64
8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut Skinner, 1 belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Oleh karena itu dalam belajar dapat ditemukan hal-hal: (1) kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon belajar, (2) respons belajar, (3) konsekuensi yang bersifat menguatkan respon tersebut. Sebagai ilustrasi, perilaku respon yang baik diberi hadiah, sebaliknya perilaku respon yang tidak baik diberi teguran dan hukuman. Menurut Gagne, 2 belajar adalah kegiatan yang kompleks. Hasil belajar tersebut berupa kapabilitas. Setelah belajar memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah berasal dari: (1) stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (2) proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar. Dengan demikian belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi 1 Dimyati dan Moedjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999), hlm. 9. 2 Dimyati dan Moedjiono, Belajar dan Pembelajaran,, hlm. 10.

8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

  • Upload
    vantram

  • View
    231

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kerangka Teori

1. Belajar

Menurut Skinner,1 belajar adalah suatu perilaku. Pada

saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik.

Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Oleh

karena itu dalam belajar dapat ditemukan hal-hal: (1)

kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon

belajar, (2) respons belajar, (3) konsekuensi yang bersifat

menguatkan respon tersebut. Sebagai ilustrasi, perilaku respon

yang baik diberi hadiah, sebaliknya perilaku respon yang tidak

baik diberi teguran dan hukuman.

Menurut Gagne,2 belajar adalah kegiatan yang kompleks.

Hasil belajar tersebut berupa kapabilitas. Setelah belajar

memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.

Timbulnya kapabilitas tersebut adalah berasal dari: (1) stimulasi

yang berasal dari lingkungan, dan (2) proses kognitif yang

dilakukan oleh pelajar. Dengan demikian belajar adalah

seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi

1 Dimyati dan Moedjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 1999), hlm. 9. 2 Dimyati dan Moedjiono, Belajar dan Pembelajaran,, hlm. 10.

Page 2: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

9

lingkungan melewati pengolahan informasi menjadi kapabilitas

baru.

Menurut Dimyati dan Moedjiono, Piaget berpendapat

bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu, sebab individu

melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungannya.3

Lingkungan tersebut senantiasa mengalami perubahan. Karena

interaksi dengan lingkungan ini maka fungsi intelek dari

individu yang bersangkutan menjadi berkembang.

Perkembangan intelektual ini meliputi tahapan sebagai berikut:

(1) sensori motor (0-2 tahun), (2) pra operasional (2-7 tahun),

(3) operasional konkrit (7-11 tahun), dan (4) operasi formal (11

tahun ke atas). Berdasarkan konsep tersebut, belajar

pengetahuan menurut Piaget meliputi tiga fase yakni fase

eksplorasi, pengenalan konsep dan aplikasi konsep. Dalam fase

pengenalan konsep, anak mengenal konsep yang ada

hubungannya dengan gejala. Sedangkan dalam fase aplikasi

konsep, anak menggunakan konsep untuk meneliti gejala lain

lebih lanjut. 4

Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar

adalah perubahan tingkah laku yang semakin berkembang pada

diri seseorang melalui pengenalan secara berturut-turut dari

suatu situasi ke situasi lain yang diulang-ulang sehingga

menjadi sempurna melalui tahapan-tahapan tertentu.

3 Dimyati dan Moedjiono, Belajar dan Pembelajaran, hlm. 13-14. 4 Dimyati dan Moedjiono, Belajar dan Pembelajaran,, hlm. 13-14.

Page 3: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

10

2. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together

(NHT)

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads

Together (NHT)

Model adalah kerangka konseptual yang

melukiskan prosedur yang sistematik dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai

tujuan belajar tertentu dan fungsi sebagai pedoman para

perancang pembelajaran dan para pengajar dalam

melaksanakan aktivitas pembelajaran.5

Mengajarkan suatu pokok bahasan (materi) tertentu

harus dipilih model pembelajaran yang paling sesuai

dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, dalam

memilih suatu model pembelajaran harus memiliki

pertimbangan – pertimbangan. Misalnya materi pelajaran,

tingkat perkembangan kognitif siswa, dan sarana atau

fasilitas yang tersedia, sehingga tujuan pembelajaran yang

telah ditetapkan dapat tercapai. 6

Pembelajaran kooperatif adalah membelajarkan

kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.

Keterampilan ini sangat penting bagi siswa, karena pada

5 Herman Hodoyo, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran

Matematik, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2001), hlm. 113. 6 Trianto, Model – Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi

Konstruktivistik: Konsep Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya, (Jakarta:

Prestasi Pustaka Publisher, 2011), hlm.9

Page 4: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

11

dunia kerja sebagian besar dilakukan secara kelompok.

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model

pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil

yang heterogen dan dikelompokkan dengan tingkat

kemampuan yang berbeda. Jadi dalam setiap kelompok

terdapat peserta didik yang berkemampuan rendah, sedang

dan tinggi. Dalam menyelesaikan tugas, anggota saling

bekerja sama dan membantu untuk memahami bahan

pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman

belum menguasai bahan pembelajaran.7

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi

pembelajaran yang menerapkan sistem pengelompokan/tim

kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang

mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis

kelamin, ras Atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem

penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok

akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok

mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.8

Dasar cooperative learning mengandung pengertian

sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja

atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama

yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang

7 Hamruni, Strategi dan Model-Model Pembelajaran Aktif Menyenangkan,

(Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2009), hlm. 160

8 Hamruni, Strategi dan Model-Model Pembelajaran Aktif Menyenangkan,

hlm. 162-163

Page 5: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

12

atau lebih dimana keberprestasian kerja sangat dipengaruhi

oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.

Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu

struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara

sesama anggota kelompok. 9

Ide penting dalam pembelajaran kooperatif adalah

membelajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan

kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting bagi siswa,

karena pada dunia kerja sebagian besar dilakukan secara

kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu

model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok

kecil yang heterogen dan dikelompokkan dengan tingkat

kemampuan yang berbeda. Jadi dalam setiap kelompok

terdapat peserta didik yang berkemampuan rendah, sedang

dan tinggi. Dalam menyelesaikan tugas, anggota saling

bekerja sama dan membantu untuk memahami bahan

pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman

belum menguasai bahan pembelajaran.10

Pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa

kelompok itu dapat terdiri dari dua orang saja, tetapi juga

dapat terdiri dari banyak orang. Chaplin sebagaimana

dikutip oleh Agus juga mengemukakan bahwa anggota

9 Etin Solihatin, Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS,

(Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 4

10 Hamruni, Strategi dan Model-model Pembelajaran Aktif Menyenangkan,

(Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2009), hlm. 160

Page 6: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

13

kelompok tidak harus berinteraksi secara langsung yaitu

face to face.11

Allah SWT berfirman dalam surat al-

„Ankabut ayat 46:

Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab,

melainkan dengan cara yang paling baik. (QS. al-

Ankabut: 46) ز12

Dasar cooperative learning mengandung pengertian

sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja

atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama

yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang

atau lebih dimana keberprestasian kerja sangat dipengaruhi

oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.

Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu

struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara

sesama anggota kelompok. 13

Ada banyak tipe dalam model kooperatif salah

satunya yaitu Numbered Heads Together (NHT). Numbered

Heads Together disebut juga model “kepala bernomor

struktur” merupakan model pembelajaran yang

dikembangkan oleh Spencer Kagan. Teknik ini memberikan

11 Hamruni, Strategi ..., hlm.56-57 12 Soenarjo, dkk, Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta: Departemn Agama RI,

2007), hlm. 635. 13 Etin Solihatin, Cooperative ...., hlm. 4

Page 7: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

14

kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide dan

mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.14

Menurut Anita Lie, model pembelajaran Numbered

Heads Together merupakan model pembelajaran yang

efektif untuk meningkatkan ketergantungan positif,

interaksi tatap muka, tanggungjawab perorangan,

keterampilan kelompok dan keterampilan sosial serta

evaluasi, proses keduanya sama-sama merupakan

pendekatan struktural.15

Mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru

menggunakan struktur empat fase sebagai sintak NHT:

a. Fase 1 : Penomoran

Fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok 5

orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi

nomor antara 1 sampai 5.

b. Fase 2 : Mengajukan pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa.

Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat

spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya.

c. Fase 3 : Berfikir bersama

14 Muhamad Nur, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: UNESA Press,

2005), hlm. 78

15 Anita Lie, Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning

di Ruang-ruang Kelas, (Jakarta: Grasindo, 2007), hlm. 28.

Page 8: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

15

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban

pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam

timnya mengetahui jawaban tim.

d. Fase 4 : Menjawab

Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa

yang nomornya sesuai mengacungkan tanganya dan

mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.16

Model kooperatif tipe Numbered Heads Together

(NHT) adalah proses belajar kelompok kecil untuk saling

membagikan ide dan mempertimbangkan jawaban yang

paling tepat

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads

Together (NHT)

Keberhasilan belajar menurut model belajar ini

bukan semata-mata ditentukan oleh kemampuan individu

secara utuh, melainkan perolehan belajar itu akan semakin

baik apabila dilakukan secara bersama-sama dalam

kelompok-kelompok belajar kecil yang terstruktur dengan

baik. Melalui belajar dari teman sebaya dan dibawah

bimbingan guru, maka proses penerimaan dan pemahaman

siswa akan semakin mudah dan cepat terhadap materi yang

16 Robert E. Slavin, Cooperative Learning teori, Riset dan Praktik, terj

Zubaedi, (Bandung: Nusa Media, 2005), hlm. 166-169

Page 9: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

16

dipelajari.17

Oleh karena itu pendidik harus mampu memilih

dan menggunakan metode yang tepat disesuaikan dengan

kondisi mereka, sebagaimana sabda Rasulullah saw sebagai

berikut:

Dari „Aisyah RA, Rasulallah SAW bersabda: Ajjarlah

hamba-hambamu sesuai dengan akal mereka. (HR.

