Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Siagian (1989) berpendapat bahwa persepsi merupakan
suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan dan
menginterpretasikan kesan-kesan sensorisnya dalam usahanya
memberikan suatu makna tertentu dalam lingkungannya.
Sedangkan menurut Thoha (1999), persepsi pada hakekatnya
adalah proses kognitif yang dialami setiap orang dalam
memahami setiap informasi tentang lingkungannya baik melalui
penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman.
Menurut Wirawan (1983), Persepsi adalah kemampuan
seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan, kemampuan
tersebut antara lain:
a. kemampuan untuk membedakan, kemampuan untuk
mengelompokan,
b. kemampuan untuk memfokuskan.
Oleh karena itu seseorang bisa saja memiliki persepsi yang
berbeda, walaupun objeknya sama. Hal tersebut dimungkinkan
karena adanya perbedaan dalam hal sistem nilai dan ciri
kepribadian individu yang bersangkutan.
Sejalan dengan hal tersebut, Leavit (1978) menyatakan
bahwa persepsi memiliki pengertian dalam arti sempit dan arti
luas. Dalam arti sempit persepsi yaitu penglihatan, bagaimana
seseorang melihat sesuatu, dan dalam arti luas persepsi yaitu
12
pandangan atau pengertian, bagaimana seseorang memandang
atau mengartikan sesuatu.
Jadi, Persepsi adalah kemampuan seseorang untuk
mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus atau
rangsang berupa informasi, objek, dan lainnya yang berasal dari
lingkungan sekitar.
2. Proses Persepsi
Damayanti (2000) menggambarkan proses pembentukan
persepsi pada skema dibawah ini:
Gambar 2.1 Skema Pembentukan Persepsi
Proses pembentukan persepsi dimulai dengan penerimaan
rangsangan dari berbagai sumber melalui panca indera yang
dimiliki, setelah itu diberikan respon sesuai dengan penilaian dan
pemberian arti terhadap rangsang lain. setelah diterima
rangsangan atau data yang ada diseleksi. Untuk menghemat
perhatian yang digunakan rangsangan-rangsangan yang telah
diterima diseleksi lagi untuk diproses pada tahapan yang lebih
Rangsangan/ Sensasi
Lingkungan
Pengalaman
Proses Belajar
Interpretasi
Seleksi Input
Proses Pengorgansasian
Persepsi
13
lanjut. Setelah diseleksi rangsangan diorganisasikan berdasarkan
bentuk sesuai dengan rangsangan yang telah diterima. Setelah
data diterima dan diatur, proses selanjutnya individu menafsirkan
data yang diterima dengan berbagai cara. Dikatakan telah terjadi
persepsi setelah data atau rangsang tersebut berhasip di tafsirkan.
Sedangkan faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi
seseorang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-
hal lain yang dapat disebut sebagai faktor-faktor personal, yang
menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi
karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimuli
(Rakhmat, 1998). Sejalan dengan hal tersebut, maka persepsi
seseorang ditentukan oleh dua faktor utama yaitu pengalaman
masa lalu dan faktor pribadi (Sugiharto, 2001).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Krech (1962) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang adalah:
a. Frame of reference, yaitu kerangka pengetahuan
yang dimiliki yang dipengaruhi dari pendidikan,
bacaan, penelitian, dan lain-lain.
b. Frame of experience, yaitu berdasarkan pengalaman
yang telah dialaminya yang tidak terlepas dari
keadaan lingkungan sekitarnya.
14
B. Kualitas Pelayanan
1. Pengertian Kualitas Pelayanan
Menurut American Association for Quality Control,
kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik-
karakteristik dari suatu produk atau jasa dalam hal
kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang
telah ditentukan atau bersifat laten (Muhammad, 2009). Secara
harafiah, Poerwadarminta (1985), menjelaskan bahwa pelayanan
adalah menolong menyediakan segala apa yang diperlukan orang
lain, seperti tamu atau pembeli. Selain itu, menurut Kotler (2000)
pelayanan adalah kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh
suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud
dan tidak menghasilkan kepemilikan.
