15
BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stigma Stigma adalah sikap merendahkan seseorang atau kelompok yang memiliki atribut sehingga dapat menyebabkan pandangan masyarakat yang buruk pada seseorang atau kelompok tertentu.Stigma adalah cap atau ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya (Kamus Bahasa Indonesia ). Stigma terbentuk melalui proses sosial kognitif yaitu : a. Isyarat b. Stereotip, sturuktur pengetahuan yang dipelajari masyarakat umum tentang suatu kelompok sosial yang ditandai. c. Prasangka, orang yang mendukung streotip dan menghasilkan reaksi emosional negatif. d. Diskriminasi, tindakan negatif terhadap orang-orang yang berada diluar kelompoknya. Muncul sebagai penghindaran, tidak bergaul dengan orang dari luar kelompok. (Hinshaw, 2007)

BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stigma

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stigma

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

2.1 Stigma

Stigma adalah sikap merendahkan seseorang atau

kelompok yang memiliki atribut sehingga dapat menyebabkan

pandangan masyarakat yang buruk pada seseorang atau kelompok

tertentu.Stigma adalah cap atau ciri negatif yang menempel pada

pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya (Kamus Bahasa

Indonesia ).

Stigma terbentuk melalui proses sosial kognitif yaitu :

a. Isyarat

b. Stereotip, sturuktur pengetahuan yang dipelajari masyarakat

umum tentang suatu kelompok sosial yang ditandai.

c. Prasangka, orang yang mendukung streotip dan menghasilkan

reaksi emosional negatif.

d. Diskriminasi, tindakan negatif terhadap orang-orang yang

berada diluar kelompoknya. Muncul sebagai penghindaran,

tidak bergaul dengan orang dari luar kelompok. (Hinshaw, 2007)

Page 2: BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stigma

Ada beberapa faktor-faktor proses terbentuknya stigma

yaitu :

a. Label

b. Karakteristik pengobatan, rawat inap, perawatan fisik dan

pengobatan individual.

c. Status ekonomi-sosial

d. Media penggambaran. (Scheffer,2003)

2.1.1 Teori Konsep Diri dan Teori Interaksi Simbolik

- Teori Konsep Diri

Manusia memiliki kapasitas untuk melhat diri mereka

sebagai objek, mengembangkan perasaan diri dan sikap

terhadap diri sendiri.

Hanya manusia yang bisa :

a. Menunjukan rasa simbolis bagi orang lain dan aspek

dunia di sekitar mereka.

b. Mengembangkan sikap dan perasaan objek

c. Membangun respon khas terhadap objek.

Sehingga mereka bisa menunjukan diri, mengembangkan

diri, perasaan, sikap dan membangun respon terhadap diri

mereka. (Wiliam James, 1910).

- Teori Interaksi Simbolik

Interaksionis simbolik, menempatkan penekanan besar pada

kapasitas manusia untuk membuat simbol yang digunakan.

Page 3: BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stigma

Berbeda dengan hewan , interaksi simbolik terbatas atau tidak ada,

hakikat manusia dan dunia bahwa mereka harus membuat simbolis

satu sama lain dari benda, ide dan semua pengalaman. Tanpa

kemampuan untuk menciptakan simbol dan menggunakan urusan

manusia, pola organisasi sosial diantara manusia tidak dapat dibuat

dan dipertahankan.

Manusia menggunakan simbol untuk berkomunikasi satu

sama lain. Berdasarkan kapasitas mereka untuk menyepakati

makna gerakan vokal dan bahasa tubuh. Komunikasi simbolik ini

tentu saja sangat kompleks, karena orang menggunakan lebih dari

simbol bahasa kata dalam komunikasi. Mereka menggunakan

mimik wajah, nada suara, bahasa tubuh dan gerakan simbolik

lainnya tang artinya umum dan dipahami.

Membaca dan menafsirkan gerak tubuh, manusia

berkomunikasi dan berinteraksi. Mereka menjadi mampu saling

membaca satu sama lain. Mead menyebutkan kemampuan dasar

mengambil peran lain atau peran mengambil kemampuan untuk

melihat sikap dan disposisi yang lain untuk bertindak.

