37
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Struktur bangunan merupakan sarana untuk menyalurkan beban yang diakibatkan penggunaan atau kehadiran bangunan di atas tanah. Struktur terdiri dari unsur-unsur atau elemen-elemen yang terintegrasi dan berfungsi sebagai satu kesatuan utuh untuk menyalurkan semua jenis beban yang diantisipasi ke tanah. Gedung yang direncanakan merupakan gedung bertingkat lima lantai yang difungsikan sebagai gedung perkantoran DPRD Kota Semarang. Perencanaan struktur bangunan gedung harus memenuhi syarat keandalan bangunan gedung seperti yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, yaitu : 1. Struktur Bangunan Gedung Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan dan dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta memenuhi persyaratan kelayakan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya. 2. Pembebanan pada bangunan gedung Analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur terhadap beban-beban yang mungkin bekerja selama umur kelayanan struktur, termasuk beban tetap, beban sementara dan beban khusus. 3. Struktur atas bangunan gedung Perencanaan konstruksi beton dan baja harus mengikuti peraturan- peraturan yang berlaku, salah satunya yaitu SNI 03-2847-2002 dan SNI 03- 1729-2002, masing-masing merupakan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung dan Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung. 4. Struktur bawah bangunan gedung Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum

Struktur bangunan merupakan sarana untuk menyalurkan beban yang

diakibatkan penggunaan atau kehadiran bangunan di atas tanah. Struktur terdiri dari

unsur-unsur atau elemen-elemen yang terintegrasi dan berfungsi sebagai satu

kesatuan utuh untuk menyalurkan semua jenis beban yang diantisipasi ke tanah.

Gedung yang direncanakan merupakan gedung bertingkat lima lantai yang

difungsikan sebagai gedung perkantoran DPRD Kota Semarang. Perencanaan

struktur bangunan gedung harus memenuhi syarat keandalan bangunan gedung

seperti yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, yaitu :

1. Struktur Bangunan Gedung

Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan dan dilaksanakan

agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan

memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta memenuhi persyaratan

kelayakan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan

mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan dan

kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.

2. Pembebanan pada bangunan gedung

Analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur

terhadap beban-beban yang mungkin bekerja selama umur kelayanan struktur,

termasuk beban tetap, beban sementara dan beban khusus.

3. Struktur atas bangunan gedung

Perencanaan konstruksi beton dan baja harus mengikuti peraturan-

peraturan yang berlaku, salah satunya yaitu SNI 03-2847-2002 dan SNI 03-

1729-2002, masing-masing merupakan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton

Untuk Bangunan Gedung dan Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk

Bangunan Gedung.

4. Struktur bawah bangunan gedung

Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori

mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

6

tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai

tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.

2.2 Peraturan yang Dipakai

Perencanaan struktur gedung bertingkat harus memenuhi syarat-syarat dan

ketentuan yang berlaku. Adapun syarat-syarat dan ketentuan serta rumus yang

digunakan sesuai dengan buku pedoman, antara lain :

1. Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung SNI 2847:2013.

2. Spesifikasi untuk Gedung Baja Struktural SNI 03-1729-1-2002.

3. Pedoman Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1987.

4. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan non

Gedung SNI 1726-2012.

2.3 Mutu Bahan

Mutu Bahan yang digunakan dalam perencanaan struktur gedung ini adalah

beton fc’ = 29 MPa untuk struktur secara umum. Baja tulangan menggunakan mutu

baja fy = 400 MPa untuk tulangan pokok dan fy = 240 MPa untuk tulangan

sengkang serta menggunakan kuda-kuda baja dengan mutu baja (fy) = 400 Mpa.

2.4 Konsep Perencanaan Struktur

Konsep tersebut merupakan dasar teori perencanaan dan perhitungan

struktur, yang meliputi desain terhadap beban lateral (gempa) dan metode analisis

struktur yang digunakan.

2.4.1 Desain terhadap Beban Lateral

Dalam mendesain struktur, kestabilan lateral adalah hal terpenting

karena gaya lateral mempengaruhi desain elemen – elemen vertikal dan

horisontal struktur. Mekanisme dasar untuk menjamin kestabilan lateral

diperoleh dengan menggunakan hubungan kaku untuk memperoleh bidang

geser kaku yang dapat memikul beban lateral.

Beban lateral yang paling berpengaruh terhadap struktur adalah

beban gempa dimana efek dinamisnya menjadikan analisisnya lebih

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

7

kompleks. Tinjauan ini dilakukan untuk mendesain elemen – elemen

struktur agar elemen – elemen tersebut kuat menahan gaya gempa.

2.4.2 Analisis Struktur terhadap Gempa

Struktur bangunan gedung terdiri dari struktur atas dan

bawah.Struktur atas adalah bagian struktur gedung yang berada di atas muka

tanah sedangkan Struktur bawah adalah bagian dari struktur bangunan yang

terletak di bawah muka tanah yang dapat terdiri dari struktur basemen, atau

struktur pondasi lainya. (SNI 03-1726-2012) :

a. Persyaratan dasar.

Prosedur analisis dan desain seismik yang digunakan dalam

perencanaan struktur bangunan gedung dan komponennya seperti yang

ditetapkan dalam pasal ini. Struktur bangunan gedung harus memiliki

sistem penahan gaya lateral dan vertikal yang lengkap , yang mampu

memberikan kekuatan , kekuatan dan kapasitas disipasi energi yang

cukup.

b. Desain elemen struktur,desain sambungan dan batasan deformasi.

Komponen struktur individu termasuk yang bukan merupakan

bagian sistem penahan gaya gempa harus disediakan dengan kekuatan

yang cukup untuk menahan geser ,gaya aksial dan momen yang

dientukan sesuai dengan tata cara ini.

c. Lintasan beban yang menerus dan keterhubungan.

Lintasan - lintasan beban yang menerus dengan kekakuan dan

kekuatan yang memadai harus disediakan untuk mentranfer semua

gaya dan titik pembebanan hingga titik akhir penumpuan.

d. Sambungan ke tumpuan

Sambungan pengaman untuk menahan gaya horisontal yang

berkerja pararel terhadap elemen struktur harus disediakan untuk setiap

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

8

balok, girder langsung ke elemen tumpuannya atau ke plat yang di

desain bekerja sebagai diafragma.

e. Desain pondasi

Pondasi harus didesain untuk menahan gaya yang dihasilkan dan

mengakomodasi pergerakan yang disalurkan ke struktur oleh gerak

tanah desain. Sifat dinamis gaya , gerak tanah yang diharapkan, dasar

desain untuk kekuatan dan kapasitas disipasi energi struktur dan

properti dinamis tanah harus disertakan dalam penentuan kriteria

pondasi..

Struktur bangunan gedung harus diklasifikasikan sebagai

beraturan atau tidak beraturan. Struktur yang tidak memenuhi

ketentuan diatas ditetapkan sebagai gedung tidak beraturan

berdasarkan konfigurasi horisontal dan vertikal bangunan gedung.

