18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musik Musik diartikan sebagai ungkapan berasal dari perasaan yang dituangkan dalam bentuk bunyi-bunyian atau suara, ungkapan yang dikeluarkan melalui suara manusia disebut vokal, sedangkan ungkapan yang dikeluarkan melalui bunyi alat musik disebut instrumen (Subagyo, 2006:4). Musik dapat mengekspresikan perasaan, kesadaran, dan bahkan pandangan hidup manusia (Mulyana, 2005:22). Oleh karena itu musik merupakan salah satu bentuk komunikasi. Unsur yang seringkali tertuang dalam musik adalah lirik lagu. Lirik adalah teks atau kata-kata dalam lagu (Soeharto, 1992:72). Di dalamnya terdapat praktik yang berkaitan dengan penggunaan bahasa. Bahasa merupakan arena politik tempat bertemunya berbagai kepentingan, sebagai arena bertarung yang saling tarik menarik, yang tujuan akhirnya adalah untuk saling mempengaruhi, saling mendominasi, hegemoni dan hegemoni tandingan, menguasai atau melawan oleh satu kelompok/orang yang satu terhadap kelompok/orang yang lain. Halliday (1978:1) merumuskan bahwa language is a shared meaning potential, at once both a part of experience and an intersubjective interpretation of experience. Jadi, dalam level yang amat konkret, bahasa itu tidak hanya berisi kalimat-kalimat, tetapi bahasa itu berisi teks atau wacana, yakni pertukaran makna (exchange of meaning) dalam konteks interpersonal. Mengkaji bahasa hakikatnya mengkaji teks atau wacana. 2.1.1. Musik Rap Musik terdiri dari berbagai macam genre. Salah satunya adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musik - UKSW

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musik - UKSW

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Musik

Musik diartikan sebagai ungkapan berasal dari perasaan yang dituangkan

dalam bentuk bunyi-bunyian atau suara, ungkapan yang dikeluarkan melalui suara

manusia disebut vokal, sedangkan ungkapan yang dikeluarkan melalui bunyi alat

musik disebut instrumen (Subagyo, 2006:4). Musik dapat mengekspresikan

perasaan, kesadaran, dan bahkan pandangan hidup manusia (Mulyana, 2005:22).

Oleh karena itu musik merupakan salah satu bentuk komunikasi.

Unsur yang seringkali tertuang dalam musik adalah lirik lagu. Lirik adalah

teks atau kata-kata dalam lagu (Soeharto, 1992:72). Di dalamnya terdapat praktik

yang berkaitan dengan penggunaan bahasa. Bahasa merupakan arena politik

tempat bertemunya berbagai kepentingan, sebagai arena bertarung yang saling

tarik menarik, yang tujuan akhirnya adalah untuk saling mempengaruhi, saling

mendominasi, hegemoni dan hegemoni tandingan, menguasai atau melawan oleh

satu kelompok/orang yang satu terhadap kelompok/orang yang lain.

Halliday (1978:1) merumuskan bahwa language is a shared meaning

potential, at once both a part of experience and an intersubjective interpretation

of experience. Jadi, dalam level yang amat konkret, bahasa itu tidak hanya berisi

kalimat-kalimat, tetapi bahasa itu berisi teks atau wacana, yakni pertukaran makna

(exchange of meaning) dalam konteks interpersonal. Mengkaji bahasa hakikatnya

mengkaji teks atau wacana.