Dar Quthni dan Ibn Asakir)

Model kooperatif tipe Numbered Heads Together

(NHT) tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok.

Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang

membedakannya dengan pembagian kelompok yang

dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model

pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan

guru mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran

kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif

yaitu pembelajaran yang bercirikan: (1) “Memudahkan

siswa belajar” sesuatu yang “bermanfaat” seperti, fakta,

keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi

17 Robert E. Slavin, Cooperative..., hlm. 5

18 Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Abakr As-Suyuti, al-Jami’u As-Shaghir,

Juz I, (Indonesia: Dar Ihya‟ al-Kutub al-„Arabiyah, tt), hlm. 332

Page 10: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

17

dengan sesama (2) Pengetahuan, nilai, dan keterampilan

diakui oleh mereka yang berkompeten menilai. 19

Model kooperatif tipe Numbered Heads Together

(NHT) juga dimaksudkan untuk dapat merangsang

pesertanya dalam belajar dan berpikir secara kritis dan

mengeluarkan pendapatnya secara rasional dan objektif

dalam pemecahan suatu masalah. Untuk itu kita sebaiknya

berdiskusi atau bermusyawarah dalam memecahkan suatu

permasalahan. Sesuai dengan firman Allah dalam al-Quran

surat asy-Syu‟araa ayat 38:

Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi)

seruan Tuhan-Nya dan mendirikan shalat, sedang urusan

mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka;

dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami

berikan kepada mereka.(QS. As-Syuraa : 38)20

Tujuan dari model kooperatif tipe Numbered Heads

Together (NHT) lebih mengarah pada kerja sama diantara

siswa dalam mengkaji materi sehingga materi yang dikaji

lebih detail dan mudah dipahami oleh siswa dengan saling

melengkapi p[pengetahuan diantara kelompok siswa.

19 Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori Dan Aplikasi PAIKEM,

(Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010), hlm.hlm.58

20 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Aliyy : al-Qur'an dan

Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2006), hlm.389

Page 11: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

18

c. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered

Heads Together (NHT)

Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads

Together (NHT) memiliki beberapa unsur, diantaranya

sebagai berikut: 21

1) Saling Ketergantungan Positif

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung

pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan

kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun

tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota

kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar

yang lain bisa mencapai tujuan mereka.

2) Tanggung jawab perseorangan

Cooperative Learning menuntut adanya

akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan

bahan belajar tiap anggota kelompok, dan diberi balikan

tentang prestasi belajar anggota-anggotanya sehingga

mereka saling mengetahui rekan yang memerlukan

bantuan.

3) Tatap muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan

untuk bertemu muka dan berdiskusi. Hasil pemikiran

beberapa orang akan lebih kaya daripada hasil

pemikiran dari satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil

21 Anita Lie, Cooperative …, hlm. 32-35.

Page 12: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

19

kerjasama ini jauh lebih besar dari pada jumlah hasil

masing-masing anggota.

4) Komunikasi antar anggota

Proses ini terjadi ketika tiap anggota kelompok

mengevaluasi sejauh mana mereka berinteraksi secara

efektif untuk mencapai tujuan bersama. Kelompok

perlu membahas perilaku anggota yang kooperatif dan

tidak kooperatif serta membuat keputusan perilaku

mana yang harus diubah atau dipertahankan

5) Evaluasi proses kelompok

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus

bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja

kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya

bisa bekerjasama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi

ini tidak harus diadakan setiap kali ada kerja kelompok,

tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah

beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan

pembelajaran kooperatif.

Unsur-unsur pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Heads Together (NHT) dalam pembelajaran

akan mendorong terciptanya masyarakat belajar (learning

community). Konsep learning community menyarankan

agar hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama

dengan orang lain berupa sharing individu, antar kelompok

dan antar yang tahu dan belum tahu.

Page 13: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

20

d. Ciri Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads

Together (NHT)

Kebanyakan pembelajaran yang menggunakan model

kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk

menuntaskan materi belajarnya.

2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan

tinggi, sedang, dan rendah.

3) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras,

budaya, suku, jenis kelamin berbeda.

4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang

individu”.22

Sedangkan menurut Yusuf, ada beberapa ciri dari

pembelajaran kooperatif adalah:

1) Setiap anggota memiliki peran;

2) Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa;

3) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab

atas belajarnya dan juga teman- teman

sekelompoknya;

4) Guru membantu mengembangkan keterampilan-

keterampilan interpersonal kelompok;

22 Ibrahim, Sukmadinata. Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: Universitas

Negeri Malang, 2001), hlm. 6-7

Page 14: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

21

5) Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat

diperlukan.23

Lebih lanjut Sanjaya juga mengemukakan ciri-ciri

pembelajaran kooperatif antara lain: pembelajaran secara tim,

didasarkan pada manajemen kooperatif, kemauan untuk

bekerja sama, dan ketrampilan bekerja sama.24

Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur

tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif. Siswa yang bekerja

dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong dan atau

dikehendaki untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama, dan

mereka harus mengkoordinasikan usahanya.

Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads

Together (NHT) merupakan sebuah kelompok strategi

pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara

berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.

Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk

meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan

pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan

dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada

siswa untuk berinteraksi belajar bersama-sama siswa yang

berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajar

23 Yusuf. Kualitas Proses dan Prestasi Belajar Biologi Melalui Pengajaran

dengan Model Kooperatif pada Madrasah Aliyah Ponpes Nurul Haramain,

(Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2003), hlm. 25 24 Sanjaya. Kurikulum dan Pembelajaran, cet.1, (Jakarta: Kencana, 2008),

hlm. 242-244

Page 15: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

22

kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa

ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif

untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka dengan

sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi

kehidupan di luar sekolah.25

Ciri dari pembelajaran kooperatif tipe Numbered

Heads Together (NHT) adalah proses pembelajaran

permainan kelompok untuk mencari jawaban dari masalah

diberikan guru memalui sistem penomoran. Ciri khusus

pembelajaran kooperatif termasuk dengan pembelajaran

kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terjadi

jika siswa dapat mencapai tujuan mereka hanya jika siswa

lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan

tersebut. Tujuan-tujuan pembelajaran ini mencakup tiga

jenis tujuan penting, yaitu prestasi belajar akademik,

penerimaan terhadap keagamaan, dan pengembangan

keterampilan sosial.

e. Langkah-Langkah Model Kooperatif Tipe Numbered Heads

Together (NHT)

Langkah-langkah dalam menerapkan model

kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah :

1) Penomoran (numbering): guru membagi peserta didik

dalam beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5

25 Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruksvitis,

(Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm.42

Page 16: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

23

peserta didik dan memberi nomor 1-x (dimana x adalah

jumlah peserta didik dalam kelompok) sehingga setiap

peserta didik dalam tim memiliki nomor berbeda.

2) Pengajuan pertanyaan (questioning): guru memberi

pertanyaan secara klasikal melalui kartu soal yang

dibagikan kepada seluruh kelompok.

3) Berfikir bersama (head together): peserta didik

mengembangkan dan meyakinkan bahwa tiap peserta

didik dalam kelompok mengetahui jawaban.

4) Memberi jawaban (Answering): guru menyebutkan satu

nomor dan peserta didik dengan nomor yang sama

mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk

seluruh kelas.26

Adanya diskusi kelompok, peserta didik dapat

bekerja optimal baik secara individu ataupun kelompok

serta dapat memberikan kontribusi nilai terhadap

kelompoknya melalui peningkatan nilai individunya.

Pemberian reward kepada peserta didik diberikan kepada

kelompok yang memperoleh skor tertinggi.

Model kooperatif tipe Numbered Heads Together

(NHT) ini juga memiliki variasi, antara lain:

1) Setelah seorang peserta didik menjawab, guru dapat

meminta tim lain apakah setuju atau tidak setuju dengan

jempol ke atas atau ke bawah.

26 Trianto, Model ..., hlm.63.

Page 17: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

24

2) Untuk masalah dengan jawaban lebih dari satu, guru

dapat meminta peserta didik dari tiap kelompok yang

berbeda untuk masing-masing memberi jawaban.

3) Seluruh peserta didik memberi jawaban serentak.

4) Seluruh Peserta didik yang menanggapi dapat menulis

jawabannya di depan papan tulis atau kertas pada waktu

yang sama.

5) Guru dapat meminta peserta didik lain menambahkan

jawaban bila jawaban dari peserta didik yang terpilih

untuk menjawab tidak lengkap.27

f. Kelebihan dan kekurangan Model Kooperatif Tipe

Numbered Heads Together (NHT)

1) Kelebihan Model Kooperatif Tipe Numbered Heads

Together (NHT)

Model kooperatif tipe Numbered Heads

Together (NHT) mempunyai kekurangan:

a) Setiap siswa menjadi siap semua;

b) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-

sungguh; dan

c) Siswa yang pandai dapat mengajari yang kurang

pandai.

