Upload
vantram
View
231
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kerangka Teori
1. Belajar
Menurut Skinner,1 belajar adalah suatu perilaku. Pada
saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik.
Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Oleh
karena itu dalam belajar dapat ditemukan hal-hal: (1)
kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon
belajar, (2) respons belajar, (3) konsekuensi yang bersifat
menguatkan respon tersebut. Sebagai ilustrasi, perilaku respon
yang baik diberi hadiah, sebaliknya perilaku respon yang tidak
baik diberi teguran dan hukuman.
Menurut Gagne,2 belajar adalah kegiatan yang kompleks.
Hasil belajar tersebut berupa kapabilitas. Setelah belajar
memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.
Timbulnya kapabilitas tersebut adalah berasal dari: (1) stimulasi
yang berasal dari lingkungan, dan (2) proses kognitif yang
dilakukan oleh pelajar. Dengan demikian belajar adalah
seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi
1 Dimyati dan Moedjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1999), hlm. 9. 2 Dimyati dan Moedjiono, Belajar dan Pembelajaran,, hlm. 10.
9
lingkungan melewati pengolahan informasi menjadi kapabilitas
baru.
Menurut Dimyati dan Moedjiono, Piaget berpendapat
bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu, sebab individu
melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungannya.3
Lingkungan tersebut senantiasa mengalami perubahan. Karena
interaksi dengan lingkungan ini maka fungsi intelek dari
individu yang bersangkutan menjadi berkembang.
Perkembangan intelektual ini meliputi tahapan sebagai berikut:
(1) sensori motor (0-2 tahun), (2) pra operasional (2-7 tahun),
(3) operasional konkrit (7-11 tahun), dan (4) operasi formal (11
tahun ke atas). Berdasarkan konsep tersebut, belajar
pengetahuan menurut Piaget meliputi tiga fase yakni fase
eksplorasi, pengenalan konsep dan aplikasi konsep. Dalam fase
pengenalan konsep, anak mengenal konsep yang ada
hubungannya dengan gejala. Sedangkan dalam fase aplikasi
konsep, anak menggunakan konsep untuk meneliti gejala lain
lebih lanjut. 4
Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah perubahan tingkah laku yang semakin berkembang pada
diri seseorang melalui pengenalan secara berturut-turut dari
suatu situasi ke situasi lain yang diulang-ulang sehingga
menjadi sempurna melalui tahapan-tahapan tertentu.
3 Dimyati dan Moedjiono, Belajar dan Pembelajaran, hlm. 13-14. 4 Dimyati dan Moedjiono, Belajar dan Pembelajaran,, hlm. 13-14.
10
2. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT)
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT)
Model adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematik dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu dan fungsi sebagai pedoman para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam
melaksanakan aktivitas pembelajaran.5
Mengajarkan suatu pokok bahasan (materi) tertentu
harus dipilih model pembelajaran yang paling sesuai
dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, dalam
memilih suatu model pembelajaran harus memiliki
pertimbangan – pertimbangan. Misalnya materi pelajaran,
tingkat perkembangan kognitif siswa, dan sarana atau
fasilitas yang tersedia, sehingga tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan dapat tercapai. 6
Pembelajaran kooperatif adalah membelajarkan
kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.
Keterampilan ini sangat penting bagi siswa, karena pada
5 Herman Hodoyo, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran
Matematik, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2001), hlm. 113. 6 Trianto, Model – Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik: Konsep Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya, (Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher, 2011), hlm.9
11
dunia kerja sebagian besar dilakukan secara kelompok.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model
pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil
yang heterogen dan dikelompokkan dengan tingkat
kemampuan yang berbeda. Jadi dalam setiap kelompok
terdapat peserta didik yang berkemampuan rendah, sedang
dan tinggi. Dalam menyelesaikan tugas, anggota saling
bekerja sama dan membantu untuk memahami bahan
pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman
belum menguasai bahan pembelajaran.7
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi
pembelajaran yang menerapkan sistem pengelompokan/tim
kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang
mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis
kelamin, ras Atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem
penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok
akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok
mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.8
Dasar cooperative learning mengandung pengertian
sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja
atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama
yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang
7 Hamruni, Strategi dan Model-Model Pembelajaran Aktif Menyenangkan,
(Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2009), hlm. 160
8 Hamruni, Strategi dan Model-Model Pembelajaran Aktif Menyenangkan,
hlm. 162-163
12
atau lebih dimana keberprestasian kerja sangat dipengaruhi
oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.
Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu
struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara
sesama anggota kelompok. 9
Ide penting dalam pembelajaran kooperatif adalah
membelajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan
kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting bagi siswa,
karena pada dunia kerja sebagian besar dilakukan secara
kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu
model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok
kecil yang heterogen dan dikelompokkan dengan tingkat
kemampuan yang berbeda. Jadi dalam setiap kelompok
terdapat peserta didik yang berkemampuan rendah, sedang
dan tinggi. Dalam menyelesaikan tugas, anggota saling
bekerja sama dan membantu untuk memahami bahan
pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman
belum menguasai bahan pembelajaran.10
Pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa
kelompok itu dapat terdiri dari dua orang saja, tetapi juga
dapat terdiri dari banyak orang. Chaplin sebagaimana
dikutip oleh Agus juga mengemukakan bahwa anggota
9 Etin Solihatin, Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 4
10 Hamruni, Strategi dan Model-model Pembelajaran Aktif Menyenangkan,
(Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2009), hlm. 160
13
kelompok tidak harus berinteraksi secara langsung yaitu
face to face.11
Allah SWT berfirman dalam surat al-
„Ankabut ayat 46:
Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab,
melainkan dengan cara yang paling baik. (QS. al-
Ankabut: 46) ز12
Dasar cooperative learning mengandung pengertian
sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja
atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama
yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang
atau lebih dimana keberprestasian kerja sangat dipengaruhi
oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.
Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu
struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara
sesama anggota kelompok. 13
Ada banyak tipe dalam model kooperatif salah
satunya yaitu Numbered Heads Together (NHT). Numbered
Heads Together disebut juga model “kepala bernomor
struktur” merupakan model pembelajaran yang
dikembangkan oleh Spencer Kagan. Teknik ini memberikan
11 Hamruni, Strategi ..., hlm.56-57 12 Soenarjo, dkk, Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta: Departemn Agama RI,
2007), hlm. 635. 13 Etin Solihatin, Cooperative ...., hlm. 4
14
kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.14
Menurut Anita Lie, model pembelajaran Numbered
Heads Together merupakan model pembelajaran yang
efektif untuk meningkatkan ketergantungan positif,
interaksi tatap muka, tanggungjawab perorangan,
keterampilan kelompok dan keterampilan sosial serta
evaluasi, proses keduanya sama-sama merupakan
pendekatan struktural.15
Mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru
menggunakan struktur empat fase sebagai sintak NHT:
a. Fase 1 : Penomoran
Fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok 5
orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi
nomor antara 1 sampai 5.
b. Fase 2 : Mengajukan pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa.
Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat
spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya.
c. Fase 3 : Berfikir bersama
14 Muhamad Nur, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: UNESA Press,
2005), hlm. 78
15 Anita Lie, Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning
di Ruang-ruang Kelas, (Jakarta: Grasindo, 2007), hlm. 28.
15
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban
pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam
timnya mengetahui jawaban tim.
d. Fase 4 : Menjawab
Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa
yang nomornya sesuai mengacungkan tanganya dan
mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.16
Model kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT) adalah proses belajar kelompok kecil untuk saling
membagikan ide dan mempertimbangkan jawaban yang
paling tepat
b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT)
Keberhasilan belajar menurut model belajar ini
bukan semata-mata ditentukan oleh kemampuan individu
secara utuh, melainkan perolehan belajar itu akan semakin
baik apabila dilakukan secara bersama-sama dalam
kelompok-kelompok belajar kecil yang terstruktur dengan
baik. Melalui belajar dari teman sebaya dan dibawah
bimbingan guru, maka proses penerimaan dan pemahaman
siswa akan semakin mudah dan cepat terhadap materi yang
16 Robert E. Slavin, Cooperative Learning teori, Riset dan Praktik, terj
Zubaedi, (Bandung: Nusa Media, 2005), hlm. 166-169
16
dipelajari.17
Oleh karena itu pendidik harus mampu memilih
dan menggunakan metode yang tepat disesuaikan dengan
kondisi mereka, sebagaimana sabda Rasulullah saw sebagai
berikut:
Dari „Aisyah RA, Rasulallah SAW bersabda: Ajjarlah
hamba-hambamu sesuai dengan akal mereka. (HR.
Dar Quthni dan Ibn Asakir)
Model kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT) tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok.
Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang
membedakannya dengan pembagian kelompok yang
dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model
pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan
guru mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran
kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif
yaitu pembelajaran yang bercirikan: (1) “Memudahkan
siswa belajar” sesuatu yang “bermanfaat” seperti, fakta,
keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi
17 Robert E. Slavin, Cooperative..., hlm. 5
18 Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Abakr As-Suyuti, al-Jami’u As-Shaghir,
Juz I, (Indonesia: Dar Ihya‟ al-Kutub al-„Arabiyah, tt), hlm. 332
17
dengan sesama (2) Pengetahuan, nilai, dan keterampilan
diakui oleh mereka yang berkompeten menilai. 19
Model kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT) juga dimaksudkan untuk dapat merangsang
pesertanya dalam belajar dan berpikir secara kritis dan
mengeluarkan pendapatnya secara rasional dan objektif
dalam pemecahan suatu masalah. Untuk itu kita sebaiknya
berdiskusi atau bermusyawarah dalam memecahkan suatu
permasalahan. Sesuai dengan firman Allah dalam al-Quran
surat asy-Syu‟araa ayat 38:
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi)
seruan Tuhan-Nya dan mendirikan shalat, sedang urusan
mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka;
dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami
berikan kepada mereka.(QS. As-Syuraa : 38)20
Tujuan dari model kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT) lebih mengarah pada kerja sama diantara
siswa dalam mengkaji materi sehingga materi yang dikaji
lebih detail dan mudah dipahami oleh siswa dengan saling
melengkapi p[pengetahuan diantara kelompok siswa.
19 Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori Dan Aplikasi PAIKEM,
(Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010), hlm.hlm.58
20 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Aliyy : al-Qur'an dan
Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2006), hlm.389
18
c. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT)
Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT) memiliki beberapa unsur, diantaranya
sebagai berikut: 21
1) Saling Ketergantungan Positif
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung
pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan
kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun
tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota
kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar
yang lain bisa mencapai tujuan mereka.
2) Tanggung jawab perseorangan
Cooperative Learning menuntut adanya
akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan
bahan belajar tiap anggota kelompok, dan diberi balikan
tentang prestasi belajar anggota-anggotanya sehingga
mereka saling mengetahui rekan yang memerlukan
bantuan.
3) Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan
untuk bertemu muka dan berdiskusi. Hasil pemikiran
beberapa orang akan lebih kaya daripada hasil
pemikiran dari satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil
21 Anita Lie, Cooperative …, hlm. 32-35.
19
kerjasama ini jauh lebih besar dari pada jumlah hasil
masing-masing anggota.
4) Komunikasi antar anggota
Proses ini terjadi ketika tiap anggota kelompok
mengevaluasi sejauh mana mereka berinteraksi secara
efektif untuk mencapai tujuan bersama. Kelompok
perlu membahas perilaku anggota yang kooperatif dan
tidak kooperatif serta membuat keputusan perilaku
mana yang harus diubah atau dipertahankan
5) Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus
bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja
kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya
bisa bekerjasama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi
ini tidak harus diadakan setiap kali ada kerja kelompok,
tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah
beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan
pembelajaran kooperatif.
Unsur-unsur pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT) dalam pembelajaran
akan mendorong terciptanya masyarakat belajar (learning
community). Konsep learning community menyarankan
agar hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama
dengan orang lain berupa sharing individu, antar kelompok
dan antar yang tahu dan belum tahu.
20
d. Ciri Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT)
Kebanyakan pembelajaran yang menggunakan model
kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk
menuntaskan materi belajarnya.
2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang, dan rendah.
3) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras,
budaya, suku, jenis kelamin berbeda.
4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang
individu”.22
Sedangkan menurut Yusuf, ada beberapa ciri dari
pembelajaran kooperatif adalah:
1) Setiap anggota memiliki peran;
2) Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa;
3) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab
atas belajarnya dan juga teman- teman
sekelompoknya;
4) Guru membantu mengembangkan keterampilan-
keterampilan interpersonal kelompok;
22 Ibrahim, Sukmadinata. Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: Universitas
Negeri Malang, 2001), hlm. 6-7
21
5) Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat
diperlukan.23
Lebih lanjut Sanjaya juga mengemukakan ciri-ciri
pembelajaran kooperatif antara lain: pembelajaran secara tim,
didasarkan pada manajemen kooperatif, kemauan untuk
bekerja sama, dan ketrampilan bekerja sama.24
Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur
tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif. Siswa yang bekerja
dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong dan atau
dikehendaki untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama, dan
mereka harus mengkoordinasikan usahanya.
Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT) merupakan sebuah kelompok strategi
pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara
berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.
Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk
meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan
pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan
dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berinteraksi belajar bersama-sama siswa yang
berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajar
23 Yusuf. Kualitas Proses dan Prestasi Belajar Biologi Melalui Pengajaran
dengan Model Kooperatif pada Madrasah Aliyah Ponpes Nurul Haramain,
(Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2003), hlm. 25 24 Sanjaya. Kurikulum dan Pembelajaran, cet.1, (Jakarta: Kencana, 2008),
hlm. 242-244
22
kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa
ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif
untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka dengan
sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi
kehidupan di luar sekolah.25
Ciri dari pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) adalah proses pembelajaran
permainan kelompok untuk mencari jawaban dari masalah
diberikan guru memalui sistem penomoran. Ciri khusus
pembelajaran kooperatif termasuk dengan pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terjadi
jika siswa dapat mencapai tujuan mereka hanya jika siswa
lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan
tersebut. Tujuan-tujuan pembelajaran ini mencakup tiga
jenis tujuan penting, yaitu prestasi belajar akademik,
penerimaan terhadap keagamaan, dan pengembangan
keterampilan sosial.
e. Langkah-Langkah Model Kooperatif Tipe Numbered Heads
Together (NHT)
Langkah-langkah dalam menerapkan model
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah :
1) Penomoran (numbering): guru membagi peserta didik
dalam beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5
25 Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruksvitis,
(Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm.42
23
peserta didik dan memberi nomor 1-x (dimana x adalah
jumlah peserta didik dalam kelompok) sehingga setiap
peserta didik dalam tim memiliki nomor berbeda.
2) Pengajuan pertanyaan (questioning): guru memberi
pertanyaan secara klasikal melalui kartu soal yang
dibagikan kepada seluruh kelompok.
3) Berfikir bersama (head together): peserta didik
mengembangkan dan meyakinkan bahwa tiap peserta
didik dalam kelompok mengetahui jawaban.
4) Memberi jawaban (Answering): guru menyebutkan satu
nomor dan peserta didik dengan nomor yang sama
mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk
seluruh kelas.26
Adanya diskusi kelompok, peserta didik dapat
bekerja optimal baik secara individu ataupun kelompok
serta dapat memberikan kontribusi nilai terhadap
kelompoknya melalui peningkatan nilai individunya.
Pemberian reward kepada peserta didik diberikan kepada
kelompok yang memperoleh skor tertinggi.
Model kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT) ini juga memiliki variasi, antara lain:
1) Setelah seorang peserta didik menjawab, guru dapat
meminta tim lain apakah setuju atau tidak setuju dengan
jempol ke atas atau ke bawah.
26 Trianto, Model ..., hlm.63.
24
2) Untuk masalah dengan jawaban lebih dari satu, guru
dapat meminta peserta didik dari tiap kelompok yang
berbeda untuk masing-masing memberi jawaban.
3) Seluruh peserta didik memberi jawaban serentak.
4) Seluruh Peserta didik yang menanggapi dapat menulis
jawabannya di depan papan tulis atau kertas pada waktu
yang sama.
5) Guru dapat meminta peserta didik lain menambahkan
jawaban bila jawaban dari peserta didik yang terpilih
untuk menjawab tidak lengkap.27
f. Kelebihan dan kekurangan Model Kooperatif Tipe
Numbered Heads Together (NHT)
1) Kelebihan Model Kooperatif Tipe Numbered Heads
Together (NHT)
Model kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT) mempunyai kekurangan:
a) Setiap siswa menjadi siap semua;
b) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-
sungguh; dan
c) Siswa yang pandai dapat mengajari yang kurang
pandai.
