61
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmatnya serta karunia-Nya, sehingga syukur Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus dengan judul “Tumor Submentalis dengan Pemakaian General Anestesi”. Presentasi kasus ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik bagian anestesiologi di RSUD Cilegon. Penulis menyadari bahwa presentasi kasus ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat para konsulen bagian Anestesiologi dr.Dublianus, Sp.An, dr.Tati, Sp.An dan dr.Evita, Sp.An. atas keluangan waktu dan bimbingan yang telah diberikan, serta kepada teman sesama kepaniteraan klinik bagian anestesiologi dan staf bagian anestesiologi yang selalu mendukung, memberi saran, motivasi, bimbingan dan kerjasama yang baik sehingga dapat terselesaikannya presentasi kasus ini. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun presentasi kasus ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat terbuka untuk menerima segala kritik dan 1

TINJAUAN ANESTESI UMUM

Embed Size (px)

DESCRIPTION

GA

Citation preview

Page 1: TINJAUAN ANESTESI UMUM

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

rahmatnya serta karunia-Nya, sehingga syukur Alhamdulillah penulis dapat

menyelesaikan presentasi kasus dengan judul “Tumor Submentalis dengan Pemakaian

General Anestesi”. Presentasi kasus ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan kepaniteraan klinik bagian anestesiologi di RSUD Cilegon.

Penulis menyadari bahwa presentasi kasus ini dapat terselesaikan berkat bantuan

dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat para konsulen bagian Anestesiologi

dr.Dublianus, Sp.An, dr.Tati, Sp.An dan dr.Evita, Sp.An. atas keluangan waktu dan

bimbingan yang telah diberikan, serta kepada teman sesama kepaniteraan klinik bagian

anestesiologi dan staf bagian anestesiologi yang selalu mendukung, memberi saran,

motivasi, bimbingan dan kerjasama yang baik sehingga dapat terselesaikannya

presentasi kasus ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun presentasi kasus ini masih memiliki

banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat terbuka untuk menerima segala kritik

dan saran yang diberikan demi kesempurnaan presentasi kasus ini.

Akhirnya semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan

setiap pembaca pada umumnya. Amin.

Cilegon, Oktober 2015

Penyusun

1

Page 2: TINJAUAN ANESTESI UMUM

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................1

DAFTAR ISI ....................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................3

BAB II STATUS PASIEN................................................................................................4

BAB III LAPORAN ANASTESI...................................................................................10

BAB IV ANALISA KASUS..........................................................................................17

BAB V TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................20

BAB VI IKESIMPULAN..............................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................42

2

Page 3: TINJAUAN ANESTESI UMUM

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi secara umum adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika

melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit

pada tubuh. Namun, obat-obat anestesi tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan

tetapi juga menghilangkan kesadaran. Selain itu, juga dibutuhkan relaksasi otot yang

optimal agar operasi dapat berjalan lancer.

Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai dengan

hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesi yang

ideal (trias anestesi) terdiri dari : hipnotik, analgesia dan relaksasi otot. Praktek anestesi

umum juga termasuk mengendalikan pernapasanpemantauan fungsi-fungsi vital tubuh

selama prosedur anestesi. Tahapannya mencakup induksi, maintenance, dan pemulihan.

Tujuan dari pembuatan kasus ini adalah untuk memahami anestesi umum,

penggunaan anestesi umum, teknik anestesi umum, jenis-jenis anestesi umum dan obat-

obatan yang digunakan untuk anestesi umum.

3

Page 4: TINJAUAN ANESTESI UMUM

BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 45 tahun

Berat Badan : 70 kg

Agama : Islam

Alamat : Warmasari, Citangkil

No. RM : 236xxx

Diagnosis : Tumor Submentalis

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan tanggal 26 Oktober 2015, pukul 07.00. Anamnesis dilakukan

secara autoanamnesis.

a. Keluhan utama :

Pasien mengeluh terdapat benjolan pada rahang sebelah kanan

b. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke RSUD Cilegon pada tanggal 25 Oktober 2015 dengan

keluhan terdapat benjolan pada rahang sebelah kanan yang dirasakan sejak

± 2 tahun sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pasien mengatakan benjolan

tidak nyeri, dapat digerakan, dan tidak ikut bergerak pada saat menelan

Riwayat penyakit dahulu :

1) Riwayat asma disangkal

2) Riwayat alergi makanan dan obat disangkal

3) Riwayat pernah operasi disangkal

4) Riwayat Hipertensi disangkal

5) Riwayat DM disangkal

c. Riwayat penyekit keluarga:

4

Page 5: TINJAUAN ANESTESI UMUM

Riwayat asma, alergi dan riwayat penyakit yang sama dengan pasien

disangkal.

d. Riwayat Obat-Obatan

Pasien menyangkal sedang meminum obat-obatan medis ataupun herbal.

e. Riwayat Anestesi dan Operasi

Pasien tidak pernah operasi sebelumnya.

f. Riwayat Kebiasaan

Pasien menyangkal riwayat minum alkohol dan merokok.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada 26 Oktober 2015

Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 26 Oktober 2015 pada pukul 07.00 WIB.

Keadaan umum: Baik

Kesan sakit : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

Antropometri

Berat Badan : 70 kg

Tinggi Badan : 165 cm

Tanda Vital

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Nadi : 88 x/ menit, reguler, isi cukup

Suhu : 36,0°C

Pernafasan : 20 x/ menit

Status Generalisata :

5

Page 6: TINJAUAN ANESTESI UMUM

Kepala : Normocephale

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat

isokor, reflek cahaya langsung (+/+), reflek cahaya tidak

langsung (+/+)

Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), mukosa hiperemis (-), sekret

(-) deviasi septum (-)

Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan tragus (-/-), otore (-/-), serumen

(+/+)

Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa hiperemis (-), perdarahan gusi (-),

oral hygiene baik, lidah kotor (-), faring hiperemis (-), tonsil

T1-T1

Leher : Trakea terletak di tengah, KGB dan tiroid tidak teraba

membesar. Leher pendek sepanjang 4cm

Thorax : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi :Iktus kordis teraba disela iga ke-V sedikit medial LMCS,

tidak terdapat thrill

Perkusi : Batas kanan jantung ICS IV LSD

Batas kiri jantung ICS V sedikit medial LMCS

Batas pinggang jantung ICS III LPSS

Auskultasi : Bunyi jantung I&II regular, tidak terdengar bunyi jantung

tambahan, murmur (-), gallop (-)

Paru

Inspeksi : Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris

Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan-kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada seluruh lapangan paru, wheezing

(-/-), ronkhi (-/-)

Abdomen :

6

Page 7: TINJAUAN ANESTESI UMUM

Inspeksi : Datar simetris, kelainan kulit (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal pada lapang abdomen

Perkusi : Timpani pada lapang abdomen

Palpasi : Hepar,lien tidak teraba massa, ballotement ginjal (-), VU

teraba lunak

Punggung : Tidak terdapat edema, tidak terdapat kelainan tulang

vertebrae seperti lordosis, skoliosis, dan kifosis.

