26
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan Pada hakikatnya pariwisata adalah suatu proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain seperti karena ingin tahu, menambah pengalaman ataupun untuk belajar. (Suwantoro, 2004, hal.3). Pariwisata memiliki pengertian yang luas, para ahli di bidang pariwisata mendefinisikan istilah pariwisata dilihat dari berbagai sudut pandang. Salah satunya Syafiie yang mendefinisikan pariwisata berdasar kata asalnya, berikut akan dijelaskan pada sub bab selanjutnya. 2.1.1 Pengertian Pariwisata Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yaitu kata “Pari” yang berarti halus, maksudnya mempunyai tata krama tinggi dan “wisata” yang berarti kunjungan atau perjalanan untuk melihat, mendengar, menikmati dan mempelajari sesuatu (Syafiie,2009, hal.15). Jadi, pariwisata adalah meyuguhkan suatu kunjungan secara bertatakrama dan berbudi. Pariwisata adalah kegiatan dinamis yang melibatkan banyak manusia serta menghidupkan berbagai bidang usaha (Ismayanti, 2010, hal.1). Berdasarkan pengertian tersebut Pariwisata terus bergerak secara dinamis ke arah perkembangan zaman, beradaptasi sesuai dengan perkembangan tersebut. Definisi pariwisata menurut WTO (dalam Ismayanti, 2010, hal.4) activities of person travelling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, bussines and other purposes”. Definisi diatas dapat diartikan bahwa pariwisata merupakan salah satu aktifitas yang dilakukan oleh orang–orang yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di daerah tujuan di luar lingkungan kesehariannya. Perjalanan wisata ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

Pada hakikatnya pariwisata adalah suatu proses kepergian sementara dari

seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Dorongan

kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan, baik karena kepentingan

ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain

seperti karena ingin tahu, menambah pengalaman ataupun untuk belajar.

(Suwantoro, 2004, hal.3). Pariwisata memiliki pengertian yang luas, para ahli di

bidang pariwisata mendefinisikan istilah pariwisata dilihat dari berbagai sudut

pandang. Salah satunya Syafiie yang mendefinisikan pariwisata berdasar kata

asalnya, berikut akan dijelaskan pada sub bab selanjutnya.

2.1.1 Pengertian Pariwisata

Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yaitu kata “Pari” yang berarti

halus, maksudnya mempunyai tata krama tinggi dan “wisata” yang berarti

kunjungan atau perjalanan untuk melihat, mendengar, menikmati dan mempelajari

sesuatu (Syafiie,2009, hal.15). Jadi, pariwisata adalah meyuguhkan suatu

kunjungan secara bertatakrama dan berbudi.

Pariwisata adalah kegiatan dinamis yang melibatkan banyak manusia serta

menghidupkan berbagai bidang usaha (Ismayanti, 2010, hal.1). Berdasarkan

pengertian tersebut Pariwisata terus bergerak secara dinamis ke arah

perkembangan zaman, beradaptasi sesuai dengan perkembangan tersebut.

Definisi pariwisata menurut WTO (dalam Ismayanti, 2010, hal.4)

”activities of person travelling to and staying in places outside their usual

environment for not more than one consecutive year for leisure, bussines and

other purposes”.

Definisi diatas dapat diartikan bahwa pariwisata merupakan salah satu

aktifitas yang dilakukan oleh orang–orang yang melakukan perjalanan ke dan

tinggal di daerah tujuan di luar lingkungan kesehariannya. Perjalanan wisata ini

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

8

berlangsung dalam jangka waktu tidak lebih dari satu tahun secara berturut-turut

untuk tujuan bersenang-senang, bisnis dan lainnya.

Damanik, dkk. (2006, hal.1) menyebutkan bahwa pariwisata adalah

kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau

mencari suasana lain. Pada masa ini manusia akan mengalami titik jenuh dalam

menghadapi rutinitasnya. Oleh karena itu pariwisata dapat menjadi jawaban dari

permasalahan tersebut.

Pengertian lain yang diungkapkan oleh Hunziker dan Kraft (dalam Muljadi,

2009, hal.8) “The totally of relationship and phenomena arising from the travel

and stay of strangers, provided the stay does not empty the establishment

permanent residence and is not connected with a remunerated activity”.

Atau, Pariwisata adalah keseluruhan hubungan dan fenomena yang timbul

dari perjalanan dan orang asing yang tinggal untuk sementara, tidak untuk

bertempat tinggal, menetap dan tidak ada hubungan dengan kegiatan untuk

mencari nafkah.

Jika disimpulkan dari beberapa pengertian mengenai pariwisata yang

terdapat di atas, maka Pariwisata adalah kegiatan yang melibatkan banyak orang,

baik yang melakukan aktivitas, perjalanan ke dan tinggal untuk sementara di

daerah di luar lingkungan kesehariannya untuk mencari kesenangan, maupun

orang yang menyediakan fasilitas yang mendukung kegiatan tersebut, saling

berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain dan menghidupkan berbagai

bidang usaha. Salah satu unsur yang terdapat di Pariwisata adalah Wisatawan,

untuk mengetahui lebih lanjut mengenai wisatawan, berikut pada sub bab dibawah

ini penjelasannya.

2.1.2 Pengertian Wisatawan

Menurut National Tourism Resources Review Commission dalam

Goeldner dan Ritchie (2003, hal.8), definisi wisatawan adalah“one who travels

away from home for a distance of at least 50 miles (one way) for business,

pleasure, personal affairs, or any other purpose except to commute to work,

whether he stays overnight or returns the same day.”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

9

Definisi diatas dapat diartikan bahwa wisatawan adalah seseorang yang

melakukan perjalanan keluar dari rumah dengan jarak kurang lebih 50 mill dengan

tujuan berbisnis, kesenangan, hubungan pribadi, atau tujuan lainnya kecuali untuk

bekerja, meskipun tinggal bermalam atau kembali hari itu juga.

Pengertian lain menurut, (Suwantoro, 2004) Wisatawan (tourist) adalah

seseorang atau sekelompok orang yang melakukan perjalanan wisata. Seseorang

atau sekelompok orang tersebut dapat dikatakan sebagai wisatawan apabila

tinggal di suatu tempat dengan durasi lebih dari 24 jam. Apabila tinggal tidak

lebih dari 24 jam di tempat yang dikunjungi, maka wisatawan tersebut termasuk

kedalam kategori pelancong (excursionist).

