Upload
others
View
15
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Analisis Penyelesaian Sengketa Pajak mengenai
Pajak Penghasilan Final di Pengadilan Pajak
(Studi Kasus pada PT. YTH Tahun 2009)
SKRIPSI Diajukan untuk Menempuh Ujiian Sarjana
pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
IRUL YULINDA
NIM. 125030401111003
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURSAN ADMINISTRASI BISNIS
PROGRAM STUDI PERPAJAKAN
MALANG
2017
MOTTO
“ jika kita jatuh ribuan kali, berdirilah jutaan kali karena kita tidak tahu
seberapa dekat kita dengan kesuksesan”
TANDA PENGESAHAN
Tclah dipertallattan di depan maClis pCngtti shipSi,Fak‐ ult餐 1lmu
Adn■inistrasi Universitas Bra■ りaya,p“ a:
』ψ
H″i
Tanggal
Skripsi atas nalna
Judul
Dan dinyatakan lulus
Drso Mochammad Diudi M.MSiNIP.195206071980101001
Anggota
Mohammad IQbal.S.Sos,M.IB→ DBANIP。 197802102005011002
: Rabu
: 19 Juli20l7
: Irul Yulinda
:Analisis Penyelesaian Sengketa Pajak mengenai Pajak
Penghasiian Final di Pengadilan Pajak (Studi Kasus pada
PT. YTH Tahun 2AA9)
M[■JELIS PENGUЛ
Anggota
//
ノ
Bavu Кhniskha.鳳 MPANIP.19683231988031002
Anggota
Latifah Hanum.SE.MSA.AKNIK.2014058406172001
PERhIYATAA}I ORISINALITAS SKRIPSI
Saya menyatakan dengan yang sebenar-benamya bahwa sepanjang
pengetahuan say4 di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang
pernah diajukan oleh pihak lain trntuk mendapat karya atau pendapat yang pernair
ditulis atau diterbitkan oleh orzmg lain, kecuali yang secara tertulis dikutip daiam
naskah ini dan disebut dalam sumber kutipan dan daftar pLrstaka.
Apabila ternyata di dalam naskah ini skripsi ini dapat dibuktikan terdapat
unsur-uosur jiplakaq saya bersedia skripsi ini digugwkan dan gelar akademik
yang telah saya peroleh (S-1) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan perafuran
perundang-undangan yang berlaku ({.rtl) No. 20 Tahun 20A3, Pasa] 25 ayat 2 dan
Pasal 70.
Malang, Mei 2$17Peneliti,
IRUL YUI;INDANIM. 125030401111003
RINGKASAN
Irul Yulinda, 2017. Analisis Penyelesaian Sengketa Pajak mengenai Pajak
Penghasilan Final di Pengadilan Pajak (Studi Kasus pada PT. YTH Tahun 2009).
Drs. Mochammad Djudi M, M.Si, Bayu Kaniskha, AK, MPA, 99 halaman + xiv
Self assesment system merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang di
berikan oleh pihak pemerintah (fiskus) kepada wajib pajak untuk menghitung
sendiri besarnya pajak terutang, tetapi apabila terdapat kejanggalan dalam
pelaporan pajaknya, maka pihak fiskus dapat melakukan pemeriksaan pajak.
Proses pemeriksaan pajak dapat menghasilkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang
telah diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Surat Ketetapan Pajak
(SKP) ini kemungkinan tidak disetujui oleh Wajib Pajak sehingga menimbulkan
persengketaan atau disebut dengan Sengketa Pajak.
Penelitian ini membahas mengenai pelaksanaan Penyelesaian
Sengketa Pajak mengenai Pajak Penghasilan Final di Pengadilan Pajak pada studi
kasus pada PT. YTH Tahun 2009. Perusahaan yang menjadi objek penelitian
adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha jasa kepelabuhan yang
mempunyai NPWP 01.061. 4-093.000.
Hasil dari penelitian ini adalah: (a) penyebab utama timbulnya sengketa
pajak penghasilan final pada PT. YTH adalah karena penerbitan SKPLB PPh
Badan tahun 2009 dengan Nomor 00022/406/09/051/11 tanggal 14 April 2011
Tahun Pajak 2009 yang menyatakan bahwa PPh lebih bayarnya sebesar Rp.
26.547.814.559. sedangkan menurut Wajib Pajak, PPh lebih bayarnya sebesar
Rp.42.925.477.313. (b) Proses banding yang dilakukan oleh PT. YTH melalui
surat permohonan banding, surat uraian banding, tanggapan atas permohonan
banding. Hasil dari persidangan yang telah dilakukan menghasilan bahwa
permohonan Pemohon Banding tersebut dikabulkan seluruhnya. Putusan
Pengadilan Pajak tersebut membuat pihak fiskus harus mengembalikan
pembayaran pajak PT. YTH dan harus memberikan imbalan bunga atas kelebihan
pembayaran pajak PT. YTH.
Kata Kunci: Sengketa Pajak, Banding, Pajak Penghasilan, Pengadilan Pajak.
SUMMARY
Irul Yulinda, 2017. An Analysis of Tax Dispute Arrangement about Final
Income Tax in The Tax Court (A Case Study of PT. YTH in 2009). Drs.
Mochammad Djudi M, M.Si, Bayu Kaniskha, AK, MPA, 99 pages + xiv
Self assesment system is a tax collection system which is given by the
government (fiskus) towards taxpayer to calculate the tax payable nominal, but if
there is a gaffe in reporting the tax then the government can check it. The
checking process of tax can produce Tax Assessment which has been published by
the Directorate General of Taxes (DGT). The Tax Assessment may be unaccepted
by the taxpayer until it is be able to make a contention or tax dispute.
This research discussed the implementation of tax dispute
arrangement about final income tax in the tax court of PT. YTH in 2009. In
addition, the company which became the research object was a company that
engaged in the service field of harbor and it has NPWP in 01.061.4-093.000.
The result of this research were: (a) the main cause of the final income
tax dispute in PT. YTH was because the publishing of SKPLB PPh in 2009 with
number 00022/406/09/051/1, date 14 April 2009, tax year 2009 which stated that
the cost of PPh was overbalance as Rp. 26.547.814.559. Whereas, according to
the taxpayer, the PPh was overbalance as Rp.42.925.477.313. (b) the
consideration process which was done by PT. YTH through the consideration
application letter, consideration commentary letter, and the conception of
consideration letter. The result of the assembly stated that the request of the
appelant could be accepted. The tax court’s verdict made the government had to
pay back the tax payment from PT. YTH and they also should give repayment for
the tax payment overbalance of PT. YTH.
Keywords: Tax Dispute, Appeals, Income Tax, Tax Court
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-
Nya, akhirnya perjuangan dalam pembuatan skripsi yang berjudul “Analisis
Penyelesaian Sengketa Pajak mengenai Pajak Penghasilan Final di Pengadilan
Pajak (Studi Kasus pada PT. YTH Tahun 2009) ini dapat tercapai. Walaupun
dalam penulisan skripsi ini peneliti menemukan berbagai macam kesulitan, tetapi
Allah SWT tak henti-hentinya selalu memberikan rahmat-Nya sehingga berbagai
rintangan dan tantangan dapat dilalui dengan ridha-Nya.
Adapun penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjanan Perpajakan Jurusan Administrasi Bisnis
pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. Peneliti menyadari
bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih
banyak terdapat kekurangan karena terbatasnya kemampuan dan pengetahuan
yang peneliti miliki. Baik kekurangan dalam materi maupun kekurangan dalam
penggunakan tata bahasa dalam penyusunan skripsi ini. Dalam penyusunan skripsi
ini tidak mungkin dilakukan tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dorongan dari
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan
terima kasih dan rasa hormat kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, MS selaku Dekan Fakultas
Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.
2. Bapak Dr. Kadarisman Hidayat, M.Si selaku Ketua Program Studi
Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.
3. Bapak Yuniadi Mayowan, S.Sos, M.AB selaku Sekretaris Program
Studi Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas
Brawijaya.
4. Bapak Drs. Mochammad Djudi M, M.Si selaku Dosen
Pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu yang panjang
dan perhatiannya untuk memberikan petunjuk, dukungan,
kemudahan dalam berpikir dan bimbingan selama proses penulisan
skripsi ini.
5. Bapak Bayu Kaniskha, AK, MPA selaku Dosen Pembimbing
skripsi yang telah meluangkan waktu yang panjang dan
perhatiannya untuk memberikan petunjuk, dukungan, kemudahan
dalam berpikir dan bimbingan selama proses penulisan skripsi ini.
6. Bapak Amithya Wicaksana selaku informan dari PT YTH,
Surabaya.
7. Bapak Yoni Setiawan, Tri Wibowo, Bapak Pandita Wisma, Bapak
serta Bapak Rakhmat Affianto selaku staf ahli di bidang
perpajakan dan staf bagian keuangan yang telah memberikan
masukan dalam penelitian ini.
