Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori S-O-R
Teori S-O-R yaitu Stimulus-Organisme-Response. Prinsip dari teori ini adalah
respon yang merupakan reaksi balik dari individu ketika menerima stimuli dari
media. Seseorang dapat mengharapkan atau memperkirakan suatu kaitan efek antara
pesan-pesan media massa dan reaksi audiens, dapat juga dikatakan efek yang
ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus respon, sehingga seseorang dapat
mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan.
Teori ini semula berasal dari psikologi, yang kemudian menjadi teori dalam
komunikasi. Hal ini merupakan hal yang wajar karena objek material dari psikologi
dan ilmu komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-
komponen: sikap, opini, perilaku, kognisi, afektif, dan konasi (Effendy, 2003: 225).
Teori ini merupakan perkembangan dasar dari model Stimulus – Response (S-
R) dengan asumsi dasar bahwa media massa menimbulkan efek yang terarah, segera
dan langsung terhadap komunikan. Model ini menunjukkan bahwa komunikasi
merupakan proses aksi dan reaksi. Teori ini mengasumsikan bahwa suatu stimulus
(kata-kata verbal, isyarat non verbal, simbol-simbol) tertentu akan merangsang orang
lain memberikan respon dengan cara tertentu juga.
Teori ini meliputi 3 unsur yang penting, yaitu:
1. Pesan atau stimulus ( S )
2. Komunikan atau organisme ( O )
3. Efek atau respons ( R )
Teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus
(rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang
dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat
meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor reinforcement
memegang peranan penting. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada
komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung
jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti.
Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah
komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk
mengubah sikap. Jadi bisa dilihat bahwa perilaku dapat berubah hanya jika stimulus
yang menerpa benar-benar melebihi dari apa yang didalamnya. (Effendy, 2003: 225)
teori S-O-R dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dari bagan diatas, bisa dijelaskan bahwa suatu stimulus atau pesan bisa
memberikan perubahan perilaku kepada khalayak tergantung kepada individunya.
Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian yang diberikan kepada komunikan,
sehingga komunikan mengerti maksud dari pesan tersebut, hingga akhirnya tumbuh
kesadaran dari komunikan untuk mengubah sikap. Penerapan dalam penelitan ini
yaitu mengenai hubungan aktivitas menonton vlog youtube paranormal experience
terhadap perubahan perilaku paranoid, maka dapat ditentukan sebagai berikut:
S (stimulus) : vlog youtube paranormal experience
O(organisme) : komunikan (mahasiswa yang menonton youtube paranormal
experience)
R ( respon) : perilaku paranoid.
Stimulus dalam penelitian ini adalah tayangan youtube paranormal experience
karena tayangan ini memberikan pesan yang dapat memepengaruhi maupun tidak
Organisme : Pengetahuan
Penerimaan
Tindakan
Respon :
perubahan sikap
Stimulus:
Pesan
memberikan pengaruh terhadap komunikan. Organisme adalah komunikan yaitu
orang yang akan memberikan respon terhadap tayangan ini. Respon yang telah
diterima oleh komunikan kemudian akan memberikan perubahan perilaku sesuai
dengan apa yang dimaknai dari setiap individu terhadap pesan tersebut. Asumsi dari
teori ini menerangkan penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada
kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas
dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya
berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok
atau masyarakat. Semakin kuat kualitas stimulus yang disampaikan, maka respon
komunikan akan semakin meningkat.
2.2 Terpaan Media
Media exposure atau terpaan media menurut Rakhmat (2012) dapat
dioperasionalkan sebagai frekuensi individu dalam menonton televisi, film, membaca
majalah, atau surat kabar, maupun mendengarkan radio. Selain itu terpaan media
berusaha mencari data audiens tentang penggunaan media, baik jenis media, frekuensi
penggunaan, maupun durasi penggunaan. Sedangkan Shore (dalam Rakhmad, 2012)
memberikan definisi mengenai terpaan media adalah lebih lengkap daripada akses.