2.1.1. Musik Rap

Musik terdiri dari berbagai macam genre. Salah satunya adalah

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musik - UKSW

musik rap. Rap dikenal sebagai MC-ing, spitting, atau rhyming yang berarti

“spoken or chanted rhyming lyrics." Rap merupakan sebuah bentuk musik

dengan berbicara atau rapping, dengan “R” yang berarti rhyme (rima) dan

rhythm dan “P” poetry (puisi), atau untuk beberapa kasus berarti politics

(politik) (Kellner, 2010). Sejarah mencatat gelombang kemunculan musik

rap diawali di Amerika pada medio 1970-an. Pada tahun-tahun tersebut

budaya hip hop kulit hitam urban mengembangkan berbagai bentuk musik,

tarian, dan nyanyian baru yang sesuai dengan pengalaman dan budaya

masyarakat Afrika-Amerika seperti grafiti urban, tarian break-dance, radio

kulit hitam, adegan klub dengan D.J yang melakukan sampling, scratching,

dan punch-phrasing, dan tak ketinggalan tentu saja rap. Di Amerika Rap

dikenal sebagai sarana berekspresi berbagai pengalaman dan kondisi

masyarakat kulit hitam yang hidup dalam kondisi wilayah kumuh dan sarat

kekerasan. Orang-orang kulit hitam, dan sampai tingkat tertentu masyarakat

kelas bawah, adalah warga negara kelas dua yang tidak memiliki hak suara,

dididik di sekolah-sekolah yang kurang memenuhi standar, dan menerima

upah yang lebih rendah dibanding orang kulit putih pada pekerjaan yang

sama. Dengan latar belakang ketimpangan-ketimpangan sosial yang terjadi

di sekitar ruang kehidupan mereka, rap menjadi sarana ekspresi politik

yang menyuarakan kemarahan masyarakat Afrika-Amerika dalam

menghadapi penindasan yang makin meningkat dan merosotnya

kesempatan untuk maju.

2.2 Wacana

Menurut Douglas dalam Mulyana (2005:3), istilah wacana berasal dari

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musik - UKSW

bahasa Sansekerta wac/wak/vak, yang artinya berkata, berucap. Kata tersebut

kemudian mengalami perubahan bentuk menjadi wacana. Hampir senada dengan

pendapat Douglas, menurut Poerwadarminta kata wacana berasal dari kata vacana

‘bacaan’ dalam bahasa Sansekerta. Kata vacana itu kemudian masuk ke dalam

bahasa Jawa Kuna dan bahasa Jawa Baru wacana atau vacana atau’ bicara, kata,

ucapan’. Kata wacana dalam bahasa baru itu kemudian diserap ke dalam bahasa

Indonesia menjadi wacana ‘ucapan, percakapan, kuliah’ (Poerwadarminta 1976:

1144).

Ada pula yang memandang wacana sebagai satuan bahasa yang lengkap.

Kridalaksana dalam Yoce (2009: 69) membahas bahwa wacana adalah satuan

bahasa terlengkap dalam hierarki gramatikal tertinggi dan merupakan satuan

gramatikal yang tertinggi atau terbesar. Wacana dimengerti sebagai satuan lingual

(linguistic unit) yang berada di atas tataran kalimat (Baryadi, 2002:2). Istilah

wacana sering disamakan dengan istilah discourse (diskursus). Kata discourse itu

diturunkan dari kata discurrere. Bentuk discurrere itu merupakan gabungan dari

dis dan currere, ‘lari, berjalan kencang’ (Wabster dalam Baryadi, 2002:1). Secara

terbatas, istilah ini menunjuk pada aturan-aturan dan kebiasaan-kebiasaan yang

mendasari penggunaan bahasa baik dalam komunikasi lisan maupun tulisan.

Secara lebih luas, istilah wacana menunjuk pada bahasa dalam tindakan serta

pola-pola yang menjadi ciri jenis-jenis bahasa dalam tindakan.

Discourse is a term used in linguistics to describe the rules and conventions underlying the use of language in extended stretches of text, spoken and writen. (Such an academic study is referred to as discourse analysis). The term is also used as a convenient general term to refer to language in action and the patterns which characteristise particular types of language in action (Carter, 1997).

Fairclough (1995), lebih melihat wacana sebagai sebagai sebuah tindakan.

Wacana mengandung konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh yang bisa

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musik - UKSW

dipahami pembaca atau pendengar tanpa keraguan apapun (Chaer, 2007:267). Hal

itu mengandung implikasi bahwa wacana merupakan sesuatu yang bertujuan,

entah untuk memengaruhi, membujuk, menyanggah, dan sebagainya. Wacana

merupakan sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu

yang di luar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran. Praktik berwacana,

karena itu, tidak hanya bertujuan menyampaikan pesan, tetapi juga untuk

memperjuangkan kepentingan.