Menurut Undang-Undang Kepariwisataan Nomor 9 tahun 1990.

Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. (dalam Muljadi, 2009,

hal.12) Undang–undang kepariwisataan diatas memiliki pengertian yang luas akan

wisatawan, semua orang maupun kelompok yang melakukan kegiatan wisata baik

lebih dari 24 jam maupun kurang dapat termasuk kategori wisatawan.

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa wisatawan

adalah seseorang atau sekelompok orang yang melakukan perjalanan keluar

rumah dengan tujuan untuk berbisnis, kesenangan, hubungan pribadi lainnya

kecuali bekerja dan tinggal di suatu tempat dengan durasi kurang ataupun lebih

dari 24 jam. Wisatawan terbagi menjadi beberapa jenis, lebih jelasnya akan

dibahas jenis–jenis Wisatawan menurut Smith dalam Cooper yang di kutip dari

Ismayanti di bawah ini.

2.1.3 Jenis-jenis wisatawan

Jenis wisatawan menurut Smith dalam Cooper (dalam Ismayanti, 2010)

mengelompokan jenis wisatawan menjadi 7, adalah sebagai berikut:

1. Wisatawan Penjelajah (explorer)

Wisatawan yang melakukan penjelajahan ke daerah–daerah yang sulit di

jangkau. Wisatawan ini jumlahnya sangat terbatas karena kegiatannya

termasuk kegiatan wisata minat khusus.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

10

2. Wisatawan Elite

Kelompok ini berjumlah kecil, dan biasanya terdiri atas individu yang pernah

bepergian ke manapun. Wisatawan yang melakukan perjalanan wisata dengan

mewah, fasilitas yang mudah dan lengkap, dengan biaya yang mahal.

Kalangan atas mendominasi jenis wisatawan ini.

3. Wisatawan Luar Jalur (off-beat)

Jenis wisatawan ini biasanya sering mendatangi tempat di luar kebiasaan

wisatawan lainnya. Wisatawan ini biasanya cepat beradaptasi dengan

masyarakat setempat sehingga biasanya mendapat penerimaan yang baik pula

dari masyarakat lokal.

4. Wisatawan Luar Biasa (unusual tourist)

Wisatawan luar biasa biasanya menggunakan paket wisata dalam melakukan

kegiatan wisatanya. Namun dalam hal berinteraksi, wisatawan luar biasa

masih sedikit menjaga jarak dengan masyarakat lokal dan tidak begitu saja

menerima kebiasaan dari masyarakat lokal.

5. Wisatawan Massal Tingkat Pemula (incipient mass tourist)

Wisatawan ini biasanya lebih memilih melakukan kegiatan wisata ke tempat

yang terkenal dan banyak dikunjungi. Wisatawan ini masih bisa berinteraksi

dengan budaya setempat, meskipun wisatawan ini lebih mudah menerima

budaya dari luar saja.

6. Wisatawan Massal (mass tourist)

Wisatawan ini biasanya berpenghasilan menengah. Interaksi yang dilakukan

biasanya bersifat semu saja. Biasanya melakukan perjalanan ke daerah yang

telah biasa dikunjungi.

7. Wisatawan Borongan (charter)

Wisatawan ini biasanya enggan berinteraksi dengan masyarakat lokal.

Motivasi perjalanan biasanya ingin mendatangi tempat yang terkenal.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

11

Tabel 2.1 Tipologi Wisatawan

Jenis Wisatawan Jumlah Wisatawan Adaptasi dengan norma

setempat

Penjelajah Sangat terbatas Sepenuhnya menerima

Elite Jarang terlihat Sepenuhnya beradaptasi

Di luar jalur Jarang namun ada Beradaptasi dengan baik

Luar Biasa Kadang-kadang Beradaptasi secukupnya

Masal pemula Arus tetap Mencari fasilitas

Masal Arus berkelanjutan Mengharapkan fasilitas

Borongan Kunjungan secara besar–

besaran Membutuhkan fasilitas

Sumber: Adaptasi dari Smith dalam Cooper (dalam Ismayanti, 2010, hal.36)

Berdasarkan pembagian jenis-jenis wisatawan diatas dapat ditarik

kesimpulan bahwa jenis wisatawan ini dikelompokkan lebih banyak berdasarkan

tempat yang ingin dikunjungi dan cara wisatawan berinteraksi dengan masyarakat

lokal. Setiap wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata memiliki motifasi

tersendiri tergantung kebutuhan dari wisatawan bersangkutan. Motivasi dapat

mempengaruhi tujuan wisata yang akan dituju oleh wisatawan. Untuk lebih

jelasnya berikut dibawah ini akan dijelaskan mengenai motivasi wisata.

2.1.4 Motivasi Wisata

Menurut Soekadijo (2000), motivasi wisata adalah hasrat pembawaan

dalam bentuknya yang kongkret, yang berupa keperluan, dorongan atau alasan

tertentu, yang membuat seseorang melakukan kegiatan wisata. Motivasi setiap

orang untuk melakukan kegiatan wisata berbeda-beda tergantung kebutuhannya

masing-masing. Dibawah ini akan disebutkan pengklasifikasian motivasi wisata

menurut McIntosh (dalam Soekadijo, 2000), yaitu:

1. Motivasi Fisik

Motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan fisik, seperti istirahat,

olahraga, kesehatan, relaksasi tubuh dan lain sebagainya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

12

2. Motivasi Budaya

Motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan keingintahuan tentang

budaya suatu bangsa, Negara, suku, maupun daerah tertentu. Kebanyakan

yang memiliki motivasi ini memiliki tujuan utama untuk mengenal dan

meneliti mengenai suatu kebudayaan.

3. Motivasi Interpersonal

Motivasi yang berhubungan dengan keinginan pribadi untuk bertemu

keluarga, teman, tetangga, maupun berkenalan dengan orang baru, seperti

tokoh terkenal, tokoh yang mempengaruhi karier maupun lainnya.

4. Motivasi Status atau Motivasi Prestise

Motivasi wisata yang berhubungan dengan gengsi seseorang atau

kelompok. Orang melakukan kegiatan wisata atas dasar gengsi, biasanya

orang yang masuk ke tingkatan ini adalah orang dari kalangan menengah

ke atas, karena melakukan kegiatan wisata yang tidak dapat dilakukan oleh

semua orang dalam segi biaya, seperti wisata cruise, wisata luar angkasa,

dan lain–lain.