Parasuraman, Zeithmal, dan Berry (1988), menyebutkan
bahwa kualitas pelayanan sebagai sejauh mana layanan
memenuhi kebutuhan pelanggan atau harapan. Sejalan dengan hal
tersebut menurut Alam dan Yasin (2009) secara tradisional,
kualitas pelayanan telah dikonsepkan sebagai perbedaan antara
harapan konsumen mengenai pelayanan yang akan diterima dan
persepsi pelayanan yang diterima. Selain itu, Lewis dan Boom
(dalam Parasuraman, Zeithmal dan Berry, 1985) mengungkapkan
bahwa kualitas pelayanan merupakan pengukuran seberapa sesuai
tingkat pelayanan yang diberikan dengan harapan konsumen.
Pemberian pelayanan yang berkualitas berarti memenuhi harapan
konsumen secara konsisten.
15
Wyckof (dalam Tjiptono, 1996) mendefinisikan kualitas
jasa/pelayanan (service quality) sebagai tingkat keunggulan yang
diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan pelanggan. Terdapat dua faktor utama
yang memengaruhi kualitas jasa/pelayanan, yaitu jasa atau
pelayanan yang diharapkan dan jasa/pelayanan yang diterima.
Apabila jasa/pelayanan yang dirasakan sesuai dengan yang
diharapkan, maka kualitas jasa/pelayanan dipersepsikan baik dan
memuaskan dan apabila jasa/pelayanan yang dirasakan lebih
rendah dari yang diharapkan maka kualitas jasa/pelayanan
dipersepsikan buruk.
Jadi, kualitas pelayanan adalah seberapa besar perbedaan
antara tingkat pelayanan yang diberikan dengan harapan
konsumen mengenai pelayanan yang diterimanya.
2. Teori Kualitas Pelayanan
Salah satu cara agar penjualan jasa suatu perusahaan lebih
unggul dibandingkan para pesaingnya adalah dengan memberikan
pelayanan yang berkualitas dan bermutu, yang memenuhi tingkat
kepentingan konsumen. Rangkuti (dalam Muhammad, 2009)
menyatakan bahwa tingkat kualitas pelayanan harus dipandang
melalui sudut pandang penilaian pelanggan, karena itu dalam
merumuskan strategi dan program pelayanan perusahaan harus
berorientasi pada kepentingan pelanggan dengan memperhatikan
komponen kualitas pelayanan. Menurut Hayzer dan Render
(dalam Muhammad, 2009) kualitas pelayanan/jasa dapat diukur
dengan melihat seberapa jauh efektifitas pelayanan/jasa dapat
16
memperkecil kesenjangan antara harapan dengan pelayanan/jasa
yang diberikan.
Parasuraman, Zeithmal dan Berry (1990) mengemukakan
bahwa perbedaan (kesenjangan) antara jasa pelayanan yang
dirasakan dengan yang diharapkan terjadi karena adanya :
a. Kesenjangan antara harapan konsumen dengan
pandangan manajemen (Gap between the customer’s
expectations and the manajemen perceptions)
Pihak manajemen tidak selalu memiliki pemahaman
yang tepat tentang apa yang diinginkan oleh para
pelanggan atau bagaimana penilaian pelanggan
terhadap usaha pelayanan yang diberikan oleh
perusahaan. Contohnya, manajemen menganggap
bahwa pelanggan menilai mutu pelayanan penerbangan
dari kualitas (mutu) tampilan website, tetapi
sebenarnya yang diharapkan oleh pelanggan adalah
cepat tanggap dan keamanan dalam membeli tiket
melalui website.
