Upload
murdiaulf
View
114
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Radiologi
Citation preview
2
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2. Anatomi Os Femur
Femur adalah tulang terpanjang dan terberat dari tubuh. Femur terdiri dari
bagian proksimal, corpus dan distal. Bagian proksimal femur terdiri dari caput,
collum/cervikal dan 2 trochanter (major dan minor). Caput femur dilapisi oleh
kartilago articular kecuali bagian medial yang diganti dengan cekungan/fovea
untuk tempat caput ligamentum. Collum femur berbentuk trapezoidal. Diantara
trochanter major dan minor terdapat linea intertrochanterica. Bagian distal femur
terbagi menjadi dua oleh lengkungan spiral menjadi condilus medial dan lateral.
Condilus femoral ini membentuk sendi dengan condilus tibia dan disebut
articulation genu.
Gambar 2.1. Os Femur Anterior view (atas) dan Posterior View (bawah) 9
2.1. Pengertian Fraktur
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang,
penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses
degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur.Fraktur adalah suatu
patahan pada kontinuitas struktur tulang berupa retakan, pengisutan ataupun
patahan yang lengkap dengan fragmen tulang bergeser.4
3
2.2. Etiologi Fraktur
Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan
terjadinya fraktur diantaranya peristiwa trauma (kekerasan) dan peristiwa pato
logis.5
2.2.1. Peristiwa Trauma (kekerasan)
a) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya
kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil, maka tulang akan
patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah tulang demikian sering bersifat
terbuka, dengan garis patah melintang atau miring.
b) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh patah tulang karena kekerasan
tidak langsung adalah bila seorang jatuh dari ketinggian dengan tumit kaki
terlebih dahulu. Yang patah selain tulang tumit, terjadi pula patah tulang pada
tibia dan kemungkinan pula patah tulang paha dan tulang belakang. Demikian
pula bila jatuh dengan telapak tangan sebagai penyangga, dapat menyebabkan
patah pada pergelangan tangan dan tulang lengan bawah.
4
c) Kekerasan akibat tarikan otot
Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang. Patah
tulang akibat tarikan otot biasanya jarang terjadi. Contohnya patah tulang akibat
tarikan otot adalah patah tulang patella dan olekranom, karena otot triseps dan
biseps mendadak berkontraksi.
2.2.2. Peristiwa Patologis
a) Kelelahan atau stress fraktur
Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas berulang –
ulang pada suatu daerah tulang atau menambah tingkat aktivitas yang lebih berat
dari biasanya. Tulang akan mengalami perubahan struktural akibat pengulangan
tekanan pada tempat yang sama, atau peningkatan beban secara tiba – tiba pada
suatu daerah tulang maka akan terjadi retak tulang.
b) Kelemahan Tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu
tulang akibat penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya osteoporosis
dan tumor pada tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah tulang yang rapuh maka
akan terjadi fraktur.
2.3. Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan
jaringan disekitar, bentuk patahan tulang dan lokasi pada tulang fisis.6
2.3.1. Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar
Fraktur dapat dibagi menjadi :
a) Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar.
b) Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi
atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu:
Derajat I :
i. Luka <1 cm
ii. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
iii. Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan
iv. Kontaminasi minimal
5
2. Derajat II :
i. Laserasi >1 cm
ii. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
iii. Fraktur kominutif sedang
iv. Kontaminasi sedang
3. Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur terbuka derajat III terbagi
atas:
i. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat
laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan
oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
ii. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi masif.
iii. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak.
2.3.2. Berdasarkan bentuk patahan tulang
a) Transversal
Fraktur transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini
biasanya mudah dikontrol dengan pembidaian gips.
b) Spiral
Fraktur spiral adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul
akibat torsi ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan
sedikit kerusakan jaringan lunak.
c) Oblik
Fraktur oblik adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana
garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
d) Segmental
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada
segmen tulang yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya
segmen sentral dari suplai darah.
6
e) Kominuta
Fraktur kominuta adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau
terputusnya keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.
f) Greenstick
Fraktur greenstick adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak
lengkap dimana korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga periosterum.
Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak – anak.
g) Fraktur Impaksi
Fraktur impaksi adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk
tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua
vertebra lainnya.
h) Fraktur Fissura
Fraktur fissura adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang
yang berarti, fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.
2.3.3. Berdasarkan lokasi pada tulang fisis
Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng pertumbuhan,
bagian ini relatif lemah sehingga strain pada sendi dapat berakibat pemisahan fisis
pada anak-anak. Fraktur fisis dapat terjadi akibat jatuh atau cedera traksi. Fraktur
fisis juga kebanyakan terjadi karena kecelakaan lalu lintas atau pada saat aktivitas
olahraga. Klasifikasi yang paling banyak digunakan untuk cedera atau fraktur fisis
adalah klasifikasi fraktur menurut Salter – Harris :7
a) Tipe I : fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan,
prognosis sangat baik setelah dilakukan reduksi tertutup.
b) Tipe II : fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul melalui tulang
metafisis, prognosis juga sangat baik denga reduksi tertutup.
c) Tipe III : fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan epifisis dan
kemudian secara transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan.
Prognosis cukup baik meskipun hanya dengan reduksi anatomi.
d) Tipe IV : fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan dan
terjadi melalui tulang metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting dan
mempunyai resiko gangguan pertumbuhan lanjut yang lebih besar.
7
e) Tipe V : cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari gangguan
pertumbuhan lanjut adalah tinggi.
Untuk lebih jelasnya tentang pembagian atau klasifikasi fraktur dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
Gambar 1. Fraktur Berdasarkan Hubungan Tulang (Terbuka dan Tertutup)
Gambar 2. Fraktur Berdasarkan Bentuk Patahan Tulang
Gambar 3. Fraktur Menurut Salter – Harris
8
2.4. Epidemiologi Fraktur
2.4.1. Distribusi Frekuensi
a) Berdasarkan Orang
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur
di bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka
yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak
dilakukan oleh laki-laki menjadi penyebab tingginya resiko fraktur. Sedangkan
pada orangtua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang
berhubungan dengan meningkatnya insidensi osteoporosis yang terkait dengan
perubahan hormon pada menopause.8
Tahun 2001, di Amerika Serikat terdapat lebih dari 135.000 kasus cedera
yang disebabkan olahraga papan selancar dan skuter. Dimana kasus cedera
terbanyak adalah fraktur 39% yang sebagian besar penderitanya laki-laki dengan
umur di bawah 15 tahun. Di Indonesia, jumlah kasus fraktur yang disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas 4 kali lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada
perempuan.8
b) Berdasarkan Tempat dan Waktu
Di negara maju, masalah patah tulang pangkal paha atau tulang panggul
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendapat perhatian serius karena
dampak yang ditimbulkan bisa mengakibatkan ketidakmampuan penderita dalam
beraktivitas. Menurut penelitian Institut Kedokteran Garvan tahun 2000 di
Australia setiap tahun diperkirakan 20.000 wanita mengalami keretakan tulang
panggul dan dalam setahun satu diantaranya akan meninggal karena komplikasi.9
Di negara – negara Afrika kasus fraktur lebih banyak terjadi pada wanita
karena peristiwa terjatuh berhubungan dengan penyakit Osteoporosis. Di
Kamerun pada tahun 2003, perbandingan insidens fraktur pada kelompok umur 50
–64 tahun yaitu, pria 4,2 per 100.000 penduduk, wanita 5,4 per 100.000
penduduk. Angka yang lebih tinggi di Maroko pada tahun 2005 insidens fraktur
pada pria 43,7 per 100.000 penduduk dan wanita 52 per 100.000 penduduk. Di
Indonesia jumlah kasus fraktur akibat kecelakaan lalu lintas meningkat seiring
pesatnya peningkatan jumlah pemakai kendaraan bermotor. Berdasarkan laporan
penelitian dari Depkes RI tahun 2000, di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin
9
Bandung terdapat penderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas sebanyak 444
orang.10
2.4.2. Determinan Fraktur
a) Faktor Manusia
Beberapa faktor yang berhubungan dengan orang yang mengalami fraktur
atau patah tulang antara lain dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, aktivitas olah
raga dan massa tulang.11
a.1. Umur
Pada kelompok umur muda lebih banyak melakukan aktivitas yang berat
daripada kelompok umur tua. Aktivitas yang banyak akan cenderung mengalami
kelelahan tulang dan jika ada trauma benturan atau kekerasan tulang bisa saja
patah. Aktivitas masyarakat umur muda di luar rumah cukup tinggi dengan
pergerakan yang cepat pula dapat meningkatkan risiko terjadinya benturan atau
kecelakaan yang menyebabkan fraktur. Insidens kecelakaan yang menyebabkan
fraktur lebih banyak pada kelompok umur muda pada waktu berolahraga,
kecelakaan lalu lintas, atau jatuh dari ketinggian. Berdasarkan penelitian Nazar
Moesbar tahun 2007 di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan terdapat sebanyak
864 kasus patah tulang, di antaranya banyak penderita kelompok umur muda.