Setiap motivasi dalam melakukan kegiatan wisata merupakan dasar

keinginan atau kebutuhan dari wisatawan yang berbeda–beda. Motivasi tersebut

berhubungan erat dengan daya tarik suatu tempat wisata, ketika wisatawan

memiliki motivasi terhadap budaya, maka wisatawan tersebut akan mengunjungi

destinasi yang memberikan daya tarik budaya. Setiap destinasi wisata memiliki

daya tarik yang berbeda, berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai jenis daya

tarik wisata:

2.1.5 Jenis-Jenis Daya Tarik Wisata

Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 2009 menyebutkan

bahwa Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,

kemudahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan

hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan wisatawan. Daya tarik

wisata memiliki berbagai jenis. Menurut Kesrul (2003), daya tarik wisata terbagi

menjadi 8 jenis, yaitu sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

13

1. Wisata Pelesir

Wisata dengan tujuan untuk bersenang-senang dan menikmati keadaan

sekitar daerah tujuan wisata.

2. Wisata Rekreasi

Wisata untuk memulihkan kesegaran jasmani dan rohani, biasanya

dilakukan oleh anggota yang cukup banyak seperti keluarga.

3. Wisata Budaya

Wisata yang memberikan pengetahuan mengenai kebudayaan suatu tempat,

baik dilihat dari segi suku, adat istiadat maupun lainnya.

4. Wisata Petualang

Kegiatan wisata yang dilakukan di alam terbuka, dapat menjadi daya tarik

bagi kalangan tertentu karena dapat memberikan pengalaman hidup di alam

terbuka.

5. Wisata Olahraga

Wisata yang dilakukan untuk menyaksikan acara olahraga terkenal ataupun

bertaraf dunia, selain itu, wisata ini juga dapat menempatkan wisatawannya

sebagai pelaku olahraga tersebut.

6. Wisata Bisnis

Wisata yang dilakukan atas dasar tuntutan suatu jabatan atau pekerjaan

yang berkaitan dengan kegiatan bisnis.

7. Wisata Konvensi

Wisata yang dilakukan untuk mengahadiri berbagai event, seperti seminar,

pameran, dan lain sebagainya.

8. Wisata Minat Khusus

Kegiatan wisata tertentu yang diminati sebagian kecil orang, disebabkan

karena kegiatan wisata yang berbahaya maupun unik.

Berikut akan dijelaskan lebih dalam mengenai wisata minat khusus, dalam

Ismayanti (2010 hal.156) jenis wisata minat khusus dibagi menjadi beberapa jenis

yaitu sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

14

1. Usaha Wisata Olahraga

Wisata ini memadukan kegiatan olahraga dengan kegiatan wisata.

Kegiatan dalam wisata ini dapat berupa kegiatan olahraga aktif yang

mengharuskan wisatawan melakukan gerak olah tubuh secara langsung.

Kegiatan lainnya dapat berupa kegiatan olahraga pasif, dimana wisatawan

tidak melakukan gerak olah tubuh, melainkan hanya menjadi penikmat dan

pecinta olahraga saja. Usaha wisata olahraga indonesia terdapat 2 bentuk,

yakni wisata olahraga modern dan tradisional. Wisata olahraga modern

misalnya:

1). Arung Jeram, yakni olahraga air yang dilakukan di sungai dengan

mengarungi jeram dari hulu ke hilir.

2). Paralayang atau terbang layang, yakni terbang dengan parasut di atas

permukaan air dan ditarik oleh kapal motor.

3). Berselancar (surfing) dengan memanfaatkan potensi ombak yang

tinggi dan pemandangan keindahan pantai.

2. Usaha Wisata Kuliner

Motivasi dalam jenis wisata ini tidak semata-mata hanya untuk

mengenyangkan dan memanjakan perut dengan aneka ragam masakan

khas dari daerah tujuan wisata, melainkan pengalaman yang menarik juga

menjadi motivasinya.Pengalaman makan dan memasak dari aneka ragam

makanan khas tiap daerah membuat pengalaman yang didapat menjadi

lebih istimewa.

3. Usaha Wisata Religius

Wisata ini dilakukan untuk kegiatan yang bersifat religi, keagamaan, dan

ketuhanan.

4. Usaha Wisata Agro

Wisata ini memanfaatkan usaha agro sebagai objek wisata dengan tujuan

untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, dan rekreasi.Dimana usaha

agro yang biasa dimanfaatkan bisa berupa usaha di bidang pertanian,

peternakan, perkebunan, perhutanan, maupun perikanan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

15

5. Usaha Wisata Gua

Wisata gua merupakan kegiatan melakukan eksplorasi ke dalam gua dan

menikmati pemandangan yang ada di dalam gua.

6. Usaha Wisata Belanja

Wisata ini menjadikan belanja sebagai daya tarik utamanya.

7. Wisata Ekologi

Jenis wisata ini merupakan bentuk wisata yang menarik wisatawan utuk

peduli kepada ekologi alam dan sosial.

Daya tarik wisata menjadi bagian penting dalam kegiatan pariwisata.

Namun, hal tersebut tidak bersifat tetap, dapat berubah sesuai dengan

perkembangan zaman dan perkembangan permintaan wisatawan. Setiap daya tarik

wisata tidak dapat menjadi faktor penarik utama bila tidak ditunjang oleh

komponen pariwisata 4A (Attraction, Accesibility, Amenity, Ancillary). Semakin

baik kualitas Komponen 4A tersebut maka akan semakin baik kualitas suatu

destinasi wisata. Untuk lebih jelasnya berikut pada sub bab berikutnya akan

dibahas mengenai komponen pariwisata.

2.2 Komponen Pariwisata

Pariwisata di bangun oleh komponen-komponen yang saling berkaitan.

Berkembangnya suatu tempat tujuan pariwisata dipengaruhi oleh komponen

pariwisata didalamnya. Menurut Cooper dkk (dalam Sugiama, 2011), mengatakan

bahwa komponen pariwisata terdiri dari empat komponen, yaitu:

1. Attraction

Atraksi merupakan hal utama yang dapat menjadi daya tarik wisatawan

untuk berkunjung. Daya tarik tersebut dapat berupa kebudayaan, alam,

adat istiadat, keunikan bangunan, sejarah maupun teknologi.

2. Accessibility

Akses merupakan prasarana penunjang bagi lancarnya kegiatan pariwisata.