8. Kedua Orangtuaku yang tercinta Bapak S.Djoko dan Ibu Sumiati,
serta kakak-kakakku Fery Endriani, Dwi Andrias, dan Juwita yang
tersayang dan adik-adikku Reggina dan Keyko Embun yang telah
memberikan doa dan kasih sayang yang selalu mengiringi
langkahku untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat ku, terima kasih atas kasih sayang, dorongan
moral, semangat dan pengorbanannya mendampingi penulis pada
saat penulis merasa putus asa hingga akhirnya penulis menemukan
sebuah jalan keluar.
Pada akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pihak-pihak yang membutuhkan. Kritik dan saran merupakan yang sangat
berharga bagi kesempurnaan skripsi ini.
Malang, Mei 2017
Irul Yulinda
DAFTAR ISI
Halaman
MOTTO ............................................................................................................................. i
TANDA PENGESAHAN.................................................................................................. ii
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI ............................................................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ................................................................. iv
RINGKASAN .................................................................................................................... v
SUMMARY ....................................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 7
D. Kontribusi Penelitian .......................................................................................... 7
E. Sistematika Pembahasan .................................................................................. 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 10
A. Tinjauan Empiris ................................................................................................ 10
B. Tinjauan Teoritis ................................................................................................ 13
1. Kedudukan Hukum Pajak ............................................................................. 13
2. Pengertian Pajak ............................................................................................. 14
3. Pajak Penghasilan ........................................................................................... 15
a. Subyek Pajak .......................................................................................... 16
b. Obyek Pajak ........................................................................................... 19
c. Tarif Pajak Penghasilan .......................................................................... 21
d. Cara Menghitung Pajak Penghasilan ...................................................... 21
4. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 ................................................................... 22
a. Subyek Pajak Pasal 4 ayat 2 .................................................................... 22
b. Obyek Pajak Pasal4 ayat 2 ...................................................................... 22
c. Tarif Pajak Penghasilan Final .................................................................. 24
5. Sengketa Pajak ............................................................................................... 25
a. Keberatan ............................................................................................... 27
b. Banding .................................................................................................. 29
c. Gugatan .................................................................................................... 34
6. Pengadilan Pajak ........................................................................................... 35
7. Persiapan Persidangan ................................................................................... 38
8. Putusan ........................................................................................................... 40
C. Kerangka Pemikiran ............................................................................................ 41
BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................................. 43
A. Jenis Penelitian .................................................................................................... 43
B. Fokus Penelitian ................................................................................................... 44
C. Lokasi dan Situs Penelitian ................................................................................ 45
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................................... 45
E. Sumber Data ........................................................................................................ 46
F. Instrumen Penelitian ............................................................................................. 48
G. Analisis Data ......................................................................................................... 48
H. Uji Keabsahan Data .............................................................................................. 50
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 52
A. Sekilas Gambaran Umuum Lokasi Penelitian .................................................... 52
1. Sejarah singkat PT. YTH.............................................................................. 52
2. Visi dan Misi ................................................................................................ 53
3. Bidang Usaha ............................................................................................... 55
4. Struktur Organisasi ....................................................................................... 65
B. Data Fokus Penelitian ......................................................................................... 66
1. Penyebab Timbulnya Sengketa Pajak mengenai Pajak Penghasilan final di Pengadilan Pajak ......................................................................................... 66
2. Penyelesaian/penanganansengketa pajak mengenai pajak penghasilan final di pengadilan pajak ............................................................................................ 70
a. proses pelaksanaan penyelesaian sengketa banding atas kasus Pajak Penghasilan Badandi Pengadilan Pajak .................................................. 70
1) Surat Permohonan Banding........................................................... 70
2) Surat Uraian Banding dari Terbanding ........................................ 76
3) Tanggapan Atas Permohonan Banding ........................................ 79
4) Fakta dalam Persidangan .............................................................. 80
b. Hasil putusan sengketa banding atas kasus Pajak Penghasilan Badan di Pengadilan Pajak .................................................................................... 84
C. Pembahasan ........................................................................................................ 87
1. Dasar Koreksi Sengketa Banding .................................................................. 87
2. Dampak Putusan Pengadilan Pajak ............................................................... 91
BAB V. PENUTUP............................................................................................................ 95
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 95
B. Saran .................................................................................................................. 96
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 98
LAMPIRAN....................................................................................................................... 101
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1 Jumlah Berkas Sengketa Pajak Menurut Terbanding/Tergugat Tahun 2011-
2015 .................................................................................................................
4
2 Penelitian Terdahulu ........................................................................................ 10
3 Perbedaan Perhitungan PPh Badan terhutang Pemohon Banding
danTerbanding..................................................................................................
68
4 Hasil Perhitungan PPh dalam Keputusan Terbanding...................................... 69
5 Hasil Perhitungan Biaya Proposional di Cabang............................................ 73
6 Biaya Sehubungan Penghasilan Final............................................................... 76
7 Perhitungan Imbalan Bunga PT. YTH.............................................................. 93
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1 Grafik Jenis Putusan Pengadilan Pajak ............................................................. 5
2 Ringkasan Proses Pelaksanaan Banding ............................................................ 32
3 Kerangka Pemikiran............................................................................................ 42
4 Model Analisis Interaktif Miles & Huberman.................................................... 50
5 Struktur Organisasi PT. YTH ............................................................................. 65
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak merupakan bentuk kontribusi wajib warga negara yang telah
memenuhi syarat sebagai wajib pajak untuk membayar pajak ke kas negara tanpa
diberikan imbalan secara langsung. Kontribusi wajib bagi wajib pajak tersebut
memiliki aturan tersendiri yang diatur sesuai undang-undang dan peraturan
pemerintah yang berlaku di negara Indonesia. Ketentuan perpajakan yang diatur
untuk membantu wajib pajak dalam menghitung jumlah pajak yang terutang.
Suatu pemahaman terhadap peraturan perpajakan membantu untuk mengetahui
bagaimana penyelenggaraan pembukuan menurut aturan komersial yang dapat
disesuaikan dengan ketentuan perpajakan dalam mewujudkan pelaksanaan self
assesment system secara aktif.
Self assesment system merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang di
berikan oleh pihak pemerintah (fiskus) kepada wajib pajak untuk menghitung
sendiri besarnya pajak terutang. Sistem self assesment tersebut dapat
meningkatkan partisipasi rakyat dalam hal pemenuhan kewajiban membayar pajak
yang merupakan sumber penerimaan negara yang vital (Lubis dan
Toruan,2010:10). Teknik ini memiliki ciri-ciri yaitu :
a. wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri,
b. wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang,
c. fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
1
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan terkait
Self assesment system apabila terdapat kejanggalan dalam pelaporan pajaknya,
maka pihak fiskus dapat melakukan pemeriksaan pajak. Pemeriksaan pajak
merupakan kegiatan untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam pemenuhan
kewajiban perpajakan sesuai dengan Ketentuan Perundang-undangan Perpajakan
yang berlaku . Prosedur pemeriksaan pajak tidak dipungkiri dengan membutuhkan
proses waktu yang panjang untuk ditempuh dalam mendapatkan hasil. Tahapan
perjalanan panjang dalam pemeriksaan pajak tersebut dimulai di tahap Keberatan,
Banding, Gugatan, hingga Peninjauan Kembali (PK).
Selama prosedur pemeriksaan jika wajib pajak tidak menyetujui sebagian
atau seluruh hasil pemeriksaan, maka wajib pajak wajib memberikan tanggapan
tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP). Dalam hasil temuan
pemeriksaan yang berbentuk surat sanggahan dalam jangka waktu paling lama 7
hari kerja dan dapat memperpanjangnya yaitu jangka waktu paling lama 3 hari
kerja dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis. Kemudian, wajib pajak harus
diberi hak untuk hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP) yang
bertujuan melaksanakan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP) dimana
tercantum dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dan daftar hasil
pemeriksaan.
Proses pemeriksaan pajak dapat menghasilkan Surat Ketetapan Pajak
(SKP) yang telah diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Surat
Ketetapan Pajak tersebut dapat berupa Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
(SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak
1
Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
Selain itu dapat juga diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal
dikenakannya sanksi administrasi yang dapat berupa denda, bunga, serta
kenaikan. Surat Ketetapan Pajak (SKP) ini kemungkinan tidak disetujui oleh
Wajib Pajak sehingga menimbulkan persengketaan atau disebut dengan Sengketa
Pajak.