2.5 Perencanaan Struktur Bangunan

2.5.1 Pembebanan

Hal yang mendasar pada tahap pembebanan adalah pemisahan

antara beban-beban yang bersifat statis dan dinamis.

2.5.1.1 Beban Statis

Beban statis adalah beban yang bekerja secara terus-menerus pada

suatu struktur. Beban statis juga diasosiasikan dengan beban-beban yang

secara perlahan-lahan timbul serta mempunyai variabel besaran yang

bersifat tetap (steady states). Dengan demikian, jika suatu beban

mempunyai perubahan intensitas yang berjalan cukup perlahan sedemikian

rupa sehingga pengaruh waktu tidak dominan, maka beban tersebut dapat

dikelompokkan sebagai beban statik (static load). Deformasi dari struktur

akibat beban statik akan mencapai puncaknya jika beban ini mencapai

nilainya yang maksimum. Beban statis pada umumnya dapat dibagi lagi

menjadi beban mati, beban hidup dan beban khusus adalah beban yang

terjadi akibat penurunan pondasi atau efek temperatur.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

9

1. Beban Mati

Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu bangunan

yang bersifat tetap. Beban mati pada struktur bangunan ditentukan oleh

berat jenis bahan bangunan.

Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah

dan Gedung tahun 1987 beban mati pada struktur terbagi menjadi 2, yaitu

beban mati akibat material konstruksi dan beban mati akibat komponen

gedung.

Tabel 2.1 Berat – Berat Jenis Bahan Bangunan

Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

10

Tabel 2.2 Berat – Berat Komponen Gedung

Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987

2. Beban Hidup

Beban hidup pada lantai gedung diambil sesuai pada tabel.

Didalam beban hidup tersebut sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai

dengan kegunaan lantai ruang yang bersangkutan, dan juga dinding-

dinding pemisah ringan dengan berat tidak lebih dari 100 kg/m. Barang-

barang lain tertentu yang sangat berat, ditentukan sendiri

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

11

Tabel 2.3 Beban Hidup Pada Lantai Gedung

No. Material Berat Keterangan

1. Lantai dan tangga rumah tinggal 200 kg/m2 kecuali yang disebut

no.2

2.

- Lantai & tangga rumah tinggal

sederhana

- Gudang-gudang selain untuk

toko, pabrik, bengkel

125 kg/m2

3.

- Sekolah, ruang kuliah

250 kg/m2

- Kantor

- Toko, toserba

- Restoran

- Hotel, asrama

- Rumah Sakit

4. Ruang olahraga 400 kg/m2

5. Ruang dansa 500 kg/m2

6. Lantai dan balkon dalam dari

ruang pertemuan 400 kg/m2

masjid, gereja, ruang

pagelaran/rapat,

bioskop dengan

tempat duduk tetap

7. Panggung penonton 500 kg/m2

tempat duduk tidak

tetap / penonton yang

berdiri

8. Tangga, bordes tangga dan gang 300 kg/m2 no.3

9. Tangga, bordes tangga dan gang 500 kg/m2 no. 4, 5, 6, 7

10. Ruang pelengkap 250 kg/m2 no. 3, 4, 5, 6, 7

11.

- Pabrik, bengkel, gudang

400 kg/m2 Minimum - Perpustakaan,r.arsip,toko buku

- Ruang alat dan mesin

12.

Gedung parkir bertingkat :

- Lantai bawah 800 kg/m2

- Lantai tingkat lainnya 400 kg/m2

13. Balkon menjorok bebas keluar 300 kg/m2 Minimum Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

12

Tabel 2.4 Beban Hidup Pada Lantai Gedung

No Material Berat Keterangan

1. Atap / bagiannya dapat dicapai

orang, termasuk kanopi 100 kg/m2 atap dak

2.

Atap / bagiannya tidak dapat

dicapai orang (diambil min.) :

- beban hujan (40-0,8) kg/m2

α = sudut atap, min.

20 kg/m2, tak perlu

ditinjau bila α > 50o

- beban terpusat 100 kg

3. Balok/gording tepi kantilever 200 kg Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987

Untuk Reduksi beban (PPPURG,1987) dapat dilakukan dengan

mengalikan beban hidup dengan suatu koefisien reduksi yang nilainya

tergantung pada penggunaan bangunan. Besarnya koefisien reduksi

beban hidup untuk perencanaan portal adalah sebagai berikut :

a. Perumahan : rumah tinggal, asrama, dan hotel = 0,75

b. Gedung pendidikan : sekolah dan ruang kuliah = 0,90

c. Tempat pertemuan umum, tempat ibadah, bioskop

Restoran, ruang dansa, ruang pergelaran = 0,90

d. Gedung Perkantoran : Kantor dan Bank = 0,60

e. Gedung Perdagangan dan Ruang Penyimpanan

Toko, toserba, pasar, gudang, ruang arsip, perpustakaan = 0,80

f. Tempat Kendaraan : Garasi dan Gedung Parkir = 0,90

g. Bangunan Industri : Pabrik dan Bengkel = 1,00

Untuk memenuhi kebutuhan air pada bangunan tinggi, biasanya

digunakan sistem tangki atap atau roof tank. Pada sistem ini air

ditampung terlebih dahulu dalam tangki bawah (dipasang pada lantai

terendah bangunan atau di bawah muka tanah), kemudian dipompakan

kesuatu tangki atas yang biasanya dipasang di atas atap atau di atas lantai

tertinggi bangunan.

Pada sistem pasokan ke bawah (down feed) pompa digunakan

untuk mengisi tangki air diatas atap. Dengan sakelar pelampung, pompa

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

13

akan berhenti bekerja jika air dalam tangki sudah penuh dan selanjutnya

air dialirkan dengan memanfaatkan gaya gravitasi.

Sumber : Data Pribadi

Gambar 2.1 Down Feed (Pasokan ke Bawah)

Perhitungan perkiraan kebutuhan air dimaksudkan untuk

memperoleh gambaran mengenai volume tangki penyimpanan air yang

perlu disediakan dalam suatu bangunan. Kebutuhan air dapat dihitung

berdasarkan jumlah standar pemakaian per hari per unit (orang, tempat

tidur, tempat duduk, dan lain-lain).Kebutuhan air per hari dapat dilihat

pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Kebutuhan Air per Hari

No Penggunaan

Gedung

Pemakaian

Air Satuan

1 Rumah Tinggal 120 Liter/penghuni/hari

2 Rumah Susun 100¹ Liter/penghuni/hari

3 Asrama 120 Liter/penghuni/hari

4 Rumah Sakit 500² Liter/Tempat tidur

pasien/hari

5 Sekolah Dasar 40 Liter/siswa/hari

6 SLTP 50 Liter/siswa/hari

7 SMU/SMK dan Lebih

tinggi 80 Liter/siswa/hari

8 Ruko/Rukan 100 Liter/penghuni dan

pegawai/hari

9 Kantor / Pabrik 50 Liter/pegawai/hari

10 Toserba, Toko Pengecer 5 Liter/m²

11 Restoran 15 Liter/Kursi

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

14

12 Hotel Berbintang 250 Liter/tempat tidur/hari

13 Hotel Melati/

Penginapan 150 Liter/tempat tidur/hari

14 Gd. Pertunjukan,

bioskop 10 Liter/Kursi

15 Gd. Serba Guna 25 Liter/Kursi

16 Stasiun, Terminal 3 Liter/penumpang tiba dan

pergi

17 Peribadatan 5 Liter/orang

(belum dengan air wudhu)

