Upload
abraham-gita-ramanda
View
413
Download
0
Embed Size (px)
LAPORAN PBL
APENDISITIS AKUT
Di susun oleh:
Abraham Gita Ramanda 10.2009.059 / A-8
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
J A K A R T A
Kata Pengantar
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat
anugerahNya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah saya kali
ini berjudul “Apendisitis akut”
Pada kesempatan ini, saya juga tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Diana yang telah memberi saya kesempatan untuk membuat
makalah ini sehingga saya dapat menambah wawasan dan pengetahuan saya khususnya
dalam mata kuliah mengenai sistem digestive.
Di dalam kamus Indonesia telah dikatakan bahwa “tak ada gading yang tak retak”.
Saya sadar saya dapat melakukan kesalahan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati
saya sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca guna pembuatan makalah saya yang
berikutnya.
Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi anda.
Jakarta, 23 Mei 2011
Abraham Gita Ramanda
2
Daftar Isi
Kata Pengantar ....................................................................................................... 2
Daftar Isi ................................................................................................................ 3
Bab I: Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah ………………………………………………. 4
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………… 4
1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………………….. 4
1.4 Manfaat Penulisan …………………………………………………… 5
Bab II: Isi
2.1 Anamnesis Apendisitis akut ………………………………………….. 6
2.2 Pemeriksaan Apendisitis akut ………………………………………… 7
2.3 Diagnosis Apendisitis akut ……………………………………………. 8
2.4 Etiologi Apendisitis akut …………………………………………... 9
2.5 Faktor Resiko Apendisitis akut ……………………………………... 9
2.6 Epidemiologi Apendisitis akut ……………………………………... 10
2.7 Patofisiologi Apendisitis akut ………………………………………... 10
2.8 Tatalaksana Apendisitis akut ……………………………………….. 12
2.9 Prognosis Apendisitis akut ………………………………………..... 13
2.10 Komplikasi Apendisitis akut ………………………………………. 13
2.11 Prevensi Apendisitis akut ………………………………………….. 14
Bab III: Penutup
Kesimpulan ……………………………………………………………… 15
Daftar Pustaka …………………………………………………………………... 16
3
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Appendisitis akut adalah penyakit radang pada appendiks vermiformis yang terjadi secara
akut. Apendiks atau umbai cacing hingga saat ini fungsinya belum diketahui dengan pasti,
namun sering menimbulkan keluhan yang mengganggu. Apendiks merupakan tabung
panjang, sempit (sekitar 6 – 9 cm), menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara
normal dicurahkan dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan
dalam pengaliran lendir tersebut maka dapat mempermudah timbulnya apendisitis
(radang pada apendiks). Di dalam apendiks juga terdapat imunoglobulin, zat pelindung
terhadap infeksi dan yang banyak terdapat di dalamnya adalah Ig A. Selain itu pada
apendiks terdapat arteria apendikularis yang merupakan end-artery.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana anamnesis pada apendisitis akut?
1.2.2 Bagaimana pemeriksaan untuk mengetahui apendisitis akut?
1.2.3 Bagaimana diagnosis dari apendisitis akut?
1.2.4 Bagaimana etiologi dari apendisitis akut?
1.2.5 Bagaimana faktor resiko dari apendisitis akut?
1.2.6 Bagaimana epidemologi dari apendisitis akut?
1.2.7 Bagaimana patofisiologi dari apendisitis akut?
1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan untuk apendisitis akut?
1.2.9 Bagaimana prognosis untuk apendisitis akut?
1.2.10 Bagaimana komplikasi dalam apendisitis akut?
1.2.11 Bagaimana pencegahan untuk apendisitis akut?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui cara anamnesis yang tepat apendisitis akut.
1.3.2 Untuk mengetahui pemeriksaan yang tepat apendisitis akut.
1.3.3 Untuk mengetahui diagnosis bagi apendisitis akut.
1.3.4 Untuk mengetahui etiolgi apendisitis akut.
1.3.5 Untuk mengetahui faktor resiko dari apendisitis akut.
1.3.6 Untuk mengetahui epidemologi apendisitis akut.
4
1.3.7 Untuk mengetahui proses patofisiologi apendisitis akut.
1.3.8 Untuk mengetahui penatalaksanaan yang tepat apendisitis akut.
1.3.9 Untuk mengetahui prognosis apendisitis akut.
1.3.10 Untuk mengetahui komplikasi apendisitis akut.
1.3.11 Untuk mengetahui pencegahan bagi apendisitis akut.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Untuk menambah pengetahuan mahasiswa/i Universitas Kristen Krida Wacana.
