih baik daripada peserta didik dengan kemampuan
awal rendah tetapi peserta didik dengan kemampuan awal tinggi dengan sedang dan
kemampuan awal sedang dengan rendah mempunyai prestasi belajar matematika
tidak berbeda. Peserta didik yang mempunyai kemampuan awal tinggi dan sedang
yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memperoleh prestasi
belajar matematika lebih baik daripada yang mendapatkan model pembelajaran
langsung, sedangkan peserta didik yang mempunyai kemampuan awal rendah antara
yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan model
pembelajaran langsung memperoleh prestasi belajar matematika tidak berbeda (11X =
79,46; 12X = 67,75; 13X = 53,95; 21X = 65,56; 22X = 58,59; 23X = 57,33).
ABSTRACT
Wiyana, S 850907125. The Experimentation of Curved-Surface Space
Figures with the Cooperative Learning of Jigsaw Type Viewed from the
Initial Ability of the Students of State Junior Secondary Schools in Class IX
in Klaten Regency in the Academic Year of 2008/2009. Thesis: Surakarta, The
Graduate Program in Mathematics Education, Postgraduate, Sebelas Maret
University, Surakarta, 2008.
This research is aimed at finding out: (1) whether or not the students udents with
the cooperative learning model of Jigsaw type have better achievement in
Mathematics with the topic of Curved-Surface Figures than those taught with the
direct learning model; (2) whether there is a difference of achievement in
Mathematics with the topic of Curved-Surface Figures between the students
with the high, moderate, and low initial abilities; and (3) whether the
difference of achievement in Mathematics with the topic of Curved-Surface
Figures of each learning model is consistent with the students' each level of
initial abilities, and whether the difference of achievement in Mathematics with
the topic of Curved-Surface Figures of each level of initial abilities is
consistent with each learning model.
This research is an experimental one with a factorial design of 2 x 3.
Its population was all of the students of State Junior Secondary Schools in Grade
IX in Semester I in Klaten regency in the academic year of 2008/2009. Its
samples were taken through a Cluster Random Sampling technique. The
instruments used to gather its data were test of initial ability and that of
achievement in Mathematics with the topic of Curved-Surface Figures in
multiple choice questions. Prior to their use, the instruments were tested. The
former was tested in terms of consistency and reliability, and the latter
was tested in terms of consistency, reliability, difficulty index, and
difference index. The results of the test show that the reliability of the
former tested with an Alpa method was 0.742, whereas the reliability of the
latter tested with KR-20 was 0.772. The hypotheses of the research were tested
with a two-way Analysis of VariantsTANOVA) with an unequal cell at the
significance level of 5%. Beforehand, prerequisite tests were done. The tests
included balance test by using t average test, normality test by using Liliefors
test, and homogeneity test by using Bartlett test. The results of the
pre-requisite test show that the learning achievement in Mathematics
between the students with the cooperative learning model of Jigsaw type and
those with the direct learning model was balanced; the samples had a
normal population distribution; and the samples were from homogenous
population.
The results of analysis with the two-way ANOVA show the following: 1)
The students with the cooperative learning model of Jigsaw type and those with
the direct learning model have a significantly different learning achievement in
Mathematics (Fa = 22.549 with the value of F
table = 3.84). 2) The students with
the high, moderate, and low initial abilities have a significantly different
achievement in Mathematics (Fb = 49.87 with the value of F
tabl, = 3.00). Based
on the multiple comparison test, the difference indicates that the students with
the high initial ability have a better achievement in Mathematics than those with
the moderate and low initial abilities
xvii
(FI-2 = 31.226 and F1_3 = 105.474 with F
table = 6.000), and the students with the
moderate initial ability have a better achievement in Mathematics than those with the
low initial abilit ies (F2-3 = 19.193 and F with
Fmbl, = 6.000). 3) The learning
achievement in Mathematics between the students at each level of the initial abilities
for each type of the learning models is different (Fab = 13.936 with F table = 3.00).
Based on the multiple comparison test, the difference implies that in the cooperative
learning model of Jigsaw type, the students with the high, moderate, and low initial
abilities have a different learning achievement in Mathematics (F11_12 = 23.131; F11-13
= 121.485 and F12
.13 = 32.917 with
Ftable = 11.05), whereas in the direct learning
model, only the students with the high and low initial abilities have a different
learning achievement in Mathematics (F21-22 = 8.345;
F21-23 = 11.9647 and
F22-23 =
0.271 with Ft,,bi, = 11.05). In the cooperative learning model of Jigsaw as well as in
the direct learning model, the students with the high and moderate initial abilities
have a different learning achievement in Mathematics, but those with the low initial
ability do not have a different learning achievement in Mathematics (F11.21 = 34.680; F12-22 = 13.604 and
F13-23 = 2.108 with Ftabl,= 11.05).
Based on the results of the analysis, conclusions are drawn as follows: 1) The
students with the cooperative learning model of Jigsaw type have a better learning
achievement in Mathematics with the topic of Curved -Surface Figures than those
with the direct learning model (XI = 66.78; X2 = 60.53). 2) The students with the
high initial ability have a better achievement in Mathematics with the topic of
Curved-Surface Figures than those with the moderate and low initial abilities, and the
students with the moderate learning, ability have a better achievement in
Mathematics
with the topic of Curved-Surface Figures than those with the low initial ability (R I =
72.60; 31
2 = 63.03; and X3 = 55.57). 3) In the cooperative learning model of Jigsaw
type, the students with the high initial learning ability have a better achievement than
those with the moderate and low initial abilities, and the students with the moderate
initial abilities have a better achievement than those with the low initial abili ty.
Meanwhile, in the direct learning model, the students with the high initial ability
have a better achievement than those with the low initial ability, and the learning
achievement of the students with the high initial ability is not different from that of
the students with the moderate initial ability, and the learning achievement of the
students with the moderate initial ability is not different from that of the students
with low initial ability. The students with the high and moderate initial abilities who
used the cooperat ive learning model of J igsaw type have a better learning
achievement in Mathematics than those with the high and moderate initial abilities
who used the direct learning model, whereas the students with the low initial ability
who used the cooperative learning model of Jigsaw type do not have a different
learning achievement in Mathematics compared to those with the low initial abilities
who used the direct learning model (X 11 = 79.46; X
U = 67.75(~.3 ='153.95; X7.1
65.56; X;~2 8.59; X2_3 = 57.33).
xviii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan bagi manusia merupakan suatu hal yang sangat penting dan
perlu dilaksanakan, sebab dengan proses pendidikan ini manusia akan dapat
mengembangkan semua potensi yang dimiliki hingga akhirnya tercapai tingkat
dewasa. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang secara formal dan
sistematis mempunyai kurikulum atau program pendidikan untuk mengubah
peserta didik atau anak didiknya menjadi seorang yang mandiri dan dewasa sesuai
dengan target pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan. Dengan posisi
yang demikian itu, sekolah merupakan sebuah tempat sekaligus sistem pendidikan
yang sedikit atau banyak berperan dalam proses pembentukan individu menjadi
seorang yang mandiri dan dewasa sesuai dengan target pembelajaran yang telah
ditetapkan.
Dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional di Indonesia telah
ditetapkan dan dituangkan secara kongkret dalam Undang-Undang No. 20 tahun
2003 yang berbunyi: ”Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
2
Dalam pendidikan sekolah, untuk mengetahui keberhasilan proses
belajar mengajar dapat dilihat dari prestasi belajar yang dicapai oleh peserta didik.
Keberhasilan proses belajar mengajar tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor,
yang dapat digolongkan menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Yang termasuk dalam faktor internal antara lain: intelegensi, minat,
bakat, motivasi, aktivitas belajar dan sebagainya, sedangkan yang termasuk dalam
faktor eksternal misalnya: guru, bahan pelajaran, fasilitas belajar, metode
mengajar dan sebagainya.
Setiap jenjang pendidikan pada jalur sekolah dapat berperan serta dalam
menyiapkan SDM, mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi.
Dalam pembelajaran matematika, tugas seorang guru adalah menciptakan kondisi
pembelajaran yang dapat membangkitkan semangat belajar peserta didik,
sehingga peserta didik mempunyai ketrampilan, keberanian serta mempunyai
kemampuan dalam penguasaan matematika. Penekanan pembelajaran matematika
di sekolah harus relevan dengan kehidupan sehari-hari, supaya pelajaran
matematika yang diperoleh akan bermanfaat. Dengan demikian matematika akan
mempunyai peran yang penting bagi peserta didik untuk mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya hal ini akan berdampak dalam
menciptakan sumber daya manusia yang bermutu.
Matematika adalah salah satu materi pelajaran yang diajarkan mulai dari
jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Matematika merupakan ilmu
dasar yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu dan teknologi.
Di pihak lain, matematika selama ini dianggap momok oleh sebagian peserta
3
didik, bahkan ada peserta didik yang merasa takut, bosan dan tidak tertarik pada
mata pelajaran matematika, karenanya prestasi belajar matematika masih jauh dari
yang diharapkan. Prestasi belajar matematika peserta didik yang masih rendah
nampak pada persentase peserta didik yang dinyatakan tidak lulus dalam ujian
akhir nasional setiap tahunnya. Misalnya saja pada peserta didik SMP yang ada di
kabupaten Klaten. Seperti yang dikemukakan oleh Mulyadi (2008), bahwa
persentase yang tidak lulus peserta didik SMP kabupaten Klaten pada tahun
pelajaran 2006/2007 sebesar 3,32% dan pada tahun pelajaran 2007/2008 sebesar
4,13%. Hal ini nampak bahwa terjadi kenaikan persentase peserta didik SMP yang
tidak lulus di kabupaten Klaten. Artinya semakin banyak peserta didik yang
dinyatakan tidak lulus setiap tahun.
Menyadari pentingnya peranan matematika, baik dalam makna formal
yaitu penalaran dan pembentukan sikap pribadi peserta didik maupun dalam
makna material yaitu penguasaan, penerapan dan ketrampilan matematika, maka
sudah seharusnyalah proses pembelajaran matematika dan peningkatan prestasi
belajar matematika di setiap jenjang pendidikan perlu mendapat perhatian serius.
Oleh karena itu guru sebagai pendidik perlu mempersiapkan suatu model
pembelajaran yang terprogram agar peserta didik sebagai peserta didik
memperoleh pengalaman belajar yang lebih mantap.
Dalam pembelajaran matematika, selama ini model pembelajaran yang
banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran langsung. Hal ini
dilakukan karena sifat materi matematika itu sendiri, yaitu terstruktur. Artinya
dalam mempelajari konsep yang mendasarkan pengetahuan yang telah dimiliki
4
peserta didik. Agar pembelajaran dengan situasi peserta didik belajar ini dapat
tercapai, hendaknya guru dapat menggunakan model pembelajaran yang lebih
banyak melibatkan peserta didik. Sebagaimana diungkapkan oleh Soedjadi (1995:
12), betapapun tepat dan baiknya bahan ajar matematika yang ditetapkan belum
menjamin akan tercapainya tujuan pendidikan, dan salah satu faktor penting untuk
mencapai tujuan tersebut adalah proses mengajar yang lebih menekankan pada
keterlibatan peserta didik secara optimal.
Salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk meningkatkan prestasi
belajar peserta didik adalah melalui kreativitas yang dimiliki guru dalam memilih
model pembelajaran. Melalui kreativitas yang dimiliki oleh para guru, dan dengan
keinginan untuk selalu mencari model pembelajaran yang terbaik agar selalu
menarik minat dan motivasi peserta didik belajar, maka tujuan yang diharapkan
akan tercapai. Seperti yang dikemukakan oleh Cece Wijaya dan A. Tabrani
Rusyan (1994: 189), bahwa guru kreatif selalu mencari cara bagaimana agar
proses belajar mencapai hasil sesuai dengan tujuan serta berupaya menyesuaikan
pola-pola tingkah lakunya dalam mengajar dengan tuntutan pencapaian tujuan
dengan mengembangkan faktor situasi kondisi belajar peserta didik. Kreativitas
yang demikian memungkinkan guru yang bersangkutan menemukan bentuk-
bentuk mengajar yang sesuai, terutama dalam memberi bimbingan, rangsangan,
dorongan, dan arahan agar peserta didik dapat belajar secara aktif.
Model pembelajaran yang dapat menarik minat peserta didik dalam
belajar adalah dengan menempatkan peserta didik secara kelompok-kelompok.
Pembelajaran kelompok dapat meningkatkan peserta didik dalam berpikir kritis,
5
kreatif dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi. Pembelajaran yang dapat
mewujudkan hal tersebut adalah pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif (cooperatif learning) adalah model
pembelajaran di mana peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang
campur kemampuannya dan saling membantu satu sama lain (Mohamad Nur dan
Prima Wikandari, 2000: 25). Dalam menyelesaikan tugasnya, setiap anggota
kelompok saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan
pelajaran. Dalam hal ini belajar dianggap belum selesai apabila seorang anggota
dari kelompok belajar itu belum menguasai bahan pelajaran. Terdapat beberapa
tipe pembelajaran kooperatif, salah satu di antaranya model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe
pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok
yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan bagian materi tersebut kepada anggota lainnya dalam kelompok itu.
Menurut Anita Lie (1994: 75), jigsaw adalah merupakan salah satu tipe model
pembelajaran kooperatif yang fleksibel.
Penggunaan model pembelajaran kooperatrif tipe jigsaw dalam proses
pembelajaran pada materi pokok tertentu diduga lebih efektif dan efisien daripada
menggunakan model pembelajaran langsung. Hal ini disebabkan model
pembelajaran tipe jigsaw berdasarkan filsafat konstruktivisme, sehingga peserta
didik sendiri yang membangun pengetahuannya. Peserta didik diberi kemampuan
agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar, sedangkan guru
sebagai fasilitator membimbing peserta didik ke tingkat pengetahuan yang lebih
6
tinggi. Dengan demikian diharapkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw, pembelajaran lebih bermakna sehingga lebih meningkatkan pemahaman
peserta didik.
