43
19 BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK 1. Pengertian Anak Menurut Ahli Menurut R.A Koesno, yang dimaksud dengan anak adalah manusia yang masih muda dalam umur, muda jiwa dan pengalaman hidupnya karena lingkungan sekitar. Shanty Dellyana berpendapat bahwa anak adalah mereka yang belum dewasa dan yang menjadi dewasa karena peraturan tertentu (mental dan fisik belum dewasa). 8 Sedangkan Poernawadarminta memberikan pengertian anak sebagai manusia yang masih kecil. Kertono memberikan pengertian anak sebagai keadaan manusia yang normal yang masih muda usia dan sedang menentukan identitasnya serta sangat labil jiwanya, sehingga sangat mudah kena pengaruh lingkungannnya. Menurut Atmasasmita, anak adalah seorang yang masih di bawah usia tertentuyang belum dewasa serta belum kawin. Sedangkan Soejono menyatakan bahwa anak menurut hukum adat adalah mereka yang belum menentukan tanda-tanda fisik belum dewasa. 9 Berdasarkan pengertian anak tersebut di atas dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan pengertian anak adalah mereka yang masih muda 8 Shanty Delllyana, 1990, Wanita Dan Anak Di Mata Hukum, Yogyakarta, Liberty hal 50. 9 Made Sadhi Astuti, 1 Maret 1997.Selayang pandang Anak Sebagai Korban dan Pelaku Tindak Pidana, Malang, Arena Hukum.

BAB II LANDASAN TEORI - UKSW · 2016. 8. 31. · 19 BAB II LANDASAN TEORI . A. TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK . 1. Pengertian Anak Menurut Ahli . Menurut R.A Koesno, yang dimaksud dengan

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 19

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK

    1. Pengertian Anak Menurut Ahli

    Menurut R.A Koesno, yang dimaksud dengan anak adalah manusia

    yang masih muda dalam umur, muda jiwa dan pengalaman hidupnya karena

    lingkungan sekitar. Shanty Dellyana berpendapat bahwa anak adalah

    mereka yang belum dewasa dan yang menjadi dewasa karena peraturan

    tertentu (mental dan fisik belum dewasa). 8

    Sedangkan Poernawadarminta memberikan pengertian anak sebagai

    manusia yang masih kecil. Kertono memberikan pengertian anak sebagai

    keadaan manusia yang normal yang masih muda usia dan sedang

    menentukan identitasnya serta sangat labil jiwanya, sehingga sangat mudah

    kena pengaruh lingkungannnya.

    Menurut Atmasasmita, anak adalah seorang yang masih di bawah usia

    tertentuyang belum dewasa serta belum kawin. Sedangkan Soejono

    menyatakan bahwa anak menurut hukum adat adalah mereka yang belum

    menentukan tanda-tanda fisik belum dewasa. 9

    Berdasarkan pengertian anak tersebut di atas dapat diketahui bahwa

    yang dimaksud dengan pengertian anak adalah mereka yang masih muda

    8 Shanty Delllyana, 1990, Wanita Dan Anak Di Mata Hukum, Yogyakarta, Liberty hal 50.

    9 Made Sadhi Astuti, 1 Maret 1997.Selayang pandang Anak Sebagai Korban dan Pelaku Tindak

    Pidana, Malang, Arena Hukum.

  • 20

    usia dan sedang menentukan identitas, sehingga berakibat mudah terkena

    pengrauh lingkungan sekitar.

    a. Anak Menurut Hukum Perdata

    Pasal 330 ayat (1) mengatakan, “orang yang belum dewasa adalah

    mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun (dua puluh satu) tahun

    dan tidak terlebih dahulu kawin”. Jadi seseorang dikatakan belum dewasa

    apabila ia belum berumur 21 (dua puluh satu tahun) serta belum pernah

    melakukan perkawinan.

    b. Anak Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak

    Pasal 1 Undang-UndangPelindungan Anak merumuskan, ”anak adalah

    seseorang yang belumm berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak

    yang masih dalam kandungan”. Berdasarkan Pasal tersebut, seseorang yang

    disebut dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan

    belas) tahun dan termasuk juga anak yang masih dalam kandungan ibunya.

    c. Anak Menurut Undang-Undang Kesejahtraan Anak

    Undang-Undang Kesejahteraaan Anak dalam Pasal 1 ayat (2)

    menyebutkan, “anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua

    puluh satu ) tahun dan belum pernah kawin.

    Jadi seseorang dikatakan anak apabila usianya belum mencapai 21

    (dua puluhsatu) tahun dan belum pernah melakukan perkawinan.

    d. Anak Menurut Undang-Undang Pengadilan Anak

  • 21

    Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Pengadilan Anak merumuskan,

    “anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal belum mencapai 18

    (delapn belas) tahun dan belum pernah kawin”.

    Jadi di sini yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang telah

    mencapai 18 (delapan belas) tahun, akan tetapi usianya tidak lebih dari 18

    (delapan belas) tahun serta belum pernah melakukan perkawinan.

    2. Anak Dalam Pengertian Khusus

    a. Pengertian Anak Dari Aspek Agama

    Pandangan anak dalam pengertian agama sesuai dengan pandangan

    Islam yaitu titipan Allah SWT yang harus diperlakukan secara

    manusiawi dan diberi pendidikan, pengajaran, ketrampilan..

    Pengertian ini memberikan atau melahirkan hak-hak yang harus

    diakui, diyakini dan diamankan sebagai implementasi amalan yang

    diterima oleh anak dari orang tua, masyarakat, bangsa dan negara.

    10

    b. Pengertian Anak Dari Aspek Sosiologis

    Kedudukan anak dalam pengertian sosiologis memposisikan anak

    sebagaikelompok sosial yang berstatus lebih rendah dari

    masyarakat di lingkungantempat berinteraksi. Status sosial yang

    dimaksud ialah ditujukan pada kemampuanmenerjemahkan ilmu

    dan teknologi sebagai ukuran interaksi yang dibentuk

    10 Maulana Hasan Wadong, 2000, Pengentar Advokasi Dan Perlindungan Anak, Jakarta, PT

    Grasindo, hal 10.

  • 22

    darikemampuan berkomunikasi sosial yang berada pada skala

    paling rendah.

    Pengelompokan pengertian anak dalam makna sosial ini lebih

    mengarahkan pada perlindungan kodrati karena keterbatasan-keterbatasan

    yang dimiliki oleh sanganak sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana

    orang dewasa.11 Masalah anak yang melakukan kejahatan atau tindak pidana

    dapat mudah dipahami yakni melanggar pasal-pasal yang ada dalam KUHP

    atau peraturan hukum lainnya yang tersebar di luar KUHP. Seperti tindak

    pidana Narkotika, tindak pidana pencurian dan lain sebagainya. Namun

    tidak demikian masalahnya dengan pengertian melakukan perbuatan yang

    dinyatakan terlarang bagi anak.