1.4.2 Untuk menambah referensi perpustakaan.
5
Bab II
Isi
2.1 Anamnesis Apendisitis Akut
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis
dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan
terhadap orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut
sebagai aloanamnesis.
Anamnesis dalam apendisitis akut dapat dibagi dalam beberapa kategori utama: usia,
jenis kelamin, nyeri abdomen, dan gejala sistemik.
1. Usia dan Jenis Kelamin
Yang sangat tua dan sangat muda, masing-masing menampilkan sekitar 10 persen
penyajian pasien nyeri abdomen akut. Tetapi pasien di atas usia 65 tahun mempunyai
dua kali insiden penyakit bedah (30 persen) sebagai sebab nyeri abdomennya
dibandingkan pasien di bawah usia 65 tahun. Pada usia dewasa, wanita lebih mungkin
tampil dengan nyeri abdomen dibanding pria, tetapi pada pria yang menampilkan
gejala ini mempunyai insidens penyakit bedah yang lebih tinggi. Sistem
genitourinarius lazim menyebabkan nyeri abdomen pada wanita meliputi penyakit
peradangan pelvis, infeksi tractus urinarius, dismenore dan kehamilan ektopik.
2. Nyeri
Nyeri tanda abdomen akuta. Ini bisa ditandai oleh cara mulainya, sifat, faktor
pencetus atau lokalisasinya. Ada tiga jenis mulainya nyeri abdomen: eksplosif, cepat
dan bertahap. Pasien yang mendadak dicekam nyeri eksplosif menderita sekali, lebih
mungkin menderita pecahnya viskus berongga ke dalam cavitas peritonealis bebas
atau menderita ‘vascular accident’ berkelanjutan. Kolik berasal dari ginjal dan saluran
empedu bisa dimulai mendadak, tetapi jarang menyebabkan nyeri begitu parah,
sehingga pasien tak berdaya. Pasien dengan nyeri yang cepat dimulai, yang cepat
memburuk mungkin menderita pankreatitis akuta, trombosis mesenterica atau
strangulasi usus halus. Pasien dengan nyeri yang dimulai beratahap mungkin
menderita peradangan peritoneum, seperti yang terlihat dalam apendisitis atau
divertikulitis. Keparahan nyeri bisa ditandai sebagai menyiksa, parah, tumpul atau
seperti kolik. Nyeri menyiksa tak berespon terhadap narkotika menggambarkan suatu
6
lesi vaskular akuta seperti ruptura aneurisma abdominalis atau infark usus. Pasien
infark usus khas menderita nyeri melebihi proporsi gambaran fisik dan laboratorium.
Nyeri yang parah tetapi mudah dikendalikan oleh obat khas peritonitis akibat vikus
yang pecah atau pankreatitis akut. Nyeri tumpul, samar-samar yang sukar dilokalisasi
menggambarkan suatu proses peradangan dan lazim presentasi awal apendisitis. Nyeri
kolik yang ditandai sebagai kram dan dorongan (rush) menggam barkan
gastroenteritis. Nyeri akibat obstruksi usus halus mekanik juga bersifat kolik, tetapi
mempunyai pola berirama dengan interval bebas nyeri bergantian dengan kolik parah.
Dorongan peristaltik menyertai gastronteritis tidak perlu terkoordinasi dengan nyeri
kolik.1
2.2 Pemeriksaan Apendisitis Akut
Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi: pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,
sehingga pada inspeksi biasa ditemukan distensi perut.
- Palpasi: kecurigaan menderita apendisitis akan timbul pada saat dokter melakukan
palpasi perut dan kebahagian paha kanan. Pada daerah perut kanan bawah seringkali
bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri
(Blumberg sign). Nyeri perut kanan bawah merupakan kunci dari diagnosis
apendisitis akut.