Selain model pembelajaran, masih banyak faktor lain yang
mempengaruhi prestasi belajar matematika peserta didik. Salah satunya adalah
kemampuan awal peserta didik. Kemampuan awal yang dimaksud adalah
kemampuan-kemampuan yang seharusnya sudah dikuasai oleh para peserta didik
sebelum proses pembelajaran pada materi pokok tertentu dimulai. Dengan
diperhatikannya kemampuan awal peserta didik, pembelajaran akan mampu
memanfaatkan kemampuan awal tersebut sebagai potensi yang harus
didayagunakan dalam proses pembelajaran. Dengan pemanfaatan potensi yang
ada, diharapkan prestasi belajar peserta didik dapat ditingkatkan secara optimal.
Kemampuan awal merupakan hal yang sangat penting dalam setiap
proses pembelajaran karena seseorang yang telah memiliki kemampuan awal yang
memadai berarti memiliki modal yang cukup untuk dapat digunakan dalam
mempelajari materi pokok tertentu. Kemampuan awal yang telah dimiliki dapat
dikaitkan dengan materi pokok baru yang akan dipelajari.
Berdasarkan latar belakang seperti diutarakan di atas, maka perlu
diadakan penelitian yang berkaitan dengan penggunaan model pembelajaran yang
sesuai dengan materi pokok tertentu. Di samping itu, dalam pembelajaran perlu
memperhatikan faktor kemampuan awal peserta didik.
7
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Sebagian besar guru dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan model
pembelajaran satu arah yaitu guru aktif sedangkan peserta didik pasif, padahal
ada beberapa topik bahasan dimana model tersebut kurang tepat untuk
diterapkan sehingga dimungkinkan rendahnya prestasi belajar matematika
peserta didik disebabkan karena kurang tepatnya pemilihan model
pembelajaran yang sesuai dengan topik bahasan tertentu. Oleh karena itu akan
diteliti apakah penggunaan model pembelajaran berpengaruh dalam
peningkatan prestasi belajar matematika peserta didik.
2. Pada umumnya prestasi belajar matematika peserta didik masih rendah. Hal
ini dimungkinkan karena belum optimalnya pemanfaatan kondisi internal
peserta didik khususnya kemampuan awal peserta didik untuk mempelajari
materi berikutnya. Untuk itu akan diteliti apakah kemampuan awal peserta
didik dapat meningkatkan prestasi belajar matematika peserta didik.
3. Banyak peserta didik dalam belajar matematika kurang aktif dalam mengikuti
proses pembelajaran dan hanya mengorganisir sendiri apa yang diperolehnya
tanpa mengkomunikasikan dengan peserta didik lain sehingga dimungkinkan
rendahnya prestasi belajar matematika peserta didik disebabkan karena
kurangnya pemahaman terhadap topik bahasan yang dipelajarinya.
4. Kurangnya kebermaknaan dalam belajar matematika dimungkinkan
disebabkan karena kurangnya kemampuan peserta didik dalam membentuk
8
hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan aplikasi atau penerapan
pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah di depan, agar penelitian ini terarah dan lebih
mendalam maka diperlukan pembatasan masalah sebagai berikut:
1. Model pembelajaran yang digunakan dibatasi pada model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw pada kelompok eksperimen dan model pembelajaran
langsung pada kelompok kontrol.
2. Prestasi belajar matematika peserta didik pada penelitian ini dibatasi pada
hasil belajar matematika peserta didik yang dicapai melalui proses
pembelajaran bangun ruang sisi lengkung, dalam hal ini adalah tes pada
materi pokok bangun ruang sisi lengkung (tabung, kerucut dan bola).
3. Kemampuan awal peserta didik pada penelitian ini dibatasi pada hasil belajar
peserta didik yang dicapai melalui tes pada materi pokok lingkaran dan
bangun ruang sisi tegak (kubus, balok, prisma tegak, dan limas).
4. Lingkup penelitian ini pada peserta didik kelas IX SMP Negeri Kabupaten
Klaten Tahun Pelajaran 2008/2009.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah yang telah
diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut:
9
1. Apakah peserta didik yang diberi pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mempunyai prestasi
belajar yang lebih baik daripada peserta didik yang diberi pembelajaran
matematika dengan menggunakan model pembelajaran langsung pada materi
pokok bangun ruang sisi lengkung?
2. Apakah peserta didik yang kemampuan awalnya tinggi lebih baik prestasi
belajarnya daripada peserta didik yang kemampuan awalnya sedang atau
rendah, dan peserta didik yang kemampuan awalnya sedang lebih baik prestasi
belajarnya daripada peserta didik yang kemampuan awalnya rendah pada
materi pokok bangun ruang sisi lengkung?
3. Apakah peserta didik yang kemampuan awalnya sedang, penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menghasilkan prestasi belajar lebih baik
daripada menggunakan model pembelajaran langsung dalam pembelajaran
matematika pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. Di sisi lain, pada
peserta didik yang kemampuan awalnya tinggi atau rendah, apakah
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menghasilkan prestasi
belajar yang sama dengan menggunakan model pembelajaran langsung?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Peserta didik yang diberi pembelajaran matematika dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw mempunyai prestasi belajar yang
10
lebih baik daripada peserta didik yang diberi pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran langsung pada materi pokok bangun ruang
sisi lengkung.
2. Peserta didik yang kemampuan awalnya tinggi lebih baik prestasi belajarnya
daripada peserta didik yang kemampuan awalnya sedang atau rendah, dan
peserta didik yang kemampuan awalnya sedang lebih baik prestasi belajarnya
daripada peserta didik yang kemampuan awalnya rendah pada materi pokok
bangun ruang sisi lengkung.
3. Peserta didik yang kemampuan awalnya sedang, penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menghasilkan prestasi belajar lebih baik
daripada menggunakan model pembelajaran langsung dalam pembelajaran
matematika pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. Di sisi lain, pada
peserta didik yang kemampuan awalnya tinggi atau rendah, penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menghasilkan prestasi belajar yang
sama dengan menggunakan model pembelajaran langsung.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi guru
matematika dan peserta didik di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dalam
pembelajaran bangun ruang sisi lengkung dan bermanfaat :
1. Bagi Guru
a. Menambah wawasan dalam rangka perubahan paradigma pembelajaran
dari paradigma mengajar ke paradigma belajar.
11
b. Sebagai alternatif pemilihan model pembelajaran yang berorientasi
pada keterlibatan peserta didik menjadi lebih kreatif dan aktif mengolah
informasi, sehingga pembelajaran lebih bermakna bagi peserta didik.
c. Sebagai bahan pertimbangan, referensi, dan bahan masukan pada materi
pelajaran yang lain atau pada studi kasus yang sejenis.
d. Menambah pengetahuan tentang model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw.
e. Bahan acuan untuk penelitian model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw lebih lanjut.
2. Bagi Peserta Didik
a. Lebih termotivasi dalam belajar bangun ruang sisi lengkung.
b. Melatih kemandirian dalam belajar bangun ruang sisi lengkung.
c. Mengembangkan sikap peserta didik dalam memecahkan masalah pada
bangun ruang sisi lengkung.
d. Meningkatkan prestasi belajar bangun ruang sisi lengkung.