2.3 Analisis Wacana Kritis (AWK)

Pada dasarnya analisis wacana adalah suatu disiplin ilmu yang berusaha

mengkaji penggunaan bahasa yang nyata dalam komunikasi. Seperti dalam

pendapat Stubbs (1983:1), ia mengatakan bahwa analisis wacana merupakan suatu

kajian yang meneliti dan menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah,

baik lisan maupun tulis, misalnya pemakaian bahasa dalam komunikasi sehari-

hari. Analisis wacana menekankan kajiannya pada penggunaan bahasa dalam

konteks sosial, khususnya dalam penggunaan bahasa antar penutur. Jadi, analisis

wacana bertujuan untuk mencari keteraturan bukan kaidah, yaitu hal-hal yang

berkaitan dengan keberterimaan penggunaan bahasa di masyarakat secara realita

dan cenderung tidak merumuskan kaidah bahasa seperti dalam tata bahasa.

Kartomiharjo (1999:21) mengungkap bahwa analisis wacana merupakan

cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa

yang lebih besar daripada kalimat. Analisis wacana lazim digunakan untuk

menemukan makna wacana yang persis sama atau paling tidak hampir sama

dengan makna yang dimaksud oleh pembicara dalam wacana lisan, atau oleh

penulis dalam wacana tulis.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musik - UKSW

Terdapat tiga macam paradigma dalam pendekatan analisis wacana, yaitu

paradigma positivis-empiris (positivisme), konstruksionis, dan kritis. Pandangan

pertama disebut positivisme-empiris yang melihat bahasa sebagai jembatan antara

manusia dengan objek di luar dirinya. Pengalaman-pengalaman manusia dianggap

dapat secara langsung diekspresikan melalui penggunaan bahasa tanpa ada kendali

atau distorsi, sejauh ia dinyatakan dengan memakai pernyataan-pernyataan yang

logis, sintaksis dan memiliki hubungan dengan pengalaman empiris. Salah satu

ciri dari pemikiran ini adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas. Dalam

kaitannya dengan analisis wacana, konsekuensi logis dari pemahaman ini adalah

orang tidak perlu mengetahui makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari

pernyataannya, sebab yang penting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan

secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantic (Eriyanto, 2001:4).

Pandangan kedua, disebut sebagai konstruktivisme. Aliran ini menolak

pandangan positivisme-empiris yang memisahkan subjek dan objek bahasa.

Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat

untuk memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai

penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor

sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya, dalam hal ini,

seperti dikatakan A.S Hikam, subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol

terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Bahasa dipahami dalam

paradigma ini diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan.

Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni

tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri dari sang pembicara, oleh

karena itu, analisis wacana dimaksudkan sebagai suatu analisis untuk

membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu (Eriyanto, 2001:5).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musik - UKSW

Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis. Pandangan ini ingin

mengoreksi pandangan konstruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi

dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional. Seperti

ditulis A.S. Hikam, pandangan konstruktivisme masih belum menganalisis wacana

yang pada gilirannya berperan dalam membentuk jenis-jenis subjek tertentu

berikut perilaku-perilakunya. Analisis wacana tidak dipusatkan pada

kebenaran/ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada

analisis konstruktivisme. Analisis wacana menekankan pada konstelasi kekuatan

yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Bahasa tidak dipahami

sebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara. Bahasa dipahami

sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema

wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Analisis wacana dipakai

untuk membongkar kuasa yang ada di dalam setiap proses bahasa; batasan-batasan

apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik apa

yang dibicarakan. Wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan

kekuasaan, karena menggunakan paradigma kritis, analisis wacana kategori ini

disebut juga dengan analisis wacana kritis (AWK) (Eriyanto, 2001:7).

Studi analisis wacana kritis tidak melihat studi wacana sebagai studi

bahasa semata. Bahasa tidak hanya dianalisis dalam aspek kebahasaan, namun

juga melihat konteks. Konteks di sini berarti bahasa dipakai untuk tujuan dan

praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktik kekuasaan (Eriyanto, 2001:7).

Terdapat lima karakteristik penting dari analisis wacana kritis :

1. Tindakan

Prinsip pertama, wacana dipahami sebagai sebuah tidakan (action).

Dengan pemahaman semacam ini wacana ditempatkan sebagai bentuk

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musik - UKSW

interaksi, wacana bukan ditempatkan seperti dalam ruang tertutup internal.

Bahwa seseorang berbicara atau menulis mempunyai maksud tertentu, baik

besar maupun kecil. Selain itu wacana dipahami sebagai sesuatu bentuk

ekspresi sadar dan terkontrol, bukan sesuatu diluar kendali ataupun ekspresi

diluar kesadaran.