b. Kesenjangan antara pandangan manajemen dengan
spesifikasi kualitas pelayanan (Gap between
management perceptions and service quality
specification)
Manajemen mungkin tidak membuat standar kualitas
yang jelas, atau standar kualitas sudah jelas tetapi tidak
realistik, atau standar kualitas sudah jelas dan realistik
namun manjemen tidak berusaha untuk melaksanakan
standar kualitas tersebut. Hal ini akan mengakibatkan
17
karyawan tidak memahami tentang kebijakan
perusahaan dan ketidakpercayaan terhadap sikap
manajemen, yang selanjutnya menurunkan prestasi
kerja karyawan. Contohnya, adanya keinginan
manajemen untuk memberikan jawaban yang cepat
terhadap telepon yang masuk, namun tidak
mempersiapkan operator telepon dalam jumlah yang
cukup; adanya kebijakan–kebijakan yang tidak jelas,
dikomunikasikan dengan buruk kepada karyawan.
c. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas pelayanan dan
penyajian pelayanan (Gap between service quality
specifications and service delivery)
Standar-standar yang tinggi harus didukung oleh
sumber-sumber daya, program-program dan imbalan
yang diperlukan untuk mendorong karyawaan dalam
memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan.
Banyak faktor yang memengaruhi pemberian
pelayanan, seperti keterampilan dan kompetensi
karyawan, moral karyawan, peralataan yang digunakan,
pemberian penghargaan.
d. Kesenjangan antara penyajian pelayanan dan
komuniksi eksternal (Gap between service delivery and
external communications)
Harapan pelanggan dipengaruhi oleh janji-janji yang
disampaikan penyedia jasa melalui komunikasi
eksternal seperti para wiraniaga, brosur-brosur, iklan,
dan lain-lain. Hasil pelayanan yang baik dapat
18
mengecewakan pelanggan jika komunikasi pemasaran
perusahaan menyebabkan mereka memiliki harapan
yang terlalu tinggi sehingga tidak tidak realistis lagi.
Contohnya, dalam website terdapat gambar pramugari
yang ramah dan kenyataannya pada saat tamu
melakukan penerbangan, mereka menemukan bahwa
pramugari tersebut tidak ramah.
e. Kesenjangan antara pelayanan yang dirasakan dan
pelayanan yang diharapkan (Gap between perceived
service and expected service)
Perbedaan ini terjadi jika pihak manajemen gagal
menutup salah satu atau lebih dari empat kesenjangan
tersebut di atas. Perbedaan inilah yang menimbulkan
rasa ketidakpuasan pelanggan.
19
Gambar 2.2 Conceptual Model of Service Quality – The Gap Analysis
Model
Dalam perkembangannya Parasuraman et al, Zeithaml dan
Bitner (1988) mengemukakan pendapatnya yang merupakan
penyempurnaan dari penelitian khusus terhadap beberapa jenis
kualitas pelayanan dan menghasilkan lima aspek pokok kualitas
pelayanan yang dinamakan SERVQUAL, yang bisa jadi
merupakan singkatan dari service quality.
C. Aspek Kualitas Pelayanan
Menurut Zeithaml (dalam Tjiptono, 2002) ada sepuluh aspek
kualitas pelayanan dalam menentukan kualitas pelayanan, yaitu:
1. Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi
kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya
(dependability). Selain itu juga berarti bahwa perusahaan
yang bersangkutan memenuhi janjinya.
20
2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para
karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan
pelanggan.
3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan
memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan
agar dapat memberikan jasa tertentu.
4. Access, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui.
Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau,
waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran
komunikasi perusahaan yang mudah dihubungi, dan lain-
lain.
5. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, perhatian, dan
keramahan yang dimiliki para personel.
6. Communication, artinya memberikan informasi kepada
pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta
selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.
7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya.
Kredibilitas mencakup nama perusahaan, reputasi
perusahaan, karakteristik pribadi, contact personnel, dan
interaksi dengan pelanggan
8. Security, yaitu aman dari bahaya, resiko, atau keragu-
raguan. Aspek ini meliputi keamanan secara fisik (physical
safety) keamanan financial (financial security), dan
kerahasiaan (confidentiality).
9. Understanding/knowing the customer, yaitu untuk
memahami kebutuhan pelanggan.
21
10. Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa, berupa fasilitas fisik,
peralatan yang digunakan, representasi fisik dari jasa.