Terpaan tidak hanya menyangkut apakah seseorang secara fisik cukup dekat dengan
kehadiran media massa akan tetapi apakah seseorang tersebut benar-benar terbuka
dengan pesan-pesan media tersebut. Terpaan merupakan kegiatan mendengar, melihat
dan membaca pesan-pesan media massa ataupun pengalaman dan perhatian terhadap
pesan tersebut yang dapat terjadi pada individu maupun kelompok.
Menurut Ardianto dan Erdiana (dalam Rakhmad, 2012) terpaan media dapat
diukur melalui frekuensi, durasi, dan atensi dari individu. Berikut penjelasan
mengenai ukuran terpaan media tersebut :
1) Frekuensi : Mengumpulkan data khalayak tentang keajegan khlayak
menonton sebuah jenis tayangan televisi, apakah itu program harian,
mingguan, bulanan atau tahunan. Jika itu adalah program mingguan, maka
data yang dikumpulkan adalah berapa kali menonton sebuah tayangan dalam
seminggu selama satu bulan.
2) Durasi : Menghitung berapa lama khalayak bergabung dengan suatu
media (berapa jam sehari), atau berapa lama (menit) khalayak mengikuti
suatu program.
3) Atensi : Indikator atensi dalam penilitian ini diukur dari faktor
eksternal penarik perhatian dan faktor internal penaruh perhatian. Sehingga
dapat diukur dari perhatian terhadap suatu acara, ketertarikan,kemudahan
dalam memahami isi pesan dalam suatu acara, kepercayaan terhadap isi, dan
daya tarik dalam acara tersebut.
2.3 Youtube dan Video Blogging (VLOG)
Youtube menjadi salah satu bentuk media social yang mengalami
perkembangan yang luar biasa pesat saat ini. Youtube didirikan oleh tiga mantan
karyawan dari Paypal yakni, Chad Hurley, Steve Chen, dan Jawed Karim. Sejak
mulai berdiri pada 14 Februari 2005, Youtube tidak hanya berkembang sebagai suatu
media tempat berbagi video dari para penggunanya, namun juga berkembang
menjadi suatu bentuk media social yang dinamis dan menjadi salah satu media yang
paling popular di Inggris (Misoch, 2014). Youtube yang dulunya memiliki slogan “
Your digital video repository ” kini berubah menjadi “ Broadcast yourself”. Hal
tersebut karena sesuai dengan perkembangan youtube yang semakin banyak orang
menggunakannya untuk kepentingan self – expression.
Beberapa tahun belakangan ini, konten video youtube yang berupa video blog
(VLOG) semakin sering muncul. Vlog merupakan akronim bagi video blog. Vlog
menjadi public spaces untuk mengekspresikan diri dimana orang yang membuat
video tersebut dapat mengontrol konten yang ditayangkan (Misoch, 2014). Tidak jauh
berbeda dengan blog pada umumnya, hanya perbedaan dari Vlog adalah cara
penyampaian dan media yang digunakan dalam “menuangkan” isi dari blog tersebut.
Jika blog konvensional dituangkan dalam suatu bentuk teks dan narasi yang akan
dibaca, vlog dituangkan dalam bentuk video yang bisa dikemas lebih menarik.
Youtube sendiri sampai saat ini masih dijadikan sebagai suatu media berbagi konten
vlog yang paling utama yang digunakan oleh banyak orang.
Didalam vlog sendiri terdapat tema – tema atau kategori berdasarkan isi
konten dari vlog tersebut yakni : personal vlog (daily vlog), news show, dan juga
entertainment oriented vlog (Warmbrodt, 2010). Personal vlog membicarakan
mengenai pengalaman dalam hidup si pembuat vlog (vlogger) yang direkam dan
kemudian dipublikasikan di Youtube. News show membahas mengenai hal – hal yang
bersifat informal dari suatu topik yang menjadi tema vlog tersebut. Sedangkan vlog
untuk hiburan bisa berupa hal – hal yang memang hanya bertujuan untuk menghibur.