Semakin baik akses menuju tempat wisata tersebut maka pengembangan

tempat wisata tersebut akan lebih mudah dan berkembang secara cepat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

16

3. Amenities

Amenities merupakan fasilitas-fasilitas yang tersedia dan dapat

dipergunakan saat berwisata di tempat tujuan. Fasilitas tersebut dapat

berupa hotel, homestay, toilet, mushola, information centre, dan restoran.

4. Ancillary

Ancillary yaitu organisasi ataupun lembaga yang ikut membantu dalam

pengembangan tempat tujuan wisata maupun kegiatan wisatanya. Pihak-

pihak tersebut dapat dari pemerintahan maupun swasta, yang terdiri dari

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Persatuan Hotel Republik Indonesia,

Association of Indonesian Travel Agent (ASITA) dan organisasi maupun

lembaga lainnya.

Pendapat lain dari Suyitno (2001) mengatakan bahwa komponen

pariwisata terdiri atas:

1. Sarana Transportasi, sebagai alat untuk membantu wisatawan berpindah

dari tempat asal menuju tempat wisata yang dituju.

2. Sarana Akomodasi, sebagai sarana yang dipergunakan oleh wisatawan

untuk menginap atau tinggal sementara di tempat wisata atau dekat dengan

tempat wisata.

3. Sarana Makan dan Minum, komponen utama bagi wisatawan karena

selama berwisata, wisatawan akan memerlukan makanan dan minuman

untuk melakukan aktifitas.

4. Objek dan Atraksi Wisata, merupakan komponen utama yang menjadi

alasan wisatawan berwisata, yang dapat dibagi menurut karakteristiknya

sebagai berikut:

a. Objek dan atraksi yang bersifat alam, seperti Pantai Santolo, Kawah

Putih, Curug Cimahi dan Curug Malela.

b. Objek dan atraksi yang bersifat buatan manusia, seperti The Jungle,

Trans Studio, Dunia Fantasi, dan Kidzania.

c. Objek dan Atraksi yang bersifat perpaduan antara buatan manusia dan

keadaan alami, seperti Taman Safari dan Museum Geologi Bandung.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

17

5. Sarana Hiburan, merupakan sarana penting yang dapat meningkatkan nilai

jual sebuah Objek Wisata. Terdapat dua jenis hiburan yaitu amusement

yang berarti hiburan yang dapat dinikmati secara massal yang tidak

memerlukan biaya, dan entertainment merupakan hiburan yang

memerlukan biaya.

6. Toko Cinderamata, sarana penunjang yang dapat memberikan kenangan

akan sebuah tempat wisata kepada wisatawan dengan souvenir yang

merefleksikan sebuah objek wisata.

7. Pramuwisata dan Pengatur Wisata, profesi yang membantu berjalannya

kegiatan wisata berjalan dengan lancar.

Komponen pariwisata harus dibentuk dengan baik agar dapat membentuk

suatu destinasi yang berkualitas. Dalam membentuk destinasi yang berkualitas

tersebut diperlukan proses yang panjang. Proses tersebut dapat tergambar dari

kerangka kerja pariwisata yang akan dijelaskan pada sub bab berikutnya.

2.3 Kerangka Kerja Pariwisata

Pariwisata merupakan dunia yang terintegrasi dari banyak bidang. Terdiri

dari pihak pemerintah, swasta, universitas, pemerintah daerah, wisatawan, dan

pihak lainnya yang memiliki kepentingan dalam dunia pariwisata tersebut. Burns

dan Andrew dalam Sugiama (2011) membagi tiga elemen sebagaimana

dicerminkan oleh gambar 2.1, ketiga elemen tersebut sebagai berikut:

1. Elemen Dinamis (Dynamic Element)

Elemen ini meliputi gerakan atau perjalanan menuju destinasi wisata.

2. Elemen Statis (Static Element)

Elemen ini merupakan elemen yang timbul saat adanya kegiatan tinggal

atau menetap sementara di daerah tujuan wisata.

3. Elemen Konsekuensi (Consequential Element)

Elemen ini muncul sebagai akibat dari kedua elemen yang berdampak

pada ekonomi, lingkungan fisik, dan sosial budaya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

18

Gambar 2.1 Framework of Tourism

Sumber: Mathieson dan Wall (dalam Sugiama, 2011)

Gambar 2.1 menjelaskan proses kerja kepariwisataan yang terbagi menjadi

3 bagian penting yaitu dynamic element , static element, dan consequential

element. Gambar tersebut memberikan gambaran mengenai alur kerangka kerja

Impact Control

CHARACTERISTICS OF THE

TOURIST

Duration of

stay

Type of tourist activity

Level of Usage

Levels of tourist satisfaction

Socio-economic characteristics

DESTINATION

CHARACTERISTICS

Environmental process

Economic

structure

Political organization

Levels of tourist development

Social structure and organization

Demand

TOURIST: forms

of tourism

Tourist

destination

Pressure

generation

Carrying

capacity

IMPACT OF TOURISM

Physical Social Economic

Finance Management

strategies

policy

Information

carrying capacity

guidelines

Engineering.

Controls

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

19

kepariwisataan dimulai dari permintaan wisatawan, pengaruh yang ditimbulkan,

hingga bagaimana mengatasi pengaruh tersebut.

Elemen yang pertama yaitu Dynamic element didalamnya terdapat

permintaan wisatawan beserta bentuk kepariwisataan yang di butuhkan oleh

wisatawan.

Kedua yaitu static element. Static element memiliki sifat yang tetap

kebalikannya dari dynamic element. static element terdiri dari karakteristik

wisatawan dan karakteristik daerah tujuan wisata. Karakteristik wisatawan terdiri

dari lamanya durasi untuk menginap di suatu tempat wisata, jenis aktivitas

wisatawan, tingkat penggunaan fasilitas kepariwisataan, tingkat kepuasan, dan

karakteristik sosial ekonomi wisatawan. Selanjutnya yaitu Karakteristik daerah

tujuan terdiri dari, proses lingkungan pariwisata, struktur ekonomi , organisasi

politik yang termasuk ke dalam ancillary dan berperan dalam pengembangan

daerah tujuan pariwisata, tingkat pengembangan pariwisata, serta organisasi dan

struktur sosialnya. Kedua karakteristik dipadukan untuk memenuhi permintaan

dari wisatawan, sehingga terbentuk tourist destination, pressure generation &

carrying capacity.