Selain kesepuluh aspek diatas, Parasuraman, Zeithaml, dan
Berry (1990) membagi kualitas pelayanan dalam lima aspek yaitu
Tangible, Reliable, Responsiveness, Assurance, Empathy. Berikut ini
penjelasan dari masing-masing aspek:
1. Tangible adalah kemampuan suatu perusahaan dalam
menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal.
Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik
perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah
bukti nyata dari pelayanan yang diberikan perusahaan.
2. Reliable adalah kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan akurat dan dapat diandalkan. Kinerja
harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti
ketetapan waktu, pelayanan yang sama untuk semua
pelanggan tanpa kesalahan, sikap simpatik, dan akurasi
yang tinggi.
3. Responsiveness adalah kemampuan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat
kepada para pelanggan dengan penyampaian informasi
yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa
adanya alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang
negatif dalam kualitas pelayanan.
4. Assurance adalah adanya kepastian yaitu pengetahuan,
kesopansantunan dan kemampuan para pegawai
perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para
pelanggan kepada pelayanan perusahaan.
22
5. Empathy adalah memberikan perhatian yang tulus dan
bersifat individu atau pribadi yang diberikan kepada para
pelanggan dengan upaya memahami keinginan konsumen.
Perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan
pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan
pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu
pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik harus
dapat diandalkan, keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata
dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Menurut Gazpersz
(dalam Assegaff, 2001) keandalan berkaitan dengan probabilitas
atau kemungkinan suatu produk melaksanakan fungsinya secara
berhasil dalam periode waktu tertentu dibawah kondisi tertentu
dengan demikian keandalan merupakan karakteristik yang
merefleksikan kemungkinan atau probabilitas tingkat keberhasilan
dalam penggunaan produk tersebut. Menurut Sugiarto (dalam
Assegaff, 2001) ketanggapan adalah tingkat kepekaan yang tinggi
terhadap pelanggan yang diikuti dengan tindakan yang tepat sesuai
dengan kebutuhan tersebut. Menurut Tjiptono (2000) jaminan
mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dana sifat dapat
dipercaya, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. Lazarus
(dalam Assegaff, 2001) menjelaskan bahwa empati sebagai
merasakan perasaan-perasaan orang lain dengan menempatkan
seseorang secara psikologis pada keadaan orang lain.
Sedangkan aspek yang dipakai sebagai alat ukur dari
Parasuraman (1990) yaitu; reliability, responsiveness, assurance,
emphaty, dan tangible. Hal tersebut dikarenakan aspek-aspek
23
tersebut dinilai cocok untuk digunakan dalam penelitian tersebut.
Kelima aspek tersebut merupakan penyempurnaan dari kesepuluh
aspek yang dikemukan oleh Zeithaml (dalam Tjiptono, 2002).
D. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kualitas Pelayanan
Wyckof (dalam Tjiptono, 1996) mengungkapkan terdapat dua
faktor utama yang memengaruhi kualitas jasa/pelayanan, yaitu:
a. jasa/pelayanan yang diharapkan
b. jasa/pelayanan yang diterima
Apabila jasa/pelayanan yang dirasakan sesuai dengan yang
diharapkan, maka kualitas jasa/pelayanan dipersepsikan baik dan
memuaskan dan apabila jasa/pelayanan yang dirasakan lebih rendah
dari yang diharapkan maka kualitas jasa/pelayanan dipersepsikan
buruk.
E. Jenis Kelamin Hungu (2007) menyatakan jenis kelamin (seks) adalah
perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak
seseorang lahir. Menurut Gender brief Series No. 1 (2007), istilah
“Gender” biasanya merujuk pada peran dan tanggung jawab
perempuan dan laki-laki yang dikonstruksi secara sosial, dalam
suatu wilayah atau konteks budaya. Hal inilah yang membedakannya
dengan istilah “sex” yang merujuk pada perbedaan biologis antara
perempuan dan laki-laki. Bersifat permanen dan universal. Peran
tersebut dipengaruhi oleh persepsi dan harapan yang dibangun dari
faktor budaya, politik, lingkungan, ekonomi, sosial, agama dan juga
kebiasaan, hukum, strata kelas, etnisitas, bahkan termasuk juga di
dalamnya bias individu maupun institusi. Sifat dan perilaku gender
24
merupakan sesuatu yang dibangun, dipelajari, dan dapat
diubah/berubah.