Pikiran adalah kemampuan untuk berpikir secara simbolis

menunjukan, menimbang, mengantisipasi, memetakan dan

membangun program tindakan. Sebagai konsep definisi situasi

menggaris bawahi, diri masih merupakan konsep kunci dalam

literatur interaksionis. Hadir penekanan dalam orientasi

interaksionis adalah pada :

a. Munculnya konsep diri yang relatif stabil dan abadi konsepsi

tentang dir mereka sendiri.

b. Kemampuan untuk mendapatkan gambar diri, gambar pada

diri sebagai objek dalam situasi sosial. Diri sebagai objek

Page 4: BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stigma

utama yang memberikan definisi pada situasi. Membentuk

dari apa yang mereka lihat, rasakan dan lakukan di dunia

sekitar mereka. (Mead dan Turner 1986)

2.2 Kebudayaan

Kebudayaan merupakan elemen subjektif dan ojektif yang

dibuat manusia yang di masa lalu meningkatkan kemungkinan

untuk bertahan hidup dan berakibat dalam kepuasaan pelaku dalam

lingkungannya, dan demikian tersebar diantara mereka yang dapat

berkomunikasi satu sama lainnya, karena mempunyai kesamaan

bahasa dan mereka hidup dalam waktu dan tempat yang sama.

(Triandis,1994)

2.2.1 Elemen Budaya

a. Makanan

b. Tempat tinggal

c. Pekerjaan

d. Pertahanan

e. Kontrol sosial

f. Perlindungan psikologis

g. Keharmonisan sosial

h. Tujuan hidup

2.2.2 Pengaruh Budaya : Ruang Lingkup Pelayanan Kesehatan

Semua budaya memiliki kepercayaan terhadap penyakit dan

kesehatan yang diperoleh dari cara pandang mereka dan

disampaikan dari generasi ke generasi. Teori mengenai kesehatan

Page 5: BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stigma

dan penyebab penyakit didasarkan pada pandangan yang dimiliki

oleh suatu kelompok. Pandangan ini meliputi sikap, kepercayaan,

dan praktik—praktik suatu kelompok terhadap kesehatan dan

biasanya disebut dengan sistem kepercayaan kesehatan

(Andrews,2008).

Sistem kepercayaan kesehatan dibagi dalam tiga kategori

besar :

a. Tradisi Supernatural/Magis/Religius

Tradisi pelayanan kesehatan yang berdasarkan kekuatan

supernatural/magis/religius datang dari sistem kepercayaan dimana

dunia dianggap sebagai arena dimana kekuatan supernatural yang

mendominasi.

Penyebab penyakit berhubungan dengan kekuatan spiritual.

Ada ilmu sihir, melanggar hal yang tabu, mengganggu objek yang

sakit, mengganggu roh yang menyebabkan penyakit dan

kehilangan jiwa. Namun dalam beberapa budaya bahwa penyakit

merupakan akibat dari roh jahat yang memasuki tubuh seseorang

akibat jampi-jampi. Penyakit dianggap sebagai penyembahan pada

berhala atau dewa-dewa, makluk bukan manusia (hantu atau roh

jahat), dan orang jahat (tukang sihir).

Pengobatan penyakit melibatkan hubungan yang positif

dengan roh-roh dan dewa-dewa. Pengobatan dilaksanakan oleh

seorang penyembuh yang disebut dukun (shaman). Tergantung

dari budayanya,penyembuh ini dapat disebut dengan ahli obat,

kahuna, curandero, santero atau penyembuh jiwa dan merujuk

pada seseorang yang bekerja dengan kekuatan supernatural.

b. Tradisi Holistik

Page 6: BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stigma

Kesehatan holistik didasarkan pada prinsip bahwa semua

hal tersebut diciptakan saling bergantungan dan berhubungan.

Seorang pribadi terdiiri atas bagian yang saling bergantungan yang

disebut fisik, mental, emosi, dan rohani. Ketika satu bagian tidak

bekerja dengan baik, hal itu akan memengaruhi semua bagian

tubuh orang tersebut.

Pendekatan holistik terhadap penyebab penyakit

beranggapan bahwa ada hukum alam yang mengatur segala

sesuatu dan setiap orang ada di alam semesta. Supaya orang

sehat, harus hidup selarass dengan hukum alam serta dengan

sukarela menyesuaikan diri dan beradaptasi pada perubahan

lingkungan. Pengobatan holistik ditemukan dalam praktek

pengobatan Cina. Obat—obatan Cina yang berfungsi

mengembalikan keseimbangan yin dan yang.

c. Tradisi Ilmiah/Biomedis

Sistem pelayanan kesehatan ilmiah/biomedis berfokus

pada diagnosis objektif dan penjelasan ilmiah atas penyakit. Sistem

ini menggunakan pendekatan yang berdasarkan pada bukti tes

laboratorium untuk menguji kebenaran penyakit. Tradisi ini

menekankan masalah biologis dan menemukan ketidaknormalam

dalam tubuh. Penyakit dipercaya datang ketika kondisi seseorang

dilihat menyimpang dari kondisi yang seharusnya berdasarkan ilmu

biomedis. Pengobatan dalam pendekatan ini dilakukan untuk

menghilangkan penyebab penyakitnya, mengobati bagian yang

terinfeksi atau mengontrol sistem tubuh yang terinfeksi.