Tahap ketiga adalah Consequential element, merupakan lanjutan dari

tahap sebelumnya. Di Consequential element di bahas mengenai pengaruh yang

ditimbulkan dari perpaduan karakteristik wisatawan dengan karakteristik destinasi

yang dilihat dari berbagai sisi, diantaranya sisi ekonomi dengan adanya kegiatan

pariwisata maka dapat berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan taraf

ekonomi warga setempat, konservasi alam yang dilakukan demi terjaganya alam,

pengembangan daerah tujuan wisata ke arah yang lebih baik dengan perbaikan

fasilitas dan infrastruktur. Hal tersebut memberikan pengaruh positif dan negatif

secara lagsung pada tiga sektor, yaitu sektor ekonomi, lingkungan, dan sosial.

Dari ketiga sektor tersebut dapat memberikan pengaruh yang merusak atau

sebaliknya, lebih mengembangkan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dibentuk

pengendalian keuangan, pengaturan strategi dalam menentukan kebijakan,

informasi-informasi pihak yang ikut terlibat, serta pengawasan. Pengendalian

tersebut dapat berpengaruh terhadap jumlah kunjungan wisatawan, apabila

mengalami penurunan kunjungan wisatawan hal tersebut dapat dievaluasi kembali

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

20

dengan melakukan langkah-langkah seperti gambar 2.1 sampai ditemukan

masalah utamanya, sehingga kegiatan pariwisata dapat berjalan lebih baik lagi.

Kerangka Kerja Pariwisata menjelaskan secara luas mengenai alur proses

dunia pariwisata. Di dalamnya dibahas mengenai sebab dan akibat dari dunia

pariwisata yang dilihat dari berbagai segi yang salah satunya segi lingkungan.

Pariwisata saat ini identik dengan konsep pariwisata berkelanjutan, yaitu

pariwisata yang menjaga dan melestarikan lingkungan alam agar dapat terpelihara

dengan baik. Konsep pariwisata tersebut lebih dikenal dengan istilah Wisata

Ekologi.

2.4 Wisata Ekologi

Wisata ekologi adalah wisata alam yang mewajibkan wisatawan untuk

dapat menjaga alam tempat wisatawan tersebut berwisata agar terjaga

keberlangsungan tempat wisata alam tersebut. Untuk lebih jelasnya akan dibahas

mengenai wisata ekologi sebagai berikut:

2.4.1 Pengertian Wisata Ekologi

Pengertian wisata ekologi menurut The International Ecotourism Society

(TIES) dalam (Sugiama, 2011, hal.10) Ecotourism is responsible travel to natural

areas that conserves the environment and improves the well-being of local people.

Definisi dari pengertian diatas, wisata ekologi adalah perjalanan

bertanggung jawab menuju wilayah alam yang lingkungannya terjaga dan dapat

meningkatkan taraf hidup masyarakat lokal dimana pariwisata tersebut

dikembangkan.

Selanjutnya, Martha Honey dalam Drumm dan Moore mendefinisikan

ecotourism sebagai berikut: Ecotourism is travel to fragile, pristine and usually protected areas that strives to be low impact and (usually) small scale. It helps educate the traveler; provides funds for conservation; directly benefits the economic development and political empowerment of local communities; and fosters respect for different cultures and for human rights.(Sugiama, 2011, hal.10)

Pernyataan diatas menyebutkan bahwa wisata ekologi adalah perjalanan

menuju tempat yang asli, alami dan dilindungi, yang mengusahakan memberikan

pengaruh negatif bagi alam seminimal mungkin dan biasanya wisatawan berada

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

21

dalam skala kecil. Wisata Ekologi dapat membantu dengan memberikan

pengetahuan menjaga lingkungan kepada wisatawan, menyediakan biaya untuk

kegiatan konservasi, secara langsung memberikan dampak terhadap

perkembangan ekonomi dan kekuatan politik masyarakat lokal, dan menghormati

perbedaan budaya serta hak asasi manusia.

Selanjutnya, menurut Ismayanti (2010, hal.159), wisata ekologi adalah

perjalanan yang disengaja ke kawasan-kawasan alamiah untuk memahami budaya

dan sejarah lingkungan, sambil menjaga agar keutuhan kawasan tidak berubah

dan menghasilkan peluang untuk pendapatan masyarakat di sekitarnya.

Dari pendapat-pendapat yang dikemukakan di atas dapat ditarik

kesimpulan bahwa wisata ekologi adalah wisata yang memiliki dasar

pemeliharaan alam, bertanggung jawab terhadap kelangsungan alam, memberikan

pengetahuan pelestarian alam, memberikan pengaruh pada peningkatan

perekonomian masyarakat setempat, serta hubungan timbal balik lainnya agar

kondisi alam tetap terjaga. Wisata ekologi perlu dikembangkan dan diterapkan

lebih jauh, dalam penerapannya tersebut diperlukan prinsip yang berorientasi pada

wisata ekologi, berikut di bawah ini akan dijelaskan mengenai prinsip wisata

ekologi.

2.4.2 Prinsip Wisata Ekologi

Menurut Sugiama (2011, hal.12) suatu tempat wisata dapat dikatakan

wisata ekologi bila dalam pengembangannya sesuai dengan prinsip-prinsip

sebagai berikut:

1. Meminimalisasi dampak buruk (minimize impact).

2. Membangun lingkungan dan budaya yang sadar serta respek pada

kelestarian.

3. Menciptakan pengalaman bermakna bagi pengunjung dan masyarakat

setempat.

4. Menyediakan dana yang ditujukan untuk memelihara lingkungan

(conservation).

5. Mencukupi dana dan memberi wewenang luas pada penduduk setempat

untuk mengendalikan pelestarian lingkungan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

22

6. Menumbuhkan kepekaan pemerintah beserta penduduk dalam berpolitik,

memperhatikan lingkungan, dan iklim sosial yang berpihak pada

kelestarian.

The International Ecotourism Society (dalam Damanik dkk, 2006, hal.39)

menyebutkan bahwa suatu bentuk wisata dapat disebut sebagai wisata ekologi

apabila memenuhi prinsip wisata ekologi di bawah ini:

1. Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran

lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata.

2. Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di

destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal maupun

pelaku wisata lainnya.

3. Menawarkan pengalaman–pengalaman positif bagi wisatawan maupun

masyarakat lokal melalui kontak budaya yang lebih intensif dan

kerjasama dalam pemeliharaan atau konservasi ODTW.

4. Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat

lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai–

nilai lokal.

5. Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat

lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai–

nilai lokal.

6. Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan dan politik di

daerah tujuan wisata.

7. Menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti

memberikan kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk

menikmati atraksi wisata sebagai wujud hak azasi, serta tunduk pada

aturan main yang adil dan disepakati bersama dalam pelaksanaan

transaksi–transaksi wisata.

Adapun prinsip-prinsip lainnya, menurut Wood (dalam Pitana, 2002)

adalah sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

23

1. Menekankan serendah-rendahnya dampak negatif terhadap alam dan

kebudayaan yang dapat merusak daerah tujuan wisata.

2. Memberikan pembelajaran kepada wisatawan mengenai pentingnya suatu

pelestarian.

3. Menekankan pentingnya bisnis yang bertanggung jawab yang

bekerjasama dengan unsur pemerintah dan masyarakat untuk memenuhi

kebutuhan penduduk lokal dan memberikan manfaat pada usaha

pelestarian.

4. Mengarahkan keuntungan ekonomi secara langsung untuk tujuan

pelestarian, manajemen sumberdaya alam dan kawasan yang dilindungi.

5. Memberi penekanan pada kebutuhan zona pariwisata regional dan

penataan serta pengelolaan tanam-tanaman untuk tujuan wisata di

kawasan-kawasan yang ditetapkan untuk tujuan wisata tersebut.

6. Memberikan penekanan pada kegunaan studi-studi berbasiskan

lingkungan dan sosial, dan program-program jangka panjang, untuk

mengevaluasi dan menekan serendah-rendahnya dampak pariwisata

terhadap lingkungan.

7. Mendorong usaha peningkatan manfaat ekonomi untuk negara, pebisnis,

dan masyarakat lokal, terutama penduduk yang tinggal di wilayah sekitar

kawasan yang dilindungi.

8. Berusaha untuk meyakinkan bahwa perkembangan pariwisata tidak

melampui batas-batas sosial dan lingkungan yang dapat diterima seperti

yang ditetapkan para peneliti yang telah bekerjasama dengan penduduk

lokal.

9. Mempercayakan pemanfaatan sumber energi, melindungi tumbuh-

tumbuhan dan binatang liar, dan menyesuaikannya dengan lingkungan

alam dan budaya.

Berdasarkan ketiga sumber diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip wisata

ekologi sesuai dengan definisinya. Wisata ekologi bertanggung jawab terhadap

alam, menjaga, merawat dan memelihara agar terjaga kelangsungannya sehingga

dapat memberikan manfaat kepada masyarakat lokal dari segi pengetahuan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

24

Service Industry

Resources management

Community development

Visitors

Resource Tour

Visitor Attitude

Visitors management

Tour Operations

Marketing

mengenai konservasi serta peningkatan taraf perekonomian masyarakat setempat

yang berada di sekitar kawasan wisata. Masyarakat lokal merupakan salah satu

unsur pelaku wisata ekologi. Diperlukan kerjasama dan koordinasi yang baik dari

masyarakat lokal dengan para pelaku wisata ekologi lainnya agar pengembangan

wisata ekologi dapat terbentuk.

2.4.3 Kerangka Kerja Wisata Ekologi

Kerangka kerja Wisata Ekologi dapat digambarkan oleh Gambar 2.2 di

bawah yang merupakan pendapat yang dikemukakan oleh Fennel (1999). Pada

kerangka kerja Wisata Ekologi tersebut terdapat dua sisi yang ditinjau dari segi

pengelola dan pengunjung atau wisatawan. Pertama di sisi kanan terdapat

pengunjung atau visitors, dan yang kedua di sebelah sisi kiri terdapat service

industry yang keduanya memerlukan resource tour.

Dari bagian Visitors, upaya yang harus dilakukan adalah melakukan

pemasaran wisata, dilakukan pengelolaan pengunjung, dan sikap dari pengunjung

tersebut agar mengacu kepada pelestarian lingkungan. Selanjutnya pada sisi yang

terdapat berlawanan dari pihak industri, tour operators harus membuat paket

wisata dengan pengelolaan sumber daya yang baik dan tentunya disertai dengan

melakukan pengembangan komunitas setempat agar Sumber Daya Alam dan

layanan kepariwisataan dapat tersedia dengan baik dan memberikan imbas yang

baik kepada komunitas setempat.

Gambar 2.2 Ecotourism Framework Sumber: (Fennell, 1999 hal.38)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

25

2.4.4 Pelaku Wisata Ekologi

Berkembangnya wisata ekologi tergantung kepada peran serta para pelaku

dalam bidang ini. Semakin solid kerjasama dan peran serta para pelaku dibidang

wisata ekologi akan semakin memudahkan dan mempercepat perancangan

pengembangan wisata ekologi. Pihak- pihak terkait yang secara langsung

memberikan kontribusi dalam proses kegiatan wisata ekologi menurut Drum

(2005), adalah sebagai berikut:

1. Penduduk Lokal

Orang-orang yang tinggal di atau sekitar kawasan wisata ekologi.

Meskipun berada di dalam satu komunitas yang kecil, namun sekelompok

orang ini memiliki banyak sekali keistimewaan dan pengalaman hidup

yang dapat dibagi.

2. Industri Pariwisata

Industri pariwisata adalah industri yang besar. Industri pariwisata ini yang

mempersiapkan segala kebutuhan untuk memberikan pelayanan yang

dibutuhkan dari wisatawan ekologi.

3. Pemerintah

Pemerintah ikut serta dalam perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan

wisata ekologi. Dimana beberapa departemen pemerintahan yang ikut serta

adalah sebagai berikut: departemen dalam bidang pariwisata, pendidikan,

keuangan, trasportasi, dan lain sebagainya

4. Organisasi Non Pemeritah

Organisasi non pemerintah ini memiliki pengaruh yang cukup kuat. Hal ini

dikarenakan organisasi non pemerintah ini memiliki forum untuk

melakukan diskusi dan berpengaruh terhadap penyelamatan wisata

ekologi.

5. Pelaku Pendukung

Pelaku pendukung meliputi investor, ecotourist, dan institusi pendidikan.

Penjelasan diatas menyebutkan bahwa pelaku dalam bidang wisata ekologi

terdiri dari penduduk lokal, industri pariwisata, pemerintah, Organisasi non

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

26

pemerintah, dan pelaku pendukung. Pihak–pihak tersebut memiliki peran penting

dalam proses pembentukan wisata ekologi, serta memiliki kewajiban untuk

berkomitmen dengan pemeliharaan alam demi berlangsungnya wisata ekologi

yang dapat memberikan manfaat bagi berbagai kalangan seperti yang akan

dijelaskan pada sub bab selanjutnya.

