Upload
fitri-nur-malini-s
View
152
Download
3
Embed Size (px)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa.
Appendisitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada
anak-anak dan remaja. Penyebab utama dari appendisitis adalah terjadinya obstruksi lumen
apendiks, biasanya karena hiperplasia limfoid atau karena fekalith.1,2
Di Amerika Serikat, apendisitis akut adalah penyebab paling umum sakit perut akut
yang membutuhkan pembedahan. Lebih dari 5% dari populasi akan terjadi apendisitis akut. Ia
paling umum terjadi pada remaja dan 20-an tetapi dapat terjadi pada semua usia.1 Di Amerika
Serikat, 250.000 kasus apendisitis akut dilaporkan setiap tahun. Insiden apendisitis akut telah
menurun dengan stabil sejak akhir 1940-an, dan kejadian tahunan saat ini adalah 10 kasus per
100.000 penduduk. Di negara Asia dan Afrika, kejadian apendisitis akut lebih rendah,
mungkin karena kebiasaan makan dari penduduk. Insiden apendisitis lebih rendah dalam
budaya dengan asupan tinggi serat makanan. Serat diperkirakan akan menurunkan viskositas
feses, mengurangi waktu pengosongan lambung dan usus, dan mencegah pembentukan
fekalith.2 Menurut Ruchiyat dkk. 1999, insidens apendisitis akut jarang dilaporkan. Insidens
apendisitis akut pada pria berjumlah 242 orang sedangkan pada wanita 218 orang, dengan
jumlah 460 kasus. Insiden lebih sering terjadi pada pria berbanding perempuan dengan rasio
1,4 : 1.3
Diagnosis untuk menegakkan apendisitis akut cukup dengan pemeriksaan klinis.
Pemeriksaan tambahan bisa dilakukan seperti pemeriksaan laboratorium, laparoscopy, CT-
scan atau USG.4 Prognosis untuk apendisitis akut yang tidak dioperasi dan tidak diberikan
antibiotik, mortalitas adalah >50%. Jika apendisitis akut ini terdeteksi awal dan dioperasi,
kadar mortality adalah < 1%.1 Komplikasi dari apendisitis adalah perforasi, sepsis dan
kematian. Jika sudah terjadi komplikasi, prognosisnya bertambah buruk.2
Apendektomi merupakan satu – satunya terapi kurative untuk apendisitis.2 Terdapat
dua jenis apendektomi, open appendectomy dan Laparoscopic appendectomy. Selepas
dioperasi, terapi dilanjutkan dengan pemberian antibiotik.1,2,3
1
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan refarat ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui lebih dalam
lagi tentang apendisitis akut.
1.3 Manfaat
Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan refarat ini diantaranya :
1. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin memahami lebih lanjut topik-topik
yang berkaitan dengan apendisitis akut.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Pada masyarakat umum,sering juga
disebut dengan istilah radang usus buntu. Akan tetapi, istilah usus buntu yang selama ini
dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu
sebenarnya adalah sekum (caecum).4
Sedangkan apendiks atau yang sering disebut juga dengan umbai cacing adalah organ
tambahan pada usus buntu. Umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix
(atau hanya appendix) adalah ujung tabung buntu yang menyambung dengan caecum.4
2.2 Anatomi dan Fungsi Apendiks
Apendiks terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Apendiks merupakan organ yang
berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan pada
orang dewasa umbai cacing berukuran sekitar 10 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap
yaitu berpangkal di sekum, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda-beda, yaitu di retrocaecal
atau di pinggang (pelvis) yang pasti tetap terletak di peritoneum.5,6
Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal dan melebar pada bagian distal.
Saat lahir, apendiks pendek dan melebar dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak,
pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal.
Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan bisa berguna
dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah
Retrocaecal (74%) lalu menyusul Pelvic (21%), Patileal(5%), Paracaecal (2%),
subcaecal(1,5%) dan preleal (1%).5,6
Apendiks dialiri darah oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari bagian
bawah arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk arteri akhir atau ujung. Apendiks memiliki
lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe ileocaecal.5,6
3
Gambar 1: Anatomi Apendiks
Organ apendiks pada awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang tidak
mempunyai fungsi. Tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ
imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan
tubuh). Immunoglobulin sekretoal merupakan zat pelindung yang efektif terhadap infeksi
(berperan dalam sistem imun). Dan immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks
adalah Ig-A. Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi
sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil
sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.5,7
Selain itu, apendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml per hari. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam
pengaliran tersebut merupakan salah satu penyebab timbulnya appendisitis.5,7
4
Fungsi appendiks masih mengalami banyak perdebatan, namun para ahli meyakini
antara lain sebagai berikut :5,7
1. Sistem kekebalan tubuh
Antara lain menghasilkan Immunoglobulin A (IgA) seperti halnya bagian lain dari usus.