Ekstremitas

Superior : Sianosis (-), edema (-), ikterik (-)

Inferior : Sianosis (-), edema (-), ikterik (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Pemeriksaan 26-10-2015 Nilai normal

Hematologi

Hemoglobin 15,9 14-18 g/dL

Leukosit 8590 5000-10000/L

Hematokrit 46,9 40-48%

Trombosit 202000 150000-450000/L

Masa pembekuan 8’ 5-15 menit

BT 2’ 1-6 menit

Gol. Darah B Rh(+)

Kimia Klinik

SGOT 25 < 37 U/L

SGPT 28 < 41 U/L

Ureum 31 17-43 mg/dL

Creatinin 1,0 0,7-1,1 mg/dL

GDS 93 ≤ 200 mg/dL

7

Page 8: TINJAUAN ANESTESI UMUM

Asam urat 6,8 2,3-6,1 mg/ dL

Seroimmunologi

HbsAg

Anti-HIV

Non Reaktif

Non Reaktif

Non Reaktif

Non Reaktif

Elektrolit

Natrium 143,8 135-155 mmol/l

Kalium 4,28 3,0-5,5 mmol/l

Klorida 112,1 95-107 mmol/l

E. KESAN ANESTESI

Laki-laki 45 tahun menderita Tumor Submentalis dengan ASA I

F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan yaitu :

a. Intravena fluid drip (IVFD) RL 20 tpm

b. Pro Tumor Submentalis

c. Informed Consent Operasi

d. Konsul ke Bagian Anestesi

e. Informed Consent Pembiusan

Dilakukan operasi dengan general anestesi dengan status ASA I

G. KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka ;

Diagnosis pre operatif : Tumor Submentalis

Status operatif : ASA I

Jenis Operasi : Ekstirpasi

Jenis Anestesi : General Anestesi (LMA)

8

Page 9: TINJAUAN ANESTESI UMUM

BAB III

LAPORAN ANESTESI

Teknik dan Prosedur anestesia

Diagnosis prabedah : Tumor Submentalis

Jenis pembedahan : Ekstirpasi

Lama anestesi & operasi : 11.50-12.10 WIB & 11.55-12.10 WIB

Tekhnik : SCCS (Semi Close Circuit System) Intubasi

LMA

A. Preoperatif

Informed Consent (+).

Puasa (+) kurang lebih 6-8 jam.

Tidak terdapat gigi goyang dan pemakaian gigi palsu.

IV line terpasang dengan infus RL 500 cc, mengalir lancar.

Riwayat DM (-), HT (-), alergi obat (-), merokok (-).

Leher tidak kaku dan pendek sepanjang ±4cm.

Keadaan umum tampak sakit ringan.

Kesadaran Compos Mentis.

Tanda Vital:

1. TD : 120/70 mmHg

2. RR : 20 x/menit

3. Nadi : 88 x/menit

4. Suhu : 36,0 ˚C

Klasifikasi status fisik dan kebugaran

ASA 1 : pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

GCS : 15.

Persiapan alat :

9

Page 10: TINJAUAN ANESTESI UMUM

S ( scope ) : Stetoskop dan laringoskop

T ( tubes ) : LMA no.4

A ( airway ) : Pipa mulut-faring ( orotrakeal airway ), pipa hidung-

faring ( nasotrakeal airway )

T ( tape ) : Plester

I ( inroducer ) : Mandrin atau stilet dari kawat memudahkan dan

memandu pipa trakea dimasukan

C ( connector ) : Penyambung pipa dan peralatan anestesia

S ( suction ) : Alat penyedot lender, saliva dll

o Tensimeter dan monitor EKG

o Tabung gas O2 dan N2O terisi dan terbuka

o Spuit kosong berisi udara 10cc

Persiapan obat

o Ondansentron 4 mg

o Propofol 200 mg

o Atropin 0,5 mg

o Tramadol 100 mg

o Pronalges sup

o Efedrin 5 mg

B. Premedikasi Anestesi

Sebelum dilakukan tindakan anestesi diberikan Ondansentron 4 mg secara bolus IV.

C. Tindakan Anestesi

Tanggal 26 Oktober 2015 jam 11:45, Tn. A, 45 tahun tiba di ruang operasi

dengan terpasang infus RL 20 tpm. Dilakukan pemasangan dan pemeriksaan vital

sign dengan hasil TD 132/69 mmHg; Nadi 79x/menit, dan SpO2 98%. Pukul 11:50.

Diberikan premedikasi dengan injeksi Ondancentron 4 mg secara intravena.

10

Page 11: TINJAUAN ANESTESI UMUM

Pasien dalam posisi terlentang, kemudian melakukan informed consent terhadap

tindakan anestesi. Propofol 200 mg diberikan secara bolus. Kemudian memantau

tekanan darah, nadi serta saturasi oksigen melalui monitor. Kemudian memeriksa

refleks bulu mata pasien untuk memastikan pasien sudah dalam fase hipnotik.

Kemudian dilakukan pemasangan face mask pada pasien. Face mask dilakukan

dengan oksigen 6 lpm, N2O 2 lpm, isofluran 2%. Memastikan saturasi oksigen baik,

dan dilakukan intubasi.

Intubasi dilakukan dengan menggunakan laryngeal mask airway (LMA)

dengan ukuran 4. Balon LMA kemudian dikembangkan menggunakan spuit berisi

udara sebanyak 10 cc. Fiksasi LMA dengan menggunakan plester. Kedua mata

pasien diolesi chloramphenicole zalf dan kemudian ditutup menggunakan

micropore. Ambu terus dipompa hingga pasien bernapas spontan.

Dilakukan pemeliharaan anestesi dengan kombinasi inhalasi O2, N20 dan

isoflurane. Inhalasi N2O : O2 diberikan dengan perbandingan 50:50. Pada pasien ini

diberikan N2O sebesar 2 liter/menit dan O2 sebesar 2 liter/menit. Isoflurane

diberikan sebanyak vol 2%. Bila anestesinya terlalu dalam maka isoflurane

diturunkan begitu pula sebaliknya. Kombinasi dinaikkan dan diturunkan perlahan-

lahan sesuai dengan keadaan pasien. Ventilasi dilakukan dengan bagging dengan

laju napas 20 x/ menit hingga operasi selesai. Selama maintenance diperhatikan

monitor tanda-tanda vital, vital sign diset otomatis dan dicatat setiap 5 menit.