Sengketa pajak merupakan sengketa yang timbul dalam bidang
perpajakan antara wajib pajak (WP) atau penanggung Pajak dengan pejabat yang
berwenang (fiskus) sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan
Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan
berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Sengketa
Pajak bermula dari adanya beberapa proses pemeriksaan pajak, penelitian,
maupun verifikasi pajak oleh Aparat Pajak (Fiskus). Apabila sengketa tersebut
tidak dapat diselesaikan secara Internal, maka tahapan yang dapat diambil oleh
wajib pajak antaranya keberatan, banding, gugatan dan peninjauan kembali (PK).
Salah satu permasalahan sengketa pajak yang sering terjadi adalah Pajak
Penghasilan (PPh). Masalah akan timbul ketika terjadi perbedaan atas jumlah PPh
antara wajib pajak (WP) dengan Fiskus. Perbedaan tersebut bisa timbul karena
adanya perbedaan dasar hukum yang seharusnya digunakan, beda persepsi atas
ketentuan peraturan perpajakn, perselisian atas suatu transaksi tertentu atau bisa
juga disebabkan oleh hal-hal lainnya.
1
Wajib pajak yang merasa tidak puas dapat mengajukan keberatan atas
suatu surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Kemudian WP dapat melakukan banding jika masih tidak puas dengan putusan
keberatan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, atau bisa juga
melakukan upaya hukum melalui gugatan.
Sesuai dengan informasi yang di peroleh sekretariat pengadilan pajak yang
telah disajikan dalam bentuk tabel 1 terdapat jumlah berkas sengketa pajak
menurut Terbanding/Tergugat pada tahun 2011-2015.
Tabel 1. Jumlah Berkas Sengketa Pajak Menurut Terbanding/Tergugat
Tahun 2011-2015
No Terbanding/Tergugat Jumlah Berkas
2011 2012 2013 2014 2015
1 Dirjen Pajak 4.888 5.114 5.188 7.289 7.454
2 Dirjen Bea &Cukai 1.941 1.754 2.749 3.016 4.068
3 Pemda 236 485 462 561 964
TOTAL 7.065 7.353 8.399 10.866 12.486
Sumber:Sekretariat Pengadilan Pajak, Sekretariat jenderal Kementerian Keuangan
Republik Indonesia.(www.setpp.depkeu.go.id)
Berdasarkan tabel 1 dari sekretariat pengadilan pajak, diketahui bahwa
berkas sengketa pajak menurut terbanding/tergugat mulai tahun 2011 hingga
tahun 2015 cenderung meningkat. Peningkatan yang terjadi pada tahun 2015
dimana Dirjen Pajak sebagai Terbanding/Tergugat jumlah berkas yang masuk
adalah sebesar 7.454 berkas, naik 165 berkas dari jumlah berkas yang masuk
pada tahun 2014 sebesar 7.289 berkas. Pada tahun 2011-2015 jumlah berkas yang
masuk paling banyak yang menjadi Terbanding/Tergugat yaitu Dirjen Pajak.
Total berkas sengketa yang masuk dari tahun 2011-2015 mengalami peningkatan
http://www.setpp.depkeu.go.id/
1
dimana pada tahun 2011 total berkas yang masuk sebesar 7.065 berkas sedangkan
pada tahun 2015 jumlah berkas sengketa yang masuk sebesar 12.486 berkas.
Gambar 1: Grafik Jenis Putusan Dalam 5 Tahun Terakhir (2011-2015).
Sumber:Sekretariat Pengadilan Pajak, Sekretariat jenderal Kementerian Keuangan
Republik Indonesia.(www.setpp.depkeu.go.id)
Jenis putusan dalam waktu 5 tahun terakhir dimuali tahun 2011-2015 jenis
keputusan pengadilan pajak diketahui bahwa hasil keputusan pengadilan pajak
yang paling banyak mengabulkan seluruhnya, yaitu sebesar 46 persen Setelah itu
adalah menolak sebesar 24 persen ,tidak dapat diterima sebesar 14 persen
,mengabulkan sebagian sebesar 13 persen, membatalkan sebesar 2 persen,
pencabutan sebesar 1 persen dan menambah pajak yang harus dibayar sebesar 0
persen. Jumlah hasil putusan penyelesaian sengketa pajak tahun 2011-2015
sebesar 38.862.
Mengabulkan Seluruhnya
46%
Menolak 24%
Mengabulkan Sebagian
13%
Tidak Dapat
Diterima 14%
Pencabutan 1%
Menambah Pajak YMHD
0%
membatalkan 2%
Grafik Jenis Putusan Dalam 5 Tahun Terakhir (2011-2015)
http://www.setpp.depkeu.go.id/
1
Pengadilan pajak merupakan badan peradilan yang melaksanakan
Kekuasaan kehakiman di Indonesia bagi wajib pajak (WP) atau penanggung pajak
yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Selain itu, tujuan pembentukan
pengadilan pajak untuk mem-fasilitasi para pencari keadilan dalam menyelesaikan
sengketa perpajakannya secara adil, serta melalui prosedur yang cepat, sederhana
dan biaya murah. Dengan ini pengadilan pajak memberikan suatu produk hukum
berupa putusan akhir yang mempunyai kekuasaan hukum tetap.
Mengingat pentingnya peran suatu pengadilan pajak dalam menyelesaikan
sengketa pajak, maka PT. YTH yang sedang mengalami permasalahan di bidang
perpajakan mengajukan banding. PT. YTH mengajukan banding ke pengadilan
pajak atas sengketa pajak terhadap Keputusan Direktorat Jenderal Pajak tanggal
03 juli 2012, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak
Penghasilan Tahun 2009. Permohonan Keberatan PT. YTH atas Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar Pajak Penghasilan a quo, pemohon banding mengajukan
keberatan tanggal 13 juli 2011 dan dengan Keputusan Terbanding tanggal 03 juli
2012 permohonan Pemohon Banding tersebut ditolak. Dengan adanya keputusan
tersebut PT. YTH mengajukan banding ke Pengadilan Pajak pada tanggal 03
September 2012.
Dengan ini penulis tertarik untuk menganalisis kasus banding yang telah
dialami oleh PT. YTH terhadap SK keberatan yang diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal Pajak. Penulis mengambil kasus banding PT. YTH karena lengkapnya
data yang penulis peroleh, yang berasal dari penulis melakukan kegiatan magang.
Tidak semua data-data dari kasus banding tersedia, karena data tersebut bersifat
https://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan_kehakiman_di_Indonesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Wajib_pajakhttps://id.wikipedia.org/wiki/Pajak
1
rahasia. Dengan demikian, penulis akan mengambil judul “Analisis Penyelesaian
Sengketa Pajak mengenai Pajak Penghasilan Final di Pengadilan Pajak (studi
kasus pada PT. YTH tahun 2009)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah dari
skripsi ini sebagai berikut :
1. Apakah penyebab timbulnya sengketa pajak mengenai pajak penghasilan
final?
2. Bagaimana penyelesaian/penanganan sengketa pajak mengenai pajak
penghasilan final di pengadilan pajak?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. untuk mengetahui penyebab timbulnya sengketa pajak mengenai pajak
penghasilan final.
2. untuk mengetahui cara penyelesaian/penanganan sengketa pajak
mengenai pajak penghasilan final di pengadilan pajak.
D. Kontribusi penelitian
1. Kontribusi Teoritis
a. Bagi peneliti merupakan suatu kesempatan untuk mengaplikasikan
teori-teori yang telah diperoleh selama kuliah serta dapat menambah
atau memperkaya wawasan dan ilmu pengetahuan,
b. Bagi pihak lain, sebagai suatu karya ilmiah yang tentunya dapat
bermanfaat untuk memperluas wawasan dan pengetahuan serta dapat
1
dijdikan bahan pertimbangan untuk mengahadapi persoalan yang
sama.
2. Kontribusi Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pemikiran bagi pemerintah dan para wajib pajak (WP) serta pihak-pihak
yang terkait dengan pelaksanaan sengketa banding. Penelitian ini juga
diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan
tentang standar pemeriksaan, khususnya yang terkait dengan metode dan
teknik pemeriksaan.
E. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan ini merupakan gambaran umum mengenai isi
dari penelitian secara keseluruan. Penelitian ini terdiri dari tiga bab yang masing-
masing terbagi menjadi beberapa subbab. Adapun sistematika pembahasan
tersebut adalah :
Bab I : Pendahuluan
Pada bab ini penulis akan menyajikan latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematiak pembahasan.
Bab II : Kajian Pustaka
Bab ini menjelaskan kerangka pemikiran dari penulis dan berbagai
konsep-konsep yang akan digunakan sebagai landasan pemikiran terkait
dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini
Bab III : Metode Penelitian
1
Pada bab ini akan dijabarkan mengenai pendekatan penelitian yang
digunakan, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen
penelitian, analisis data, dan batasan penelitian.
Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pembahasan utama dari bab ini adalah tentang penyebab adanya
perbedaan penafsiranyang dialami oleh PT. YTH selaku pemohon
banding dengan Direktur Jenderal Pajak selaku Terbanding, serta
mengetahui dampak dari hasil putusan Pengadilan Pajak Terhadap PT.