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Prestasi Belajar Matematika
Sebelum menguraikan arti prestasi belajar matematika maka penulis
akan memaparkan arti penggal kata yang menyusunnya yaitu prestasi, belajar dan
matematika.
a. Pengertian Prestasi
Setiap kegiatan belajar mengajar akan menghasilkan suatu perubahan
yang khas yaitu hasil belajar. Hasil belajar ini akan terlihat dalam bentuk
prestasi belajar. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah
dilakukan, dikerjakan dan sebagainya. Prestasi adalah hasil yang dicapai
melalui suatu latihan (Sumadi Suryabrata, 1990: 25).
Menurut Robert S., Donald dan G. Marguis yang dikutip oleh Nur Hery
Susianta menyatakan “Achievement is actual ability and measured directly by
the use of test” yang artinya prestasi belajar adalah kecakapan nyata yang
dapat diukur secara langsung dengan menggunakan alat yaitu tes (Nur Hery
Susianta, 1996: 27).
b. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu dilakukan manusia sepanjang
hidupnya. Manusia belajar karena menginginkan sesuatu perubahan pada
dirinya. Perubahan itu berupa tingkah laku yang dapat meningkatkan
13
kecakapan, menambah pengetahuan dan ketrampilan baru serta kualitas
hidupnya dapat meningkat.
Belajar adalah proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah
mampu, yang terjadi dalam jangka waktu tertentu. Perubahan yang terjadi itu
harus secara relatif bersifat menetap (permanen) dan tidak hanya terjadi pada
perilaku yang saat ini nampak (immediate behavior) tetapi juga pada perilaku
yang mungkin terjadi di masa mendatang (potential behavior). Hal lain yang
perlu diperhatikan ialah bahwa perubahan-perubahan tersebut terjadi karena
pengalaman (Irwanto, 1997: 105).
Belajar adalah merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan,
dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati,
mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik,
kalau si subjek belajar itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat
verbalistik (Sardiman, 2006: 22).
Belajar merupakan suatu proses untuk mengembangkan potensi diri
seseorang. Proses belajar diperlukan untuk dapat mengembangkan
kemampuan seseorang secara optimal.
Sumadi Suryabrata (1990: 249) mengatakan bahwa belajar itu sebagai
berikut:
1) Belajar itu membawa perubahan.
2) Perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru.
3) Perubahan itu terjadi karena usaha yang disengaja.
14
Proses belajar itu terjadi di dalam diri seseorang yang sedang mengalami
belajar. Ciri belajar, adalah sebagai berikut:
1) Dalam belajar itu perubahan tingkah laku, baik tingkah laku yang dapat
dialami maupun tingkah laku yang tidak dapat dialami secara langsung.
2) Dalam belajar, perubahan tingkah laku dapat mengarah ke tingkah laku
yang jelek.
3) Dalam belajar, perubahan terjadi karena mukjizat, hipnotis, hal-hal yang
ghoib, proses pertumbuhan, kematangan, penyakit ataupun kerusakan
tidak dianggap sebagai hasil belajar.
4) Dalam belajar, perubahan tingkah laku menjadi sesuatu yang relatif
menetap. Bila seseorang dengan belajar menjadi dapat membaca, maka
kemampuan tersebut akan tetap dimiliki.
5) Belajar merupakan suatu proses usaha yang artinya berlangsung dalam
kurun waktu cukup lama. Hasil belajar yang berupa tingkah laku kadang-
kadang diamati, tetapi proses belajar itu tidak dapat diamati secara
langsung.
6) Belajar terjadi karena ada interaksi dengan lingkungan.
Dari pendapat para pakar pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang secara terus
menerus dan perubahan-perubahan itu bersifat tetap, serta terjadi secara sadar
berdasarkan pengalaman-pengalaman atau latihan-latihan untuk menguasai
pengetahuan dan ketrampilan tertentu.
15
c. Pengertian Matematika
Simbolisasi dalam matematika menjamin adanya komunikasi dan
mampu memberikan keterangan untuk membentuk suatu konsep baru. Konsep
baru terbentuk karena adanya pemahaman terhadap konsep sebelumnya
sehingga matematika itu konsep-konsepnya tersusun secara hierarkis (Herman
Hudoyo, 1988: 3).
Matematika adalah sebagai sarana berpikir deduktif yang hemat akan
kata-kata dan cermat dalam menentukan sesuatu dalam derajat kepastian yang
tinggi. Tanpa matematika, pengetahuan akan berhenti pada tahap kuantitatif
yang tidak memungkinkan untuk meningkatkan penalarannya lebih jauh
(Herman J. Waluyo, 2007: 36).
Matematika dapat digambarkan sebagai kumpulan sistem yang tiap-tiap
sistem mempunyai struktur atau urutan, interrelasi dari pengetahuan atau
operasi-operasi tersendiri yang tersusun secara deduktif. Matematika
berkenaan dengan pikiran terstruktur yang relasi operasinya maupun
hubungan-hubungannya diatur secara logis. Hal ini berarti matematika bersifat
abstrak yang berkenaan dengan konsep, prinsip, dan penalarannya.
Matematika adalah sistem deduktif yang dimulai dari memilih beberapa unsur
yang tidak didefinisikan (undefined), kemudian ke unsur yang didefinisikan
dan akhirnya ke dalil atau teorema yang dapat dibuktikan melalui unsur-unsur
tak definisikan tersebut (Soehardjo, 1992: 12).
16
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika
berkenaan dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara
hierarkis dan penalarannya deduktif.
d. Pengertian Prestasi Belajar Matematika
Dari pengertian ketiga kata tersebut yaitu prestasi, belajar dan
matematika dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah suatu
hasil dari perbuatan belajar matematika yang merupakan suatu kecakapan atau
kemampuan anak untuk menguasai sejumlah pengetahuan dan ketrampilan
dalam bidang kajian matematika yang dapat diperoleh melalui tes matematika,
hasil tes ini dinyatakan dalam bentuk angka atau huruf.
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Tinggi rendahnya prestasi belajar peserta didik merupakan cerminan
kualitas pembelajaran yang telah mereka ikuti. Makin tinggi prestasi
belajar peserta didik menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran makin baik
pula. Dalam pembelajaran yang berkualitas terjadi proses belajar yang efektif
pada diri peserta didik. Seorang peserta didik yang belajar secara efektif akan
memiliki prestasi belajar yang baik. Jadi prestasi belajar seseorang sangat
tergantung pada tingkat keefektifan proses belajar yang telah berlangsung
pada dirinya.
Newell (1989: 126) mengutif Ausabel menyatakan bahwa faktor penting
yang mempengaruhi belajar seseorang adalah apa yang telah ia ketahui. Hasil-
hasil belajar yang telah dikuasai akan sangat berguna dalam membantu
keberhasilan proses belajar berikutnya. Dick & Carey (1990: 85) menyatakan
17
bahwa pengetahuan yang telah dikuasai seseorang sebelum proses
pembelajarang berlangsung disebut kemampuan awal (entry behavior).
Dikaitkan dengan matematika yang memiliki struktur hierarkis yakni
kemampuan yang satu menjadi prasyarat kemampuan yang lain, maka setiap
penguasaan materi akan merupakan kemampuan awal bagi peserta didik.