Sumber ¹ hasil pengkajian Puslitbang Permukiman Dep. Kimpraswil tahun 2000

² Permen Kesehatan RI No : 986/Menkes/Per/Xl/1992

2.5.1.2 Beban Dinamis

Beban dinamis adalah beban yang bekerja secara tiba-tiba pada

struktur. Pada umumya, beban ini tidak bersifat tetap (unsteady-state) serta

mempunyai karakterisitik besaran dan arah yang berubah dengan cepat.

Deformasi pada struktur akibat beban dinamik ini juga akan berubah-ubah

secara cepat. Beban dinamis ini terdiri dari beban gempa dan beban angin.

1. Beban Gempa

Beban Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh

benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang

terjadi di daerah patahan (fault zone). Gempa yang terjadi di daerah

patahan ini pada umumnya merupakan gempa dangkal karena patahan

umumnya terjadi pada lapisan bumi dengan kedalaman antara 15 sampai

50 km. Gerak tanah gempa rencana harus digunakan untuk menghitung

perpindahan rencana total sistem isolasi dan gaya gaya lateral serta

perpindahan pada struktur dengan isolasi. Gempa maksimum yang

dipertimbangkan harus digunakan untuk menghitung perpindahan

maksimum total dari sistem isolasi.

a. Wilayah Gempa dan Spektrum Respons

Besar kecilnya beban gempa yang diterima suatu struktur tergantung

pada lokasi dimana struktur bangunan tersebut akan dibangun seperti terlihat

pada Gambar Peta Wilayah Gempa berikut.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

15

Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur

Bangunan Gedung (SNI 1726-2012)

Gambar 2.2 Peta Wilayah Gempa Indonesia

Harga dari faktor respon gempa (C) dapat ditentukan dari Diagram

Spektrum Gempa Rencana, sesuai dengan wilayah gempa dan kondisi jenis

tanahnya untuk waktu getar alami fundamental.

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur

Bangunan Gedung dan non Gedung (SNI 1726-2012)

Gambar 2.3 Spektrum Respons

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

16

Analisis beban gempa struktur gedung bertingkat tinggi dilakukan

dengan metode analisis gempa dinamis responns spectrum. Langkah pertama

dalam menentukan respons spektrum adalah menentukan nilai SDS dan S1 dari

peta zonasi gempa. Dari peta zonasi gempa untuk wilayah Semarang didapat

ni nilai SDS sebesar 0,85 g dan S1 sebesar 0,3 g. Selanjutnya adalah

menentukan kelas situs dari nilai N-SPT rata-rata, karena nilai N-SPT rata-rata

untuk gedung ini kurang dari 15 maka termasuk kelas situs SE (Tanah Lunak).

Selanjutnya menentukan nilai Fa, Fv, SMS, SM1, SDS, SD1, T0 dan Ts

sebagai parameter penggambaran grafik spektrum respons percepatan disain

(Sa). Grafik spektrum respons percepatan disain (Sa) seperti yang terlihat pada

Gambar 2 sebagai berikut:

Sumber : SNI 03-1726-2012

Gambar 2.4 Grafik spektrum respons percepatan disain (Sa)

Beban Geser Dasar Nominal (V) harus didistribusikan di sepanjang

tinggi struktur bangunan gedung menjadi beban-beban gempa statik ekuivalen

yang bekerja pada pusat massa lantai-lantai tingkat. Besarnya beban statik

ekuivalen Fi pada lantai tingkat ke-i dari bangunan dihitung dengan rumus :

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

17

Fi = V

z W

z Win

1 i

ii

i

Dimana Wi adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup

yang sesuai (direduksi), zi adalah ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf

penjepitan lateral struktur bangunan, dan n adalah nomor lantai tingkat paling

atas.

Jika perbandingan antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya

dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0,1V harus

dianggap sebagai beban horisontal terpusat yang bekerja pada pusat massa

lantai tingkat paling atas, sedangkan 0,9V sisanya harus dibagikan sepanjang

tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen.

Tetapi jika perbandingan antara tinggi struktur gedung dan ukuran

denahnya dalam arah pembebanan gempa kurang dari 3, maka seluruh beban

gempa V didistribusikan menjadi beban-beban terpusat yang bekerja di setiap

lantai di sepanjang tinggi bangunan.

Distribusi beban gempa di setiap lantai dari bangunan gedung pada

arah-X dan arah-Y, tergantung dari banyaknya struktur portal yang ada. Fix

adalah distribusi gaya gempa pada portal arah-X, dan Fiy adalah distribusi gaya

gempa pada portal arah-Y

b. Faktor Keutamaan Gedung (I)

Sesuai tabel 1 SNI 1726-2012, untuk berbagai resiko struktur

bangunan gedung dan non gedung sesuai dengan tebel 2.1, pengaruh gempa

rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie

menurut tabel 2.2

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

18

Tabel 2.6 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk

beban Gempa

Sumber: SNI 1726-2012 Tabel 1

Jenis Pemanfaatan Kategori Resiko

Gedung dan non gedung yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa manusia saat

terjadi kegagalan, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk, antara lain :

-Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan

I - Fasilitas sementara

- Gudang penyimpanan

-Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori resiko

I,III,IV, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk :

- Perumahan

-Rumah toko dan rumah kantor

- Pasar

- Gedung perkantoran II

- Gedung apartemen/rumah susun

- Pusat perbelanjaan/ mall

- Bangunan industri

- Fasilitas manufaktur

- pabrik

Gedung dan non gedung yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa manusia pada

saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

- bioskop

- gedung pertemuan

- stadion III

-fasilitas kesejatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat

- fasilitas penitipan anak

- penjara

-Bangunan untuk orang jompo

Jenis Pemanfaatan Kategori Resiko

Gedung dan non gedung yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa manusia saat

terjadi kegagalan, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk, antara lain :

-Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan

I - Fasilitas sementara

- Gudang penyimpanan

-Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori resiko

I,III,IV, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk :

- Perumahan

-Rumah toko dan rumah kantor

- Pasar

- Gedung perkantoran II

- Gedung apartemen/rumah susun

- Pusat perbelanjaan/ mall

- Bangunan industri

- Fasilitas manufaktur

- pabrik

Gedung dan non gedung yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa manusia pada

saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

- bioskop

- gedung pertemuan

- stadion III

-fasilitas kesejatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat

- fasilitas penitipan anak

- penjara

-Bangunan untuk orang jompo

Gedung dan non gedung, tidak termasuk ke dalam kategori resiko IV, (termasuk,

tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan,

penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia

berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung III

bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai

batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan

bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.

Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting,

termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk :

-Bangunan-bangunan monumental

-Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

-Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki dasilitas bedah

dan unit gawat darurat.

-Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat

perlindungan darurat lainnya

-Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya

untuk tanggap darurat. IV

-Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan

pada saat keadaan darurat.

-Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki

penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik,

tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur

pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran) yang

disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat

Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur

bangunan lain yang masuk ke dalam kategori resiko IV

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

19

Tabel 2.7 Faktor Keutamaan Gempa

Sumber: SNI 1726-2012 Tabel 2

c. Daktilitas Struktur Gedung

Faktor daktilitas struktur gedung μ adalah rasio antara simpangan

maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada saat

mencapai kondisi di ambang keruntuhan δm dansimpangan struktur gedung

pada saat terjadinya pelelehan pertama δy,yaitu :

1,0 ≤ μ =δm

δy ≤ μm

Pada persamaan ini, μ = 1,0 adalah nilai faktor daktilitas untuk struktur

bangunan gedung yang berperilaku elastik penuh,sedangkan μm adalah nilai

faktor daktilitas maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur

bangunan gedung yang bersangkutan.

Tabel 2.8 Parameter Daktilitas Struktur Gedung

Kategori resiko Faktor keutamaan gempa, Ie

I atau II 1,0

III 1,25

IV 1,5

No Sistem penahan gaya R Cd Ωo Batasan sistem struktur dan seismik batasan tinggi struktur, hn (m)

Kategori desain seismik

B C D E F

Sistem rangka pemikul

momen

1 Rangka baja pemikul momen 8 3 5,5 TB TB TB TB TB khusus

2 Rangka batang baja pemikul 7 3 5,5 TB TB 48 30 TI

momen khusus

3 Rangka baja pemikul momen 4,5 3 4 TB TB 10 TI TI

menengah

4 Rangka baja pemikul momen 3,5 3 3 TB TB TI TI TI

biasa

5 Beton bertulang pemikul 8 3 5,5 TB TB TB TB TB

momen khusus

6 Beton bertulang pemikul 5 3 4,5 TB TB TI TI TI momen menengah

7 Beton bertulang pemikul 3 3 2,5 TB TI TI TI TI momen biasa

8 Rangka baja dan beton 8 3 5,5 TB TB TB TB TB komposit pemikul momen

khusus

9 Rangka baja dan beton 5 3 4,5 TB TB TI TI TI komposit pemikul momen

menengah

10 Rangka baja dan beton 6 3 5,5 48 48 30 TI TI komposit terkekang parsial

pemikul momen

11 Rangka baja dan beton 3 3 2,5 TB TI TI TI TI komposit pemikul momen

biasa

12 Rangka baja canai dingin 3,5 3 3,5 10 10 10 10 10 pemikul momen khusus

dengan pembautan

TB : tidak dibatasi

TI : tidak diijinkan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

20

Sumber: SNI 1726-2012 Tabel 9

d. Pembatasan Waktu Getar

Untuk mencegah penggunaan struktur yang terlalu fleksibel,nilai

waktu getar struktur fundamental harus dibatasi. Dalam SNI 03-1726-2012

diberikan batasan sebagai berikut :

T < ξ n

dimana :

T = waktu getar stuktur fundamental

n = jumlah tingkat gedung

ξ = koefisien pembatas (tabel 2.7)

e. Jenis Tanah

Pengaruh gempa rencana di muka tanah harus ditentukan dari hasil

analisis perambatan gelombang gempa dari kedalaman batuan dasar ke muka

tanah dengan menggunakan gerakan gempa masukan dengan percepatan

puncak untuk batuan dasar.

Gelombang gempa merambat melalui batuan dasar

dibawahpermukaan tanah dari kedalaman batuan dasar ini gelombang gempa

merambat ke permukaan tanah sambil mengalami pembesaran atau amplifikasi

No Sistem penahan gaya R Cd Ωo Batasan sistem struktur dan seismik batasan tinggi struktur, hn (m)

Kategori desain seismik

B C D E F

Sistem rangka pemikul

momen

1 Rangka baja pemikul momen 8 3 5,5 TB TB TB TB TB khusus

2 Rangka batang baja pemikul 7 3 5,5 TB TB 48 30 TI

momen khusus

3 Rangka baja pemikul momen 4,5 3 4 TB TB 10 TI TI

menengah

4 Rangka baja pemikul momen 3,5 3 3 TB TB TI TI TI

biasa

5 Beton bertulang pemikul 8 3 5,5 TB TB TB TB TB

momen khusus

6 Beton bertulang pemikul 5 3 4,5 TB TB TI TI TI momen menengah

7 Beton bertulang pemikul 3 3 2,5 TB TI TI TI TI momen biasa

8 Rangka baja dan beton 8 3 5,5 TB TB TB TB TB komposit pemikul momen

khusus

9 Rangka baja dan beton 5 3 4,5 TB TB TI TI TI komposit pemikul momen

menengah

10 Rangka baja dan beton 6 3 5,5 48 48 30 TI TI komposit terkekang parsial

pemikul momen

11 Rangka baja dan beton 3 3 2,5 TB TI TI TI TI komposit pemikul momen

biasa

12 Rangka baja canai dingin 3,5 3 3,5 10 10 10 10 10 pemikul momen khusus

dengan pembautan

TB : tidak dibatasi

TI : tidak diijinkan

No Sistem penahan gaya R Cd Ωo Batasan sistem struktur dan seismik batasan tinggi struktur, hn (m)

Kategori desain seismik

B C D E F

Sistem rangka pemikul

momen

1 Rangka baja pemikul momen 8 3 5,5 TB TB TB TB TB khusus

2 Rangka batang baja pemikul 7 3 5,5 TB TB 48 30 TI

momen khusus

3 Rangka baja pemikul momen 4,5 3 4 TB TB 10 TI TI

menengah

4 Rangka baja pemikul momen 3,5 3 3 TB TB TI TI TI

biasa

5 Beton bertulang pemikul 8 3 5,5 TB TB TB TB TB

momen khusus

6 Beton bertulang pemikul 5 3 4,5 TB TB TI TI TI momen menengah

7 Beton bertulang pemikul 3 3 2,5 TB TI TI TI TI momen biasa

8 Rangka baja dan beton 8 3 5,5 TB TB TB TB TB komposit pemikul momen

khusus

9 Rangka baja dan beton 5 3 4,5 TB TB TI TI TI komposit pemikul momen

menengah

10 Rangka baja dan beton 6 3 5,5 48 48 30 TI TI komposit terkekang parsial

pemikul momen

11 Rangka baja dan beton 3 3 2,5 TB TI TI TI TI komposit pemikul momen

biasa

12 Rangka baja canai dingin 3,5 3 3,5 10 10 10 10 10 pemikul momen khusus

dengan pembautan

TB : tidak dibatasi

TI : tidak diijinkan

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

21

bergantung pada jenis lapisan tanah yang berada di atas batuan dasar tersebut.

