7
( Bukan ) RSBI Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya membatalkan Pasal 50 ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menjadi dasar pembentukan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI). Artinya keberadaan RSBI dan SBI dihapuskan dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Bubarkan RSBI Alasan MK mengabulkan gugatan terhadap status Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) dan Sekolah Berstandar Internasional ada dua hal. Pertama, status-status kelas Reguler, RSBI dan SBI memunculkan diskriminasi dalam pendidikan dan membuat sekat antara lembaga pendidikan. Sekat-sekat ini tidak hanya dalam hal status semata, tetapi berdampak pada ketidak-adilan dalam menikmati anggaran pemerintah yang diberikan kepada kelas-kelas RSBI. Bagaimana reaksi sebagian pejabat kita menanggapi ‘pembreidelan’ tersebut ? Salah satu pejabat yang terang-terangan menolak RSBI adalah Wali Kota Surabya, Tri Rismaharini. Tri tetap bersikukuh akan meneruskan program Sekolah RSBI. Alasannya, RSBI dianggap sebagai ikon kota Surabaya.

Bukan RSBI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penghapusan RSBI tentu banyak disambut gembira oleh masyarakat. Karena, selama ini, keberadaan RSBI banyak dipandang oleh masyarakat sebagai tempat untuk menarik danha orangtua murid saja. Tapi, apakah keputusan ini bisa dilaksanakan ?

Citation preview

Page 1: Bukan RSBI

( Bukan ) RSBI

Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya membatalkan Pasal 50 ayat 3 UU Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menjadi dasar pembentukan Rintisan

Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI).

Artinya keberadaan RSBI dan SBI dihapuskan dalam penyelenggaraan pendidikan di

Indonesia.

Bubarkan RSBI

Alasan MK mengabulkan gugatan terhadap status Rintisan Sekolah Berstandar

Internasional (RSBI) dan Sekolah Berstandar Internasional ada dua hal. Pertama, status-

status kelas Reguler, RSBI dan SBI memunculkan diskriminasi dalam pendidikan dan

membuat sekat antara lembaga pendidikan. Sekat-sekat ini tidak hanya dalam hal status

semata, tetapi berdampak pada ketidak-adilan dalam menikmati anggaran pemerintah

yang diberikan kepada kelas-kelas RSBI.

Bagaimana reaksi sebagian pejabat kita menanggapi ‘pembreidelan’ tersebut ?

Salah satu pejabat yang terang-terangan menolak RSBI adalah Wali Kota Surabya, Tri

Rismaharini. Tri tetap bersikukuh akan meneruskan program Sekolah RSBI. Alasannya,

RSBI dianggap sebagai ikon kota Surabaya.

Page 2: Bukan RSBI

“Salah satu ikon Surabaya kan RSBI itu. Jadi, Surabaya tidak akan membubarkan program

RSBI yang sudah ada,” kata Tri Rismaharini seusai menghadiri rapat paripurna DPRD

Surabaya, Rabu (9/1/2013). ( Kompas, edisi 9 Januari 2013 ).

Selain itu, di harian yang sama, Tri mengutarakan bahwa seluruh anggaran RSBI di

Surabaya tidak dibebankan kepada wali murid. Tetapi sepenuhnya telah dibiayai dengan

menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Surabaya.

Membaca alas an wali kota tersebut, saya ingin bertanya, bagaimana mungkin RSBI bisa

menjadi ikon kota Surabaya ? Apakah gagasan tentang ( R)SBI itu berasal dari kota

Surabaya ? Atau sekolah-sekolah bertitel ( R )SBI di Surabaya ini terbaik se Indonesia ?

Kalau tidak, lalu apa dasar klaim bahwa RSBI merupakan ikon kota Surabaya ?

Alasan yang kedua adalah biaya RSBI seluruhnya ditanggung oleh APBD. Di atas telah

dijelaskan bahwa salah satu dasar pembubaran ( R ) SBI adalah karena terjadi diskriminasi

di sekolah-sekolah ( R ) SBI. Mungkin Tri Rismaharini mengira kalau anggaran yang

dipakai untuk membiayai ( R ) SBI itu bukan anggaran dari pusat mau pun bukan anggaran

dari masyarakat secara langsung, maka tidak terjadi diskriminasi.

Yang ingin saya tanyakan, apakah dana APBD yang dipakai untuk biaya ( R ) SBI itu bukan

uang rakyat seluruh penduduk Surabaya ? Apakah bukan diskriminasi namanya kalu uang

seluruh rakyat Surabaya itu hanya bisa dinikmati segelintir murid-murid ( R ) SBI saja ?

Tentu beda kalau biaya biaya ( R ) SBI dikeluarkan dari uang pribadi beliau sendiri. Pasti

rakyat Surabaya akan mengapresiasinya.