2) Kekurangan Model Kooperatif Tipe Numbered Heads

Together (NHT)

27 Trianto, Model ...hlm. 18.

Page 18: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

25

Model kooperatif tipe Numbered Heads

Together (NHT) mempunyai kekurangan:

a) Kemungkinan nomor yang dipanggil guru dipanggil

lagi; dan

b) Tidak semua kelompok dipanggil oleh guru.28

3. Media Belajar

a. Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan

bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti

perantara atau pengantar.29

Sedangkan pengajaran

disetarakan dengan pembelajaran yang pedoman katanya

berasal dari bahasa Inggris Instruction. Instruction

mencakup kegiatan belajar30

mengajar yang terencana

dalam memanfaatkan sumber-sumber belajar agar terjadi

proses belajar dalam diri siswa.31

Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia,

media adalah alat (sarana) komunikasi.32

Menurut definisi

dari teknologi instruksional dalam laporannya kepada

28 Herdian ”model kooperatif tipe NHT” http//

herdy07.wordprees.com/2009/04/22/model pembelajaran –nht-numbered-heads-

together/, di akses pada tanggal 23 Oktober 2014 29 Arief S. Sadiman, Media Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

1996), Cet. IV, hlm. 6. 30 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 1986), hlm. 18. 31 Arief S. Sadiman, Media.., hlm 7

32 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

2005), Cet. III hlm. 726

Page 19: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

26

Dewan Perwakilan Rakyat (conggres) Amerika Serikat

dalam Gene L. Willkinsen, mencatat cara yang berbeda

dalam mendefinisikan media, yaitu definisi media

pendidikan dikenal secara tradisional adalah media yang

lahir dari revolusi komunikasi, yang dapat digunakan untuk

keperluan instruksional bersama-sama guru, buku teks dan

papan tulis.33

Menurut Santoso S. Hamijaya, dalam Ahmad Rohani

menyebutkan media adalah semua bentuk perantara yang

dipakai orang menyebar ide, sedangkan Ahmad Rohani

mendefinisikan media adalah segala sesuatu yang dapat

diindra yang berfungsi sebagai perantara, sarana dan alat

untuk proses komunikasi (proses belajar mengajar).34

Menurut Zakiah Darajat media adalah suatu benda

yang dapat diindra, khususnya penglihatan dan pendengaran

(alat peraga pengajaran) yang terdapat di dalam maupun

diluar kelas, yang digunakan sebagai alat bantu penghubung

(medium komunikasi) dalam proses interaksi35

belajar

mengajar untuk meningkatkan efektifitas hasil belajar.36

33 Gene L. Willkinson, Media Dalam Pembelajaran, (Terjemah Zulkarimein

Nasution), (Jakarta: Rajawali,1984), hlm. 1 34 Ahmad Rohani, Media Instruksional Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta,

1997), hlm. 2-3. 35 Sardiman, Interaksi …, hlm. 18 36 Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta:

Bumi Aksara, 1995), hlm. 226

Page 20: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

27

Media pembelajaran adalah suatu perantara atau

pengantar yang digunakan ketika kegiatan belajar mengajar

terjadi demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya

dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya.

b. Fungsi Media Pembelajaran

Sebagai alat bantu, media mempunyai fungsi

melicinkan jalan menuju tercapainya tujuan pengajaran. Hal

ini dilandasi dengan keyakinan bahwa proses belajar mengajar

dengan bantuan media mempertinggi kegiatan belajar anak

didik dalam tenggang waktu yang cukup lama. Itu berarti

kegiatan belajar anak didik dengan bantuan media akan

menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik dari

pada tanpa bantuan media. 37

Angling dalam Hamzah B. Uno menyimpulkan bahwa

efek-efek tampilan gambar berkenaan dengan belajar (1)

Tampilan gambar yang digunakan dalam teks-teks yang

berulang sangat membantu, (2) Tampilan gambar yang

berisikan informasi teks yang berulang, dapat berfungsi

sebagai fasilitas belajar, (3) Tampilan gambar yang tidak

berulang dalam teks membantu dan tidak menghalangi

belajar, (4) Variabel-variabel tampilan seperti ukuran, posisi

halaman, gaya, warna dan derajat kenyataannya bisa berfungsi

sebagai pengarah perhatian, akan tetapi tidak secara signifikan

37 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar,

(Jakarta; Rineka Cipta, 2006), hlm. 122

Page 21: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

28

membantu dalam belajar, (5) Ada hubungan yang linier dalam

gambar dan belajar lanjutannya. 38

Pengajaran juga terdapat sumber belajar, dimana

sumber belajar ditetapkan sebagai informasi yang disajikan

dan disampaikan dalam berbagai media, yang dapat

membantu siswa dalam belajar sebagai perwujudan dari

kurikulum.39

Bentuknya tidak terbatas apakah dalam bentuk

cetakan, video, format perangkat lunak atau kombinasi dari

berbagai format yang dapat digunakan oleh siswa atau guru.

Hamalik mengemukakan bahwa pemakaian media

pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat

membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan

motivasi dan rangsangan, dan bahkan membawa pengaruh

psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pengajaran

akan sangat membantu keefektifan proses belajar akan sangat

membantu pesan dan isi pelajaran pada saat itu.

Sejalan dengan itu Yunus dengan Attarbiyatul

watta’liim dalam Azhar Arsyad mengungkapkan, bahwasanya

media pengajaran paling besar pengaruhnya dan indra dan

lebih dapat menjamin pemahaman, orang yang mendengarkan

saja tidaklah sama tingkat pemahamannya dan lamanya

bertahan apa yang dipahami dibanding dengan apa yang

38 Amzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara,

2006), hlm. 56

39 Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran (Mengembangkan Kompetensi

Guru), (Bandung: Rosda Karya, 2006), hlm. 170.

Page 22: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

29

mereka lihat, atau melihat dan mendengarkannya.40

Selain itu

media pengajaran juga mempunyai beberapa fungsi, antara

lain:

1) Fungsi Atensi

Media audio visual41

merupakan inti, yaitu

menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk

berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan

makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi

pelajaran. Seringkali pada awal pelajaran siswa tidak

tertarik dengan materi pelajaran atau materi pelajaran itu

merupakan salah satu pelajaran yang tidak disenangi oleh

mereka sehingga tidak memperhatikan. Disini peran

media pengajaran sangat penting, media akan dapat

menenangkan dan mengarahkan perhatian mereka kepada

pelajaran yang akan mereka terima.

2) Fungsi Afektif

Media visual dapat terlihat dari tingkat

kenikmatan siswa ketika pelajaran (atau membaca) teks

yang bergambar. Gambar atau lambang dapat menggugah

emosi dan sikap siswa.

3) Fungsi Kognitif

40 Azhar Arsyad, Media Pengajaran, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,

2000) hlm. 23.

41 Darwanto Satro Subroto, Televisi Sebagai Media Pendidikan,

(Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 1995), Cet. III, hlm. 90.

Page 23: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

30

Media visual terlihat dari temuan-temuan

penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual

atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk

memahami dan mengikat informasi atau pesan yang

terkandung dalam gambar.

4) Fungsi Kompensatoris

Media pengajaran terlihat dari hasil penelitian

bahwa media visual yang memberikan konteks untuk

memahami teks membantu siswa yang lemah dalam

membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam dan

mengingatnya kembali. Dengan kata lain media

pengajaran mengakomodasi bagi yang lemah dan lambat

dalam menerima pelajaran.42

Dasar media dirancang untuk membantu dalam proses

belajar mengajar dan dalam penggunaannya mempunyai dua

tujuan, tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan umum

dari penggunaan media adalah untuk meningkatkan efektifitas

dan efisiensi dalam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan

tujuan khusus dalam penggunaan media adalah diantaranya

untuk:

1) Untuk menunjang kegiatan kelas.

2) Untuk mendorong dalam menggunakan penerapan cara-

cara yang sesuai dengan untuk mencapai tujuan program

akademis.

42 Darwanto Satro Subroto, Televisi..., hlm. 16-17

Page 24: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

31

3) Untuk membantu, memberikan perencanaan, produksi

operasional dan tindak lanjut untuk mengembangkan

sistem instruksional.43

Perlu disadari bahwa secara spesifik tujuan tersebut

dimaksud untuk meletakkan konsep dasar berfikir yang

kongkrit dari suatu yang bersifat abstrak sehingga pelajaran

dapat dicerna dengan mudah karena anak dihadapkan pada

pengalaman yang secara langsung. Firman Allah Surat As

Syuura ayat 51:

Dan tidak mungkin bagi seorang manusia pun bahwa Allah

berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu

atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan

(malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya

apa yang dia kehendaki. Sesungguhnya dia Maha Tinggi

lagi Maha Bijaksana (Q.S. As Syuura ayat 51)45

Ayat di atas menerangkan bahwa dalam proses

pembelajaran memerlukan sebuah perantara, sebagaimana

Allah SWT memberikan wahyu kepada umatnya juga melalui

perantara. Begitu juga dalam proses pembelajaran di kelas

43 Mudlofir, Prinsip-Prinsip Pengelolaan Pusat Sumber Belajar, (Bandung:

Remaja Rosda Karya, 1986), hlm. 12 44 Soenarjo, dkk Al Qur’an dan Tarjamah, (Jakarta: Departemen Agama RI,

2001), hlm. 791. 45 Soenarjo, dkk Al Qur’an..., hlm. 791

Page 25: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

32

seorang guru juga memerlukan perantara untuk

menyampaikan pelajaran.