2.4.5 Manfaat Pengembangan Wisata Ekologi

Pengembangan wisata ekologi memberikan manfaat yang luas apabila

dikembangkan dengan baik. Menurut Sugiama (2011, hal.43) pengembangan

wisata ekologi dapat memberi manfaat secara luas kepada berbagai pihak. Berikut

ini beberapa manfaat yang dapat diambil oleh pihak–pihak di bawah ini:

1. Manfaat bagi wisatawan

a. Memperoleh pengalaman bermakna mengenai lingkungan alam

b. Meningkatkan kesadaran dalam memelihara kelestarian alam

c. Dapat menyaksikan kultur asli masyarakat setempat

d. Dapat melibatkan diri dalam kehidupan masyarakat setempat

(drifter)

e. Bisa mencicipi makanan asli masyarakat setempat (gastronomi)

2. Manfaat bagi penduduk setempat

a. Mendapatkan lapangan pekerjaan

b. Meningkatkan pendapatan

c. Meningkatkan kesadaran dalam melestarikan lingkungan

d. Mengenali para pengunjung beserta kebiasaannya

3. Manfaat bagi pelestarian alam

a. Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pelestarian alam

b. Mengurangi biaya dalam menjaga keutuhan alam (flora dan fauna)

c. Membantu pemerintah setempat dalam memasyarakatkan

pelestarian alam

d. Meningkatkan pendapatan pemerintah setempat (berupa pajak dan

retribusi)

Manfaat di atas dapat menjadi pendorong yang kuat dilakukannya

pengembangan wisata ekologi. Agar pengembangan tersebut berjalan dengan baik

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

27

maka diperlukan perencanaan pengelolaan yang baik, pada sub bab selanjutnya

akan dibahas sebagai berikut:

2.4.6 Tahap-Tahap Rencana Pengelolaan Wisata Ekologi

Dalam Drum dkk, (2005), adapun tahap-tahap rencana pengelolaan wisata

ekologi adalah sebagai berikut:

1. Rencana kawasan konservasi dan evaluasi awal persiapan tempat

2. Mendiagnosa seluruh tempat/ kawasan

3. Menganalisis data dan mempersiapkan rencana

4. Mengimplementasikan rencana pengembangan wisata ekologi

5. Mengukur kesuksesan

Tahapan diatas merupakan tahapan inti dari pengembangan wisata ekologi.

Setiap langkah diatas dapat berubah menyesuaikan dengan kondisi di lapangan.

2.5 Zonasi Kawasan Wisata

Penentuan Zonasi dari sebuah kawasan wisata ekologi sangat penting. Hal

tersebut dapat mempengaruhi kualitas kawasan wisata dan membantu dalam

proses perancangan kawasan wisata ekologi. Oleh karena itu tahap–tahap

perancangan zonasi perlu diperhatikan dengan baik. Menurut Drum, dkk (2006),

tahap-tahap yang perlu diperhatikan dalam merancang zonasi kawasan wisata

adalah sebagai berikut:

1. Merujuk pada rencana pengembangan awal dalam pembuatan kawasan

wisata ekologi. Rencana pengembangan tersebut sangat penting karena

dapat menjadi dasar pengembangan ke tahap selanjutnya.

2. Mencari dan mendapatkan peta dasar dari kawasan yang dilindungi.

3. Peta dasar dapat menjadi acuan dalam perancangan zonasi, semakin

detail peta dasar tersebut, maka akan semakin mempermudah dalam

perancangan zonasi.

4. Menempatkan dan memetakan tempat-tempat yang sangat mudah rusak

apabila ada kegiatan wisata. Dalam peta dasar kawasan terdapat

informasi daerah-daerah mana yang harus diwaspadai. Daerah-daerah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

28

tersebut harus menjadi daerah yang lebih dahulu dipikirkan dalam

perancangan.

5. Memikirkan apa yang harus disuguhkan dalam kawasan wisata tersebut

untuk dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh para wisatawan.

6. Pembuatan zonasi perlu dipikirkan hingga atraksi apa saja yang sesuai

berada di dalam zonasi tersebut.

7. Membandingkan tujuan dari pembangunan daerah tujuan wisata dengan

infrastuktur yang ada di setiap lokasi. Termasuk lokasi yang masuk ke

dalam zona tertentu yang sangat dijaga keasliannya. Perbandingan yang

dilakukan merupakan cara untuk mengevaluasi zonasi yang telah dibuat.

8. Setelah mengevaluasi hubungan antara apa yang menjadi daya tarik

wisatawan untuk datang dengan situasi yang ada.

9. Zonasi yang telah ada harus benar-benar dipersiapkan.

10. Bandingkan kembali tujuan dari zonasi yang telah dirancang dengan

tujuan dari pembuatan zonasi di kawasan wisata tersebut.

11. Mengembangkan zonasi yang telah fixed direncanakan.

12. Memberikan peraturan dan kebijakan untuk zona tertentu.

Tahap–tahap diatas diharapkan dapat mempermudah proses perancangan

zonasi di suatu kawasan wisata dan dapat meminimalisir kesalahan dalam

penentuan prioritas utama wilayah yang harus dilindungi.

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Fennel (1999), pembagian zonasi

merupakan salah satu kunci dalam perencanaan dan pengelolaan suatu kawasan.

Fennel membagi zonasi tersebut menjadi lima bagian, yaitu:

1. Zona Special Preservation

Zona yang paling dijaga keaslian lingkungan alamnya. Zona ini menjadi

zona yang spesial dikarenakan zona tersebut mennyimpan adanya

keunikan atau hal yang jarang ditemui keberadaaanya ditempat lainnya.

Maka dari itu, pembangunan akses ataupun fasilitas sangat tidak

diperbolehkan dilakukan di zona ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

29

2. Zona Wilderness

Zona wilderness adalah zona yang juga dipertahankan keaslian lingkungan

alamnya. Hanya kegiatan-kegiatan tertentu yang diperbolehkan dilakukan

di zona ini. Akses apapun tidak diperbolehkan masuk ke dalam zona ini.

3. Zona Natural Environment

Dalam zona Natural Environment akses boleh masuk ke dalam zona ini

meskipun bukan dalam jumlah yang banyak. Namun seluruh kegiatan

yang ada di dalam zona ini masih dipantau.