2. Konteks

Analsis wacana kritis memperhatikan konteks dari wacana, seperti latar,

situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana dipandang, diproduksi, dimengerti, dan

dianalisis pada suatu konteks tertentu. Wacana dianggap dibentuk sehingga

harus ditafsirkan dalam situasi dan kondisi yang khusus. Wacana kritis

mendefinisikan teks dan percakapan pada situasi tertentu, bahwa wacana

berada dalam situasi sosial tertentu.

3. Historis

Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti wacana

diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa

menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek penting untuk bisa

mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana dalam konteks historis

tertentu.

4. Kekuasaan

Analisis wacana kritis juga mempertimbangkan elemen kekuasaan (power)

dalam analisisnya. Bahwa setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks,

percakapan, atau apa pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah,

wajar dan netral, tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep

kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dengan

masyarakat.

5. Ideologi

Ideologi juga konsep yang sentral dalam analisis wacana yang bersifat

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musik - UKSW

kritis. Hal ini karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik

ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu. Teori-teori klasik tentang

ideologi di antaranya mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok

yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi

mereka.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa analisis

wacana kritis adalah sebuah upaya atau proses (penguraian) untuk memberi

penjelasan dari sebuah teks (realitas sosial). AWK memiliki agenda untuk

mengungkap ‘yang tersembunyi’ di balik wacana/diskursus tertentu dalam

masyarakat.

2.4 Analisis Wacana Kritis Model Norman Fairclough

Seperti Van Dijk, analisis Norman Fairclough didasarkan pada pertanyaan

besar, bagaimana menghubungkan teks yang mikro dengan konteks masyarakat

yang makro. Fairclough berusaha membangun suatu model analisis wacana yang

mempunyai kontribusi dalam analisis sosial dan budaya, sehingga ia

mengkombinasikan tradisi analisis tekstual yang selalu melihat bahasa dalam

ruang tertutup dengan konteks masyarakat yang lebih luas. Titik perhatian besar

dari Fairclough adalah melihat bahasa sebagai praktik kekuasaan (Eriyanto,

2003:285). Dalam analisis wacananya, Fairclough memusatkan perhatian pada

bahasa. Pemakaian bahasa dalam suatu wacana dipandangnya sebagai sebuah

praktik sosial. Model analisis wacana kritis Fairclough berfokus pada bagaimana

bahasa dalam suatu wacana terbentuk dan dibentuk dari relasi sosial dan konteks

sosial tertentu (Fairclough, 1995).

Dalam model Fairclough analisis wacana dibagi dalam tiga dimensi, yaitu

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musik - UKSW

teks (text), praktik wacana (discourse practice), dan praktik sosiokultural

(sociocultural practice). Teks dianalisis secara linguistik dengan melihat kosakata,

semantik, tata kalimat, koherensi, dan kohesivitas. Analisis linguistik tersebut

dilakukan untuk melihat tiga unsur dalam teks, yaitu representasi, relasi, dan

identitas. Yang ingin dilihat dalam elemen representasi adalah bagaimana orang,

peristiwa, kelompok, atau apapun ditampilkan dan digambarkan di dalam teks.

Representasi dapat dilihat dari tiga hal, yaitu representasi dalam anak kalimat.

representasi dalam kombinasi anak kalimat dan representasi dalam rangkaian

antar kalimat. Berikut penjelasannya :

1. Representasi Dalam Anak Kalimat

Menurut Fairclough ketika seseorang, peristiwa, kelompok, atau apapun

ditampilkan dan digambarkan di dalam teks, pemakai bahasa dihadapkan pada

beberapa pilihan yaitu kosa kata, metafora, dan tata bahasa. Pilihan kosakata

yang dipakai terutama berhubungan dengan bagaimana peristiwa, seseorang,

kelompok, atau kegiatan tertentu dikategorikan dalam suatu set tertentu. Kosa

kata ini sangat menentukan karena berhubungan dengan pertanyaan

bagaimana realitas ditandakan dalam bahasa dan bagaimana bahasa itu

memunculkan realitas bentukan tertentu.