Selama operasi , tekanan darah dan nadi di monitor tiap 5 menit dengan hasil:

Jam Tindakan Tensi Nadi Saturasi

11.45 Pasien masuk kamar operasi,

dibaringkan di meja operasi kemudian

dilakukan pemasangan manset di

tungkai bawah kanan dan pulse

oxymetri di jari jempol tangan kanan.

Diberikan ondansetron 4 mg secara

132/69 79 99

11

Page 12: TINJAUAN ANESTESI UMUM

bolus.

11.50

Dilakukan general anestesi.

Diberikan propofol 200 mg

Dilakukan face mask dan intubasi

dengan LMA no. 4 : oksigen 2 lpm,

N2O 2 lpm, isofluran 2%

109/65 74 98

11.55 Operasi dimulai 92/55 72 99

12.00Tramadol 100 mg diberikan secara

drip92/52 74 100

12.05 Diberikan atropine 0,5 mg 100/50 49 99

12.10

Operasi Selesai.

Diberikan pronalges supp 100 mg

Diberikan efedrin 5mg

85/43 43 99

D. Pemantauan Selama Tindakan Anestesi

Melakukan pemantauan keadaan pasien terhadap tindakan anestesi. Yang dipantau

adalah fungsi kardiovaskular dan fungsi respirasi, serta cairan.

Kardiovaskular : Pemantauan terhadap tekanan darah dan frekuensi nadi

setiap 5 menit.

Respirasi : Inspeksi pernapasan spontan kepada pasien dan saturasi

oksigen.

Cairan : Monitoring input cairan infus.

Laporan Anestesi

1. Diagnosis Pra Bedah : Tumor Submentalis

2. Diagnosis Pasca Bedah: Tumor Submentalis Dextra

3. Penatalaksanaan Preoperasi :Infus RL 500 ml

4. Penatalaksanaan Anestesi

a. Jenis pembedahan : Ekstirpasi

b. Jenis Anestesi : Efedrin 5mg General Anestesi

12

Page 13: TINJAUAN ANESTESI UMUM

c. Teknik Anestesi : Semi Closed Circuit System, dengan LMA no. 4

d. Mulai Anestesi : pukul 11.50 WIB

e. Mulai Operasi : pukul 11.55 WIB

f. Premedikasi : Ondansentron 4 mg IV

g. Medikasi : Propofol 200 mg

h. Medikasi tambahan : Tramadol 100 mg, Atropin 0,5 mg, Pronalgesic

supp 100 mg

i. Respirasi : Pernapasan spontan dan terpasang O2 2 lpm, N2O

2 lpm, isofluran 2%.

j. Cairan durante operasi : RL 500 cc

k. Pemantauan tekanan darah dan HR : terlampir

l. Selesai operasi : pukul 12.10 WIB

5. Post Operatif

a. Operasi berakhir pukul 12:10 WIB.

Selesai operasi pasien belum sadar kemudian pasien dipindahkan ke Ruang

Pemulihan (Recovery Room) dengan terpasangnya guedel, pasien segera

diberi bantuan oksigenasi melalui Canul O2 3 lt/menit melalui guedel,

melanjutkan pemberian cairan, dan diobservasi hingga pasien sadar penuh.

b. Observasi tanda-tanda vital dalam batas normal :

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Somnolen

TD : 100/50 mmHg

Nadi : 78x/menit

Respirasi : 18x/menit dengan guedel dan selang oksigen

Saturasi oksigen : 99%

c. Pemeriksaan fisik:

Warna kulit kecoklatan, airway paten, nafas spontan, akral hangat dan

CRT <2 detik

Skor Aldrete untuk menilai pemulihan anestesia: >9 sudah pulih dari

anestesia dan dapat dipindahkan ke ruangan

13

Page 14: TINJAUAN ANESTESI UMUM

Pasien diobservasi di ruangan recovery dengan keadaan stabil sehingga

tidak perlu dimasukkan keruang ICU, tidak terdapat syok dan

peningkatan tekanan darah terkontrol. Skala pulih anestesia 10 di ruang

recovery.

GERAKAN SKOR

Dapat menggerakan ke 4 ekstremitasnya sendiri atau

dengan perintah2

Dapat menggerakkan ke 2 ekstremitasnya sendiri atau dengan

perintah1

Tidak dapat menggerakkan ekstremitasnya sendiri atau dengan

perintah0

PERNAPASAN

Bernapas dalam dan kuat serta batuk 2

Bernapas berat atau dispnu 1

Apnu atau napas dibantu

0

TEKANAN DARAH SKOR

Sama dengan nilai awal + 20% 2

Berbeda lebih dari 20-50% dari nilai awal 1

Berbeda lebih dari 50% dari nilai awal 0

KESADARAN SKOR

Sadar penuh 2

Tidak sadar, ada reaksi terhadap rangsangan 1

Tidak sadar, tidak ada reaksi terhadap rangsangan 0

WARNA KULIT SKOR

Merah 2

Pucat , ikterus, dan lain-lain 1

Sianosis 0

14

Page 15: TINJAUAN ANESTESI UMUM

15

Page 16: TINJAUAN ANESTESI UMUM

BAB IV

Analisa Kasus

Tn. A 45 tahun datang ke kamar operasi pada pukul 11.45 WIB untuk menjalani

operasi ekstirpasi tumor submentalis dekstra yang direncanakan pada tanggal 26

Oktober 2015 pada pukul 11.45 WIB. Pasien dilakukan anestesi dengan menggunakan

General Anestesi dengan teknik anestesi nafas kendali dengan menggunakan LMA

(laryngeal mask airway). Teknik anestesi umum dipilih karena lokasi operasi yang

berada di daerah wajah sehingga akan kurang nyaman bagi pasien jika menggunakan

teknik anestesi lokal/ regional, sedangkan teknik anestesi yang dipilih adalah nafas

kendali dengan menggunakan larungeal mask airway karena cara pemasangan yang

lebih mudah dan kurang iritatif. Pasien datang dengan kondisi sakit ringan, kesadaran

compos mentis, Status fisik ASA I. Pasien tersebut digolongkan kedalam status fisik

ASA I karena dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tidak

ditemukan hasil yang abnormal.

Pasien dimasukan ke ruang operasi pada pukul 11.45 WIB. Pasien diposisikan

dimeja operasi dalam posisi terlentang, dengan leher diekstensikan di atas meja operasi.

Kemudian pasien dilakukan pemasangan alat-alat anestesi seperti tensimeter, elektroda

EKG, pulse oksimetri, oksigen (2L/menit) dan pada pasien ini telah dilakukan

pemasangan IV line dengan infus cairan Ringer Laktat. Keadaan umum pasien sebelum

operasi, kesadaran compos mentis, dengan tekanan darah 132/69 mmHg, nadi 79

x/menit, saturasi 99% dan mempunyai berat badan ± 70 kg.