2) Kekurangan Model Kooperatif Tipe Numbered Heads
Together (NHT)
27 Trianto, Model ...hlm. 18.
25
Model kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT) mempunyai kekurangan:
a) Kemungkinan nomor yang dipanggil guru dipanggil
lagi; dan
b) Tidak semua kelompok dipanggil oleh guru.28
3. Media Belajar
a. Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan
bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti
perantara atau pengantar.29
Sedangkan pengajaran
disetarakan dengan pembelajaran yang pedoman katanya
berasal dari bahasa Inggris Instruction. Instruction
mencakup kegiatan belajar30
mengajar yang terencana
dalam memanfaatkan sumber-sumber belajar agar terjadi
proses belajar dalam diri siswa.31
Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia,
media adalah alat (sarana) komunikasi.32
Menurut definisi
dari teknologi instruksional dalam laporannya kepada
28 Herdian ”model kooperatif tipe NHT” http//
herdy07.wordprees.com/2009/04/22/model pembelajaran –nht-numbered-heads-
together/, di akses pada tanggal 23 Oktober 2014 29 Arief S. Sadiman, Media Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1996), Cet. IV, hlm. 6. 30 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1986), hlm. 18. 31 Arief S. Sadiman, Media.., hlm 7
32 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2005), Cet. III hlm. 726
26
Dewan Perwakilan Rakyat (conggres) Amerika Serikat
dalam Gene L. Willkinsen, mencatat cara yang berbeda
dalam mendefinisikan media, yaitu definisi media
pendidikan dikenal secara tradisional adalah media yang
lahir dari revolusi komunikasi, yang dapat digunakan untuk
keperluan instruksional bersama-sama guru, buku teks dan
papan tulis.33
Menurut Santoso S. Hamijaya, dalam Ahmad Rohani
menyebutkan media adalah semua bentuk perantara yang
dipakai orang menyebar ide, sedangkan Ahmad Rohani
mendefinisikan media adalah segala sesuatu yang dapat
diindra yang berfungsi sebagai perantara, sarana dan alat
untuk proses komunikasi (proses belajar mengajar).34
Menurut Zakiah Darajat media adalah suatu benda
yang dapat diindra, khususnya penglihatan dan pendengaran
(alat peraga pengajaran) yang terdapat di dalam maupun
diluar kelas, yang digunakan sebagai alat bantu penghubung
(medium komunikasi) dalam proses interaksi35
belajar
mengajar untuk meningkatkan efektifitas hasil belajar.36
33 Gene L. Willkinson, Media Dalam Pembelajaran, (Terjemah Zulkarimein
Nasution), (Jakarta: Rajawali,1984), hlm. 1 34 Ahmad Rohani, Media Instruksional Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta,
1997), hlm. 2-3. 35 Sardiman, Interaksi …, hlm. 18 36 Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1995), hlm. 226
27
Media pembelajaran adalah suatu perantara atau
pengantar yang digunakan ketika kegiatan belajar mengajar
terjadi demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya
dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya.
b. Fungsi Media Pembelajaran
Sebagai alat bantu, media mempunyai fungsi
melicinkan jalan menuju tercapainya tujuan pengajaran. Hal
ini dilandasi dengan keyakinan bahwa proses belajar mengajar
dengan bantuan media mempertinggi kegiatan belajar anak
didik dalam tenggang waktu yang cukup lama. Itu berarti
kegiatan belajar anak didik dengan bantuan media akan
menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik dari
pada tanpa bantuan media. 37
Angling dalam Hamzah B. Uno menyimpulkan bahwa
efek-efek tampilan gambar berkenaan dengan belajar (1)
Tampilan gambar yang digunakan dalam teks-teks yang
berulang sangat membantu, (2) Tampilan gambar yang
berisikan informasi teks yang berulang, dapat berfungsi
sebagai fasilitas belajar, (3) Tampilan gambar yang tidak
berulang dalam teks membantu dan tidak menghalangi
belajar, (4) Variabel-variabel tampilan seperti ukuran, posisi
halaman, gaya, warna dan derajat kenyataannya bisa berfungsi
sebagai pengarah perhatian, akan tetapi tidak secara signifikan
37 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar,
(Jakarta; Rineka Cipta, 2006), hlm. 122
28
membantu dalam belajar, (5) Ada hubungan yang linier dalam
gambar dan belajar lanjutannya. 38
Pengajaran juga terdapat sumber belajar, dimana
sumber belajar ditetapkan sebagai informasi yang disajikan
dan disampaikan dalam berbagai media, yang dapat
membantu siswa dalam belajar sebagai perwujudan dari
kurikulum.39
Bentuknya tidak terbatas apakah dalam bentuk
cetakan, video, format perangkat lunak atau kombinasi dari
berbagai format yang dapat digunakan oleh siswa atau guru.
Hamalik mengemukakan bahwa pemakaian media
pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat
membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan
motivasi dan rangsangan, dan bahkan membawa pengaruh
psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pengajaran
akan sangat membantu keefektifan proses belajar akan sangat
membantu pesan dan isi pelajaran pada saat itu.
Sejalan dengan itu Yunus dengan Attarbiyatul
watta’liim dalam Azhar Arsyad mengungkapkan, bahwasanya
media pengajaran paling besar pengaruhnya dan indra dan
lebih dapat menjamin pemahaman, orang yang mendengarkan
saja tidaklah sama tingkat pemahamannya dan lamanya
bertahan apa yang dipahami dibanding dengan apa yang
38 Amzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara,
2006), hlm. 56
39 Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran (Mengembangkan Kompetensi
Guru), (Bandung: Rosda Karya, 2006), hlm. 170.
29
mereka lihat, atau melihat dan mendengarkannya.40
Selain itu
media pengajaran juga mempunyai beberapa fungsi, antara
lain:
1) Fungsi Atensi
Media audio visual41
merupakan inti, yaitu
menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk
berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan
makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi
pelajaran. Seringkali pada awal pelajaran siswa tidak
tertarik dengan materi pelajaran atau materi pelajaran itu
merupakan salah satu pelajaran yang tidak disenangi oleh
mereka sehingga tidak memperhatikan. Disini peran
media pengajaran sangat penting, media akan dapat
menenangkan dan mengarahkan perhatian mereka kepada
pelajaran yang akan mereka terima.
2) Fungsi Afektif
Media visual dapat terlihat dari tingkat
kenikmatan siswa ketika pelajaran (atau membaca) teks
yang bergambar. Gambar atau lambang dapat menggugah
emosi dan sikap siswa.
3) Fungsi Kognitif
40 Azhar Arsyad, Media Pengajaran, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2000) hlm. 23.
41 Darwanto Satro Subroto, Televisi Sebagai Media Pendidikan,
(Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 1995), Cet. III, hlm. 90.
30
Media visual terlihat dari temuan-temuan
penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual
atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk
memahami dan mengikat informasi atau pesan yang
terkandung dalam gambar.
4) Fungsi Kompensatoris
Media pengajaran terlihat dari hasil penelitian
bahwa media visual yang memberikan konteks untuk
memahami teks membantu siswa yang lemah dalam
membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam dan
mengingatnya kembali. Dengan kata lain media
pengajaran mengakomodasi bagi yang lemah dan lambat
dalam menerima pelajaran.42
Dasar media dirancang untuk membantu dalam proses
belajar mengajar dan dalam penggunaannya mempunyai dua
tujuan, tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan umum
dari penggunaan media adalah untuk meningkatkan efektifitas
dan efisiensi dalam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan
tujuan khusus dalam penggunaan media adalah diantaranya
untuk:
1) Untuk menunjang kegiatan kelas.
2) Untuk mendorong dalam menggunakan penerapan cara-
cara yang sesuai dengan untuk mencapai tujuan program
akademis.
42 Darwanto Satro Subroto, Televisi..., hlm. 16-17
31
3) Untuk membantu, memberikan perencanaan, produksi
operasional dan tindak lanjut untuk mengembangkan
sistem instruksional.43
Perlu disadari bahwa secara spesifik tujuan tersebut
dimaksud untuk meletakkan konsep dasar berfikir yang
kongkrit dari suatu yang bersifat abstrak sehingga pelajaran
dapat dicerna dengan mudah karena anak dihadapkan pada
pengalaman yang secara langsung. Firman Allah Surat As
Syuura ayat 51:
Dan tidak mungkin bagi seorang manusia pun bahwa Allah
berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu
atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan
(malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya
apa yang dia kehendaki. Sesungguhnya dia Maha Tinggi
lagi Maha Bijaksana (Q.S. As Syuura ayat 51)45
Ayat di atas menerangkan bahwa dalam proses
pembelajaran memerlukan sebuah perantara, sebagaimana
Allah SWT memberikan wahyu kepada umatnya juga melalui
perantara. Begitu juga dalam proses pembelajaran di kelas
43 Mudlofir, Prinsip-Prinsip Pengelolaan Pusat Sumber Belajar, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 1986), hlm. 12 44 Soenarjo, dkk Al Qur’an dan Tarjamah, (Jakarta: Departemen Agama RI,
2001), hlm. 791. 45 Soenarjo, dkk Al Qur’an..., hlm. 791
32
seorang guru juga memerlukan perantara untuk
menyampaikan pelajaran.