Juga ada 4 hal yang penting dalam mendiagnosa apendisitis akut:
1. Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri visceral) yang beberapa waktu kemudian
menjalar ke perut kanan bawah.
2. Muntah oleh karena nyeri visceral.
3. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus)
4. Gejala lain adalah badan lemas dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit,
menghindari pergerakan di sekitar perut yang terasa nyeri.
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa
nyeri pada titik Mc Burney. Jika sudah infiltrat, insfeksi juga terjadi jika orang dapat
menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium:
7
a. Leukosit meningkat sebagai respon untuk melindungi tubuh terhadap
mikroorganisme yang menyerang pada apendisitis akut dan jika perforasi akan
terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi.
b. Hb (hemoglobin) tampak normal.
c. Laju Endap Darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrate.
d. Urine penting untuk melihat apakah ada infeksi pada ginjal.
Pemeriksaan radiologi:
Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnose appendicitis akut,
kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai
berikut:
a. Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan
b. Kadang ada fekolit (sumbatan)
c. Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
Ultrasonografi mungkin bersifat diagnostik. Radiografi toraks menyingkirkan
penyakit lapangan paru kanan bawah, yang dapat menyerupai nyeri kuadran kanan
bawah karena iritasi saraf T10, T11, T12.2,3
2.3 Diagnosis Apendisitis Akut
Working Diagnosis
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis
akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Keasalahan diagnosis lebih sering
pada perempuan dibanding pada lelaki. Hal ini dapat disadari mengingat pada
perempuan terutama yang masih muda sering timbul gangguan yang mirip apendisitis
akut. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di
pelvis, atau penyakit ginekologik lain. Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis
apendisitis akut bila diagnosis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di
rumah sakit dengan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi
bisa meningkatkan akurasi diagnosis. Demikian pula laparoskopi pada kasus yang
meragukan. Pemeriksaan jumlah leukosit membanu menegakkan diagnosis apendisitis
akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan
komplikasi.3
Defferential Diagnosis
Pankreatitis Akut
8
Merupakan peradangan nonbakterial dari pankreas, yang disebabkan oleh enzim-enzim
pankreas. 40% disebabkan oleh batu empedu. 40% lainnya dari alkoholisme, mungkin
disebabkan oleh peningkatan tekanan duktus pankreas dengan hipersekresi, presipitasi
protein, spasme sfingter Oddi, presipitasi kalsium, dan meningkatnya permeabilitas
duktus. Manifestasi klinik yaitu nyeri midepigastrik hebat hebat yang menjalar ke
punggung, berkurang bila duduk, disertai dengan muntah hebat, nyeri tekan abdomen
atas dan defans muskular. Pemeriksaan laboratorium menunjukan hiperamilasemia.
Kalsium mungkin turun. Radiografi dapat memperlihatkan sentinel loop dari udara usus.
CT scan untuk menunjukan keparahan penyakit. Terapi yang penting adalah penggantian
cairan elektrolit yang hilang, pemantauan volume vaskular (kateter Foley, jalur sendiri),
penilaian ulang hematokrit dan elektrolit (termasuk kalsium) dan istirahat usus.2
Urotilitas Pielum/ Ureter Kanan
Batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari penggan ke perut menjalar
ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria seing ditemukan. Foto
polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis
sering disertai dengan demam tinggi, mengigil, nyeri kontrovertebral di sebelah kanan,
dan pluria.1
2.4 Etiologi Apendisitis Akut
Penyebab apendisitis tersering adalah adanya obstruksi lumen. Pada umumnya
obstruksi ini terjadi karena:
1. Hyperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2. Adanya faekolit dalam lumen apendiks.
3. Adanya benda asing seperti biji-bijian.
4. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
Penyebab lainnya adalah infeksi kuman dari colon. Kuman yang terbanyak adalah E.