    Menurut peraturan perundang-undangan maupun peraturan hukum

    lainnya yang hidup dan berlaku dalam masyarakat, larangan berarti apa

    yang dianggap tabu dan tidak boleh dilakukan oleh seorang anak.

    Pengertiannya tentu jauh lebih luas karena selain norma hukum juga

    meliputi norma adat atau kebiasaan, norma agama, etika dan kebudayaan

    yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat yang

    bersangkutan.12Oleh sebab itu pengertian anak nakal juga sebagai anak yang

    melanggar norma adat dan kebiasaaan, norma agama sertaetika dan

    kebudayaan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat. Dari

    11 Maulana Hasan Wadong, 2000, Pengentar Advokasi Dan Perlindungan Anak, Jakarta, PT

    Grasindo, hal 10. 12 nst Darmawan, 2003, Metodologi Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung hal 36.

  • 23

    pengertian anak nakal di atas dapat diperkarakan untuk diselesaikan secara

    hukum.

    3. Batasan Umur Anak

    Batasan umur anak tergolong sangat penting dalam perkara pidana

    karena dipergunakan sebagai acuan untuk mengetahui apakah seseorang

    yang diduga melakukan kejahatan termasuk kategori anak atau bukan. Hal

    ini sangat diperlukan untuk dijadikan pegangan bagi aparat penegak hukum

    agar tidak terjadi salah tangkap, salah tahan, salah sidik salah tuntut maupun

    salah mengadili karena menyangkut hak asasi seseorang.

    Dalam Undang-Undang No.3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

    ketentuan mengenai batas umur anak diatur dalam :

    a. Pasal 1 ke 1 yang dirumuskan :

    “Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai

    umur 18 (delapan belas) tahun tetapi belum mencapai umur 18

    (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin”.

    Ketentuan ini berlaku dalam perkara anak nakal tanpa membedakan

    jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan dengan batasan umur

    secara minimal dan maksimal

    b. Pasal 4 ayat (1) yang dirumuskan:

    “ Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak

    adalah sekurangkurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum

    mencapai umur 18 (delapan belas)tahun dan belum pernah kawin”.

    Batasan umur dari kedua ketentuan di atas menunjukkan bahwa anak

    yang dapat diperkarakan secara pidana dibatasi antara umur 8 (delapan)

    sampai dengan 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah melakukan

  • 24

    perkawinan. Jadi berdasarkan penjelasan pasal-pasal tersebut di atas, dalam

    penulisan proposal ini yang dijadikan acuan adalah dalam membahas

    perlindungan hukum bagi anak yang melakukan tindak pidana dalam proses

    persidangan adalah pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor.3

    tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yaitu seorang yang telah berumur

    antara 8 (delapan) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun, serta

    belum pernah melakukan perkawinan.

    4.Pengertian Tentang Anak Yang Bermasalah Dengan Hukum

    Apabila ditinjau dari aspek yuridis, maka pengertian “anak” dimata

    hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa

    (minderjaring atau person under age), orang yang di bawah umur atau

    keadaan di bawah umur (minderjaringheid atau inferionity) atau kerap juga

    disebut sebagai anak yang di bawah pengawasan wali (minderjarige

    onvervoodij).13Pada tingkat Internasional rupanya tidak terdapat

    keseragaman dalam perumusan batasan tentang anak, tingkatan umur

    seseorang dikategorikan sebagai anak anatara satu negara dengan negara

    lain cukup beraneka ragam yaitu :

    Menurut Pasal 1 Konvensi Anak merumuskan pengertian anak sebagai

    “setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun kecuali berdasarkan

    Undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa

    dicapai lebih awal”.

    Berbagai kriteria untuk batasan usia anak pada dasarnya adalah

    pengelompokan usia maksimum sebagai perwujudan kemampuan seorang

    13Lilik Mulyadi,. Pengadilan Anak Di Indonesia, (Teori Praktek dan Permsalahannya) CV.Mandar

    Maju, Bandung, 2005, hal. 3-4

  • 25

    anak dalam status hukum sehingga anak tersebut akan beralih status menjadi

    usia dewasa atau menjadiseorang subyek hukum yang data

    bertanggungjawab secara mandiri terhadap perbuatan-perbuatan dan

    tindakan-tindaka hukum yang dilakukan oleh anak itu.14

    Beberapa hal yang perlu diperhatikan bahwa indikator untuk

    mengatakan bahwa seseorang telah dikatakan telah dewasa adalah bahwa ia

    dapat melakukan perbuatan hukum sendiri tanpa bantuan orang lain baik

    orang tua maupun wali. Berdasarkan penjelasan-penjelasan beberapa

    peraturan perundang-undangan diatas, maka dapat dilihat bahwa pengertian

    anak adalah bervariatif dimana hal tersebut dilihat dari pembatasan batas

    umur yang diberikan kepada seorang anak apakah anak tersebut dibawah

    umur atau belum dewasa dan hal tersebut dapat dilihat dari pengertian

    masing-masing peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,

    Namun meskipun demikian pada prinsipnya anak dibawah umur adalah

    seseorang yang tumbuh dalam perkembangannya yang mana anak tersebut

    memerlukan bimbingan untuk kedepannya.

    Hukum internasional telah menetapkan standar perlakuan yang harus

    atau dapat dirujuk oleh setiap negara dalam menangani anak yang

    berhadapan dengan hukum. Hukum internasional mensyaratkan negara

    untuk memberikan perlindungan hukum dan penghormatan terhadap anak

    yang berhadapan dengan hukum melalui pengembangan hukum, prosedur,

    kewenangan, dan institusi (kelembagaan).

    14Maulana Hasan Wadong, Advokasi Dan Hukum Perlindungan Anak, Grasindo, Jakarta, 2000, hal.24.

  • 26

    Secara konseptual anak yang berhadapan dengan hukum (children in

    conflict with the law), dimaknai sebagai : Seseorang yang berusia di bawah

    18 tahun yang berhadapan dengan sistem peradilan pidana dikarenakan yang

    bersangkutan disangka atau dituduh melakukan tindak pidana.

    Anak yang berhadapan dengan hukum dapat juga dikatakan sebagai anak

    yang berhadapan dengan sistem pengadilan pidana karena:

    1) Disangka, didakwa, atau dinyatakan terbukti bersalah melanggar

    hukum; atau

    2) Telah menjadi korban akibat perbuatan pelanggaran hukum yang

    dilakukan orang/kelompok orang/lembaga/negara terhadapnya;

    atau

    3) Telah melihat, mendengar, merasakan, atau mengetahui suatu

    peristiwa pelanggaran hukum.

