Upload
vankhanh
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Mengenai Pajak
2.1.1 Pengertian Pajak
Pengertian pajak menurut para ahli diantaranya adalah Menurut
mardiasmo (2011:1) menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Pengertian Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah “ kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang , dengan tidak mendapat timbal balik secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.”
2.1.2 Unsur-unsur Pajak
1. Iuran dari rakyat kepada negara yang berhak memungut pajak
hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
11
2. Berdasarkan undang-undang pajak dipungut berdasarkan atau
dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang
secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak
dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh
pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.1.3 Fungsi Pajak
Dilihat dari aspek pemungutan, menurut Diana sari (2013:38), pajak
memiliki 2 (dua) fungsi yakni :
1. Fungsi Budgetir
Yaitu sebagai alat sumber untuk memasukkan uang sebanyak-
banyaknya dalam kas negara dengan tujuan untuk membiayai
pengeluaran negara yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan.
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan
tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara
membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan
pajak.
12
2. Fungsi mengatur
Yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dibidang
keuangan (umpamanya bidang ekonomi, politik, budaya dan
pertahanan keamanan). Misalnya mengadakan perubahan tarif,
memberikan pengecualian-pengecualian, keringanan-keringanan
atau sebaliknya pemberatan yang ditujukan khusus untuk masalah
tertentu. Dengan fungsi mengatur pajak bisa digunakan sebagai
alat untuk mencapai tujuan. pelaksanaan fungsi ini bisa bersifat
positif dan negatif.
2.1.4 Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau
perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadialan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-
undang pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam
perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum
dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
Sedang adil dalam pelaksanaan yakni dengan memberikan hak bagi
wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam
pembayaran dan mengajukan banding kepada majelis
pertimbangan pajak.
13
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat
yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 2. Hal
ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik
bagi negara maupun warganya.
3. Tidak menganggu perekonomian (syarat ekonomis)
Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan
perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil)
Sesuai fungsi budgetir, biaya pemungutan pajak harus dapat
ditekan sehingga lebih rendah dari pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan
mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang
perpajakan yang baru.
Contoh : bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi
2 macam tarif, tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi
hanya satu tarif, yaitu 10%.
14
2.1.5 Teori-teori yang mendukung pemungutan pajak.
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi
pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak, teori-teori tersebut
diantaranya adalah
1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak
rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang
diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh
jaminan perlindungan tersebut.
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada
kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang.
Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin
tinggi juga pajak yang harus dibayar.
3. Teori daya pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak
harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang.
Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 (dua) pendekatan,
yaitu :
Unsur objektif, dengan meilhat besarnya penghasilan atau
kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya
kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.
15
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat
dengan negaranya, sebagai warga negara yang berbakti, rakyat
harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai
suatu kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya
memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga
masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan
menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk
pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. dengan demikian
kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.
2.1.6 Pengelompokan Pajak
1. Menurut Golongannya, pajak terbagi atas
a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul oleh wajib
pajak dan tidak dapat dibebankan atau di limpahkan kepada
orang lain.
b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau di limpahkan kepada orang lain.
16
2. Menurut Sifatnya, pajak terbagi atas
a. Pajak subjektif
yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya,
dalam arti memperhatikan keadaan wajib pajak.
b. Pajak objektif
yaitu pajak yang berpangkal pajak objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
3. Menurut Lambaga Pemungutannya, pajak terbagi atas
a. Pajak Pusat
pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara.
b. Pajak Daerah
yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
2.1.7 Tata Cara Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:5) tata cara pemungutan pajak terdiri atas :
1. Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel
a. Stelsel Nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang
nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada
akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang
17
sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan
atau kebaikan dan kekurangannya. Kebaikan stelsel ini adalah
pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya
adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (stelsel
penghasilan rill diketahui)
b. Stelsel Anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur
oleh undang-undang. Misalnya penghasilan satu tahun
dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal
tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak terutang
untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak
dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus pada akhir
tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar
tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
2. Asas Pemungutan Pajak
a. Asas Domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan
Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik
penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri.
Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
18
b. Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang
bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal
Wajib Pajak.
c. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu
negara.
3. Sistem pemungutan Pajak
a. Official Assessment System
Adalah suatu pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh wajib pajak
Ciri-cirinya adalah :
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang
ada pada fiskus.
Wajib pajak bersifat pasif.
Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan
pajak oleh fiskus.
b. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri
besarnya pajak terutang.
Ciri-cirinya :
19
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang
ada pada wajib pajak sendiri
Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor
dan melaporkan sendiri pajak yang terutang
Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi
c. With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib
Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh Wajib Pajak
Ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang
terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib
Pajak.
2.1.8 Tarif Pajak
Ada empat macam tarif pajak menurut Mardiasmo (2011:9)
1. Tarif Sebanding/Proposional
Tarif berupa pesentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang
dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proposional
terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
Contoh : untuk penyerahan barang kena pajak di dalam daerah
pabean akan dikenakan pajak pertambahan nilai sebesar 10%
20
2. Tarif Tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah
yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak terutang tetap
Contoh : besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro
dengan nilai nominal berapapun adalah Rp 6.000,00
3. Tarif Progresif
Persentasi tarif yang digunakan semakin besar yang dikenakan
pajak semakin besar.
Contoh : Pasal 17 Undang-undang pajak penghasilan untuk Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri.
Tabel 2.1
Tabel Contoh Pajak Progresif
Lapisan Penghasilan kena pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000 5%
Diatas Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000 15%
Diatas Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000 25%
Diatas Rp 500.000.000 30%
Menurut kenaikan pesentase tarifnya, pajak progresif dibagi :
a. Tafir progresif progresif :kenaikan persentase semakin besar
b. Tarif progresif tetap : kenaikan persentase tetap
c. Tarif progresif degresif : kenaikan persentase semakin kecil.
21
4. Tarif Degresif
Pesentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang
dikenakan pajak semakin besar.
2.1.9 Jenis Pemungutan Pajak
Berbagai jenis pungutan di Indonesia baik pajak maupun pungutan
lainnya adalah sebagai berikut :
1. Pajak Negara (pajak pusat)
Pajak negara adalah pajak yang pemungutannya dilaksanakan oleh
pemerintah pusat.
a. Pajak Penghasilan
b. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, dan Pajak Atas
Penjualan Barang
c. Bea Materai
d. Penerimaan Negara Yang berasal dari Migas
2. Pajak daerah
Pajak daerah adalah pungutan wajib atas orang pribadi atau badan
yang dilakukan oleh pemerintah daerah tanpa kontraprestasi secara
langsung yang seimbang, dan dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah.