YTH selaku Pemohon Banding.
Bab V : Penutup
Bab ini terdiri dari dua subbab yaitu kesimpulan yang merupakan
rangkuman atas seluruh isi skripsi ini, dan rekomendasi yang merupakan
masalah dari penulis atas hasil penelitian yang dilakukan .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Empiris
Berikut peneliti menyajikan penelitian terdahulu yang telah di teliti oleh
beberapa peniliti yang telah disajikan dalam bentuk tabel 2.
Tabel 2. Penelitian Terdahulu
Judul Penelitian Metpen Hasil
Penyelesaian
Sengketa Pajak
Bumi dan
Bangunan Di
Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan
Bangunan
Semarang
(Hadyanto, 2007)
1. Metode pendekatan yang
digunakan dalam
penelitian adalah
pendekatan yuridis
empiris
2. Spesifikasi penelitian dalam
penelitian ini
adalah penelitian
deskriptif analitis
3. Populasi dalam penelitian ini
adalah pejabat
yang
terkait/berwenang
menyelesaikan
sengketa pajak di
Kantor Pelayanan
Pajak Bumi Dan
Bangunan Kota
Semarang
4. Metode penentuan Sampel yang
digunakan adalah
penentuan
responden secara
purposive
sampling.
5. Teknik pengumpulan data
yang digunakan
1.Terjadinya sengketa pajak di
wilayah kerja Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan
Semarang adalah karena dalam
melakukan pemungutan Pajak Bumi
dan Bangunan ini kadang-kadang
terjadi selisih pendapat atau sengketa
pajak antara wajib pajak dan
pemerintah (dalam hal ini Kantor
Pajak) mengena besarnya pajak yang
harus dibayarkan.
2.Upaya-upaya hukum yang dapat
ditempuh oleh wajib pajak apabila
terjadi sengketa pajak tersebut
dengan cara : keberatan, Banding,
gugatan dan peninjauan kembali.
3.Penyelesaian sengketa pajak yang
dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan adalah dengan
pemeriksaan Surat Keberatan yang
diajukan oleh wajib pajak. Apabila
alasan keberatan yang diajukan oleh
wajib pajak terbukti benar maka
keberatan tersebut akan dikabulkan,
namun sebaliknya apabila tidak
terbukti dan tidak sesuai dengan data
yang ada di lapangan maka
keberatan tersebut akan ditolak.
adalah data primer
dan data sekunder.
Analisis Sengketa
Pajak
Pertambahan
Nilai Atas Kasus
Banding
Perusahaan “X”
melalui
pengadilan Pajak
(Studi Kasus di
Pengadilan
Pajak)
(Lisnawati, 2009)
1. Ruang lingkup penelitian adalah
pegadilan pajak,
metode penelitian
deskriptif analisis.
2. Metode penentuan sempel
menggunakan
metode judgmen
sampling.
3. Metode pengumpulan data:
data sekunder dan
data primer
4. Metode analisis data adalah analisis
kualitatif dan
kuantitatif
1. Permohonan banding yang terjadi diawali dengan adanya sengketa
atau ketidaksetujuan wajib pajak
atas ketetapan pajak yang
diterbitkan oleh fiskus yaitu
SKPLB PPN Barang dan Jasa
Masa Pajak Desember 2005
sebesar Rp 248.271.902,00 dan
merupakan Jasa Kena Pajak, tetapi
menurut wajib pajak sebesar RP.
440.107.627,00 dan Usahanya
merupakan Ekspor Jasa yang tidak
kena pajak.
2. Dari hasil pemeriksaan majelis atas data yang ada bahwa perusahaan
PT “X” merupakan perusahaan
yang bergerak dalam bidang jasa
pembuatan peta digital dengan
transaksi kepada perusahaan luar
negeri. Sesuai dengan peraturan
pemerintah nomor 24 tahun 2002
penyerahan peta digital tersebut
termasuk sebagai ekspor jasa yang
tidak terdapat obyek PPNnya.
3. Penyerahan jasa pembuatan peta digital sebesar Rp.
1.544.950.362,00 adalah
diserahkan dan dimanfaatkan di
luar Daerah Pabean sehingga tidak
terutang PPN. Maka koreksi positif
DPP PPN penyerahan yang
PPNnya harus dipungut sebesar
Rp.1.544.950.362,00 itu tidak
dapat dipertahankan.
4. Jumlah pajak masukan sebesar Rp. 427.510.097,00 itu tidak dapat
diperhitungkan/ dikreditkan untuk
Masa Pajak Desember 2005 karena
jasa pembutan peta digital ke Luar
Daerah Pabean sebagai ekspor jasa
yang tidak terutang PNN.
Pengadilan Pajak memutuskan
untuk mengabulkan sebagian
permohonan banding PT “X”
sehingga jumlah pajak yang lebih
bayar menjadi nihil.
Analisis
Pelaksanaa
Penyelesaian
Sengketa
Banding Tarif
Bea Masuk di
Pengadilan Pajak
(Studi Kasus
Pada PT. 31 di
Pengadilan
Pajak) (Rasfina,
2012)
1. Pendekatan penelitian yang
digunakan oleh
peneliti adalah
pendekatan
kualitatif
2. Jenis penelitian adalah penelitian
deskriptif
3. Metode pengumpulan data
yang digunakan
adalah studi
pustaka, studi
lapangan (Field
Research)
1. Adanya keberatan atas penetapan klasifikasi barang ke dalam pos
tarif 7606.11.00.90 dengan bea
masuk 10% yang telah
dikemukakan oleh pemohon
banding. Pemohon banding tetap
mempertahankan bahwa pos tarif
7606.12.39.20 dengan bea masuk
5%.
2. Surat uraian Banding yang telah diserahkan, terbanding hanya
menjelaskan alasan yang tercantum
dalam keputusan keberatan KEP-
5238/KPU.01/2008 tanggal 15
Oktober 2008.
3. Putusan pengadilan pajak menolak permohonan banding PT. 31
sehingga klasifikasi Alumunium
foil stock ditetapkan sesuai dengan
keputusan Terbanding dan bea
masuk dan pajak dalam rangka
impor yang masih harus dibayar
sesuai dengan SPKPBM sebesar
Rp. 105.600.398
Analisis
Penyelesaian
Sengketa
Banding Atas
Kasus, Pajak
Pertambahan
Nilai di
Pengadilan Pajak
(Studi Kasus PT
OP) (Sahid,
2015)
1. Jenis penelitian adalah penelitian
deskriptif dengan
pendekatan
kualitatif
2. Teknik pengumpulan data
: studi
dokumentasi dan
studi lapangan.
3. Analisis data dengan model
interaktif dengan
tahap yaitu reduksi
data, penyajian
data, dan penarikan
kesimpulan.
1. SKPKB berisi beberapa koreksi antara lain:
a). Koreksi atas ekspor menjadi
penjualan lokal sebesar Rp.
3.198.483,00;
b). Koreksi atas penerimaan
kembali barang reject sebesar Rp.
571.111.475,00;
c). Koreksi atas pinjaman dari
Tuan AR menjadi penjualan lokal
sebesar Rp. 65.409.696.357,00.
2. Pemohon banding tidak dapat memenuhi permintaan dokumen
yang telah diminta oleh terbanding
atas transaksi aliran uang sebesar
Rp. 71.355.240.355,00 sebagai
hutang-piutang dan pembayaran
bunga pinjaman.
3. Putusan Pengadilan Pajak Nomor 40455/PP/M.VI/16/2012 yang
mengabulkan seluruhnya
permohonan banding. Sehingga
Pemohon banding mendapatan
imbalan bunga atas kelebihan pajak
yang telah dibayar.
Sumber: Diolah Oleh Peneliti
B. Tinjauan Teoritis
1. Pengertian Pajak
Definisi Pajak menurut Pasal 1 UU No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang
Undang, dengan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedang
menurut Seligman dalam Mulyo (2002:5) menyatakan bahwa “ Tax is compulsory
Contribution from the person, to the goverment to defray the expenses incurred in
the common interest of all, without reference to special benefit conferred.”
Andriani dalam Brotodiharjo (1993: 2) menyatakan bahwa, “pajak adalah
iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang)
dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung tugas untuk menyelenggarakan pemerintahan’.