    Dilihat ruang lingkupnya maka anak yang berhadapan dengan hukum

    dapat dibagi menjadi :

    1) Pelaku atau tersangka tindak pidana;

    2) Korban tindak pidana;

    3) Saksi suatu tindak pidana.

    Menurut Pasal 1 ke 2 Undang-Undang Nomor.3 Tahun 1997 tentang

    Pengadilan Anak, terdapat dua kategori perilaku anak yang dapat membuat

    seorang anak berhadapan dengan hukum yakni status offences dan criminal

    offences. Status offences adalah perilaku kenakalan anak yang apabila

    dilakukan orang dewasa tidak termasuk kejahatan atau anak yang

  • 27

    melakukan perbuatan terlarang bagi seorang anak. Misalnya, tidak menurut,

    membolos sekolah, kabur dari rumah, sedangkan criminal offences adalah

    perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan orang dewasa termasuk

    kategori kejahatan atau anak yang bermasalah dengan hukum.15

    5. Proses Penanganan Terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana

    Proses Peradilan adalah suatu proses yuridis, dimana harus ada

    kesempatan orang berdiskusi dan dapat memperjuangkan pendirian tertentu

    yaitu mengemukakan kepentingan oleh berbagai macam pihak,

    mempertimbangkannya dan dimana keputusan yang diambil tersebut

    mempunyai motivasi tertentu.16 Seperti halnya orang dewasa, anak sebagai

    pelaku tindak pidana juga akan mengalami proses hukum yang identik

    dengan orang dewasa yang melakukan tindak pidana, arti kata identik disini

    mengandung arti ”hampir sama”, yang berbeda hanya lama serta cara

    penanganannya.

    Penanganan anak dalam proses hukumnya memerlukan pendekatan,

    pelayanan, perlakuan, perawatan serta perlindungan yang khusus bagi anak

    dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang

    berhadapan dengan hukum.

    Proses penanganan anak yang berhadapan dengan hukum erat

    kaitannya dengan penegakan hukum itu sendiri, dimana dalam Sistem

    Peradilan Pidana Anak (juvenile justice system). Dikaji dari perspektif

    Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) maka di Indonesia

    15Ibid, hal 25. 16 Shanty Dellyana,. Wanita Dan Anak Dimata Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1988, hal.57.

  • 28

    dikenal 5 (lima) institusi yang merupakan sub Sistem Peradilan Pidana.

    Terminologi lima institusi tersebut dikenal sebagai Panca Wangsa penegak

    hukum, yaitu Lembaga Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Lembaga

    Pemasyarakatan dan advokat.17

    Proses (pelaksanaan penegakan hukum) pidana merupakan suatu

    bentuk pemeriksaan yang dilakukan menurut tatacara yang ditentukan oleh

    Undang-Undang (Pasal 3 KUHAP), Undang-Undang ini menentukan hak-

    hak dan kewajiban-kewajiban mereka yang ada dalam proses dimana

    pelaksanaan dan hak dan kewajiban mereka itu menjadi intinya proses.18

    Perlindungan hukum terhadap anak dalam proses peradilan dilakukan

    dimulai semenjak tingkat penyelidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang

    pengadilan sampai pada pelaksanaan putusan pengadilan tersebut. Selama

    proses peradilan tersebut , maka hak-hak anak wajib dilindungi oleh hukum

    yang berlaku dan oleh sebab itu harus dilakukan secara konsekuen oleh

    pihak-pihak terkait dengan penyelesaian masalah anak nakal tersebut.

    6. Hak-Hak Anak Yang Melakukan Tindak Pidana

    Yang dimaksud dengan hak, yaitu kekuasaan yang diberikan oleh

    hukum kepada seseorang (atau badan hukum) karena perhubungan hukum

    dengan orang lain (badan hukum lain).19 Hak-hak anak merupakan salah

    satu hal terpenting yang tidak boleh kita lupakan, karena hal itu sebagai

    17Lilik Mulyadi, Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perspektif Teoritis dan Praktik Peradilan, Penerbit

    Mandar Maju, Bandung, 2010, hal. 56. 18Soedirdjo,. Jaksa Dan Hakim Dalam Proses Pidana, Akademika Presindo, Jakarta, 1985, hal 2. 19 Maulana Hasan Wadong, Op Cit, Hal.29

  • 29

    suatu bentuk sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak dari masalah

    hukum. Hak anak itu mempunyai kedudukan yang sama dengan manusia

    lain atau subjekhukum lainnya.

    Hak anak adalah sesuatu kehendak yang dimiliki oleh anak yang

    dilengkapi dengan kekuatan (macht) yang diberikan oleh sistem hukum /

    tertib hukum kepada anak yang bersangkutan. 20

    Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

    Manusia (HAM) Pasal 52 ayat (1) disebutkan bahwa setiap anak berhak atas

    perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara.

    Sedangkan pada Pasal 52 ayat (2) menyatakan hak anak adalah hak

    asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi

    oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.

    Pengaturan lain terhadap perlindungan hak-hak anak tercantum dalam

    berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain :

    1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

    untuk bidang hukum.

    2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok

    Kesehatan, pada Pasal 1, Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (2),

    untuk bidang kesehatan.

    3. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (1) dan Undang-

    Undang Nomor 12 Tahun 1945 tentang Dasar-Dasar Pendidikan

    20Ibid, Hal.29

  • 30

    dan Pengajaran di Sekolah, Pasal 19 dan Pasal 17, untuk bidang

    Pendidikan.

    4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan

    Anak, untuk bidang kesejahteraan.

    Dalam hukum internasional pun ada tiga instrumen yang penting

    dalam melakukan perlindungan terhadap hak-hak anak yang bermasalah

    dalam bidang hukum (Children in conflict with the law) yaitu :

    1. The UN Guidelines for the Prevention of Juvenile Delinquency

    (The Riyadh Guidelines);

    2. The UN Standard Minimum Rules for the Administration of

    Juvenile Justice (The Beijing Rules);

    3. The UN Rules for the Protection of Juvenile Deprived of Their

    Liberty.21

    Pada Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tanggal 20

    November 1959, mensahkan Deklarasi tentang hak-hak anak. Dalam

    Deklarasi ini memuat 10 (sepuluh) asas tentang hak-hak anak, yaitu :

    1. Anak berhak menikmati semua hak-haknya sesuai ketentuan

    yang terkandung dalam deklarasi ini. Setiap anak tanpa

    pengecualian harus dijamin hak-haknya tanpa membedakan

    suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,

    pandangan politik, kebangsaan, tingkatan sosial, kaya miskin,

    21 Maidin Gultom, Op Cit, Hal. 51

  • 31

    kelahiran atau status lain, baik yang ada padadirinya maupun

    pada keluarga.