22
a. Pajak Daerah Tingkat I
Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diatas air
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan
diatas Air
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah
dan Air Permukaan
b. Pajak Daerah Tingkat II
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian
Golongan C
Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan air
Permukaan
Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan Perkotaan
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
3. Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan
oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan. Retribusi daerah dibagi atas
23
a. Retribusi Jasa Umum
b. Retribusi Jasa Usaha
c. Retribusi Perizinan Tertentu
4. Bea dan Cukai
Bea dan cukai adalah pungutan yang dikenakan atas suatu kejadian
atau perbuatan yang berupa lalu lintas barang dan perbuatan
lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-
barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang
ditetapkan undang-undang.
5. Penerimaan Negara Bukan Pajak
Penerimaan negara bukan pajak adalah seluruh penerimaan
pemerintah pusat yang tidak berasal dai penerimaan pajak.
2.1.10 Kedudukan Hukum Pajak
Secara umum pembagan hukum di Indonesia terbagi atas
1. Hukum Perdata
hukum yang mengatur hubungan antara perseorangan dengan
perseorangan yang lain yang menitikberatkan kepada kepentingan
individu. Contoh : utang piutang, warisan.
2. Hukum Publik
Hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah dengan
masyarakat. apabila telah diumumkan oleh pemerintah, sudah
24
wajib dilaksanakan. Contoh : hukum pajak, hukum pidana
(dititikberatkan kepada kepentingan umum).
Pengertian hukum pajak menurut diana sari (2013:45)
adalah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara
pemerintah sebagai pemungut pajak dengan rakyat sebagai
pembayar pajak.
Selanjutnya dalam pengaturan dan sistematikanya peraturan-
peraturan dibidang perpajakan dipisahkan antara kelompok
a. Hukum Pajak Materiil
Adalah hukum yang memuat norma-norma yang menerangkan
keadaan-keadaan, perbuatan perbuatan dan peristiwa-peristiwa
hukum yang dikenakan pajak. Umumnya hukum pajak materiil
mempermasalahkan subjek, objek, tarif dan dasar pengenaan
pajak.
b. Hukum Pajak formil
Hukum yang memuat norma-norma, ketentuan-ketentuan yang
berisi bagaimana melaksanakan hukum pajak materiil tersebut.
Umumnya hukum pajak formil mengatur tentang hak dan
kewajiban, prosedur dan sanksi.
25
2.2 Pendapatan Asli Daerah
2.2.1 Pengertan Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan undang-undang No.34 Tahun 2004 pasal 1 ayat 15
dijelaskan bahwa pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah yang
diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Abdul Halim (2004:94) mendefinisikan bahwa
“pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah
dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”
2.2.2 Peranan Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 15
tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dijelaskan
bahwa untuk membiayai pembangunan daerah, penerimaannya bersumber dari
pendapatan asli daerah. pemerintah daerah melakukan upaya maksimal dalam
mengumpulkan pajak dan retribusi. Besarnya penerimaan daerah dari sektor
PAD akan sangat membantu pemerintah dalam melaksanakan kegiatan
pembangunan di daerah serta dapat mengurangi ketergantungan pemerintah
daerah terhadap pemerintah pusat sesuai dengan harapan yang diinginkan
dalam otonomi daerah.
26
2.2.3 Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
Dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah menetapkan
bahwa penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas
pendapatan daerah dan pembiayaan, yaitu :
1. Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu:
a. Pendapatan Asli Daerah, yang terdiri dari pajak retribusi
daerah, keuntungan perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan
kekayaan-kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD
yang sah.
b. Dana Perimbangan, dan
c. Lain-lain PAD yang sah.
2. Pembiayaan bersumber dari :
a. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah
b. Penerimaan pinjaman daerah
c. Dana cadangan daerah
d. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
Sedangkan dalam Bab IV tentang sumber penerimaan daerah pasal 6 UU No.
33 Tahun 2004 menyebutkan bahwa sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
terdiri dari
1. PAD besumber dari :
a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
27
d. Lain-lain PAD yang sah, meliputi
Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
Jasa Giro
Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing, dan
Komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat
dari penjualan dan atau pegadaian barang dan atau jasa
oleh daerah.
2.3 Pajak Daerah
2.3.1 Pengertian Pajak daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi
atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah.
Menurut UU No. 28 tahun tahun 2009 pasal 1 ayat 10 pajak daerah
adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Definisi menurut Kesit Bambang Prakoso (2005:2) mengemukakan
bahwa pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau
28
badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat
dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan
daerah.
2.3.2 Prinsip Perpajakan Daerah
Prinsip umum perpajakan daerah yang baik menurut devas (dalam
Mahmudi 2010:21) adalah sebagai berikut
1. Prinsip Elastisitas
Pajak daerah harus memberikan pendapatan yang cukup dan
elastis, artinya mudah naik turun mengikuti naik/turunnya tingkat
pendapatan masyarakat.
2. Prinsip Keadilan
Pajak daerah harus memberikan keadian, baik secara vertikal
dalam arti sesuai dengan tingkatan sosial kempok masyarakat
maupun adil secara horizontal dalam arti berlaku bagi setiap
anggota kelompok masyarakat.
3. Prinsip Kemudahan Administrasi
Administrasi pajak daera harus fleksibel, sederhana, mudah
dihitung, dan memberikan pelayanan yang memuaskan bagi wajib
pajak.
29
4. Prinsip Berketerimaan Politis
Pajak daerah harus diterima secara politis oleh masyarakat,
sehingga masyarakat sadar untuk membayar pajak
5. Prinsip Nondistorsi Terhadap Perekonomian
Pajak daerah tidak boleh menimbulkan dampak negatif terhadap
perekonomian. Pada dasarnya setiap pajak atau pungutan akan
menimbulkan suatu beban baik bagi konsumen maupun produsen.
Namun diusahakan jangan sampai suatu pajak atau pungutan
menimbulkan beban tambahan yang berlebihan sehingga
merugikan masyarakat dan perekonomian daerah
2.3.3 Jenis Pajak dan Objek Pajak Daerah
Pajak daerah dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu :
1. Pajak Provinsi, yang terdiri dari
Pajak Kendaraan Bermotor
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak Air Permukaan
Pajak Rokok
2. Pajak Kabupaten/Kota, yang terdiri dari :
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Reklame
30
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pajak Parkir
Pajak Air Tanah
Pajak Sarang Burnung Walet
Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
2.3.4 Tata Cara Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak dilarang diborongkan. Setiap wajib pajak wajib
membayar pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar
sendiri oleh wajib pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan
penetapan kepala daerah dibayar menggunakan surat ketetapan pajak daerah
(SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan berupa karcis dan nota
perhitungan.
Wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar
dengan menggunakan surat pemberitahuan pajak daerah (SPTPD), surat
ketetapan pajak daerah kurang bayar (SKPDKB), dan/ atau surat ketetapan
pajak daerah kurang bayar tambahan (SKPDKBT).
31
2.3.5 Kadaluwarsa Penagihan Pajak
Hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi kadaluwarsa setelah
melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutang pajak, kecuali
apabila wajib pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.
2.4 Penerimaan Pajak
Pendapatan atau penerimaan adalah suatu hasil yang ingin dicapai
oleh setiap perusahaan secara optimal. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia
dalam Standar Akuntansi Keuangan (2002:23), pendapatan didefinisikan
sebagai berikut:
“Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima
atau yang dapat diterima”.
Adapun pengertian penerimaan pajak menurut suryadi (2006:105)
Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan baik
untuk belanja rutin maupun pembangunan. Dari pengertian tersebut bahwa
penerimaan dapat menjadi sumber pembiayaan pembangunan untuk menunjang
kemandirian pembiayaan pemerintah dan dilaksanakan secara efektif dan
efisien
Direktorat Jenderal Pajak sebagai bagian dari Kementerian Keuangan
Republik Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menarik pajak dari
masyarakat. Belakangan ini masyarakat lebih kritis dan berani dalam
menyuarakan keinginannya akan pelayanan yang baik, khususnya pelayanan
publik yang diberikan oleh pemerintah. Seiring dengan bertambahnya beban
32
yang harus ditanggung masyarakat, bertambah pula tuntutan masyarakat akan
tersedia pelayanan publik yang berkualitas tinggi. Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) sebagai salah satu institusi pemerintah di bawah Kementerian Keuangan
yang mengemban tugas untuk mengamankan penerimaan pajak negara dituntut
untuk selalu dapat memenuhi pencapaian target penerimaan pajak yang
senantiasa meningkat dari tahun ke tahun di tengah tantangan perubahan yang
terjadi dalam kehidupan sosial maupun ekonomi di masyarakat. Berdasarkan
kewenangan dalam pemungutannya, pajak dapat digolongkan menjadi Pajak
Pusat dan Pajak Daerah. Dari kedua jenis pajak tersebut, yang akan diuraikan
berikut ini hanyalah jenis-jenis pajak pusat karena hanya pajak pusat yang
merupakan penerimaan pemerintah pusat yang menjadi bagian dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jenis pajak yang dikelola oleh
Pemerintah Pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sesudah
reformasi perpajakan 1983 adalah sebagai berikut :
1. Pajak Penghasilan (PPh).
Menurut Mansury (2002), PPh sesuai undang-undang tentang pajak
penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apapun. Supramono dan Damayanti (2005) menambahkan bahwa pajak
penghasilan adalah pungutan resmi oleh pemerintah yang ditujukan kepada
33
masyarakat yang berpenghasilan untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran pemerintah.
2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN
dan PPnBM).
Menurut Supramono dan Damayanti (2005) Pajak Pertambahan Nilai
adalah pajak yang dikenakan terhadap setiap pertambahan nilai dari suatu
produk atau jasa yang dihasilkan oleh pengusaha kena pajak. Sedangkan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan terhadap
barang-barang yang tergolong mewah.
3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak Bumi dan Bangunan.
menurut Supramono dan Damayanti (2005) adalah pajak yang dikenakan
terhadap bumi dan tubuh bumi serta bangunan yang terletak di atas bumi
tersebut. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985
tentang pajak bumi dan bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994 pajak yang dikenakan atas bumi
dan/atau bangunan. Yang dimaksud bumi adalah permukaan bumi dan
tubuh bumi yang ada di bawahnya, sedangkan bangunan adalah konstruksi
teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau
bangunan.
4. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 tahun 2000 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
34
Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan
atau bangunan. Supramono dan Damayanti (2005) berpendapat bahwa
BPHTB adalah penyerahan sebagian dari nilai ekonomis dari perolehan hak
atas tanah dan atau bangunan.
5. Bea Materai.
Dalam The Indonesian Tax in Brief disebutkan bahwa Bea Materai adalah
pajak atas dokumen yang dipakai masyarakat dalam lalu lintas hukum.
Yang dimaksud dengan dokumen disini adalah kertas yang berisikan tulisan
yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau
kenyataan bagi seorang dan atau pihak-pihak yang berkepentingan. Surat
perjanjian, surat kuasa, surat pernyataan dan akte adalah sebagian contoh
dari dokumen yang dikenakan bea materai.
6. Bea Masuk.
Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang kepabeanan, yang
dimaksud bea masuk adalah pungutan oleh negara berdasarkan undang-
undang yang dikenakan terhadap barang-barang yang diimpor. Dengan
adanya pungutan tersebut, maka bea masuk selain berfungsi sebagai sumber
penerimaan negara juga sebagai pengatur arus impor, baik untuk barang
konsumsi maupun barang yang diperlukan industi dalam negeri. Dengan
demikian, penerimaan bea masuk tidak semata-mata ditujukan sebagai
penerimaan untuk mengisi kas negara, tetapi juga berfungsi sebagai alat
pengaturan (regulator).
35
7. Cukai.
Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai, yang
dimaksud cukai adalah pungutan oleh negara berdasarkan undang-undang
yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau
karakteristik perlu untuk dibatasi, diawasi produksinya dan peredarannya,
karena akan berpengaruh langsung terhadap kesehatan dan ketertiban
sosial. Dengan demikian, peranan cukai tidak saja berorientasi pada
penerimaan negara, melainkan mempertimbangkan pula aspek pembatasan
produksi dan konsumsi. Oleh karena itu, dasar pertimbangan besarnya
penerimaan cukai tergantung dari jumlah barang yang kena cukai, tarif
cukai dan harga dasar barang kena cukai.
8. Pajak Ekspor.
Yang dimaksud dengan pungutan ekspor adalah pungutan negara yang
dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang akan diekspor. Pengaturan
tarif pajak ekspor ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan
memperhatikan harga patokan ekspor dan jumlah wajib pajak valuta asing.