Page 3: Bukan RSBI

Pejabat lain yang juga mengeluarkan statement menentang keputusan MK ini adalah Wali

Kota Malang, Peni Sparto.

“Esensi RSBI adalah peningkatan kualitas pendidikan, sehingga apa yang sudah dilakukan

dan dijalankan oleh sekolah RSBI tidak perlu dihentikan agar tetap menjadi sekolah

unggulan. Apapun namanya nanti, jangan sampai mengurangi kualitas pendidikan di kota

ini,” katanya. ( Kompas, edisi 10 Januari 2013 ).

Menurut Peni, jika model RSBI ini dihentikan, maka kualitas pendidikan di kota Malang

akan merosot. Yang ingin saya tanyakan, apa dasar Peni menyatakan kalau RSBI

dibubarkan dapat mengurangi kualitas pendidikan di kota Malang ? Apakah jumlah RSBI

yang segelintir itu lebih punya pengaruh signifikan disbanding dengan jumlah sekolah-

sekolah regular yang jumlahnya puluhan itu ? Kalau Peni ngeyel dan yakin memang RSBI

punya pengaruh signifikan, saya ingin bertanya lagi, memang yang dipakai Peni untuk

mengukur kualitas pendidikan di kota Malang ini patokannya apa ? Dan model pendidikan

yang berkualitas itu seperti apa ?

Di bawah ini saya mengutip tulisan J.Sumardianta, pendidik & penulis buku ‘Guru Gokil

Murid Unyu: Pendidik Hebat Zaman Lebay‘ (2013) yang beredar luas di internet. Judul

tulisannya adalah

RSBI dari kacamata seorang guru

RSBI bisa disebut sekolah robot. Inputnya santan. Outputnya ampas.

Paradigmanya masih beranggapan ada anak yang bodoh & tidak punya potensi

apapun. Kurikulum didominasi ranah kognitif sebagai simbol prestasi tertinggi.

Page 4: Bukan RSBI

Banyak bidang studi, standar isi sangat berat, dan menekankan pelajaran

matematika dan IPA. Proses belajar mengajarnya menegangkan hingga membuat

murid mengalami down-shifting

Metode mengajar guru bercorak indoktrinantif. Strateginya didominasi ceramah

dengan fokus mengerjakan soal-soal berpikir tingkat rendah guna mempersiapkan

UN. Kelas didominasi guru mengajar bukan murid belajar. Mengagungkan ends

values (hasil akhir) bersifat ambisius, materialistik, logis, dan individualistik.

Guru tak ubahnya gladiator pembunuh minat, bakat, dan kecerdasan majemuk

murid. Perkembangan murid direduksi dalam ranking. Murid dipertarungkan

dengan murid lain

Sekolah sebenarnya baru layak disebut unggulan bila paradigmanya

memperlakukan setiap murid sebagai anak berpotensi bukan mendegradasi

(membuat timpang) mensegragasi (perlkuannya tidak adil). Sekolah sebenarnya

baru layak disebut unggulan bila paradigmanya memperlakukan setiap murid

sebagai anak berpotensi bukan mendegradasi (membuat timpang) mensegragasi

(perlkuannya tidak adil).

Proses penerimaan murid memberi peluang anak ‘lho-lhak, lho-lhok’ dgn gaya

belajar lambat alias telat mikir (slow learner) dan sedang (normally learner).

Bukan hanya anak bergaya belajar cepat (fast learner) yang diterima.

Kurikulumnya menghargai kecerdasan majemuk. Bukan mendewakan kecerdasan

logic-matematic. Kurikulum esensial mengarah pada inti kecerdasan: problem

solving, character building, life-skill, dan pelbagai kegiatan yang membuat murid

Page 5: Bukan RSBI

bahagia belajar. Mengutamakan means values (proses nilai) seperti integritas,

kejujuran, tanggung jawab, kesetaraan, dan kepedulian. Para guru sabar melayani

murid dengan beragam gaya belajar. Metode mengajarnya multi-strategi. Pendidik

inspiratif yang lebih banyak melayani dan mendengarkan ketimbang

mengindoktrinasi dan menghakimi murid.

RSBI mereduksi kehidupan siswa yang kompleks dan kaya potensi menjadi

kumpulan skor, persentase, dan nilai. Menciptakan standar misterius yang

mengharuskan sekian persen siswa mengalami kegagalan. RSBI memperlakukan

murid secara seragam. Mendorong pembelajaran ekstrinsik. Belajar untuk

berlomba memperoleh skor tertinggi. Akselerasi memberlakukan batas waktu

yang membelenggu proses berpikir siswa. Memicu perbandingan antarmurid yang

sangat tidak bermanfaat.