Ada tiga kriteria yang dipakai untuk mendefinisikan batuan dasar yaitu :

1) Standard penetrasi test (N)

2) Kecepatan rambat gelombang geser (Vs)

3) Kekuatan geser tanah (Su)

Jenis tanah ditetapkan sebagai tanah keras, tanah sedang dan tanah

lunak, apabila untuk lapisan setebal 30 m paling atas dipenuhi syarat-syarat

yang terdapat dalam tabel 2.8.

Tabel 2.9 Jenis-Jenis Tanah

Sumber : SNI 1726-2012 Tabel 3

2.5.2 Perencanaan Beban

Struktur perlu diperhitungkan terhadap adanya kombinasi

pembebanan dari beberapa kasus pembebanan yang mungkin terjadi selama

umur rencana. Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia

untuk Rumah dan Gedung 1987, ada dua kombinasi pembebanan yang perlu

ditinjau pada struktur yaitu: Kombinasi pembebanan tetap dan kombinasi

pembebanan sementara. Kombinasi pembebanan tetap dianggap beban

bekerja secara terus-menerus pada struktur selama umur rencana.

Kelas Situs

vs

(m/detik)

N atau N ch

s u (kPa)

SA (batuan keras) >1500 Tidak dapat dipakai Tidak dapat dipakai

SB (batuan) 750 sampai 1500 Tidak dapat dipakai Tidak dapat dipakai SC (tanah 350 sampai 750 >50 > 100

keras,sangat padat

dan batuan lunak)

SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100

SE (tanah lunak) <175 <15 <50

Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karakteristik sebagai berikut :

1. Indeks pltastisitas, PI > 20, 2. Kadar air, w > 40,

3. Kuat geser niralir, s u < 25 kPa SF (tanah khusus, Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari yang membutuhkan karakteristik berikut :

investigasi geoteknik - rawan dan potensi gagal atau runtuh akibatn beban gempa seperti

speisfik dan analisis mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah

respons spesifik situs) - lempung sangat organik dan atau gambut (ketebalan, H > 3 m)

- lempung berplastisitas sangat tinggi ( H > 7,5 m, IP > 75)

lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H > 35 m

dengan s u < 50 kPa

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

22

Kombinasi pembebanan tetap disebabkan oleh bekerjanya beban mati dan

beban hidup. Sedangkan kombinasi pembebanan sementara tidak bekerja

secara terus-menerus pada stuktur, tetapi pengaruhnya tetap diperhitungkan

dalam analisis struktur.

Kombinasi pembebanan ini disebabkan oleh bekerjanya beban mati,

beban hidup, dan beban gempa. Nilai-nilai tersebut dikalikan dengan suatu

faktor beban, tujuannya agar struktur dan komponennya memenuhi syarat

kekuatan dan layak pakai terhadapberbagai kombinasi pembebanan.

Pada buku “Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan

Gedung” SKSNI T-15-1991-03, disebutkan bahwa kombinasi pembebanan

(U) yang harus diperhitungkan pada perancangan struktur bangunan gedung

yang sesuai dengan perencanaan gedung antara lain :

1) Kombinasi Pembebanan (U) untuk menahan beban mati (D) paling tidak

harus sama dengan :

U = 1,4 D

Kombinasi Pembebanan U untuk menahan beban mati D, beban hidup

L,dan juga beban atap atau beban hujan, paling tidak harus sama dengan:

U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Beban Atap atau Beban hujan)

2) Ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan

dalam perencanaan, maka nilai kombinasi pembebanan U harus diambil

sebagai :

U = 1,2 D + 1,6 L ± 1,0 E (I/R)

atau

U = 0,9 D ± 1,0 E (I/R)

dimana:

D = Beban Mati L = Beban Hidup

R = Faktor Reduksi Gempa W = Beban Angin

I = Faktor Keutamaan Struktur E = Beban Gempa

Koefisien 1,0; 1,2; 1,6; 1,4 merupakan faktor pengali dari beban-beban

tersebut yang disebut faktor beban (load factor), sedangkan factor 0,5

dan 0,9 merupakan faktor reduksi beban.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

23

Untuk keperluan analisis dan desain dari suatu struktur bangunan

gedung perlu dilakukan analisis struktur dari portal dengan meninjau dua

kombinasi pembebanan yaitu pembebanan tetap dan pembebanan

sementara.

Pada umumnya, sebagai gaya horisontal yang ditinjau bekerja pada

sistem struktur portal adalah beban gempa, karena di Indonesia beban

gempa lebih besar dibandingkan beban angin. Beban gempa yang bekerja

pada sistem struktur dapat berarah bolak-balik.

2.5.2.1 Faktor Reduksi Kekuatan Bahan (Strength Reduction Factors)

Faktor reduksi kekuatan bahan merupakan suatu bilangan yang

bersifat mereduksi kekuatan bahan, dengan tujuan untuk mendapatkan

kondisi paling buruk jika pada saat pelaksanaan nanti terdapat perbedaan

mutu bahan yang ditetapkan sesuai standar bahan yang ditetapkan dalam

perencanaan sebelumnya. Besarnya faktor reduksi kekuatan bahan yang

digunakan tergantung dari pengaruh atau gaya yang bekerja pada suatu

elemen struktur sesuai SKSNI T-15-1991-03.

2.6 Perilaku Material dan Elemen Struktur

2.6.1 Beton

Kuat tekan beton biasanya didapat dari pengujian tekan benda uji

berbentuk silinder berukuran tinggi 30 cm dan diameter 15 cm. Gambar 2.4

menunjukkan bentuk parabolik dari kurva atau diagram tegangan (f’c) -

regangan (e) untuk benda uji beton berbentuk silinder. Modulus Young atau

modulus elastisitas beton (Ec) bisa diambil sebesar 4730 f 'c MPa, dimana

f’c merupakan kuat tekan beton dalam Mpa.. Nilai regangan beton pada

tegangan maksimum kira-kira 0,002 untuk semua mutu beton. Bentuk

penurunan percabangan kurva tegangan-regangan bervariasi sesuai

tulangan melintang yang terpasang.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

24

Gambar 2.5 Diagram tegangan (fc) – regangan (e) beton tertekan : (a) Diagram fc-e

beton sebenarnya. (b) Diagram fc-e beton yang di idealisasikan.

2.6.2 Baja

Hubungan antara tegangan regangan sebenarnya untuk material baja

yang didapat dari pengujian tarik diperlihatkan pada Gambar 2.5 Untuk

keperluan desain biasanya dipergunakan Diagram fc-e yang sudah

diidealisasikan dengan bentuk garis bilinear seperti pada Gambar b. Nilai

modulus Young atau modulus elastisitas baja (Es) besarnya dapat diambil

sekitar 0,2 x 106 MPa untuk semua mutu baja. Berbeda dengan material

beton yang bersifat getas, baja merupakan material yang bersifat daktail.