Situasi yang menyebabkan pembedaan gender menurut
Gender Brief Series No.1 (2007) menjelaskan antara lain:
1. Sosial, persepsi yang berbeda antar perempuan dan laki-
laki mengenai peran sosialnya. Misalnya, perempuan
sebagai pengurus rumah tangga, laki-laki-laki sebagai
kepala rumah tangga; perempuan sebagai pengasuh anak,
pengurus rumah tangga, sosok yang lemah; sedangkan
lakilaki sebagai pelindung, penjaga keamanan, figur yang
kuat, dsb.
2. Politik, pembedaan cara di mana laki-laki dan perempuan
berbagi kekuasaan dan otoritas di ruang publik. Biasanya
laki-laki berkiprah di level politik nasional dan politik
tingkat tinggi; sedangkan perempuan lebih banyak
bergerak di level politik lokal dan aktivitas yang berkaitan
dengan peran domestik.
3. Pendidikan, pembedaan dalam hal kesempatan
mendapatkan pendidikan antara anak laki-laki dan
perempuan. Kebanyakan sumber keuangan keluarga
diarahkan bagi pendidikan anak laki-laki, sementara anak
perempuan tidak diarahkan untuk mendapatkan tantangan
akademik.
4. Ekonomi, pembedaan akses antara perempuan dan laki-
laki dalam hal pencapaian karir dan kontrol terhadap
sumber daya maupun pengelolaan keuangan, serta
25
sumber-sumber produktif lainnya, misalnya kredit,
pinjaman, atau kepemilikan tanah.
F. Perbedaan Gender dalam Kualitas Pelayanan
Pria adalah manusia yang diciptakan dengan kemampuan fisik
dan otot yang lebih besar. Umumnya pria bersifat maskulin,
sedangkan wanita adalah manusia yang diciptakan dengan
sensitivitas yang lebih tinggi serta bersifat feminin. Pease dan Pease
(2007) menjelaskan bahwa pria dan wanita berbeda. Salah satunya
tidak lebih buruk atau lebih baik daripada yang lain, tetapi berbeda.
Satu-satunya kesamaan di antara pria dan wanita adalah keduanya
tergolong dalam spesies yang sama. Dunia pria dan wanita berbeda,
termasuk nilai-nilai dan peraturan-peraturan yang pria dan wanita
taati. Dari segi budaya, kepercayaan dan ras, pria dan wanita terus
saling berdebat tentang pendapat, perilaku, sikap dan keyakinan
pasangannya. Menurut Pease dan Pease (2007) pria dan wanita telah
berubah secara perlahan-lahan dengan cara yang berbeda. Pria
berburu sementara wanita mengumpulkan. Pria melindungi, wanita
mengasuh. Sebagai akibat dari pembagian pekerjaan itu, tubuh dan
otak pria dan wanita berkembang dengan cara yang berbeda. Pria
dan wanita berpikir dengan cara yang berbeda, mempercayai hal-hal
yang berbeda pula. Pria dan wanita memiliki perbedaan pandangan,
prioritas dan kebiasaan.
Pease dan Pease (2007) juga mengatakan bahwa wanita
memiliki keterampilan penginderaan yang lebih peka daripada pria.
Wanita memiliki sebuah intuisi yang merupakan kemampuan wanita
untuk melihat rincian kecil (detail) dan perubahan dari penampilan
26
ataupun perilaku orang lain. Sedangkan pria hampir tidak menyadari
adanya orang lain yang tinggal di rumahnya. Wanita dapat
menjelaskan warna dengan cara yang lebih rinci. Seorang pria hanya
akan menggunakan penggambaran dasar warna karena otak pria
tidak dilengkapi dengan bagian untuk melihat lebih rinci.