Media sebagai alat peraga mempunyai fungsi
melicinkan jalan menuju tercapainya tujuan pengajaran. Hal
ini dilandasi dengan keyakinan bahwa proses belajar mengajar
dengan bantuan media mempertinggi kegiatan belajar anak
didik dalam tenggang waktu yang cukup lama. Itu berarti
kegiatan belajar anak didik dengan bantuan media akan
menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik.
c. Jenis-Jenis Media Pembelajaran
Media Pembelajaran banyak sekali jenis dan
macamnya. Mulai yang paling kecil sederhana dan murah
hingga media yang canggih dan mahal harganya. Ada media
yang dapat dibuat oleh guru sendiri, ada media yang
diproduksi pabrik. Ada media yang sudah tersedia di
lingkungan yang langsung dapat kita manfaatkan, ada pula
media yang secara khusus sengaja dirancang untuk keperluan
pembelajaran
Media pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua macam.
Adapun klasifikasi dari media pembelajaran PAI tersebut bisa
dilihat dari jenisnya dan dari bahan serta cara
pembuatannya.46
1) Dilihat dari jenisnya, media di bagi ke dalam:
46 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi …, hlm. 140.
33
a) Media Visual
Media visual yaitu yang dapat ditangkap dengan
indera penglihatan, jenis media ini terdiri dari:
(1) Media gambar diam (still pictures)
Media ini adalah hasil potretan dari
berbagai peristiwa/kejadian, objek yang
dituangkan dalam bentuk gambar-gambar, garis,
kata-kata, simbol-simbol, maupun gambar yang
masuk dalam kelompok ini yaitu grafik, chart atau
bagan, peta, diagram, poster, karikatur, komik,
gambar mati dan foto. Media ini berupa; rumus-
rumus matematika, poster gambar rumus
matematika, dan sebagainya.
(2) Media papan
Media papan adalah media pelajaran
dengan papan sebagai bahan baku utamanya yang
dapat dirancang secara memanjang ataupun secara
melebar. Alat-alat lain yang digunakan dalam
media papan adalah dapat berupa kain fionel,
kapur tulis, gulungan kertas untuk ditempel,
brosur dan sebagainya. Yang dimaksud dalam
kelompok ini, antara lain: papan tulis, papan
fandel, papan temple, papan pameran. Media ini
berupa papan gambar rumus matematika.
(3) Media dengan proyeksi
34
Media ini adalah penggunaan media
dengan menggunakan proyektor sehingga gambar
tampak pada layar. Yang termasuk ke dalam
kelompok media ini yaitu slide, film strips,
proyektor, transparansi dan micro film, OHP.
Media ini berupa tayangan kegiatan matematika.
b) Media audio
Media audio merupakan jenis media yang
didengar. Media ini memiliki karakteristik
pemanipulasian pesan yang hanya dilakukan melalui
bunyi atau suara-suara, yang termasuk dalam jenis
media ini yaitu cassette tape recorder, radio dan
laboratorium bahasa. Media ini berupa kaset
berhitung dan sebagainya.
c) Media audio visual
Media audiovisual adalah media yang
mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Media ini
dibagi ke dalam:
(1) Audiovisual diam, yaitu media yang
menampilkan suara dan gambar seperti, film
bingkai dan film rangkaian suara.
(2) Audiovisual gerak, yaitu media yang dapat
menampilkan unsur suara dan gambar yang
bergerak seperti televisi, film suara dan video
35
cassette. Media ini berupa CD-CD yang berisi
tentang mata pelajaran matematika.
d) Media asli dan orang
Media ini merupakan benda sebenarnya,
media yang membantu pengalaman nyata peserta
didik. Adapun yang termasuk media ini antara lain;
speciment makhluk hidup, diorama berupa
pemandangan yang sebenarnya, laboratorium di luar
dan di dalam sekolah. Field study dikunjungi manusia
sumber, dan model. 47
Media ini seringkali
diaplikasikan dalam proses pembelajaran matematika
seperti ketika guru materi matematika dengan
langsung ke alam semesta dan sekitarnya.
2) Dilihat dari bahan pembuatannya, media dibagi ke dalam
a) Media sederhana
Media ini bahan dasarnya mudah diperoleh
dan murah serta cara pembuatannya mudah dan
penggunaannya tidak sulit. Media ini biasanya
bentuknya berupa kartu puzzle materi matematika.
b) Media kompleks
Media ini adalah media yang bahan alat
pembuatannya sulit diperoleh serta mahal harganya,
sulit membuatnya dan penggunaannya membutuhkan
47 Mulyani Sumantri, Johar Permana, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung:
CV. Maulana, 2001), hlm. 161.
36
keterampilan yang memadai. Media ini biasanya
bentuknya berupa alat peraga, game education dan
pembuatan CD yang berkaitan dengan materi
matematika.
d. Prinsip-Prinsip Media Pembelajaran
Prinsip dalam memilih media pembelajaran harus
diperhatikan. Kriteria pemilihan media haruslah dengan
adanya norma dan patokan yang dipergunakan dalam proses
pemilihan media walaupun dengan keterbatasan tenaga,
fasilitas, maupun dana yang dimiliki.
Media akan dipilih dan dipergunakan, ketika itulah
beberapa prinsip pemilihan media perlu diperhatikan. Prinsip-
prinsip itu adalah 48
:
1) Tujuan Pemilihan
Pemilihan media harus berdasarkan maksud dan
tujuan yang jelas, apakah pemilihan media itu untuk
pembelajaran atau hanya untuk sekedar informasi.
2) Karakteristik Media Pengajaran
Setiap media mempunyai karakteristik tertentu,
baik dilihat dari segi keampuhan, cara pembuatan maupun
cara menggunakannya.
3) Alternatif Pemilihan
48 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi …, hlm. 126
37
Memilih pada hakikatnya adalah proses pemilihan
berbagai alternatif. Guru menentukan media mana yang
akan digunakan apabila terdapat beberapa media yang
dapat diperbandingkan.
Penggunaan media pembelajaran harus ada kejelasan
maksud dan tujuan pemilihan tersebut. Diantaranya yang
perlu diperhatikan adalah familiaritas media, yaitu mengenai
ciri-ciri dan sifat media pembelajaran yang akan dipilih, serta
adanya sejumlah media yang dapat diperbandingkan untuk
proses pengambilan keputusan dari berbagai alternatif
pemecahan yang dituntut oleh tujuan pemilihan media
pembelajaran.
Pengajaran ada dua aspek penting, yaitu metode
pengajaran dan media pembelajaran sebagai alat mengajar.
Kedudukan media sebagai alat bantu mengajar ada dalam
komponen metodologi, merupakan salah satu lingkungan
belajar yang diatur oleh guru.49
Semakin maju perkembangan
teknologi, maka semakin banyak pula alat teknologi yang
dihasilkan. Oleh karena itu guru harus betul-betul memilih
alat bantu atau media pengajaran yang tepat dan efisien untuk
siswanya.
Berbagai macam media pengajaran masing-masing
mempunyai karakteristik yang berbeda, sehingga guru atau
49 Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), hlm.
237
38
fasilitator harus cermat agar alat tersebut dapat digunakan
secara efektif dan efisien.
Media pengajaran digunakan dalam rangka upaya
peningkatan atau mempertinggi mutu proses kegiatan belajar
mengajar. Oleh karena itu harus di perhatikan prinsip-prinsip
penggunaannya, antara lain:
1) Penggunaan media pengajaran hendaknya dipandang
sebagai hal yang integral dari suatu sistem pembelajaran
dan bukan hanya sebagai alat bantu yang berfungsi
sebagai tambahan yang digunakan bila dianggap perlu dan
hanya dimanfaatkan sewaktu-waktu sebutuhnya.
2) Media pengajaran hendaknya dipandang sebagai sumber
belajar yang digunakan dalam usaha memecahkan
masalah yang dihadapi dalam proses belajar mengajar.
3) Guru hendaknya benar-benar menguasai teknik-teknik
dari suatu media pengajaran yang digunakan.
4) Guru seharusnya memperhitungkan untung ruginya
pemanfaatan suatu media.
5) Penggunaan media pengajaran harus organisir secara
sistematisbukan sembarang menggunakan. 50
6) Jika sekiranya suatu pokok bahasan memerlukan lebih
dari satu macam media, maka guru dapat memanfaatkan
multimedia yang menguntungkan dan memperlancar
50 Pawit M. Yusup, Komunikasi Pendidikan dan Komunikasi Instruksional,
(Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1990), hlm. 77.
39
proses belajar mengajar dan juga dapat merangsang siswa
dalam belajar.51
Langkah kritis yang harus dilakukan dalam penggunaan
media secara efektif, mencari, menemukan dan memilih
media yang memenuhi kebutuhan belajar anak didik,
menampilkan bakat anak sesuai dengan perkembangan
kematangan dan pengalaman dengan dirinya sendiri yang
sesuai dengan subyek yang dipelajari. Tujuan belajar yang
baik harus memenuhi beberapa kriteria.52
1) Harus dinyatakan dalam bentuk tingkah laku yang dapat
diamati
2) Harus dapat dinilai / diketahui tingkat-tingkat
pencapaiannya
Media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar
siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diterapkan dapat
mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Ada beberapa hal
mengapa media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar
siswa. Alasan pertama berkenaan dengan manfaat media
pembelajaran dalam proses belajar siswa, antara lain:
51 Usman M. Basyiruddin dan Asnawir, Media Pembelajaran, (Jakarta:
Ciputat Pers, 2002), Cet. I, hlm. 19.