Selanjutnya adalah pilihan metafora. Menurut Fairclough metafora

merupakan kunci bagaimana realitas ditampilkan dan dibedakan dengan yang

lain. Metafora bukan hanya soal keindahan literer, tetapi dapat juga

menentukan apakah realitas itu dimaknai atau dikategorikan sebagai positif

atau negatif.

Terakhir adalah pilihan tata bahasa. Analisis Fairclough terutama

dipusatkan pada apakah tata bahasa ditampilkan dalam bentuk proses ataukah

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musik - UKSW

bentuk partisipan. Dalam bentuk proses apakah peristiwa, seseorang,

kelompok, atau kegiatan, ditampilkan sebagai tindakan, peristiwa, keadaan,

ataukah proses mental. Ini terutama didasarkan pada bagaimana suatu tindakan

hendak digambarkan.

2. Representasi dalam Kombinasi Anak Kalimat

Pada dasarnya realitas terbentuk lewat bahasa dengan gabungan antara

satu anak kalimat dengan anak kalimat yang lain. Gabungan antar anak

kalimat ini akan membentuk koherensi lokal, yakni pengertian yang didapat

dari gabungan anak kalimat satu dengan yang lain, sehingga kalimat itu

mempunyai arti. Koherensi pada titik tertentu menunjukkan ideologi dari

pemakai bahasa. Koherensi antar anak kalimat biasanya berbentuk elaborasi

(menggunakan kata penghubung “yang”, “lalu”, atau “selanjutnya”),

perpanjangan (menggunakan kata penghubung “dan”, “akan tetapi”),

mempertinggi (menggunakan kata penghubung “karena”).

3. Representasi dalam Rangkaian Antar Kalimat

Aspek ini berhubungan dengan bagaimana dua kalimat atau lebih disusun

dan dirangkai. Aspek ini melihat bagian mana dalam kalimat yang lebih

menonjol dibandingkan dengan bagian yang lain. Di antara rangkaian antar

kalimat biasanya terdapat pengait antar paragraf seperti ungkapan penghubung

transisi, kata ganti, dan kata kunci.

Selain analisis di atas dalam dimensi teks terdapat pula analisis relasi yang

melihat bagaimana hubungan antara pencipta teks dengan partisipan. Kemudian

analisis identitas yang melihat bagaimana pencipta teks menempatkan dan

mengidentifikasi dirinya dengan masalah atau kelompok sosial yang terlibat. Lalu

intertekstualitas, yaitu kesaling terkaitan antar teks. Bagi Fairclough sebuah teks

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musik - UKSW

dibentuk oleh teks yang datang sebelumnya. Artinya tidak teks yang benar-benar

baru. Setiap teks yang tercipta selalu mengandung teks yang lain yang pernah ada

sebelumnya baik secara interisit ataupun eksplisit.

Dimensi kedua, praktik wacana (discourse practice), merupakan dimensi

yang berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Dalam dimensi ini

kajian berfokus pada proses produksi yang dilakukan penulis (pembuat teks)

dengan berbagai nilai ideologis yang mendasarinya hingga menghasilkan sebuah

teks dan proses konsumsi yang dilakukan pembaca secara personal (berdasarkan

interpretasi, konteks, dan latar belakang pengetahuan tertentu) ketika

mengonsumsi sebuah teks.

Dimensi yang terakhir adalah praktik sosiokultural (sociocultural practice)

merupakan dimensi yang berhubungan dengan konteks di luar teks. Konteks di

sini berupa praktik institusi pembuat teks, yaitu media, yang dipengaruhi

masyarakat, budaya, atau politik tertentu. Dengan kata lain ideologi yang

dipegang oleh media tertentu. Dalam kaitannya dengan penelitian ini konteks

dapat dilihat dari ideologi dari Homicide juga kondisi-kondisi yang

melatarbelakangi lahirnya teks.