Pease dan Pease (2007) mengatakan bahwa ”pria dan wanita
memahami dunia melalui pandangan yang berbeda. Seorang pria
melihat hal-hal dan benda-benda serta hubungan satu sama lainnya
dalam pengertian ruang seolah sedang meletakkan keping-keping
puzzle dan menyatukannya menjadi sebuah gambar utuh. Sedangkan
wanita secara harafiah memandang dunia sebagai gambar yang lebih
besar, lebih luas dan melihat detail-detail halus. Namun keping-
keping puzzle itu sendiri dan hubungan wanita dengan keping-
keping lainnya tampak lebih terjalin daripada penempatan ruang
wanita”.
Seorang pria ketika berhasil melakukan tugas sebaik yang pria
bayangkan, pria cenderung mengaitkan keberhasilan pria dengan
keterampilan atau kecerdasan pria. Jika yang pria lakukan tidak
sesuai dengan harapan, pria cenderung menyalahkan nasib buruk
atau adanya faktor lain di luar kemampuan pria. Sedangkan wanita
hanya bisa mencapai harapan wanita yang rendah, wanita cenderung
mengaitkannya dengan kekurangan wanita dalam hal kemampuan
atau kecerdasan. Kalau wanita berhasil melampaui dugaan yang
rendah untuk sukses, wanita cenderung mengaitkannya dengan
keberuntungan atau faktor lain di luar jangkauan wanita. (Farrel dan
Farrel, 2004).
27
Menurut Segal (1990), “There are some tenacious difference
between men and women in behavior”. Terdapat perbedaan yang
kuat dalam perilaku pria dan wanita. Konsumen pria adalah
konsumen yang mudah dipengaruhi oleh nasehat yang baik serta
argumentasi yang objektif. Sedangkan konsumen wanita lebih
banyak tertarik pada warna dan bentuk, kurang tertarik pada hal-hal
teknis, lebih mementingkan status sosial, lebih peka, menyenangi
hal-hal yang romantis daripada objektif, mudah meminta pandangan,
pendapat maupun nasehat dari orang lain. Sehingga merupakan
suatu kesalahan jika para penyedia produk dan jasa memperlakukan
wanita sama layaknya dengan pria dan sebaliknya.
Menurut Kartajaya (2003), wanita selalu memperhatikan
hingga ke detail. Konsumen wanita akan menilai segala sesuatu
dengan lebih terperinci. Sehingga jangan sampai para penyedia jasa
melupakan satu hal bagian kecil saja jika tidak ingin konsumen
kecewa. Konsumen wanita juga sangat memperhatikan berbagai isu.
Sedangkan pria kurang memperhatikan detail dan isu yang sedang
terjadi.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mokhlis (2012), dalam
menilai suatu kualitas pelayanan, pria dan wanita memiliki
perbedaan. Emphaty, tangibles, dan reliability secara signifikan
lebih dipentingkan oleh konsumen pria ketimbang konsumen wanita.
Namun, assurance dan responsiveness memiliki tingkat kepentingan
yang sama antara kedua gender tersebut.
Berdasarkan banyaknya perbedaan antara pria dan wanita yang
diungkapkan oleh beberapa tokoh di atas dan juga penelitian
sebelumnya, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan yaitu bahwa
28
dalam menilai kualitas sebuah pelayanan pria dan wanita memiliki
perbedaan.
G. Hipotesis
Secara statistik hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
H0; µ1=µ2 : Tidak ada perbedaan persepsi kualitas
pelayanan online ticketing penerbangan PT.
Garuda Indonesia di kalangan mahasiswa
wanita dan mahasiswa pria Universitas Kristen
Satya Wacana.
H1; µ1≠µ2 : Adanya perbedaan persepsi kualitas pelayanan
online ticketing penerbangan PT. Garuda
Indonesia di kalangan mahasiswa wanita dan
mahasiswa pria Universitas Kristen Satya
Wacana.