Mardiasmo (2011: 1) mengemukakan beberapa unsur-unsur yang
melekat dalam pengertian pajak yaitu:
http://www.gudangmateri.com/2011/04/revisi-pada-uu-kup.htmlhttp://www.gudangmateri.com/2011/04/revisi-pada-uu-kup.html
a. Iuran/pungutan dari rakyat untuk negara Dalam unsur ini, pajak dapat diartikan sebagai peralihan kekayaan
dari sektor pemerintah ke sektor publik dan bahwa tidak ada pajak
selain yang dipungut oleh negara serta berupa uang (bukan barang).
b. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang Karena pajak bersifat mengikat dan memaksa, maka pajak harus
berdasarkan undang-undang dan peraturan-peraturan yang baku. Unsur
ini menunjukkan bahwa meskipun pajak dipungut oleh negara,
pemerintah tidak boleh semena-mena memungut pajak dari rakyat
tetapi harus sesuai undang-undang dan peraturan-peraturan.
c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi Unsur ini menunjukkan bahwa pajak yang dibayarkan rakyat tidak
mendapatkan timbal jasa ataupun kontraprestasi dari negara secara
langsung.
d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara
Berdasarkan definisi pajak tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa
pajak adalah suatu iuran wajib yang dibebankan kepada masyarakat terhadap kas
negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dimana masyarakat
tidak mendapatkan imbalan secara langsung melainkan digunakan untuk
pengeluaran umum dan kesejahteraan masyarakat.
2. Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan diatur dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan selanjutnya disebut PPh sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan. Kemudian pemerintah mengubah lagi menjadi Undang-
Undang No 36 Tahun 2008.
Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan
perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya yang diterima atau diperoleh
selama satu tahun pajak. Pajak penghasilan bisa diberlakukan tarif progresif,
proporsional, atau regresif.
a. Subyek Pajak
Definisi subyek pajak menurut Waluyo (2002:54), “Subyek Pajak
adalah sebagai orang yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan
pajak”. Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subyek Pajak berkenaan
dngan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
Waluyo (2002:54) Subyek Pajak meliputi Orang Pribadi, warisan yang belum
terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap, sebagai berikut :
1. Orang Pribadi
Orang pribadi sebagai subyek pajak dapat bertempat tinggal atau
berada di Indonesia ataupub di luar Indoneia.
2. Warisan yang belum dibagi
Warisan yang belum terbagi dimaksudkan merupakan subyek pajak
pengganti menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Masalah
penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subyek pajak pengganti
dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari
warisan tetap dapat dilaksanakan.
3. Badan
Salah satu subyek pajak menurut Pasal 2 Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983, tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah terakhir
menjadi dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 adalah subjek
Pajak Badan. Pengertian Badan menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2009 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
didefinisikan sebagai berikut :
Badan adalah sekumpulan orang dan/ atau modal yang merupakan
kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan, komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan
nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk
badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha
tetap.
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (duabelas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di Indonesia. Bentuk usaha tetap ini ditentukan
sebagai subyek pajak tersendiri yang terpisah dari badan.
Mulyo Agung (2008: 1) Subjek Pajak dapat dibedakan menjadi dua
yaitu:
1. Subjek Pajak Badan Dalam Negeri a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang
pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau
orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia
dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi Perseroan Terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama
dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga,
bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk
reksadana.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan menggantikan yang berhak.
2. Subjek Pajak Badan Luar Negeri. a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, dan badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang memperoleh atau menerima
penghasilan di Indonesia baik melalui BUT di Indonesia;
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, dan badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang memperoleh atau menerima
penghasilan di Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Tidak termasuk Subyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
Undang-undang PPh adalah:
1. Kantor perwakilan negara asing; 2. Pejabat-pejabat diplomatik, dan konsulat atau orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negar
Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya perlakuan timbal
balik;
3. Organisasi-organisasi Internasional dengan syarat: a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan
pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran
para anggota;
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi Internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia
dan tidak mmenjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari indonesia.
b. Obyek Pajak
Menurut UU PPh No. 36 tahun 2008 Pasal 4 ayat 1 huruf p tentang Pajak
Penghasilan “objek Pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi untuk
menambah kekayaan wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apapun”.
Obyek pajak penghasilan menurut Pasal 4 UU No 36 Tahun 2008 adalah:
1. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
2. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; 3. laba usaha; 4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
a. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya;
c. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama
dan dalam bentuk apa pun;
d. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
e. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau
permodalan dalam perusahaan pertambangan;
5. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
6. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
7. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi
8. royalti atau imbalan atas penggunaan hak; 9. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 10. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; 11. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12. keuntungan selisih kurs mata uang asing; 13. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; 14. premi asuransi; 15. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
17. penghasilan dari usaha berbasis syariah; 18. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
19. surplus Bank Indonesia
c. Tarif Pajak Penghasilan
Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sesuai Pasal 17
ayat 1 huruf b tarifnya adalah 28% untuk tahun 2009. Tarif tertinggi
sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat 1 huruf a dapat diturunkan
menjadi paling rendah 25% yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Tarif
yang diberlakukan sejak tahun 2010 sebagaimana telah diatur pada Pasal 17
ayat 1 huruf a sebesar 25%.
Berdasarkan Pasal 31 E ayat 1 wajib pajak badan dalam negeri dengan
peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000,00 mendapat fasilitas
berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat 1 huruf b ayat 2a yang dikenakan atas penghasilan kena pajak
dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00. PP 46
Tahun 2013 wajib pajak badan yang memenuhi kriteria dalam PP 46 Tahun
2013 dikenakan tarif 1% dari penyerahan bruto.
d. Cara Menghitug Pajak Penghasilan
Cara menghitung Pajak Penghasilan adalah dengan mengalikan tarif
Pajak dengan Penghasilan Kena Pajak.
Pajak Terutang= Tarif Pajak X Penghasilan Kena Pajak.
3. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2
a. Subyek Pajak Pasal 4 ayat 2
Subyek PPh Pasal 4 ayat (2) yaitu orang pribadi, badan, dan Bentuk
Usaha Tetap (BUT). Berdasarkan UU PPh yang ditunjuk sebagai Pemotong PPh
Pasal 4 ayat (2) adalah :
1. Badan Pemerintah; 2. Subyek pajak badan dalam negeri; 3. Penyelenggara kegiatan; 4. Bentuk Usaha Tetap; 5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya; 6. Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk
oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai Pemotong Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat (2) yaitu:
1) Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali Pejabat Akta Tanah tersebut adalah camat,
pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas;
2) Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembyaran berupa sewa Tanah dan Bangunan.
b. Obyek Pajak Pasal 4 ayat 2
Sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) penghasilan yang dikenai PPh Final
adalah “apabila wajib pajak semata-mata hanya bergerak di bidang usaha
yang menjadi obyek PPh Pasal 4 ayat (2), maka wajib pajak tidak lagi harus
memperhitugkan kewajiban pajak terhutang atas penghasilan yang telah
dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) ersebut pada akhir tahun, serta tidak perlu lagi
membayar anggsuran PPh Pasal 25 “.
Bagi perusahaan yang bidang usahanya terdiri dri sebagian obyek PPh
Final dan sebagai lagi bukan obyek PPh Final, maka dalam menghitung
besarnya PPh terutang selama satu tahun, penghasilan dan biaya yang
berhubungan dengan penghasilan yang dikenakan PPh final tidak
diperhitungkan.
Obyek pajak yang dikenai PPh final Pasal 4 ayat 2 antara lain :
1. Bunga Tabungan/Deposito/Diskonto SBI; 2. Bunga simpanan koperasi; hadih undian; 3. sewa tanah dan/atau bangunan untuk perorangan; 4. sewa tanah dan/atau bangunan untuk badan; 5. jasa pelaksanaan kontruksi; 6. jasa perencana kontruksi; 7. jasa pengawas kontruksi.
Pedoman pelaksanaan perpajakan tiim penyusun (2014:250)
menyatakan jenis biaya yang merupakan obyek PPh Pasal 4 ayat (2) di PT
YTH adalah :
1. Biaya Pemeliharaan a. Biaya pemelihara bangunan faspel; b. Biaya pemeliharaan alat2 faspel; c. Biaya pemeliharaan jalan dan bangunan; d. Biaya pemeliharaan emplasemen.
2. Aktiva dalam Kontruksi (ADK) a. Bangunan fasilitas pelabuhan; b. Alat-alat fasilitas pelabuhan; c. Instalasi fasilitas pelabuhan; d. Jalan dan bangunan; e. Emplesemen; f. Fasilitas docking kapal.
Pedoman pelaksanaan perpajakan tiim penyusun (2014:261) jenis
pendapatan yang merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) di PT YTH yang
dipotong pihak lain adalah :
1. Pendapatan Pelayanan Barang a. gudang (persewaan secara lumpsum); dan b. lapangan (persewaan secara lumpsum);
2. Pendapatan Pengusaha TBAL a. Pendapatan Sewa Tanah Daratan b. Pendapatan Sewa Perairan c. Pendapatan Sewa Bangunan
3. Pendapatan Rupa-rupa Usaha: Fasilitas Pelabuhan TPS 4. Pendapatan Diluar Usaha
a. Jasa Bank b. Bunga Deposito c. Bunga Obligasi
c. Tarif Pajak Penghasilan Final
Sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, atas penghasilan berupa bunga
deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghsilan dari transaksi saham
sekuritas lainnya dibursa efek, penghasilan dari persewaan berupa tanah dan atau
bangunan serta penghasilan tertentu lainnya (persewaan yang dilakukan secara
lumpsum misalnya gudang, lapangan penumpukan) pengenaan pajaknya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pedoman pelaksanaan perpajakan tiim penyusun (2014:262) berikut
pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebagai berikut:
1. Transaksi penjualan saham pendiri, dan saham non-founder (bukan
pendiri), tarif 0,1% dari nilai transaksi, sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun 2013.