IgA merupakan salah satu immunoglobulin (antibodi) yang sangat efektif melindungi
tubuh dari infeksi kuman penyakit. Menurut penelitian, appendiks memiliki fungsi pada
fetus dan dewasa. Telah ditemukan sel endokrin pada appendiks dari fetus umur 11
minggu yang berperanan dalam mekanisme kontrol biologis (homeostasis). Pada
dewasa, appendiks berperan sebagai organ limfatik. Dalam penelitian terbukti appendiks
kaya akan sel limfoid, yang menunjukkan bahwa appendiks mungkin memainkan
peranan pada sistem imun. Pada dekade terakhir para ahli bedah berhenti mengangkat
appendiks saat melakukan prosedur pembedahan lainnya sebagai suatu tindakan
pencegahan rutin, pengangkatan appendiks hanya dilakukan dengan indikasi yang kuat,
oleh karena pada kelainan saluran kencing tertentu yang membutuhkan kemampuan
menahan kencing yang baik (kontinen), apendiks telah terbukti berhasil
ditransplantasikan kedalam saluran kencing yang menghubungkan buli (kandung
kencing) dengan perut sehingga menghasilkan saluran yang kontinen dan dapat
mengembalikan fungsional dari buli.
2. Pencernaan
Menurut penelitian yang dilakukan, Appendiks dulunya berguna dalam mencerna
dedaunan seperti halnya pada primata. Sejalan dengan waktu, kita memakan lebih
sedikit sayuran dan mulai mengalami evolusi, selama ratusan tahun, organ ini menjadi
semakin kecil untuk memberi ruang bagi perkembangan lambung. Appendiks
kemungkinan merupakan organ vestigial dari manusia prasejarah yang mengalami
degradasi dan hampir menghilang dalam evolusinya. Bukti dapat ditemukan pada hewan
herbivora seperti halnya Koala. Sekum dari koala melekat pada perbatasan antara usus
besar dan halus seperti halnya manusia, namun sangat panjang, memungkinkan baginya
untuk menjadi tempat bagi bakteria spesifik untuk pemecahan selulosa. Sejalan dengan
manusia yang semakin banyak memakan makanan yang mudah dicerna, mereka
semakin sedikit memakan tanaman yang tinggi selulosa sebagai energi. Sekum menjadi
semakin tidak berguna bagi pencernaan hal ini menyebabkan sebagian dari sekum
semakin mengecil dan terbentuklah appendiks. Teori evolusi menjelaskan seleksi natural
5
bagi appendiks yang lebih besar oleh karena appendiks yang lebih kecil dan tipis akan
lebih baik bagi inflamasi dan penyakit.
3. Flora Usus
Penelitian yang dilakukan mengajukan teori bahwa appendiks menjadi surga bagi
bakteri yang berguna, saat penyakit menghilangkan semua bakteria tersebut dari seluruh
usus. Teori ini berdasarkan pada pemahaman baru bagaimana sistem imun mendukung
pertumbuhan dari bakteri usus yang berguna. Terdapat bukti bahwa appendiks sebagai
alat yang berfungsi dalam memulihkan bakteri yang berguna setelah menderita diare.
2.3 Etiologi
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang
bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya hiperplasia jaringan
limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa
merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. Namun ada beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya:
1. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti
oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub
mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1%
diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith
dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya; fekalith ditemukan
40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut
ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan ruptur. 1,2,3,4
2. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya
fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat
infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur
didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan
E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan
kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan
aerob<10%.1,2,3,4
3. Kecenderungan familiar
6
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ, apendiks
yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi
apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga
terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan
mengakibatkan obstruksi lumen. 2
4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit
putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari Negara
yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa
kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru negara
berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat,
memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi. 2
5. Faktor infeksi saluran pernapasan
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza dan
pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati karena penyakit
infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan apendisitis. 2
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi Apendisitis ada 2, yaitu : 1,2
1. Apendisitis Akut, dibagi atas :
a. Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur
lokal.
b. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
Appendisitis akut dalam 48 jam dapat menjadi :
Sembuh
Kronik
Perforasi
Infiltrat
2. Apendisitis Kronis, dibagi atas :
a. Apendisitis kronis fokalis atau parsial, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur
lokal.