Analisis wacana kritis milik Fairclough melihat teks yang memiliki

konteks baik pada level produksi, interpretasi, dan praktik sosiokultural. Dengan

demikian, untuk memahami wacana (naskah/teks) kita tak dapat melepaskan dari

konteksnya. Untuk menemukan ”realitas” di balik teks kita memerlukan

penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek sosial budaya

yang mempengaruhi pembuatan teks. Proses pengumpulan data yang multilevel

dalam CDA Fairlough ini secara sederhana diperlihatkan dalam tabel dibawah ini:

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musik - UKSW

Tabel 2.1. Skema Analisis dan Teknik Pengumpulan Data

No. Level Masalah Level Analisis Teknik Pengumpulan Data1 Praktik

Sosiokultural

Makro Literatur dibantu dengan depth

interview dengan pakar sosial

politik.2 Praktik Wacana Meso Depth interview dengan

pengelola media (dalam

penelitian ini dengan pencipta

lagu).3 Teks Mikro Teks elektif.Sumber : (Hamad, 48:2004)

2.5 Gerakan Sosial

Pada umumnya gerakan sosial merupakan istilah yang dipakai untuk

menyebut sebuah gerakan perlawanan. Eric Hobsbawn, Sosiolog asal Amerika

adalah seorang yang melakukan penelitian tentang gerakan sosial sebagai gerakan

perlawanan (primitive rebels). Penelitian Hobsbawn kemudian dibukukan dengan

judul Primitive Rebels : Studies in Archaic Forms of Social Movements in the

Nineteenth and Twentieth Centuries. Akan tetapi kajian awal Hobsbawn tentang

gerakan sosial memiliki satu kelemahan. Satu kelemahan tersebut adalah terlalu

luasnya pengertian gerakan sosial, yaitu mencakup segala sesuatu mulai dari

kerusuhan yang berlangsung hanya beberapa jam hingga organisasi perlawanan

yang permanen mulai dari carbonari (organisasi politik rahasia revolusioner abad

ke-19 di Italia, Perancis, dan Spanyol) dan mafia (Burke, 2003:132).

Studi awal gerakan sosial juga masih memandang gerakan sosial sebagai

sesuatu yang negatif. Gerakan sosial dianggap sebagai sebuah gejala

penyimpangan (deviant), irasional, dan dianggap penyakit sosial. Pandangan ini

terkait dengan pendekatan fungsionalisme atau sering juga disebut sebagai

“fungsionalisme struktural”. Fungsionalisme melihat masyarakat dan pranata

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musik - UKSW

sosial sebagai sistem di mana seluruh bagian saling bergantung satu sama lain dan

bekerja bersama guna menciptakan keseimbangan. Dengan demikian

keseimbangan merupakan unsur kunci dalam fungsionalisme. Oleh karena itu

gerakan sosial dalam perspektif struktural fungsionalisme cenderung dilihat

sebagai disfungsi yakni aktivitas yang menimbulkan konflik dan mengganggu

keseimbangan. Baru pada studi yang berkembang tahun 1960-an hingga 1970-an,

dan 1980-an hingga sekarang gerakan sosial dipandang sebagai gejala positif yang

kelahirannya didasari oleh alasan-alasan rasional (Sadikin, 2005). Gerakan sosial

dipandang sebagai bagian dari dinamika internal masyarakat atau sebagai sarana

konstruktif bagi perubahan sosial. Pendekatan ini merupakan alternatif terhadap

fungsionalisme, yang dikenal sebagai teori konflik. Teori konflik pada dasarnya

menggunakan tiga asumsi dasar, yaitu: pertama, rakyat dianggap memiliki

sejumlah kepentingan dasar dimana mereka akan berusaha secara keras untuk

memenuhinya. Kedua, kekuatan adalah inti dari struktur sosial dan ini melahirkan

perjuangan untuk mendapatkannya dan yang terakhir, nilai dan gagasan adalah

senjata konflik yang digunakan oleh berbagai kelompok untuk mencapai tujuan

masing-masing, ketimbang sebagai alat mempertahankan identitas dan

menyatukan tujuan masyarakat (Fakih, 1996). Studi gerakan sosial ini juga diikuti

dengan beragam praktik gerakan sosial di seluruh dunia seperti misalnya gerakan

antiperang vietnam di Amerika, gerakan sosial meminta pembaruan agraria,

gerakan sosial menjatuhkan rezim diktator, gerakan buruh di negara-negara

berkembang meminta kenaikan upah dan perbaikan kondisi kerja, gerakan

antipembangunan, gerakan perempuan dan gerakan lingkungan hidup. Dalam

konteks penelitian ini, penulis meyakini gerakan sosial sebagai dinamika

masyarakat yang mengarahkan tujuan pada terciptanya perubahan.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musik - UKSW