Selain itu baja mempunyai sifat elastis dan plastis. Dari diagram fc-e terlihat

jelas batas antara sifat elastis dan plastis dari baja, yaitu pada titik leleh

bahan.

Gambar 2.6 Diagram tegangan (fc) – regangan () baja tertarik : (a) Diagram fc-

baja sebenarnya. (b) Diagram fc-baja yang diidealisasikan

2.6.3 Perilaku Struktur Baja

Baja merupakan material yang baik digunakan untuk struktur

bangunan tahan gempa karena daktilitasnya yang tinggi, serta mempunyai

rasio yang tinggi antara kekuatan terhadap beratnya. Struktur baja juga

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

25

masih mempunyai kekuatan cukup untuk memikul beban setelah terjadi

gempa. Beberapa hal yang termasuk masalah ketidakstabilan pada struktur

baja adalah :

a. Tekuk lokal atau setempat dari elemen plat karena adanya rasio yang

besar antara lebar dan tebalnya.

b. Tekuk dari kolom atau batang-batang yang panjang akibat kelangsingan

batang atau akibat gaya tekan yang besar.

c. Tekuk lateral pada balok dan kolom yang mempunyai penampang tidak

kompak

d. Pengaruh P-D pada struktur akibat simpangan dan pengaruh beban

vertikal yang besar.

2.6.4 Perilaku Struktur Pasangan Batu bata

Pasangan batu bata merupakan bahan konstruksi yang sering

digunakan sebagai struktur bangunan gedung sampai pada awal abad 20.

Saat ini pasangan batu bata hanya digunakan sebagai dinding penyekat,

sedangkan struktur utamanya digantikan oleh material lain, seperti baton

bertulang dan baja. Karena mudah pemeliharaannya, harganya yang

ekonomis, serta mudah pelaksanaannya, konstruksi pasangan batu bata

masih banyak digunakan untuk konstruksi bangunan perumahan di daerah

rawan gempa.

Beberapa faktor yang membuat konstruksi pasangan dinding bata

kurang baik digunakan untuk bangunan di daerah rawan gempa adalah :

a. Materialnya getas dan mudah retak, sehingga mempunyai kekuatan

yang rendah untuk memikul beban gempa yang sifatnya bolak-balik /

siklik.

b. Karena cukup berat, maka beban gempa yang merupakan gaya inersia

juga akan besar

c. Karena kaku, struktur pasangan batu bata mempunyai waktu getar yang

pendek, sehingga gaya gempa yang bekerja akan menjadi besar.

d. Kekuatannya bervariasi tergantung dari kualitas konstruksi.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

26

2.7 Perhitungan Struktur

2.7.1. Perhitungan Tiang Pancang

1. Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal

a. Berdasarkan Kekuatan Bahan Tiang

b. Berdasarkan Hasil Sondir

Kapasitas tiang (Qa11) berdasarkan hasil uji sondir dihitung

menggunakan metode Bagemann sebagai berikut :

2. Beban Ijin Tiang Pancang

Effisiensi tiang menurut Converese Labarre :

Beban ijin dari tiang pancang ditentukan dengan persamaan berikut :

3. Beban Maksimum Tiang Pancang

Beban maksimum yang terjadi pada satu tiang pancang ditentukan dari

persamaan berikut :

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

27

2.7.2. Perhitungan Pile Cap

Perencanaan pilecap mengacu pada refrensi buku “Desain Pondasi

Tahan Gempa”. Penulis Anugrah Pamungkas dan Erny Harianti. Satuan

yang digunakan adalah SI. Analisis terkait dengan desain pilecap, yaitu :

Rumus perhitungan tulangan lentur pile cap :

𝐵′ = 𝑙𝑝 − 𝑙𝑘

𝑞′ = 2400𝐴𝑔

𝑀𝑢 = 2 (𝑃𝑢

4) 𝑠 − 0,5𝑞𝐵2

𝜑𝑀𝑛 = 𝜑𝐴𝑠𝑓𝑦 (𝑑 −𝑎

2)

𝑎 = 𝐴𝑠𝑓𝑦

0,85𝑓𝑐 ′𝑏

Kontrol kuat geser beton pile cap diambil nilai terkecil dari :

𝑉𝑐 = (1 +2

𝛽𝑐)

√𝑓𝑐 ′𝑏𝑜𝑑

6

𝑉𝑐 = (∝𝑠 𝑑

𝑏𝑜+ 2)

√𝑓𝑐 ′𝑏𝑜𝑑

12

𝑉𝑐 =1

3√𝑓𝑐 ′𝑏𝑜𝑑

Ketentuan :

∝𝑠 = 40 untuk kolom dalam

∝𝑠 = 30 untuk kolom tepi

∝𝑠 = 20 untuk kolom sudut

𝛽𝑐 = 𝑎𝑘

𝑏𝑘

𝑏𝑜 = 4B’

2.7.3. Perhitungan Tie – Beam

Perencanaan tie beam mengacu pada refrensi buku “Desain Pondasi

Tahan Gempa”. Penulis Anugrah Pamungkas dan Erny Harianti. Satuan

yang digunakan adalah SI. Analisis terkait dengan desain tie beam, yaitu :

Rumus tulangan lentur tie beam :

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

28

Akibat penurunan antar pondasi dan beban aksial yang bekerja pada

tie beam,

𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 =√𝑓𝑐′

4𝑓𝑦𝑏𝑑 , dan tidak boleh lebih kecil dari,

𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 =1,4 𝑏𝑑

𝑓𝑦

∆𝑀 =6𝐸𝐼∆𝑆

𝐿𝑠2

𝑎 =𝐴𝑠𝑓𝑦

0,85𝑓𝑐′𝑏

𝑀𝑛 = 𝐴𝑠𝑓𝑦 (𝑑 −𝑎

2)

Rumus tulangan geser :

𝜑𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢

𝑉𝑛 = 𝑉𝑐 + 𝑉𝑠

𝑉𝑐 = (1 +0,3𝑁𝑢

𝐴𝑔)

√𝑓𝑐′𝑏𝑤𝑑

6

𝑉𝑠 =𝐴𝑣𝑓𝑦𝑑

𝑠

2.7.4. Perhitungan Kolom

Sebagai perhitungan desain, akan ditunjukkan perhitungan tulangan

terhadap beban-beban yang diberikan (momen dan beban aksial) pada suatu

penampang. Dalam pembahasan perhitungan penampang ini ada beberapa

syarat batas di antara tegangan dalam tulangan yang dapat divariasikan.

Karena itu, dipergunakan rumus yang eksak untuk menentukan jumlah

tulangan dalam penampang yang dibebani lentur dan beban aksial tidak

diberikan.

Pada perhitungan penulangan kolom ini, dimana ukurang

penampang serta beban aksial dan momen yang bekerja telah diketahui

maka penulis menggunakan grafik-grafik.