    2. Anak berhak memperoleh perlindungan khusus dan harus

    memperoleh kesempatan yang dijamin oleh hukum dan sarana

    lain, agar menjadikannya mampu untuk mengembangkan diri

    secara fisik, kejiwaan, moral, spiritual, dan kemasyarakatan

    dalam situasi yangsehat, normal sesuai dengan kebebasan dan

    harkatnya. Penuangan tujuan itu ke dalam hukum, kepentingan

    terbaik atas diri anak haruis merupakan pertimbangan utama.

    3. Anak sejak dilahirkan berhak akan nama dan kebangsaan.

    4. Anak berhak dan harus dijamin secara kemasyarakatan untuk

    tumbuh kembang secara sehat. Untuk ini baik sebelum maupun

    setalah kelahirannya harus ada perawatan dan perlindungan

    khusus bagi anak dan ibunya. Anak berhak mendapat gizi yang

    cukup, perumahan, rekreasi dan pelayanan kesehatan.

    5. Anak yang cacat fisik, mental, dan lemah kedudukan sosialnya

    akibat keadaan tertentu harus memperoleh pendidikan,

    perawatan, dan perlakuan khusus.

    6. Agar kepribadian anak tumbuh secara maksimal dan harmonis,

    ia memerluakan kasih sayang dan pengertian. Sedapat mungkin

    ia harus dibesarkan di bawah asuhan dan tanggung jawab

    orangtuanya sendiri, dan bagaimanapun harus diusahakan agar

    tetap berada dalam suasana yang penuh kasih sayang, sehat

  • 32

    jasmani dan rohani. Anak dibawah usia lima tahun tidak

    dibenarkan terpisah dari ibunya. Masyarakat dan pemerintah

    yang berwenang berkewajiban memberikan perawatan khusus

    kepada anak yang tidak memiliki keluarga dan kepada anak

    yang tidak mampu. Diharapkan agar pemerintah atau pihak lain

    memberikan bantuan pembiayaan bagi anak-anak yang berasal

    dari keluarga besar.

    7. Anak berhak mendapatkan pendidikan wajib secara cuma-Cuma

    sekurang-kurangnya di tingkat sekolah dasar. Mereka harus

    mendapatkan perlindungan yang dapat meningkatkan

    pengetahuan umumnya, dan yang memungkinkan, atas dasar

    kesempatan yang sama untuk mengembangkan kemampuannya,

    pendapat pribadinya, dan perasaan tanggung jawab moral dan

    sosialnya, sehingga mereka menjadi anggota masyarakat yang

    berguna. Kepentingan anak haruslah dijadikan pedoman oleh

    mereka yang bertanggungjawab terhadap pendidikan dan

    bimbingan anak yang bersangkutan: pertama-tama

    tanggungjawab tersebut terletak pada orangtua mereka. Anak

    harus mempunyai kesempatan yang leluasa untuk bermain dan

    berekreasi yang diarahkan untuk tujuan pendidikan masyarakat

    dan pemerintahyang berwenang harus berusaha meningkatkan

    pelaksanaan hak ini.

  • 33

    8. Dalam keadaan apapun anak harus didahulukan dalam menerima

    perlindungan dan pertolongan.

    9. Anak harus dilindungi dari segala bentuk kealpaan, kekerasan,

    penghisapan. Ia tidak boleh dijadikan subjek perdagangan. Anak

    tidak boleh bekerja sebelum usia tertentu, ia tidak boleh

    dilibatkan dalam pekerjaan yang dapat merugikan kesehatan

    atau pendidikannya, maupun yang dapat mempengaruhi

    perkembangan tubuh, jiwa dan akhlaknya.

    10. Anak harus dilindungi dari perbuatan yang mengarah ke dalam

    bentuk diskriminasi sosial, agama maupun bentuk-bentuk

    diskriminasi lainnya. Mereka harus dibesarkan di dalam

    semangat penuh pengertian, toleransi dan persahabatan antar

    bangsa, perdamaian serta persaudaraan semesta dengan penuh

    kesadaran bahwa tenaga dan bakatnya harus diabdikan kepada

    sesama manusia.

    Hak-hak anak dalam proses peradilan pidana merupakan suatu hasil

    interaksi yang saling terkait dan mempengaruhi dengan yang lainnya.

    Aspek mental, fisik, sosial, dan ekonomi merupakan faktor yang harus

    ikut diperhatikan dalam mengembangkan hak-hak anak.

    Untuk mendapatkan suatu keadilan, diperlukan adanya keseimbangan

    antara hak dan kewajiban. Demikian juga halnya dengan pelaksanaan hak

    dan kewajiban bagi anak yang melakukan tindak pidana perlu mendapatkan

    bantuan serta perlindungan hukum agar tercapai suatu keadilan yang

  • 34

    diharapkan. Namun yang kiranya perlu digarisbawahi bahwa

    memperlakukan anak harus melihat situasi, kondisi fisik dan mental,

    keadaan sosial serta usia dimana pada tiap tingkatan usia anak mempunyai

    kemampuan yang berbeda-beda.

    Arif Gosita, SH berpendapat ada beberapa hak-hak anak yang perlu

    diperhatikan dan diperjuangkan pelaksanaannya bersama-sama yaitu :22

    a. Sebelum persidangan :

    1. Hak diperlakukan sebagai yang belum terbukti salah;

    2. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan

    tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental,

    fisik, sosial dari siapa saja (ancaman, penganiayaan, cara dan

    tempat penahanan misalnya).

    3. Hak untuk mendapatkan pendamping, penasehat dalam

    rangka mempersiapkan diri berpartisipasi dalam persidangan

    yang akan datang dengan prodeo;

    4. Hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar

    pemeriksaan terhadap dirinya (transport, penyuluhan dari

    yang berwajib).

    b. Selama Persidangan :

    1. Hak mendapatkan penjelasan mengenai tata cara persidangan

    dan kasusnya;

    22 Shanty Dellyana, Op Cit, Hal.51-54

  • 35

    2.Hak mendapatkan pendamping, penasehat selama

    persidangan;

    3. Hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar

    persidangan mengenai dirinya (transport, perawatn

    kesehatan);

    4. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-

    tindakan yang merugikan, meimbulkan penderitaan mental,

    fisik, sosial (berbagai macam ancaman, penganiayaan, cara

    dan tempat penahanan misalnya).

    5. Hak untuk menyatakan pendapat.

    6. Hak untuk memohon ganti kerugian atas perlakuan yang

    menimbulkan penderitaan, karena ditangkap, ditahan,

    dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan

    undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya

    atau badan hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur

    dalam KUHAP (pasal 1 ayat (22)).

    7. Hak untuk mendapatkan perlakuan pembinaan/ penghukuman

    yang positif, yang masih mengembangkan dirinya sebagai

    manusia seutuhnya.