2. Transaksi derivatif dalam bentuk berjangka panjang yang
diperdagangkan di bursa, dengan tarif sebesar 2,5% dari margin awal,
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2009.
3. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi masing-masing dengan tarif sebesar 0%
(simpanan sampai dengan Rp. 240.000 per bulan) dan 10% ( simpanan
lebih dari Rp. 240.000 per bulan) sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 15 tahun 2009.
4. Sewa atas tanah dan / atau bangunan, dengan tarif 10% dari penghasilan
bruto sebagaimana diatur dalam KEP-227/PJ./2002
5. Pengalihan hak atas tanah dan / atau bangunan (termasuk usaha real
estate), tarif sebesar 5% sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 71 tahun 2008.
6. Bunga deposito dan jenis-jenis tabungan, Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) dan diskon jasa giro, tarif sebesar 20% sebagaimana diatur dalam
PP Nomor 16 Tahun 2009
7. Hadiah lotere / undian, tarif sebesar 25% sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 132 tahun 2000.
8. Bunga dari kewajiban, dengan berbagai tarif dari 0% sampai 20%.
Penjelasan lebih lanjut dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 16 tahun 2009 dan turunannya Peraturan Pemerintah Nomor
100 Tahun 2013.
9. Jasa konstruksi, dengan berbagai tarif dari 2% sampai 6%. Penjelasan
lebih lanjut dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51
tahun 2008 dan turunannya Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun
2009.
10. Dividen yang diterima oleh Indonesia Wajib Pajak orang pribadi, tarif
sebesar 10% sebagaimana diatur dalam PP Nomor 19 Tahun2009
11. Transaksi penjualan saham atau pengalihan ibukota mitra perusahaan
yang diterima oleh modal usaha, dengan tarif 0,1% sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1995.
4. Sengketa Pajak
Sengketa pajak dalam proses Banding atau sengketa Banding merupakan
sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan atara Wajib Pajak (WP) dengan
pihak Fiskus (Direktorat Jenderal Pajak), mengenai keputusan Keberatan yang
tidak disepakati oleh pihak Wajib Pajak (WP). Jadi, sebagaimana halnya
keberatan, Wajib Pajak atau penanggung pajak yang berhak mengajukan Banding.
Sengketa banding bisa menyangkut masalah formal ataupun material,
namun kebanyakan wajib pajak menyangka sengketa banding hanya menyangkut
sengketa material. Sengketa biasanya di mulai oleh pihak fiskus pada saat
melaksanaan pemeriksaan terhadap wajib pajak atau penanggung pajak yang
bersangkutan. Sundoro (2004:40) menyatakan bahwa, Sengketa banding dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Sengketa Formal
Sengketa Formal terjadi apabila wajib pajak (WP) atau pihak
Fiskus atau pihak keduanya tidak mematuhi prosedur dan tata cara yang
telah ditetapkan oleh Undang-Undang Perpajakan, khususnya Undang-
undang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan atau Undang-undang
Pengadilan Pajak. Undang-undang KUP telah menetapkan prosedur dan tata
cara pemeriksaan pajak, mulai dari penerbitan ketetapan pajak, sampai
penerbitan keputusan keberatan. Apabila terjadi pelanggaran ketentuan
yang dilakukan oleh pihak fiskus, maka pelanggaran itu yang dapat
menimbulkan sengketa formal dari pihak Fiskus.
2. Sengketa Material
Sengketa material merupakan sengketa yang terjadi apabila terjadi
perbedaan jumlah pajak yang telah terutang oleh Wajib Pajak atau
perbedaan jumlah pajak yang dibayar lebih bayar. Menurut perhitungan
fiskus dalam kasus restitusi yang telah tercantum dalam ketetapam pajak
dengan jumlah pajak yang terutang menurut wajib pajak itu lebih bayar.
Perbedaan pendapat itu bisa terjadi karena adanya perbedaan pendapat
mengenai dasar hukum yang digunakan, perbedaan persepsi mengenai
Ketentuan umum dan tata cara perpajakan dan perselisihan transaksi
tertentu. Hal tersebut dapat mengakibatkan jumlah pajak yang terutang
menurut perhitungan wajib pajak dan pihak fiskus mengalami perbedaan.
Sengketa formal maupun sengketa material sangat menentukan
hasil akhir putusan yang dibandingkan. Proses banding yang terjadi di
pengadilan pajak, hakim yang bertugas akan melakukan pemeriksaan formal
terlebih dahulu sebelum memulai pemeriksaan materi sengketa yang di
permasalahkan. Cara itu dilakukan untuk memenuhi prosedur yang sudah
ditetapkan oleh Undang-undang pengadilan pajak. Pemohon banding akan
diperiksa lebih lanjut ke tahap pemeriksaan materi sengketa apabila
pemohon banding tidak memenuhi ketentuan formal.
Sengketa pajak diselesaikan melalui sebuah badan peradilan yang
ada di masing-masing negara. Pertama, badan peradilan yang telah
menyelesaikan sengketa berada sebagai pihak yang independen. Kedua,
badan peradilan administrasi murni berada pada tingkat selanjutnya setelah
upaya administrasi telah dilakukan untuk menyelesaikan sengketa tersebut.
Terakhir, badan peradilan dapat memeriksa dan memutuskan sengketa ila
suatu upaya administrasi tidak dapat terselesaikan.
a. Keberatan
Dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan
kemungkinan terjadi bahwa wajib pajak merasa kurang atau tidak puas atas
suatu ketetapan pajak yang dikenakan padanya atau atas
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga . Pengertian keberatan menurut
para ahli lebih dititikberatkan dengan adanya ketidaksetujuan, ketidak
puasan yang disebabkan oleh sesuatu hal yang berasal dari ketidak adilan.
Jadi keberatan merupakan suatu proses yang masih memerlukan klasifikasi
mengenai yang menjadi pokok sengketa antara Wajib Pajak dan Pihak
Fiskus ( Direktorat Jenderal Pajak) di lain pihak. Keberatan merupakan
salah satu proses atau ara penyelesaian sengketa pajak yang dilakukan oleh
wajib pajak untuk memperoleh keadilan. Sesuai dengan Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Pasal 29 Ayat (1a), (1b), (1c), (1d), (1e) hal ini wajib pajak dapat
mengajukan keberatan atas :
Pasal 25
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktorat
Jenderal Pajak atas suatu:
(1a) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(1b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(1c) Surat Ketetapan Pajak Nihil
(1d) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
(1e) Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Keberatan dimaksudkan diajukan wajib pajak kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak di tempat wajib pajak tersebut terdaftar. Keberatan
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan
jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau
jumlah rugi menurut penghitungan wajib pajak dengan disertai alasan yang
menjadi dasar penghitungan. Keberatan harus diajukan dalam Jangka waktu
3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal
pemotongan atau pemungutan pajak kecuali apabila wajib pajak dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaannya.
Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan bukan
merupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak
diterbitkan Surat Keputusan Keberatan (Ahmad Komara, 2012:91).
Pengajuan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan dan tidak diterbitkan
surat keputusan keberatan tersebut akan diberitahukan secara tertulis kepada
wajib pajak (WP). Wajib pajak dapat mencabut pengajuan keberatan yang
telah disampaikan Direktur Jenderal Pajak sepanjang Syurat Pemberitahuan
Untuk Hadir belum disampaikan kepada wajib pajak (WP). Dalam Pasal 36
Ayat (1) huruf b UU KUP menyebutkan “ Wajib Pajak yang mencabut
pengajuan keberatan tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau
pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar”.
b. Banding
Banding merupakan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib
pajak (WP) atau penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat
diajukan banding. Keputusan dimaksudkan suatu penetapan tertulis di
bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang berdasarkan
peraturan perundangan-undangan perpajakan dan dalam rangka pelaksaan
UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Banding diawali dengan adanya sengketa atau perbedaan pendapat
antara wajib pajak dengan pihak fiskus atas ketidaksetujuan atas ketetapan
pajak yang diterbitkan oleh fiskus. Sebagaimana yang telah diketahui,
ketetapan pajak diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah
dilakukan oleh pihak fiskus, baik melalui pemeriksaan lapangan maupun
pemeriksaan kantor. Pemeriksaan yang terjadi akan menghasilkan koreksi-
koreksi fiskal, dan biasanya akan menyebabkan jumlah utang pajak yang
dibebankan kepada wajib pajak lebih besar dari pada jumlah pajak yang
terutang menurut wajib pajak. Koreksi fiskal yang terjadi dapat juga
menyebabkan jumlah pajak yang lebih bayar menurut fiskus menjadi lebih
kecil dari jumlah pajak lebih bayar menurut wajib pajak.