Pembagian tulangan pada kolom berpenampang persegi dapat

dilakukan dengan 2 (dua) cara :

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

29

1. Tulangan dipasang simetris pada dua sisi penampang, tegak lurus

terhadap arah lentur dengan As = As’ = 0,5 Ast.

2. Tulangan dipasang simetris pada empat sisi penampang dengan As = As’

= Ast = Aska.

Gambar 2.7 (a) Tulangan pada 2 sisi dan (b)tulangan pada 4 sisi

Penggunaan grafik terutama lebih tepat untuk penulangan pada

seluruh sisi kolom dengan eksentrisitas yang pendek, berarti beban aksial

relatif besar dan beban momen relatif kecil. Penulangan pada dua sisi

terutama digunakan pada beban momen lentur yang relatif besar dan beban

aksial yang relatif kecil.

Pada grafik penulangan dapat dilihat sumbu vertikal yang

dinyatakan dengan nilai :

'.85,0.. fcA

P

gr

u

Dimana :

Pu : Beban Aksial

Agr : Luas Penampang

fc' : Mutu Beton

Nilai ini adalah suatu besaran yang tidak berdimensi, dan

ditentukan baik oleh faktor beban yang dikalikan dengan beban aksial

maupun mutu beton serta ukuran penampang.

Pada sumbu horizontal dinyatakan dengan nilai '.85,0.. fcA

P

gr

u

)( 1

h

e, inipun

berupa suatu besaran yang tidak berdimensi. Dalam e1 telah diperhitungkan

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

30

eksentristias u

u

P

Me beserta faktor pembesar yang berkaitan dengan gejala

tekuk.

Sumber : Vis, W.C., Gideon, H.K., 1993. Dasar-DasarPerencanaan Beton Bertulang

Gambar 2.8 W.C Wis dan Gideon Kusuma, Grafik dan Tabel

Perhitungan Beton Bertulang

Besaran pada kedua sumbu dapat dihitung dan ditentukan, kemudian

suatu nilai r dapat dibaca. Penulangan yang diperlukan adalah .r., dng

tergantung pada mutu beton. Menurut SKSNI 1991 pasal 3.2.2.2.2., untuk

kolom diperkenankan menganggap faktor reduksi kekuatan = 0,65 untuk

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

31

harga Pu < 0,10 Agr fc’, sedangkan untuk harga Pu = 0 nilai ditingkatkan

secara linier menjadi = 0,80.

Setelah semua data telah diketahui, maka ditentukan luas tulangan

yang dibutuhkan untuk penampang kolom dengan menggunakan rumus :

Asperlu = .Agr = . b (cm) . h (cm)

Tabel 2.10 Luas Tulangan

Sumber : Vis, W.C., Gideon, H.K., 1993. Dasar-DasarPerencanaan Beton Bertulang

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

32

2.7.5. Perhitungan Balok

Dalam pradesain tinggi balok menurut RSNI 2002 merupakan fungsi

dari bentang dan mutu baja yang digunakan. Secara umum pradesain tinggi

balok direncanakan L/10 - L/15, dan lebar balok diambil 1/2H - 2/3H dimana

H adalah tinggi balok.

Pada perencanaan balok maka pelat dihitung sebagai beban dimana

pendistribusian gayanya menggunakan metode amplop. Dalam metode amplop

terdapat 2 macam bentuk yaitu pelat sebagai beban segi tiga dan pelat sebagai beban

trapesium

Adapun persamaan bebannya adalah sebagai berikut :

1. Perataan beban pelat pada perhitungan balok

a. Perataan Beban Trapesium

Gambar 2.9 Perataan Baban Trapesium

Momen maksimum beban trepesium berdasarkan grafik dan

tabel penulangan beton bertulang adalah :

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

33

Momen max beban segi empat berdasarkan grafik dan tabel

penulangan beton bertulang adalah

b. Perataan Beban Segitiga

Gambar 2.10 Perataan Baban Segitiga

Momen Maximum beban trepesium berdasarkan grafik dan tabel

penulangan beton bertulang adalah :

Momen Maximum beban trepesium berdasarkan grafik dan tabel

penulangan beton bertulang adalah :

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

34

2. Perencanaan Lentur Murni

Gambar 2.11 Tegangan, regangan dan gaya yang pada perencanaan

lentur murni beton bertulang

Dari gambar di atas di dapat :

Cc = 0,85 fc’ .a.b

Ts = As . fy

Sehingga didapat persamaan : 0,85 fc’ . a . b = As . fy

Dimana : a = β . c sedangkan As = p . b . d

Besarnya momen yang mampu dipikul oleh penampang adalah :

Mu = Cc (d – 0,5a) atau Ts (d – 0,5a)

= As . fy (d – 0,5. 0,85c)

= As . fy (d – 0,425 c)

Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Tata

Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung 2002 pasal

11.3, dalam suatu perencanaan diambil faktor reduksi kekuatan φ,

dimana besarnya φ untuk lentur tanpa beban aksial adalah sebesar 0,8;

sehingga didapat:

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

35

Dimana :

Mu : momen yang dapat ditahan penampang (Nmm)

b : lebar penampang beton (mm)

d : tinggi efektif beton (mm)

p : rasio luas tulangan terhadap luas efektif penampang beton

fy : mutu tulangan (Mpa)

fc’ : mutu beton (Mpa)

2.7.6. Perhitungan Pelat Lantai

Pelat merupakan panel-panel beton bertulang yang mungkin

bertulangan dua atau satu arah saja tergantung sistem strukturnya. Untuk

merencanakan pelat beton yang perlu dipertimbangkan tidak hanya

pembebanannya saja tetapi juga harus dipertimbangkan ukurannya, syarat –

syarat dan peraturan yang ada. Pelat beton merupakan struktur lantai yang

bertumpu pada balok di setiap sisinya. Beban yang diterima oleh pelat lantai

kemudian disalurkan balok yang menumpunya dan kemudian diteruskan ke

kolom yang menopang balok tersebut.

Gambar 2.12. Dimensi Bidang Pelat

Langkah perencanaan penulangan pelat adalah sebagai berikut :

a. Menentukan syarat-syarat batas, tumpuan dan panjang bentang

b. Menentukan tebal pelat lantai (berdasarkan rumus SKSNI 03–2847–2002).