Media sebagai alat peraga mempunyai fungsi

melicinkan jalan menuju tercapainya tujuan pengajaran. Hal

ini dilandasi dengan keyakinan bahwa proses belajar mengajar

dengan bantuan media mempertinggi kegiatan belajar anak

didik dalam tenggang waktu yang cukup lama. Itu berarti

kegiatan belajar anak didik dengan bantuan media akan

menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik.

c. Jenis-Jenis Media Pembelajaran

Media Pembelajaran banyak sekali jenis dan

macamnya. Mulai yang paling kecil sederhana dan murah

hingga media yang canggih dan mahal harganya. Ada media

yang dapat dibuat oleh guru sendiri, ada media yang

diproduksi pabrik. Ada media yang sudah tersedia di

lingkungan yang langsung dapat kita manfaatkan, ada pula

media yang secara khusus sengaja dirancang untuk keperluan

pembelajaran

Media pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)

secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua macam.

Adapun klasifikasi dari media pembelajaran PAI tersebut bisa

dilihat dari jenisnya dan dari bahan serta cara

pembuatannya.46

1) Dilihat dari jenisnya, media di bagi ke dalam:

46 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi …, hlm. 140.

Page 26: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

33

a) Media Visual

Media visual yaitu yang dapat ditangkap dengan

indera penglihatan, jenis media ini terdiri dari:

(1) Media gambar diam (still pictures)

Media ini adalah hasil potretan dari

berbagai peristiwa/kejadian, objek yang

dituangkan dalam bentuk gambar-gambar, garis,

kata-kata, simbol-simbol, maupun gambar yang

masuk dalam kelompok ini yaitu grafik, chart atau

bagan, peta, diagram, poster, karikatur, komik,

gambar mati dan foto. Media ini berupa; rumus-

rumus matematika, poster gambar rumus

matematika, dan sebagainya.

(2) Media papan

Media papan adalah media pelajaran

dengan papan sebagai bahan baku utamanya yang

dapat dirancang secara memanjang ataupun secara

melebar. Alat-alat lain yang digunakan dalam

media papan adalah dapat berupa kain fionel,

kapur tulis, gulungan kertas untuk ditempel,

brosur dan sebagainya. Yang dimaksud dalam

kelompok ini, antara lain: papan tulis, papan

fandel, papan temple, papan pameran. Media ini

berupa papan gambar rumus matematika.

(3) Media dengan proyeksi

Page 27: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

34

Media ini adalah penggunaan media

dengan menggunakan proyektor sehingga gambar

tampak pada layar. Yang termasuk ke dalam

kelompok media ini yaitu slide, film strips,

proyektor, transparansi dan micro film, OHP.

Media ini berupa tayangan kegiatan matematika.

b) Media audio

Media audio merupakan jenis media yang

didengar. Media ini memiliki karakteristik

pemanipulasian pesan yang hanya dilakukan melalui

bunyi atau suara-suara, yang termasuk dalam jenis

media ini yaitu cassette tape recorder, radio dan

laboratorium bahasa. Media ini berupa kaset

berhitung dan sebagainya.

c) Media audio visual

Media audiovisual adalah media yang

mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Media ini

dibagi ke dalam:

(1) Audiovisual diam, yaitu media yang

menampilkan suara dan gambar seperti, film

bingkai dan film rangkaian suara.

(2) Audiovisual gerak, yaitu media yang dapat

menampilkan unsur suara dan gambar yang

bergerak seperti televisi, film suara dan video

Page 28: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

35

cassette. Media ini berupa CD-CD yang berisi

tentang mata pelajaran matematika.

d) Media asli dan orang

Media ini merupakan benda sebenarnya,

media yang membantu pengalaman nyata peserta

didik. Adapun yang termasuk media ini antara lain;

speciment makhluk hidup, diorama berupa

pemandangan yang sebenarnya, laboratorium di luar

dan di dalam sekolah. Field study dikunjungi manusia

sumber, dan model. 47

Media ini seringkali

diaplikasikan dalam proses pembelajaran matematika

seperti ketika guru materi matematika dengan

langsung ke alam semesta dan sekitarnya.

2) Dilihat dari bahan pembuatannya, media dibagi ke dalam

a) Media sederhana

Media ini bahan dasarnya mudah diperoleh

dan murah serta cara pembuatannya mudah dan

penggunaannya tidak sulit. Media ini biasanya

bentuknya berupa kartu puzzle materi matematika.

b) Media kompleks

Media ini adalah media yang bahan alat

pembuatannya sulit diperoleh serta mahal harganya,

sulit membuatnya dan penggunaannya membutuhkan

47 Mulyani Sumantri, Johar Permana, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung:

CV. Maulana, 2001), hlm. 161.

Page 29: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

36

keterampilan yang memadai. Media ini biasanya

bentuknya berupa alat peraga, game education dan

pembuatan CD yang berkaitan dengan materi

matematika.

d. Prinsip-Prinsip Media Pembelajaran

Prinsip dalam memilih media pembelajaran harus

diperhatikan. Kriteria pemilihan media haruslah dengan

adanya norma dan patokan yang dipergunakan dalam proses

pemilihan media walaupun dengan keterbatasan tenaga,

fasilitas, maupun dana yang dimiliki.

Media akan dipilih dan dipergunakan, ketika itulah

beberapa prinsip pemilihan media perlu diperhatikan. Prinsip-

prinsip itu adalah 48

:

1) Tujuan Pemilihan

Pemilihan media harus berdasarkan maksud dan

tujuan yang jelas, apakah pemilihan media itu untuk

pembelajaran atau hanya untuk sekedar informasi.

2) Karakteristik Media Pengajaran

Setiap media mempunyai karakteristik tertentu,

baik dilihat dari segi keampuhan, cara pembuatan maupun

cara menggunakannya.

3) Alternatif Pemilihan

48 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi …, hlm. 126

Page 30: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

37

Memilih pada hakikatnya adalah proses pemilihan

berbagai alternatif. Guru menentukan media mana yang

akan digunakan apabila terdapat beberapa media yang

dapat diperbandingkan.

Penggunaan media pembelajaran harus ada kejelasan

maksud dan tujuan pemilihan tersebut. Diantaranya yang

perlu diperhatikan adalah familiaritas media, yaitu mengenai

ciri-ciri dan sifat media pembelajaran yang akan dipilih, serta

adanya sejumlah media yang dapat diperbandingkan untuk

proses pengambilan keputusan dari berbagai alternatif

pemecahan yang dituntut oleh tujuan pemilihan media

pembelajaran.

Pengajaran ada dua aspek penting, yaitu metode

pengajaran dan media pembelajaran sebagai alat mengajar.

Kedudukan media sebagai alat bantu mengajar ada dalam

komponen metodologi, merupakan salah satu lingkungan

belajar yang diatur oleh guru.49

Semakin maju perkembangan

teknologi, maka semakin banyak pula alat teknologi yang

dihasilkan. Oleh karena itu guru harus betul-betul memilih

alat bantu atau media pengajaran yang tepat dan efisien untuk

siswanya.

Berbagai macam media pengajaran masing-masing

mempunyai karakteristik yang berbeda, sehingga guru atau

49 Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), hlm.

237

Page 31: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

38

fasilitator harus cermat agar alat tersebut dapat digunakan

secara efektif dan efisien.

Media pengajaran digunakan dalam rangka upaya

peningkatan atau mempertinggi mutu proses kegiatan belajar

mengajar. Oleh karena itu harus di perhatikan prinsip-prinsip

penggunaannya, antara lain:

1) Penggunaan media pengajaran hendaknya dipandang

sebagai hal yang integral dari suatu sistem pembelajaran

dan bukan hanya sebagai alat bantu yang berfungsi

sebagai tambahan yang digunakan bila dianggap perlu dan

hanya dimanfaatkan sewaktu-waktu sebutuhnya.

2) Media pengajaran hendaknya dipandang sebagai sumber

belajar yang digunakan dalam usaha memecahkan

masalah yang dihadapi dalam proses belajar mengajar.

3) Guru hendaknya benar-benar menguasai teknik-teknik

dari suatu media pengajaran yang digunakan.

4) Guru seharusnya memperhitungkan untung ruginya

pemanfaatan suatu media.

5) Penggunaan media pengajaran harus organisir secara

sistematisbukan sembarang menggunakan. 50

6) Jika sekiranya suatu pokok bahasan memerlukan lebih

dari satu macam media, maka guru dapat memanfaatkan

multimedia yang menguntungkan dan memperlancar

50 Pawit M. Yusup, Komunikasi Pendidikan dan Komunikasi Instruksional,

(Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1990), hlm. 77.