Page 7: BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stigma

2.3 Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa sebagai suatu sindrom atau pola psikologis

atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada

seseorang dan dikaitkan dengan adanya distres (misalnya gejala

nyeri) atau disabilitas yaitu kerusakan pada satu atau lebih area

fungsi yang penting, atau disertai peningkatan resiko kematian yang

menyakitkan, nyeri, atau kehilangan kebebasan (American

Psychiatric Association, 1994).

2.3.1 Sejarah Gangguan Jiwa

Pada masa lalu gangguan jiwa dipandang sebagai kerasukan

setan, hukuman karena pelanggaran sosial atau agama, kurang

minat atau semangat, dan pelanggaran norma sosial. Penderita

gangguan jiwa dianiaya, dihukum, dijauhi, diejek dan dikucilkan dari

mayarakat normal. Sampai abad ke-19, penderita gangguan jiwa

dinyatakan tidak dapat disembuhkan dan dibelenggu dalam penjara

tanpa diberi makanan, tempat berteduh atau pakian yang cukup.

Saat ini gangguan jiwa diidentifikasi dan ditangani sebagai masalah

medis.

Sejarah mengatakan, ada beberapa perkembangan

pendekatan terhadap gangguan jiwa. Pertama, pendekatan

spiritual. Sejak zaman purba sampai abad 19 penyakit mental

dipandang terutama sebagai masalah moral dan spiritual. Mereka

dianggap sebagai kerasukan roh. Oleh karena itu, pendekatannya

lebih cenderung secara rohani, misalnya dengan exorcism, dan

ritual - ritual agama untuk mengusir roh-roh jahat tersebut. Kedua,

pendekatan biologis. Mulai abad ke-19 muncul pendapat yang

menganggap penyakit jiwa lebih disebabkan oleh faktor biologis

(fisik) yang dipelopori oleh Grey, (1854).

Dibawah kepemimpinannya rumah sakit berkembang, dan

pendekatan terhadap pasien lebih manusiawi. Pendapat yang

Page 8: BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stigma

berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan

kurangnya insulin dalam tubuh. Lalu, dikembangkan terapi injeksi

insulin. Juga dimulai adanya bedah otak (di London), lalu diyakini

bahwa gangguan jiwa disebabkan adanya kelainan otak pasien.

Ketiga, pendekatan psikologis. Pada abad ke-20 mulai berkembang

pendekatan psikologis yang beranggap gangguan jiwa datang

karena pengaruh sosial, ketidakmampuan individu berelasi dengan

lingkungan, dan disebabkan hambatan pertumbuhan dalam

sepanjang kehidupan individu. Ini dimulai dengan hadirnya teori

psikoanalisis dari Freud (1856-1939) dan behavioral model dari

John Watson, Ivan Palvov, dan BF Skinner. Sehingga munculah

terapi-terapi baru seperti psikoanalisis, behaviour therapy, cognitive

therapy, dan lain sebagainya.

2.3.2 Ciri-ciri Gangguan Jiwa

Ciri-ciri orang yang mengalami gangguan jiwa menurut

Kanfer dan Goldstein (Suliswati, 2005) adalah Pertama, hadirnya

perasaan cemas (anxiety) dan perasaan tegang (tension) di dalam

diri. Kedua, merasa tidak puas (dalam arti negatif) terhadap perilaku

diri sendiri. Ketiga, perhatian yang berlebihan terhadap masalah

yang dihadapinya. Keempat, ketidakmampuan untuk berfungsi

secara dalam menghadapi problem. Kadang-kadang ciri tersebut

tidak dirasakan oleh penderita. Yang merasakan perilaku penderita

adalah masyarakat disekitarnya. Orang disekitarnya merasa bahwa

perilaku yang dilakukan adalah merugikan diri penderita yang tidak

efektif, merusak dirinya sendiri.