Komara (2012:100) mengungkapkan bahwa Permohonan banding
diajukan dengan surat banding yang harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a) Diajukan tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak;
b) Disampaikan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima keputusan yang dibandig, kecuali keadaan di luar
kekuasaan pemohon banding;
c) Terdapat 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) surat banding; d) Disertai alasan-alasan yang jelas dan dicantumkan tanggal diterima
surat keputusan yang dibandingkan;
e) Dilampirkan salinan keputusan yang dibandingkan; dan f) Dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak
terutang, banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang
terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen).
Pemohon Banding dalam melengkapi surat bandinya untuk
memenuhi persyaratan-persyaratan di atas sepanjang masih dalam
jangka 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima keputusan yang dibanding.
Untuk keperluan pengajuan permohonan banding, wajib pajak dapat
meminta keteranga secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar surat
keputusan keberatan yang diterbitkan, dan Direktor Jenderal Pajak
wajibmemberikan keterangan yang diminta tersebut.
Dalam Undang-undang nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 9 ayat (3) dan (3a) diatur bahwa
apabila wajib pajak mengajukan banding, maka jangka waktu pajak
sebagaimana dalam :
Pasal 9
(3). Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dan
Surat Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan
Banding, serta Surat Peninjauan Kembali, yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,
harus dilunasidalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak
tanggal diterbitkan,
(3a). Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak usaha kecil
dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan
sebagaimana dimaksudkan pada ayat (3) dapat diperpanjang
paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Dengan berlakunya Undang-undang nomor 26 Tahun 2007
tentang perubahan ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, maka jumlah
pajak yang belum dibayar tidak termasuk sebagai utang pajak. Artinya,
pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan
Keberatan yang diterbitkan kepada Wajib Pajak adalah 0. Hal ini diatur
dalam Pasal 27 ayat (5a), (5b) dan (5c) yang berbunyi:
Pasal 27
(5a) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka waktu
pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(3), ayat (3a), atau Pasal 25 ayat (7), atas jumlah pajak yang
belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh
sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan
Putusan Banding.
(5b) jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan
permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada saat
ayat (5a) tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a).
(5c) jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan
permohonan banding belum merupakan pajak yang terutang
sampai dengan Putusan Banding diterbitkan.
Secara ringkas dapat digambarkan proses pelaksanaan banding
dengan acara biasa, sebagai berikut :
Gambar 2 : Ringkasan Proses Pelaksanaan Bandig
Sumber: Indonesia Tax Review
Keterngan :
Gambar diatas menjelaskan proses banding yang memenuhi ketntuan formal Jangka waktu yang tercantum dalam gambar 3 adalah jangka waktu maksimal (paling
lambat)
PP = Pengadilan Pajak WP = Wajib Pajak Terbanding = Fiskus (pejabat berwenang yang mewakili DJP) SUB (Surat Uraian Banding)
Dari gambar 2 diatas dapat dijelaskan bahwa proses banding
terjadi karena adanya penolakan oleh KPP ataskeberatan yang diajukan
SKP WP mengajukan
Surat Keberatan
Surat Keputusan
Keberatan
WP mengajukan
Surat Banding
PP mengirim
permintaan SUB
ke Terbanding
Terbanding
mengirim
SUB ke PP
PP mengirim
fotokopi
SUB ke WP
WP mengirim
Surat Bantahan
ke PP
PP mengirim
copy Surat
Bantahan ke
Terbanding
Persidangan
Banding di
PP
Putusan Banding
3 Bulan
3 Bulan 12 Bulan
12 Bulan
6 Bulan
14
Hari
30 Hari
14
Hari 3 Bulan 14
Hari
oleh wjib pajak. Sesuai dengan ketentuan formal pengajukan banding ,
permohonan banding sudah harus diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan
sejak diterimanya surat penolakan keberatan oleh KPP. Selanjutnya,
oleh Pengadilan Pajak, surat permohonan banding tersebut salinannya
akan diberikan kepada Terbanding.
Atas surat banding tersebut Terbanding dalam hal ini Fiskus
diminta oleh Pengadilan Pajak untuk memberikan tanggapan berupa
Surat Uraian Bading (SUB) kepada Pengadilan Pajak yang selanjutnya
oleh Pengadilan Pajak diberikan salinannya kepada Wajib Pajak.
Setelah itu Wajib Pajak sebagai Pemohon Banding bisa memberikan
tanggapan melalui surat yang disebut Surat Bantahan. Proses tersebut
tidak selalu terjadi, karena dalam prakteknya terdapat kejadian di mana
Pemohon Banding hanya memberikan surat bandingnya kepada
Pengadilan Pajak, atau fiskus tidak memberikan tanggapan melalui
Surat Uraian Bandingnya atas banding yang dilakukan oleh Pemohon
Banding. Dengan proses yang selesai, barulah persidangan
diselenggarakan. Dalam proses persidangan biasanya Majelis terlebih
dahulu melakukan pemeriksaan ketentuan formal pengajuan banding.
Apabila ketentuan formal telah terpenuhi, maka barulah diadakan
pemeriksaan atas materi sengketa banding.
c. Gugatan
Berdasarkan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No.14 Tahun 2002
Tentang Pengadilan Pajak definisi gugatan adalah: “Gugatan adalah upaya
hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak
terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat
diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku”
Ahmad Komara (2012:102) menyatakan Permohonan gugatan dapat
diajukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak terhadap) :
a. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
b. Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak; c. Keputusan yang berkaitan dengan plaksanaan keputusan
perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan
Pasal 26; atau
d. Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitan tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara
yang telah diatur dalam Ketentuan Perundang-undangan perpajakan
hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.
Tata cara pengajuan Gugatan dengan mengajukan surat gugatan
dalam bahasa Indonesia. Terhadap pelaksanaan penagihan pajak, gugatan
diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal
pelaksanaan penagihan. Akan tetapi, keputusan selain gugatan terhadap
pelaksanaan penagihan pajak adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
diterima keputusan yang digugat. Surat gugatan harus ditandatangani dan
apabila surat gugatan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak harus
dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 32
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000.
Apabila selama proses gugatan, penggugat meninggal dunia, gugatan
dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum ahli warisnya dan
penggugat pailit. Sementara apabila selama proses gugatan, penggugat
melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan usaha atau likuidasi,
permohonan dapat dilanjutkan oleh pihak yang meerima
pertanggungjawaban karena hal tersebut. Gugatan tidak menunda atau
menghalangi dilaksanakannya penagihan pajak atau kewajiban perpajakan,
penggugat dapat mengajukan permohonan penundaan penagihan pajak
selama pemeriksaan sengketa pajak sedang berjalan, sampai adanya
keputusan dari pengadilan pajak.
5. Pengadilan Pajak
Pengadilan pajak didirikan dengan suatu asumsi bahwa upaya
peningkatan penerimaan pajak pusat dan daerah, bea masuk dan cukai, dan pajak
daerah dalam prakteknya terkadang dilakukan tanpa adanya peningkatan keadilan
terhadap para wajib pajak itu sendiri. Karenanya, wajib pajak seringkali
merasakan bahwa peningkatan kewajiban perpajakan/bea tidak memenuhi asas
keadilan, sehingga menimbulkan berbagai sengketa antara instansi perpajakan,
dirasakan adanya suatu kebutuhan untuk mendirikan suatu badan peradilan khusus
untuk menanganinya. Sebelum adanya nama pengadilan pajak sudah didirikan
sebelumnya lembaga khusus penyelesainya sengketa pajak yang dikenal dengan
nama Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP).
Status pengadilan pajak dalam masyarakat hukum yaitu badan hukum
yang memiliki tujuan untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara
masyarakat dan badan tata usaha perpajakan dan berkaitan dengan keputusan yang
telah dikeluarkan oleh pejabat yang terkait di lingkungan perpajakan. Keputusan
tersebut berupa kewajiban melakukan sesuatu dan harus dilaksanakan oleh badan
hukum. Kewajiban yang ditimbulkan dari fiskus berupa keputusan tersebut tidak
dapat diterima sehingga menimbulkan perselisihan atas sengketa yang harus
diselesaikan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan), dikatakan bahwa Wajib Pajak dapat
mengajukan permohonan banding hanya kepada badan pengadilan pajak terhadap
keberatannya mengenai keputusan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Pajak. Peraturan ini menunjukkan bahwa putusan yanng telah dikeluarkan oleh
pengadilan pajak merupakan keputusan tata usaha negara maka pengadilan pajak
merupakan pengadilan yang berdiri sendiri dan mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi dari pengadilan tingkat pertama.