Gerakan sosial sendiri memiliki bermacam definisi. Michael Useem dalam

Wiktorowicz (2007) mendefinisikan gerakan sosial sebagai “tindakan kolektif

terorganisasi, yang dimaksudkan untuk mengadakan perubahan sosial.” John

McCarthy dan Mayer Zald melangkah lebih rinci, dengan mendefinisikan gerakan

sosial sebagai “upaya terorganisasi untuk mengadakan perubahan di dalam

distribusi hal-hal apa pun yang bernilai secara sosial”. Sedangkan Charles Tilly

menambahkan corak perseteruan (contentious) atau perlawanan di dalam interaksi

antara gerakan sosial dan lawan-lawannya. Dalam definisinya, gerakan-gerakan

sosial adalah “upaya-upaya mengadakan perubahan lewat interaksi yang

mengandung perseteruan dan berkelanjutan di antara warganegara dan negara.

David Meyer dan Sidney Tarrow (1998:4) dalam Wiktorowicz (2007),

memasukkan semua ciri yang sudah disebutkan di atas dan mengajukan sebuah

definisi yang lebih inklusif tentang gerakan sosial, yakni: “Tantangan-tantangan

bersama, yang didasarkan atas tujuan dan solidaritas bersama, dalam interaksi

yang berkelanjutan dengan kelompok elite, saingan atau musuh, dan pemegang

otoritas”.

Terdapat dua ciri umum yang muncul dalam pengertian gerakan sosial.

Pertama, gerakan-gerakan sosial melibatkan “tantangan kolektif”, yakni upaya-

upaya terorganisasi untuk mengadakan perubahan di dalam aransemen-aransemen

kelembagaan. Ciri yang kedua adalah corak politis yang inheren di dalam

gerakan-gerakan sosial. Ini terutama terkait dengan tujuan-tujuan yang hendak

dicapai lewat gerakan-gerakan sosial, yang secara tipikal mencakup perubahan di

dalam distribusi kekuasaan dan wewenang.

Gerakan-gerakan sosial adalah bentuk paling modern dari politik

perseteruan (contentious politics), yang terjadi “ketika orang-orang biasa, sering

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musik - UKSW

kali dalam kerja sama dengan warga negara yang lebih berpengaruh, bersama-

sama menggalang kekuatan dalam konfrontasi kolektif mereka melawan

kelompok elite, pemegang otoritas, dan musuh-musuh politik (Tarrow:1998)”.

Tidak semua bentuk perlawanan yang terjadi bisa disebut sebagai gerakan

sosial. Bagi Tarrow, konsep gerakan sosial harus memiliki empat properti

mendasar, yaitu :

1. Tantangan Kolektif

2. Tujuan Bersama

3. Solidaritas dan Identitas Kolektif

4. Memelihara Politik Perlawanan

2.5.1. Gerakan Sosial Baru

Gerakan sosial baru merupakan istilah yang umum digunakan

untuk menyebut fenomena gerakan sosial yang muncul sejak pertengahan

tahun 1960-an terutama di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan

negara-negara Eropa Barat yang telah memasuki era ekonomi pasca-

industrial. Ini berarti bahwa wacana tentang gerakan sosial baru bermula di

negara-negara maju sebagai bagian dari konteks perkembangan peradaban

mereka (Suharko, 2006:8).