7
b. Apendisitis kronis obliteritiva, yaitu appendiks miring dimana biasanya ditemukan
pada usia tua.
2.5 Patofisiologi
1. Peranan lingkungan (diet dan higiene)
Penelitan epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat sumbatan fungsional appendix dan
meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Semua ini akan mempermudahkan
timbulnya appendicitis. Diet memainkan peranan utama pada pembentukan sifat feces,
yang mana penting untuk pembentukan fekalit. Kejadian appendicitis jarang di negara
berkembang, di mana diet tinggi serat dan konsistens feces lebih lembek. Kolitis,
diverticulitis, dan karsinoma kolon adalah penyakit yang sering terjadi di daerah denga
diet rendah serat dan menghasilkan feces dengan konsistensi keras.2
2. Obstruksi luman
Obstruksi luman merupakan faktor penyebab dominan dalam appendisitis akut.
Fekalit merupakan penyebab terjadinya obstruksi lumen appendiks pada 20% anak-anak
dengan appendisitis terjadinya fekalit berhubungan dengan diet rendah serat. Frekuensi
obstruksi meningkat sesuai dengan derajat proses inflammasi. Fekalit ditemukan 40%
pada kasus appendisitis sederhana (simple), sedangkan pada appendisitis akut dengan
gangrene tanpa ruptur terdapat 65% dan appendisitis akut dengan gangrene disertai
rupture terdapat 90%. 1,2,3,4
Jaringan lymphoid yang terdapat di submukosa appendix akan mengalami edema
dan hipertropi sebagai respon terhadap infeksi virus di sistem gasrointestinal atau sistem
respiratorius, yang akan menyebabkan obstruksi lumen appendix. Megakolon kongenital
terjadi obstruksi pada kolon bagian distal yang diteruskan kedalam lumen appendix dan
hal ini merupakan salah satu alasan terjadinya appendicitis pada neonatus. 1,2,3,4
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan appendisitis adalah erosi mukosa
appendix karena parasit seperti Entamuba Hystolitika dan benda asing mungikn
tersangkut di appendix untuk jangka waktu yang lama tanpa menimbulkan gejala,
namun cukup untuk menimbulkan risiko terjadinya perforasi. 1,2,3,4
8
Secara patogenesis faktor terpenting terjadinya appendisitis adalah adanya
obstruksi lumen appendix yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Sekresi mukosa yang
terkumpul selama adanya obstruksi lumen appendix menyebabkan distensi lumen akut
sehingga akan terjadi kenaikan tekanan intraluminer dan sebagai akibatnya terjadi
obstruksi arteri serta iskemia.1,2,3,4
Akibat dari keadaan tersebut akan terjadi ulserasi mukosa sampai kerusakan
seluruh lapisan dinding appendix, lebih lanjut akan terjadi perpindahan kuman dari
lumen masuk kedalam submukosa. Dengan adanya kuman dalam submukosa maka
tubuh akan bereaksi berupa peradangan suppurativa yang menghasilkan pus,keluarnya
pus dari dinding yang masuk kedalam lumen appendix akan mengakibatkan tekanan
inraluminer akan semakin meningkat, sehingga desakan pada dinding appendix akan
bertambah besar menyebabkan gangguan pada sistem vasa dinding appendix. 1,2,3,4
Mula-mula akan terjadi penekanan pada vasa limfatika, kemudian vena dan
terakhir adalah arteri, akibatnya akan terjadi edema dan iskemia dari appendx, infark
seterusnya melanjut menjadi gangren. Keadaan ini akan terus berlanjut dimana dindng
appendix akan mengalami perforas, sehingga pus akan tercurah kedalam rongga
peritoneum dengan akibat terjadinya peradangan pada peritoneum parietal. Hasil akhir
dari proses peradangan tersebut sangat tergantung dari kemampuan organ dan omentum
untuk mengatasi infeksi tersebut, jika nfeksi tersebut tidak bias diatasi maka akan terjadi
peritonitis umum. Pada anak-anak omentum belum berkembang dengan sempurna,
sehingga kurang efektif untuk mengatasi infeksi, hal in akan mengakibatkan appendix
cepat mengalami komplikasi. 1,2,3,4
3. Peranan flora bakteria
Flora bakteria pada appendix sama dengan di kolon, dengan ditemukan beragam
bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang terlibat dalam appendicitis sama
dengan penyakit kolon lainnya. Penemuan kultur dari cairan peritoneal biasanya
negative terhadap appendicitis sederhana. Pada tahap appendicitis suppurativa, bakteri
aerobic terutam Escherichia Coli banyak ditemukan, ketika gejala memberat banyak
organsme, termasuk Proteus, Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas dapat
ditemukan. Bakteri aerobik yang paling layak dijumpai adalah E.coli. Sebagian besar
penderita appendicitis gangrenosa atau appendisitis atau appendistis perforasi banyak
ditemukan bakteri anerobk terutama Bacteriodes fragilis.1,2
9
2.6 Gejala Klinis
Nyeri/Sakit perut
Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada
seluruh saluran cerna, sehingga nyeri visceral dirasakan pada seluruh lapangan perut
(tidak pin-point). Mula-mula daerah epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney.