Kebijakan yang ditempuh dalam pungutan pajak ekspor ini bertujuan untuk
mengendalikan harga pasar di dalam negeri.
Khusus penerimaan perpajakan di sektor Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB), terhitung 1 Januari 2011 seluruh penerimaan dialihkan ke
pemerintah daerah setempat, sedangkan di sektor Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) sejak 1 Januari 2012 sebagian daerah, termasuk Medan telah mengalihkan
penerimaan di sektor tersebut kepada Pemerintah Daerah (Pemko Medan).
36
Peranan penerimaan perpajakan sebagai salah satu sumber penting dalam
pembiayaan negara akan terus ditingkatkan dengan melakukan berbagai evaluasi
dan kebijakan penyempurnaan. Hal tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan
sistem perpajakan dapat lebih efektif dan efesien sejalan dengan perkembangan
globalisasi yang menuntut daya saing tinggi dengan negara lain. Dengan
demikian, diharapkan prinsip-prinsip perpajakan yang sehat seperti persamaan,
kesederhanaan dan keadilan dapat tercapai sehingga tidak hanya berdampak
terhadap peningkatan kapasitas fiskal, melainkan juga terhadap perkembangan
kondisi ekonomi makro. Langkah-langkah reformasi perpajakan selama ini
dilakukan telah berhasil mendorong peningkatan penerimaan perpajakan secara
cukup signifikan, meskipun masih banyak menghadapi kendala terutama
berkaitan dengan kapasitas administrasi pemungutan pajak. Langkah-langkah
reformasi perpajakan tersebut antara lain meliputi langkah-langkah pembaharuan
kebijakan (tax policy reform) dan langkah-langkah pembaharuan adminstrasi
kebijakan (tax administrative reform). Langkah-langkah pembaharuan kebijakan
perpajakan ini dilaksanakan antara lain melalui perubahan UU KUP, UU PPh,
perubahan UU PPN dan PPnBM, perubahan UU PBB, perubahan UU Bea
Materai, serta UU Kepabeanan dan UU Cukai. Pada intinya Paket Amandemen
Undang-Undang Perpajakan ini lebih dititikberatkan pada pemberian rasa
keadilan dan kepastian hukum di bidang perpajakan, yang bertujuan untuk
mendorong investasi serta mengoptimalkan penerimaan perpajakan.
37
2.5 Pajak Bumi dan Bangunan
2.5.1 Dasar hukum
Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-Undang No.
12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 12 tahun
1994.
2.5.2 Asas Pajak Bumi dan Bangunan
Asas Pajak Bumi dan Bangunan Terdiri dari
1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan
2. Adanya kepastian hukum
3. Mudah dimengerti dan adil
4. Menghindari pajak berganda
2.5.3 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.
Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa,
tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia.
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada tanah dan atau perairan.
Menurut Marihot P Siahaan (2010:553) Pajak Bumi dan Bangunan
adalah pajak atas bumi dan atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau
dmanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan
untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan penambangan.
38
2.5.4 Surat Pemberitahuan Pajak Bumi dan Bangunan
1. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)
Adalah surat yang digunakan untuk Wajib Pajak untuk melaporkan
data objek menurut ketentuan undang-undang Pajak Bumi dan
Bangunan.
2. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (STP)
Adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jendral Pajak untuk
memberitahukan besarnya pajak terutang kepada wajib pajak.
Direktorat Jendral Pajak menernitkan STP berdasarkan SPOP
Wajib Pajak.
2.5.5 Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh
dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat
transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan
harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual
Objek Pajak pengganti.
1. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis
adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek
pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain
yang sejenis, yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan
telah diketahui harga jualnya.
39
2. Nilai perolehan baru
adalah suatu pendekatan atau metode nilai jual suatu objek pajak
dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh objek tersebut pada saat enilaian dilakukan, yang
dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek
tersebut.
3. Nilai jual pengganti
adalah suatu pendekatan atau metode penentuan nilai jual objek
pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.
Besarnya NJOP ditentukan berdasarkan klasifikasi :
1. Objek Pajak Sektor Pedesaan dan Perkotaan
2. Objek Pajak Sektor Perkebunan
3. Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusaha Hutan, Hak
Pengusaha Hasil Hutan, Izin Pemanfaatan Kayu serta Izin Sah
Lainnya Selain Hak Pengusaha Hutan Tanaman Industri
4. Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusaha Hutan
Tanaman Industri
5. Objek Pajak Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
6. Objek Pajak Sektor Pertambangan Energi Panas Bumi
7. Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas selain Pertambangan
Energi Panas Bumi dan Galian C
8. Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas Galian C
40
9. Objek Pajak Sektor Pertambangan yang dikelola berdasarkan
Kontrak Karya atau Kontrak Kerjasama
10. Objek Pajak usaha bidang perikanan laut
11. Objek Pajak usaha bidang perikanan darat
12. Objek Pajak yang bersifat khusus
2.5.6 Objek Pajak
Yang menjadi Objek Pajak adalah Bumi dan/atau Bangunan. Yang
dimaksud dengan Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan
perairan pedalaman serta laut wilayah indonesia dan tubuh bumi yang ada
dibawahnya. Sedangkan yang dimaksud bangunan adalah kontruksi teknik
yang ditanam atau dilekatkan secara tetap tanah dan/atau perairan.
1. Dalam menentukan kasifikasi bumi/tanah diperhatikan faktor-
faktor sebagai berikut
Letak
Peruntukan
Pemanfaatan
Kondisi lingkungan dan lain-lain.
2. Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut
a. Bahan yang digunakan
b. Rekayasa
c. Letak
41
d. Kondisi lingkungan dan lain-lain
3. Berikut adalah Pengecualian Objek Pajak Bumi bangunan
a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum
dan untuk mencari keuntungan antara lain :
Di bidang ibadah, contoh : Masjid, Gereja, Vihara.
Dibidang kesehatan, contoh : Rumah sakit
Di bidang pendidikan, contoh : Madrasah, Pesantren
Di bidang sosial, Contoh : panti asuhan
Di bidang kebudayaan Nasional, contoh : Museum,
candi
b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang
sejenis dengan itu
c. Merupakan huutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata,
taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa,
dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan
asas perlakuan timbal balik.
e. Digunakan oleh badan atau perwakulan organisasi
internasional yang ditentukan oleh mentri keuangan.
4. Objek Pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan
pemerintahan penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah
42
Yang dimaksud objek pajak adalah objek pajak yang
dimiliki/dikuasai/digunakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah
daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan. Pajak Bumi dan
Bangunan adalah pajak negara yang sebgian besar penerimaannya
merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk
penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.
5. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
ditetapkan untuk masing-masing kabupaten/kota dengan besar
setinggi-tingginya Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) Untuk
setiap wajib pajak.
2.5.7 Subjek Pajak
1. Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh
manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau
memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian tanda
pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan
hak
2. Subjek Pajak sebagaimana dimaksud dalam No. 1 yang dikenakan
kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak
43
3. Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib
pajaknya, Direktur Jendral Pajak dapat menetapkan subjek pajak
sebagaimana dimaksud dalam No. 1 sebagai wajib pajak.
4. Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam No. 3
dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur
Jendral Pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak
dimaksud
5. Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak dalam No. 4
disetujui, maka direktur jendral pajak membatalkan penetapan
sebagai wajib pajak sebagaimana dalam No. 3 dalam jangka waktu
satu bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud.
6. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktur
Jendral Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan
disertai alasan-alasannya.
7. Apabila setelah jangka waktu satu bulan, sejak tanggal diterimanya,
keterangan sebagaimana dalam No. 4 Direktur Jendral Pajak tidak
memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu di
anggap disetujui.
2.5.8 Tarif Pajak
Tarif pajak yang dikenakan atas objek adalah sebsar 0,5% (lima persen).
44
2.5.9 Dasar Pengenaan Pajak
1. Dasar pengenaan Pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
2. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan setiap tiga
tahun oleh kepala kantor wilayah Direktorat Jendral Pajak atas
nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat
Gubernur/bupati/walikota (pemerintah daerah) setempat.
3. Dasar perhitungan pajak adalah yang ditetapkan serendah-
rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP).
4. Besarnya persentase pajak ditetapkan dengan peraturan pemerintah
dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional
2.5.10 Cara Menghitung PBB
Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak
dengan NJKP
2.5.11 Tahun Pajak, Saat, dan tempat yang Menentukan Pajak terutang
1. Tahun pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwim. Jangka
waktu satu tahun takwim adalah dari 1 Januari sampai dengan 31
Desember.
Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif Pajak × NJKP
= 0,5% × [ Persentase NJKP × (NJOP-NJOPTKP)]
45
2. Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan
objek pajak
3. Tempat Pajak yang terutang :
a. Untuk didaerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota
Jakarta
b. Untuk daerah lainnya, diwilayah kabupaten atau kota
c. Tempat pajak yang terutang untuk batam, di wilayah Propinsi
Riau
2.5.12 Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (STP), dan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
1. Dalam rangka pendataan, subjek pajak wajib mendaftarkan objek
pajaknya dengan mengisi SPOP
Dalam rangka pendataan, wajib pajak akan diberikan SPOP untuk
diisi dan dikembalikan kepada Direktorat Jendral Pajak. Wajib
pajak yang pernah dikenakan IPEDA tidak wajib mendaftarkan
objek pajaknya kecuali jika menerima SPOP, maka dia wajib
mengisinya dan mengembalikannya kepada Direktorat Jendral
Pajak.
2. SPOP harus diisi dengan jelas, benar, lengkap dan tepat waktu serta
ditandatangani dan disampaikan kepada Dirjen Pajak Yang
Wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak selambat-lambatnya
46
30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek
pajak.
3. Dirjen Pajak akan menerbitkan STP berdasarkan SPOP yang
diterimanya. STP diterbitkan atas dasar SPOP, namun untuk
membantu Wajib Pajak STP dapat diterbitkan berdasarkan data
objek pajak yang telah ada pada direktorat jendral Pajak.
4. Direktur jendral Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak
dalam hal-hal sebagai berikut :
a. Apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara
tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat
teguran
b. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
ternyata jumlah pajak yang terutang (seharusnya) lebih besar
dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang
disampaikan oleh wajib pajak.
5. Jumlah pajak yang terutang dalam SKP sebagaimana dimaksud
dalam No. 4 huruf a adalah pokok pajak ditambah dengan denda
administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok Pajak
6. Jumlah pajak yang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud
dalam No. 4 huruf b, adalah selisih pajak yang terutang
berdasarkan hasil Pemeriksaan atau keterangan lain dengan Pajak
yang terutang.
47
Gambar 2.1
SISTEM PENGENAAN PBB
Sumber : Mardiasmo 2011
SPOP hanya diberikan dalam hal :
1. Objek Pajak belum terdaftar/ belum lengkap
2. Objek Pajak sudah lengkap tetapi datanya belum lengkap
3. NJOP berubah/pertumbuhan ekonomi
4. Objek Pajak dimutasikan/dilaporkan dari instansi yang berkaitan langsung
dengan objek pajak
Wajib Pajak
SPOP tidak
benar (data
disembunyik
an)
Selisih pajak
terutang
denda
administrasi
25% dari
selisih
Pokok pajak
+ denda
administrasi
25% dari
pokok Pajak
SPOP tidak
disembunyik
an
Pembayaran
31 Juli 2006
(paling
lambat)
pokok pajak
terutang
denda 2%
perbulan
(dengan
SPT)
STP 1
Februari
2006
SPOP
SKP
48
Berikut ini diberikan beberapa bagan yang menggambarkan SPOP kembali,
SPOP idak kembali, SPOP kembali tetapi tidak benar, dan SPOP ditinjau dari
sifat dan fungsinya.
Gambar 2.2
SPOP KEMBALI
1 3
2
30 hari
Sumber : Mardiasmo (2011)
Gambar 2.3
SPOP TIDAK KEMBALI
1 3
2
Gambar 2.4
SPOP STP
Wajib Pajak
Dirjen Pajak
SPOP
Dirjen Pajak
SKP SPOP Surat teguran
Wajib Pajak
49
Gambar 2.4
SPOP KEMBALI TETAPI TIDAK BENAR
1
1 2
2
Sumber : Mardiasmo (2011)
Gambar 2.5
SPOP DITINJAU DARI SIFAT DAN FUNGSINYA
Sumber : Mardiasmo (2011)
SKP pokok pajak +
25% (selisih pajak
yang terutang)
SPOP
Wajib Pajak
Dirjen Pajak
SPOP
Sifat sifat
Sederhana
mudah di
pahami
Serbaguna
(semua
peruntukkan
objek
pendataan pengawasan
STP
Surat
ketetapan
pajak
50
2.5.13 Tata Cara Pembayaran dan Penagihan
1. Pajak yang terutang berdasarkan STP harus dilunasi selambat-
lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya STP oleh
wajib Pajak
2. Pajak yang terutang berdasarkan SKP harus dilunasi selambat-
lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh wajib
pajak
3. Pajak yang terutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak
dibayar atau kurang bayar, dikenakan denda administrasi sebesar
2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo
sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama
24 (dua puluh empat) bulan.
4. Denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam No. 3 diatas,
ditambah dengan utang pajak yang belum atau kurang bayar ditagih
dengan Surat Tagihan Pajak (STP) yang harus dilunasi selambat-
lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya STP oleh wajib
pajak.
5. Pajak yang terutang dapat dibayar di bank, kantor pos dan giro, dan
tempat lain yang ditunjuk oleh Mentri keuangan
6. Tata cara pembayaran dan penagihan Pajak diatur oleh Mentri
Keuangan
7. Surat Pemberitahuan Pajak terutang (STP), Surat Ketetapan Pajak,
dan Surat Tagihan Pajak (STP) merupakan dasar penagihan Pajak.
51
8. Jumlah Pajak yang terutang berdasarkan STP yang tidak
dibayarkan pada waktunya dapat ditagih dengan surat paksa.
Dalam hal tagihan pajak yang terutang dibayar setelah jatuh tempo
yang telah ditentukan, penagihannya dilakukan dengan surat paksa yang saat
ini berdasarkan UU NO. 19 tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU
No. 19 tahun 2000 tentang penagihan Pajak dengan surat paksa
Gambar 2.6
TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN STP
6 bulan
Sumber : Mardiasmo
Dirjen Pajak
STP
-bank
-pos & giro
-tempat lain yang
ditunjuk oleh
Mentri Keuangan
Pembayaran Wajib Pajak
52
Gambar 2.7
PEMBAYARAN BERDASARKAN SURAT KETETAPAN PAJAK
1 bulan
Sumber : Mardiasmo (2011)
2.5.14 Keberatan dan Banding
1. Keberatan
a. Wajib pajak dapat mengajukan kepada direktur jendral pajak atas :
Surat pemberitahuan pajak terutang (STP)
Surat ketetapan pajak (SKP)
b. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas STP atau SKP
dalam hal
Wajib Pajak mengganggap luas objek bumi dan atau
bangunan, klasifikasi atau nilai jual objek bumi dan atau
bangunan yang tercantum dalam STP atau SKP tidak
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Dirjen Pajak
SKP
-bank
-pos & giro
-tempat lain
yang ditunjuk
oleh Mentri
Keuangan
Pembayaran Wajib Pajak
53
Terdapat perbedaan penafsiran undang-undang dan
peraturan perundang-undangan antara wajib pajak dengan
fiskus
c. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang
menerbitkan STP atau SKP dengan menyatakan alasan secara jelas
d. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 ( tiga) bulan sejak
tanggal diterimanya STP atau SKP oleh wajib pajak, kecuali
apabila waib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu ini
tidak dapat dipenuhi karena keadaan dilaur kekuasaannya
e. Tanda terima Surat keberatan yang diberikan oleh Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau tanda pengiriman Surat
Keberatan melalui pos tercatat atau sejenisnya merupakan tanda
bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut
f. Apabila diminta oleh wajib pajak untuk keperluan pengajuan
keberatan, direktur Jendral Pajak wajib memberikan secara tertulis
hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak.
g. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak
h. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak atau Kepala
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bngunan dalam jangka waktu
paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan
diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan.
54
i. Sebelum surat keputusan diterbitkan, wajib pajak dapat
menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis
j. Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktur Jendral Pajak atau
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atas
keberatan dapat berupa
Tidak dapat diterima
Menolak
Menerima seluruhnya atau sebagian
Menambah besarnya jumlah pajak yang terutang
2. Banding
Ketentuan banding Pajak Bumi dan Bangunan mengikuti ketetuan
tentang banding undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
55
Gambar 2.8
KEBERATAN DAN BANDING
Sumber : Mardiasmo (2011)
2.5.15 Pengurangan Pajak
Pengurangan diberikan atas pajak (PBB) terutang yang tercantum
dalam STP atau SKP. Pengurangan pajak terutang dapat diberikan kepada dan
dalam hal :
1. Wajib pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu
objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan atau
karna sebab sebab tertentu lainnya, seperti :
Dirjen Pajak
Surat
Ketetapan
Pajak
Pengadilan
pajak
KEPUTUSAN :
1. Menerima
-seluruh
Sebagian
2. Menolak
3. Menambah
jumlah pajak yang
terutang
Banding
waktu 3
bulan
Wajib
Pajak
STP
56
a. Objek pajak berupa lahan pertanian/
perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat
terbatas yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh
wajib pajak orang pribadi
b. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan
oleh wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah
yang nilai jualnya meningkat akibat adanya pembangunan atau
perkembangan lingkungan
c. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan
oleh wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan semata-
mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban PPB-nya
sulit dipenuhi
d. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan
oleh wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah
sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi
e. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan
oleh wajib pajak veteran pejuang kemerdekaan dan veteran
pembela kemerdekaan
f. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan
oleh wajib pajak badan yang mengalami kerugian dan
kesulitan liquiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga
tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan
57
Dalam hal ini pengurangan dapat diberikan setinggi-tingginya
75% (tujuh puluh lima persen) dari besarnya pajak terutang, dan
ditetapkan berdasarkan pertimbangan kondisi objek pajak serta
pengasilan wajib pajak.
2. Wajib pajak orang pribadi atau badan dalam hal objek pajak yang
terkena bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa.
Termasuk dalam pengertian bencana alam adalah gempa bumi,
banjir, tanah longsor, gunung meletus dan sebagainya
3. Wajib pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran
pembela kemerdekaan. Besarnya pengurangan ditetapkan sebesar
75% (tujuh puluh lima persen) dari besarnya pajak terutang.
2.5.16 Pengurangan Denda Administrasi
Atas permintaan wajib pajak, Dirjen Pajak dapat mengurangkan denda
administrasi karena hal-hal tertentu. Ketentuan ini memberi kesempatan
kepada wajib pajak untuk meminta pengurangan denda administrasi kepada
direktur jendral pajak. Direktur jendral pajak dapat mengurangkan sebagaian
atau seluruhnya denda administrasi tersebut.