    8. Hak akan persidangan tertutup demi kepentingannya.

  • 36

    c. Setelah persidangan :

    1. Hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang

    manusiawi sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar

    1945 dan ide mengenai pemasyarakatan.

    2. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-

    tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental,

    fisik, sosial dari siapa saja (berbagai macam ancaman,

    penganiayaan, pembunuhan misalnya).

    3. Hak untuk tetap dapat berhubungan dengan orang tuanya,

    keluarganya.

    Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan

    masyarakat. Hal ini juga merupakan suatu perwujudan adanya keadilan

    dalam suatu masyarakat, sehingga dalam melakukan perlindungan terhadap

    anak hak-hak anak benar-benar perlu diperhatikan.

    Kepastian hukum perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan

    perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat

    negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak.23

    Anak merupakan golongan yang rawan dan dependent sehingga dalam

    perlindungan hak-hak anak pada hakikatnya menyangkut pengaturan dalam

    peraturan perundang-undangan.

    Faktor pendukung dalam usaha pengembangan hak-hak anak dalam

    peradilan pidana adalah :

    23 Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Akademi Pressindo, Jakarta, 1989, Hal.19

  • 37

    1. Dasar pemikiran yang mendukung Pancasila, Undang-Undang

    Dasar 1945, Garis-garis Besar Haluan Negara, ajaran agama,

    nilai-nilai sosial yang positif mengenai anak, norma norma

    (Deklarasi Hak-Hak Anak, Undang-Undang Kesejahteraan

    Anak).

    2. Berkembangnya kesadaran bahwa permasalahan anak adalah

    permasalahan nasional yang harus ditangani sedini mungkin

    secara bersama-sama, intersektoral, interdisipliner,

    interdepartemental.

    3. Penyuluhan, pembinaan, pendidikan dan pengajaran mengenai

    anak termasuk pengembangan mata kuliah Hukum Perlindungan

    Anak, usaha-usaha perlindungan anak, meningkatkan perhatian

    terhadap kepentingan anak.

    4. Pemerintah bersama-sama masyarakat memperluas usaha-usaha

    nyata dalam menyediakan fasilitas bagi perlindungan anak.24

    Beberapa faktor penghambat dalam usaha pengembangan hak-hak

    anak dalam peradilan pidana, adalah :

    1. Kurang adanya pengertian yang tepat mengenai usaha

    pembinaan, pengawasan dan pencegahan yang merupakan

    perwujudan usaha-usaha perlindungan anak.

    24 Wagiati Soetodjo, Op Cit, Hal. 71.

  • 38

    2. Kurangnya keyakinan hukum bahwa permasalahan anak

    merupakan suatu permasalahan nasional yang harus ditangani

    bersama karena merupakan tanggung jawab nasional.25

    Selanjutnya pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979

    tentang Kesejahteraan Anak merumuskan hak-hak anak sebagai berikut :

    1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan

    bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya

    maupun didalam aturan khusus untuk tumbuh dan berkembang

    dengan wajar.

    2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan

    dan kehidupan sosialnya sesuai dengan Negara yang baik dan

    berguna.

    3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa

    dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.

    4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang

    dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan

    perkembangannya dengan wajar.

    Perlindungan hukum terhadap anak perlu mendapat perhatian yang

    serius. Perlindungan hukum, dalam hal ini mengandung pengertian

    perlindungan anak berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku (yang

    25 Ibid, Hal. 72

  • 39

    mengatur tentang Peradilan Pidana Anak), baik sebagai tersangka, terdakwa,

    terpidana/narapidana.26

    B. Tuntutan

    1. Pengertian Penuntutan

    Di dalam Bab XV KUHAP mengenai penuntutan, Pasal 137 menyatakan

    bahwa jaksa Penuntut Umum berwenang melakukan penuntutan terhadap

    siapapun yang di dakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya

    dengan melimpahkan perkara ke Pengadilan yang berwenang mengadili.

    Sedangkan penuntutan itu sendiri adalah tindakan Penuntut Umum untuk

    melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dengan

    permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang Pengadilan.

    27Adapun pengertian penuntutan lainnya adalah sebagai berikut :

    a. Pengertian penuntutan menurut Wirjono Prodjodikoro Penuntutan adalah

    menuntut seorang terdakwa di muka Hakim Pidana adalah menyerahkan

    perkara seseorang terdakwa dengan berkas perkaranya kepada Hakim,

    dengan permohonan, supaya Hakim memeriksa dan kemudian

    memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa.28

    26 Maidin Gultom, Op Cit, Hal.5 27 Harun M.Husein, Penyidikan dan Penuntutan dalam Proses Pidana, PT. Rineka Cipta,

    Jakarta, 1991, hal 222.

    28 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, hal 157

  • 40

    b. Pengertian penuntutan secara yuridis Secara yuridis pengertian

    penuntutan diatur dalam pasal 1 angka 7 KUHAP. Penuntutan adalah

    tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan

    Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam

    undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh

    Hakim di sidang Pengadilan. Pengertian ini sama dengan pengertian yang

    diberikan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004

    tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

    2. Tahap-tahap Penuntutan

    Prapenuntutan adalah wewenang Jaksa Penuntut Umum memberi petunjuk

    kepada Penyidik dalam rangka penyempurnaan berkas perkara.29

    Hal ini merupakan wewenang Penuntut Umum sebagaimana diatur dalam Pasal

    14 huruf b KUHAP, yakni dalam hal Penuntut Umum menerima berkas perkara

    penyidikan dari Penyidik dan berpendapat dari hasil penyidikannya itu dianggap

    belum lengkap dan sempurna maka Penuntut Umum harus segera

    mengembalikannya kepada Penyidik dengan disertai petunjuk-petunjuk

    seperlunya dan dalam hal ini Penyidik harus segera melakukan penyidikan

    tambahan sesuai dengan petunjuk yang diberikan Penuntut Umum (Pasal 110 ayat

    (3) KUHAP), apabila penuntut umum dalam waktu 14 (empat belas) hari tidak

    mengembalikan hasil penyidikan tersebut, maka penyidikan dianggap selesai

    29 Osman Simanjuntak, Teknik Penuntutan dan Upaya Hukum, Grasindo, Jakarta, 1995,

    hal 6.

  • 41

    (Pasal 110 ayat (4) KUHAP) dan hal ini berarti pula bahwa tidak boleh dilakukan

    prapenuntutan.30

    Tugas Jaksa penuntut umum dalam melakukan Prapenuntutan diatur dalam pasal

    138 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP, yang berbunyi sebagai berikut:

    1) Penuntut Umum setelah menerima hasil penyidikan dari Penyidik segera

    mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib

    memberitahukan kepada Penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap

    atau belum.