52 Yusuf Hadi Miarso, Teknologi Komunikasi Pendidikan (Pengertian dan
Penerapannya di Indonesia), (Jakarta: CV. Raja Wali, 1986), hlm. 85.
40
1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa, sehingga
dapat menumbuhkan motivasi53
belajar.
2) Bahan pengajaran akan lebih luas maknanya karena dapat
lebih dipahami oleh para siswa dan kemungkinan siswa
dapat menguasai tujuan pembelajaran.
3) Metode pengajaran akan lebih bervariasi, tidak semata-
mata komunikasi verbal melalui penyusuran kata-kata
oleh guru yang menjadikan siswa tidak bosan dan guru
tidak kehabisan tenaga, apalagi guru mengajar untuk
setiap jam.
4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab
tidak hanya mendengar uraian guru tetapi juga aktivitas
lain seperti mengamati, melakukan dan
mendemonstrasikan.54
Pemilihan media pembelajaran yang cocok untuk
tujuan pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu
perluasan ketrampilan berkomunikasi yang memerlukan suatu
proses secara rinci dan khusus. Memilih media yang terbaik
untuk tujuan pembelajaran bukan merupakan suatu pekerjaan
yang mudah karena didasarkan pada berbagai faktor yang
saling mempengaruhi.
53 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (Menciptakan Pembelajaran
Kreatif dan Menyenangkan), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 174.
54 Nana Sudjana dan Achmad Riva‟i, Media Pengajaran, (Bandung: CV.
Sinar Baru, 1991), hlm. 2.
41
Beberapa prinsip dalam memilih media pembelajaran
harus diperhatikan. Yang terpenting, dalam kriteria pemilihan
media ini adalah adanya norma dan patokan yang
dipergunakan dalam proses pemilihan media baik
keterbatasan tenaga, fasilitas, maupun dana yang dimiliki.
Penggunaan dan pemilihan media pembelajaran
haruslah melibatkan tenaga yang mampu memanfaatkan
disetiap lembaga pendidikan. Biaya yang diperlukan juga
harus efektif dan efisien sehingga dapat terjangkau oleh
lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Dalam penggunaan media pembelajaran ini harus ada
kejelasan maksud dan tujuan pemilihan media pembelajaran
tersebut. Antara lain yang perlu diperhatikan adalah
familiaritas media, yaitu mengenai ciri-ciri dan sifat media
pembelajaran yang akan dipilih, serta adanya sejumlah media
yang dapat diperbandingkan untuk proses pengambilan
keputusan dari berbagai alternatif pemecahan yang dituntut
oleh tujuan pemilihan media pembelajaran.
4. Hasil Belajar Matematika
a. Pengertian Hasil Belajar Matematika
Belajar adalah memperoleh pengetahuan atau
menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat,
menguasai pengalaman dan mendapatkan informasi atau
menemukan. Dengan demikian, belajar memiliki arti dasar
42
adanya aktifitas atau kegiatan dan penguasaan tentang
sesuatu.55
Belajar menurut Morris L. Bigge sebagaimana
dikutip Max Darsono56
adalah “perubahan yang menetap
dalam diri seseorang yang tidak dapat diwariskan secara
genetic”. Selanjutnya Morris menyatakan bahwa “perubahan
itu terjadi pada pemahaman (insight), perilaku, persepsi,
motivasi atau campuran dari semuanya secara sistematis
sebagai akibat pengalaman dalam situasi-situasi tertentu”.
Menurut Muhibbin Syah belajar mempunyai arti
“tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang
relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi
dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif”.57
Belajar menurut Abdul Aziz dan Abdul Aziz Majid
dalam kitabnya “At-Tarbiyah Wa Turuku Al-Tadris” adalah:
55 Baharuddin Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2007), hlm. 13 56 Max Darsono, dkk., Belajar dan Pembelajaran, (Semarang: CV. IKIP
Semarang Press, 2000), hlm. 2 57 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosda
Karya, 2000), hlm. 92
58 Sholeh Abdul Azis dan Abdul Azis Abdul Madjid, Al-Tarbiyah Waturuqu
Al-Tadrisi, Juz.1., (Mesir: Darul Ma‟arif, 1979), hlm. 179
43
Sesungguhnya belajar merupakan perubahan di dalam
orang yang belajar (murid) yang terdiri atas pengalaman
lama, kemudian menjadi perubahan baru.59
Laster D. Crow dan Alice Crow mendefinisikan
belajar adalah sebagai berikut: “The term learning can be
interpreted as: 1) the process by which changes are made,
or; 2) the changes themselves that result from engaging in
the learning process”.60
Artinya: pengertian belajar dapat
diinterpretasikan sebagai: 1) suatu proses yang terjadi secara
sengaja, atau; 2) suatu perubahan yang terjadi dengan
sendirinya, sebagai akibat dari bentuk proses belajar.
Elizabeth B. Hurlock mendefinisikan belajar adalah
“learning is development that comes from exercise and
afford”.61
Artinya: belajar adalah suatu bentuk
perkembangan yang timbul dari latihan dan usaha.
Menurut Sardiman, pengertian belajar dibagi dua,
yaitu pengertian luas dan khusus. Dalam pengertian luas
belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju
perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti
sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan
59 Sholeh Abdul Azis dan Abdul Azis Abdul Madjid, Al-Tarbiyah Waturuqu
Al-Tadrisi, Juz.1., (Mesir: Darul Ma‟arif, 1979), hlm. 179 60 Laster D. Crow dan Alice Crow, General Psichology, (New York: tpt,
t.th.), hlm. 188.
61 Elizabeth B. Hurlock, Child Development, (Tokyo: MC. Graw Hill Book
Company, t.th.), hlm. 20.
44
materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan
menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Definisi dalam
arti khusus inilah yang banyak dianut sekolah-sekolah.62
Hasil belajar adalah setiap perbuatan atau tingkah
laku yang tampak sebagai akibat kegiatan otot yang
digerakkan oleh sistem syaraf.63
Menurut WS. Wingkel hasil belajar adalah “sesuatu
yang diadakan, dibuat dijadikan dan sebagainya oleh
usaha”. Hasil belajar sesuai yang dijadikan sesuatu yang
dijadikan usaha belajar peserta didik.64
Secara etimologi, istilah matematika (mathematics
= inggris) berasal dari bahasa Latin yaitu mathematica,
yang mulanya dari bahasa Yunani yaitu mathematike yang
berarti relating to learning. Perkataan itu mempunyai akar
kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Kata
mathematike berhubungan erat dengan kata lain yang
serupa yaitu mathanein yang berarti belajar (berfikir). Jadi
matematika adalah ilmu yang diperoleh dengan bernalar.65
62 Sardiman, A.M, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Perkasa, 2000), hlm. 20-21
63 Rochman Natawidjojo, Psikologi Pendidikan. (Jakarta : Prindojoyo,
2004) hlm 21 64 W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan. (Jakarta : Gramedia, 2005) hlm 151. 65 Mutadi, Pendekatan Efektif dalam Pembelajaran Matematika, (Jakarta:
Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan Depag Bekerjasama dengan Ditbina
Widyaiswara LAN-RI, 2007) hlm. 14.
45
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada
semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk
membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan
bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta
didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola,
dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada
keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.66
Dari beberapa penjelasan diatas maka dapat diambil
suatu kesimpulan bahwa hasil belajar Matematika
perubahan-perubahan tersebut pada hakikatnya merupakan
hasil dari proses belajar Matematika. Adapun perubahan
tersebut meliputi: sikap, pengetahuan, kebiasaan, perbuatan,
minat, perasaan dan lain-lain
b. Tujuan Pembelajaran Matematika
Tujuan mengajar matematika adalah agar
pengetahuan matematika yang disampaikan kepada anak
dapat dipahami oleh anak. Dari sana akan terbukti bahwa
cara mengajar yang baik baru akan terlihat dari hasil belajar
anak yang baik. Sebaliknya cara mengajar yang jelek akan
terlihat dari hasil belajar yang jelek.67
66 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD, MI, dan SDLB, hlm. 416
67 Joula Ekaningsih Paimin, Agar Anak Pintar Matematika, (Jakarta: Puspa
Swara, 1998), hlm. 49
46
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep
atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat,
dalam pemecahan masalah
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang
diperoleh
d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan
atau masalah
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.68
c. Jenis-Jenis Hasil Belajar Matematika
68 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006, hlm. 417
47
Ke semua perubahan tersebut secara terperinci dan
jelas terbagi menjadi tiga bagian yaitu: kognitif, afektif dan
psikomotorik.