Apabila telah terjadi inflammasi Apabila telah terjadi inflamasi (>6jam) penderita dapat
menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatic. Perasaan nyeri pada appendicitis
biasanya datang secara perlahan dan makin lama makin hebat. 1,2,3,4
Gambar 2: Gejala Khas pada Apendisitis
Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya kontraksi appendix,
distensi dari lumen appendix ataupun karena tarikan dinding appendx yang mengalami
peradangan. Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang bersifat hilang timbul
seperti kolik yang dirasakan didaerah umbilicus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. 1,2,3,4
Hal tersebut timbul oleh karena appendix dan usus halus mempunyai persarafan
yang sama, maka nyeri visceral itu akan mula-mula dirasai di daerah epigastrium dan
periumbilikal. Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-
6jam) seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut
sudah terjadi nyeri somatk yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum
parietal dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila
batuk ataupun berjalan kaki. 1,2,3,4
Muntah (rangsangan visceral), akibat aktivasi nervus vagus
10
Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya,
merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan anoreksia
hampir selalu ada pada setiap penderita appendicitis akut, Bila hal in tidak ada maka
diagnosis appendicitis akut perlu dipertanyakan. Hampir 75% penderita disertai dengan
vomtus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali
atau dua kali. Gejala disuria juga timbul apabila peradangan appendix dekat dengan
vesika urinaria. 1,2,3,4
Obstipasi
Penderita appendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa
nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak
appendix pelvikal yang merangsang daerah rektum. 1,2,3,4
Demam (infeksi akut)
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,5-
38,50C.Tetapi bla suhu lebih tnggi, diduga telah terjadi perforasi.
Variasi lokasi anatomi appendix akan menjelaskan keluhan nyeri somatic yang
beragam. Sebagai contoh appendix yang panjang dengan ujung yang mengalami
inflamasi di kuadran kiri bawah akan menyebabkan nyeri didaerah tersebut, appendix
retrosekal akan menyebabkan nyeri flank atau punggung, appendix pelvikal akan
menyebabkan nyeri pada supra pubik dan appendix retroileal bias menyebabkan nyeri
testicular, mungkin karena iritasi pada arter spermatika dan ureter. 1,2,3,4
2.7 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Kesalahan membuat diagnosis dapat terjadi kalau appendix terletak pada tempat yang
bukan tempat biasanya yaitu kuadran kanan bawah. Kadang-kadang diagnosis salah [ada
anak prasekolah, karena anak dengan anamnesis yang tidak karekteristik dan sekaligus sulit
diperiksa. Anak akan menangis terus-menerus dan tidak kooperatif.1,2
Inspeksi 1,2,3,4
Penderita berjalan membungkuk sambil memegang perut yang sakit,
kembung(+) bila terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada
appendikuler abses.
Pemeriksaan pada anak, perhatikan posisi anak yang terbaring pada meja periksa.
Anak menunjukkan ekspresi muka yang tdak gembira. Anak tidur miring ke sisi yang
11
sakit sambil melakukan fleksi pada sendi paha, karena setiap ektensi meningkatkan
nyeri.