    2) Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, Penuntut Umum

    mengembalikan berkas perkara kepada Penyidik disertai petunjuk tentang hal

    yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak

    tanggal penerimaan berkas, Penyidik harus sudah menyampaikan kembali

    berkas perkara itu kepada Penuntut Umum. Jaksa Penuntut Umum dalam

    melakukan penelitian berkas perkara difokuskan terhadap kelengkapan formal

    dan kelengkapan material, yaitu :

    a. Kelengkapan formal, antara lain:

    1) identitas tersangka;

    2) surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam hal dilakukan

    penggeledahan, penyitaan;

    3) surat izin khusus Ketua Pengadilan Negeri setempat apabila dilakukan

    pemeriksaan surat;

    30 Hari Sasangka, Tjuk Suharjanto, dan Lily Rosita, Penuntutan dan Teknik Membuat Surat

    Dakwaan, Dharma Surya Berlian, Surabaya, 1996, hal 27.

  • 42

    4) adanya pengaduan dari orang yang berhak melakukan pengaduan

    dalam tindak pidana aduan;

    5) pembuatan berita acara pemeriksaan saksi, pemeriksaan tersangka,

    penangkapan, penggeledahan, dan sebagainya dan ditandatangani oleh

    mereka yang berhak.

    b. Kelengkapan material, antara lain:

    Kelengkapan material adalah apabila suatu berkas perkara sudah memenuhi

    persyaratan untuk dilimpahkan ke Pengadilan, yakni harus memenuhi alat bukti

    seperti yang diatur dalam Pasal 183 dan Pasal 18 KUHAP sehingga dapat disusun

    surat dakwaan seperti yang disyaratkan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b

    KUHAP.31

    Jaksa Penuntut Umum berwenang untuk menentukan suatu perkara hasil

    penyidikan apakah sudah lengkap ataukah belum untuk dilimpahkan ke

    Pengadilan. Hal ini diatur dalam Pasal 139 KUHAP, yang menyatakan bahwa

    setelah Penuntut Umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang

    lengkap dari Penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah

    memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke Pengadilan.

    Sehubungan dengan penuntutan, di dalam Hukum Acara Pidana dikenal 2 asas

    penuntutan, yaitu :

    a. Asas Legalitas (legaliteltsbeginsel)

    31 Hari Sasangka, Tjuk Suharjanto, dan Lily Rosita, op. cit., hal 35.

  • 43

    Asas ini menurut Hari Sasangka adalah asas yang mewajibkan kepada

    Penuntut Umum untuk melakukan penuntutan terhadap seseorang yang

    melanggar peraturan hukum pidana. Dan asas ini merupakan penjelmaan

    dari asas equality before the law.32

    b. Asas Oportunitas (Oppurtuniteltsbeginsel)

    Asas opurtunitas menurut Hari Sasangka adalah asas yang memberikan

    wewenang kepada Penuntut Umum untuk tidak melakukan penuntutan

    terhadap seseorang yang melanggar peraturan hukum pidana dengan

    jalan mengesampingkan perkara yang sudah terang pembuktiannya untuk

    kepentingan umum. Dalam KUHAP asas ini dikenal dengan

    “penyampingan perkara untuk kepentingan umum”, yang merupakan

    wewenang dari Jaksa Agung.

    3. Penghentian Penuntutan

    Penghentian Penuntutan diatur dalam Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP,

    yang menyatakan bahwa dalam hal penuntut umum memutuskan untuk

    menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau karena peristiwa

    tersebut bukan merupakan tindak pidana, atau perkara

    tutup demi hukum, Penuntut Umum menuangkan hal tersebut dalam surat

    ketetapan.

    Apabila Penuntut Umum berpendapat berkas perkara tidak dilimpahkan ke

    Pengadilan, dalam hal ini Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP, memberikan alasan-

    alasan alasan sebagai berikut:

    32Ibid., hal 25.

  • 44

    1. karena tidak cukup bukti;

    2. karena peristiwanya ternyata bukan merupakan tindak pidana;

    3. karena perkara ditutup demi hukum.33

    C. Perbedaan Antara Jaksa Dan Penuntut Umum

    1. Jaksa Umum

    Pejabat Negara yang melakukan penuntutan adalah Jaksa Penuntut Umum.

    Adapun perbedaan pengertian antara Jaksa dan Penuntut Umum terdapat dalam

    Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 1 ke 6:

    a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini

    untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksakan putusan

    Pengadilan yang telah telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

    b. Penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-

    Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan

    Hakim.

    Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2004

    terdapat dalam pasal 1 yang dirumuskan:

    1.Jaksa adalah Pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-

    Undang untuk bertindak sebagai Penuntut Umum dan pelaksanaan

    putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta

    wewenang lain berdasarkan Undang-Undang.

    33 Gatot Supramono, Surat Dakwaan dan Putusan Hakim yang Batal Demi Hukum,

    Djambatan, Jakarta, 1998, hal 7.

  • 45

    2.Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-

    Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan

    hakim.

    2. Tugas Dan Wewenang Jaksa Penuntut Umum

    Jaksa Penuntut Umum telah diberi wewenang untuk menuntut yang terdapat

    dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2004 tentang

    Kejaksaan Republik Indonesia dalam bab III Tugas dan Wewenang Pasal 30 ayat

    (1) yang dirumuskan “ Dibidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan

    wewenang:

    a. Melakukan penuntutan;

    b. Melaksanakan penetapan Hakim dan putusan Pengadilan yang telah

    memperoleh kekuatan hukum tetap;

    c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,

    putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;

    d. Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan

    undang-undang;

    e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan

    pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke Pengadilan yang dalam

    pelaksanaannya dikoordinasikan dengan Penyidik.

    Kemudian wewenang dalam melakukan penuntutan juga terdapat juda

    didalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 13 yang dirumuskan

    “Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini

    untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan wewenang Hakim”

  • 46

    3. Pedoman Tuntutan Pidana.

    Dalam melakukan penuntutan Jaksa Penuntutan Umum berpedoman kepada

    Surat Edaran Jaksa Agung Nomor: SE-001/J-A/4/1995Tentang Pedoman Tuntutan

    Pidana. yaitu:

    A.Faktor - faktor yang harus diperhatikan

    1.Perbuatan terdakwa

    a.Dilakukan dengan cara yang Sachs.

    b.Dilakukan dengan cara kekerasan

    c.Menyangkut SARA

    d.Menarik perhatian/meresahkan masyarakat

    e.Menyangkut kepentingan negara, stabilitas keamanan dan

    pengamananpembangunan.