Dalam kasus demikian seringkali terjadi orang-orang merasa

terganggu dengan perilaku penderita. Gangguan jiwa merupakan

penyakit yang dialami oleh seseorang yang mempengaruhi emosi,

pikiran dan tingkah laku mereka, diluar kepercayaan budaya dan

kepribadian mereka, dan menimbulkan efek yang negatif bagi

Page 9: BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stigma

kehidupan mereka atau kehidupan keluarga mereka. Dengan

demikian dapat dipahami bahwa gejala-gejala gangguan jiwa ialah

hasil interaksi yang kompleks antara unsur somatik, psikologik, dan

sosiobudaya.

2.3.3 Penyebab Gangguan Jiwa

Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau

dapat dikatakan juga, secara somato-psiko-sosial. Dalam mencari

penyebab gangguan jiwa, maka ketiga unsur ini harus diperhatikan.

Gangguan jiwa ialah gejala-gejala patologik dominan berasal dari

unsur psikis (Yosep,2011). Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang

lain tidak terganggu. Sekali lagi, yang sakit dan menderita ialah

manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya atau

lingkungannya. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku

manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur dan jenis kelamin,

keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat,

kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan

kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi,

rasa permusuhan, hubungan antara manusia dan sebagainya.

Gejala umum atau gejala yang menonjol itu terdapat pada

unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin dibadan

(somatogenik), dilingkungan sosial (sosiogenik) ataupun dipsike

(psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi

beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur yang saling

mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah

gangguan badan ataupun jiwa.

Sumber penyebab gangguan jiwa menurut (Yosep,2011)

dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur (somato-psiko-

sosial) yang terus menerus saling mempengaruhi, antara lain:

Page 10: BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stigma

1. Faktor-faktor somatik (somatogeneik) :

a. Neroanatomi

b. Nerofisiologi

c. Nerokimia

d. Tingkat kematangan dan perkembangan organic

e. Faktor-fator pre dan peri-natal

2. Faktor-faktor psikologik (psikogenik) atau psikoedukatif :

a. Interaksi Ibu-anak: normal (rasa percaya dan rasa aman)

atau abnormal berdasarkan kekuranan, distorsi, dan

keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan

kebimbangan).

b. Peranan ayah

c. Persaingan antar saudara kandung

d. Intelegensi

e. Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan

masyarakat

f. Kehilangan yag mengakibatkan kecemasan, deresi, rasa

malu atau rasa salah.

g. Konsep diri: pengertian identias diri sendiri lawan peranan

yang tidak menentu.

h. Keterampilan, bakat, dan kreativitas.

i. Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap

bahaya.

j. Tingkat perkembangan emosi.

3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik) atau sosiokultural :

a. Kestabilan keluarga.

b. Pola mengasuh anak.

c. Tingkat ekonomi.

d. Perumahan: perkotaan lawan pedesaan.

Page 11: BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stigma

e. Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan

fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan yang

tidak memadai.

f. Pengaruh rasial dan keagamaan.

g. Nilai-nilai.

2.3.4 Macam - Macam Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa ialah gejala-gejala psikologik dari unsur

psikis. Jenis gangguan jiwa :

a. Skizofrenia

Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat dan

menimbulkan disorganisasi personalitas terbesar. Skizofrenia juga

merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai. Pemikiran

dan perilaku abnormal pada penderita, perjalanan penyakit

bertahap akan menunju kronisitas, jarang terjadi pemulihan

sempurna dengan spontan dan penderita tidak diobati biasanya

akan menjadi rusak (cacat).

b. Depresi

Suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan

dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,

termasuk perubahan pada pola tidur, nafsu makan, psikomotor,

kelelahan, rasa putus asa,tak berdaya dan rencana bunuh diri.

Depresi juga diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan

kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan,

ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna dan putus asa.

Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood mempunyai

karakteristik berupa bermacam—macam perasaan, sikap, dan

kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus

asa, ketidakberdayaan, harga diri rendah dan takut pada bahaya

yang akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan

perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu.

Page 12: BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stigma

Individu yang menderita suasana perasaan (mood) yang depresi

biasanya akan kehilangan minat dan kegembiraan,kurangnya

energi membuat mudah lelah dan berkurangnya aktifitas. Depresi

dianggap normal terhadap banyak stres kehidupan dan abnormal

hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa penyebabnya dan

terus berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang mulai

pulih.

c. Kecemasan

Pengalaman psikis yang biasa dan wajar yang pernah

dialami oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk

mengatasi masalah yang dihadapi. Keadaan seseorang merasa

khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak

spesifik. Penyebabnya atau sumber biasanya tidak diketahui.

Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat ringan

sampai tingkat berat.

d. Gangguan Kepribadian (Bipolar Disorder)

Gejala gangguan kepribadian dan gejala nerosa hampir

sama pada orang dengan intelegensi tinggi ataupun rendah.

Klasifikasi gangguan; kepribadian paranoid, kepribadian afektif,

kepribadian skizoid, kepribadian axplosif, kepribadian obesif-

konpulsif, kepribadian histerik, kepribadian, astenik, kepribadian

antisosial dan kepribadian pasifagresif.

e. Gangguan Mental Organik

Gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang

disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak. Gangguan fumgsi

jaringan otak dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang

terutama mengenaik otak. Bila bagian otak yang terganggu luas,

maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja tidak

tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian

otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah

yang menentukan gejala dan sindroma, bukan penyakit yang

Page 13: BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stigma

menyebabkannya. Pembagian psikotik atau non—psikotik lebih

menunjukan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit

tertentu daripada pembagian akut dan menahun.

f. Gangguan Psikomatik

Komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi

badaniah. Gangguan psikomatik dapat disamakan dengan apa

yang dinamakan dahulu neurosa organ.

g. Retardasi Mental

Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa

yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh

terjadinya hentinya ketrampilan selama masa perkembangan,

sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh

misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.

h. Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja

Anak dengan gangguan perilaku menunjukan perilaku yang

tidak sesuai dengan permintaan, kebiasaan atau norma—norma

masyarakat. Anak dengan gangguan perilaku dapat menimbulkan

kesukaran dalam asuhan dan pendidikan. Gangguan perilaku

mungkin berasal dari anak atau mungkin lingkungannya, akan

tetapi akhirnya faktor ini saling mempengaruhi. Pada gangguan

otak seperti trauma kepala, ensepalitis, neoplasma dapat

mengakibatkan perubahan kepribadian. (RS Amino,2014)

Page 14: BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stigma

2.4 Stigma Terhadap Gangguan Jiwa

Stigma adalah suatu usaha untuk label tertentu sebagai

kelompok orang yang kurang patut dihormati daripada yang lain

(Sane, 2000). Stigma adalah hal – hal yang membawa aib hal yang

memalukan, sesuatu dimana seseorang menjadi rendah diri, malu

dan takut karena sesuatu (Salim, 1996). Stigma segala bentuk

atribut fisik dan sosial yang mengurangi identitas sosial seseorang

mendiskualifikasikan orang itu dari penerimaan seseorang.

Masyarakat seringkali memiliki persepsi negatif terhadap kegilaan.

Orang gila dianggap sebagai orang yang tidak waras, sinting dan

ungkapan kasar lainnya.

Masyarakat cenderung menganggap orang dengan kelainan

mental sebagai sampah sosial. Pemahaman dan pengertian yang

salah tentang gangguan jiwa mungkin karena ketidaktahuan

masyarakat pada masalah kesehatan jiwa.Ketidaktahuan ini

mengakibatkan persepsi yang keliru bahwa pasien yang mengalami

gangguan jiwa merupakan aib keluarga sehingga pasien dikucilkan

atau disembunyikan, dipasung dan ditelantarkan.

Tanggapan keliru dimasyarakat bahwa penderita

gangguan jiwa hanya mereka yang menghuni rumah sakit jiwa atau

orang sakit jiwa yang berkeliaran dijalanan. Padahal gangguan jiwa

bisa dialami siapa saja, disadari atau tidak. Orang yang sehat

secara fisik,bukan tidak mungkin sebenarnya menderita gangguan

jiwa tetapi dalam kadar ringan misalkan stress.

Page 15: BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stigma

Persepsi masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa

antara lain :

1. Gangguan jiwa disebabkan oleh roh jahat. Kepercayaan

masyarkat terhadap mitos, ada yang percaya gangguan jiwa

disebabkan karena guna – guna, karena kutukan atau hukuman

atas dosanya.

2. Gangguan jiwa itu memalukan , pasien yang mengalami

gangguan jiwa merupakan aib keluarga sehingga pasien dan

keluarga sering diejek bahkan dikucilkan oleh masyarakat.

3. Pasien gangguan jiwa adalah sampah masyarakat yang

mengganggu keindahan dan kenyamanan kota.Perlakuan

masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa sangat kasar,

dilempari, dipasung, membuang pasien jiwa kedaerah lain.

(Niven, 2000)