Peradilan perpajakan merupakan peradilan administrasi dalam arti yang
sempit, pemeriksaan dan putusan pengadilan ini atas perkara sengketa
administrasi murni yaitu perkara tersebut bukan merupakan pelanggaran dalam
lingkup pidana yang tidak dapat terselesaikan dengan keputusan pejabat publik
dan memerlukan suatu wadah yang dapat menjadi penengah antara Wajib Pajak
dan Fiskus yang memberikan keputusan yang adil.
Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
yang selanjutnya disebut dengan Undang-undang Kehakiman telah melahirkan
pandangan bahwa Pengadilan Pajak merupakan peradilan di luar sistem peradilan
di Indonesia meskipun seharusnya setiap bulan peradilan yang ada merupakan
bagian dari Mahkamah Agung.
Kedudukan Pengadilan Pajak sebenarnya telah tercermin pemisahan
antara kekuasaan eksekutif yang berada di bawah Departemen Keuangan,
sedangkan kekuasaan yudikatif berada di bawah Mahkamah Agung. Hal tersebut
berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka
sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009
tentang Mahkamah Agung selanjutnya disebut dengan Undang-undang
Mahkamah Agung, Pengadilan Pajak sebagai salah satu pemegang kekuasaan
kehakiman yang merdeka, kemandirian hakim Pengadilan Pajak dalam memutus
sengketa pajak dijamin oleh Undang-undang. Sehingga sekalipun tidak
diungkapkan bahwa Pengadilan Pajak merupakan bagian dari lembaga yudikatif,
penyelenggarannya masih sama dengan lembaga peradilan lainnya.
6. Persiapan Persidangan
Menurut KUP persiapan persidangan yang berdasarkan UU Pengadilan
pajak itu ada beberapa tahap, diantaranya:
a. Tindak Lanjut Surat Banding atau Surat Gugatan, dan Surat Bantahan
Pengadilan pajak meminta surat uraian banding atau surat tanggapan atas
surat banding atau surat gugatan kepada terbanding atau tergugat dalam jangka
waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima surat banding atau surat
gugatan sesuai dengan UU No 14 Tahun 2002 Pasal 44 ayat (1). Menurut Pasal
4 ayat (2) dalam hal pemohon banding mengirimkan surat atau dokumen
susulan kepada Pengadilan Pajak (sesuai Pasal 38), jangka waktu 14 (empat
belas) hari sejak tanggal diterima urat Banding atau Surat Gugatan dihitung
sejak tanggal diterima surat atau dokumen susulan.
b. Surat Uraian Bandin Atas Surat Tanggapan
UU No 14 Tahun 2002 Pasal 45 Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat
Uraian Banding atau Surat Tanggapan dalam jangka waktu :
a) 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Uraian Banding; atau
b) 1 (satu) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Tanggapan.
Surat Uraian Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak
yang berisi jawaban atas alasan Banding yang diajukan oleh Pemohon
Banding. Surat Tanggapan adalah surat dari tergugat kepada Pengadilan Pajak
yang berisi jawaban atas Gugatan yang diajukan oleh penggugat. Salinan Surat
Uraian Banding atau Surat Tanggapan oleh Pengadilan Pajak dikirim pemohon
Banding atau penggugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak
tanggal diterima (Pasal 45 ayat 4 UU No 14 Tahun 2002)
c. Surat Bantahan
Pemohon banding dapat menyerahkan Surat Bantahan kepada Pengadilan
Pajak dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima salinan
Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan. Surat Bantahan adalah surat dari
pemohon banding kepada Pengadilan Pajak yang berisi bantahan atas surat
uraian Banding atau Surat Tanggapan. Salinan Surat Bantahan dikirim kepada
terbanding dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima Surat Bantahan
(Pasal 45 ayat 3 UU No 14 Tahun 2002)
Apabila terbanding atau pemohon banding tidak memenuhi persyaratan
penyerahan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan, ataupun tidak
memenuhi persyaratan Surat Bantahan, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan
Pemeriksaan banding atau gugatan (Pasal 45 ayat 5 UU No 14 Tahun 2002)
Sedangkan peraturan UU No 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan yang
mengatur Persiapan Persidangan ada dalam Pasal 44 dan Pasal 45, yang
berbunyi sebagai berikut :
Pasal 44
1) Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan atas Surat Banding atau Surat Gugatan kepada
terbanding atau tergugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari
sejak tanggal diterima Surat Banding atau Surat Gugatan.
2) Dalam hal pemohon Banding mengirimkan surat atau dokumen susulan kepada Pengadilan pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38, jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dihitung sejak tanggal diterima surat atau dokumen
susulan dimaksud.
Pasal 45
Mengenai hal persiapan persidangan memuat:
1) Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat Banding atau Surat tanggapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
dalam jangka waktu :
a. 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Uraian Banding; atau
b. 1 (satu) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Tanggapan.
2) Salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh Pengadilan Pajak
dikirim kepada pemohon banding atau penggugat dalam
jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima.
3) Pemohon Banding atau penggugat dapat menyerahkan Surat bantahan kepada Pengadilan pajak dalam jangka waktu 30
(tiga puluh) hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian
Banding atau Sureat Tanggapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2).
4) Salinan Surat Bantahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dikirimkan kepada terbanding atau tergugat, dalam jangka
waktu 14 (empat belas) hari sejak diterima Surat Bantahan.
5) Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon banding atau penggugat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) atau ayat (3), Penngadilan Pajak tetap
melanjutkan pemeriksaan banding atau gugatan.
7. Putusan
Putusan pengadilan pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai
kekuatan hukum tetap. Pengadilan Pajak ini juga dapat mengeluarkan putusan sela
atas Gugatan berkenaan dengan permohonan agar tidak lanjut pelaksanaan
penagihan pajak ditunda selama pemeriksaan Sengketa Pajak sedang berjalan
sampai terhadap putusan Pengadilan Pajak (perhatikan Pasal 43 ayat 1 UU No 14
Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak).
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktrian dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
bersangkutan serta berdasarkan keyakinan hakim. Dalam pemeriksaan dilakukan
oleh Majelis, putusan Pengadilan Pajak tersebut diambil berdasarkan musyawarah
yang dipimpin oleh Hakim Ketua dan apabila dalam musyawarah tidak dapat
dicapai kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak. Apabila Majelis di
dalam mengambil keputusan dengan cara musyawarah tidak dapat dicapai
kesepakatan sehingga putusan diambil dengan suara terbanyak, pendapat Hakim
Anggota yang tidak sepakat dengan putusan tersebut dinyatakan dalam putusan
Pengadilan Pajak. Menurut Pasal 80 ayat (1) putusan Pengadilan Pajak dapat
berupa :
1. Menolak;
2. Mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
3. Menambah pajak yang harus dibayar;
4. Tidak dapat diterima;
5. Membetulkan kesalahan tulis dan atau kesalahan hitung; dan atau
6. Membatalkan
Sebagai putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka
putusan Pengadilan Pajak tidak dapat diajukan Guugatan ke Pengadilan
Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, atau Badan Peradilan Lain, kecuali
putusan berupa “Tidak Dapat Diterima” yang menyangkut
kemenangan/kopensasi. Perihal jangka waktu kapan putusan pemeriksaan
dengan acara biasa diambil apabila terdapat banding atau gugatan atau jangka
waktu kapan putusan pemeriksaan dengan acara cepat diambil serta segala
akibat yang ditimbulkannya atau sanksi terhadap anggota yang lalai diatur
lebih lanjut dalam Undang-undang Pengadilan Pajak.
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran yang di miliki oleh peneliti adalah berawal dari
wajib pajak ( PT.YTH) yang mengajukan surat keberatan atas surat ketetapan
pajak lebih bayar, Sehingga memunculkan sebuah sengketa pajak. Sengketa pajak
berawal dari adanya pemeriksaan yang diakhiri dengan penerbitan surat ketetapan
pajak (SKP). Surat ketetapan pajak yang telah di terbitkan oleh pihak Direktorat
Jenderal Pajak tidak jarang tidak disetujui oleh Wajib Pajak (WP) sehingga Wajib
Pajak mengajukan surat keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Tetapi
dengan data pemeriksaan,DJP tetap mempertahankan keputusannya dengan
mengacu pada data pemeriksaan.
Dengan itu, Wajib Pajak tidak puas dengan hasil dari keputusan
keberatan sehingga wajib pajak dapat menempuh jalur hukum berikutnya.
Alternatif hukum yang dapat di tempuh yaitu dengan mengajukan permohonan
banding di Pengadilan Pajak.
Gambar 3 : Kerangka Pemik