coli dan streptococcus.2,4
2.5 Faktor Resiko Apendisitis Akut
Penderita laki-laki lebih banyak daripada wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut. Morfologi dari apendiks juga mempengaruhi terjadinya apendisitis akut:
1. Apendik yang terlalu panjang,
2. Messo apendik yang pendek.
3. Penonjolan jaringan limpoid.
9
4. Kelainan katub di pangkal apendiks.2,3
2.6 Epidemiologi Apendisitis Akut
Apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang, namun
dalam tiga-empat dasawarsa terakhir terjadi peningkatan. Kejadian ini diduga disebabkan
oleh meningkatnya pola makan berserat dalam menu sehari-hari. Pada laki-laki dan
perempuan pada umumnya sebanding, kecuali pada umur 20 – 30 tahun insiden pada
laki-laki lebih tinggi. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak
yang kurang dari satu tahun yang jarang dilaporkan, mungkin karena tidak terduga
sebelumnya. Insiden tertinggi terjadi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu
menurun.3
2.7 Patofisiologi Apendisitis Akut
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehinga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mucus terys berlanjut, tekanan akan terus meningkat. hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
10
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
Penelitian terakhir menemukan bahwa ulserasi mukosa akibat parasit seperti E
Hystolitica, merupakan langkah awal terjadinya apendisitis pada lebih dari separuh
kasus, bahkan lebih sering dari sumbatan lumen. Makanan rendah serat juga memiliki
kemungkinan menimbulkan apendisitis. Tinja yang keras pada akhirnya akan
menyebabkan konstipasi yang akan meningkatkan tekanan didalam sekum sehingga akan
mempermudah timbulnya penyakit itu. Apendisitis dapat menyerang siapa saja, segala
umur dan pada semua jenis kelamin.
Nyeri dari visera seringkali secara bersamaan dilokalisasi di dua daerah permukaan
tubuh karena nyeri dijalarkan melalui nyeri alih viseral dan nyeri langsung parietal,
mekanisme:
1. Impuls nyeri yang berasal dari apendiks akan melewati serabut-serabut nyeri viseral
saraf simpatik dan selanjutnya akan masuk ke medulla spinalis kira-kira setinggi
thorakal X sampai thorakal XI dan dialihkan ke daerah sekeliling umbilikus
(menimbulkan rasa pegal dan kram).
2. Dimulai di peritoneum parietal tempat apendiks meradang yang melekat pada dinding
abdomen. Ini menyebabkan nyeri tajam di peritoneum yang teriritasi di kuadran kanan
bawah abdomen.
Manifestasi klinik dari apendisitis akut:
1. Nyeri kuadran kanan bawah. Biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual,
dan sering kali muntah.
2. Pada titik McBurney (terletak disepertiga lateral antara umbilicus dan spina anterior
dari ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah
otot rectum kanan.
3. Nyeri alih mungkin saja ada, letak apendiks mengakibatkan sejumlah nyeri tekan,
spasme otot, dan konstipasi atau diare.
4. Tanda rovsing dapat timbul dengan mempalpasi kuadran bawah kiri, yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran kanan bawah.
5. Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar, terjadi distensi
abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.3,4
11
2.8 Penatalaksanaan Apendisitis Akut
Terapi selalu operatif karena lumen yang terobstruksi tidak akan sembuh dengan
antibiotic saja. Apendisitis akut tanpa rupture diterapi dengan apendektomi segera
setelah evaluasi medis selesai. Rupture apendisitis dengan peritonitis local atau flegmon,
dioperasi setelah resusitasi awal untuk memperbaiki cairan serta elektrolit yang hilang.
Rupture apendisitis dengan penyebaran pada peritonitis membutuhkan resusitasi cairan
yang lebih luas, tetapi pasien harus menjalani operasi secara normal dalam 4 jam untuk
mencegah berlanjutnya kontaminasi peritoneum.
1. Sebelum operasi
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini obsevasi ketat perlu dilakukan.
Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh
diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya.
Pemeriksaan abdomen dan rectal seta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung
jenis) diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk
mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis
ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah
timbulnya keluhan.
b. Intubasi bila perlu
c. Antibiotik: Pemberian antibiotik untuk kuman Gram negatif dan positif serta
kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum
pembedahan.
2. Operasi. Ada 2 macam:
a. Operasi terbuka: satu sayatan akan dibuat (sekitar 5 cm) dibagian bawah kanan
perut. Sayatan akan lebih besar jika apendisitis sudah mengalami perforasi.
