12
5/27/2018 bedahapendisitis-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/bedah-apendisitis 1/12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Apendisitis 3.1.1. Anatomi dan Fisiologi Apendiks Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu (Soybel, 2001 dalam Departemen Bedah UGM, 2010). Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan  pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup oleh  peritoneum viserale (Soybel, 2001 dalam Departemen Bedah UGM, 2010). Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004). Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004). Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

bedah apendisitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

apendisitis akut

Citation preview

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    3.1. Apendisitis

    3.1.1. Anatomi dan Fisiologi Apendiks

    Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

    (kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal

    dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk

    kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini

    mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu (Soybel,

    2001 dalam Departemen Bedah UGM, 2010).

    Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar

    submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan

    pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh

    lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam

    mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup oleh

    peritoneum viserale (Soybel, 2001 dalam Departemen Bedah UGM, 2010).

    Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti

    a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal

    dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di

    sekitar umbilikus (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

    Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri

    tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi,

    apendiks akan mengalami gangrene (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

    Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya

    dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran

    lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.

    Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid

    tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.

    Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena

    jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di

    saluran cerna dan di seluruh tubuh (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

    Gambaran apendiks diperlihatkan gambar 2.1.

    Gambar 2.1. Apendiks

    (Indonesian Children, 2009)

    2.1.2. Definisi dan Klasifikasi Apendisitis

    Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis

    akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah

    rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat

    (Smeltzer, 2001 dalam Docstoc, 2010). Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi

    terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi

    banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang

    terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh

    peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur (Anonim, 2007

    dalam Docstoc, 2010).

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • Klasifikasi Apendisitis

    Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis,

    yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis purulenta difusi yaitu

    sudah bertumpuk nanah (Docstoc, 2010).

    Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial,

    setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu

    apendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua (Docstoc, 2010).

    2.1.3. Etiologi

    Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai

    faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan

    sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor

    apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain

    yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena

    parasit seperti E. histolytica (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

    Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan

    rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi

    akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan

    fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.

    Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, De

    Jong, 2004).

    2.1.4. Morfologi Apendisitis

    Pada stadium paling dini, hanya sedikit eksudat neutrofil ditemukan di

    seluruh mukosa, submukosa, dan muskularis propria. Pembuluh subserosa

    mengalami bendungan dan sering terdapat infiltrat neutrofilik perivaskular ringan.

    Reaksi peradangan mengubah serosa yang normalnya berkilap menjadi membran

    yang merah, granular, dan suram. Perubahan ini menandakan apendisitis akut dini

    bagi dokter bedah. Kriteria histologik untuk diagnosis apendisitis akut adalah

    infiltrasi neutrofilik muskularis propria. Biasanya neutrofil dan ulserasi juga

    terdapat di dalam mukosa (Crawford, Kumar, 2007).

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • 2.1.5. Patofisiologi

    Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang

    disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan

    pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan serat

    dalam makanan yang rendah (Burkitt, Quick, Reed, 2007).

    Pada stadium awal dari apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi

    mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan

    muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada

    permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang

    bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal

    (Burkitt, Quick, Reed, 2007).

    Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam

    lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai

    apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi

    nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga

    peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan

    terjadi (Burkitt, Quick, Reed, 2007).

    2.1.6. Gambaran Klinis

    Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh

    radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai

    maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah

    nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah

    epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada

    muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan

    berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam

    dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang

    tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa

    memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa

    mempermudah terjadinya perforasi (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung

    oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak tanda

    rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul

    pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal

    (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

    Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat

    menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga

    peristaltis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan

    berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi

    peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya (Sjamsuhidajat, De

    Jong, 2004).

    2.1.7. Diagnosis

    Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini

    terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh

    saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau

    rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk

    mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah

    demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5 -38,5 C. Tetapi jika suhu lebih

    tinggi, diduga sudah terjadi perforasi (Departemen Bedah UGM, 2010).

    Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan

    membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi

    perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler

    abses (Departemen Bedah UGM, 2010).

    Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung.

    Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan,

    dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran

    kanan bawah:

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan

    kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda

    kunci diagnosis.

    Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness

    (nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah

    saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan

    penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.

    Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence

    muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang

    menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.

    Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan

    bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah,

    hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena

    iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.

    Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus

    psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.

    Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila

    panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan

    luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks

    terletak pada daerah hipogastrium.

    (Departemen Bedah UGM, 2010)

    Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik

    normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata

    akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam

    menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka

    tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal

    Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12 (Departemen Bedah UGM, 2010).

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor

    Alvarado, yaitu:

    Tabel 2.1. Skor Alvarado

    Skor

    Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke fossa iliaka kanan 1

    Anoreksia 1

    Mual atau Muntah 1

    Nyeri di fossa iliaka kanan 2

    Nyeri lepas 1

    Peningkatan temperatur (>37,5 C) 1

    Peningkatan jumlah leukosit 10 x 10 9/L 2

    Neutrofilia dari 75% 1

    Total 10

    Pasien dengan skor awal 4 sangat tidak mungkin menderita apendisitis dan tidak

    memerlukan perawatan di rumah sakit kecuali gejalanya memburuk.

    (Burkitt, Quick, Reed, 2007)

    2.1.8. Pemeriksaan Penunjang

    Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan

    jumlah leukosit (sel darah putih). Urinalisa diperlukan untuk menyingkirkan

    penyakit lainnya berupa peradangan saluran kemih. Pada pasien wanita,

    pemeriksaan dokter kebidanan dan kandungan diperlukan untuk menyingkirkan

    diagnosis kelainan peradangan saluran telur/kista indung telur kanan atau KET

    (kehamilan diluar kandungan) (Sanyoto, 2007).

    Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram)

    dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala)

    didalam lumen usus buntu. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa

    membantu dakam menegakkan adanya peradangan akut usus buntu atau penyakit

    lainnya di daerah rongga panggul (Sanyoto, 2007).

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • Namun dari semua pemeriksaan pembantu ini, yang menentukan diagnosis

    apendisitis akut adalah pemeriksaan secara klinis. Pemeriksaan CT scan hanya

    dipakai bila didapat keraguan dalam menegakkan diagnosis. Pada anak-anak dan

    orang tua penegakan diagnosis apendisitis lebih sulit dan dokter bedah biasanya

    lebih agresif dalam bertindak (Sanyoto, 2007).

    2.1.9. Diagnosis Banding

    Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai

    diagnosis banding, seperti:

    Gastroenteritis

    Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit.

    Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering

    ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan

    dengan apendisitis akut.

    Demam Dengue

    Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan

    hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit

    meningkat.

    Kelainan ovulasi

    Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut

    kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.

    Infeksi panggul

    Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu

    biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah

    perut lebih difus.

    Kehamilan di luar kandungan

    Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak

    menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim

    dengan pendarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah

    pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • Kista ovarium terpuntir

    Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa

    dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok

    rektal.

    Endometriosis ovarium eksterna

    Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat

    endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu

    karena tidak ada jalan keluar.

    Urolitiasis pielum/ ureter kanan

    Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal

    kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan.

    Penyakit saluran cerna lainnya

    Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di perut,

    seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung,

    kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal,

    perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel

    apendiks.

    (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004)

    2.1.10. Pengobatan

    Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah

    meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi

    appendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai

    6 jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus agar tidak terjadi

    dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan pembiusan

    umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik konvensional operasi

    pengangkatan usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas

    daerah apendiks (Sanyoto, 2007).

    Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman

    gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik

    perlu dilakukan sebelum pembedahan (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara bedah

    laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video camera yang

    dimasukkan ke dalam rongga perut sehingga jelas dapat melihat dan melakukan

    appendektomi dan juga dapat memeriksa organ-organ di dalam perut lebih

    lengkap selain apendiks. Keuntungan bedah laparoskopi ini selain yang disebut

    diatas, yaitu luka operasi lebih kecil, biasanya antara satu dan setengah sentimeter

    sehingga secara kosmetik lebih baik (Sanyoto, 2007).

    2.1.11. Komplikasi

    Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa

    perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami

    perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,

    dan letak usus halus (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

    Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan,

    obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan

    kematian (Craig, 2011).

    Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan

    komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intra-

    abdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses

    residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula tinja

    internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks (Bailey, 1992).

    2.1.12. Prognosis

    Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa

    penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah

    terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya

    penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi,

    keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi

    dan keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari (Sanyoto,

    2007).

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • Alasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di

    dalam rongga perut ini menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi perlu

    dilakukan secepatnya. Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena

    usus buntu akut. Namun hal ini bisa terjadi bila peritonitis dibiarkan dan tidak

    diobati secara benar (Sanyoto, 2007).

    3.2. Appendicogram

    3.2.1. Definisi

    Appendicogram merupakan pemeriksaan berupa foto barium usus buntu

    yang dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala)

    di dalam lumen usus buntu (Sanyoto, 2007).

    3.2.2. Teknik Pemeriksaan

    Indikasi dilakukannya pemeriksaan appendicogram adalah apendisitis

    kronis atau akut. Sedangkan kontraindikasi dilakukan pemeriksaan

    appendicogram adalah pasien dengan kehamilan trimester I atau pasien yang

    dicurigai adanya perforasi.

    Persiapan Bahan:

    Larutan Barium Sulfat ( 250 gram) + 120-200 cc air.

    Persiapan Pasien:

    Sehari sebelum pemeriksaan pasien diberi BaSO4 dilarutkan dalam air masak

    dan diminta untuk diminum pada jam 24.00 WIB setelah itu puasa.

    Pasien di panggil masuk ke ruang pemeriksaan dalam keadaan puasa.

    Pasien diminta untuk membuka pakaian.

    Pasien diberi baju RS untuk dipakai.

    Prosedur:

    Pasien naik ke atas meja pemeriksaan.

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

  • Kaset ditempatkan di bawah meja pemeriksaan.

    Meminta pasien agar kooperatif dan menuruti perintah radiografer sehingga

    pemeriksaan berjalan dengan baik.

    Sesudah pasien difoto, pasien diminta mengganti pakaian dan diminta untuk

    datang keesokan harinya untuk dilakukan foto kembali selama 3 hari berturut-

    turut.

    (Prosedur Tetap dan Standar Operasional Prosedur RSUD Dr. Pirngadi

    Medan, 2011)

    3.2.3. Gambaran Radiologis

    Appendicogram dengan non-filling apendiks (negatif appendicogram)

    merupakan apendisitis akut. Appendicogram dengan partial filling (parsial

    appendicogram) diduga sebagai apendisitis dan appendicogram dengan kontras

    yang mengisi apendiks secara total (positif appendicogram) merupakan apendiks

    yang normal (Sibuea, 1996).

    Appendicogram sangat berguna dalam diagnosis apendisitis akut, karena

    merupakan pemeriksaan yang sederhana dan dapat memperlihatkan visualisasi

    dari apendiks dengan derajat akurasi yang tinggi (Sibuea, 1996).

    Gambar 2.2. merupakan gambaran dari pemeriksaan appendicogram

    Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara