30
11 BAB II TINJAUAN TEORETIS Perspektif Antropologi Antropologi Budaya Istilah “antropologi” berasal dari bahasa junani asal kata “anthropos” berarti “manusia”, dan “logos” berarti “ilmu atau wacana”, dengan demikian secara harfiah “antropologi” adalah ilmu tentang manusia yang dikaji dari berbagai sudut pandang ilmu 19 . Para ahli antropologi (antropolog) sering mengemukakan bahwa antropologi merupakan studi tentang manusia yang berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, dan untuk memperoleh pengertian ataupun pemahaman yang lengkap tentang keanekaragaman manusia. (Haviland, 1999: 7; Koentjaraningrat, 1987: 1-2) 20 . Koentjaraningrat (1980: 244) 21 , dapat membagi ilmu antropologi ke dalam dua bagian, yakni antropologi fisik dan antropologi budaya. Antropologi fisik dibagi menjadi dua lagi yaitu paleontropologi dan antropologi biologis. Antropologi fisik mempelajari manusia sebagai organisme biologis yang melacak perkembangan manusia menurut evolusinya, dan menyelidiki variasi biologisnya dalam berbagai jenis (specis). Sedangkan antropologi budaya dibagi menjadi tiga yaitu etnolinguistik, etnologi dan antropologi sosial. Antropologi budaya memfokuskan perhatiannya pada kebudayaan manusia ataupun cara hidupnya dalam masyarakat. Jika dalam antropologi fisik banyak berhubungan dengan ilmu-ilmu 19 . Pool, R, & W.Geissler, 2005. Medical Anthropology. Oven University Press. McGrow-Hill Educatio. ISBN-10: 0 335 21850 4 (pb)/ISBN-13: 978 0 335 21850 9 (pb). New York, NY 10121-2289, USA. 20 . William,A.H.,1999. Antopologi, Jilid 1, Alih Bahasa: R.G. Soekadijo, Jakarta: Erlangga. 21 . Koentjaraningrat, 1981. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta

BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

11

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

Perspektif Antropologi

Antropologi Budaya

Istilah “antropologi” berasal dari bahasa junani asal kata

“anthropos” berarti “manusia”, dan “logos” berarti “ilmu atau wacana”,

dengan demikian secara harfiah “antropologi” adalah ilmu tentang

manusia yang dikaji dari berbagai sudut pandang ilmu 19 . Para ahli

antropologi (antropolog) sering mengemukakan bahwa antropologi

merupakan studi tentang manusia yang berusaha menyusun

generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, dan

untuk memperoleh pengertian ataupun pemahaman yang lengkap

tentang keanekaragaman manusia. (Haviland, 1999: 7;

Koentjaraningrat, 1987: 1-2)20.

Koentjaraningrat (1980: 244) 21 , dapat membagi ilmu

antropologi ke dalam dua bagian, yakni antropologi fisik dan

antropologi budaya. Antropologi fisik dibagi menjadi dua lagi yaitu

paleontropologi dan antropologi biologis. Antropologi fisik

mempelajari manusia sebagai organisme biologis yang melacak

perkembangan manusia menurut evolusinya, dan menyelidiki variasi

biologisnya dalam berbagai jenis (specis). Sedangkan antropologi

budaya dibagi menjadi tiga yaitu etnolinguistik, etnologi dan

antropologi sosial. Antropologi budaya memfokuskan perhatiannya

pada kebudayaan manusia ataupun cara hidupnya dalam masyarakat.

Jika dalam antropologi fisik banyak berhubungan dengan ilmu-ilmu

19 . Pool, R, & W.Geissler, 2005. Medical Anthropology. Oven University Press. McGrow-Hill Educatio. ISBN-10: 0 335 21850 4 (pb)/ISBN-13: 978 0 335 21850 9 (pb). New York, NY 10121-2289, USA. 20 . William,A.H.,1999. Antopologi, Jilid 1, Alih Bahasa: R.G. Soekadijo, Jakarta: Erlangga. 21 . Koentjaraningrat, 1981. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta

Page 2: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

12

biologi lainnya, maka dalam antropologi budaya banyak berhubungan

erat dengan ilmu-ilmu sosial lainnya seperti sosiologi. Hal ini bisa

dipahami karena dua-duanya berusaha menggambarkan tentang

perilaku manusia dalam konteks sosialnya22.

Antropologi budaya merupakan salah satu cabang ilmu

pengetahuan yang berusaha menguraikan suatu permasalahan

berdasarkan faktor-faktor budaya dan interaksi masyarakat. Menurut

Greertz, antropologi sebagai pemaknaan tingkah laku manusia atau

hubungan sebab akibat, kebudayaan yang dipelajarinya terkait dengan

cara pandang masyarakat, cara merasakan, dan berfikir masyarakat

terhadap segala sesuatu yang ada di kelilingnya. Menurut K.Kuper,

kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadikan pedoman dan

pengarah bagi kehidupan manusia bersikap dan berperilaku, baik

individu maupun kelompok. Wiliam H. Havilan mengatakan bahwa

kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki

bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh

para aggotanya, akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan

dapat diterima oleh semua orang. Menurut Edward B.Taylor

mengatakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang

kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,

moral, hukum, adat isti adat dan kemampuan lain yang didapat oleh

sebagian anggota masyarakat. Sugiarti mendefinisikan kebudayaan

keseluruhan gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

kehidupan masyarakat yang diperolehnya melalui pembelajaran23.

Sedangkan kebudayaan dalam arti sempit disebut kultur,

artinya keseluruhan sistem gagasan dan tindakan. Pengertian budaya

atau kultur dimaksud untuk menyebut nilai-nilai yang digunakan oleh

sekelompok orang dalam berpikir dan bertindak. Seperti halnya

kebudayaan sebagai suatu sistem yang berulang-ulang mengenai

22. Baker, P. T., 2014. Ekologi and Anthropologi: A Simposium The Application of Ecological Theory to Anthropolo. The Pennsylvania State Universit. Wileyand American Anthropological Associationare collaborating with JSTOR to digitize, preserve and extend access to American Anthropologist. 23. Handayani, S. T.,”Kejian Kontemporer Ilmu Budaya Dasar”, dalam Y. Z Abidin & B. A. Saeani (eds), (2014), Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia. Pustaka Setia Bandung, Malang: UMM Prees.

Page 3: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

13

permasalahan yang dihadapi manusia. Menurut Francis Marill,

kebudayaan adalah pola-pola perilaku yang dihasilkan dalam interaksi

sosial serta semua perilaku dan semua produksi yang dihasilkan oleh

seseorang sebaga anggota masyarakat yang ditemukan melalui interaksi

simbolis. Menurut Mitchell, kebudayaan adalah sebagai perulangan

dari keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia serta produksi yang

dihasilkannya yang diasosilisasikan. Menurut R.Soemono mengatakan

bahwa kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia berupa benda

dan buah pikiran dalam penghidupan 24 . Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan

menusia sebagai makluk sosial untuk memahami dan menginterpretasi

lingkungan serta pengalamannya, yang kemudian menjadi pedoman

bagi tingkah lakunya untuk bertahan hidup.

Unsur-Unsur Pembentuk Kebudayaan

Unsur-unsur budaya merupakan komponen yang telah terpola

menjadi sistem tersendiri membentuk suatu budaya atau kebudayaan

pada masyarakat. Unsur pembentuk kebudayaan ini dilihat sebagai

suatu unsur yang telah terpola pada masyarakat yang terbentuk dengan

adanya interaksi pada individu, kelompok dan masyarakat menjadi

suatu variasi tersendiri untuk mempelajari keberagaman suku, bahasa,

budaya dan adat yang terhadap pada suatu masyarakat. Adapun unsur-

unsur kebudayaan tersebut terdiri dari; (1) bahasa dan komunikasi, (2)

ilmu pengetahuan, (3) teknologi, (4) ekonomi, (5) organisasi sosial, (6)

agama, (7) tradisi dan (8) ideologi25.

Menurut Koentjaraningrat, unsur-unsur kebudayaan terdiri

dari (1) perlengkapan dan paralatan hidup sehari-hari manusia yang

terdiri dari pakaian, perumahan, alat rumah tangga dan sebagainya, (2)

sistem mata pencaharian dan sistem ekonomi, misalnya petani,

24 . Abidin, Y.Z.,& B.A.Saeani, 2014. Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia. Pustaka Setia Bandung. 25. Abidin, Y. Z & B.A.Saeani, 2014. Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia. Pustaka Setia Bandung.

Page 4: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

14

perternak dan produksi26. Sedangkan menurut Melville J. Herskovist

menyebut kebudayaan ada tiga unsur pokok, yaitu; (a) alat-alat

teknologi, (b) sistem ekonomi dan (c) sistem keluarga. Menurut

Bronislow Milinowski mengemukakan beberapa unsur pokok yang

meliputi; (a) Sistem sosial yang memungkinkan kerja sama antar

anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam

sekelilingnya, (b) Organisasi ekonomi. Unsur-unsur budaya ini

merupakan suatu karakteristik pada masyarakat, termasuk peralatan,

pengetahuan, cara berpikir, dan bertindak yang terpolah pada

masyarakat secara kompleks untuk dapat dipelajari dan dikajinya27.

Sedangkan masyarakat memiliki pengertian yang berbeda dari

kebudayaan, yaitu Menurut Linton, masyarakat adalah setiap

kelompok manusia yang hidup bersama-sama dan bekerja bersama

mengorganisasikan diri sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas

tertentu. M.J. Herskovits, masyarakat merupakan kelompok individu

yang terorganisir dengan mengikuti pola hidup tertentu. J.L. Gillin dan

J.P. Gilin mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia

dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan yang sama

dengan motivasi kesatuan. S.R. Steinmetz mengatakan bahwa

masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar, yang meliputi

pengelompokan manusia yang lebih kecil, yang mempunyai hubungan

erat dan teratur. Moclver mengatakan bahwa masyarakat adalah satu

sistem cara kerja dan prosedur dan otoritas dan saling membantu,

meliputi kelompok dan pembagian sosial lain, sistem pengawasan

tingkah laku manusia, dan kebebasan. Sistem kompleks yang selalu

berubah atau jaringan relasi sosial. Jadi, masyarakat timbul dari

kumpulan individu yang telah cukup lama hidup dan kerja sama.

Dalam waktu yang cukup lama itu, kelompok manusia yang belum

terorganisasikan mengalamai proses fundamental, yaitu; a) adaptasi dan

organisasi tingkah laku dari para anggota; b) timbulnya secara lambat,

26. Koendjaraningrat, “Manusia dan Kebudayaan di Indonesia” dalam Y. Z. Abidin & B. A. Saeani, ( (eds), (2014), Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia. Pustaka Setia Bandung, Malang: UMM Prees. 27. Abidin, Y.Z., & B. A. Saeani, 2014. Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia. Pustaka Setia Bandung.

Page 5: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

15

perasaan kelompok, proses ini biasanya bekerja tanpa disadari dan

diikuti oleh semua anggota kelompok. 28 Menurut Linton, ada satu

faktor penting dalam pembentukan masyarakat dari kelompok

individu, yaitu faktor waktu. Hal ini dikarenakan waktu memberi

kesempatan pada individu untuk bekerja sama, menemukan pola

tingkah laku dan sikap yang bersifat timbal balik, serta menemukan

teknik-teknik hidup bersama29.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa unsur pembentuk

kebudayaan dan masyarakat memiliki batasan yang berbeda, yaitu

kebudayaan dilihat dari hubungan masyarakat yang sudah terpola

berdasarkan unsur-unsur budaya membentuk karakteristik kehidupan

manusia. Sedangkan masyarakat sebagai suatu anggota masyarakat

hudup bersama dalam keadaan yang sudah terpola dan merupakan

suatu hubungan dapat menyesuaikan diri sesuai dengan pola-pola

budaya pada masyarakat. Kebudayaan terbentuk dalam proses waktu

yang lama sedangkan masyarakat baru dapat beradaptasi dan dapat

dipelajari. Hal ini terjaadi dengan masa proses interaksi sosial pada

masyarakat dan lingkungannya.

Antropologi Kesehatan (Medical Antropology)

Permasalahan kesehatan manusia merupakan resultan dari

berbagai faktor, yaitu; lingkungan fisik, sosial budaya, psikologis,

ekonomi, pengatahuan dan berbagai faktor lainnya yang

mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Hal ini menjadi suatu

kajian dalam antropologi kesehatan untuk menggambarkan pola-pola

kehidupan masyarakat yang berpengaruh terhadap kesehatannya. Hal

ini juga dikatakan oleh Solita Sarwono (301993) antropologi kesehatan

merupakan studi tentang pengaruh unsur-unsur terhadap penghayatan

28. Abidin, Y.Z., & B. A. Saeani, 2014. Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia. Pustaka Setia Bandung. 29. Raflizar.,dkk, 2012. Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak Etnik Manggarai Desa Wae Codi Kecematan Cabal. Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur. 30 . Sarwono, S., 1993. Sosiologi Kesehatan (Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya).Yogyakarta : Gajah Mada Press.

Page 6: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

16

masyarakat tentang penyakit dan kesehatan, maka antropologi lebih

luas lagi mengkaji dari aspek fisik, sosial, dan budaya.

Menurut Anderson (1978)31, antropologi kesehatan mengkaji

masalah kesehatan dan penyakit dua aspek yang berbeda, yaitu kutub

biologis dan kutub sosial budaya. Kutub biologis, perhatiannya pada

pertumbuhan dan perkembangan fisik manusia, peranan penyakit

dalam evolusi manusia, adaptasi biologi terhadap perubahan

lingkungan alam, dan pola penyakit pada perkembangan manusia.

Ketub sosial-budaya perhatiannya pada sistem kesehatan tradisional

yang mencakup aspek-aspek etiologis, terapi, ide, dan praktis

pencegahan penyakit, serta peranan praktis medis tradisional, masalah

perawatan kebutuhan biomedik, perilaku kesehatan, peranan pasien,

perilaku sakit dan masalah inovasi kesehatan.

Antropologi kesehatan menurut Landy yaitu mengombinasikan

dalam satu disiplin ilmu pendekatan-pendekatan ilmu biologi, ilmu

sosial, humanior dalam menstudi manusia. Dalam proses

perkembanganya merupakan perpaduan antara aspek biologi dan aspek

sosio-bidaya. Foster dan Anderson (1978), mendefisinikan antropologi

kesehatan adalah suatu disiplin biobudaya yang mempengaruhi aspek

biologi dan budaya berkenaan dengan perilaku manusia, khususnya

bagaimana cara kedua aspek ini berinteraksi sehingga berpengaruh

terhadap kesehatan dan penyakit. Mc Elroy dan Townsend,

mendefinisikan bagaimana faktor-faktor sosial dan lingkungan

mempengaruhi kesehatan. Dari ahli antropologi mendeskripsikan

secara luas interpretasi mengenai hubungan bio-budaya, antara

perilaku manusia dimasa lalu dan dimasa kini, dengan derajat

kesehatan dan penyakit.

Menurut Fabrega (1972;176) kesehatan adalah studi yang

menjelaskan berbagai faktor, mekanisme dan proses yang memainkan

peranan atau mempengaruhi cara-cara dimana individu-individu dan

31. Foster, G. M.,and B. G. Anderson,1978. Medical Anthropology. New York: Wiley. Robert Pool & Wenzel, Geissler (2005). Medical Anthropology. Oven University Press. McGrow-Hill Educatio. ISBN-10: 0 335 21850 4 (pb)/ISBN-13: 978 0 335 21850 9 (pb). New York, NY 10121-2289, USA.

Page 7: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

17

kelompok terkena oleh atau berespons terhadap sakit dan penyakit.

Menekankan masalah-masalah sakit dan penyakit dengan penekanan

terhadap pola-pola tingkah lakunya. Dari definisi para antropologi

kesehatan diatas ini dapat disimpulkan, bahwa pertama secara

komprehensip dan interprestasi berbagai macam masalah tentang

hubungan timbal-balik biobudaya, antara tingkah laku manusia dimasa

lalu dan masa kini dengan derajat kesehatan dan penyakit, tanpa

mengutamakan perhatian pada penggunaan praktis pengetahuan

tersebut.

Kesehatan Masyarakat

Kesehatan adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara

bentuk dan fungsi tubuh dengan berbagai faktor yang berusaha

mempengaruhinya (Perkin, 1938). Menurut WHO, kesehatan adalah

kondisi dinamis meliputi kesehatan jasmani, rohani, sosial, dan tidak

hanya terbebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Menurut batasan

ilmiah sehat atau kesehatan telah dirumuskan dalam Undang-Undang

Kesehatan No 2 tahun 1992, yaitu keadaan sempurna baik fisik, mental

dan sosial dan tidak hanya bebas penyakit dan cacat serta produktif

secara ekonomi dan sosial (Notoatmojo, 2005). Sedangkan dari sudut

pandangan kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan kesakitan

dan penyakit yang disebabkan karena vektor lingkungan. Secara

fisiologis dan biologis tubuh manusia selalu berinteraksi dengan

lingkungannya. Manusia mempunyai daya adaptasi terhadap

lingkungan yang selalu berubah, yang sering membawa serta penyakit

baru yang belum dikenal atau perkembangan dan perubahan penyakit

yang sudah ada32.

Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan

masyarakat yaitu terdiri dari; faktor lingkungan, sosial budaya,

perilaku, populasi penduduk, faktor genetika, pengetahuan dan

sebagainya. Lingkungan menyediakan sumber daya alam dimana

manusia yang hidup bermasyarakat mengelola sumber daya tersebut

32 . Soejoeti, S. Z (2012). Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial Budaya. Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Page 8: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

18

sedemikian rupa berdasarkan kemampuan dan pengetahuan yang

diwarisinya secara turun-temurun. Manusia dengan pengetahuannya

dapat mengubah, mempengaruhi dan membentuk lingkungan yang

dapat memberikan sumber kehidupan sesuai dengan apa yang

dibutuhkan. Seringkali manusia mendayagunakan alam lingkungannya

dan berusaha melakukannya dengan cermat dan penuh kehati-hatian,

namun disisi lain manusia kadang tidak menyadari bahwa lingkungan

dapat menyebabkan sumber penyakit bagi mereka (Notoatmodjo, S.,

2003)33.

Hal ini dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Pawenari

Hijjang, dkk 2012, menunjukan bahwa masyarakat Lindu Sulawesi

Tengah, telah mengetahui penyebab, gejala-gejala dan penularanan

penyakit Schistosomiasis. Namun perilaku masyarakat dalam hal

pencegahan Schistosomiasis masih kurang menunjukkan perilaku yang

positif, terutama untuk mencegah diri agar tidak tertular

Schistosomiasis. Hasil observasi rata-rata masyarakat tidak

menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu boot saat beraktivitas

di sawah maupun di kebun. Tetapi ketika sakit, maka masyarakat

memerlukan tenaga medis dalam memperoleh pengobatannya 34 .

Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik seperti sanitasi

lingkungan, kebersihan diri, tempat pembuangan limbah atau kotoran

serta rumah yang kurang memenuhi persyaratan kesehatan yang dapat

mempengaruhi perilaku hidup sehat dan sakit 35 . Perilaku pada

dasarnya berorientasi pada tujuan. Dengan perkataan lain, perilaku kita

pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai

tujuan tertentu. Tujuan spesifik tersebut tidak selalu diketahui secara

sadar oleh individu yang bersangkutan (Winardi, 2004).

Perilaku masyarakat dalam mendukung ataupun mencegah

terjadinya penularan penyakit sangat dipengaruhi oleh pengetahuan

masyarakat terhadap penyakit tersebut. Dengan pengetahuan yang

33. Soekidjo, N., (2005). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta. 34 . Hijjang, P.,dkk, 2012. Pengetahuan dan Perilaku Kesehatan Masyarakat Lindu Terkait Kejadian Schistosomiasis di Kab. Sigi Sulawesi Tengah. Balai Litbangkes P2B2 Donggala Bagian Antropologi. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Hasanudin. 35. Maulana, N., 2014. Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan. Yogyakarta.

Page 9: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

19

baik terhadap suatu penyakit akan memberikan pengaruh untuk

bersikap dan bahkan melakukan tindakan yang mendukung upaya

pencegahan penularan terhadap penyakit (Kasnodihardjo, 1994).

Pengetahuan kesehatan mencakup apa yang diketahui oleh

seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan, seperti

pengetahuan tentang penyakit menular, pengetahuan tentang faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan, pengetahuan tentang

fasilitas pelayanan kesehatan, dan pengetahuan untuk menghindari

penyakit. Perilaku kesehatan untuk hidup sehat yaitu semua kegiatan

atau aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan, seperti

tindakan terhadap penyakit menular dan tidak menular, tindakan

terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan dan tindakan

untuk menghindari penyakit (Notoatmodjo, S., 2007)36.

Menurut J.E.Engel., et all (1995), mengambarkan kompleksitas

faktor-faktor pembentuk perilaku kesehatan masyarakat yaitu

pengaruh lingkungan meliputi; budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi,

sikap dan situasi, motivasi keterlibatan, pengetahuan, sikap,

kepribadian, gaya hidup dan demografi37. Dalam teori WHO, dijelaskan

bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh pengalaman seseorang, faktor-

faktor di luar orang tersebut seperti lingkungan, baik lingkunga fisik

maupun nonfisik dan sosial budaya yang kemudian pengalaman

tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini sehingga menimbulkan

motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya menjadi perilaku

(Marimbi H, 2009). Namun teori WHO tersebut tidak selamanya

berhubungan dengan kenyataan bahwa dengan pengetahuan yang baik

tentang kesehatan, belum tentu memberikan perilaku yang baik dalam

upaya pencegahan penyakit38 . Berbicara mengenai pengetahuan dan

perilaku kesehatan sedikitnya terkait dengan masalah nilai-nilai

budaya dan lingkungan masyarakat. Faktor-faktor sosial-psikologi dan

faktor budaya sering memainkan peran dalam mencetuskan penyakit

36. Maulana, V., 2014. Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan. Yogyakarta. 37. Arif, S.,2000. Relevansi Teori Perilaku Terencana dalam Penelitian Niat Perilaku Konsumen Pengguna Kereta Api “Orgi Muria”. Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro. 38 . Maulana, V., 2014. Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan. Yogyakarta.

Page 10: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

20

(Djeky, R 2002). Sebagai masyarakat yang masih memegang nilai-

nilai budaya, tentunya pola kebiasaan semacam ini bagi mereka

adalah suatu tindakan positif, yang sifatnya mengikat. Walaupun

diakui banyak hal yang tidak dapat diterima oleh akal orang lain.

Dengan demikian masyarakat berpikir dan melakukan tindakan sesuai

pemahaman dan pengalaman yang mereka rasakan (Boedihartono,

1997).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa status kesehatan

masyarakat dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terpola

dengan interaksinya terhadap lingkungan. Faktor-faktor tersebut dapat

mempengaruhi kehidupan masyarakat dari segi sosiologi dan budaya,

sehingga untuk memahami kesehatan masyarakat, maka dapat

digambarkan dari unsur-unsur pembentuk budaya dan faktor

kesehatan yang mempengaruhi perilaku sehat dan sakit.

Perilaku Sehat dan Sakit

Dari sudut pandang biologis, perilaku adalah suatu kegiatan

atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara

langsung maupun tidak langsung. Secara oprasional, perilaku sebagai

suatu respons organism atau seseorang terhadap rangsangan dari luar

subjek tersebut (Soekidjo, 1993)39 . Perilaku baru terjadi apabila ada

sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, melalui

rangsangan yang dapat menghasilkan perilaku tertentu (Notoatmodjo,

1997)40. Menurut Robert Kwich (1974), perilaku merupakan tindakan

organisme yang dapat diamati dan dipelajari. Perilaku manusia pada

dasarnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya

sebagai manifestasi hayati (Kusmiyati & Desminiarni, 1990). Menurut

Skinner, 1938 perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang

terhadap stimulasi (rangsangan dari luar). Perilaku sebagai tindakan

aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang

sangat luas. Dari semua uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksuk perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas

39 . Soekidjo, N.,1993. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta ; Reneka Cipta. 40 . Soekidjo, N.,1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta ; Reneka Cipta.

Page 11: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

21

manusia, baik dapat diamati langsung, maupun yang tidak diamati oleh

pihak luar (Notoatmodjo, 2003)41.

Perubahan perilaku dapat terjadi karena faktor internal dan

eksternal yang mempengaruhinya. Faktor internal merupakan tingkah

laku manusia yang sanggat dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam

dirinya. Faktor-faktor internal yang dimaksud antara lain jenis

ras/kuturunan, jenis kelamin, sifat fisik, kepribadian, bakat, dan

intelegensia. Faktor ekternal, yaitu terdiri dari pendidikan, agaman,

kebudayaan, lingkungan, dan sosial ekonomi. Menurut Green, (1980),

menganalisa perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan

menjadi dua, yaitu faktor perilaku (behavior couses) dan faktor luar

(non behavior couses). Perilaku ini dapat dipengaruhi oleh faktor

predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan,

keyakinan, nilai dan sebagainya42.

Perilaku sehat menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu

respon seseorang terhadap stimulasi atau objek yang berkaitan dengan

sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan

lingkungan. Menurut Maulana (2014) perilaku sehat adalah segala

bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya,

khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikat terhadap

kesehatan, serta tindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Jika

tindakan tersebut dilakukan secara berulang-ulang dengan waktu yang

lama akan menghasilkan pola hidup (way of life) kebiasaan menjadi

budaya pada masyarakat. Individu-individu dalam masyarakat

memiliki kepribadian dari segala corak kebiasaan manusia yang

terhimpun dalam dirinya yang digunakan untuk bereaksi

menyesuaikan diri terhadap segala respon yang datang dari dirinya

maupun dari lingkungan, sehingga corak kebiasaan itu merukan suatu

kesatuan fungsional yang khas untuk manusia itu.

Perilaku manusia terhadap lingkungan disebabkan karena

perilaku manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor dasar, pendukung,

pendorong dan persepsi, serta faktor lingkungan baik lingkungan fisik

41 . Soekidjo, N., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta ; Reneka Cipta. 42 . Maulana, N., 2014. Buju Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan. Yogyakarta.

Page 12: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

22

maupun lingkungan sosial. Di antara faktor-faktor pengaruh adalah

faktor dasar yang meliputi pandangan hidup, adat istiadat, kepercayaan

dan kebiasaan masyarakat. Faktor pendukung meliputi pendidikan,

pekerjaan,kebudaya dan strata sosial. Sebagai faktor pendorong

meliputi sentuhan media massa baik elektronik maupun tertulis,

penyuluhan, tokoh-tokoh agama dan masyarakat. Sejauh mana

penyerapan informasi oleh seseorang tergantung dimensi kejiwaan dan

persepsi terhadap lingkungan, untuk selanjutnya akan direfleksikan

pada tatanan perilakunya (Su Ritohardoyo, 2006:51)43.

Penyakit atau sakit merupakan suatu fenomena kompleks yang

berpengaruh negatif terhadap kehidupan manusia. Dari segi biologis

penyakit merupakan kelainan berbagai organ tubuh manusia,

sedangkan dari segi kemasyarakatan keadaan sakit dianggap sebagai

penyimpangan perilaku dari keadaan sosial yang normatif.

Penyimpangan itu dapat disebabkan oleh kelainan biomedis organ

tubuh atau lingkungan manusia, tetapi juga dapat disebabkan oleh

kelainan emosional dan psikososial individu bersangkutan. Faktor

emosional dan psikososial ini pada dasarnya merupakan akibat dari

lingkungan hidup atau ekosistem manusia dan adat kebiasaan manusia

atau kebudayaan. Para ahli antropologi kesehatan definisinya dapat

disebutkan berorientasi ke ekologi, menaruh perhatian pada hubungan

timbal balik antara manusia dan lingkungan alamnya, tingkahlaku

penyakitnya dan cara-cara tingkah laku penyakitnya mempengaruhi

kehidupan masyarakat melalui proses umpan balik (Foster, Anderson,

197844). Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa perilaku dapat

dipengaruhi, karena faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal

yang mempengaruhi perilaku manusia.

43 . Suhartini, 2009. Kajian Kearifan Loakl Masyarakat Dalam Pengelolahaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jurusan Pedidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta 44. Maulana, N., 2014. Buju Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan. Yogyakarta.

Page 13: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

23

Antropologi Ekologi (Ecology Antropology)

Ekologi (Ecology)

Kata ekologi berasal dari bahasa yunani, terdiri dari dua kata,

yaitu oikos artinya rumah, dan logos artinya ilmu. Jadi secara harfiah

ekologi adalah ilmu tentang mahkluk hidup dalam rumahnya atau

dapat dikatakan sebagai ilmu tentang rumah tangga mahluk hidup45.

Menurut David Bornie, (1999), konsep oikos amat berkaitan dengan

karakteristik akan makhluk hidup 46 . Menurut Nirhayanit (2009),

ekologi adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,

dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang

mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan kehidupan dan

kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Di dalam ekologi

terdiri dari beberapa komponen, yaitu unsur-unsur abiotik, bioitik,

sosial budaya (culture), dan konservasi47. Unsur-unsur ini berinteraksi

secara timbal-balik, misalnya hubungan manusia dengan lingkungan

alam untuk memenuhi kebubutuhan hidupnya melalui matari, energi,

impormasi dan sumberdaya yang terdapat pada lingkungan48.

Hubungan manusia dengan lingkungan tersebut dari sudut

pandang ekologi kebudayaan, mengkaji bagaiman mempelajari proses

adaptasi masyarakat pada lingkungannya. Menurut Vayda dan

Rappaport dalam Mulyadi (2007), adaptasi manusia dapat dilihat secara

fungsional dan prosesual. Adaptasi fungsional merupakan respon suatu

organisme atau sistem yang bertujuan untuk mempertahankan kondisi

stabil (homostatis). Sedangkan adaptasi prosesual merupakan sistem

tingkah laku yang dibentuk sebagai akibat dari proses penyesuaian

manusia terhadap perubahan-perubahan lingkungan disekitarnya.

Proses adaptasi merupakan salah satu bagian dari proses evolusi

kebudayaan, yakni proses yang mencakup rangkaian usaha-usaha

45 . Wardhana, W.,1999. Dasar-Dasar Ekologi . Jurusan Biologi FMIPA-UI. Depok 16424. 46. Bournie, D., 1999. Bengkel Ilmu Ekologi, Hal 7-8. Erlangga Jakarta. 47 . Wardhana, W., 1999. Dasar-Dasar Ekologi . Jurusan Biologi FMIPA-UI. Depok 16424. 48. Riberu, P., 2002. Pembelajaran Ekologi (Ecology). Dosen Pascasarjana UNJ, Jakarta. Jurnal Pendidikan Penabur - No.01 / Th.I.

Page 14: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

24

manusia untuk menyesuaikan diri atau memberi respon terhadap

perubahan lingkungan fisik maupun sosial yang terjadi secara

temporal49.

Menurut Julian H. Steward (1955:41-42), mempunyai tiga

unsur dasar dalam mengkaji hubungan manusia dengan lingkungan,

yaitu; (1) Hubungan antara eksploitasi atau teknologi produksi dengan

lingkungannya. (2) Pengamatan pada pola-pola perilalu dalam

mengeksploitasi suatu wilayah tertentu dengan mempergunakan

teknologi yang khusus. (3) Pengamatan pada pola perilaku yang

diperlukan dalam eksploitasi yang mempengaruhi aspek-aspek

kebudayaan yang lain. Hal ini sebagai tatanan eko sosial yang dapat

dilihat secara holistik melalu pola demografi, pola pemukiman,

struktur kekerabatan, kepemilikan tanah, tata guna lahan, dan lapisan

dari aspek kebudayaannya 50 . Cara pengamatan ini dipandang oleh

(Heider. 1972:208) sebagai sebuah kontruksi berfikir dalam mengamati

hubungan timbal balik manusia dan lingkungan51. Pendekatan secara

holistik mengenai hubungan manusia dengan lingkungannya ini

diartikan sebagai suatu cara memandang unsur-unsur dalam

lingkungan hidup (biotis dan abiotis) secara terintegrasi sebagai

komponen yang berkaitan dalam suatu sistem (Soemarwoto 1983:17)52.

Pendekatan holistik dalam suatu analisis diartikan sebagai usaha untuk

mengikut sertakan sebanyak mungkin aspek kehidupan masyarakat,

kebudayaan, dan lingkungan dalam suatu analisis (53Steward 1955:37).

49 . Arianto, N.T.,2012. Pola Penggunaan Lahan Alang-alang di Lereng Tambora-Sumbawa: Kajian Ekologi Kebudayaan di Tiga Desa. Departemen Antropologi, FISIP Unair. 50 . Arianto, N.T., 2012. Pola Penggunaan Lahan Alang-alang di Lereng Tambora-Sumbawa: Kajian Ekologi Kebudayaan di Tiga Desa. Departemen Antropologi, FISIP Unair. 51. Karl, H. G. 1972. Environment, Subsistence, and Society. Annual Review of Anthropology. 1: 207-266. 52. Otto, S., 1983. Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan. Jakarta, Djambatan. 53. Julian, S. H. 1955. Theory of Culture Change: The Methodology of Multilinear Evolution. Urbana: University of Illinois Press. 1972. Ecology: Cultural Ecology. International Encyclopedia of the Social Science. 4 : 337-344.

Page 15: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

25

Boserup (1965:43-48) 54 . Melihat hubungan ekologi budaya

sebagai suatu hubungan antara perubahan populasi manusia dengan

perubahan sifat suatu lingkungan, seperti dikemukakan seperti di

bawah ini. Pertama, karena populasi manusia berubah, maka

kebutuhan hidup manusia juga berubah. Kedua, karena kebutuhan

hidup manusia berubah maka cara manusia dalam mengeksploitasi

lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya itu juga

berubah. Ketiga, karena sistem mengeksploitasi lingkungan berubah,

maka sifat dan kondisi lingkungan juga berubah. Keempat, perubahan

yang terakhir ini kemungkinan besar dapat mengarah ke perubahan

populasi manusia, yang memang diinginkan ataupun tidak diinginkan

oleh manusia itu sendiri (Soemarwoto 1983:125)55. Fakta ini dilihat

dari beberapa studi yang dilakuka, dengan konversi lahan pertanian

di Desa Tugu Utara baik di Kampung Sampay maupun Kampung

Sukatani memberikan dampak negative pada aspek sosio-ekonomis

seperti perubahan penguasaan lahan, kesempatan kerja, perubahan

pola kerja, kondisi tempat tinggal, dan hubungan antar warga (konflik

dan prostitusi), serta memberikan dampak negatif pada aspek sosio-

ekologis seperti akses terhadap sumberdaya air, cara warga membuang

limbah rumah tangga yang merupakan dampak tidak langsung akibat

konversi lahan pertanian, dan terjadinya degradasi lingkungan seperti

banjir, longsor dan kebisingan56.

Selain itu dari perfektif ekologi manusia, melihat hubungan

manusia dan lingkungan secara antologis mengkaji konsep adaptasi dan

meladaptasi ekologi untuk mengkaji sekelompok masyarakat dalam

bertahan hidup di suatau kawasan, menjadi suatu gagasan dasar untuk

menjelaskan perkembangan sistem sosial masyarakat terhadap

interaksinya dengan alam. Interaksi tersebut berlangsung sebagai

bentuk dinamika sosial-ekologis yang berlangsung, sebagai proses

kompetisi, suksesi, dan konflik atas sumber daya alam yang menyertai

54. Ester, B., 1965. The Conditions of Agricultural Growth . The Economics of Agrarian Change Under Population Pressure. Chicago, Aldine. 55. Otto, S.,1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta, Djambatan. 56. Lestari, A dan A. H. Dharmawan, 2011. The Socio-Economic and Socio-Ecological Impact of Land Conversion. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia, IPBISSN : 1978-4333, Vol. 05, No. 01

Page 16: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

26

menuver-manuver sekelompok orang dalam mempertahankan proses

survival disuatu kawasan. Secara axiology, ekologi manusia diperkaya

dengan munculnya fenomena risk society dalam sistem etika dan

estetika perabadan moderen. Sistem masyarakat beresiko terbentuknya

sebagai akibat pegunaan teknologi dan gaya hidup moderen yang

eksploitatif terhadap sumberdaya alam, tanpa mengindahkan

dampaknya pada generasi mendatang. Hal ini menjadi salah satu isu

utama pada stekolder ekologi untuk dikampanyekan untuk melawan

sistem modernisasi, melalui; studi tentang daya tahan hidup, sistem

pengetahuan lokal, sistem budaya dan kearifan lokal melawan

perkembangan dari paradigma eksploitatif kapitalisme terhadap alam57.

Perkembangan kapitalisme modern, seringkali merusak

kearifan lokal masyarakat sebagai bentuk alienasi terhadap eksistensi

kehidupan masyarakat dan lingkungan. Hal ini dilihat dari penelitian

yang dilakukan oleh Rita Rahmawati dkk (2008), menunjukan bahwa

Pembangunan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS),

dengan diterbitkannya SK Menteri No 175/Kep II/2003 dapat merubah

status tanah yang dahulu dikuasai oleh masyarakat berlalih ke tanggan

pemerintah, kondisi ini menempatkan masyarakat pada kondisi dilihat

sebagai komplik masyarakat sekitarnya terhadap pengelolah TNGHS

dan merusak kearifan lokal masyarakat sekitarnya58.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekologi sebagai

studi yang mengkaji interaksi manusia dengan lingkungan. Dimana

lingkungan menyediakan sumber penghidupan bagi masyarakat.

Namun susuai dengan perkembangan akan kebutuhan pemanfaatan

sumberdaya tersebut, seringkali menimbulkan permasalahan tersendiri

dari perilaku manusia dalam memanfaatkan lingkungannya. Studi ini

kaji dari bidang studi antropologi ekologi.

57 . Dharmawan, A. H., 2007. Dinamika Sosial Ekonomi Pedesaan: Perfektif dan Pertautan Keilmuan Ekologi Manusia, Sosial Lingkungan dan Ekologi Politik. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia IPB. ISSN: 1978-4333, Vol. 01, No. 01. 58. Rahmawati, R., 2008. Pengetahuan Lokal Masyarakat Adat Kesepuhan: Adaptasi Konflik dan Dinamika Sosal Ekologi. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia IPB. ISSN: 1978-4333, Vol. 02, No. 02.

Page 17: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

27

Antropologi Ekologi

Dari berbagai studi berbagai studi literatur yang dilakukan,

menunjukan bahwa hubngan manusia dengan lingkungan merupakan

suatu gejala ekosistem yang tidak bisa dapat dipisahkan, dari aktivitas

manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan sosial-

ekonomi yang didukung oleh ketersediaan sumber daya alam yang

memadai (59Merrill, dalam Azariah, 2009). Hal ini juga dipandang oleh

Ramli Utina (2009), hubungan manusia dan lingkungan sebagai suatu

sistem (ekosistem) yang membentuk suatu jaringan kehidupan. Posisi

manusia dalam hal ini tidak mengabaikan peran mahluk hidup

lainnya, juga tidak memandang manusia berada di luar sistem,

tetapi ini berarti bahwa manusia beserta perilakunya adalah bagian

dari suatu ekosistem 60 . Sistem ekonomi dan mata pencaharian

(livelihood), dari kajian sebelumnya menunjukan sebagai unsur

pembentuk kebudayaan pada manusia yang tergantung pada

sumberdaya alam (resource) dalam memanfaatkan resource, dengan

strategi adaptasi dalam bertahan hidup pada lingkungannya. Misalnya

strategi keluarga Nelayan di Sukabumi dalam mencari nafka sebagai

upaya untuk bertahan hidup (livelihood strategy) terhadap kondisi

kehidupan61. Cara pemanfaatan sumberdaya alam juga dikenal dengan

pola subsistem masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam,

konsep subsistensi ini dikaitkan dengan ekologi kebudayaan, yaitu

berhubungan studi masalah perilaku dan pengetahuan kebudayaan

manusia dalam hubungannya dengan lingkungan atau ekologi

manusia62.

Ekologi manusia dari semula berkembang sebagai keniscayaan

interaksi manusia (man and cul ture) dan alam (natural) hingga

59. Jayapaul, A., 2009. Ethical Management of Natural Resources. 60 . Ramli Utina, R., 2009. Kecerdasan Ekologis: Strategi Membangun Lingkungan Hidup Berkualitas. Universitas Negeri Gorontalo. 61. Zid, M., 2011. Fenomena Stategi Nafkah Keluarga Nelayan : Adaptasi Ekologis di Cicahuripan-Cisolok, Suka Bumi. Junal Sosialita Vol 09. No 01. Program Studi Geografi, Faku ltas Ilmu Sosial , Universit as Negeri Jak arta (FIS UNJ). ISSN:1411-7134. 62. Usman, M., 2008. Ekologi Kebudayaan: Subsistensi Nelayan Suku Bajo Torosiaje Teluk Somini di Provinsi Gorontalo (Studi Kajian Tentang Sumberdaya Alam dan Masyarakat). Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin.

Page 18: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

28

sekarang. Hal ini menjadi suatu kajian tersendiri dalam ilmu ekologi

manusia, karena kemampuannya dalam memberikan landasan teoritis

dan konseptual yang berguna untuk memaknai dan memahami

fenomena dan fakta hubungan interaksi manusia dan lingkungan. Dari

sudut pandang ekologi, manusia memerlukan energi, materi dan

informasi dari alam untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan

sebagai kebutuhan dasar manusia. Sistem sosial manusia dibangun

berdasarkan; organisasi sosial atau sistem pengendali, kelembagaan,

teknologi, populasi (demografi), norma dan nilai yang dibangun pada

masyarakat. Sedangkan sistem ekologi terdiri dari komponen biotik

dan abiotik63, yaitu udara, air, materi, tumbuhan, dan hewan. Interaksi

antara kedua sub-sistem tersebut berlangsung dengan adanya

pertukaran dengan melibatkan energi, materi, dan informasi yang

berinteraksi secara timbal balik pada kedua sub-sistem melalui

transaksi ekologi-ekonomi. Hal ini dikatan oleh Marten, (2001) 64 ,

ekologi manusia sebagai ilmu yang memberikan landasan analisis yang

berguna untuk memahami konsekuensi aktivitas manusia pada sistem

sosial dan sistem ekologi.

Strategi Bertahan Hidup (Survival Strategy)

Strategi merupakan rencana yang cermat mengenai kegiatan

untuk mencapai sasaran khusus. Kedua, strategi yaitu tatacara yang

merupakan alternative untuk berbagai langkah perundingan, yang

bertujuan untuk mengubah batas-batas kekuatan, kerangka teori dan

teknik yang memungkinkan ilmu pengetahuan dapat memecahkan

persoalan Wasburn, dalam Ruslie Munthe (2010), ketiga, yakni

rencana, metode, atau serangkaian manuver, atau siasat untuk

mencapai tujuan atau hasil tertentu, atau strategi adalah cara terbaik

untuk mencapai beberapa sasaran (Fauzi 2006 dalam Ruslie Munthe

63 . Dharmawan, A. H., 2007. Dinamika Sosial Ekologi Pedesaan; Perfektif dan Pertautan Keilmuan Ekologi Manusia, Sosiologi Lingkungan dan Ekologi Politik. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. ISSN: 1978-4333, Vol 01. No 10. 64. Marten, G. G., 2000. Human Ekologi: Basic Concept to for Sustainable Development. Earthscan . London and Sterling.

Page 19: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

29

2010). Snel dan Staring dalam Resmi Setia (2005;6) mengemukakan

bahwa strategi bertahan hidup adalah sebagai rangkaian tindakan yang

dipilih secara standar oleh individu dan rumah tangga yang miskin

secara sosial ekonomi untuk bertahan hidup65. Konsep strategi berasal

dari istilah militer, yang berasal dari kata Yunani strategia, yang berarti

seni atau ilmu menjadi jendral. Dalam perkembangannya istilah

strategi dipakai di bidang ilmu lain. Menurut Stephenie K. Marrus,

seperti yang dikutip Sukristono (1995), strategi didefinisikan sebagai

suatu proses penentu rencana para pemimpin puncak yang berfokus

pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara

atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Dan

pemilihan alternative tindakan serta alokasi sumberdaya yang

diperlukan untuk mencapai tujuan. Hamel dan Prahalad (1995), yang

mengangkat kompetensi inti sebagai hal yang penting. Mereka berdua

mendefinisikan strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus, serta dilakukan berdasarkan

sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh manusia di masa

depan. Sedangkan Usman, mendefinisikan strategi adalah hal

menciptakan suatu posisi yang unik dan bernilai, yang melibatkan

berbagai aktivitas perusahaan.

Dalam konteks sosial ekonomi kelas bawah, masyarakat

seringkali mengalami perubahan dalam menghadapi dimanika

kehidupan dengan berbagai tuntutan untuk tetap bertahan

kehidupannya ( live survival) atau menemukan cara-cara baru dalam

bertahan hidup. Cara bertahan hidup pada masyarkat sudah terkenal

sejak lama, yaitu bagaiman mekanisme masyarakat dalam memperoleh

sumber mata pencahariannya dan bagaiman sumber mata pencaharian

tersebut mengalami perkembangan. Dari berbagai studi litetarur,

menunjukan bahwa kearifan lokal pada masyarakat mengatur tentang

bagaimana pemanfaatan sumberdaya alam dapat memberikan manfaat

untuk kehidupan masyarakat. Namun dengan adanya kebijakan

65 . Sugihardjo., dkk, 2012. Strategi Bertahan dan Strategi Adaptasi Petani Samin Terhadap Dunia Luar (Petani Samin Di Kaki Pegunungan Kendeng Di Sukolilo Kabupaten Pati). Staf Pengajar Program Sudi Agribisnis, Fakultas Pertanian UNS. SEPA : Vol. 8 No. 2. ISSN : 1829-9946.

Page 20: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

30

pemerintah dan perkembang industri kapitalis, seringkali

menghancurkan kearifan lokal sebagai suatu konflik pada masyarakat66.

Hal ini berbeda dengan stategi adaptasi petani Samin terhadap dunia

luar memiliki strategi tersendiri dalam menghadapi dunia luar yang

akan menghancurkan nilai-nilai budaya lokal yang merupakan warisan

dari leluhurnya. Salah satu karakter yang ditonjolkan oleh masyarakat

Samin adalah kolektivisme yang kuat baik dalam tataran keluarga

maupun dalam masyarakat, kekuatan kelembagaan lokal ini

menghambat kapitalisme masuk di wilayah mereka67.

Studi dari D.R.Sulistyastuti dan Faturochman (2000),

Menunjukan bahwa masyarakat tiga desa, yaitu Desa Keboansikep

Sidoarjo, Kalitengah Klaten dan Sriharjo Bantul, tiap lapisan

masyarakat yang berbeda memiliki cara dan dinamika bertahan hidup

yang berbeda dengan lapisan yang lain. Hal ini dilihat dari semakin

rendah tingkat status ekonomi, semakin berat upaya untuk bertahan

hidup. Yang membanggakan dari kelompok ini adalah kegigihannya

untuk tetap bertahan dengan menggunakan usaha yang semakin

banyak meskipun hanya untuk mendapatkan sedikit uang 68 .

Masyarakat di kabupaten Bengkalan dengan rendahnya akses terhadap

modal terutama modal finansial merupakan penyebab kemiskinan, dan

menyebabkan nelayan tidak mampu mengakses modal fisik berupa

teknologi penangkapan yang lebih moderen. Kondisi ini semakin

diperparah dengan adanya konflik perebutan sumber daya dengan

nelayan dari daerah lain. Strategi yang dilakukan untuk bertahan

hidup adalah stetegi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga nelayan

miskin melalui trategi ekonomi dan sosial, melalui pola nafkah ganda,

pemanfaatan tenaga kerja rumah tangga dan migrasi, strategi sosial

66. Rahmawati, R., dkk, 2008. Pengetahuan Lokal Masyarakat Adat Kasepuan: Adaptasi, Konflik dan Dinamika Sosisla-Ekonomi.. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. ISSN: 1978-4333, Vol.02, No.02 67 . Sugihardjo.,dkk, 2012. Strategi Bertahan dan Strategi Adaptasi Petani Samin Terhadap Dunia Luar (Petani Samin Di Kaki Pegunungan Kendeng Di Sukolilo Kabupaten Pati). Staf Pengajar Program Sudi Agribisnis, Fakultas Pertanian UNS. SEPA : Vol. 8 No. 2. ISSN : 1829-9946. 68 . Sulistyastuti, D. R.,dan Faturochman, 2000. Stategi Bertahan Hidup di Tiga Wilayah., Asisten peneliti pada Pusat Penelitian. Kependudukan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. ISSN: 0853-0262

Page 21: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

31

dengan memanfaatkan ikatan kekerabatan yang ada69. Konsep strategi

digunakan dalam beberapa aspek disiplin ilmu, seperti; di ilmu

ekonomi, ekologi, hukum, sosial, dan kesehatan. Kajian studi dari Zak

Le Rouk, (1992) di South Africa, menemukan menunjukan beberap

stategi yang diperlukan untuk konservasi sumberdaya ekologi

digunakan dimanfaatkan secara lestari yang diberlukan dalam berbagai

upaya stetegi secara berkelanjutan, seperti yang digambarkannya;

konservasi menjaga cadangan, promosi perubahan penggunaan lahan

untuk konservasi, penegakan hukum, perencaan penggunaan sumber

daya nasional, dan pemanfaatan tanah secara etik70.

Dari serangkan penejelasan diatas tentang stetegi nafka,

eksistensi masyarakat, peralihan matapencaharian, stategi konservasi

dan kearifan lokal masyarakat sebagai pola stategi masyarakat dalam

bertahan hidup. Faktor migrasi juga merupakan upaya stategi untuk

bertahan hidup. Hal ini dikatakan Ibrahim, Fouad & Ruppert, Helmut

(1991) di zona Sahel, mingrasi dari desa-desa ke kota memainkan

peranan besar dibanding migrasi dari kota desa dengan adanya

pertumbuhan penduduk dan kekeringan untuk bekerja sebagai buruh

ke daerah selatan basah Darfur71.

Mata Pencaharaian (Livelihood)

Konsep mata pencarian (livelihood) sangat penting dalam

memahami coping strategis karena merupakan bagian dari atau bahkan

kadang-kadang dianggap sama dengan strategi mata pencarian

(livelihood strategies). Suatu mata pencarian meliputi pendapatan (baik

yang bersifat tunai maupun barang), lembaga-lembaga sosial, relasi

69. Widodo, S., 2011. Trategi Nafkah Berkelanjutan Bagi Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir. Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo, Bangkalan 69162, Indonesia. Maraka, Sosial Humaniora, Vol. 15, No. 1 70. Rouk, Z. L., 1993. Conservation at Landscape Level: A Strategy for Survival: The Role of Research. Natal Parks Board, PO Box 662, Pietermaritzburg 3200, South Africa. The Environmentalist, Volume 13, Number 2, 105-110. 71. Helmut, R., 1991. The Role of Rural-Rural Migration as a Survival Strategy in the Sahelian Zone of the Sudan-A Case-Study in Burush, N Darfur. University of Bayreuth, Institute of Geosciences, POB 101251, 8580 Bayreuth, Germany.

Page 22: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

32

gender, hak-hak kepemilikan yang diperlukan guna mendukung dan

menjamin kehidupan 72 (Ellis, 2000). Sedangkan menurut, Chambers

dan Conway (1992) mendefisikan livelihood sebagai, kemampuan, aset

(termasuk bahan dan sumber daya sosial) dan kegiatan yang

dibutuhkan untuk sarana hidup 73 . Meski sumberdaya tersebut

seringkali mengalami kerentanan untuk memenuhi kehidupan

masyarak miskin di pedesaan dari cengkraman pemerintah dan

kapitalis moderen, yang kurang mendapatkan perhatian dan

pemerataan sumberdaya ekonomi. Hal ini dilihat dari beberapa kajian

yang dilakukan dari Quicksilver Drive, Sterlin (2002) bagaimana

kebijakan alternatif yang diperlukan untuk menjamin mata

pencaharian bagi keluarga miskin dan memberikan sumberdaya

ekonomi bagi masyarak dengan memberikan akses sumberdaya alam,

sebagai faktor kemiskinan yang perlu diperhatian melalu kebijakan

pemerintah74.

Konsep livelihood sesungguhnya dikembangkan pertama kali

di Inggris pada akhir dekade 90-an, namun didesain sedemikian rupa

sehingga sangat relevan untuk kawasan sedang berkembang. Hal ini

dilakukan untuk memahami pendekatan pembangunan kontemporer

yang berusaha mengoreksi pendekatan pembangunan modernisasi

yang dikenal sangat tidak akrab terhadap lingkungan dan masyarakat

lokal. Pendekatan nafkah berkelanjutan berusaha mencapai derajat

pemenuhan kebutuhan sosial, ekonomi, dan ekologi secara adil dan

seimbang. Pencapaian derajat kesejahteraan sosial didekati melalui

kombinasi aktivitas dan utilisasi modal-modal yang ada dalam tata

nafkah untuk kelas ekonomi masyarakat bawah (Ellis, 2000)75.

72. Freeman, E. F, (eds), (2005). Rural livelihoods and poverty reduction policies. Routledge, London. 73 . Chambers, R and G. Conway, 1992. Sustainable Rural Livelihoods: Practical Concepts for the 21st Century. University of Sussex, Institute for Development Studies, DP 296, Brighton. 74. Sterlin, Q. D., 2002. Urban Livelihoods: A People-centred Approach to Reducing Poverty. ISBN: 1 85383 861 6 paperbac. ISBN: 1 85383 860 8 hardback. Earthscan Publications Limited London. 75 . Freeman, E. F., (eds), (2005). Rural livelihoods and poverty reduction policies. Routledge, London.

Page 23: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

33

Menurut kajian dari (Sayogya, 1982), perkembangan sistem

penghidupan dan nafka bagi wilayah pedesaan tidak bisa lepas dari

proses sistem sosial ekonomi yang senantiasa melanda pedesaan. Proses

adaptasi ekonomi dan ekologi dibentuk oleh petani aras individu,

rumah tangga (aras kelompok), aras kelompok serta komunitas lokal

aras sistem sosial sebagai upaya menyelaraskan eksistensi mereka

terhadap arus perubahan sosial, menghasilkan sejumlah gambaran

dinamika sistem penghidupan dan nafka pedesaan 76 . Sistem mata

pencaharian masyarakat pedesaan terdiri dari pola ekonomi tradisional

yang dilakukan melalui kegiatan produksi, untuk memenuhi

kehidupan ekonominya. Dari hasil penelitian yang dilakukan di 17

desa kabupaten Chamoli dan 12 desa di kabupaten Pauri India,

menunjukan bahwa subsistensi pemenuhan kebutuhan mata

pencaharian masyarakat desa dari berbagai kombinasi mata

pencaharian yaitu, melalui pertanian, perternakan, pengrajin, dan

pemanfaatan non-kayu hasil hutan (HHBK) memberikan dasar untuk

ekonomi pasar yang dilakukan untuk menambah pendapatan ekonomi

keluarga77.

Pertukaran Ekonomi dan Sosial

Pertukaran Ekonomi (Pertukaran Langsung)

Pertukaran merupakan suatu pertukaran yang terjadi melalui

unsur biaya (cost), imbalan (reword) dan keuntungan (profit) yang

dilakukan untuk menjalin hubungan dengan orang lain secara langsung

maupun tidak langsung78 . Perturan ekonomi merupakan pertukaran

yang terjadi secara langsung. Pertukaran secara langsung terjadi apabila

hubungan antar berbagai pihak baik individu dan kelompok yang

memiliki posisi dan peranan yang relative sama dalam proses

76. Sayogya, 1982. Bunga Rampai Perekonomian Desa. Gajah Mada Universitas Press. Yogyakarta. 77. Sati, V. P., 2014. Towards Sustainable Livelihoods and Ecosystems in Mountain Regions. Geography and Resource Management School of Earth Sciences Mizoram University Aizawl, Mizoram India. 78. Teori Pertukaran Sosial dan Teori Pertukaran Sosial Dalam Pandangan Peter M. Blau. UKSW

Page 24: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

34

pertukaran. Meskipun diantara mereka memiliki derajat harkat

kekayaan dan fungsionaris adat yang berbeda-beda. Dalam hubungan

seperti ini, pertukaran langsung merupakan kewajiban membayar atau

membalas kembali kepada orang atau kelompok lain atas apa yang

mereka berikan atau lakukan sesuai dengan nilai yang sama79.

Pertukaran ekonomi ini terjadi dengan adanya barang atau

komoditas yang memiliki nilai jual. Komoditas merupakan hasil karja

manusia yang diproduksi dalam bentuk barang dan jasa untuk

dipertukarkan melalui mekanisme pasar. Komoditas tersebut dalam

bentuk barang dan jasa umumnya diproduksi secara massal untuk

malayani kebutuhan banyak konsumen dan juga produksi berulang-

ulang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen yang

menjadi target pasarnya 80 . Aspek penting dari komoditas yaitu

komoditas tersebut memiliki nilai guna dalam hal barang dan jasa

untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Selain itu komoditas juga

merupakan sebuah komoditas yang dipertukarkan dengan barang atau

jasa lain yang berbeda kegunaannya atau disebut sebagai nilai tukar.

Mekanisme berlangsungnya proses pertukaran komoditas (barang)

dapat dikategorikan menjadi beberapa bagian yaitu81;

1 Tipe K-K, yaitu suatu komoditas ditukar langsung dengan

komoditas lainnya, misalnya seorang petani menukar sesumpit

jagung dengan sejerat ikan kepada seorang nelayan atau

disebut dengan barter sebagai bentuk pertukaran komoditi

yang pertama dalam sejara umat manusia. Dalam hal ini para

actor melakukan interaksi sosial dan saling mengontrol

perilaku mereka.

2 Tipe K-U-K, yaitu komoditi dikonversikan ke dalam uang,

kemudian uang dikonversikan lagi ke dalam komoditi,

79. Damsar & Indrayani, 2009.Pengantar Sosiologi Ekonomi Edisi Ke Dua. Hal;104-107.Kencana Prenamedia Group. Jakarta. 80. Suyanto, B., 2002. Sosiologi Ekonomi (Kapitalisme dan Konsumsi di Era-Masyarakat Post-Modernisme. Hal 175.Kencana Prenada Media Group. 81 . Damsar & Indrayani, 2009.Pengantar Sosiologi Ekonomi Edisi Ke Dua. Hal;94-95.Kencana Prenamedia Group. Jakarta.

Page 25: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

35

misalnya nelayan menjual hasil tangkapnya kemudian uang

hasil penjualannya tersebut digunakan untuk membeli beras.

3 Sedangkan tipe yang ketiga yaitu tipe masyarakat kapitalis dengan tipe sirkulasi komoditas berubah menjadi U-K-U yaitu

uang digunakan untuk membeli komoditas kemudian

komoditas dijual untuk memperoleh uang. Uang tersebut

sebagai modal yang dapat dikonversi lagi untuk membeli

barang lalu dijual.

Perutukaran (exchange) merupaka distribusi yang dilakukan

atau terjadi melalui pasar. Sedangkan konsep pasar (market) berasal

dari kata Latin “marcatus”, yang artinya berdagang atau tempat

berdagang. Dengan demikian, terkandung tiga arti yang berbeda

didalam makna tersebut, yaitu; 1) pasar dalam arti secara fisik, 2) pasar

sebagai tempat pengumpulan, 3) sebagai hak atas ketentuan yang legal

tentang suatu pertemuan pada suatu tempat (marketplace). Dengan

demian, pasar merupakan bentuk fisik atau tempat dimana barang dan

jasa dibawa untuk dijual dan di mana pembeli bersedia membeli barang

dan jasa tersebut. menurut Sanderson (2003:131), tempat pasar adalah

tempat fisik yang terdapat disejumlah tempat yang ditentukan dalam

masyarakat. pembedaan pasar menurut Sanderson dalam konteks

masyarakat lokal, dapat dipahami sebagai tempat pertukaran pada

masyarakat yang ada pada lingkungan masyarakat.

Menurut Marx, setiap komoditas sebetulnya memiliki nilai-

nilai guna komoditas, yaitu ketika barang-barang yang diproduksi

digunakan sendiri atau digunakan orang lain untuk bertahan hidup.

Namun di ere kapitalisme, setiap komoditas yang sengaja dihasilkan

untuk dijual ke pasar, produk-produk tersebut tidak hanya memiliki

nilai guna melainkan juga memiliki nilai tukar. Diera kapitalisme,

sering terjadi masyarakat yang menghasilkan produk-produk secara

budaya, kemudian produk itu dipuji sendiri oleh masyarakat yang

menghasilkannya layaknya dewa-dewa. Marx menyebut proses ini

sebagai pemberhalaan komoditas (fetishism of commodity). Masyarakat

memperlakukan komoditas yang dipuji, diburu, dan melahirkan

fanatisme yang acap kali berlebihan yang kemudian diikuti dengan

Page 26: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

36

munculnya kelas konsumen yang cenderung berlebihan82. Walaupun

teori ini lebih ini lebih menekankan pada aspek ekonomi. Aktivitas

ekonomi bukanlah realitas sosial yang soliter dan hanya berkaitan

dengan transaksi jual beli barang yang menekankan untung rugi

semata, melainkan didalamnya juga berjalin temali dengan aspek-aspek

sosial budaya yang kompleks seperti; kelas sosial, gaya hidup, alienasi,

anomaly dan lain-lain. Hal merupakan suatu persoalan yang luas dalam

mengkaji aspek sosiologi ekonomi pada masyarakat. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa pertukaran tidak langsung, terjadi dengan

adanya imbalan yang sama secara timbal balik, melalui komoditas atau

barang bernilai yang dapat dipertukaran dengan uang untuk

memenuhi kehidupan ekonomi pada masyarakat.

Pertukaran Sosial Masyarakat (Pertukaran Tidak Langsung)

Pertukaran sosial berlangsung dengan adanya relasi dan

hubungan yang terpola pada masyaarakat dalam mekanisme

pertukaran. Pertukaran sosial ini terjadi secara tidak langsung.

Pertukaran secara tidak langsung merupakan, kewajiban memberi atau

membantu orang kelompok lain tanpa mengharapkan pengembalian,

pembayaran atau balasan yang setara dan langsung83. Pertukaran tidak

langsung ini juga biasanya terjadi dalam bentuk jaringan sosial melalui

para aktor atau kelompok dalam membangun suatu relasi pada

masyarakat. B.F.Skinner, melihat pertukaran sosial terjadi melalui

adanya perilaku aktor terhadap lingkungan dan selanjutnya dilihat

dampak dari tanggapan lingkungan terhadap perilaku seorang aktor

dalam tindakan selanjutnya84 . Maka tanggapan lingkungan terhadap

tindakan seseorang menentukan apakah tindakan yang sama akan

diulangi atau dihentikan pada waktu kemudian. Dalam masyarakat

etnik di Indonesia terdapat berbagai kearifan lokal yang mengandung

nilai dan norma yang menyuruh orang untuk berbuat baik kepada

semua orang tanpa menegaskan bentuk waktu pengembalikannya.

82. Suyanto, B., 2002. Sosiologi Ekonomi (Kapitalisme dan Konsumsi di Era-Masyarakat Post-Modernisme. Hal 18.Kencana Prenada Media Group. 83 . Sanderson, S. K., 2003. Makro Sosiologi. Hal; 118. Jakarta; Raja-Grafindo Persada.. 84. Suyanto, B., 2002. Sosiologi Ekonomi (Kapitalisme dan Konsumsi di Era-Masyarakat Post-Modernisme. Hal 18.Kencana Prenada Media Group.

Page 27: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

37

Seperi hubungan kekerabatan dan kekeluargaan yang berlangsung pada

masyarakat dengan tingkat solidaritasnya yang tinggi. Hal ini biasa

terlihat dalam relasi kekerabatan melalu berbagai tindakan, ungkapan

dalam hal saling memberi salam dan saling yang membentuk hubungan

solidaritas masyarakat yang kuat85. Interaksi sosial merupakan suatu

proses yang berlangsung secara timbal-balik pada individu dan

kelompok untuk membangun relasi antar sesamanya. Berlangsungnya

interaksi tersebut, sebagai suatu proses yang kompleks yang

mengorganisasi dan menginterpretasikan persepsi tentang diri

seseorang terhadap orang lain tentang apa yang dilakukan pada

lingkungan interaksi sosialnya. Interaksi juga dapat dipahami sebagai

sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk menyatakan

identitas dirinya kepada orang lain, dan menerima pengakuan atas

indentitas diri tersebut agar terbentuk perbedaan identitas antar

seseorang kepada orang lain 86 . Hubungan kedua perutukaran ini,

merupakan interaksi pada masyarakat yang dilakukan untuk bertahan

hidup. Dimana proses interaksi tersebut berlangsung dengan

pertukaran antar masyarakat dan proses ini tidak semata-mata terjadi

tehadap apa yang dimiliki oleh seseorang, namun berlangsung sebagai

pengakuan atas apa yang dilakukan seseorang terhadap orang lain

dalam menjalin relasi tukar menukar secara timbal balik dan pada

kehidupan sosialnya.

Berhubungan dengan ikatan solidaritis, Durheim menyatakan

sebagai fakta-fakta sosial yang bersifat eksternal, tetapi mempengaruhi

perilaku individu. Fakta sosial tersebut merupakan cara-cara bertindak,

peripikir, dan berperasaan yang berada diluar individu, dan

mempunyai kekuatan memaksa yang mengendalikannya. Fakta sosial

tersebut tidak hanya bersifat material, tetapi juga nonmaterial, seperti

kultur, agama atau intitusi sosial87. Meskipun demikian pandangan ini

85. Wakerkwa, H., 2009. Perang Antar Suku (Tinjauan Terhadap Penanganan Perang Antar Suku Dani dan Suku Amungme Tahun 2007-2008 di Distrik Tembagapura Kabupaten Mimika. Hal 55.Program Studi Magister Sosiologi Agama Universitas Kristen Satya Wacana. 86. Kum, K., 2012. Konflik Etnik.Telaah Kritis dan Kontruktif Atas Konflik Etnik di Tanah Papua.Hal 13.Litera Buku, Yogyakata. 87. Abidin Y. Z & B.A.Saeani, 2014. Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia. Pustaka Setia Bandung.

Page 28: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

38

berbeda dengan pandangan Homans yang mengatakan, bahwa bukan

masyarakat yang mempengaruhi individu melainkan individulah yang

mempengaruhi masyarakat. Walaupun Homans membahas prinsip

psikologi, namun Ia tak membayangkan individu dalam keadaan

terisolasi. Ia mengakui bahwa manusia adalah makhluk sosial dan

mengunakan sebagian besar waktu mereka berinteraksi dengan

manusia lain. Ia mencoba menerangkan perilaku sosial dengan prinsip-

prinsip psikologi.’pendiriannya adalah bahwa proposisi umum

psikologi terhadap perilaku manusia tidak berubah karena interaksi

lebih berasal dari manusia lain ketimbang dari lingkungan fisik.

Dengan demikian Homans tidak menolak pendirian Durheim dan

Marcel Mauss yang menyatakan interaksi menimbulkan sesuatu yang

baru. Ia malah menyatakan bahwa ciri-ciri yang baru muncul itu dapat

dijelaskan dengan prinsip psikologi88. Meski kedua teori ini mimiliki

pandangan yang berbeda tentang pertukaran pada tingkat subtansial

dan kolektif. Argument mereka tidak terlepas dari objek pengamatan

mereka pada realitas individu dan sosial.

Sedangkan Max Weber memiliki pendekatan yang berbeda

dengan Durheim, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi dalam

masyarakat tersebut tidak semestinya berkutat pada soal-soal

pengukuran yang sifatnya kuantitatif dan sekedar mengkaji

pengukuran-pengukuran faktor eksternal, tetapi yang lebih penting

sosiologi bergerak pada upaya memahami di tingkat makna, dan

mencoba mencari penjelasan pada faktor-faktor internal yang ada di

masyarakat itu sendiri89.

Pola pertukaran seperti ini biasanya terjadi pada masyarakat di

distrik Tembagapura kampung Waa, dinama mereka bertahan hidup

dipinggiran sunggai Wanagon untuk mendulang Emas. Emas tersebut

kemudian mereka dapat menjualnya sesuai dengan nilainya untuk

dipetukarkan dengan uang, kemudian uang tersebut digunakan untuk

mempertukarkan dengan membeli kebutuhan konsumennya. Selain

88. Goodman, G. R. D.J., 2004.Teori Sosiologi Modern Edisi Ke Enam. Hal 359. Fajar Interpratama Offset. Jakarta. 89. Suyanto, B., 2002. Sosiologi Ekonomi (Kapitalisme dan Konsumsi di Era-Masyarakat Post-Modernisme. Hal 9. Kencana Prenada Media Group.

Page 29: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

39

itu, mereka mensisikannya untuk disimpan sebagai investasi maupun

dipertukarkan dalam hubungan sosialnya dalam hal saling memberi

dan memperhatikan secara langsung maupun tidak langsung.

Berhubungan dengan hal ini juga pernah dikatakan oleh Soyanto

bahwa,”Dalam kehidupan sosial manusia, barang-barang komoditas

dibutuhkan masyarakat konsumen untuk menjadikan kategori-kategori

budaya tampil kemuka dan tampak stabil bagi individu-individu yang

terlibat didalamnya. Dengan kata lain, seorang memilih mengonsumsi

komoditas tertentu, sebetulny bukan sekedar karena ia membutuhkan

fungsi inheren komoditas itu sebagai sebuah produksi, tetapi juga

karena ia membutuhkan komoditas itu sebagai sebuah simbol, tanda

untuk mengukuhkan posisi dan kelas sosial dimana ia berada90.

Menurut Marx, setiap komoditas sebetulnya memiliki nilai-

nilai guna komoditas, yaitu ketika barang-barang yang diproduksi

digunakan sendiri atau digunakan orang lain untuk bertahan hidup.

Namun di ere kapitalisme, setiap komoditas yang sengaja dihasilkan

untuk dijual ke pasar, produk-produk tersebut tidak hanya memiliki

nilai guna melainkan juga memiliki nilai tukar. Diera kapitalisme,

sering terjadi masyarakat yang menghasilkan produk-produk secara

budaya, kemudian produk itu dipuji sendiri oleh masyarakat yang

menghasilkannya layaknya dewa-dewa. Marx menyebut proses ini

sebagai pemberhalaan komoditas (fetishism of commodity). Masyarakat

memperlakukan komoditas yang dipuji, diburu, dan melahirkan

fanatisme yang acap kali berlebihan yang kemudian diikuti dengan

munculnya kelas konsumen yang cenderung berlebihan91.

Walaupun teori ini lebih ini lebih menekankan pada aspek

ekonomi. Aktivitas ekonomi bukanlah realitas sosial yang soliter dan

hanya berkaitan dengan transaksi jual beli barang yang menekankan

untung rugi semata, melainkan didalamnya juga berjalin temali dengan

aspek-aspek sosial budaya yang kompleks seperti; kelas sosial, gaya

hidup, alienasi, anomaly dan lain-lain. Hal merupakan suatu persoalan

90. Suyanto, B., 2002. Sosiologi Ekonomi (Kapitalisme dan Konsumsi di Era-Masyarakat Post-Modernisme. Hal 177.Kencana Prenada Media Group. 91. Suyanto, B., 2002. Sosiologi Ekonomi (Kapitalisme dan Konsumsi di Era-Masyarakat Post-Modernisme). Hal 18.Kencana Prenada Media Group.

Page 30: BAB II TINJAUAN TEORETIS - UKSW

40

yang luas dalam mengkaji aspek sosiologi ekonomi pada masyarakat.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pertukaran tidak langsung

(sosial), tidak terjadi secara timbal balik atau komoditas dan barang

bernilai yang diberikan kepada orang lain, tidak harus mengharapkan

pengembalikannya secara setimpal. Pertukaran seperti ini biasanya

berlangsung dalam relasi hubungan sosial masyarakat melalui toleransi

pada relasi yang dimiliki atau dibangun pada masyarakat.