Page 32: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

39

proses belajar mengajar dan juga dapat merangsang siswa

dalam belajar.51

Langkah kritis yang harus dilakukan dalam penggunaan

media secara efektif, mencari, menemukan dan memilih

media yang memenuhi kebutuhan belajar anak didik,

menampilkan bakat anak sesuai dengan perkembangan

kematangan dan pengalaman dengan dirinya sendiri yang

sesuai dengan subyek yang dipelajari. Tujuan belajar yang

baik harus memenuhi beberapa kriteria.52

1) Harus dinyatakan dalam bentuk tingkah laku yang dapat

diamati

2) Harus dapat dinilai / diketahui tingkat-tingkat

pencapaiannya

Media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar

siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diterapkan dapat

mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Ada beberapa hal

mengapa media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar

siswa. Alasan pertama berkenaan dengan manfaat media

pembelajaran dalam proses belajar siswa, antara lain:

51 Usman M. Basyiruddin dan Asnawir, Media Pembelajaran, (Jakarta:

Ciputat Pers, 2002), Cet. I, hlm. 19.

52 Yusuf Hadi Miarso, Teknologi Komunikasi Pendidikan (Pengertian dan

Penerapannya di Indonesia), (Jakarta: CV. Raja Wali, 1986), hlm. 85.

Page 33: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

40

1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa, sehingga

dapat menumbuhkan motivasi53

belajar.

2) Bahan pengajaran akan lebih luas maknanya karena dapat

lebih dipahami oleh para siswa dan kemungkinan siswa

dapat menguasai tujuan pembelajaran.

3) Metode pengajaran akan lebih bervariasi, tidak semata-

mata komunikasi verbal melalui penyusuran kata-kata

oleh guru yang menjadikan siswa tidak bosan dan guru

tidak kehabisan tenaga, apalagi guru mengajar untuk

setiap jam.

4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab

tidak hanya mendengar uraian guru tetapi juga aktivitas

lain seperti mengamati, melakukan dan

mendemonstrasikan.54

Pemilihan media pembelajaran yang cocok untuk

tujuan pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu

perluasan ketrampilan berkomunikasi yang memerlukan suatu

proses secara rinci dan khusus. Memilih media yang terbaik

untuk tujuan pembelajaran bukan merupakan suatu pekerjaan

yang mudah karena didasarkan pada berbagai faktor yang

saling mempengaruhi.

53 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (Menciptakan Pembelajaran

Kreatif dan Menyenangkan), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 174.

54 Nana Sudjana dan Achmad Riva‟i, Media Pengajaran, (Bandung: CV.

Sinar Baru, 1991), hlm. 2.

Page 34: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

41

Beberapa prinsip dalam memilih media pembelajaran

harus diperhatikan. Yang terpenting, dalam kriteria pemilihan

media ini adalah adanya norma dan patokan yang

dipergunakan dalam proses pemilihan media baik

keterbatasan tenaga, fasilitas, maupun dana yang dimiliki.

Penggunaan dan pemilihan media pembelajaran

haruslah melibatkan tenaga yang mampu memanfaatkan

disetiap lembaga pendidikan. Biaya yang diperlukan juga

harus efektif dan efisien sehingga dapat terjangkau oleh

lembaga pendidikan yang bersangkutan.

Dalam penggunaan media pembelajaran ini harus ada

kejelasan maksud dan tujuan pemilihan media pembelajaran

tersebut. Antara lain yang perlu diperhatikan adalah

familiaritas media, yaitu mengenai ciri-ciri dan sifat media

pembelajaran yang akan dipilih, serta adanya sejumlah media

yang dapat diperbandingkan untuk proses pengambilan

keputusan dari berbagai alternatif pemecahan yang dituntut

oleh tujuan pemilihan media pembelajaran.

4. Hasil Belajar Matematika

a. Pengertian Hasil Belajar Matematika

Belajar adalah memperoleh pengetahuan atau

menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat,

menguasai pengalaman dan mendapatkan informasi atau

menemukan. Dengan demikian, belajar memiliki arti dasar

Page 35: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

42

adanya aktifitas atau kegiatan dan penguasaan tentang

sesuatu.55

Belajar menurut Morris L. Bigge sebagaimana

dikutip Max Darsono56

adalah “perubahan yang menetap

dalam diri seseorang yang tidak dapat diwariskan secara

genetic”. Selanjutnya Morris menyatakan bahwa “perubahan

itu terjadi pada pemahaman (insight), perilaku, persepsi,

motivasi atau campuran dari semuanya secara sistematis

sebagai akibat pengalaman dalam situasi-situasi tertentu”.

Menurut Muhibbin Syah belajar mempunyai arti

“tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang

relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi

dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif”.57

Belajar menurut Abdul Aziz dan Abdul Aziz Majid

dalam kitabnya “At-Tarbiyah Wa Turuku Al-Tadris” adalah:

55 Baharuddin Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Ar-Ruzz

Media, 2007), hlm. 13 56 Max Darsono, dkk., Belajar dan Pembelajaran, (Semarang: CV. IKIP

Semarang Press, 2000), hlm. 2 57 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosda

Karya, 2000), hlm. 92

58 Sholeh Abdul Azis dan Abdul Azis Abdul Madjid, Al-Tarbiyah Waturuqu

Al-Tadrisi, Juz.1., (Mesir: Darul Ma‟arif, 1979), hlm. 179

Page 36: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

43

Sesungguhnya belajar merupakan perubahan di dalam

orang yang belajar (murid) yang terdiri atas pengalaman

lama, kemudian menjadi perubahan baru.59

Laster D. Crow dan Alice Crow mendefinisikan

belajar adalah sebagai berikut: “The term learning can be

interpreted as: 1) the process by which changes are made,

or; 2) the changes themselves that result from engaging in

the learning process”.60

Artinya: pengertian belajar dapat

diinterpretasikan sebagai: 1) suatu proses yang terjadi secara

sengaja, atau; 2) suatu perubahan yang terjadi dengan

sendirinya, sebagai akibat dari bentuk proses belajar.

Elizabeth B. Hurlock mendefinisikan belajar adalah

“learning is development that comes from exercise and

afford”.61

Artinya: belajar adalah suatu bentuk

perkembangan yang timbul dari latihan dan usaha.

Menurut Sardiman, pengertian belajar dibagi dua,

yaitu pengertian luas dan khusus. Dalam pengertian luas

belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju

perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti

sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan

59 Sholeh Abdul Azis dan Abdul Azis Abdul Madjid, Al-Tarbiyah Waturuqu

Al-Tadrisi, Juz.1., (Mesir: Darul Ma‟arif, 1979), hlm. 179 60 Laster D. Crow dan Alice Crow, General Psichology, (New York: tpt,

t.th.), hlm. 188.

61 Elizabeth B. Hurlock, Child Development, (Tokyo: MC. Graw Hill Book

Company, t.th.), hlm. 20.

Page 37: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

44

materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan

menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Definisi dalam

arti khusus inilah yang banyak dianut sekolah-sekolah.62

Hasil belajar adalah setiap perbuatan atau tingkah

laku yang tampak sebagai akibat kegiatan otot yang

digerakkan oleh sistem syaraf.63

Menurut WS. Wingkel hasil belajar adalah “sesuatu

yang diadakan, dibuat dijadikan dan sebagainya oleh

usaha”. Hasil belajar sesuai yang dijadikan sesuatu yang

dijadikan usaha belajar peserta didik.64

Secara etimologi, istilah matematika (mathematics

= inggris) berasal dari bahasa Latin yaitu mathematica,

yang mulanya dari bahasa Yunani yaitu mathematike yang

berarti relating to learning. Perkataan itu mempunyai akar

kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Kata

mathematike berhubungan erat dengan kata lain yang

serupa yaitu mathanein yang berarti belajar (berfikir). Jadi

matematika adalah ilmu yang diperoleh dengan bernalar.65

62 Sardiman, A.M, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT

Raja Grafindo Perkasa, 2000), hlm. 20-21

63 Rochman Natawidjojo, Psikologi Pendidikan. (Jakarta : Prindojoyo,

2004) hlm 21 64 W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan. (Jakarta : Gramedia, 2005) hlm 151. 65 Mutadi, Pendekatan Efektif dalam Pembelajaran Matematika, (Jakarta:

Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan Depag Bekerjasama dengan Ditbina

Widyaiswara LAN-RI, 2007) hlm. 14.

Page 38: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

45

Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada

semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk

membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,

analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan

bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta

didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola,

dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada

keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.66

Dari beberapa penjelasan diatas maka dapat diambil

suatu kesimpulan bahwa hasil belajar Matematika

perubahan-perubahan tersebut pada hakikatnya merupakan

hasil dari proses belajar Matematika. Adapun perubahan

tersebut meliputi: sikap, pengetahuan, kebiasaan, perbuatan,

minat, perasaan dan lain-lain

b. Tujuan Pembelajaran Matematika

Tujuan mengajar matematika adalah agar

pengetahuan matematika yang disampaikan kepada anak

dapat dipahami oleh anak. Dari sana akan terbukti bahwa

cara mengajar yang baik baru akan terlihat dari hasil belajar

anak yang baik. Sebaliknya cara mengajar yang jelek akan

terlihat dari hasil belajar yang jelek.67

66 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006 tentang

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD, MI, dan SDLB, hlm. 416

67 Joula Ekaningsih Paimin, Agar Anak Pintar Matematika, (Jakarta: Puspa

Swara, 1998), hlm. 49

Page 39: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

46

Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta

didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan

keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep

atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat,

dalam pemecahan masalah

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,

melakukan manipulasi matematika dalam membuat

generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan

gagasan dan pernyataan matematika

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan

memahami masalah, merancang model matematika,

menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang

diperoleh

d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,

diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan

atau masalah

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika

dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,

perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,

serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan

masalah.68

c. Jenis-Jenis Hasil Belajar Matematika

68 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006, hlm. 417

Page 40: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

47

Ke semua perubahan tersebut secara terperinci dan

jelas terbagi menjadi tiga bagian yaitu: kognitif, afektif dan

psikomotorik.