Para ahli ilmu sosial melihat gerakan sosial baru sebagai pertama,

tipe gerakan sosial yang memiliki tampilan baru dan bahkan mungkin

unik. Kedua, akumulasi pengetahuan yang dihasilkan dari riset tentang

gerakan sosial baru telah membawa gerakan sosial baru kepada status

sebagai suatu paradigma (cara pandang terhadap suatu subyek

permasalahan) dalam memahami kenyataan sosial itu sendiri (Pichardo,

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musik - UKSW

1997, Singh, 2001). Status yang masih membawa perdebatan di kalangan

intelektual ilmu sosial. Akan tetapi dalam tulisan ini penulis tidak akan

memasuki ranah tersebut. Tulisan ini lebih merujuk kepada pemahaman

yang menempatkan gerakan sosial baru sebagai tipe (tambahan) gerakan

sosial. Gerakan sosial baru dilihat sebagai kisah tambahan yang muncul

belakangan dalam episode yang disebut gerakan sosial (the repertoire of

social movements) (Pichardo, 1997:425). Singh (2001) mengatakan bahwa

gerakan sosial baru pada dasarnya merupakan bentuk respon terhadap

hadir dan menguatnya dua institusi yang menerobos masuk ke hampir

semua relung kehidupan warga yakni negara (the state) dan pasar (the

market), karena itu gerakan sosial baru membangkitkan isu “pertahanan

diri” komunitas dan masyarakat untuk melawan ekspansi aparat negara

dan pasar yang makin meningkat (Suharko, 2006). Dengan kata lain

gerakan sosial baru melawan tata sosial dan kondisi yang didominasi oleh

negara dan pasar dan menyerukan sebuah kondisi yang lebih adil.

Gerakan sosial baru memiliki perbedaan yang signifikan

dibandingkan gerakan sosial lama/klasik/tradisional. Gerakan sosial lama

biasanya dicirikan secara kuat oleh tujuan ekonomis-material seperti

tercermin dari gerakan kaum buruh. Sedangkan gerakan sosial baru

menanggalkan tujuan tersebut. Gerakan sosial baru lebih berfokus pada

tujuan-tujuan non-material. Dengan kata lain, apabila gerakan sosial lama

berorientasi pada perjuangan kelas, dengan semboyan anti-kapitalisme,

revolusi kelas, perjuangan kelas, gerakan sosial baru tampil sebagai

perjuangan lintas kelas. Gerakan sosial baru tidak lagi mengikuti model

pengorganisasian serikat buruh industri dan model politik kepartaian.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musik - UKSW

Gerakan ini lebih memilih saluran diluar politik normal, menerapkan taktik

yang mengganggu (distruptive) dan memobilisasi opini publik untuk

mendapatkan daya tawar politik (Suharko, 2006:10).

Gerakan sosial baru memilih model politik akar rumput,

memprakarsai gerakan-gerakan mikro pada kelompok-kelompok kecil, dan

membidik isu-isu lokal dengan sebuah dasar institusi yang dibatasi.

Merujuk pada Cohen (dalam Singh, 2001) Gerakan sosial baru umumnya

membidik dan merespon isu-isu yang bersumber dari civil society daripada

perekonomian dan negara. Mereka berjuang untuk otonomi, pluralitas dan

keberbedaan; melakukan upaya sadar untuk belajar dari pengalaman masa

lalu untuk merelatifkan nilai-nilai mereka melalui penalaran, dan

mempertimbangkan keberadaan formal negara dan ekonomi pasar, dan

tidak lagi berjuang untuk komunitas-komunitas utopia yang tidak

terjangkau di masa lalu. Karena itu dalam pandangan Cohen tujuan

gerakan sosial baru adalah menata kembali hubungan negara, masyarakat

dan perekonomian, dan untuk menciptakan ruang publik yang di dalamnya

wacana demokratis tentang otonomi dan kebebasan individual,

kolektifitas, serta identitas dan orientasi bisa didiskusikan dan selalu

diperiksa.

2.6 Kerangka Pikir

Penelitian

Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough :

Analisis Teks (representasi, relasi, identitas)Analisis Praktik Wacana (produksi dan konsumsi teks)Analisis Sosiokultural (konteks)

Wacana Lagu Puritan (God

Blessed Fascists)

Homicide

Lagu Puritan (Godblessed

Fascists)

Gerakan Sosial Baru

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musik - UKSW

Salah satu bentuk ekspresi budaya adalah lagu. Sebuah lagu memiliki

berbagai macam fungsi, salah satunya sebagai ekspresi protes. Contohnya adalah

lagu yang berjudul Puritan. Puritan merupakan lagu yang diciptakan Homicide

pada tahun 2001. Lagu ini bercerita tentang aksi sweeping buku, pembakaran

buku dan pengrusakan markas aktivis oleh ormas yang tergabung dalam

organisasi Aliansi Anti Komunis. Di dalam lagu ini Homicide menceritakan aksi

sweeping dalam bahasa mereka sendiri. Permainan bahasa yang digunakan

Homicide tentunya memiliki tujuan tertentu. Melalui bingkai analisis wacana

kritis peneliti akan mencoba melihat wacana dibalik teks lagu Puritan. Penelitian

ini juga bertujuan untuk melihat ideologi yang melatarbelakangi Homicide dalam

membuat karya-karyanya.