Untuk dapat mengetahui dan memahami jenis-jenis
prestasi belajar tentunya harus dapat diketahui perubahan-
perubahan apa yang diperoleh anak didik itu sendiri.
Sehubungan dengan hal tersebut ada beberapa perubahan,
yaitu: pengetahuan nilai-nilai dan ketrampilan.
Sasaran penilaian guna menentukan prestasi belajar
mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomorik secara
seimbang. Masing-masing bidang terdiri sejumlah aspek
dan aspek tersebut hendaknya diungkapkan melalui
penilaian tersebut. Dengan demikian dapat diketahui
tingkah mana yang sudah dikuasainya dan mana yang
belum.69
Secara lebih terperinci dan jelas perubahan afektif,
perubahan kognitif, perubahan psikomotorik masing-
masing dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Hasil Belajar Kognitif
Ranah kognitif menurut Foster yang dikutip
Dimyati dan Mudjiono mengatakan ranah kognitif
berhubungan dengan ingatan atau pengenalan terhadap
69 B. Suryosubroto., Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2007), hlm. 55
48
pengetahuan atau informasi, serta pengembangan
intelektual.
Winkel memberikan suatu batasan: “bahwa
dalam fungsi psikis ada yang menyangkut aspek
pengetahuan dan pemahaman.” 70
Menurut Chaplin yang dikutip Muhibbin Syah
dikatakan bahwa kognitif ialah salah satu domain ranah
psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku
mental yang berhubungan dengan pemahaman,
pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan
masalah, kesengajaan dan keyakinan.71
Secara umum ranah kognitif berhubungan
dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan
dan informasi serta pengembangan keterampilan
intelektual.
Prestasi belajar siswa dari aspek kognitif adalah
berupa perubahan pengetahuan dan pemahaman
terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan oleh
pendidik atau guru dalam proses belajar mengajar.
Hasil belajar dari aspek kognitif ini adalah
sebagai hasil perubahan di mana anak didik yang
semula tak tahu menjadi tahu, dan semula tidak paham
menjadi paham terhadap materi pelajaran yang telah
70 WS Winkel, Psikologi Pengajaran (Jakarta: Gramedia, 2009), hlm 155 71 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, hlm. 66
49
disampaikan pada saat berlangsungnya proses belajar
mengajar.
Hal-hal yang dinilai dalam aspek kognitif ini
menurut Bloom ada 5 tingkat yaitu:
a) Pengetahuan, merupakan tingkat terendah tujuan
ranah kognitif berupa pengenalan dan pengingatan
kembali terhadap pengetahuan tentang fakta,
istilah, dan prinsip-prinsip dalam bentuk seperti
mempelajari.
b) Pemahaman, merupakan tingkat berikutnya dari
tujuan ranah kognitif berupa kemampuan
memahami/mengerti tentang isi pelajaran yang
dipelajari.
c) Penerapan/penggunaan, kemampuan menggunakan
generalisasi atau abstraksi lainnya yang sesuai
dalam situasi nyata.
d) Analisis, kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke
bagian-bagian yang menjadi unsur pokok.
e) Evaluasi, merupakan kemampuan menilai isi
pelajaran untuk suatu maksud atau tujuan tertentu.72
2) Hasil Belajar Aspek Afektif
Aspek afektif ini merupakan perubahan yang
berhubungan rohaniah atau batiniah pada anak didik.
72 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), hlm. 203-204
50
Dan pula perubahan ini menyangkut bidang nilai, sikap,
keyakinan pada anak didik terhadap suatu pengetahuan
yang telah mereka terima pada saat berlangsungnya
proses belajar mengajar.
Hal ini diidentikkan dengan suatu pendapat
yang sama dari Winkel yang mengatakan “aspek afektif
ini merupakan aspek yang berhubungan dengan fungsi
psikis, yakni yang menyangkut masalah nilai dan
keyakinan.73
Dimyati juga mengatakan ranah afektif
berhubungan dengan perhatian, sikap, penghargaan,
nilai perasaan dan emosi.74
Bloom mengemukakan taksonomi ranah afektif
sebagai berikut:
a) Menerima, menunjukkan kesadaran untuk
menerima stimulasi secara pasif meningkat secara
lebih aktif.
b) Merespon, merupakan kesempatan untuk
menanggapi stimulan dan merasa terikat serta
secara aktif memperhatikan.
c) Menilai, merupakan kemampuan menilai gejala
atau kegiatan sehingga dengan sengaja merespon
lebih lanjut untuk mencari jalan bagaimana dapat
mengambil bagian atas apa yang terjadi.
73 W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan. hlm. 155 74 Dimyati dan Mudjiono, Belajar …, hlm. 205
51
d) Mengorganisasi, merupakan kemampuan untuk
membentuk suatu sistem nilai bagi dirinya
berdasarkan nilai-nilai yang dipercaya
e) Karakterisasi, kemampuan mengkonseptualisasikan
masing-masing nilai pada waktu merespon, dengan
jalan mengidentifikasi karakteristik nilai atau
membuat pertimbangan-pertimbangan.75
3) Hasil Belajar Aspek Psikomotorik
Prestasi belajar aspek psikomotorik ini
merupakan hasil belajar yang dapat dilihat secara
langsung oleh anak didik itu sendiri ataupun orang lain.
Karena hasil belajar aspek ini berupa suatu ketrampilan
atau keahlian yang nyata setelah anak didik mengikuti
proses belajar mengajar.
Sehubungan dengan hasil belajar dari aspek
psikomotorik ini Muhibbin Syah mengatakan
kecakapan psikomotor ialah segala amal jasmaniah
yang konkret dan mudah diamati.76
Berpijak dari pendapat tersebut di atas, maka
dapatlah diperoleh suatu pemahaman bahwa hasil
belajar atau prestasi belajar yang diharapkan dari aspek
ini dapat dilihat secara langsung dan jelas oleh anak
didik itu sendiri dalam kehidupannya dan dapat
75 Dimyati dan Mudjiono, Belajar …., hlm. 205-206 76 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, hlm. 86
52
dimanfaatkan, setelah anak didik tersebut mengikuti
proses belajar mengajar atau pelatihan tertentu.
Miles dkk sebagaimana yang dikutip Dimyati
mengemukakan taksonomi ranah psikomotorik sebagai
berikut: 77
a) Gerakan tubuh.
b) Ketepatan gerakan yang dikoordinasikan.
c) Perangkat komunikasi non verbal.
d) Kemampuan berbicara.
Bentuk-bentuk hasil belajar di atas satu sama lain
saling berkaitan, antara kognitif, afektif dan psikomotorik
sangat dibutuhkan oleh setiap siswa sebagai wujud hasil
yang diperoleh setelah melaksanakan pembelajaran. Dalam
penelitian ini hasil belajar yang dikhususkan pada
kemampuan kognitif yang diukur dari tes yang di jawab
oleh sisa.
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Matematika
Prinsipnya hasil belajar adalah merupakan suatu
aktivitas yang berlangsung melalui proses di mana proses
tersebut tidak terlepas dari pengaruh, dari dalam diri anak
didik itu sendiri dan juga dari luar atau lingkungan.
77 Dimyati dan Mudjiono, Belajar…, hlm. 207-208
53
Sehubungan dengan hal tersebut Sumadi Suryabrata
akan mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar Matematika sebagai berikut:
1) Faktor yang berasal dari luar diri anak didik terdiri atas:
a) Faktor non sosial
b) Faktor sosial
2) Faktor yang berasal dari dalam diri anak didik
meliputi:78
a) Faktor fisiologis
b) Faktor psikologis
Kedua faktor yang berasal dari luar dan yang
berasal dari dalam diri anak didik tersebut masing-masing
secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Faktor yang berasal dari luar diri anak didik terdiri atas
faktor non sosial dan sosial
Faktor non sosial yang dimaksud di sini
mencakup faktor lingkungan alam seperti suhu udara
segar, suhu udara panas, dan sebagainya akan dapat
mempengaruhi kegiatan proses belajar, yang pada
akhirnya dapat mempengaruhi hasil prestasi belajar.
Artinya jika udaranya segar, maka belajarnya dapat
maksimal dan semangat sehingga hasilnya pun baik.
Sebaliknya jika suhu udaranya panas maka proses
78 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: CV. Rajawali, 2004),
hlm. 249
54
belajar terganggu atau tidak bisa maksimal, sehingga
hasil belajarnya pun kurang baik.
Faktor instrumental, yakni faktor yang
keberadaan dan penggunaannya sesuai dengan hasil
belajar yang diharapkan karena faktor ini berupa
fasilitas gedung, buku paket, alat perlengkapan belajar
dan lain sebagainya.
Faktor sosial disini merupakan faktor
manusiawi yang dalam hal ini adanya interaksi antar
sesama manusia dalam suatu lingkungan masyarakat
dimana anak didik itu berbeda, bertempat tinggal, dan
anak didik itu dididik baik itu keluarga, masyarakat dan
sekolah.79
2) Faktor yang berasal dari dalam diri anak
Faktor yang berasal dari dalam diri anak ini
terdiri atas faktor fisiologis yang mana masing-masing
dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Faktor fisiologis
Pada umumnya faktor fisiologis ini
memiliki pengaruh terhadap aktifitas belajar anak
didik, karena faktor ini berhubungan langsung
dengan kondisi jasmani, kemampuan inteligensi
dan pula yang lain.
b) Faktor psikologis
79 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, hlm. 249
55
Faktor psikologis pada anak didik itu dapat
mempengaruhi proses belajar. Adapun proses
psikologis ini terbagi menjadi dua bagian, yakni :
(1) Faktor psikologis yang mendorong aktifitas
anak dalam belajar
(2) Faktor psikologis yang menghambat belajar
anak didik.
Dari kedua faktor psikologis pada anak didik
yang saling berlawanan itu masing-masing dapat
diuraikan sebagai berikut:
a) Faktor psikologis yang mendorong aktifitas dalam
belajar anak, menurut Sumadi Suryabrata adalah
sebagai berikut:
(1) Adanya rasa ingin tahu dan ingin
menyelidiki sesungguhnya.
(2) Adanya sifat kreatif dan keinginan untuk
mendapatkan perhatian orang tua, guru dan
teman-temannya.
(3) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa
aman, tenang sehingga mudah untuk
menguasai bahan materi pelajaran.
(4) Adanya keinginan untuk memperbaiki atas
kegagalan yang lalu dengan usaha baru.
Berpijak dari pendapat tersebut di atas,
maka faktor psikologis yang positif ini akan
56
banyak mempengaruhi terhadap proses
keberhasilan prestasi belajar siswa itu sendiri. Di
samping itu prestasi belajar yang diperolehnya,
menggembirakan sesuai dengan harapan dan
tujuan pendidikan, serta merupakan kebanggaan
itu sendiri bagi anak didik itu sendiri.
b) Faktor psikologis yang menghambat belajar anak
didik meliputi
(1) Tujuan belajar yang tidak jelas
Adanya tujuan belajar yang tidak jelas
dengan sendirinya akan mengakibatkan anak
didik tersebut malas, dan tidak memiliki minat
yang kuat dalam belajar, sehingga prestasi yang
diperolehnya kurang baik atau tidak
menggembirakan bagi anak didik itu sendiri.
(2) Kurangnya minat terhadap pelajaran
Timbulnya sikap anak didik yang
demikian ini maka sebagai seorang guru harus
lebih tanggap, apakah kiranya yang membuat
anak didik itu tidak minat terhadap suatu materi
pelajaran atau yang lainnya.
Dari kedua faktor psikologis yang
menghambat proses belajar, anak didik, maka
sebagai tenaga pendidik dalam lembaga pendidikan
harus dapat memberikan pengarahan, bimbingan
57
khusus baik individu maupun kelompok terhadap
anak didik mengenai kedua faktor psikologis
tersebut. Setelah adanya pengarahan, bimbingan,
dan motivasi dari pendidik diharapkan, anak didik
tersebut memiliki semangat belajar dan minat
mengikuti pelajaran yang tinggi, sehingga nantinya
prestasi belajar yang dihasilkan lebih baik dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan. 80
Jadi perbedaan hasil belajar (academic
achievement) di kalangan siswa lebih disebabkan oleh
faktor-faktor seperti kematangan akibat kemajuan, umur
kronologis, latar belakang pribadi, sikap dan bakat terhadap
suatu bidang pelajaran, dan jenis mata pelajaran yang
diberikan
e. Materi Pembelajaran
Trapesium adalah bangun segi empat yang memiliki
sepasang sisi berhadapan sejajar. Macam – macam trepesium
adalah trapezium sama kaki, trapezium siku-siku, dan
trapezium sembarang
80 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, hlm. 253
Trapesium Sama
Kaki Trapesium Siku -
Siku
Trapesium
Sembarang
58
Untuk menghitung luas trapezium perhatikan gambar
berikut:
1) Gambar di atas adalah trapesium ABCD dengan panjang
AB = a, CD = b, dan tinggi AD = t
2) Jika trapesium ABCD dipotong menurut garis EF, akan
diperoleh dua trapesium, yaitu trapesium ABFE dan
trapesium EFCD yang masing – masing mempunyai tinggi
=
3) Jika trapesium ABFE dan trapesium EFCD disatukan, akan
dip0eroleh persegi panjang ADE‟E dengan panjang AD =
(a + b) dan tinggi AE
4) Luas trapesium ABCD = luas persegi panjang ADE‟E
= AD X AE
= (a + b) x
=
Jika a dan b adalah sisi yang sejajar, rumus trapesium
dapat ditulis sebagai berikut:
D a C
t
A B b
D a C
E
A B b
F
E
A B/
C
F E‟
D a b
59
L =
=
( )81
Untuk menentukan luas trapesium kita cari dari luas
segitiga. Demikian juga untuk menentukan luas beberapa
bangun datar yang lain juga bisa kita cari menggunakan rumus
luas segitiga.
L = (½ + a x t) + (½ + a x t)
L = (½ + 10 x 10) + (½ + 10 x 10)
= 50 cm2 + 50 cm
2
= 100 cm2
Untuk menentukan luas trapesium kita cari dari luas
segitiga. Demikian juga untuk menentukan luas beberapa
bangun datar yang lain juga bisa kita cari menggunakan rumus
luas segitiga.
81 Nur Fajariyah dan Arif Al-Rasyid, Cerdas Berhitung Matematika untuk
SD/MI Kelas V, (Surakarta: Graha Mukti Grafika, 2007), hlm. 89
I
10 CM
10 CM
10 CM II
60
L = (½ + a x t) + (½ + a x t)
L = (½ + 10 x 10) + (½ + 10 x 10)
= 50 cm2 + 50 cm
2
= 100 cm2
Dari rumus luas trapesium dapat dicari tinggi dan
panjang sisi alas trapesium, yaitu :
5. Kerangka Berfikir
Pembelajaran yang berpusat pada pengetahuan guru
(teacher centered) seringkali berimplikasi pada terkekangnya
pemahaman peserta didik dalam pembelajaran matematika.
Dengan fakta bahwa kondisi peserta didik yang heterogen
mengakibatkan tingkat pemahaman yang berbeda pula,
I
10 CM
10 CM
10 CM II
61
sehingga yang terjadi adalah munculnya peserta didik dengan
tingkat keberhasilan tinggi, rendah, bahkan gagal dalam hasil
belajar.
Cooperative learning tipe Numbered Head Together
(NHT) peserta didik akan terbentuk menjadi sebuah grup
bernomor kepala yang saling berkolaborasi dalam proses
pembelajaran. Dimana tanggungjawab masing-masing individu
yang tergabung dalam kelompok menjadi titik tolak
keberhasilan dalam kelompoknya. Dengan demikian nilai
masing-masing individu merupakan sumbangan bagi
kelompoknya.
Proses pembelajaran materi pokok luas bangun datar,
seringkali peserta didik belum dapat menghitung luas bangun
datar dengan bantuan segitiga. Model kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) dengan ciri khusus penomoran dalam
kelompok merupakan cara guru untuk mendapatkan situasi
belajar yang kondusif dan melibatkan seluruh peserta didik
dalam pembelajaran. Dengan kelompok bernomor kepala
berbeda, tiap peserta didik bertanggungjawab untuk saling
memahamkan antara satu dengan yang lain. Guru dapat dengan
mudah menunjuk salah satu nomor untuk mempresentasikan
hasil pemikiran kelompoknya. Dalam situasi seperti ini, peserta
didik akan lebih siap dalam menjawab pertanyaan dari guru.
Guru juga dapat mengkondisikan peserta didik agar lebih teratur
dalam menyampaikan hasil pemikiran mereka. Dengan
62
demikian, guru dapat mengetahui sejauh mana pemahaman
peserta didik terhadap materi.
Berikut gambar peningkatan hasil belajar matematika
melalui model kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT)
Indikator-indikator pemahaman
konsep
1. Menyatakan ulang sebuah
konsep.
2. Mengklasifikasikan objek
menurut sifat-sifat tertentu.
3. Memberi contoh dan bukan
contoh
4. Menyajikan konsep dalam
berbagai representasi
matematika.
5. Mengembangkan syarat
perlu atau syarat cukup dari
suatu konsep.
6. Menggunakan,
memanfaatkan dan memilih
prosedur tertentu.
7. Mengaplikasikan konsep ke
pemecahan masalah.
Indikator-indikator
partisipasi
1. Memperhatikan
penjelasan dari
guru.
2. Mengajukan
pertanyaan.