Palpasi 1,2,3,4
Nyeri tekan (+) Mc. Burney
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran bawah atau titik Mc Burney dan
ini merupakan tanda kunci diagnosis.
Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan
melhat mimic wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba
dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam
dititik Mc Burney.
Defens muskuler(+) karena rangsangan m.rektus abdominis
Defens muskuler adalah nyeri tekan seluruh lapanagn abdomen yang menunjukkan
adanya rangsangan peritoneum parietal.
Rovsing sign
Penekanan perut sebelah kiri terjadi nyer sebelah kanan, karema tekanan
merangsang peristaltic dan udara usus, sehingga menggerakkan peritoneum sekitar
appendix yang meradang (somatic pain).
Rovsing sign adalah nyeri abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh
adanya nyeri lepas yang djalarkan karena ritasi peritoneal pada sisi yang
berlawanan.
Psoas sign
Pada appendix letak retroceacal, karena rangsangan peritoneum Psoas sign terjadi
karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada
appendix. Ada 2 cara memeriksa:
1. Aktif: Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, pasien memfleksikan
articulation coxae kanan atau nyeri perut kanan bawah.
2. Pasif: Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan pemeriksa, nyeri perut kanan
bawah.
12
Gambar 3: Pemeriksaan Psoas Sign
Obturator sign
Dengan gerakan fleksi dan endorotasi articulation coxae pada posis terlentang terjad
nyeri (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut
menunjukkan peradangan appendix terletak pada daerah hipogastrium.
Gambar 4: Pemeriksaan Obturator Sign
Perkusi
nyeri ketuk (+)
Auskultasi2
Peristaltik normal, peristaltic (-) pada ileus paralitik karena peritonitis
generalisata akibat appendicitis perforate. Auskultasi tidak banyak membantu dalam
13
menegakkan diagnosis appendicitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tdak
terdengar bunyi peristaltik usus.
Pemeriksaan Penunjang
Rectal toucher, nyeri tekan pada jam 9-12 2,4
Colok dubur juga tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis
appendicitis pada anak kecil karena biasanya menangis terus menerus. Pada anak kecil
atau anak yang irritable sangat sult untuk diperiksa, maka anak dimasukkan ke rumah
sakit dan diberikan sedative non narkotik ringan, seperti pentobarbital (2,5mg/kgBB)
secara suppositoria rectal. Setelah anak tenang, biasanya setelah satujam dilakukan
pemeriksaan abdomen kembali. Sedatif sangat membantu untuk melemaskan otot
dinding abdomen sehingga memudahkan penilaian keadaan intraperitoneal.
Diagnosis klinis apendisitis akut masih bisa salah 15%-20% walaupun telah
dilakukan pemeriksaan dilakukan dengan teliti dam cermat. Angka ini tinggi untuk
pasien perempuan dibanding laki-laki. Hal ini disebabkan perempuan yang masih muda
sering memiliki gejala yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu biasanya berasal dari
genetalia internal oleh karena ovulasi, radang perlvis dan lain-lain.
Untuk lebih memudahkan diagnosis klinis apendisitis, para klinisi telah berhasil
mengembangkan berbagai metode diagnosis. Salah satunya adalah dengan
menggunakan indeks alvarado, berikut adalah indeks alvarado:
Tabel 1: Alvarado Score
14
Dari tabel dapat ditarik kesimpulan dengan menjumlah setiap skor, kemudian
kemungkinan diagnosis apendisitis adalah berdasarkan pembagian interval nilai yang
diperoleh tersebut :
1. Skor >8 : Berkemungkinan besar menderita apendisitis. Pasien ini dapat langsung
diambil tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian perlu
dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan patologi anatomi.
2. Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis. Pasien ini
sbaiknya dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto polos abdomen ataupun
CT scan.
3. Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini tidak perlu
untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan dengan catatan tetap
dilakukan follow up pada pasien ini.