Karena merupakan kemampuan prasarat, kemampuan awal yang sudah
dimiliki akan mempunyai pengaruh bagi keberhasilan dalam mempelajari
materi berikutnya.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah faktor
keefektifan pembelajaran (Aiken, 1997: 109). Keefektifan pembelajaran akan
ditentukan oleh model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Apabila
model pembelajaran yang dipilih tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran,
maka pembelajaran akan menjadi efektif sehingga prestasi belajar peserta
didik diharapkan optimal.
Dari uraian di atas, di antara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
prestasi belajar, faktor kemampuan awal yang dimiliki peserta didik dan faktor
model pembelajaran akan menentukan tinggi rendahnya prestasi belajar
peserta didik. Makin tepat pilihan model pembelajaran yang dipergunakan
akan memberikan pengaruh yang makin baik terhadap capaian prestasi belajar
peserta didik, demikian juga sebaliknya. Penggunaan model pembelajaran
yang tepat tersebut perlu juga memperhatikan pemanfaatan kemampuan awal
yang telah dimiliki oleh peserta didik.
18
2. Model Pembelajaran Langsung
Pembelajaran langsung (Direct Instruction) adalah model pembelajaran
yang berpusat pada guru. Pembelajaran langsung merupakan suatu pendekatan
mengajar yang dapat membantu peserta didik mempelajari ketrampilan dasar dan
memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah.
Pembelajaran langsung bukan merupakan barang baru bagi para guru.
Pembelajaran yang selama ini sering dilakukan oleh guru pada umumnya adalah
pembelajaran langsung. Pembelajaran langsung sampai saat ini masih tetap sering
digunakan meskipun ada model pembelajaran yang baru seperti model
pembelajaran kooperatif, pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah
dan strategi-strategi belajar. Dalam pembelajaran matematika, selama ini guru
sering menggunakan pembelajaran langsung. Hal ini dilakukan karena sifat materi
matematika itu sendiri, yaitu terstruktur. Artinya dalam mempelajari konsep yang
mendasarkan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik. Selain itu model
pembelajaran langsung tepat digunakan apabila informasi atau keterampilan yang
akan diajarkan terstruktur dengan baik dan dapat diajarkan selangkah demi
selangkah (Soeparman Kardi dan Mohamad Nur, 2001: 7).
Pembelajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang
sangat hati-hati di pihak guru. Agar efektif, pengajaran langsung mensyaratkan
tiap detil keterampilan atau isi didefinisikan secara seksama, demonstrasi dan
jadwal pelatihan direncanakan dan dilaksanakan secara seksama.
Meskipun tujuan pembelajaran dapat direncanakan bersama oleh guru
dan peserta didik, model ini terutama berpusat pada guru. Sistem pengelolaan
19
pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin terjadinya keterlibatan
peserta didik, terutama melalui memperhatikan, mendengarkan dan resitasi (tanya
jawab) yang terencana. Ini tidak berarti bahwa pembelajaran bersifat otoriter,
dingin, dan tanpa humor. Ini berarti bahwa lingkungan belajar berorientasi pada
tugas dan memberi harapan tinggi agar siswa mencapai hasil belajar dengan baik.
Tabel 2.1.
Sintaks Model Pembelajaran Langsung
FASE PERANAN GURU
1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik.
Guru menjelaskan topik materi bangun ruang
sisi lengkung, informasi latar belakang
pelajaran, pentingnya pelajaran dan
mempersiapkan peserta didik untuk belajar.
2. Mendemonstrasikan pengetahuan atau ketrampilan.
Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan
benar, atau menyajikan informasi tahap demi
tahap.
3. Membimbing pelatihan.
Guru merencanakan dan memberi bimbingan
pelatihan awal.
4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik.
Guru mengecek apakah peserta didik telah
berhasil melakukan tugas dengan baik, dan
memberi umpan balik.
5. Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan penerapan.
Guru mempersiapkan kesempatan melakukan
pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus
pada penerapan kepada situasi lebih kompleks
dan kehidupan sehari-hari.
Keungggulan model pembelajaran langsung:
a. Memperoleh informasi dan keterampilan-keterampilan dasar, sebelum peserta
didik mempelajari informasi dan keterampilan lanjut.
b. Mengembangkan penguasaan keterampilan sederhana dan kompleks serta
pengetahuan deklaratif yang dapat dirumuskan dengan jelas dan diajarkan
tahap demi tahap.
20
c. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berlatih.
d. Peserta didik menguasai keterampilan yang dilatihkan.
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah model pembelajaran
kooperatif dimana peserta didik ditempatkan ke dalam tim beranggota enam orang
untuk mempelajari materi akademik yang telah dipecah menjadi bagian-bagian
untuk tiap anggota. Setiap anggota tim membaca sub-bab yang ditugaskan.
Kemudian, anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari sub-bab yang
sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikan sub-bab
mereka. Kemudian para peserta didik itu kembali ke tim asal mereka dan
bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub-bab mereka. Karena satu-
satunya cara peserta didik dapat belajar sub-bab lain selain dari sub-bab yang
mereka pelajari adalah dengan mendengarkan dengan sungguh-sungguh teman
satu tim mereka, mereka termotivasi untuk mendukung dan menunjukkan minat
terhadap apa yang dipelajari teman satu timnya (Muhamad Nur dan Prima Retno
Wikandari, 2001: 29).
Dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini, peserta didik belajar
dalam kelompok yang heterogen dan beranggotakan 4 sampai 6 orang, yang
disebut kelompok asal. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas
penguasaan bagian dari materi belajar yang ditugaskan kepadanya, kemudian
mengajarkan bagian tersebut kepada anggota kelompok yang lain. Masing-masing
anggota kelompok yang mendapat tugas penguasaan bagian materi itu disebut
21
ahli. Keahlian tersebut dapat diperoleh dari menawarkan bagian materi kepada
anggota kelompok menurut kemampuan mereka, atau ditunjuk oleh guru sesuai
dengan kemampuan mereka. Anggota dari kelompok yang berbeda dengan materi
yang sama (ahli) bertemu untuk berdiskusi antar ahli. Mereka dapat saling
membantu satu sama lain tentang topik yang ditugaskan, serta mendiskusikannya.
Setelah itu peserta didik pada kelompok ahli kembali pada kelompok masing-
masing untuk menjelaskan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lainnya
tentang apa yang dibahas atau dipelajari dalam kelompok ahli ( Muslimin Ibrahim
dkk, 2001: 21-22).
Hubungan yang terjadi antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan:
1. Kelompok
Asal
2.
Kelompok
Ahli
3.
