Upload
samuel-dogi-girsang-shamz
View
137
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Patofisiologi Apendisitis _
Citation preview
PATOFISIOLOGI APENDISITIS
• Apendisitis adalah peradangan dari vermi vormis, dan merupakan penyebab abdomen akut. (Mansjoer Arif, 2002)
• Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui.
Patofisiologi ApendisitisSEMBELIT
FLORA KUMAN KOLON MENINGKAT
EROSI SELAPT LENDIR (E.histolytica)
KATUP ILIOSEKAL KOMPETEN
APENDISITIS MUKOSA
TEKANAN DI DALAM SEKUM TINGGI
PENGOSONGAN ISI APENDIKS TERHAMBAT :-STENOSIS-ADHESI- MESOAPENDIKS PENDEKAPENDISITIS
KOMPELET
Manifestasi Klinis
- Nyeri - Mual- Muntah- Demam dan Menggiggil
NYERINyeri dari visera seringkali secara bersamaan dilokalisasi di dua daerah permukaan tubuh karena nyeri dijalarkan melalui jaras alih visera dan jaras langsung parietal.
Impuls nyeri yang berasal dari apendiks pertama akan melewati serabut nyeri viseral
dan selanjutnya yang berada dalam gelendong saraf simpatis akan masuk kedalam medulla spinalis kira kira setinggi t10 atau t11, nyeri ini akan dialihkan ke seluruh umbilikus dan merupakan tipe pegal dan kram .
Impus nyeri juga sering kali dimulai di peritoneum parietalie tempat apendiks yang meradang menyenuh atau melekat pada dinding abdomen .
Hal ini menyebabkan nyeri tajam di sekitar peritoneum yang teriritasi di kudaran bawah abdomen.
MUALMual adalah pengenalan secara sadar terhadap eksitasi bawah sadar pada daerah medulla yang secara erat berhubungan dengan atau merupakan bagian dari pusat muntah dan mual dapat disebabkan oleh :
1. Impuls iritatidf yang datang dari traktis gastrointenstinal
2. Impuls yang berasal dari otak bawah yang berhubungan dengan motion sickness
3. Impuls dari kortex cerebri untuk mencetuskan muntah
Muntah kadang kadang terjadi tanpa didahului prodormal mual yang menunjukkan bahwa hanya bagian bagian tertentu dari pusat muntah yang berhubungan dengan perangsangan mual.
MuntahSinyal sensoris muntah dari faring, esofagus, lambung. Ditransmisikan
oleh saraf aferen vagal maupun saraf simpatis ke pusat muntah di batang otak.
‘impuls motorik ‘muntah di transmisikan melalui jalur saraf kranialis V VII IX X XII ke traktus gastrointenstinal bagian atas melalui saraf vagus
Dan Simpatis ke Traktus yang lebih bawah. Danmelalui saraf spinali s ke diafragma dan otot abdomen
• Antiperistaltik
Pada tahap awal iritasi gastrointenstinal, antiperistaltik terjadi
Bergerak mundur dgn kecepatan 2-3 cm per detik.
Dalam waktu 2-5 menit, ini usus halus bawah kembali ke duodenum dan lambung
Duodenum dan traktus atas meregang
Kontraksi intristik kuat terjadi pada duodenum dan lambung meyebabkan muntah.
• Aksi Muntah1. Bernapas dalam2. Tulang lidah dan laring menarik spingter
esofagus3. Penutupan glotis4. Pengangkatan palatum mole untuk
menutupi nares posterior5. Kontraksi diafragma dan seluruh dinding
abdomen6. Tekanan intragastrik tinggi7. Sfringter oseofagus bagian bawwah
berelaksasi scara lengkap8. Pengeluaran isi lambung melalui
oseofagus
DEMAM
MENGGIGILRangsangan hipotalamik terhadap mengiggil terletak pada hipotalamus posterior dekat dinding ventrikel ketiga
Area ini normalnya dihambat oleh sinyal dari pusat panas pada area preoptik-hipotalamus anterior,
Tapi dirangsang oleh sinyal dingin dari kulit dan medulla spinalis.
Pusat ini teraktivasi ketika suhu tubuh turun bahkan hanya beberapa derajat dibawah nilai suhu kritis
Pusat ini kemudian meneruskan sinyal yang menyebabkan menggigil melalui traktus bilateral turun ke batang otak, ke dalam kolumna lateralis medulla spinalis, dan akhirnya, ke neuron motorik anterior
Sinyal tersebut meningkatkan tonus otot rangka diseluruh tubuh. Ketika tonus meningkat diatas tingkat kritis, proses menggigil dimulai
Selama proses menggigil maksimum, pembentukan panas tubuh dapat meningkat sebesar 4-5 kali dari normal.
REFERENSI
• Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2012.
• Sjamshudat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
• Guyton n Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerjemah dr. Irawati Setiawan,dkk. Jakarta: EGC. 1997.