4. Zona Outdoor Recreation

Zona yang sedikit lebih bebas dibandingkan zona Natural Environment.

Dimana kegiatan rekreasi untuk menikmati pemandangan alam boleh

dilakukan. Namun untuk fasilitas seperti akomodasi masih sangat dibatasi

di zona ini.

5. Zona Park Services

Zona Park Services merupakan zona yang paling luar dari seluruh zona di

atas. Di zona ini seluruh kegiatan, fasilitas, maupun pelayanan apapun

diperbolehkan dilakukan di dalam zona Park Services.

Pembagian zona seperti zona-zona di atas ini merupakan cara terbaik

untuk tetap menjaga keaslian suatu kawasan dari dampak buruk yang mungkin

terjadi akibat kunjungan dari wisatawan.

2.6 Penelitian Kualitatif

Menurut Sugiama (2008, hal.31) Metodologi Penelitian Kualitatif adalah

prosedur suatu penelitian yang mengumpulkan data berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati secara deskriptif.

Berdasarkan dari pengertian diatas, maka metodolofi penelitian kualitatif

dapat diartikan sebagai penelitian yang bertumpu pada kata-kata tertulis atau lisan

dari orang sebagai objek penggalian informasi atau data yang dibutuhkan sesuai

dengan penelitiannya. Keterangan dari objek yang dibutuhkan pendapatnya

diharuskan untuk dilakukan penggalian lebih dalam mengenai informasi yang

dibutuhkan. Terdapat beberapa karakteristik khas penelitian Kualitatif menurut

Moelong (dalam Sugiama, 2008, hal.31) adalah:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

30

1. Latar Alamiah.

Mencerminkan penelitian kualitatif berdasarkan asumsi-asumsi:

a. Setiap pengamatan mempengaruhi apa yang dilihat secara utuh dalam

konteks untuk pemahaman.

b. Konteks sangat menentukan penetapan arti temuan dan kaitannya dengan

konteks lainnya yang terjadi di lapangan.

c. Sebagian struktur nilai konstekstual bersifat determinatif terhadap sesuatu

yang akan dicari.

2. Teori dari Dasar atau Grounded Reseacrh.

Arah penyusunan teori berasal dari data lapangan. Berbeda dengan penelitian

pada umumnya yang biasanya peneliti mendahulukan perumusan susunan

bangunan teori, kemudian pergi ke lapangan. Jadi, dalam penelitian kualitatif,

penyusunan teori berasal dari “bawah-ke-atas”. Artinya teori akan menjadi

semakin jelas susunannya ketika telah makin banyak fakta yang

dikumpulkannya.

3. Batas yang ditentukan Fokus.

Luas dan sempitnya permasalahan suatu penelitian kualitatif bergantung pada

fokus yang ditentukan dalam penelitian tersebut.

4. Deskriptif

Penelitian kualitatif itu mengumpulakan data-data berupa kata-kata, gambar-

gambar, dan bukan berupa angka-angka. Data-data diperoleh dari berbagai cara

antara lain melalui wawancara, memotret dengan kamera, merekam melalui

taperecorder atau video, dokumen pribadi, atau bentuk dokumen asli yang

menggambarkan (deskripsi) secara utuh tentang kejadian yang diamati.

5. Manusia sebagai alat.

Peneliti atau orang lainyang membantu berperan sebagai “alat atau instrumen”

pengumpul data utama. Hal ini berbeda dengan penelitian lain yang

menggunankan alat ukur misal kuesioner. Dalam penelitian kualitatif, peneliti

sebagai pengamat secara aktif terlibat langsung dalam peran subjek atau orang

yang ditelitinya. “pengamatan berperanserta” atau participant-observation

adalah cara yang tepat. Jika peneliti bermaksud mengungkap perilaku

wisatawan di Pantai Kuta, maka peneliti tersebut akan mengikuti aktivitas

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

31

wisatawan itu. Ketika subyek yang ditelitinya renang, maka ia ikut serta

berenang. Mungkin wisatawan tersebut bercakap-cakap dengan sahabatnya di

pantai sambil berjemur, maka peneliti itu pun berperanserta dalam percakapan

itu. Berperanserta dalam pengamatannya hingga mencapai keyakinan atas fakta

dalam penelitiannya.

6. Desain Sementara

Desain penelitian kualitatif dapat berubah-ubah sesuai dengan kenyataan yang

dihadapi di lapangan. Jika desain penelitian dipertimbangkan perlu berubah

karena tuntutan situasi dan kondisi lapangan, maka desain penelitian akan

diubah. Seringkali keadaan di lapangan tidak dapat diduga, sehingga jika tak

mengubah desain, maka penelitian kemungkinan tidak akan tuntas atau akan

buntu. Berbeda dengan penelitian klasik yang yang terlebih dahulu menetapkan

desain penelitian dan berlaku permanen, ketat serta kaku sejak dimulainya

penelitian hingga selesai.

7. Mengutamakan Proses daripada Hasil

Berarti peranan proses dalam penelitian kualitatif sangat besar dibandingkan

dengan hasil dari penelitian besangkutan.

8. Kriteria Keabsahan Data

Kriteria validitas, reliabilitas, dan keobjektifan dalam penelitian klasik. Pada

penelitian kualitatif diyakini bahwa hubungan antara “responden-peneliti” yang

dilakukan secara intensif dapat menjamin keabsahan data, karena melalui

penelitian kualitatif , peneliti berperan serta atau terlibat langsung berperan

dalam situasi dan kondisi perilaku subyek yang ditelitinya.

9. Analisis Data secara Induktif

Hal ini diterapkan karena antara lain analisis induktif dapat menemukan

kenyataan ganda, hubungan peneliti-responden lebih jelas dan tegas, dapat

menguraikan latar secara penuh serta kemungkinan mengalihkan pada latar

lainnya, dapat memperhitungkan nilai-nilai secara tegas sebagai bagian dari

struktur yang dianalisis.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kepariwisataan

32

10.Kesepakatan Hasil

Antara peneliti dengan subjek atau orang yang diteliti perlu

menginterpretasikan hasil penelitiannya. Orang yang diteliti sebagai sumber

data secara bersama-sama dengan peneliti merundingkan dengan seksama

hasil-hasil serta interpretasi hasil penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk

menjamin kenyataan, hakikat, dan pemaknaan hasil yang bersifat perivikatif.