2.4 Konsep dan Ranah Perilaku
Perilaku atau tindakan yaitu sesuatu yang dilakukan atau perbuatan. Tindakan
juga bisa diartikan ketika seseorang setelah menerima stimulus, kemudian
mengadakan penelitian atau pendapat terhadap apa yang telah diketahui untuk
dipraktikkan. Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan
yang dilakukan oleh makhluk hidup (Notoatmodjo, 2010). Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud di
gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan. Skinner (dalam Notoadmodjo, 2010)
merumuskan bahwa prilaku merupakan respon atau reaksi seseorang tehadap stimulus
(rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku ini terjadi melalui peroses adanya
stimulus terhadap organisme, dan kemudian orgenisme tersebut merespon.
Menurut Benyamin Bloom (dalam Notoatmodjo, 2010) membedakan adanya tiga
area, aspek, ranah atau domain perilaku yaitu kognitif, afektif dan behavior. Berikut
penjelasan tiga aspek tersebut:
1. Aspek kognitif
Ranah koginitif dapat dikur dari pengetahuan (knowledge), pengetahuan
merupakan hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap
objek melalui indra yang dimilikinya.
2. Aspek afektif
Ranah afektif dapat diukur dengan sikap (attitude). Sikap merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, sikap belum merupakan
tindakan tetapi merupakan predisposisi perilaku atau reaksi tertutup.
3. Aspek behavior
Ranah behavior dapat diukur dari keterampilan (practice). Merupakan
suatu sikap yang belum tentu terwujud dalam tindakan.
2.5 Konsep Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia menurut Nevid (2005) adalah penyakit mental yang menyebabkan
gangguan proses berpikir. Orang dengan skizofrenia tidak bisa membedakan mana
hayalan dan kenyataan. Penyakit ini juga menyebabkan pengidapnya tidak memiliki
kemampuan untuk berpikir, mengingat, ataupun memahami masalah tertentu.
Skizofrenia paranoid merupakan jenis skizofrenia yang paling sering ditemukan di
tengah masyarakat. Gejala paling khas dari skizofrenia paranoid adalah
delusi (waham) dan halusinasi. Itulah sebabnya, orang dengan skizofrenia paranoid
cenderung mendengar suara-suara di dalam pikiran mereka dan melihat sesuatu yang
tidak nyata. Tidak hanya itu, orang yang memiliki skizofrenia paranoid juga sering
menunjukkan perilaku kacau yang menyebabkan diri mereka tidak dapat
mengendalikan perilakunya. Akibatnya, pengidap skizofrenia paranoid sering
berperilaku tidak pantas, sulit mengendalikan emosi, hasrat, serta keinginannya.
2.5.1 Diagnosis Skizofrenia
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia
edisi ketiga (PPDGJ III) oleh DepKes (2004) membagi gejala skizofrenia
dalam kelompok-kelompok penting, dan yang sering terdapat secara bersama-
sama untuk diagnosis. Kelompok gejala tersebut:
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
a) - “thought echo”: isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda ; atau,
- “thought insertion or withdrawal”: isi yang asing dan luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan,
- “thought broadcasting”: isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya.
b) - “delusion of control”: waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau,
- “delusion of passivitiy”: waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara jelas
merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan,
atau penginderaan khusus).
- “delusional perception” :pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifat mistik atau mukjizat.
c) Halusinasi auditorik :
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien atau,
- mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa, misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain.
2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas :
a) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme.
c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,
dan stupor.
d) Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan
oleh depresi oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal).
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality)dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,
tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude),
dan penarikan diri secara sosial.
2.5.2 Diagnosis Skizofrenia Paranoid
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ-III) pedoman diagnostig paranoid sebagai berikut:
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Sebagai tambahan:
Halusinasi dan /atau waham harus menonjol;
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau member perintah,
atau halusinasi audiotiruk tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit
(whisling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing).
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol.
c) Waham dapat berupa hamper setiap jenis, tetapi waham dikendalikan,
dipengaruhi, atau passivity, dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka
ragam, adalah yang paling khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relative tiddak nyata/ tidak menonjol.
2.6 Penelitian Terdahulu
Tinjauan terhadap penelitian-penelitian sebelumnya penting dilakukan, untuk
dapat mengetahui kebaruan penelitian serta keabsahan penelitian yang akan
dilakukan, supaya tidak ada kesamaan dalam sebuah penelitian. Kajian terhadap
penelitian dan referensi yang relevan dengan penelitian ini dipaparkan dalam sub bab
ini. Ada beberapa skripsi yang meneliti tentang pengaruh konten horor dari media,
sumber objek materinya bukan video youtube melainkan film horor. Berikut peneliti
sajikan pada tabel dibawah.