2.5.17 Pejabat
1. Pejabat yang dalam jabatannya atas tugas pekerjaannya berkaitan
langsung dengan objek pajak adalah
a. Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah
58
b. Notaris/ Pejabat Pembua Akta Tanah
c. Pejabat pembuat akta tanah
2. Pejabat yang ada hubungannya dengan objek pajak, yaitu :
a. Kepala Kelurahan atau Kepala Desa
b. Pejabat Dinas Tata Kota
c. Pejabat Dinas Pengawasan Bangunan
d. Pejabat Agraria
e. Pejabat Balai Harta Peninggalan
f. Pejabat lain yang ditunjuk oleh Mentri Keuangan/Direktorat
Jendral Pajak
2.5.18 Sanksi
1. Bagi Wajib Pajak
a. Apabila SPOP tidak disampaikan dan secara ditegur secara
tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat
teguran, ditagih engan surat ketetapan pajak. Jumlah pajak
yang terutang dalam surat ketetapan Pajak adalah pokok pajak
ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% (dua puluh
lima persen) dihitung dari pokok pajak
b. Pajak yang terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran
tidak dibayar atau kurang dibayar, dikenakan denda
adminsitrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) sebulan,
yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari
59
pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan.
c. Karena kealpaannya menimbulkan kerugian pada negara
dalam hal :
Tidak mengembalikan atau menyampaikan SPOP
kepada Direktorat Jedral Pajak
Menyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau
tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan tidak
benar
d. Karena kesengajaannya sehingga menimbulkan kerugian pada
negara, dalam hal
Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada
Direktorat Jendral Pajak
Menyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau
tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan tidak
benar
Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau
dokumen lain yang palsu atu dipalsukan seolah-olah
benar
Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat
atau dokumen lainnya
Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan
keterangan yang dipelukan
60
Gambar 2.9
SANKSI TERHADAP WAJIB PAJAK
Sumber : Mardiasmo (2011)
2. Bagi Pejabat
a. Sanksi Umum
Apabila tidak memenuhi kewajiban seperti yang telah
diuraikan di muka dikenakan sanksi menurut peraturan
perundangan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No. 53
Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawain Negeri Sipil, staatsblad
1860 No. 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris
b. Sanksi khusus
Bagi pejabat yang tugas pekerjaanya berkaitan langsung atau
ada hubungannya dengan objek pajak ataupun pihak lain.
sanksi
bunga kesengajaan kealpaan kenaikan
administrasi pidana
61
Gambar 2.10
SANKSI TERHADAP PEJABAT
Sumber : Mardiasmo (2011)
2.6 Efektivitas Penagihan Pajak
2.6.1 Pengertian Efektivitas
Menurut pendapat Mahmudi (2005:92) mendefinisikan efektivitas
adalah hungungan antara Output dengan tujuan, semakin besar
kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin
efektif organisasi, program atau kegiatan.
Efektivitas yaitu hubungan antara output dan tujuan atau dapat juga
dikatakan ukuran seberapa jauh tingkat output tertentu, kebijakan, dan prosedur
dari organisasi. Efektivitas berhubungan dengan derajat keberhasilan kegiatan
penagihan pajak baik secara pasif maupun secara aktif.. Sehingga kegiatan
penagihan pajak dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh
besar terhadap kemampuan dalam meningkatkan Penerimaan Pajak daerah
yang merupakan tujuan utama dari Penagihan Pajak.
Sanksi Pejabat
PP No. 53/2010
Pidana
62
Efektivitas digunakan untuk mengukur hubungan antara hasil
pungutan suatu pajak dengan tujuan atau target yang telah ditetapkan.
Efektivitas berfukus pada outcome (hasil). Suatu organisasi, program atau
kegiatan dinilai efektif apabila output yang dihasilkan bisa memenuhi tujuan
yang diharapkan, atau dikatakan spending wisely. Formula yang digunakan
untuk mengukur efektivitas yang terkait dengan perpajakan adalah
perbandingan antara realisasi dengan terget pajak.
2.7 Penagihan Pajak
2.7.1 Pengertian Penagihan
Definisi penagihan pajak menurut Rusdji (2004:6) yaitu Penagihan
pajak adalah serangkaian tindakan agar Wajib Pajak melunasi utang pajak dan
biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan surat paksa, mengusulkan
pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan
menjual barang yang telah disita.
Sesuai pasal 18 ayat 1 UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan
umum dan tata cara perpajakan (UU KUP), bahwa surat ketetapan maupun
surat keputusan yang menjadi dasar penagihan pajak seperti sebagai berikut.
1. Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat tagihan pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak
dan/ atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB
63
Surat ketetapan pajak kurang bayar adalah surat ketetapan yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak,
jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan adalah surat
ketetapan pajak yang menetukan bahasan tambahan atas jumlah
pajak yang telah ditetapkan
4. Surat Keputusan Pembetulan
Surat keputusan pembetulan adalah surat keputusan yang
membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan
penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, surat tagihan
pajak, surat keputusan keberatan, surat keputusan pengurangan
sanksi administrasi, surat keputusan penghapusan sanksi
administrasi, suat keputusan pengurangan ketetapan pajak, surat
keputusan pengurangan ketetapan pajak, surat keputusan
pembatalan ketetapan pajak, surat keputusan pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak, atau surat keputusan pemberian
imbalan bunga.
64
5. Surat Keputusan Keberatan
Surat keputusan keberatan adalah surat keputusan atas keberatan
terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau
pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib pajak.
6. Putusan banding
Putusan banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding
terhadap surat keputusan keberatan yang diajukan oleh wajib pajak.
2.7.2 Tindakan Penagihan Pajak.
Menurut Erly (2005:173) penagihan pajak dapat dikelompokkan
menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Penagihan Pajak Pasif
Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan STP,
SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan
Banding yang menyebabkan pajak terttang menjadi lebih besar.
Jika dalam jangka waktu 30 hari belum dilunasi maka 7 hari
setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara
aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.
2. Penagihan pajak aktif
Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak
pasif, dimana dalam upaya penagihan ini fiskus lebih berperan
aktif dalam arti tidak hanya mengirim STP atau SKP tetapi akan
diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan pelaksanaan
65
lelang. Pelaksanaan penagihan dengan penyampaian surat teguran,
surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, dan
pengumuman lelang.
2.8 Penelitian Terdahulu
Nama Judul Penelitian Hasil penelitian persamaan perbedaan
Nafilah
(2013)
Intensifikasi
Pemungutan
Pajak Bumi dan
Bangunan di
Dinas Pendapatan
Daerah Kota
Makassar.
Intensifikasi
Pemungutan
PBB berjalan
dengan cukup
efektif
Intensifikasi
Pemungutan
PBB berjalan
dengan cukup
efektif karena
setiap tahunnya
terjadi
peningkatan
pembayaran
pajak oleh
Wajib Pajak.