3. Mengajukan
pendapat atau
sanggahan.
4. Menyampaikan
jawaban.
5. Membuat catatan
ringkas.
6. Mengerjakan tugas
dengan baik.
Berdasarkan hasil observasi indikator-indikator diatas
63
dinyatakan masih rendah
Tahapan atau fase pembelajaran kooperatif tipe NHT :
1. Fase I : Penomoran
2. Fase II : Mengajukan pertanyaan.
3. Fase III : Berfikir bersama.
4. Fase IV : Menjawab
Dengan adanya perlakuan pembelajaran kooperatif tipe NHT
diharapkan indikator-indikator pemahaman konsep dan
partisipasi yang telah disebutkan di atas meningkat
Pembelajaran kooperatif tipe NHT dilaksanakan
melalui empat fase atau tahapan yang telah dijelaskan di
tinjauan pustaka. Pada fase I yaitu penomoran, digunakan untuk
membagi siswa ke dalam kelompok yang beranggotakan 5
siswa dan tiap siswa diberi label 1 sampai 5, agar siswa dapat
bekerjasama dan berdiskusi dalam menyelesaikan suatu
permasalahan, dan guru memotivasi siswa agar proses belajar
mengajar berjalan dengan baik sehingga siswa termotivasi
untuk mempelajari materi yang akan disampaikan. Fase ini
64
dapat juga digunakan untuk meningkatkan indikator partisipasi
(1) karena siswa dituntut untuk memperhatikan penjelasan dari
guru. Fase II yaitu mengajukan pertanyaan, fase ini dapat
digunakan untuk meningkatkan indikator pemahaman konsep
(1, 2 dan 3) karena dengan menyajikan konsep siswa dituntut
untuk dapat menyajikan kembali konsep dalam berbagai
representasi matematika dan siswa dapat menyatakan ulang
sebuah konsep serta mengkasifikasikan objek menurut sifat-
sifat tertentu. Pada fase ini juga digunakan untuk meningkatkan
indikator partisipasi (2 dan 3) karena guru akan menjelaskan
materi secara sederhana tentang himpunan dan secara interaktif
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membangkitkan siswa
untuk berani mengutarakan pendapatnya atau dengan
memberikan sanggahan dengan tidak terlebih dahulu bertanya
kepada teman kelompoknya.
Fase III yaitu berfikir bersama, fase ini muncul pada
saat siswa mengerjakan LKS dengan soal pemahaman konsep
indikator (6 dan 7) karena selain siswa menjawab, juga harus
memikirkan, menyatukan pendapat untuk menemukan suatu
prosedur menghitung dalam matematika. Selain itu fase ini juga
dapat digunakan untuk meningkatkan indikator partisipasi (6)
karena pada fase ini guru memberikan bimbingan kepada tiap
kelompok sehingga siswa lebih memahami materi yang telah
disampaikan sehingga berdampak pada saat siswa berdiskusi
tidak ditemukan kendala baik saat menyelesaikan masalah
65
ataupun pada saat menyajikan hasil diskusi. Fase IV yaitu
menjawab, fase ini dapat digunakan untuk meningkatkan
indikator partisipasi (4 dan 5) karena disini siswa disuruh
menjawab dan mempresentasikannya didepan kelas, dimana
setelah itu siswa disuruh untuk membuat catatan ringkas. Pada
fase ini guru juga memberikan penghargaan kepada siswa atau
kelompok yang menjawab benar. Penghargaan atau pujian yang
positif dapat memicu siswa utuk lebih bersemangat dalam
menyelesaikan permasalahan yang dialaminya pada pertemuan-
pertemuan yang berikutnya.
Dari penjelasan mengenai fase pembelajaran kooperatif
tipe NHT model di atas maka diharapkan pemahaman materi
dan partisipasi siswa meningkat, ditandai dengan meningkatnya
indikator-indikator pemahaman konsep dan partisipasi siswa.
Dengan situasi belajar yang kondusif, keefektifan pembelajaran
dapat dicapai dengan harapan selanjutnya adalah pencapaian
tujuan belajar dan meningkatnya hasil belajar para peserta
didik.
B. Kajian Pustaka
Telaah pustaka dalam penelitian ilmiah dijadikan sebagai
bahan rujukan untuk memperkuat kajian teoritis dan memperoleh
informasi yang berkaitan dengan topik pembahasan.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Muniroh NIM 093111290
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang berjudul
Penerapan Cooperative Learning dengan Metode STAD pada
66
Mata Pelajaran Fiqih Materi Pokok Haji Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Di Kelas V MI Miftahul Falah
Betahwalang Bonang Demak Tahun Pelajaran 2010/2011, hasil
penelitian menunjukkan Ada peningkatan hasil belajar mata
pelajaran fiqih materi pokok Haji di Kelas V MI Miftahul Falah
Betahwalang Bonang Demak setelah menerapkan cooperative
learning dengan metode STAD, dimana hasil belajar siswa
dengan KKM 70 pada pra siklus ada 9 siswa atau 54,3% naik
menjadi 24 siswa atau 68,6% pada siklus I, naik lagi menjadi
29 siswa atau 82,9% di siklus II dan pada siklus terakhir sudah
mencapai 33 siswa atau 94,3%. Demikian juga dengan
peningkatan keaktifan siswa juga mengalami kenaikan per
siklus dimana pada kategori baik dan baik sekali di siklus I ada
20 siswa atau 57,2% naik menjadi 27 siswa atau 77,1% pada
siklus II dan di akhir siklus III sudah mencapai 32 siswa atau
91,4%, ini berarti indikator penelitian ini tercapai yaitu
meningkatnya hasil belajar yang ditandai rata-rata nilai hasil
kuis sesuai KKM 70 sebanyak 90% dari jumlah siswa dan
adanya peningkatan keaktifan belajar siswa pada kategori baik
dan baik sekali yang mencapai 90 %.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Asngadi NIM 093911337
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang berjudul
Aplikasi Strategi Pembelajaran Problem Based Learning untuk
Meningkatkan Kemampuan Pengolahan Data pada Mata
Pelajaran Matematika Kelas VI. A MI Nurul Hidayah
67
Margohayu Karangawen Demak 2010/2011. Hasil penelitian
menunjukkan Ada peningkatan kemampuan pengolahan data
siswa kelas VI.A MI Nurul Hidayah Margohayu Karangawen
Demak pada mata pelajaran matematika setelah menggunakan
pembelajaran based learning dapat di lihat dari kenaikan nilai
hasil belajar siswa dalam mejawab soal; yang diberikan guru
setiap siklus dimana pada pra siklus ketuntasan belajar siswa 11
siswa atau 36,6% naik menjadi 15 siswa atau 50 % pada siklus
I, dan di akhir siklus II sudah menjadi 27 siswa atau 90%. Ini
menunjukkan peningkatan kemampuan pengolahan data siswa
kelas VI.A MI Nurul Hidayah Margohayu Karangawen Demak
pada mata pelajaran matematika setelah menggunakan
pembelajaran based learning melebihi indikator yaitu 70% ke
atas.
3. Penelitian Yuni Ifayati NIM 3102232 Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang berjudul Implementasi Model
Cooperative Learning Dalam Pembelajaran PAI Di SMP
Semesta Semarang di dalamnya berisi implementasi
Cooperative Learning dalam pembelajaran PAI di SMP
Semesta Semarang, kesimpulannya bahwa Cooperative
Learning merupakan model pembelajaran yang menekankan
aktivitas kooperatif siswa dalam belajar yang berbentuk
kelompok kecil untuk mencapai tujuan yang sama dengan
menggunakan berbagai macam aktifitas belajar guna
meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami materi
68
pelajaran dan memecahkan masalah secara kolektif yang mana
harus memenuhi unsur saling ketergantungan positif, (Positive
Interdependence), tanggungjawab perseorangan (Individual
Accountability), tatap muka (Face to face Interaction),
ketrampilan sosial (Social Skill) dan proses kelompok (Group
Processing).
Dari beberapa kajian pustaka di atas mempunyai
kesamaan dengan penelitian skripsi peneliti yaitu mengkaji
tentang pembelajaran kelompok dan peningkatan hasil belajar,
namun yang membedakan penelitian dengan skripsi peneliti
adalah peneliti menggunakan tipe NHT yang tentunya pola
pembelajaran dan hasilnya berbeda dengan penelitian di atas.
C. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan merupakan tindakan yang di duga akan
dapat memecahkan masalah yang ingin diatasi dengan
penyelenggaraan PTK.82
hipotesis tindakan dalam penelitian ini
adalah model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)
dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi luas bangun
datar di kelas V MI Al-Hadi Girikusumo Mranggen Demak Tahun
Pelajaran 2014/2015.
82 Subyantoro, Penelitian Tindakan Kelas, (Semarang: CV. Widya
Karya,2009), hlm. 43
69
70
71