Sebelum Anestesi dimulai dilakukan pemeriksaan mesin anestesi, alat intubasi

dan obat-obat anestesi. Pasien diberikan premedikasi pada pukul 11.50 WIB dengan

menggunakan ondansetron 4 mg, kemudian pasien mulai dilakukan induksi intravena

dengan menggunakan Propofol 200mg. Setelah otot pasien lemas, pasien dilakukan

intubasi oleh dokter anestesi dengan menggunakan LMA no 4.

Obat rumatan inhalasi menggunakan isofluran 2% diinduksi secara semi close

sirkuit sistem . Berdasarkan kepustakaan disebutkan bahwa anestesi yang ideal akan

bekerja secara cepat dan dapat mengembalikan kesadaran dengan segera setelah

16

Page 17: TINJAUAN ANESTESI UMUM

pemberian dihentikan serta mempunyai batas keamanan yang cukup besar dan efek

samping minimal. Hal ini tidak dapat dicapai bila diberikan secara tunggal. Oleh karena

itu perlu anestesi dalam bentuk kombinasi. Umumnya obat anestesi umum diberikan

secara intravena dan inhalasi.

Pasien diberikan obat premedikasi yaitu Ondansetron 4 mg secara bolus IV,

yang bertujuan agar pasien tidak mual dan muntah karena obat-obat anestesi dapat

merangsang muntah pada pasien. Ondansetron adalah suatu antagonis reseptor

Serotonin 5 – Hydroxytriptamine (5HT3) selektif. 5HT3 merupakan zat yang akan

dilepaskan jika terdapat toksin dalam saluran cerna, berikatan dengan reseptornya dan

akan merangsang saraf vagus menyampaikan rengsangan ke CTZ (Chemoreseptor

Trigger Zone) dan pusat muntah dan kemudian terjadi mual muntah.

Profopol bekerja sebagai sedasi atau hipnotik. Dosis induksi menyebabkan

pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi,

tanpa disertai efek analgesik. Pada pemberian dosis induksi (2 mg/kgBB) pemulihan

berlangsung cepat.

Sulfas atropine adalah anticolinergik parasymphstolitik.obat ini menimbulkan

efek blockade pada ujung syaraf yang menuju otot polos dan kelenjar lender, bekerja

pada sel efektor secara berlomba dengan acethylcholine pada tempat menimbulkan efek

muskarinik. Atropine berguna untuk menguramgi sekresi air liur dan untuk mengatasi

bradikardi pada anestesi regional dan untuk menaikkan tekanan darah.

Selama anestesi berlangsung pasien diberikan Tramadol 100 mg secara bolus

IV. Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol

mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga

menghentikan sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Di samping itu juga

menghambat pelepasan neurotransmiter dari saraf aferen yang bersifat sensitif terhadap

rangsang, akibat impuls nyeri terhambat.

17

Page 18: TINJAUAN ANESTESI UMUM

Efedrin adalah stimulator labgsung dari α dan β adrenergic dan membebaskan

katekolamin ( adrenalin dan noreadrenalin) dari tempat reseptor. Secara kimiawi ini

adalah keturunan adrenalin. Dalm pembuluh darah efedrin berefek denyutan jantung

menguat dan frekuensinya bertambah dan tekanan darah naik, membuat relaksasi dari

otot-otot bronchus, melebarkan arteri coronaria. Penggunaan obat ini pada keadaan

hipotensi, brookspasme, heart blok, carotid sinus sindrom.

18

Page 19: TINJAUAN ANESTESI UMUM

BAB VTINJAUAN PUSTAKA

ANESTESI UMUM

A. Definisi Anestesi Umum

Anestesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral

disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible.

Dengan anestesi umum akan diperoleh trias anestesia, yaitu:

Hipnotik (tidur)

Analgesia (bebas dari nyeri)

Relaksasi otot (mengurangi ketegangan tonus otot)

Hanya eter yang memiliki trias anestesia. Karena anestesi modern saat ini

menggunakan obat-obat selain eter, maka anestesi diperoleh dengan

menggabungkan berbagai macam obat.

B. Pilihan Cara Anestesi

Umur

o Bayi dan anak paling baik dengan anestesi umum.

o Pada orang dewasa untuk tindakan singkat dan hanya dipermudahkan

dilakukan dengan anestesi lokal atau umum.

Status fisik

o Riwayat penyakit dan anestesi terdahulu. Untuk mengetahui apakah

pernah dioperasi dan anestesi. Dengan itu dapat mengetahui apakah ada

komplikasi anestesi dan pasca bedah.

o Gangguan fungsi kardiorespirasi berat sedapat mungkin dihindari

penggunaan anestesi umum.

o Pasien gelisah, tidak kooperatif, atau disorientasi dengan gangguan jiwa

sebaiknya dilakukan dengan anestesi umum.

19

Page 20: TINJAUAN ANESTESI UMUM

o Pasien obesitas, jika disertai leher pendek dan besar, sering timbul

gangguan sumbatan jalan napas atas sesudah dilakukan induksi anestesi.

Pilihan anestesi adalah regional, spinal, atau anestesi umum endotrakeal.

Posisi pembedahan

o Posisi seperti miring, tungkurap, duduk, atau litotomi memerlukan

anestesi umum endotrakea untuk menjamin ventilasi selama

pembedahan. Demikian juga pembedahan yang berlangsung lama.

Keterampilan dan kebutuhan dokter pembedah

o Memilih obat dan teknik anestesi juga disesuaikan dengan keterampilan

dan kebutuhan dokter bedah antara lain teknik hipotensif untuk

mengurangi perdarahan, relaksasi otot pada laparotomi, pemakaian

adrenalin pada bedah plastik, dan lain-lain.

Keterampilan dan pengalaman dokter anestesiologi

Keinginan pasien

Bahaya kebakaran dan ledakan

o Pemakaian obat anestesi yang tidak mudah terbakar dan tidak eksplosif

adalah pilihan utama pada pembedahan dengan alat elektrokauter.

C. Metode Anestesi Umum

I. Parenteral

Anestesia umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun

intramuskular biasanya digunakan untuk tindakan yang singkat atau untuk

induksi anestesia.

II. Perektal

Metode ini sering digunakan pada anak, terutama untuk induksi anestesia

maupun tindakan singkat.

III. Perinhalasi

Yaitu menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah menguap

(volatile agent) dan diberikan dengan O2. Konsentrasi zat anestetika tersebut

tergantunug dari tekanan parsialnya; zat anestetika disebut kuat apabila

20

Page 21: TINJAUAN ANESTESI UMUM

dengan tekanan parsial yang rendah sudah mampu memberikan anestesia

yang adekuat.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Anestesi Umum

Faktor respirasi

Pada setiap inspirasi sejumlah zat anestesi akan masuk ke dalam paru-

paru (alveolus). Dalam alveolus akan dicapai suatu tekanan parsial tertentu.

