16
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis. Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergik (DKA), keduanya dapat bersifat akut maupun kronik. Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, sehingga kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen. Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif). Diramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat. Namun informasi mengenai prevalensi dan insidensi DKA di masyarakat sangat 1

Bab i Lapkas Dka

Embed Size (px)

DESCRIPTION

w

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis.Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergik (DKA), keduanya dapat bersifat akut maupun kronik. Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, sehingga kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen.

Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif). Diramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat. Namun informasi mengenai prevalensi dan insidensi DKA di masyarakat sangat sedikit, sehingga berapa angka yang mendekati kebenaran belum didapat.

B. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru.

C. Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman yang berlandaskan teori terhadap masalah-masalah kulit yang ditemukan oleh penulis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAA. DefinisiDermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi.B. Etiologi dan Predisposisi1. EtiologiPenyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.

2. PredisposisiBerbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak alergi. Misalnya antara lain:

a. Faktor eksternal :

1) Potesi sensitisasi allergen

2) Dosis per unit area

3) Luas daerah yang terkena

4) Lama pajanan

5) Oklusi

6) Suhu dan kelembaban lingkungan

7) Vehikulum

8) pH

b. Faktor Internal/ Faktor Individu :

1) Keadaan kulit pada lokasi kontak

Contohnya ialah ketebalan epidermis dan keadaan stratum korneum.

2) Status imunologik

Misal orang tersebut sedang menderita sakit, atau terpajan sinar matahari.

3) Genetik

Faktor predisposisi genetic berperan kecil, meskipun misalnya mutasi null pada kompleks gen fillagrin lebih berperan karena alergi nickel.

4) Status higinie dan gizi

Seluruh faktor faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain yang masing masing dapat memperberat penyakit atau memperingan. Sebagai contoh, saat keadaan imunologik seseorang rendah, namun apabila satus higinienya baik dan didukung status gizi yang cukup, maka potensi sensitisasi allergen akan tereduksi dari potensi yang seharusnya. Sehingga sistem imunitas tubuh dapat dengan lebih cepat melakukan perbaikan bila dibandingkan dengan keadaan status higinie dan gizi individu yang rendah. Selain hal hal diatas, faktor predisposisi lain yang menyebabkan kontak alergik adalah setiap keadaan yang menyebabkan integritas kulit terganggu, misalnya dermatitis statis.

C. Patofisiologi Dermatitis kontak alergi atau DKA disebabkan oleh pajanan secara berulang oleh suatu alergen tertentu secara berulang, seperti zat kimia yang sangat reaktif dan seringkali mempunyai struktur kimia yang sangat sederhana. Struktur kimia tersebut bila terkena kulit dapat menembus lapisan epidermis yang lebih dalam menembus stratum corneum dan membentuk kompleks sebagai hapten dengan protein kulit. Konjugat yang terbentuk diperkenalkan oleh sel dendrit ke sel-sel kelenjar getah bening yang mengalir dan limfosit-limfosit secara khusus dapat mengenali konjugat hapten dan terbentuk bagian protein karier yang berdekatan. Kojugasi hapten-hapten diulang pada kontak selanjutnya dan limfosit yang sudah disensitisasikan memberikan respons, menyebabkan timbulnya sitotoksisitas langsung dan terjadinya radang yang ditimbulkan oleh limfokin. Sebenarnya, DKA ini memiliki 2 fase yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi yang akhirnya dapat menyebabkan DKA. Pada kedua fase ini akan melepaskan mediator-mediator inflamasi seperti IL-2, TNF, leukotrien, IFN, dan sebagainya, sebagai respon terhadap pajanan yang mengenai kulit tersebut. Pelepasan mediator-mediator tersebut akan menimbulkan manifestasi klinis khas khas yang hampir sama seperti dermatitis lainnya. DKA ini akan terlihat jelas setelah terpajan oleh alergen selama beberapa waktu yang lama sekitar berbulan- bulan bahkan beberapa tahun.Secara khas, DKA bermanifestasi klinis sebagai pruritus, kemerahan dan penebalan kulit yang seringkali memperlihatkan adanya vesikel-vesikel yang relatif rapuh. Edema pada daerah yang terserang mula-mula tampak nyata dan jika mengenai wajah, genitalia atau ekstrimitas distal dapat menyerupai eksema. Edema memisahkan sel-sel lapisan epidermis yang lebih dalam (spongiosus) dan dermis yang berdekatan. Lebih sering mengenai bagian kulit yang tidak memiliki rambut terutama kelopak mata.D. Penegakan Diagnosis1. AnamnesaDiagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang teliti. Penderita umumnya mengeluh gatal.

Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit berukuran numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya. 2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Berbagai lokasi terjadinya DKA, Misalnya, di ketiak oleh deodoran; di pergelangan tangan oleh jam tangan; di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.Tabel 2.2 Berbagai Lokasi Terjadinya DKA.

LokasiKemungkinan Penyebab

TanganPekerjaan yang basah (Wet Work) misalnya memasak makanan (getah sayuran, pestisida) dan mencuci pakaian menggunakan deterjen.