Untuk dapat mengetahui dan memahami jenis-jenis

prestasi belajar tentunya harus dapat diketahui perubahan-

perubahan apa yang diperoleh anak didik itu sendiri.

Sehubungan dengan hal tersebut ada beberapa perubahan,

yaitu: pengetahuan nilai-nilai dan ketrampilan.

Sasaran penilaian guna menentukan prestasi belajar

mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomorik secara

seimbang. Masing-masing bidang terdiri sejumlah aspek

dan aspek tersebut hendaknya diungkapkan melalui

penilaian tersebut. Dengan demikian dapat diketahui

tingkah mana yang sudah dikuasainya dan mana yang

belum.69

Secara lebih terperinci dan jelas perubahan afektif,

perubahan kognitif, perubahan psikomotorik masing-

masing dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Hasil Belajar Kognitif

Ranah kognitif menurut Foster yang dikutip

Dimyati dan Mudjiono mengatakan ranah kognitif

berhubungan dengan ingatan atau pengenalan terhadap

69 B. Suryosubroto., Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2007), hlm. 55

Page 41: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

48

pengetahuan atau informasi, serta pengembangan

intelektual.

Winkel memberikan suatu batasan: “bahwa

dalam fungsi psikis ada yang menyangkut aspek

pengetahuan dan pemahaman.” 70

Menurut Chaplin yang dikutip Muhibbin Syah

dikatakan bahwa kognitif ialah salah satu domain ranah

psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku

mental yang berhubungan dengan pemahaman,

pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan

masalah, kesengajaan dan keyakinan.71

Secara umum ranah kognitif berhubungan

dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan

dan informasi serta pengembangan keterampilan

intelektual.

Prestasi belajar siswa dari aspek kognitif adalah

berupa perubahan pengetahuan dan pemahaman

terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan oleh

pendidik atau guru dalam proses belajar mengajar.

Hasil belajar dari aspek kognitif ini adalah

sebagai hasil perubahan di mana anak didik yang

semula tak tahu menjadi tahu, dan semula tidak paham

menjadi paham terhadap materi pelajaran yang telah

70 WS Winkel, Psikologi Pengajaran (Jakarta: Gramedia, 2009), hlm 155 71 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, hlm. 66

Page 42: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

49

disampaikan pada saat berlangsungnya proses belajar

mengajar.

Hal-hal yang dinilai dalam aspek kognitif ini

menurut Bloom ada 5 tingkat yaitu:

a) Pengetahuan, merupakan tingkat terendah tujuan

ranah kognitif berupa pengenalan dan pengingatan

kembali terhadap pengetahuan tentang fakta,

istilah, dan prinsip-prinsip dalam bentuk seperti

mempelajari.

b) Pemahaman, merupakan tingkat berikutnya dari

tujuan ranah kognitif berupa kemampuan

memahami/mengerti tentang isi pelajaran yang

dipelajari.

c) Penerapan/penggunaan, kemampuan menggunakan

generalisasi atau abstraksi lainnya yang sesuai

dalam situasi nyata.

d) Analisis, kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke

bagian-bagian yang menjadi unsur pokok.

e) Evaluasi, merupakan kemampuan menilai isi

pelajaran untuk suatu maksud atau tujuan tertentu.72

2) Hasil Belajar Aspek Afektif

Aspek afektif ini merupakan perubahan yang

berhubungan rohaniah atau batiniah pada anak didik.

72 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2002), hlm. 203-204

Page 43: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

50

Dan pula perubahan ini menyangkut bidang nilai, sikap,

keyakinan pada anak didik terhadap suatu pengetahuan

yang telah mereka terima pada saat berlangsungnya

proses belajar mengajar.

Hal ini diidentikkan dengan suatu pendapat

yang sama dari Winkel yang mengatakan “aspek afektif

ini merupakan aspek yang berhubungan dengan fungsi

psikis, yakni yang menyangkut masalah nilai dan

keyakinan.73

Dimyati juga mengatakan ranah afektif

berhubungan dengan perhatian, sikap, penghargaan,

nilai perasaan dan emosi.74

Bloom mengemukakan taksonomi ranah afektif

sebagai berikut:

a) Menerima, menunjukkan kesadaran untuk

menerima stimulasi secara pasif meningkat secara

lebih aktif.

b) Merespon, merupakan kesempatan untuk

menanggapi stimulan dan merasa terikat serta

secara aktif memperhatikan.

c) Menilai, merupakan kemampuan menilai gejala

atau kegiatan sehingga dengan sengaja merespon

lebih lanjut untuk mencari jalan bagaimana dapat

mengambil bagian atas apa yang terjadi.

73 W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan. hlm. 155 74 Dimyati dan Mudjiono, Belajar …, hlm. 205

Page 44: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

51

d) Mengorganisasi, merupakan kemampuan untuk

membentuk suatu sistem nilai bagi dirinya

berdasarkan nilai-nilai yang dipercaya

e) Karakterisasi, kemampuan mengkonseptualisasikan

masing-masing nilai pada waktu merespon, dengan

jalan mengidentifikasi karakteristik nilai atau

membuat pertimbangan-pertimbangan.75

3) Hasil Belajar Aspek Psikomotorik

Prestasi belajar aspek psikomotorik ini

merupakan hasil belajar yang dapat dilihat secara

langsung oleh anak didik itu sendiri ataupun orang lain.

Karena hasil belajar aspek ini berupa suatu ketrampilan

atau keahlian yang nyata setelah anak didik mengikuti

proses belajar mengajar.

Sehubungan dengan hasil belajar dari aspek

psikomotorik ini Muhibbin Syah mengatakan

kecakapan psikomotor ialah segala amal jasmaniah

yang konkret dan mudah diamati.76

Berpijak dari pendapat tersebut di atas, maka

dapatlah diperoleh suatu pemahaman bahwa hasil

belajar atau prestasi belajar yang diharapkan dari aspek

ini dapat dilihat secara langsung dan jelas oleh anak

didik itu sendiri dalam kehidupannya dan dapat

75 Dimyati dan Mudjiono, Belajar …., hlm. 205-206 76 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, hlm. 86

Page 45: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

52

dimanfaatkan, setelah anak didik tersebut mengikuti

proses belajar mengajar atau pelatihan tertentu.

Miles dkk sebagaimana yang dikutip Dimyati

mengemukakan taksonomi ranah psikomotorik sebagai

berikut: 77

a) Gerakan tubuh.

b) Ketepatan gerakan yang dikoordinasikan.

c) Perangkat komunikasi non verbal.

d) Kemampuan berbicara.

Bentuk-bentuk hasil belajar di atas satu sama lain

saling berkaitan, antara kognitif, afektif dan psikomotorik

sangat dibutuhkan oleh setiap siswa sebagai wujud hasil

yang diperoleh setelah melaksanakan pembelajaran. Dalam

penelitian ini hasil belajar yang dikhususkan pada

kemampuan kognitif yang diukur dari tes yang di jawab

oleh sisa.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Matematika

Prinsipnya hasil belajar adalah merupakan suatu

aktivitas yang berlangsung melalui proses di mana proses

tersebut tidak terlepas dari pengaruh, dari dalam diri anak

didik itu sendiri dan juga dari luar atau lingkungan.

77 Dimyati dan Mudjiono, Belajar…, hlm. 207-208

Page 46: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

53

Sehubungan dengan hal tersebut Sumadi Suryabrata

akan mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi

hasil belajar Matematika sebagai berikut:

1) Faktor yang berasal dari luar diri anak didik terdiri atas:

a) Faktor non sosial

b) Faktor sosial

2) Faktor yang berasal dari dalam diri anak didik

meliputi:78

a) Faktor fisiologis

b) Faktor psikologis

Kedua faktor yang berasal dari luar dan yang

berasal dari dalam diri anak didik tersebut masing-masing

secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Faktor yang berasal dari luar diri anak didik terdiri atas

faktor non sosial dan sosial

Faktor non sosial yang dimaksud di sini

mencakup faktor lingkungan alam seperti suhu udara

segar, suhu udara panas, dan sebagainya akan dapat

mempengaruhi kegiatan proses belajar, yang pada

akhirnya dapat mempengaruhi hasil prestasi belajar.

Artinya jika udaranya segar, maka belajarnya dapat

maksimal dan semangat sehingga hasilnya pun baik.

Sebaliknya jika suhu udaranya panas maka proses

78 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: CV. Rajawali, 2004),

hlm. 249

Page 47: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

54

belajar terganggu atau tidak bisa maksimal, sehingga

hasil belajarnya pun kurang baik.