Kemudian zat anestesi akan berdifusi melalui membran alveolus. Epitel alveolus

bukan penghambat disfusi zat anestesi sehingga tekanan parsial dalam alveolus

sama dengan tekanan parsial dalam arteri pulmonaris.

Hal yang mempengaruhi hal tersebut adalah:

1. Konsentrasi zat anestesi yang dihirup atau diinhalasi: makin tinggi

konsentrasinya, makin cepat naik tekanan parsial zat anestesi dalam

alveolus.

2. Ventilasi alveolus: makin tinggi ventilasi alveolus, makin cepat

meningginya tekanan parsial alveolus dan keadaan sebaliknya pada

hipoventilasi.

Faktor sirkulasi

Terdiri dari sirkulasi arterial dan sirkulasi vena. Faktor yang mempengaruhi:

1. Perubahan tekanan parsial zat anestesi yang jenuh dalam alveolus dan

darah vena. Dalam sirkulasi, sebagian zat anestesi diserap jaringan dan

sebagian kembali melalui vena.

2. Koefisien partisi darah atau gas yaitu rasio konsentrasi zat anestesi dalam

darah terhadap konsentrasi dalam gas setelah keduanya dalam keadaan

seimbang.

3. Aliran darah yaitu aliran darah paru dan curah jantung. Makin banyak

aliran darah yang melalui paru makin banyak zat anestesi yang diambil

dari alveolus, konsentrasi alveolus turun sehingga induksi lambat dan

makin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat anestesi

yang adekuat.

21

Page 22: TINJAUAN ANESTESI UMUM

Faktor jaringan

1. Perbedaan tekanan parsial obat anestesi antara darah arteri dan jaringan.

2. Koefisien partisi jaringan atau darah: kira-kira 1,0 untuk sebagian besar

zat anestesi kecuali halotan.

3. Aliran darah terdapat dalam 4 kelompok jaringan:

a) Jaringan kaya pembuluh darah (otak, jantung, hepar, ginjal)

Organ-organ ini menerima 70-75% curah jantung hingga tekanan

parsial zat anestesi ini meninggi dengan cepat dalam organ-organ

ini. Otak menerima 14% curah jantung.

b) Kelompok intermediet (otot skelet dan kulit)

c) Lemak (jaringan lemak)

d) Jaringan sedikit pembuluh darah

Relatif tidak ada aliran darah (ligament dan tendon).

Faktor zat anestesi

Bermacam-macam zat anestesi mempunyai potensi yang berbeda-

beda. Untuk menentukan derajat potensi ini dikenal adanya MAC (minimal

alveolar concentration atau konsentrasi alveolar minimal) yaitu konsentrasi

terendah zat anestesi dalam udara alveolus yang mampu mencegah

terjadinya tanggapan (respon) terhadap rangsang rasa sakit. Makin rendah

nilai MAC, makin tinggi potensi zat anestesi tersebut.

E. Keuntungan dan Kerugian Anestesia Umum

Keuntungan Pasien tidak sadar, mencegah ansietas pasien selama prosedur medis berlangsung.

Efek amnesia meniadakan memori buruk pasien yang didapatkan akibat ansietas dan

berbagai kejadian intraoperatif yang mungkin memberikan trauma psikologis.

Memungkinkan dilakukannya prosedur yang memakan waktu yang lama.

Memudahkan kontrol penuh ventilasi pasien.

Kerugian

22

Page 23: TINJAUAN ANESTESI UMUM

Sangat memengaruhi fisiologi. Hampir semua regulasi tubuh menjadi tumpul di bawah

anesthesia umum.

Memerlukan pemantaun yang lebih holistik dan rumit.

Tidak dapat mendeteksi gangguan susunan saraf pusat, misalnya perubahan kesadaran.

Risiko komplikasi pascabedah lebih besar.

Memerlukan persiapan pasien yang lebih seksama.

F. Stadium – Stadium Anestesia Umum

Stadium anestesia mulai diperkenalkan sejak ditemukannya eter dan pertama kali

didemonstrasikan oleh Morton. Pembagian stadium pertama kali didemonstrasikan oleh

Pounly pada tahun 1877 menjadi 3 stadium, dan kemudian oleh John Snow ditamhan 1

stadium yaitu stadium IV (stadium paralisis/ stadium kelebihan obat). Kemudian Guedel

memperinci tanda dan gejala semua stadium secara sistematik dan terakhir Gillespe

pada tahun 1943 menyempurnakan stadium-stadium menurut Guedel.1

Stadium 1 : disebut stadium analgesia atau disorientasi. Stadium ini berlangsung

antara induksi sampai kehilangan kesadaran. Pada stadium ini rasa nyeri belum

hilang sama sekali, oleh karena itu hanya pembedahan kecil yang dapat dilakukan

pada stadium ini. Stadium ini berakhir dengan tanda hilangnya refleks bulu mata.

Stadium 2 : disebut stadium hipersekresi atau eksitasi atau delirium. Dimulai dengan

hilangnya kesadaran atau hilangnya refleks bulu mata sampai ventilasi teratur. Pada

stadium ini terjadi depresi pada bangsal ganglia sehingga refleks-refleks tidak

terkendali atau reaksi yang berlebihan terhadap segala bentuk rangsangan seperti

pada hidung,cahaya, nyeri dan rasa raba.

Stadium 3: disebut stadium pembedahan, mulai dari ventilasi tertur sampai apnoe.

Stadium ini dibagi menjadi 4 plana :

a. Plana 1 : ventilasi teratur, sifatnya torako-abdominal, anak mata terfiksasi,

kadang-kadang eksentrik, pupil miosis, refleks cahaya positif, lakrimasi

meningkat, refleks faring dan muntah negatif dan tonus otot mulai menurun.

23

Page 24: TINJAUAN ANESTESI UMUM

b. Plana 2 : ventilasi teratur, sifatnya abdomino-torakal, volume tidal menurun,

frekuensi nafas meningkat, anak mata terfiksasi ditengah, pupil mulai midriasis,

refleks cahaya menurun dan refleks kornea negatif.

c. Plana 3 : ventilasi teratur, sifatnya abdominal karena kelumpuhan saraf

interkostal, lakrimasi tidak ada,pupil melebar dan sentral, refleks laring dan

peritoneum negatif dan tonus otot makin menurun.

d. Plana 4 : ventilasi tidak teratur dan tidak adekuat (tersendat-sendat) hali ini karena

otot diafragma lumpuh yang makin nyata pada akhir pelana, tonus otot sangat

menurun, pupil midriasis, sekresi kelenjar lakrimal negatif dan refleks sfingter ani

negatif

Stadium 4 : disebut stadium paralisis atau stadium kelebihan obat, yaitu dari henti

nafas hingga henti jantung.