Persamaan
penelitian ini
adalah objek
penelitian
Pajak Bumi
dan
Bangunan.
Selain itu,
subjek
penelitiannya
sama yaitu
Dinas
Pendapatan
dan
Pengelolaan
Keuangan
dan Aset
Daerah
(DPPKAD).
Lokasi
penelitian ini
terletak di
daerah
makassar.
Fokus
penelitian ini
adalah
mengenai
intensifikasi
peningkatan
Pemungutan
Pajak Bumi
dan Bangunan.
Andi Abdillah
Hermansyah.
(2015)
Efektivitas
Pemungutan
Pajak Bumi dan
Bangunan
Pedesaan
Perkotaan (PBB-
P2) di Dispenda
Kota Makassar.
Pemungutan
Pajak Bumi dan
Bangunan di
Kota Makassar
sudah efektif
tingkat
kepatuhan wajib
pajak yang
masih rendah,
perlu
ditingkatkan
untuk
kedepannya.
Persamaan
penelitian ini
adalah Objek
Penelitian
yaitu Pajak
Bumi dan
Bangunan.
Dan sama-
sama meneliti
tingkat
efektivitas
Pajak Bumi
dan
Bangunan.
Lokasi
penelitan ini
dilakukan di
kota makassar.
Fokus
penelitian ini
adalah pada
pemungutan
PBB
66
Selain itu
subjek
penelitiannya
sama yaitu
Dinas
Pendapatan
dan keuangan
dan Aset
Daerah
(DPPKAD)
2.9 Kerangka pemikiran
Dari semua sumber penerimaan negara, pajak merupakan salah satu
sumber penerimaan negara yang paling besar dan bisa diandalkan dalam
pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan guna meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
Menurut Mardiasmo (2011:12) pajak daerah merupakan kontribusi
wajib kepada masyarakat daerah yang terutang oleh pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Menurut Marihot P siahaan (2010:553) pajak daerah merupakan pajak
yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah yang
wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya
digunakan untuk membiayai pegeluaran pemerintah daerah dalam
melaksanakan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah.
Menurut undang-undang No 12 tahun 1994, pengertian Pajak Bumi
dan Bangunan adalah
67
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada didalamnya.
Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk
rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik
Indonesia
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap
pada tanah dan atau perairan.
2.9.1 Efektivitas Penagihan PBB
Pengertian penagihan pajak menurut Rusdji (2004:6) adalah
serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan
pencegahan, pelaksanaan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual
barang yang telah disita.
Menurut Erly (2005:173) penagihan pajak dapat dikelompokkan
menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Penagihan Pajak Pasif
Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan STP,
SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan
Banding yang menyebabkan pajak terttang menjadi lebih besar.
Jika dalam jangka waktu 30 hari belum dilunasi maka 7 hari
setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara
aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.
68
2. Penagihan pajak aktif
Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak
pasif, dimana dalam upaya penagihan ini fiskus lebih berperan
aktif dalam arti tidak hanya mengirim STP atau SKP tetapi akan
diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan pelaksanaan
lelang. Pelaksanaan penagihan dengan penyampaian surat teguran,
surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, dan
pengumuman lelang.
Menurut Mahmudi (2005:92) mendefinisikan efektivitas adalah
hungungan antara Output dengan tujuan, semakin besar kontribusi
(sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif
organisasi, program atau kegiatan.
Efektivitas yaitu hubungan antara output dan tujuan atau dapat juga
dikatakan ukuran seberapa jauh tingkat output tertentu, kebijakan, dan prosedur
dari organisasi. Efektivitas berhubungan dengan derajat keberhasilan kegiatan
penagihan pajak baik penagihan secara pasif maupun penagihan secara aktif.
Kegiatan penagihan pajak mempunyai pengaruh terhadap pencapaian target
penerimaan pajak daerah. Sehingga kegiatan penagihan pajak dikatakan efektif
jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan dalam
meningkatkan Penerimaan Pajak daerah yang merupakan tujuan utama dari
Penagihan Pajak.
69
2.9.2 Penerimaan PBB.
Pendapatan atau penerimaan adalah suatu hasil yang ingin dicapai
oleh setiap perusahaan secara optimal. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia
dalam Standar Akuntansi Keuangan (2002:23), pendapatan didefinisikan
sebagai berikut:
“Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima
atau yang dapat diterima”.
Adapun pengertian penerimaan pajak menurut suryadi (2006:105)
Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan baik
untuk belanja rutin maupun pembangunan. Dari pengertian tersebut bahwa
penerimaan dapat menjadi sumber pembiayaan pembangunan untuk menunjang
kemandirian pembiayaan pemerintah dan dilaksanakan secara efektif dan
efisien.
2.9.3 Hubungan Penagihan PBB terhadap Penerimaan PBB
Menurut Zakiyah M.Syahab dan Hantoro Arief Gisijanto (2008)
menyatakan bahwa penagihan pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak:
”Penagihan Pajak berpengaruh baik secara simultan maupun secara
parsial terhadap penerimaan pajak badan”.
Menurut Titin Vegirawati (2011) menyatakan bahwa penagihan pajak
berpengaruh terhadap penerimaan pajak:
”Ada hubungan korelasional negatif yang signifikan antara surat
penagihan pajak dan penerimaan pajak, semakin banyak Surat Tagihan Pajak
maka semakin kecil jumlah Penerimaan Pajak tetapi semakin kecil jumlah
penerbitan surat tagihan pajak maka semakin besar jumlah penerimaan pajak”.
70
Menurut Soemarso S.R (2007:3) menyatakan bahwa penagihan pajak
berpengaruh terhadap penerimaan pajak:
”Kewajiban Pajak muncul pada sisi wajib pajak, karena undang-
undang kewajiban ini harus dipenuhi jika tidak dipenuhi undang-undang akan
memberikan hak kepada negara untuk memaksa, tindakan memaksa tercantum
pada pasal-pasal yang menyangkut penagihan pajak. tujuan dari
dicantumkannya pasal-pasal penagihan pajak adalah untuk memastikan bahwa
penerimaan pajak oleh negara dapat dipenuhi”.
Gambar 2.11
Kerangka Pemikiran
Efektivitas Penagihan PBB (X)
-penagihan aktif
-penagihan pasif
Erly (2005:173)
Penerimaan Pajak PBB (Y)
-target penerimaan PBB
-realisasi penerimaan PBB
Suryadi (2006 : 105)