Faktor instrumental, yakni faktor yang

keberadaan dan penggunaannya sesuai dengan hasil

belajar yang diharapkan karena faktor ini berupa

fasilitas gedung, buku paket, alat perlengkapan belajar

dan lain sebagainya.

Faktor sosial disini merupakan faktor

manusiawi yang dalam hal ini adanya interaksi antar

sesama manusia dalam suatu lingkungan masyarakat

dimana anak didik itu berbeda, bertempat tinggal, dan

anak didik itu dididik baik itu keluarga, masyarakat dan

sekolah.79

2) Faktor yang berasal dari dalam diri anak

Faktor yang berasal dari dalam diri anak ini

terdiri atas faktor fisiologis yang mana masing-masing

dapat diuraikan sebagai berikut:

a) Faktor fisiologis

Pada umumnya faktor fisiologis ini

memiliki pengaruh terhadap aktifitas belajar anak

didik, karena faktor ini berhubungan langsung

dengan kondisi jasmani, kemampuan inteligensi

dan pula yang lain.

b) Faktor psikologis

79 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, hlm. 249

Page 48: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

55

Faktor psikologis pada anak didik itu dapat

mempengaruhi proses belajar. Adapun proses

psikologis ini terbagi menjadi dua bagian, yakni :

(1) Faktor psikologis yang mendorong aktifitas

anak dalam belajar

(2) Faktor psikologis yang menghambat belajar

anak didik.

Dari kedua faktor psikologis pada anak didik

yang saling berlawanan itu masing-masing dapat

diuraikan sebagai berikut:

a) Faktor psikologis yang mendorong aktifitas dalam

belajar anak, menurut Sumadi Suryabrata adalah

sebagai berikut:

(1) Adanya rasa ingin tahu dan ingin

menyelidiki sesungguhnya.

(2) Adanya sifat kreatif dan keinginan untuk

mendapatkan perhatian orang tua, guru dan

teman-temannya.

(3) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa

aman, tenang sehingga mudah untuk

menguasai bahan materi pelajaran.

(4) Adanya keinginan untuk memperbaiki atas

kegagalan yang lalu dengan usaha baru.

Berpijak dari pendapat tersebut di atas,

maka faktor psikologis yang positif ini akan

Page 49: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

56

banyak mempengaruhi terhadap proses

keberhasilan prestasi belajar siswa itu sendiri. Di

samping itu prestasi belajar yang diperolehnya,

menggembirakan sesuai dengan harapan dan

tujuan pendidikan, serta merupakan kebanggaan

itu sendiri bagi anak didik itu sendiri.

b) Faktor psikologis yang menghambat belajar anak

didik meliputi

(1) Tujuan belajar yang tidak jelas

Adanya tujuan belajar yang tidak jelas

dengan sendirinya akan mengakibatkan anak

didik tersebut malas, dan tidak memiliki minat

yang kuat dalam belajar, sehingga prestasi yang

diperolehnya kurang baik atau tidak

menggembirakan bagi anak didik itu sendiri.

(2) Kurangnya minat terhadap pelajaran

Timbulnya sikap anak didik yang

demikian ini maka sebagai seorang guru harus

lebih tanggap, apakah kiranya yang membuat

anak didik itu tidak minat terhadap suatu materi

pelajaran atau yang lainnya.

Dari kedua faktor psikologis yang

menghambat proses belajar, anak didik, maka

sebagai tenaga pendidik dalam lembaga pendidikan

harus dapat memberikan pengarahan, bimbingan

Page 50: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

57

khusus baik individu maupun kelompok terhadap

anak didik mengenai kedua faktor psikologis

tersebut. Setelah adanya pengarahan, bimbingan,

dan motivasi dari pendidik diharapkan, anak didik

tersebut memiliki semangat belajar dan minat

mengikuti pelajaran yang tinggi, sehingga nantinya

prestasi belajar yang dihasilkan lebih baik dalam

rangka meningkatkan mutu pendidikan. 80

Jadi perbedaan hasil belajar (academic

achievement) di kalangan siswa lebih disebabkan oleh

faktor-faktor seperti kematangan akibat kemajuan, umur

kronologis, latar belakang pribadi, sikap dan bakat terhadap

suatu bidang pelajaran, dan jenis mata pelajaran yang

diberikan

e. Materi Pembelajaran

Trapesium adalah bangun segi empat yang memiliki

sepasang sisi berhadapan sejajar. Macam – macam trepesium

adalah trapezium sama kaki, trapezium siku-siku, dan

trapezium sembarang

80 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, hlm. 253

Trapesium Sama

Kaki Trapesium Siku -

Siku

Trapesium

Sembarang

Page 51: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

58

Untuk menghitung luas trapezium perhatikan gambar

berikut:

1) Gambar di atas adalah trapesium ABCD dengan panjang

AB = a, CD = b, dan tinggi AD = t

2) Jika trapesium ABCD dipotong menurut garis EF, akan

diperoleh dua trapesium, yaitu trapesium ABFE dan

trapesium EFCD yang masing – masing mempunyai tinggi

=

3) Jika trapesium ABFE dan trapesium EFCD disatukan, akan

dip0eroleh persegi panjang ADE‟E dengan panjang AD =

(a + b) dan tinggi AE

4) Luas trapesium ABCD = luas persegi panjang ADE‟E

= AD X AE

= (a + b) x

=

Jika a dan b adalah sisi yang sejajar, rumus trapesium

dapat ditulis sebagai berikut:

D a C

t

A B b

D a C

E

A B b

F

E

A B/

C

F E‟

D a b

Page 52: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

59

L =

=

( )81

Untuk menentukan luas trapesium kita cari dari luas

segitiga. Demikian juga untuk menentukan luas beberapa

bangun datar yang lain juga bisa kita cari menggunakan rumus

luas segitiga.

L = (½ + a x t) + (½ + a x t)

L = (½ + 10 x 10) + (½ + 10 x 10)

= 50 cm2 + 50 cm

2

= 100 cm2

Untuk menentukan luas trapesium kita cari dari luas

segitiga. Demikian juga untuk menentukan luas beberapa

bangun datar yang lain juga bisa kita cari menggunakan rumus

luas segitiga.

81 Nur Fajariyah dan Arif Al-Rasyid, Cerdas Berhitung Matematika untuk

SD/MI Kelas V, (Surakarta: Graha Mukti Grafika, 2007), hlm. 89

I

10 CM

10 CM

10 CM II

Page 53: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

60

L = (½ + a x t) + (½ + a x t)

L = (½ + 10 x 10) + (½ + 10 x 10)

= 50 cm2 + 50 cm

2

= 100 cm2

Dari rumus luas trapesium dapat dicari tinggi dan

panjang sisi alas trapesium, yaitu :

5. Kerangka Berfikir

Pembelajaran yang berpusat pada pengetahuan guru

(teacher centered) seringkali berimplikasi pada terkekangnya

pemahaman peserta didik dalam pembelajaran matematika.

Dengan fakta bahwa kondisi peserta didik yang heterogen

mengakibatkan tingkat pemahaman yang berbeda pula,

I

10 CM

10 CM

10 CM II

Page 54: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

61

sehingga yang terjadi adalah munculnya peserta didik dengan

tingkat keberhasilan tinggi, rendah, bahkan gagal dalam hasil

belajar.

Cooperative learning tipe Numbered Head Together

(NHT) peserta didik akan terbentuk menjadi sebuah grup

bernomor kepala yang saling berkolaborasi dalam proses

pembelajaran. Dimana tanggungjawab masing-masing individu

yang tergabung dalam kelompok menjadi titik tolak

keberhasilan dalam kelompoknya. Dengan demikian nilai

masing-masing individu merupakan sumbangan bagi

kelompoknya.

Proses pembelajaran materi pokok luas bangun datar,

seringkali peserta didik belum dapat menghitung luas bangun

datar dengan bantuan segitiga. Model kooperatif tipe Numbered

Heads Together (NHT) dengan ciri khusus penomoran dalam

kelompok merupakan cara guru untuk mendapatkan situasi

belajar yang kondusif dan melibatkan seluruh peserta didik

dalam pembelajaran. Dengan kelompok bernomor kepala

berbeda, tiap peserta didik bertanggungjawab untuk saling

memahamkan antara satu dengan yang lain. Guru dapat dengan

mudah menunjuk salah satu nomor untuk mempresentasikan

hasil pemikiran kelompoknya. Dalam situasi seperti ini, peserta

didik akan lebih siap dalam menjawab pertanyaan dari guru.

Guru juga dapat mengkondisikan peserta didik agar lebih teratur

dalam menyampaikan hasil pemikiran mereka. Dengan

Page 55: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

62

demikian, guru dapat mengetahui sejauh mana pemahaman

peserta didik terhadap materi.

Berikut gambar peningkatan hasil belajar matematika

melalui model kooperatif tipe Numbered Heads Together

(NHT)

Indikator-indikator pemahaman

konsep

1. Menyatakan ulang sebuah

konsep.

2. Mengklasifikasikan objek

menurut sifat-sifat tertentu.

3. Memberi contoh dan bukan

contoh

4. Menyajikan konsep dalam

berbagai representasi

matematika.

5. Mengembangkan syarat

perlu atau syarat cukup dari

suatu konsep.

6. Menggunakan,

memanfaatkan dan memilih

prosedur tertentu.