Memperhitungkan beban-beban yang bekerja pada pelat lantai (qu) yang

terdiri dari beban mati (DL) dan beban hidup (LL)

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

36

c. Mencari gaya-gaya dengan menggunakan Program SAP 2000

d. Mencari Tulangan Pelat, langkah-langkah perhitungannya sebagai berikut:

1. Menetapkan tebal penutup beton menurut Buku Grafik dan Tabel

Perhitungan Beton Bertulang

2. Menetapkan diameter tulangan utama yang direncanakan dalam arah x

dan arah y

3. Mencari tinggi efektif dalam arah x dan arah y

4. Membagi Mu dengan b x d2 ( Mu / (b . d2))

Dimana : b : lebar pelat per meter panjang

d : tinggi efektif

5. Mencari rasio penulangan (p) dengan persamaan :

6. Memeriksa syarat rasio penulangan (pmin < p < pmax)

7. Mencari luas tulangan yang dibutuhkan

As = p . b . d . 106

Dimana :

As : Luas Tulangan

p : rasio tulangan

d : tinggi efektif

8. Memilih Tulangan berdasarkan luasan tulangan yang dibutuhkan

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

37

Tabel 2.11 Luas Tulangan Pelat

Sumber : Vis, W.C., Gideon, H.K., 1993. Dasar-DasarPerencanaan Beton Bertulang

2.7.7. Perhitungan Tangga

Struktur tangga digunakan untuk melayani aksebilitas antar lantai pada

gedung yang mempunyai tingkat lebih dari satu. Pada bangunan berlantai

banyak tangga merupakan komponen yang harus ada karena selain sebagai

akses vertikal juga difungsikan untuk tangga darurat jika peralatan transportasi

vertikal lainnya tidak berfungsi atau bila terjadi kebakaran.

Gambar 2.13. (a) Sketsa Tangga (b) Pendimensian Tangga

(a)

(b)

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

38

Adapun parameter yang perlu diperhatikan pada perencanaan struktur tangga

adalah sebagai berikut :

a. Tinggi antar lantai

b. Tinggi Antrede

c. Jumlah anak tangga

d. Kemiringan tangga

e. Tebal pelat beton

f. Tinggi Optrede

g. Lebar bordes

h. Lebar anak tangga

i. Tebal selimut beton

j. Tebal pelat tangga

Menurut Buku Diktat Konstruksi Bangunan Sipil yang disusun Ir.Supriyono

o = tan α x a

2 x o + a = 61~ 65 (ideal)

dimana : o = optrade (langkah naik)

a = antrede (langkah datar)

Langkah-langkah perencanaan penulangan tangga :

a. Menghitung kombinasi beban Wu dari beban mati dan beban hidup.

b. Menentukan tebal selimut beton, diameter tulangan rencana, dan tinggi

efektif arah x (dx) dan arah y (dy).

c. Dari perhitungan SAP 2000, didapatkan momen pada tumpuan dan

lapangan baik pada pelat tangga maupun pada bordes.

d. Menghitung penulangan pelat tangga dan bordes.

Langkah-langkah perhitungan tulangan pelat tangga adalah sebagai berikut :

a. Menetapkan tebal penutup beton menurut Buku Grafik dan Tabel

Perhitungan Beton Bertulang.

b. Menetapkan diameter tulangan utama yang direncanakan dalam arah x dan

arah y.

c. Mencari tinggi efektif dalam arah x dan arah y.

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

39

d. Membagi Mu dengan b x d2 ( Mu / (b . d2))

Dimana : b : lebar pelat per meter panjang

d : tinggi efektif

e. Mencari rasio penulangan (p) dengan persamaan :

f. Memeriksa syarat rasio penulangan (pmin < p < pmax)

g. Mencari luas tulangan yang dibutuhkan

As = p . b . d . 106

Dimana :

As : Luas Tulangan

p : rasio tulangan

d : tinggi efektif

h. Memilih Tulangan berdasarkan luasan tulangan yang dibutuhkan

2.7.8. Perhitungan Struktur Atap Baja

Perhitungan struktur baja untuk atap mengacu pada refrensi buku

“Perencanaan Struktur Baja dengan metode LRFD”, penulis Agus Setiawan.

Satuan yang digunakan adalah S.I. Rumus yang digunakan untuk perencanaan

dinding geser berdasarkan persyaratan dari SNI 03-1729-2002, yaitu :

1. Perhitungan gording

Momen pada gording,

Akibat beban mati :

𝑞𝑥 = 𝑞 cos 𝛼

𝑞𝑦 = 𝑞 sin 𝛼

𝑀𝑥 =1

8𝑞𝑥𝑙2

𝑀𝑦 =1

8𝑞𝑥𝑙2

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

40

Akibat beban hidup (𝑃𝐿):

𝑀𝑥 =1

4(𝑃 cos 𝛼)𝐿𝑥

𝑀𝑥 =1

4(𝑃 sin 𝛼)𝐿𝑦

Akibat beban angin :

Karena beban angin bekerja tegak lurus sumbu x sehingga hanya ada 𝑀𝑥.

𝑀𝑥 =1

8𝑞𝑥𝑙2

𝑀𝑢𝑥 dan 𝑀𝑢𝑦 didapatkan dari hasil kombinasi pembebanan beban yang ada.

𝑀𝑛𝑥 = 𝑍𝑥𝑓𝑦

𝑀𝑛𝑦 = 𝑍𝑦𝑓𝑦

Untuk mengantisipasi masalah puntir,

𝑀𝑢𝑥

∅𝑏𝑀𝑛𝑥

𝑀𝑢𝑦

∅𝑏𝑀𝑛𝑦/2≤ 1,0

2. Perhitungan trekstang

𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠 =𝐿𝑥

250

𝐴 =𝑃

𝜎

𝐷 = √4𝐴

3,14(dimensi tulangan trekstang)

3. Perhitungan komponen struktur lentur

𝑞𝑢 = 1,2𝐷 + 1,6𝐿

𝑀𝑢 =1

8𝑞𝑢𝑙2

𝑀𝑛 =𝑀𝑢

∅𝑏

𝑍𝑥 = 𝑏𝑡𝑓(𝑑 − 𝑡𝑓) +1

4𝑡𝑤(𝑑 − 𝑡𝑓)

2

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

41

𝑍𝑦 =1

2𝑏2𝑡𝑓 +

1

4𝑡𝑤

2𝑑 − 2𝑡𝑓

ℎ = 𝑑 − 2(𝑟0 + 𝑡𝑓)

𝜆𝑓 =𝑏

2𝑡𝑓

𝜆𝑤 =ℎ

𝑡𝑤

𝜆𝑝 =170

√𝑓𝑦

𝜆𝑟 =370

√(𝑓𝑦 − 𝑓𝑟)

Penampang kompak :

𝑀𝑝 = 𝑍𝑥𝑓𝑦 >𝑀𝑢

𝜙

Penampang tak kompak :

𝑀𝑝 = 𝑍𝑥𝑓𝑦

𝑀𝑟 = (𝑓𝑦−𝑓𝑟)𝑆𝑥 >𝑀𝑢

𝜙

4. Rumus rencana baut dengan beban tarik dan geser :

𝐾𝑡 = 𝑀

𝑠12 + 𝑠2

2 + ⋯ + 𝑠𝑛2

𝜎𝑡𝑟 = 𝐾𝑡

𝐴𝑏<𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛

𝐹′𝑉 = 𝐹𝑉 (1 −𝑓𝑡𝐴𝑏

𝑇)

𝜏 = 𝐷

𝑛𝑏𝐴𝑏<𝜏𝑖𝑗𝑖𝑛