G. Tahapan Tindakan Anestesi Umum

1. Penilaian dan persiapan pra-anestesi

Persiapan pra-bedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya

kecelakaan dalam anestesi. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan

kunjungan pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien dibedah pasien

dalam keadaan bugar. Tujuan dari kunjungan tersebut adalah untuk mengurangi

angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi, dan meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan.

a. Penilaian pra-bedah

1) Anamnesis

Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesi

sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang

perlu mendapat perhatian khusus misalnya alergi, mual-muntah, nyeri

otot, gatal-gatal, atau sesak napas pasca bedah sehingga dapat dirancang

anestesi berikutnya dengan baik. Beberapa peneliti menganjurkan obat

24

Page 25: TINJAUAN ANESTESI UMUM

yang dapat menimbulkan masalah di masa lalu sebaiknya jangan

digunakan ulang misalnya halotan jangan digunakan ulang dalam waktu

3 bulan atau suksinilkolin yang menimbulkan apnea berkepanjangan juga

jangan diulang. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari

sebelumnya.

2) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, atau lidah relatif

besar sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan

laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan

laringoskopi intubasi.

Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tentu

tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi

semua sistem organ tubuh pasien.

3) Pemeriksaan laboratorium

Uji laboratorium dilakukan atas indikasi yang tepat sesuai dengan

dugaan penyakit. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan

darah (Hb, leukosit, masa perdarahan, dan masa pembekuan) dan

urinalisis. Pada usia pasien di atas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan

EKG dan foto thoraks.

4) Kebugaran untuk anestesi

Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk

menyiapkan agar pasien dalam keadaan bugar. Sebaliknya pada operasi

sito, penundaan yang tidak perlu harus dihindari.

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik

seseorang adalah yang berasal dari The American Society of

Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat perkiraan risiko

anestesi karena efek samping anestesi tidak dapat dipisahkan dari efek

samping pembedahan.

ASA I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

ASA II: Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.

25

Page 26: TINJAUAN ANESTESI UMUM

ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat sehingga aktivitas

rutin terbatas.

ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tidak dapat

melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman

kehidupannya setiap saat.

ASA V: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa

pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.

5) Masukan oral

Refleks laring mengalami penurunan selama anestesi. Regurgitasi

isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan

risiko utama pada pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan

risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif

dengan anestesi harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama

periode tertentu sebelum induksi anestesi.

Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam,

dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tidak berlemak diperbolehkan 5 jam

sebelum induksi anestesi. Minuman air putih, teh manis sampai 3 jam,

dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1

jam sebelum induksi anestesi.

b. Premedikasi

Sebelum pasien diberi obat anestesi, langkah selanjutnya adalah

dilakukan premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesi diberi

dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anestesi

di antaranya:

1) Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien

a) Menghilangkan rasa khawatir melalui:

Kunjungan pre-anestesi.

Pengertian masalah yang dihadapi.

Keyakinan akan keberhasilan operasi.

b) Memberikan ketenangan (sedatif).

26

Page 27: TINJAUAN ANESTESI UMUM

c) Membuat amnesia.

d) Mengurangi rasa sakit (analgesik non-narkotik atau narkotik).

e) Mencegah mual dan muntah.

2) Memudahkan atau memperlancar induksi

Pemberian hipnotik sedatif atau narkotik.

3) Mengurangi jumlah obat-obat anestesi

Pemberian hipnotik sedatif atau narkotik.

4) Menekan refleks-refleks yang tidak diinginkan (muntah atau liur)

5) Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan lambung

Pemberian antikolinergik atropin, primperan, rantin, atau H2 antagonis.

Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam 1 jam,

secara intramuskuler minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang

sangat darurat dengan waktu tindakan pembedahan yang tidak pasti obat-

obat dapat diberikan secara intravena. Obat akan sangat efektif sebelum

induksi. Jika pembedahan belum dimulai dalam waktu 1 jam dianjurkan

pemberian premedikasi intramuskuler, subkutan tidak dianjurkan. Semua

obat premedikasi jika diberikan secara intravena dapat menyebabkan sedikit

hipotensi kecuali atropin dan hiosin. Hal ini dapat dikurangi dengan

pemberian secara perlahan-lahan dan diencerkan.

Obat-obat yang sering digunakan:

1) Analgesik narkotik

a) Petidin (amp 2cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB

b) Morfin (amp 2cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBB

c) Fentanyl (fl 10cc = 500 mg), dosis 1-3µgr/kgBB

2) Analgesik non narkotik

a) Ponstan

b) Tramol

c) Toradon

3) Hipnotik

a) Ketamin (fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB

27

Page 28: TINJAUAN ANESTESI UMUM

b) Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB

4) Sedatif

a) Diazepam/valium/stesolid (amp 2cc = 10mg), dosis 0,1 mg/kgBB

b) Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15 mg), dosis 0,1mg/kgBB

c) Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5 mg/kgBB

d) Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis 0,1 mg/kgBB

5) Anti-emetik

a) Sulfas atropin (antikolinergik) (amp 1cc = 0,25 mg), dosis 0,001

mg/kgBB

b) DBP

c) Narfoz, rantin, primperan

2. Induksi anestesi

Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak

sadar sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi

dapat dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuskuler, atau rektal. Setelah

pasien tidur akibat induksi anestesi langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan

anestesi sampai tindakan pembedahan selesai.

Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan ‘STATICS’:

S: Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.

Laringoskop pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan

usia pasien. Lampu harus cukup terang.

T: Tube Pipa trakea pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon

(cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed).

A: Airway Pipa mulut faring (guedel, oro-tracheal airway) atau pipa

hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan

lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak

menyumbat jalan napas.

T: Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

28

Page 29: TINJAUAN ANESTESI UMUM

I: Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel)

yang mudah dibengkokan untuk pemandu supaya pipa

trakea mudah dimasukkan.

C : Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesi.

S : Suction penyedot lendir, ludah, dan lain-lainnya.

Macam-macam induksi pada anestesi umum yaitu:

a. Induksi intravena

o Paling banyak dikerjakan. Indikasi intravena dikerjakan dengan hati-hati,

perlahan-lahan, lembut, dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikan

dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan

pasien, nadi, dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan

oksigen. Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.

o Obat-obat induksi intravena:

Tiopental (pentotal, tiopenton)

Tiopental adalah obat anestesi intravena golongan barbiturate yang

bekerja cepat. Mudah larut dalam air dan alcohol. Dikemas dalam

ampul 500 mg atau 1000 mg. Sebelum digunakan dilarutkan dalam

akuades steril sampai kepekatan 2,5% (1 ml = 25 mg). Hanya

digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg disuntikan

perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik. Bergantung dosis dan

kecepatan suntikan tiopental akan menyebabkan pasien berada dalam

keadaan sedasi, hipnosis, anestesi, atau depresi napas. Tiopental

menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor, tekanan intrakranial,

dan diduga dapat melindungi otak akibat kekurangan O2 . Dosis

rendah bersifat anti-analgesik.