Kelompok
Asal
Gambar 2.1. Hubungan kelompok asal dan kelompok ahli dalam jigsaw
1 2 3
4 5 6
1 2 3
4 5 6
1 2 3
4 5 6
1 2 3
4 5 6
1 2 3
4 5 6
3 3 3
3 3
1 1 1
1 1
2 2 2
2 2
4 4 4
4 4 5 5 5
5 5
6 6 6
6 6
1 2 3
4 5 6
1 2 3
4 5 6
1 2 3
4 5 6
1 2 3
4 5 6
1 2 3
4 5 6
22
Pada bagan pertama menunjukkan bahwa ada lima kelompok pangkalan
dan setiap kelompok masing-masing membawa hal yang harus diselesaikan,
kemudian masing-masing mengelompokkan diri sesuai dengan masalahnya
(seperti bagan kedua). Masalah tersebut didiskusikan dalam kelompok. Setelah
mereka menemukan jawaban kemudian mereka bergabung seperti pada kelompok
pertama yaitu pada gambar ketiga. Kemudian setiap kelompok masing-masing
mengemukakan masalah dan hasil penyelesaiannya. Dengan demikian setiap
orang memperoleh informasi yang sama dari berbagai masalah yang dipecahkan.
Ilustrasi ini menunjukkan cara kelompok-kelompok dimanipulasi dengan
menggunakan strategi jigsaw. Peserta didik–peserta didik adalah anggota
kelompok-kelompok pangkalan dan lalu mereka meneliti aspek tertentu dari topik
di dalam kelompok-kelompok pakar. Pada waktu tugas penelitian sudah selesai,
mereka kembali ke kelompok pangkalan asal mereka.
Cara lain untuk mengetahui pengetahuan awal peserta didik dari
serangkaian kegiatan bisa dilakukan melalui curah pendapat (brain storming).
Kegiatan ini perlu dikendalikan oleh guru, tetapi guru tidak boleh membatasi atau
mengarahkan alur gagasan-gagasan peserta didik.
Dalam sidang curah pendapat (brain storming), guru meminta kepada
peserta didik untuk mengungkapkan gagasannya, dan semua gagasan itu ditulis di
papan tulis. Guru mengkondisikan agar semua peserta didik mengungkapkan
gagasannya dan guru tidak menunjukkan sikap seolah-olah jawaban tertentu lebih
berharga dan lebih tepat. Pada tahap-tahap permulaan, semua sumbangan diterima
23
dan tidak ada diskusi mengenai hal-hal itu. Begitu daftar sudah selesai, guru
memperkenankan diskusi.
Pada penelitian ini, dikarenakan bangun ruang sisi lengkung terdiri dari
tiga sub topik materi yaitu tabung, kerucut dan bola. Supaya sesuai dengan
definisi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, peserta didik belajar bersama dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 6 orang peserta didik dengan
tingkat kemampuan yang berbeda. Setiap peserta didik bertanggung jawab atas
penguasaan materi yang ditugaskan kepadanya. Selanjutnya masing-masing
kelompok ahli dengan materi yang sama bertemu untuk berdiskusi dan
mengerjakan latihan soal-soal yang diberikan. Setelah waktu yang diberikan
selesai, masing-masing peserta didik dalam kelompok ahli kembali lagi ke
kelompok asal untuk menjelaskan materi yang menjadi bagiannya pada peserta
didik lain dengan materi yang berbeda. Peserta didik yang mendapat bagian
materi tabung menjelaskan pada peserta didik lain yang mendapat bagian materi
kerucut maupun bola. Demikian seterusnya hingga peserta didik dalam kelompok
asal sudah paham materi pada pertemuan hari itu. Sebisa mungkin peserta didik
berdiskusi dahulu dengan temannya dalam satu kelompok, jika menemui kesulitan
baru bertanya pada guru. Karena peran guru di sini masih diperlukan, baik sebagai
motivator maupun fasilitator. Sehingga hal ini dapat meminimalkan kelas yang
ramai atau gaduh, karena guru dapat terus memantau jalannya diskusi masing-
masing kelompok, baik dalam diskusi kelompok asal maupun diskusi kelompok
ahli sehingga pembelajaran tetap efektif dan optimal.
24
Adapun rencana pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw diatur
secara instruksional sebagai berikut:
a. Membaca.
Peserta didik mendapat topik-topik ahli, kemudian membaca dan
mempelajari materi tersebut untuk mendapatkan informasi.
b. Diskusi Kelompok Ahli.
Peserta didik dengan topik ahli yang sama bertemu dalam kelompok ahli
untuk mendiskusikan topik tersebut.
c. Laporan Kelompok.
Masing-masing ahli kembali ke kelompok asalnya untuk menjelaskan topik
pada kelompoknya.
d. Kuis atau tes.
Jika peserta didik berhasil menerapkan setiap keterampilan kooperatif
dengan baik, maka akan diperoleh keuntungan dalam pembelajaran kooperatif.
Keuntungan tersebut adalah :
a. Peserta didik bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi
norma kelompok atau tim.
b. Peserta didik aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama
berhasil.
c. Peserta didik aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan
keberhasilan kelompok atau tim.
d. Interaksi antar peserta didik membantu meningkatkan perkembangan kognitif.
25
e. Interaksi antar peserta didik seiring dengan peningkatan kemampuan mereka
dalam berpendapat.
4. Kemampuan Awal Peserta Didik
Kemampuan awal adalah kemampuan-kemampuan yang sudah dikuasai
sebelum proses pembelajaran pokok bahasan tertentu dimulai. Dalam materi
pelajaran yang struktur perilakunya berbentuk hierarki, kemampuan awal
merupakan kemampuan-kemampuan prasyarat yang diperlukan untuk dapat
belajar kemampuan-kemampuan berikutnya (Dick dan Carey, 1990: 85).
Driscoll (1994: 143-144) mengutip pendapat Ausubel menyatakan
bahwa dengan mengaktifkan kemampuan awal (prior knowledge) yang relevan
merupakan hal yang sangat penting untuk menghasilkan belajar yang bermakna.
Dengan dimilikinya kemampuan awal yang relevan akan merupakan penyediaan
landasan atau dasar-dasar dalam belajar hal-hal baru.
Kemampuan pengetahuan awal (prior knowledge) adalah kumpulan dari
pengetahuan dan pengalaman individu yang diperoleh sepanjang perjalanan hidup
mereka, dan apa yang ia bawa kepada suatu pengalaman belajar baru.
Kemampuan pengetahuan awal berperan penting dalam proses belajar dan apa
yang telah diketahui individu sedikit banyak mempengaruhi apa yang mereka
pelajari (Muhamad Nur, 2000: 10-11).
Menurut teori konstruktivis belajar adalah proses asimilasi dan
akomodasi yang menghubungkan pengalaman (kemampuan awal) yang telah
dikuasai peserta didik dengan pengetahuan yang sedang dipelajari, sehingga
26
pengetahuan itu dapat dikembangkan. Bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kemampuan awal tinggi, keaktifan mereka dalam belajar akan tetap tinggi
sehingga akan memberikan pengaruh yang kuat terhadap pencapaian prestasi
belajarnya.
B. Penelitian Yang Relevan
1. Ira Kurniawati (2003: 92) dalam penelitiannya yang berjudul “ Pengaruh
Metode Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Terhadap Prestasi Belajar
Matematika Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Siswa Kelas II SLTP Negeri 15
Surakarta “. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa metode pembelajaran
kooperatif jigsaw efektif untuk proses pembelajaran pada pokok bahasan
jajargenjang, belah ketupat, layang-layang dan trapesium. Dan berdasarkan
hasil analisis menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa yang mengikuti
pelajaran matematika dengan pembelajaran kooperatif jigsaw lebih baik dari
siswa yang mengikuti pembelajaran matematika secara konvensional.