7. Mengaplikasikan konsep ke

pemecahan masalah.

Indikator-indikator

partisipasi

1. Memperhatikan

penjelasan dari

guru.

2. Mengajukan

pertanyaan.

3. Mengajukan

pendapat atau

sanggahan.

4. Menyampaikan

jawaban.

5. Membuat catatan

ringkas.

6. Mengerjakan tugas

dengan baik.

Berdasarkan hasil observasi indikator-indikator diatas

Page 56: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

63

dinyatakan masih rendah

Tahapan atau fase pembelajaran kooperatif tipe NHT :

1. Fase I : Penomoran

2. Fase II : Mengajukan pertanyaan.

3. Fase III : Berfikir bersama.

4. Fase IV : Menjawab

Dengan adanya perlakuan pembelajaran kooperatif tipe NHT

diharapkan indikator-indikator pemahaman konsep dan

partisipasi yang telah disebutkan di atas meningkat

Pembelajaran kooperatif tipe NHT dilaksanakan

melalui empat fase atau tahapan yang telah dijelaskan di

tinjauan pustaka. Pada fase I yaitu penomoran, digunakan untuk

membagi siswa ke dalam kelompok yang beranggotakan 5

siswa dan tiap siswa diberi label 1 sampai 5, agar siswa dapat

bekerjasama dan berdiskusi dalam menyelesaikan suatu

permasalahan, dan guru memotivasi siswa agar proses belajar

mengajar berjalan dengan baik sehingga siswa termotivasi

untuk mempelajari materi yang akan disampaikan. Fase ini

Page 57: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

64

dapat juga digunakan untuk meningkatkan indikator partisipasi

(1) karena siswa dituntut untuk memperhatikan penjelasan dari

guru. Fase II yaitu mengajukan pertanyaan, fase ini dapat

digunakan untuk meningkatkan indikator pemahaman konsep

(1, 2 dan 3) karena dengan menyajikan konsep siswa dituntut

untuk dapat menyajikan kembali konsep dalam berbagai

representasi matematika dan siswa dapat menyatakan ulang

sebuah konsep serta mengkasifikasikan objek menurut sifat-

sifat tertentu. Pada fase ini juga digunakan untuk meningkatkan

indikator partisipasi (2 dan 3) karena guru akan menjelaskan

materi secara sederhana tentang himpunan dan secara interaktif

mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membangkitkan siswa

untuk berani mengutarakan pendapatnya atau dengan

memberikan sanggahan dengan tidak terlebih dahulu bertanya

kepada teman kelompoknya.

Fase III yaitu berfikir bersama, fase ini muncul pada

saat siswa mengerjakan LKS dengan soal pemahaman konsep

indikator (6 dan 7) karena selain siswa menjawab, juga harus

memikirkan, menyatukan pendapat untuk menemukan suatu

prosedur menghitung dalam matematika. Selain itu fase ini juga

dapat digunakan untuk meningkatkan indikator partisipasi (6)

karena pada fase ini guru memberikan bimbingan kepada tiap

kelompok sehingga siswa lebih memahami materi yang telah

disampaikan sehingga berdampak pada saat siswa berdiskusi

tidak ditemukan kendala baik saat menyelesaikan masalah

Page 58: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

65

ataupun pada saat menyajikan hasil diskusi. Fase IV yaitu

menjawab, fase ini dapat digunakan untuk meningkatkan

indikator partisipasi (4 dan 5) karena disini siswa disuruh

menjawab dan mempresentasikannya didepan kelas, dimana

setelah itu siswa disuruh untuk membuat catatan ringkas. Pada

fase ini guru juga memberikan penghargaan kepada siswa atau

kelompok yang menjawab benar. Penghargaan atau pujian yang

positif dapat memicu siswa utuk lebih bersemangat dalam

menyelesaikan permasalahan yang dialaminya pada pertemuan-

pertemuan yang berikutnya.

Dari penjelasan mengenai fase pembelajaran kooperatif

tipe NHT model di atas maka diharapkan pemahaman materi

dan partisipasi siswa meningkat, ditandai dengan meningkatnya

indikator-indikator pemahaman konsep dan partisipasi siswa.

Dengan situasi belajar yang kondusif, keefektifan pembelajaran

dapat dicapai dengan harapan selanjutnya adalah pencapaian

tujuan belajar dan meningkatnya hasil belajar para peserta

didik.

B. Kajian Pustaka

Telaah pustaka dalam penelitian ilmiah dijadikan sebagai

bahan rujukan untuk memperkuat kajian teoritis dan memperoleh

informasi yang berkaitan dengan topik pembahasan.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Muniroh NIM 093111290

Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang berjudul

Penerapan Cooperative Learning dengan Metode STAD pada

Page 59: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

66

Mata Pelajaran Fiqih Materi Pokok Haji Untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa Di Kelas V MI Miftahul Falah

Betahwalang Bonang Demak Tahun Pelajaran 2010/2011, hasil

penelitian menunjukkan Ada peningkatan hasil belajar mata

pelajaran fiqih materi pokok Haji di Kelas V MI Miftahul Falah

Betahwalang Bonang Demak setelah menerapkan cooperative

learning dengan metode STAD, dimana hasil belajar siswa

dengan KKM 70 pada pra siklus ada 9 siswa atau 54,3% naik

menjadi 24 siswa atau 68,6% pada siklus I, naik lagi menjadi

29 siswa atau 82,9% di siklus II dan pada siklus terakhir sudah

mencapai 33 siswa atau 94,3%. Demikian juga dengan

peningkatan keaktifan siswa juga mengalami kenaikan per

siklus dimana pada kategori baik dan baik sekali di siklus I ada

20 siswa atau 57,2% naik menjadi 27 siswa atau 77,1% pada

siklus II dan di akhir siklus III sudah mencapai 32 siswa atau

91,4%, ini berarti indikator penelitian ini tercapai yaitu

meningkatnya hasil belajar yang ditandai rata-rata nilai hasil

kuis sesuai KKM 70 sebanyak 90% dari jumlah siswa dan

adanya peningkatan keaktifan belajar siswa pada kategori baik

dan baik sekali yang mencapai 90 %.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Asngadi NIM 093911337

Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang berjudul

Aplikasi Strategi Pembelajaran Problem Based Learning untuk

Meningkatkan Kemampuan Pengolahan Data pada Mata

Pelajaran Matematika Kelas VI. A MI Nurul Hidayah

Page 60: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

67

Margohayu Karangawen Demak 2010/2011. Hasil penelitian

menunjukkan Ada peningkatan kemampuan pengolahan data

siswa kelas VI.A MI Nurul Hidayah Margohayu Karangawen

Demak pada mata pelajaran matematika setelah menggunakan

pembelajaran based learning dapat di lihat dari kenaikan nilai

hasil belajar siswa dalam mejawab soal; yang diberikan guru

setiap siklus dimana pada pra siklus ketuntasan belajar siswa 11

siswa atau 36,6% naik menjadi 15 siswa atau 50 % pada siklus

I, dan di akhir siklus II sudah menjadi 27 siswa atau 90%. Ini

menunjukkan peningkatan kemampuan pengolahan data siswa

kelas VI.A MI Nurul Hidayah Margohayu Karangawen Demak

pada mata pelajaran matematika setelah menggunakan

pembelajaran based learning melebihi indikator yaitu 70% ke

atas.

3. Penelitian Yuni Ifayati NIM 3102232 Fakultas Tarbiyah IAIN

Walisongo Semarang berjudul Implementasi Model

Cooperative Learning Dalam Pembelajaran PAI Di SMP

Semesta Semarang di dalamnya berisi implementasi

Cooperative Learning dalam pembelajaran PAI di SMP

Semesta Semarang, kesimpulannya bahwa Cooperative

Learning merupakan model pembelajaran yang menekankan

aktivitas kooperatif siswa dalam belajar yang berbentuk

kelompok kecil untuk mencapai tujuan yang sama dengan

menggunakan berbagai macam aktifitas belajar guna

meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami materi

Page 61: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

68

pelajaran dan memecahkan masalah secara kolektif yang mana

harus memenuhi unsur saling ketergantungan positif, (Positive

Interdependence), tanggungjawab perseorangan (Individual

Accountability), tatap muka (Face to face Interaction),

ketrampilan sosial (Social Skill) dan proses kelompok (Group

Processing).

Dari beberapa kajian pustaka di atas mempunyai

kesamaan dengan penelitian skripsi peneliti yaitu mengkaji

tentang pembelajaran kelompok dan peningkatan hasil belajar,

namun yang membedakan penelitian dengan skripsi peneliti

adalah peneliti menggunakan tipe NHT yang tentunya pola

pembelajaran dan hasilnya berbeda dengan penelitian di atas.

C. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan merupakan tindakan yang di duga akan

dapat memecahkan masalah yang ingin diatasi dengan

penyelenggaraan PTK.82

hipotesis tindakan dalam penelitian ini

adalah model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)

dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi luas bangun

datar di kelas V MI Al-Hadi Girikusumo Mranggen Demak Tahun

Pelajaran 2014/2015.

82 Subyantoro, Penelitian Tindakan Kelas, (Semarang: CV. Widya

Karya,2009), hlm. 43

Page 62: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

69

Page 63: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

70

Page 64: 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Belajar Menurut

71