Penderita patah tulang pada kelompok umur 11 – 20 tahun sebanyak 14% dan
pada kelompok umur 21 – 30 tahun sebanyak 38% orang.12
a.2. Jenis Kelamin
Laki-laki pada umumnya lebih banyak mengalami kecelakaan yang
menyebabkan fraktur yakni 3 kali lebih besar daripada perempuan. Pada
umumnya Laki – laki lebih aktif dan lebih banyak melakukan aktivitas daripada
perempuan. Misalnya aktivitas di luar rumah untuk bekerja sehingga mempunyai
risiko lebih tinggi mengalami cedera. Cedera patah tulang umumnya lebih banyak
terjadi karena kecelakaan lalu lintas. Tingginya kasus patah tulang akibat
kecelakaan lalulintas pada laki – laki dikarenakan laki – laki mempunyai perilaku
mengemudi dengan kecepatan yang tinggi sehingga menyebabkan kecelakaan
yang lebih fatal dibandingkan perempuan. Berdasarkan penelitian Juita, pada
tahun 2002 di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan terdapat kasus fraktur sebanyak
10
169 kasus dimana jumlah penderita laki –laki sebanyak 68% dan perempuan
sebanyak 32%.13
a.3. Aktivitas Olahraga
Aktivitas yang berat dengan gerakan yang cepat pula dapat menjadi risiko
penyebab cedera pada otot dan tulang. Daya tekan pada saat berolah raga seperti
hentakan, loncatan atau benturan dapat menyebabkan cedera dan jika hentakan
atau benturan yang timbul cukup besar maka dapat mengarah pada fraktur. Setiap
tulang yang mendapat tekanan terus menerus di luar kapasitasnya dapat
mengalami keretakan tulang. Kebanyakan terjadi pada kaki, misalnya pada
pemain sepak bola yang sering mengalami benturan kaki antar pemain.
Kelemahan struktur tulang juga sering terjadi pada atlet ski, jogging, pelari,
pendaki gunung ataupun olahraga lain yang dilakukan dengan kecepatan yang
berisiko terjadinya benturan yang dapat menyebabkan patah tulang.14
a.4. Massa Tulang
Massa tulang yang rendah akan cenderung mengalami fraktur daripada
tulang yang padat. Dengan sedikit benturan dapat langsung menyebabkan patah
tulang karena massa tulang yeng rendah tidak mampu menahan daya dari benturan
tersebut. Massa tulang berhubungan dengan gizi tubuh seseorang. Dalam hal ini
peran kalsium penting bagi penguatan jaringan tulang. Massa tulang yang
maksimal dapat dicapai apabila konsumsi gizi dan vitamin D tercukupi pada masa
kanak-kanak dan remaja. Pada masa dewasa kemampuan mempertahankan massa
tulang menjadi berkurang seiring menurunnya fungsi organ tubuh. Pengurangan
massa tulang terlihat jelas pada wanita yang menopause. Hal ini terjadi karena
pengaruh hormon yang berkurang sehingga tidak mampu dengan baik mengontrol
proses penguatan tulang misalnya hormon estrogen.15
b) Faktor Perantara
Agent yang menyebabkan fraktur sebenarnya tidak ada karena merupakan
peristiwa penyakit tidak menular dan langsung terjadi. Namun bisa dikatakan
sebagai suatu perantara utama terjadinya fraktur adalah trauma benturan. Benturan
yang keras sudah pasti menyebabkan fraktur karena tulang tidak mampu menahan
daya atau tekanan yang ditimbulkan sehingga tulang retak atau langsung patah.