Propofol (diprivan, recofol)

Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat

isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml = 10 mg). Suntikan intravena

sering menyebabkan nyeri sehingga beberapa detik sebelumnya dapat

29

Page 30: TINJAUAN ANESTESI UMUM

diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-

2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total 4-12

mg/kg/jam, dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg.

Pengenceran hanya boleh dengan dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan

untuk anak < 3 tahun dan pada wanita hamil.

Ketamin (ketalar)

Ketamin adalah derivate fensiklidin yang menghasilkan anestesi

disosiatif yang menyerupain keadaan kateleptik dimana mata pasien

tetap terbuka dengan nistagmus lambat. Kurang digemari karena

sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala,

serta pasca anestesi dapat timbul mual-muntah, pandangan kabur, dan

mimpi buruk. Sebelum pemberian sebaiknya diberikan sedasi

midazolam (dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis 0,1

mg/kg intravena dan untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas

atropin 0,01 mg/kg. Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuskuler

3-10 mg. Ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1 ml

= 10 mg), 5% (1 ml = 50 mg), 10% (1 ml = 100 mg).

Opioid (morfin, petidin, fentanyl, sufentanyl)

Diberikan dosis tinggi. Tidak menggaggu kardiovaskuler sehingga

banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung.

Untuk anestesi opioid digunakan fentanyl dosis 20-50 mg/kg

dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.

b. Induksi intramuskuler

Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara

intramuskuler dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.

30

Page 31: TINJAUAN ANESTESI UMUM

c. Induksi inhalasi

o N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida)

Berbentuk gas, tidak berwarna, bau manis, tidak iritasi, tidak terbakar,

dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian harus disertai O2 minimal

25%. Bersifat anastetik lemah dan analgesi kuat sehingga sering

digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi

inhalasi jarang digunakan tunggal, sering dikombinasi dengan salah satu

cairan anastetik lain seperti halotan.

o Halotan (fluotan)

Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya

cukup dalam, stabil, dan sebelum tindakan diberikan analgesik semprot

lidokain 4% atau 10% sekitar faring-laring. Kelebihan dosis dapat

menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi

hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi

miokard, dan inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesik lemah

tetapi anestesi kuat. Halotan menghambat pelepasan insulin sehingga

mininggikan kadar gula darah.

o Enfluran (etran, aliran)

Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih

iritatif disbanding halotan. Depresi sirkulasi lebih kuat dibanding halotan

tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot

lurik lebih baik dibanding halotan.

o Isofluran (foran, aeran)

Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial. Peninggian

aliran darah otak dan tekanan intrakranial dapat dikurangi dengan teknik

anestesi hiperventilasi sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah

otak. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal sehingga

digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada

pasien dengan gangguan koroner.

31

Page 32: TINJAUAN ANESTESI UMUM

o Desfluran (suprane)

Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%) bersifat

simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi

napas seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas sehingga

tidak digunakan untuk induksi anestesi.

o Sevofluran (ultane)

Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran.

Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas sehingga

digemari untuk induksi anestesi inhalasi di samping halotan.

d. Induksi per rektal

Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan tiopental atau midazolam.

e. Induksi mencuri

Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Induksi inhalasi biasa

hanya sungkup muka tidak kita tempelkan pada muka pasien tetapi kita

berikan jarak beberapa sentimeter sampai pasien tertidur baru sungkup muka

kita tempelkan.

f. Pelumpuh otot non-depolarisasi Tracurium 20 mg (Atracurium)

o Berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik tetapi tidak menyebabkan

depolarisasi hanya menghalangi asetilkolin menempatinya sehingga

asetilkolin tidak dapat bekerja.

o Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasi selama

20-45 menit, kecepatan efek kerjanya 2 menit.

o Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot:

Cegukan (hiccup)

Dinding perut kaku

Ada tahanan pada inflasi paru

32

Page 33: TINJAUAN ANESTESI UMUM

3. Rumatan anestesi (maintenance)

Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total), dengan

inhalasi, atau dengan campuran intravena inhalasi. Rumatan anestesi mengacu

pada trias anestesi yaitu tidur ringan (hipnosis) sekedar tidak sadar, analgesik

cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri, dan

relaksasi otot lurik yang cukup.

Rumatan intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanyl

10-50 µg/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesik

cukup sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena

dapat juga menggunakan opioid dosis biasa tetapi pasien ditidurkan dengan

infus propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena,

pelumpuh otot, dan ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi

dengan udara + O2 atau N2O + O2.

Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan

perbandingan 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau

isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4% bergantung apakah pasien bernapas

spontan, dibantu, atau dikendalikan.

4. Tatalaksana jalan napas

Hubungan jalan napas dan dunia luar melalui 2 jalan:

o Hidung menuju nasofaring

o Mulut menuju orofaring

Hidung dan mulut dibagian depan dipisahkan oleh palatum durum dan

palatum molle dan dibagian belakang bersatu di hipofaring. Hipofaring

menuju esofagus dan laring dipisahkan oleh epiglotis menuju ke trakea.

Laring terdiri dari tulang rawan tiroid, krikoid, epiglottis, dan sepasang

aritenoid, kornikulata, dan kuneiform.

a. Manuver tripel jalan napas

Terdiri dari:

1) Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital

33

Page 34: TINJAUAN ANESTESI UMUM

2) Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula

3) Mulut dibuka

Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas

sehingga gas atau udara lancer masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.

b. Jalan napas faring

Jika maneuver tripel kurang berhasil maka dapat dipasang jalan napas mulut-

faring lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas lewat hidung

(naso-pharyngeal airway).

c. Sungkup muka

Mengantar udara atau gas anestesi dari alat resusitasi atau sistem anestesi ke

jalan napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika

digunakan untuk bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor

dan gas masuk semua ke trakea lewat mulut atau hidung.

d. Sungkup laring (laryngeal mask)

Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar

berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat

dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkainya dapat

berupa pipa kerasdari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga

supaya tetap paten.

Dikenal 2 macam sungkup laring:

1) Sungkup laring standar dengan 1 pipa napas.

2) Sungkup laring dengan2 pipa yaitu 1 pipa napas standar dan lainnya pipa

tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan esofagus.

e. Pipa trakea (endotracheal tube)

Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari

bahan standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui mulut

(orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).

f. Laringoskopi

Fungsi laring ialah mencegah benda asing masuk paru. Laringoskop

merupakan alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya

34

Page 35: TINJAUAN ANESTESI UMUM

kita dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis

besar dikenal 2 macam laringoskop:

1. Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa.

2. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa.