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis appendisitis memiliki kemiripan dengan diagnosa penyakit lainnya, karena
itulah pada sekitar 15-20% kasus terjadi kesalahan diagnosis klinis. Penyakit yang memiliki
gejala mirip antara lain:2,3,4
a) Gastroenteritis
Terjadi mual, muntah, diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan terbatas
tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan leukosit kurang menonjol
dibandingkan apendisitis akut. laboratorium biasanya normal karena hitung normal.
b) Limfedenitis Mesenterika
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai dengan sakit perut,
terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan, perut samar terutama kanan.
c) Demam Dengue
Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil positif untuk
Rumple Leed, trombositopeni, hematokrit yang meningkat.
d) Infeksi Panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih
tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul
pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada gadis dapat dilakukan
pemeriksaan melalui dubur jika perlu untuk diagnosis banding. Rasa nyeri pada
pemeriksaan melalui vagina jika uterus diayunkan.
e) Gangguan alat kelamin perempuan
15
Folikel ovarium yang pecah dapat memberikan nyeri perut kanan bawah pada
pertengahan siklus menstruasi. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam
waktu dalam 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari, pada
anamnesis nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu.
f) Kehamilan di luar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan tidak yang tidak menentu
Ruptur tuba, abortus kehamilan di luar rahim disertai pendarahan maka akan timbul
nyeri mendadak difus di pelvis dan bisa terjadi syok hipovolemik. Nyeri dan penonjolan
rongga Douglas didapatkan pada pemeriksaan vaginal dan didapatkan pada
kuldosintesis.
g) Divertikulosis Meckel
Gambaran klinisnya hampir serupa dengan apendisitis akut. Pembedaan sebelum operasi
hanya teoritis dan tidak perlu, sejak diverticulosis Meckel dihubungkan dengan
komplikasi yang rnirip pada apendisitis akut dan diperlukan pengobatan serta tindakan
bedah yang sama.
h) Intussusception
Ini harus dibedakan dengan apendisitis akut karena pengobatan berbeda umur pasien
sangat penting, apendisitis jarang pada umur di bawah 2 tahun sedangkan hampir
seluruh Intususception idiopatik terjadi di bawah umur 2 tahun.
i) Ulkus Peptikum yang Perforasi
Ini sangat mirip dengan apendisitis jika isi gastroduodenum terbalik mengendap turun ke
daerah usus bagian kanan (ceacum).
j) Batu Ureter
Jika diperkirakan mengendap dekat apendiks, ini menyerupai apendisitis retrocecal.
Nyeri menjalar ke labia, scrotum, atau penis, hematuria dan / atau demam atau
leukosotosis membatu. Pielography biasanya untuk mengkofirmasi diagnosa.
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan terapi
bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke
pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah penelitian
prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam beberapa bulan
kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi medis juga berguna
pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang tinggi. 1,2,3,4
16
Namun pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi awal
berupa antibiotik dan drainase melalui CT-scan pada absesnya. The Surgical Infection
Society menganjurkan pemberian antibiotik profilaks sebelum pembedahan dengan
menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 24 jam untuk apendisitis non perforasi
dan kurang dari 5 jam untuk apendisitis perforasi. 1,2,,4
Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah
pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis dengan
perforasi.
1. Cairan intravena 2
Cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di ganti segera dengan cairan
intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua atau kesehatan yang buruk harus
dipasang pengukur tekanan vena central. Balance cairan harus diperhatikan. Cairan atau
berupa ringer laktat harus di infus secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan
mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran urin pada level yang baik. Darah di berikan
bila mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara bersamaan.
2. Antibiotik 1,2,3,4
Pemberian antibiotik intravena diberikan untuk antisipasi bakteri patogen, antibiotik
initial diberikan termasuk gegerasi ke 3 cephalosporins, ampicillin - sulbaktam, dll, dan
metronidazol atau klindanisin untuk kuman anaerob. Pemberian antibiotik postops harus di
ubeah berdasarkan kulture dan sensitivitas. Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak
demam dengan normal leukosit. Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik
serta pemasangan pipa nasogastrik perlu di lakukan pembedahan sebagai terapi definitif dari
appendisitis perforasi.
Perlu dilakukan insisi yang panjang supaya mudah dilakukan pencucian rongga
peritonium untuk mengangkat material seperti darah, fibrin serta dilusi dari bakteria.
Pencucian cukup dengan larutan kristaloid isotonis yang hangat, penambahan antiseptik dan
antibiotik untuk irigasi cenderung tidak berguna bahkan malah berbahaya karena
menimbulkan adhesive (misal tetrasiklin atau provine iodine), anti biotik yang diberikan
secara parenteral dapat mencapai rongga peritonium dalam kadar bakterisid.