    2.Keadaaan diri pelaku tindak pidana

    a.Sebab-sebab yang mendorong dilakukannya tindak pidana (kebiasaan, untuk

    mempertahankan diri, balas dendam, ekonomi dan lain -lain)

    b.Karakter, moral dan pendidikan, riwayat hidup, keadaan Sosial ekonomi, pelaku

    tindak pidana.

    c.Peranan pelaku tindak pidana.

    d.Keadaan jasmani dan rohani pelaku tindak pidana dan pekerjaan.

    e.Umur pelaku tindak pidana

    3.Dampak perbuatan terdakwa

    a.Menimbulkan keresahan dan ketakutan dikalangan masyarakat

  • 47

    b.Menimbulkan penderitaan yang sangat. mendalam dan berkepanjangan bagi

    korban atau keluarganya.

    c.Menimbulkan kerugian bagi negara dan masyarakat

    d.Menimbulkan korban jiwa dan harta benda.

    e.Merusak pembinaan generasi muda.

    B. Tuntutan Pidanadenganmemperhatikan keadaan masing - masing perkara secara

    kasuistis, Jaksa PenuntutUmum harus mengajukan tuntutan pidana dengan wajib

    berpedoman pada kriteria sebagai berikut:

    1.Pidana mati

    a.Perbuatan yang didakwakan diancam pidana mati.

    b.Dilakukan dengan cara yang sadis diluar perikemanusian.

    c.Dilakukan secara berencana.

    d.Menimbulkan korban Jiwa atau sarana umum yang vital.

    e.Tidak ada alasan yang meringankan.

    2.Seumur Hidup.

    a.Perbuatan yang didakwakan diancam dengan pidana mati.

    b.Dilakukan secara sadis.

    c.Dilakukan secara berencana.

    d.Menimbulkan korban jiwa atau sarana umum yang vital.

    e.Terdapat hal - hal yang meringankan.

    3.Tuntutan pidana serendah - rendahnya 1/2 dari ancaman pidana, apabila terdakwa.

    a.Residivis

    b.Perbuatannya menimbulkan penderitan bagi korban atau keluarganya

  • 48

    c.Menimbulkan kerugian materi.

    d.Terdapat hal - hal yang meringankan.

    4.Tuntutan pidana serendah - rendahnya 1/4 dari ancaman pidana yangtidak

    termaksud dalam butir 1,2,3 tersebut diatas.

    5.Tuntutan pidana bersyarat.

    a.Terdakwa sudah membayar ganti rugi yang diderita korban.

    b.Terdakwa belum cukup umur (pasal 45 KUHP).

    c.Terdakwa berstatus pelajar/mahasiswa/expert.

    d.Dalam menuntut hukuman bersyarat hendaknya diperhatikan ketentuan Pasal 14

    KUHP.Penyimpangan terhadap butir I dan 2 harus dengan izin Jaksa Agung

    sedangkan pelaksanaan tersebut butir 3,4, dan 5 dipertanggung jawabkan

    kepada Kepala Kejaksaan Negeri kecuali perkara penting sesuai dengan

    petunjuk Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: R-16/E/3/

    1994,tanggal 11 Maret 1994 perihal Pengendalian Perkara Penting Tindak

    Pidana Umum.

    4. Undang-Undang Perlindungan Anak

    a. Bab II ASAS DAN TUJUAN

    Pasal 2

    Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan

    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-

    prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi:

    a. non diskriminasi;

    b. kepentingan yang terbaik bagi anak;

  • 49

    c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan

    d. penghargaan terhadap pendapat anak.

    Pasal 3

    Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar

    dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai

    dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari

    kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang

    berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

    c. Bab III

    Hak Dan Kewajiban Anak

    Pasal 6

    Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan

    berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan

    orang tua.

    Pasal 8

    Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai

    dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

    Pasal 9

    (1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka

    pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat

    dan bakatnya.

  • 50

    (2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak

    yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa,

    sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan

    pendidikan khusus.

    Pasal 11

    Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul

    dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan

    minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

    Pasal 14

    Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada

    alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu

    adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan

    terakhir.

    Pasal 16

    (1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,

    penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

    (2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.

    (3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya

    dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat

    dilakukan sebagai upaya terakhir.

    Pasal 59

    Pemerintah dan lembaga Negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab

    untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat,

  • 51

    anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan

    terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang

    diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika,

    alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan,

    penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental,

    anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan

    penelantaran.

    Pasal 64

    1. Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi anak yang berkonflik

    dengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban dan

    tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.

    2. Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum

    sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui:

    a. perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan

    hak-hak anak;

    b. penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini;

    c. penyediaan sarana dan prasarana khusus;

    d. penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi

    anak;

    e. pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan

    anak yang berhadapan dengan hukum;

  • 52

    f. pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang

    tua atau keluarga; dan

    g. perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan

    untuk menghindari labelisasi.

    3. Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana

    sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui:

    a. upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga;

    b. upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa

    dan untuk menghindari labelisasi;

    c. pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik

    fisik, mental, maupun sosial; dan

    d. pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai

    perkembangan perkara.

    5. Pengadilan Anak

    A. Bab I

    Ketentuan Umum

    Pasal 1

    Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

    1. Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur

    8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun

    dan belum pernah kawin.

    2. Anak Nakal adalah :

    a. anak yang melakukan tindak pidana; atau

  • 53

    b. anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak,

    baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut

    peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang

    bersangkutan.

    3. Anak Didik Pemasyarakatan, Balai Pemasyarakatan, Tim Pengamat

    Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan adalah Anak Didik

    Pemasyarakatan, Balai Pemasyarakatan, Tim Pengamat Pemasyarakatan,

    dan Klien Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-

    Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

    4. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di Rumah

    Tahanan Negara, Cabang Rumah Tahanan Negara atau di tempat

    tertentu.

    5. Penyidik adalah penyidik anak.

    6. Penuntut Umum adalah Penuntut Umum anak.

    7. Hakim adalah Hakim anak.

    8. Hakim Banding adalah Hakim Banding anak.

    9. Hakim Kasasi adalah Hakim Kasasi anak.

    10. Orang tua asuh adalah orang yang secara nyata mengasuh anak, selaku

    orang tua terhadap anak.

    11. Pembimbing Kemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan pada

    Balai Pemasyarakatan yang melakukan bimbingan Warga Binaan

    Pemasyarakatan.

  • 54

    12. Organisasi Sosial Kemasyarakatan adalah organisasi masyarakat yang

    mempunyai perhatian khusus kepada masalah Anak Nakal.

    13. Penasihat Hukum adalah penasihat hukum sebagaimana dimaksud

    dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

    Pidana.

    Pasal 2

    Pengadilan Anak adalah pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada di

    lingkungan Peradilan Umum.

    Pasal 3

    Sidang Pengadilan Anak yang selanjutnya disebut Sidang Anak, bertugas dan

    berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara anak

    sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.

    Pasal 4

    (1) Batas umur Anak Nakal yang dapat diajukan ke Sidang Anak adalah

    sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18

    (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

    (2) Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana

    dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang Pengadilan setelah anak

    yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai

    umur 21 (dua puluh satu) tahun, tetap diajukan ke Sidang Anak.