Sekolah baru benar-benar disebut unggul bila proses evaluasinya mengakomodasi

seluruh akitivitas murid dan dampaknya menjadi acuan dasar penilaian

kemampuan. Menawarkan pengalaman menarik, aktif, hidup, dan

membahagiakan. Membangun lingkungan yang memberikan kesempatan sama

bagi setiap murid untuk berhasil. Memungkinkan guru mengembangkan

kurikulum bermakna dan melakukan penilaian dalam konteks program tersebut.

Menilai berdasarkan proses berkesinambungan sehingga menghasilkan gambaran

akurat tentang prestasi murid. Memberlakukan murid sebagai pribadi unik.

Mementingkan proses sekaligus hasil akhir. Mencakup kecakapan berpikir tingkat

tinggi. Memotivasi pembelajaran sebagai sesuatu yang memang substansial.

Page 6: Bukan RSBI

Mendorong pembelajaran melalui kerja sama kelompok. Membandingkan siswa

hanya dengan pencapaian mereka sendiri dari masa sebelumnya.

RSBI mengklaim dirinya sekolah favorit semata karena inputnya calon murid

bergaya belajar cepat, bayarnya mahal, memperoleh subsidi besar dari

pemerintah, memiliki kelas percepatan, menggunakan dwi bahasa (bilingual),

kelasnya dilengkapi LCD proyektor dan internet. Status akreditasi A+ dari Dinas

Pendidikan sebenarnya belum membuktikan RSBI unggul karena akreditasi hanya

menilai kesiapan dokumen dan instrumen pendidikan. Banyaknya guru senior dan

bersertifikat pendidik belum menunjukkan RSBI unggul mengingat sertifikasi

hanya menilai portofolio atau hasil diklat, belum mencerminkan profesionalisme

guru.

RSBI belum bisa disebut unggul hanya karena mengirimkan muridnya menang di

ajang olimpiade matematika dan fisika. Soalnya, hanya murid yang cakap

matematika dan IPA saja yang ikut olimpiade. Fasilitas lengkap, standar ISO dan

sertifikat IB (International Bachelor) belum cukup membuat RSBI disebut

unggulan. ISO dan IB hanyalah sarana penunjang pendidikan. Ada anekdot bagus

buat memahami pembredelan RSBI oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Batu melambangkan nilai-nilai fundamental pendidikan. Kerikil, simbol proses

dan tujuan akhir pendidikan. Pasir maknanya anggaran dan sarana pendidikan.

RSBI terlalu gandrung mengurusi perkara tersier seperti anggaran sehingga

mengabaikan asas dan dasar pendidikan. Tak heran bila terkesan elitis, arogan,

tujuan menghalalkan cara, rawan penyelewengan, menimbulkan sinisme dan

Page 7: Bukan RSBI

antipati—karena menabrak prinsip trust, respect, caring, dan fairness yang

diamanatkan UUD 1945. Sudah layak dan sepantasnya bila RSBI dimakzulkan MK.

*******

Hal lain yang perlu dicermati dari pernyataan Peni di atas adalah kalimat ‘Apapun

namanya nanti, jangan sampai mengurangi kualitas pendidikan di kota ini….’. Artinya,

meski pun MK telah menutup sekolah-sekolah ( R ) SBI, namun Peni tetap akan

melanjutkan sekolah-sekolah ( R ) SBI, namun dengan nama lain, misalkan memakai nama

Sekolah Unggulan.

Sebenarnya jalan pikiran Peni ini tidak asing bagi kita. Karena, sebelum MK memutuskan

untuk membubarkan sekloah-sekolah sekolah-sekolah ( R ) SBI, wakil mendiknas telah

mengeluarkan pernyataan serupa.

“Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ngotot akan tetap meneruskan

pola pendidikan yang terdapat dalam Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) meski

nantinya Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pelaksanaan RSB harus dihentikan.

RSBI tetap akan dilanjutkan, tentunya dengan nama yang berbeda.”

( JPNN)

Rupanya para pejabat kita ini terinspirasi gaya Thukul Arwana. Dulu, sebelum acara

Thukul bernama ( Bukan ) Empat Mata adalah Empat Mata. Karena sempat

menayangkan tayangan yang dianggap tidak layak, maka KPI menghentikan acara Empat

Mata. Untuk beberapa saat hosting fenomenal tersebut tiarap. Namun, tidak beberapa

lama acara yang diasuh Thukul tersebut muncul lagi dengan nama ( Bukan ) Empat

Page 8: Bukan RSBI

Mata. Model acaranya tetap sama dengan acara Empat Mata. Yang bermetamorfosis

hanyalah namanya saja. Akankah pejabat-pejabat kita, terutama di lingkungan

kemendiknas akan mengganti RSBI dengan ( Bukan ) RSBI ? Mari kita tunggu.

Sumber : http://rohadieducation.wordpress.com/2013/01/15/bukan-rsbi/#more-228

Diposting ileh Rohadi Wicaksono pada 14 Januari 2013