LenganJam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman.

Ketiak Deodoran, anti-perspiran, formaldehid yang ada di pakaian.

WajahBahan kosmetik, spons (karet), obat topikal, alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai kacamata).

Bibir Lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.

Kelopak mataMaskara, eye shadow, obat tetes mata, salep mata.

TelingaAnting yang terbuat dari nikel, tangkai kacamata, obat topikal, gagang telepon.

LeherKalung dari nikel, parfum, alergen di udara, zat warna pakaian.

Badan Tekstil, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau pewangi pakaian.

Genitalia Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita, alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi.

Paha dan tungkai bawahTekstil, kaus kaki nilon, obat topikal, sepatu/sandal.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Uji Tempel

Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang utama ialah dengan Dermatitis Kontak Iritan (DKI). Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan ditempelkan di kulit dengan memakai Finn chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif dengan alergen bukan standar perlu kontrol (5 sampai 10 orang) untuk menyingkirkan kemungkinan terkena iritasi.

Aplikasi Patch Test (Uji Tempel) pada pasien

Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel :

1) Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau berat dapat terjadi reaksi angry back atau excited skin reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya semakin memburuk.

2) Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20 mg/hari atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.

3) Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.

4) Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir selesai.

5) Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticaria type), karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita semacam ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.

Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat seperti berikut :1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)

2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)

3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)

4 = meragukan : hanya makula eritematosa

5 = iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)

6 = reaksi negatif (-)

7 = excited skin

8 = tidak dites (NT=non tested)

Hasil Patch Tes/Uji Tempel setelah 72 jam Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan antara respons alergik atau iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respons positif alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah 96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan kepada pasien untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai satu minggu setelah aplikasi.Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon alergik biasanya menjadi lebih jelas antara pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++ (reaksi tipe crescendo), sedangkan respon iritan cenderung menurun (reaksi tipe decrescendo) .

4. Gold Standard DiagnosisGold standard pada diagnosis dermatitis kontak alergika yaitu dilakukan uji tempel. Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Untuk melakukan uji tempel diperukan antigen standar buatan pabrik, misalnya Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E Test. Adakalanya tes dilakukan dengan antigen bukan standar, dapat berupa bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari rumah, lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Mungkin ada sebagian bahan ini yang bersifat sangat toksik terhadap kulit, atau walaupun jarang dapat memberikan efek toksik secara sistemik. Oleh karena itu, bila menggunakan bahan tidak standar, apalagi dengan bahan industri, harus berhati-hati sekali. Jangan melakukan uji tempel dengan bahan yang tidak diketahui.E. Penatalaksanaan

1. Non medikamentosaa. Memotong kuku kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan pendek serta tidak menggaruk lesi karena akan menimbulkan infeksi b. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis kontak alergic. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang bersentuhan dengan alergen d. Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan perhiasan, aksesoris, pakaian atau sandal yang merupakan penyebab alergi2. Medikamentosaa. Simptomatis

Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebanyak 3-4mg/dosis, sehari 2-3kali untuk dewasadan 0,09 mg/dosis, sehari 3 kali untuk anak anak untuk menghilangkan rasa gatalb. Sistemik

1) Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali 2) Cetirizine tablet 1x10mg/hari

3) Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika (amoksisilin atau eritromisin) dengan dosis 3x500mg/hari, selama 5 hingga 7 haric. Topikal

1) Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari

3. PencegahanPencegahan DKA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis kontak alergi

b. Menghindari substansi allergen

c. Mengganti semua pakaian yang terkena allergen

d. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika tidak ada sabun bilas dengan air

e. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar allergen

f. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan pakaian lain

g. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar allergen

h. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang berisiko terhadap paparan alergen

F. Prognosis

Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila bersamaan dengan dermatitis yang disebabkan oleh faktorendogen(dermatitis atopik, dermatitis numularisatau psoriasia). Faktor lain yang membuat prognosis kurang baik adalah pajanan alergen yang tidak mungkin dihindari misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di lingkungan penderita.BAB III

KESIMPULAN

1. Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi.

2. Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.

3. Gejala klinis DKA, pasien umumnya mengeluh gatal. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin fisur, batasnya tidak jelas.

4. Gold standar pada DKA adalah dengan menggunakan uji tempel. Uji tempel (patch test) dengan bahan yang dicurigai dan didapatkan hasil positif.

5. Penatalaksanaan dari DKA dapat secara medikamentosa serta nonmedikamentosa. Tujuan utama terapi medikamentosa adalah untuk mengurangi reaktivitas sistim imun dengan terapi kortikosteroid, mencegah infeksi sekunder dengan antiseptik dan terutama untuk mengurangi rasa gatal dengan terapi antihistamin. Sedangkan untuk nonmedikamentosa adalah dengan menghindari alergen.T.R.U.E. Test

(Mekos Laboratories, Hillerod, Denmark) patch-test.

Hasil uji positif terhadap picaridin (KBR) 2,5%.

Hasil uji positif terhadap methyl glucose diolate (MGD) 10%.

11