2. Chusnul Ainy (2000) dalam penelitiannya yang berjudul “ Model
Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Dalam Pengajaran Matematika Sekolah
Dasar “. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa model pembelajaran kooperatif
jigsaw efektif untuk proses pembelajaran pada pokok bahasan luas dan
keliling di kelas V Sekolah Dasar. Dan berdasarkan hasil analisis
menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran
kooperatif jigsaw lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan model
pembelajaran tradisional.
27
Persamaan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dengan
penelitian yang telah disebutkan di atas adalah : penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti dan penelitian yang telah disebutkan di atas menitik beratkan pada
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap prestasi belajar
matematika peserta didik.
Sedangkan perbedaan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti
dengan penelitian yang telah disebutkan di atas adalah penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti adalah menggunakan tingkat kemampuan awal peserta
didik dan materi pokok bangun ruang sisi lengkung, sedangkan:
1. penelitian dari Ira Kurniawati menggunakan tingkat aktivitas dan pokok
bahasan jajargenjang, belah ketupat, layang-layang dan trapesium.
2. penelitian Chusnul Ainy menggunakan pokok bahasan luas dan keliling.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan pada latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah,
dan kajian teori di muka, dapat dikatakan bahwa prestasi belajar bangun ruang sisi
lengkung dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
antara lain motivasi belajar, minat belajar, kemampuan awal maupun kemampuan
intelektual. Faktor eksternal antara lain lingkungan, penggunaan pendekatan,
metode maupun model pembelajaran oleh guru. Pada penelitian ini diungkapkan
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan model pembelajaran
langsung serta kemampuan awal peserta didik terhadap prestasi belajar bangun
ruang sisi lengkung, yang rinciannya sebagai berikut:
28
1. Kaitannya model pembelajaran terhadap prestasi belajar bangun ruang
sisi lengkung
Penggunaan model pembelajaran cukup besar pengaruhnya terhadap
keberhasilan guru dalam mengajar. Pemilihan model pembelajaran yang tidak
tepat justru dapat menghambat tercapainya tujuan mengajar. Agar model
pembelajaran terpilih dengan tepat, seorang guru harus mengetahui pula model
pembelajaran yang sesuai dengan materi pada pokok bahasannya.
Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran
yang berdasarkan pada filsafat konstruktivisme, dimana peserta didik secara aktif
mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Peserta didik akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit dalam pembelajaran,
apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.
Jigsaw adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari
beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan
materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain
dalam kelompoknya. Jigsaw adalah suatu sistem pembelajaran yang berorientasi
adanya proses, sehingga pembelajaran lebih bermakna dan dapat lebih
meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap suatu materi pelajaran. Pada
akhirnya diharapkan dapat juga meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
Dengan demikian penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada
topik materi bangun ruang sisi lengkung diduga dapat menghasilkan prestasi
belajar bangun ruang sisi lengkung yang lebih baik daripada model pembelajaran
langsung.
29
2. Kaitannya kemampuan awal dengan prestasi belajar bangun ruang sisi
lengkung
Menurut teori konstruktivis belajar adalah proses asimilasi dan
akomodasi yang menghubungkan pengalaman (kemampuan awal) yang telah
dikuasai peserta didik dengan pengetahuan yang sedang dipelajari, sehingga
pengetahuan itu dapat dikembangkan. Bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kemampuan awal tinggi, keaktifan mereka dalam belajar akan tetap tinggi
sehingga akan memberikan pengaruh yang kuat terhadap pencapaian prestasi
belajarnya.
3. Kaitannya model pembelajaran dan kemampuan awal terhadap prestasi
belajar bangun ruang sisi lengkung
Dari uraian pada nomor 1 dan 2 di atas dinyatakan bahwa, penggunaan
model pembelajaran akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan prestasi
belajar bangun ruang sisi lengkung dan kemampuan awal peserta didik juga akan
memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar bangun ruang sisi lengkung.
Dengan demikian penggunaan model pembelajaran dan kemampuan awal peserta
didik secara bersama-sama akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan
prestasi belajar bangun ruang sisi lengkung.
Dari pemikiran di muka dapat digambarkan kerangka berfikir dalam
penelitian ini sebagai berikut:
30
Gambar 2.2. Bagan Kerangka Berpikir Penelitian
D. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang
kebenarannya masih harus diuji secara empiris (Budiyono, 2003: 22). Berdasarkan
tinjauan pustaka dan kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, maka dalam
penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Peserta didik yang diberi pembelajaran matematika dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw mempunyai prestasi belajar yang
lebih baik daripada peserta didik yang diberi pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran langsung pada materi pokok bangun ruang
sisi lengkung.
2. Peserta didik yang kemampuan awalnya tinggi lebih baik prestasi belajarnya
daripada peserta didik yang kemampuan awalnya sedang atau rendah, dan
peserta didik yang kemampuan awalnya sedang lebih baik prestasi belajarnya
daripada peserta didik yang kemampuan awalnya rendah pada materi pokok
bangun ruang sisi lengkung.
Model Pembelajaran
Kemampuan Awal
Prestasi Belajar Peserta didik
31
3. Peserta didik yang kemampuan awalnya sedang, penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menghasilkan prestasi belajar lebih baik
daripada menggunakan model pembelajaran langsung dalam pembelajaran
matematika pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. Di sisi lain, pada
peserta didik yang kemampuan awalnya tinggi atau rendah, penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menghasilkan prestasi belajar yang
sama dengan menggunakan model pembelajaran langsung.
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri
Kabupaten Klaten dengan subyek penelitian peserta didik kelas IX tahun pelajaran
2008/2009.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai dengan bulan
Januari 2009, dengan jadwal sebagai berikut:
Tabel 3.1.
Waktu Penelitian
No Pokok-pokok Kegiatan Agustus September Oktober Np Ds Jn
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Ijin Penelitian X
2. Pengambilan Data UAS X
3. Analisis Data Keseimbangan X X
4. Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Awal
X
5. Analisis Instrumen Tes Kemampuan Awal
X
6.
Memberikan Tes Kemampuan Awal
X
7.
Menberikan Materi Pokok Bangun Ruang Sisi Lengkung Pada Kelompok Esperimen dan Kelompok Kontrol
X X
X X
X X
X X
X
8.
Uji Coba Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika
X
9.
Analisis Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika
X
10.
Memberikan Tes Prestasi Belajar Matematika
X
11. Pengolahan Data dan Analisis Data
X X X X X
12. Ujian Tesis X
33
B. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi
experimental research) dengan desain faktorial sederhana. Dalam penelitian ini
menggunakan rancangan faktorial 2 x 3 dengan maksud untuk mengetahui
pengaruh variabel bebas dan variabel terikat. Desain yang digunakan digambarkan
dalam bagan berikut:
Tabel 3.2.