Tabel 2.1
Penelitian terdahulu
No. JUDUL PENELITIAN HASIL PENELITIAN
1. Penulis : Dian Erthasari Idris
(2016)
Judul: Pengaruh Film Horor
Insidious Chapter 3 Terhadap
Sikap Positif Dan Negatif
Remaja Dalam Kehidupan
Sehari-Hari
Berdasarkan analisis data diperoleh hasil
bahwa terdapat pengaruh film horor
Insidious Chapter 3 terhadap sikap positif
dan negatif siswa-siswi Sekolah Menengah
Atas (SMA) Al-Kautsar dalam kehidupan
sehari-hari. Hasil regresi linier menunjukan
ada pengaruh sebesar 17% dari film horor,
yang berarti pengaruhnya tergolong rendah.
Sedangkan tingkat hubungan antara variabel
film horor terhadap sikap positif dan negatif
remaja adalah -0,41, yang berarti berada
pada kategori hubungan yang cukup berarti
dan berlawanan arah.
2. Penulis : Nurasiah (2012)
Judul: Pengaruh Film Horor Di
Televisi Terhadap Perilaku
Siswa Sma Negeri 2 Tapung
Berdasarkan analsis data yang penulis
lakukan menunjukan terdapat pengaruh yang
positif dan signifikan antara tayangan film
horor di televisi dengan perilaku siswa di
Hilir Desa Kijang Makmur
Kecamatan Tapung Hilir
Kabupaten Kampar
SMA Negeri 2 Tapung Hilir, pengaruh
tayangan tersebut sebesar 35.5%. Hasil yang
telah di dapat ini menunjukan atau apabila di
interpretasikan dengan tabel interpretasi
korelasi product moment maka pengaruhnya
tergolong lemah atau rendah.
Penelitian diatas peneliti anggap relevan dengan penelitian yang telah
dilakukan, karena sama-sama mengkaji hubungan perilaku dengan tayangan horor.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian pertama dan kedua adalah kajian pada
objek materialnya yaitu film horor, sedangkan penelitian ini mengkaji vlog youtube
paranormal experience milik Raditya Dika. Perbedaan selanjutnya adalah jenis
penelitian sebelumnya melihat kearah dampak dan pengaruh sedangkan penelitian ini
melihat hubungan dari variabel. Lalu penggunaan teori analisis pada 3 penelitian
terdahulu menggunakan teori Uses and Gratification dan teori ketergantungan,
sedangkan penelitian ini menggunakan teori SOR.
2.7 Kerangka Pikir
Keterangan :
Peneliti ingin melihat seberapa besar hubungan aktivitas menonton vlog paranormal
experience radirya dika terhadap perilaku paranoid. Aktivitas menonton yang
dimaksud adalah terpaan media yang memiliki indikator frekuensi, durasi dan atensi.
Sedangkan indikator perilaku paranoid adalah kognitif, afektif dan behavior. Peneliti
menetapkan aktivitas menonton vlog paranormal experience radirya dika sebagai
Variabel X dan sebagai variabel Y adalah perilaku paranoid.
2.9 Hipotesis penelitian
Berdasarkan kerangka pikir di atas, dapat ditarik kesimpulan sementara
terhadap masalah penelitian. Kesimpulan ini disebut sebagai hipotesis. Hipotesis
merupakan suatu jawaban sementara yang masih perlu dibuktikan kebenarannya
melalui data yang terkumpul. Hipotesis kerja (H1) menyatakan hubungan antara
variabel X dan Y, sedangkan hipotesis nol (H0) menyatakan tidak ada hubungan
antara variabel X dan Y. Perumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. (H0) : Tidak ada hubungan antara aktivitas menonton vlog youtube
paranormal experience Ratidtya Dika dengan perilaku paranoid.
2. (H1) : Ada hubungan antara aktivitas menonton vlog youtube paranormal
experience Ratidtya Dika dengan perilaku paranoid.