    Pasal 6

    Hakim, Penuntut Umum, Penyidik, dan Penasihat Hukum, serta petugas

    lainnya dalam Sidang Anak tidak memakai toga atau pakaian dinas.

  • 55

    Pasal 7

    (1) Anak yang melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa

    diajukan ke Sidang Anak, sedangkan orang dewasa diajukan ke sidang bagi

    orang dewasa.

    Pasal 8

    (1) Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang tertutup.

    Bab III Pidana Dan Tindakan

    Pasal 22

    Terhadap Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang

    ditentukan dalam Undang-undang ini.

    Pasal 23

    (1) Pidana yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah pidana pokok dan

    pidana tambahan.

    (2) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah :

    a. pidana penjara;

    b. pidana kurungan;

    c. pidana denda; atau

    d. pidana pengawasan.

    (3) Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terhadap Anak

    Nakal dapat juga dijatuhkan pidana tambahan, berupa perampasan barang-

    barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.

    (4) Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pembayaran ganti rugi diatur

    lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

  • 56

    Pasal 24

    (1) Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah :

    a. mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;

    b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan,

    dan latihan kerja; atau

    c. menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial

    Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan

    latihan kerja.

    (2) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai dengan

    teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim.

    Pasal 26

    (1) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama 1/2 (satu per dua) dari

    maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

    (2) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a,

    melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana

    penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada

    anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun.

    Pasal 27

    Pidana kurungan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama 1/2 (satu per dua) dari

    maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa.

  • 57

    Pasal 28

    (1) Pidana denda yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal paling banyak 1/2

    (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa.

    Pasal 29

    (1) Pidana bersyarat dapat dijatuhkan oleh Hakim, apabila pidana penjara yang

    dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun.

    Pasal 30

    (1) Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling singkat 3

    (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun.

    Pasal 31

    (1) Anak Nakal yang oleh Hakim diputus untuk diserahkan kepada negara,

    ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak sebagai Anak Negara.

    Pasal 32

    Apabila Hakim memutuskan bahwa Anak Nakal wajib mengikuti pendidikan,

    pembinaan, dan latihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1)

    huruf c, Hakim dalam keputusannya sekaligus menentukan lembaga tempat

    pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja tersebut dilaksanakan.

    Bab IV Petugas Kemasyarakatan

    Pasal 33

    Petugas kemasyarakatan terdiri dari :

    a. Pembimbing Kemasyarakatan dari Departemen Kehakiman;

    b. Pekerja Sosial dari Departemen Sosial; dan

  • 58

    c. Pekerja Sosial Sukarela dari Organisasi Sosial Kemasyarakatan.

    Pasal 34

    (1) Pembimbing Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf

    a bertugas :

    1. membantu memperlancar tugas Penyidik, Penuntut Umum, dan

    Hakim dalam perkara Anak Nakal, baik di dalam maupun di luar

    Sidang Anak dengan membuat laporan hasil penelitian

    kemasyarakatan;

    2. membimbing, membantu, dan mengawasi Anak Nakal yang

    berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana bersyarat, pidana

    pengawasan, pidana denda, diserahkan kepada negara dan harus

    mengikuti latihan kerja, atau anak yang memperoleh pembebasan

    bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan.

    (2) Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b, bertugas

    membimbing, membantu, dan mengawasi Anak Nakal yang berdasarkan

    putusan pengadilan diserahkan kepada Departemen Sosial untuk mengikuti

    pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.

    (3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pekerja

    Sosial mengadakan koordinasi dengan Pembimbing Kemasyarakatan.

    6. Kesejahteraan Anak

    Bab I Ketentuan Umum

    Pasal 1

    Yang dimaksudkan di dalam Undang-undang ini dengan :

  • 59

    a. Kesejahteraan Anak adalah suatu tata kehidupandan penghidupan anak

    yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan

    wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial;

    b. UsahaKesejahteraan anak adalah usaha kesejahteraan sosial yang

    ditujukan untuk menjamin terwujudnya Kesejahteraan Anak terutama

    terpenuhinya kebutuhan pokok anak.

    c. Orangtua adalah ayah dan atau ibu kandung;

    d. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan

    kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.

    e. Keluarga adalah kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari ayah

    dan atau ibu dan anak.

    f. Anakyang tidak mampu adalah anak yang karena suatu sebab tidak

    dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik secara rohani, jasmani

    maupun sosial dengan wajar.

    Bab II Hak Anak

    Pasal2

    (1) Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan

    berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan

    khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.

    (2) Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan

    kehidupan sosialnya,sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa,

    untuk menjadi warganegara yangbaik dan berguna.

  • 60

    (3) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlidungan, baik semasa dalam

    kandungan maupun sesudah dilahirkan.

    (4) Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat

    membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya

    dengan wajar.

    Pasal 8

    Bantuan dan pelayanan, yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak menjadi

    hak setiap anak tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, agama, pendirian politik,

    dan kedudukan sosial.

    - konvensi internasioanal

    Konvensi tentang Hak-hak Anak Disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan

    Bangsa Bangsa pada tanggal 20 Nopember 1989

    Pasal 2

    1. Negara-Negara Pihak harus menghormati dan menjamin hak-hak yang

    dinyatakan dalam Konvensi ini pada setiap anak yang berada di dalam

    yurisdiksi mereka, tanpa diskriminasi macam apa pun, tanpa menghiraukan ras,

    warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lain,

    kewarganegaraan, etnis, atau asal-usul sosial, harta kekayaan, cacat, kelahiran

    atau status yang lain dari anak atau orang tua anak atau wali hukum anak.

    2. Negara-Negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk

    menjamin bahwa anak dilindungi dari semua bentuk diskriminasi atau

    hukuman atas dasar status, aktivitas, pendapat yang diutarakan atau

    kepercayaan Orang tua anak, Wali hukum anak atau anggota keluarga anak.

  • 61

    Pasal 9 1. Negara-negara Pihak harus menjamin bahwa seorang anak tidak dapat

    dipisahkan dari Orang tuanya, secara bertentangan dengan kemauan mereka,

    kecuali ketika penguasa yang berwenang dengan tunduk pada yudicial review

    menetapkan sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku bahwa

    pemisahan tersebut diperlukan demi kepentingan-kepentingan terbaik anak.

    Penetapan tersebut mungkin diperlukan dalam suatu kasus khusus, seperti

    kasus yang melibatkan penyalahgunaan atau penelantaran anak oleh Orang tua,

    atau kasus apabila Orang tua sedang bertempat tinggal secara terpisah dan

    suatu keputusan harus dibuat mengenai tempat kediaman anak.