Rancangan Penelitian
Kemampuan Awal
Model Pembelajaran
Tinggi
( b1)
Sedang
(b2)
Rendah
(b3)
Jigsaw ( a1) ab11 ab12 ab13
Langsung (a2) ab21 ab22 ab23
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Suharsimi Arikunto (1992: 102) menyatakan bahwa populasi adalah
keseluruhan subyek dalam penelitian. Sedangkan menurut Walpole dan Ronald E.
dalam R. K. Sembiring (1986: 171), populasi adalah keseluruhan pengamatan
yang menjadi perhatian kita dalam ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan.
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi adalah
keseluruhan obyek yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan
waktu yang kita tentukan dalam suatu penelitian. Sebagai populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas IX semester 1 SMP Negeri di
Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2008/2009 sebanyak 66 SMP Negeri.
34
2. Sampel
Suharsimi Arikunto (1992: 104) menyatakan bahwa sampel adalah
sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Sedangkan menurut Margono
(2000: 121), sampel adalah sebagian dari populasi sebagai contoh yang diambil
dengan menggunakan cara-cara tertentu. Dari kedua pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil untuk
diteliti namun sudah mampu mencerminkan kondisi riil dari populasinya. Sebagai
sampel dalam penelitian ini diambil tiga sekolah yaitu SMP Negeri 2 Polanharjo,
SMP Negeri 3 Manisrenggo dan SMP Negeri 3 Pedan, tiap-tiap sekolah diambil
dua kelas untuk kelas kelompok eksperimen dan kelas kelompok kontrol.
3. Teknik pengambilan sampel
Suharsimi Arikunto (2005: 96) menyatakan bahwa sampling kelompok
(cluster sampling), digunakan oleh peneliti apabila di dalam populasi terdapat
kelompok-kelompok yang mempunyai ciri sendiri-sendiri. Dalam penelitian ini,
pengambilan sampel dilakukan dengan secara acak kelompok (cluster random
sampling) dengan cara memandang populasi sebagai kelompok-kelompok
(cluster-cluster populasi), maka semua anggota kluster tersebut merupakan
sampel. Dalam hal ini sekolah dipandang sebagai satuan kelompok (cluster).
Populasi dalam penelitian ini sebanyak 66 SMP Negeri dengan teknik cluster
random sampling terpilih 3 SMP Negeri sebagai sampel penelitian, karena akan
dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol,
kemudian tiap sekolah diacak dengan undian selanjutnya terpilih kelas yang
35
berfungsi sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelas yang satu
dikenai perlakuan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan
kelas yang lain dikenai perlakuan penggunaan model pembelajaran langsung.
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasionalnya
Pada penelitian ini terdapat satu variabel terikat dan dua variabel bebas
yaitu:
1. Variabel Terikat
Prestasi Belajar Matematika
(i) Definisi Operasional: Prestasi belajar matematika adalah hasil usaha
peserta didik dalam proses belajar bangun ruang sisi lengkung yang
dinyatakan dalam angka yang menyatakan hasil yang sudah dicapai oleh
peserta didik pada periode tertentu.
(ii) Indikator: Nilai tes prestasi belajar matematika setelah mengikuti proses
pembelajaran bangun ruang sisi lengkung.
(iii) Skala Pengukuran: skala interval.
2. Variabel Bebas
Ada dua variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu :
a. Model Pembelajaran
(i) Definisi Operasional: Model pembelajaran adalah suatu cara yang
dirancang oleh guru untuk membantu peserta didik mempelajari
suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang
36
sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam
konteks kegiatan pembelajaran, yang meliputi model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw pada kelas eksperimen dan model
pembelajaran langsung pada kelas kontrol.
(ii) Indikator: Pemberian perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw pada kelas eksperimen dan model pembelajaran langsung
pada kelas kontrol.
(iii) Skala Pengukuran: Skala nominal.
b. Kemampuan Awal Peserta Didik
(i) Definisi Operasional: Kemampuan awal adalah kemampuan-
kemampuan yang sudah dikuasai peserta didik sebelum proses
pembelajaran bangun ruang sisi lengkung dimulai yang ditunjukkan
dengan kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah.
(ii) Indikator: Skor tes kemampuan awal
(iii) Skala Pengukuran: Skala interval kemudian diubah menjadi skala
ordinal yang terdiri dari 3 kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah.
Untuk kategori tinggi : X > X + 2
1SD
Untuk kategori sedang : X – 2
1SD X X +
2
1SD
Untuk kategori rendah : X < X – 2
1SD
37
E. Teknik Pengumpulan Data dan Penyusunan Instrumen
Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Metode Dokumentasi
Suharsimi Arikunto (2004: 236). Metode dokumentasi digunakan untuk
memperoleh data tentang hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip,
buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapor, agenda dan sebagainya. Pada
penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data nilai
ulangan akhir semester (UAS) semester genap pada waktu kelas VIII yang
dilaksanakan pada hari selasa tanggal 10 Juni 2008. Dokumen tersebut digunakan
untuk uji keseimbangan rata-rata antara kelompok eksperimen dengan kelompok
kontrol.
2. Metode Tes
Tes adalah seperangkat rangsangan yang diberikan kepada seseorang
dengan maksud untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang dapat dijadikan dasar
penetapan skor angka (Ary Donald, 1982: 256). Tes yang dilakukan pada
penelitian ini terdiri dari tes kemampuan awal dan tes akhir, yang penyusunannya
didahului dengan penyusunan kisi-kisi. Setelah soal-soal tes dibuat beserta
petunjuk pengerjaan, kemudian diujicobakan kepada peserta didik. Adapun
tujuan ujicoba instrumen agar layak atau dapat dipakai sebagai alat pengumpul
data serta dan perlu tidaknya dilakukan revisi-revisi dari instrumen tersebut.
38
F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Instrumen yang akan digunakan untuk mengumpulkan data
menggunakan instrumen tes prestasi belajar dan tes kemampuan awal peserta
didik. Dalam penyusunan instrumen, yang perlu diperhatikan adalah menyusun
kisi-kisi instrumen, menyusun butir-butir soal instrumen, mengadakan uji coba
instrumen, tahap revisi dan penetapan instrumen.
1. Menyusun kisi-kisi intrumen
Kisi-kisi yang dibuat meliputi kisi-kisi pada materi bangun ruang sisi
lengkung untuk instrumen tes prestasi belajar matematika dan kisi-kisi instrumen
tes kemampuan awal peserta didik meliputi materi lingkaran dan bangun ruang
sisi tegak.
2. Menyusun butir-butir soal instrumen
Nana Sudjana (2006: 48). Soal pilihan ganda (multiple choice) adalah
bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau paling tepat. Untuk tes
prestasi belajar matematika dan tes kemampuan awal peserta didik, butir-butir
soal instrumen tersebut disusun berupa soal pilihan ganda dengan menggunakan
option sebanyak 4 buah.
3. Mengadakan uji coba instrumen
Setelah penyusunan instrumen penelitian selesai dilaksanakan, langkah
selanjutnya adalah mengujicobakan instrumen yang telah tersusun sebelum
39
dikenakan pada sampel penelitian. Tujuan uji coba instrumen adalah untuk
melihat apakah instrumen yang telah disusun benar-benar reliabel dan kons