Ada juga ahli yang berpendapat bahwa dengan penambahan tetrasiklin 1 mg dalam 1 ml
larutan garam dapat mengendalikan sepsis dan bisul residual, pada kadar ini antibiotik
bersifat bakterisid terhadap kebanyakan organisme. Walaupun sedikit membuat kerusakan
pada permungkaan peritonial tapi tidak ada bukti bahwa menimbulkan resiko perlengketan.
17
Tapi zat lain seperti iodine tidak populer. Setelah pencucian seluruh cairan di rongga
peritonium seluruh cairan harus diaspirasi.
3. Operasi
Appendektomi 1,2,8,9,10
Apendiktomi terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks. Mencakup
Mc Burney, Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan diseksi melalui oblique
eksterna, oblique interna dan transversal untuk membuat suatu muscle spreading atau
muscle splitting, setelah masuk ke peritoneum apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi,
diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa yang terkena dicauter untuk mengurangi
perdarahan, beberapa orang melakukan inversi pada ujungnya, kemudian sekum
dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup.
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah appendektomi
dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan appendektomi sambil
memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses perforasi. Insidens appendix normal
yang dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada appendicitis akut tanpa komplikasi tidak
banyak masalah. 1,2,5,8
Konservatif kemudian operasi elektif
- Bed rest total posisi Fowler (anti Tredelenburg)
- Diet rendah serat
- Antibiotika spectrum luas
- Metronidazole
- Monitor: Tanda-tanda peritonitis (perforasi), suhu tiap 6 jam, LED bila baik
disuruh mobilisasi dan selanjutnya dipulangkan.
Penderita anak perlu cairan intravena untuk mengkoreksi dehhidrasi ringan. Pipa
nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung dan untuk mengurangi bahaya muntah
pada waktu induksi anestesi. Pada appendicitis akut dengan komplkasi berupa peritonitis
karena perforasi menuntut tindakan yang lebih intensif, karena biasanya keadaan anak sudah
sakit berat. 1,8,10
Timbul dehidrasi yang terjadi karena muntah, sekuestrasi cairan dalam rongga
abdomen dan febris. Anak memerlukan perawatan intensif sekurang-kurangnya 4-6 jam
sebelum dilakukan pembedahan. Pipa nasogastrik dpasang untuk mengosongkan lambung
agar mengurangi distensi abdomen dan mencegah muntah. Kalau anak dalm keadaan syok
hipovolemik maka diberikan cairan Ringer Laktat 20ml/kgBB dalam larutan glukosa 5%
18
secara intravena, kemudian diikuti dengan pemberian plasma atau darah sesuai indkasi.
Setelah pemberian cairan intravena sebaknya devalues kembali kebutuhan dan kekurangan
cairan. Sebelum pembedahan, anak harus memiliki urine output sebanyak 1ml/kgBB/jam.
Untuk menurunkan demam diberikan acetaminophen suppository (60mg/ tahun umur). Jika
suhu diatas 38% pada saat masuk rumah sakit,kompres alcohol dan sedasi diindikasikan
untuk mengontrol demam. 1,9
Antibiotika sebelum pembedahan dberikan pada semua anak dengan appendists,
antibotika profilaksis mengurangi insidensi komplikasi infeksi appendicitis. Pemberian
antibiotika dihentikan setelah 24 jam selesai pembedahan. Antibiotika berspektrum luas
diberikan secepatnya sebelum ada pembakan kuaman. Pemberian antibiotika untuk infeksi
anearob sangat berguna untuk kasus-kasus perforasi appendicitis. Antibiotika diberikan
selama 5 hari setelah pembedahan atau melihat kondisi klinis penderita. Kombinasi
antibiotika yang efektif melawan bakteri aerob dan anaerob spectrum luas diberikan sebelum
dan sesudah pembedahan. Kombinasi ampisilin (100mg/kg), gentamisin (7,5mg/kg) dan
klindamisin (40mg/kg) dalam dosis terbag selama 24jam ukup efektif untuk mengontrol
sepsis dan menghilangkan komplikasi appendicitis perforas. Metronidazole aktif terhadap
bakteri gram negative dan didistribusikan dangen baik ka cairan tubuh dan jaraingan. Obat ini
lebh murah dan dapat dijadikan pengganti klindamisin. 1,2,9,10
Gambar 2: Laparaskopi dan apendektomi
Laparoskopik apendiktomi
19
Laparoskopik apendiktomi mulai diperkenalkan pada tahun 1987, dan telah sukses
dilakukan pada 90-94% kasus apendisitis dan 90% kasus apendisitis perforasi. Saat ini
laparoskopik apendiktomi lebih disukai. Prosedurnya, port placement terdiri dari pertama
menempatkan port kamera di daerah umbilikus, kemudian melihat langsung ke dalam melalui
2 buah port yang berukuran 5 mm. Ada beberapa pilihan operasi, pertama apakah 1 port
diletakkan di kuadran kanan bawah dan yang lainnya di kuadran kiri bawah atau keduanya
diletakkan di kuadran kiri bawah. Sekum dan apendiks kemudian dipindahkan dari lateral ke
medial. Berbagai macam metode tersedia untuk pengangkatan apendiks, seperti dectrocauter,
endoloops, stapling devices. 1,8,10
Laparoskopi merupakan teknik terbaru dalam operasi untuk mengeluarkan appendix.