Klasifikasi tampakan faring pada saat membuka mulut terbuka maksimal

dan lidah dijulurkan maksimal menurut Mallapati dibagi menjadi 4

gradasi.

Gradasi Pilar faring Uvula Palatum Molle

1 + + +

2 - + +

3 - - +

4 - - -

g. Intubasi

Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea

melalui rima glotis sehingga ujung distalnya berada kira-kira

dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Indikasi

sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai berikut:

35

Page 36: TINJAUAN ANESTESI UMUM

1) Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun

Kelainan anatomi, bedah kasus, bedah posisi khusus, pembersihan

sekret jalan napas, dan lain-lainnya.

2) Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi

Misalnya saat resusitasi memungkinkan penggunaan relaksan dengan

efisien, dan ventilasi jangka panjang.

3) Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi

Adapun prosedur dalam pelaksanaan intubasi meliputi:

Persiapan

1) Persiapan alat yang dibutuhkan seperti: laringoskop, ET, stilet,

dan lain-lain.

2) Masih siap pakai atau alat bantu napas.

3) Obat induksi seperti: pentotal, ketalar, diprivan, dan lain-lain.

4) Obat pelumpuh otot seperti: suksinil kolin, atrakurium, pavulon,

dan lain-lain.

5) Obat darurat seperti: adrenalin (efinefrin), SA, mielon, dan lain-

lain.

Tindakan

1) Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap.

2) Induksi sampai tidur, berikan suksinil kolin → fasikulasi (+).

3) Jika fasikulasi (-) → ventilasi dengan O2 100% selama kira-kira 1

menit.

4) Batang laringoskop dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan

mendorong kepala sedikit ekstensi → mulut membuka.

5) Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan,

sedikit demi sedikit, menyelusuri kanan lidah, dan menggeser

lidah ke kiri.

6) Cari epiglotis → tempatkan bilah di depan epiglotis (pada bilah

bengkok) atau angkat epiglotis (pada bilah lurus).

36

Page 37: TINJAUAN ANESTESI UMUM

7) Cari rima glotis (dapat dengan bantuan asisten dengan menekan

trakea dar luar).

8) Temukan pita suara → warnanya putih dan sekitarnya merah.

9) Masukan ET melalui rima glotis.

10) Hubungkan pangkal ET dengan mesin anestesi dan atau alat

bantu napas (alat resusitasi)

Adapun kesulitan dalam intubasi yaitu:

Leher pendek berotot

Mandibula menonjol

Maksila atau gigi depan menonjol

Uvula tidak terlihat

Gerak sendi temporo-mandibular terbatas

Gerak vertebra servikal terbatas

Adapun komplikasi pada intubasi yaitu:

1) Selama intubasi

Trauma gigi geligi

Laserasi bibir, gusi,

laring

Merangsang saraf

simpatis

Intubasi bronkus

Intubasi esofagus

Aspirasi

Spasme bronkus

2) Setelah ekstubasi

Spasme laring

Aspirasi

Gangguan fonasi

Edema glotis-

subglotis

Infeksi laring, faring,

trakea

37

Page 38: TINJAUAN ANESTESI UMUM

Sedangkan untuk pelaksanaan ekstubasi harus memperhatikan hal-hal berikut

ini:

1) Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar jika:

Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan

Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi

2) Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan

catatan tidak akan terjadi spasme laring.

3) Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan

cairan lainnya.

5. Pasca anestesi

Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi terutama

yang menggunakan anestesi umum maka perlu melakukan penilaian terlebih dahulu

untuk menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih

perlu diobservasi di ruang recovery room (RR).

a. Aldrete score

Nilai warna

Merah muda 2

Pucat 1

Sianosis 0

Pernapasan

Dapat bernapas dalam dan batuk 2

Dangkal tetapi pertukaran udara adekuat 1

 Apnea atau obstruksi 0

Sirkulasi

Tekanan darah menyimpang < 20% dari normal 2

Tekanan darah menyimpang 20-50% dari normal 1

Tekanan darah menyimpang > 50% dari normal 0

Kesadaran  

Sadar, siaga, dan orientasi 2

Bangun tetapi cepat kembali tertidur 1

Tidak berespons 0

Aktivitas  

Seluruh ekstremitas dapat digerakkan 2

Page 39: TINJAUAN ANESTESI UMUM

Dua ekstremitas dapat digerakkan 1

Tidak bergerak 0

Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan.

b. Steward score (anak-anak)

Pergerakan

Gerak bertujuan 2

Gerak tak bertujuan 1

Tidak bergerak 0

Pernapasan

Batuk, menangis 2

Pertahankan jalan napas 1

Perlu bantuan 0

Kesadaran

Menangis 2

Bereaksi terhadap rangsangan 1

Tidak bereaksi 0

Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan.

H. Kontraindikasi Anestesi Umum

Adapun kontraindikasi dalam anestesi umum meliputi:

1. Mutlak: dekompensasio kordis derajat III-IV dan AV blok derajat II total (tidak ada

gelombang P).

2. Relatif: hipertensi berat atau tidak terkontrol (diastolik >110 mmHg), diabetes melitus

tidak terkontrol, infeksi akut, sepsis, dan glomerulonefritis akut.

Kontraindikasi mutlak ialah pasien sama sekali tidak boleh diberikan anestesi

umum sebab akan menyebabkan kematian, apakah kematian DOT (death on the table)

meninggal di meja operasi atau selain itu. Kemudian kontraindikasi relatif ialah pada saat

itu tidak bisa dilakukan anestesi umum tetapi melihat perbaikan kondisi pasien hingga

stabil mungkin baru bisa diberikan anestesi umum.

Page 40: TINJAUAN ANESTESI UMUM

BAB VIKESIMPULAN

Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang

melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi

pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat

mengantisipasinya.

Pada makalah ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum pada operasi tumor

submentalis pada penderita laki-laki, usia 45 tahun, status fisik ASA I, dengan diagnosis

tumor submentalis yang dilakukan teknik anestesi semi closed dengan ET no. 30 respirasi

spontan.

Untuk mencapai hasil maksimal dari anestesi seharusnya permasalahan yang

ada diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnya komplikasi anestesi

dapat ditekan seminimal mungkin.

Dalam kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang berarti

baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang pemulihan

juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius.

Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan baik.

Page 41: TINJAUAN ANESTESI UMUM

DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. 2009. Cardiopulmonary Resuscitaion. Diakses dari

http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=4479.

American Heart Association. 2010. Highlights of the 2010 American Heart Association

Guidelines for CPR and ECC.

Dachlan, R., dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan

Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Dar, A.B. 2008. Cardiopulmonary Resuscitation. India: Associate Prof of Medicine.

Latief, S.A. & Suryadi. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Omuigui. 1995. The Anaesthesia Drugs Handbook 2nd Ed. Mosby year Book Inc.