12
b. Laparoskopi: sayatan dibuat sekitar dua sampai empat buah. Satu didekat pusar,
yang lainnya diseputar perut. Laparoskopi berbentuk seperti benang halus dengan
kamera yang akan dimasukkan melalui sayatan tersebut. Kamera akan merekam
bagian dalam perut kemudian ditampakkan pada monitor. Gambaran yang
dihasilkan akan membantu jalannya operasi dan peralatan yang diperlukan untuk
operasi akan dimasukkan melalui sayatan di tempat lain. Pengangkatan apendiks,
pembuluh darah, dan bagian dari apendiks yang mengarah ke usus besar akan
diikat.
3. Pascaoperasi.
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya pendarahan
di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Angkat sonde lambung bila
pasien telah sadarm sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan
pasien dalam posisi Fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan. Selama itu pasin dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya
pada pergorasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali
normal.
Kemudian berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5jam lalu naikkan menjadi
30ml/jam. Keesikan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan
makanan lunak.
Satu hari pascaoperasi, pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempa tidur selama
2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari
ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.3,4
2.9 Prognosis Apendisitis Akut
Dengan diagnosis yang akurat seta pembedahan, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila
apendiks tidak diangkat. Terminologi apendisitis kronis sebenarnya tidak ada.3
2.10 Komplikasi Apendisitis Akut
Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan tetapi penyakit
ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan
13
mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi
aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.
Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri spasme otot dinding perut
kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlikalisasi,
ileus, demam, malaise, dan leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis
umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak pasien pertama kali datang, diagnosis
dapat ditegakan dengan pasti.
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang di lakukan adalah operasi untuk
menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang:
- Tirah baring dalam posisi Fowler medium (setengah duduk)
- Pemasangan NGT
- Puasa
- Koreksi cairan dan elektrolit
- Pemberian penenang
- Pemberian antibiotic spectrum luas dilanjutkan dengan pemberian antibiotic
yang sesuai dengan hasil kultur
- Transfuse untuk mengatasi anemia
- Penanganan syok septic secara intensif, bila ada.
Bila terbentuk abses apendiks, akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang
cenderung menggelembung ke arah rectum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan
kombinasi antibiotic (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindamisin).
Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakukan 6-
12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase.
Abses daerah pelvis yang menonjol kea rah rectum atau vagina dengan fluktuasi positif
juga perlu dibuatkan drainase.
Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan
komplikasi yang letal. Hal ini harus kita curigai bila ditemukan demam sepsism
menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan
ini diindikasikan pemberian antibiotic kombinasi dengan dranase.
14
Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa abses subfrenikus dan fokal sepsis
intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.3,4
2.11 Prevensi Apendisitis Akut
Tidak ada cara untuk memprediksi terjadinya apendisitis atau mencegah terjadinya
apendisitis. Juga tidak ada cara pencegahan faktor resiko untuk apendisitis. Sedankan
faktor resiko yang memungkinkan terjadinya apendisitis adalah diet randah serat dan
tinggi gula, sejarah keluaga, dan infeksi kuman.5
Bab III
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembelajaran yang dikaji, dapat disimpulkan bahwa hasil hipotesis yang
disepakati, yaitu “laki-laki dengan keluhan demam dan nyeri pada perut sebelah kanan bawah
menderita apendisitis akut” dapat diterima. Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisa
terhadap anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, working diagnosis,
differential diagnosis, etiologi, epidemologi, faktor resiko, patofisiologi, manifestasi klinik,
penatalaksanaan, komplikasi, prognosis, dan pencegahan pada enterobiasis.
15
Daftar Pustaka
1. De Jong , W. Sjamsuhidajat, R. Buku ajar ilmu bedah. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit
buku kedokteran (EGC). 2004.h.640-5.
2. Mansjoer, A., dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta:
Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000.h.307-
10.
3. Schwartz, S, I. Shires, G, T, S. Spencer, F, C. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah.
Edisi 6. Jakarta: Penerbit buku kedokteran. 2000.h.437-41.
4. Teirney LM, McPhee SJ, Papadokis MA. Current medical diagnosis and treatment.
44th ed. New York: Mc Grw-Hill; 2005.p.594-5.
5. Appendicitis. Edisi 4 february 2010. Diunduh dari
http://www.emedicinehealth.com/appendicitis/article_em.htm , 19 mei 2011.
16