Dengan teknik resiko pembedahan seperti perdarahan dapat dminimalkan. Selain itu,
laparotomi merupakan salah satu langkah diagnostik dalam menegakkan diagnose
appendicitis.1,8,10
Gambar 3: Sebelum dan sesudah apendektomi
Mengenai pemilihan metode tergantung pada ahli bedahnya. Apendiks kemudian
diangkat dari abdomen menggunakan sebuah endobag. Laparoskopik apendiktomi
mempunyai beberapa keuntungan antara lain bekas operasinya lebih bagus dari segi kosmetik
dan mengurangi infeksi pascabedah. Beberapa penelitian juga menemukan bahwa
laparoskopik apendiktomi juga mempersingkat masa rawatan di rumah sakit. Kerugian
laparoskopik apendiktomi antara lain mahal dari segi biaya dan juga pengerjaannya yang
lebih lama, sekitar 20 menit lebih lama dari apendiktomi terbuka. Namun lama pengerjaanya
dapat dipersingkat dengan peningkatan pengalaman. Kontraindikasi laparoskopik
apendiktomi adalah pada pasien dengan perlengketan intra-abdomen yang signifikan. 1,8,10
2.10 Komplikasi
20
Komplikasi yang sering ditemukan adalah infeksi, perforasi, abses intra
abdominal/pelvi, sepsis,syok,dehidrasi. Perforasi yang ditemukan baik perforasi bebas
maupun perforasi pada appendix yang telah mengalami pendinginan, sehingga membentuk
massa yang terdiri dari kumpulan appendix, sekum dan keluk usus.9
2.11 Prognosis
Bila ditangani dengan baik, prognosis appendix adalah baik. Secara umum angka
kematian pasien appendix akut adalah 0,2-0,8% yang lebih berhubungan dengan komplikasi
penyakitnya daripada akibat tindakan intervensi. 1,9
DAFTAR PUSTAKA
21
1. Ansari P. Appendicitis in Acute Abdomen and Surgical Gastroenterology, The Merck
Manual Professional. Available from
http://www.merck.com/mmpe/sec02/ch011/ch011e.html [date accessed : 26 August
2012]
2. Craig S. Appendicitis. Medscape, last updated July 13, 2011. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview#showall [date accessed : 26
August 2012]
3. Humes DJ., Simpson J. Acute appendicitis in BMJ volume 33.
4. Goodman PE. Appendicitis in Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide,
Companion Book, McGraw Hill, 2001.
5. Guyton, Arthur C. 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta:EGC
(Penerbit Buku Kedokteran).
6. Brunicardi, F.C., et al. 2007. Schwartz`s Principle of Surgery. USA : The Mc Graw
Hill Company.
7. Universitas Sumatera Utara. Available from
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19162/4/Chapter%20II.pdf (date
accessed : 26 August 2012)
8. Santacroce L. Appendectomy, Medscape, last updated March 29, 2011. Available
from http://emedicine.medscape.com/article/195778-overview#showall [date accessed
: 28 August 2012]
9. Bedah Digestif. 2008. Apendicitis akut. Retrieved May 22, 2010, from Ilmu Bedah
UGM: http://bedahugm.net/Bedah-Digesti/Apendicitis-akut.html [date accessed : 28
August 2012]
10. Hardin, Mike. 1999. Acute Appendicitis Review and Update. Retrieved May 22, 2009,
from American Academy of Family Physicians.:
http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.html [date accessed : 28 August 2012]
22