Kekuatan dan arah benturan akan mempengaruhi tingkat keparahan tulang yang
11
mengalami fraktur. Meski jarang terjadi, benturan yang kecil juga dapat
menyebabkan fraktur bila terjadi pada tulang yang sama pada saat berolahraga
atau aktivitas rutin yang menggunakan kekuatan tulang di tempat yang sama atau
disebut juga stress fraktur karena kelelahan.16
c) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya fraktur dapat berupa
kondisi jalan raya, permukaan jalan yang tidak rata atau berlubang, lantai yang
licin dapat menyebabkan kecelakaan fraktur akibat terjatuh. Aktivitas pengendara
yang dilakukan dengan cepat di jalan raya yang padat, bila tidak hati – hati dan
tidak mematuhi rambu lalu lintas maka akan terjadi kecelakaan. Kecelakaan lalu
lintas yang terjadi banyak menimbulkan fraktur. Berdasarkan data dari Unit
Pelaksana Teknis Makmal Terpadu Imunoendokrinologi FKUI di Indonesia pada
tahun 2006 dari 1690 kasus kecelakaan lalu lintas proporsi yang mengalami
fraktur adalah sekitar 20%. 5 Pada lingkungan rumah tangga, kondisi lantai yang
licin dapat mengakibatkan peristiwa terjatuh terutama pada lanjut usia yang
cenderung akan mengalami fraktur bila terjatuh. Data dari RSUD Dr. Soetomo
Surabaya pada tahun 2005 terdapat 83 kasus fraktur panggul, 36 kasus fraktur
tulang belakang dan 173 kasus pergelangan tangan, dimana sebagian besar
penderita wanita >60 tahun dan penyebabnya adalah kecelakaan rumah tangga.17
2.5 Diagnosis
2.5.1 Anamnesis
Pada saat pasien datang baik sendiri atau bersama orang lain ada baiknya
kita menanyakan identitasnya dulu. Pada kasus diketahui wanita tersebut tidak
bisa berdiri apalagi berjalan, jadi diduga kalau pasien tersebut diantar oleh orang
lain. Jika pasien dalam keadaan sadar penuh, maka kita akan menganamnesis
pasien tersebut. Yang akan dianamnesis ialah1:
Identitas pasien (nama, alamat, tempat/tanggal lahir, umur, dll)
Keluhan utama (jatuh, tidak bisa berdiri dan berjalan)
Kejadiannya (jatuh dikamar mandi menyamping ke kanan dan pangkal paha
kanan membentur lantai kemudian tidak bisa berdiri atau berjalan)
Bengkak (+), nyeri (+), mobilitas (-)
12
2.5.2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan hasil yang sama dengan anamnesa
yang dilakukan. Pemeriksaan fisiknya yaitu:
Keadaan umum (tampak sakit)
Kesadaran (compos mentis)
TTV (normal)
Lokasi nyeri (regio femur dextra)
Look : tumor (+), rubor (+), edema (+), deformitas (+)Ekstr.bawah kanan
lebih memendek
Feel : kalor (+), dolor (+)
Move: gerak aktif/pasif (-)
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik
seperti rontgen (sinar-X), CT-Scan dan MRI. Untuk melihat fraktur secara
sederhana dapat digunakan sinar-X atau rontgen dengan foto AP/PA dan lateral
regio femur dextra.1
Sinar-X ialah bagian yang disebut spektrum elektromagnetik. Spektrum ini
terlentang dari gelombang wireless pada ujung jauh dari spektruk sampai ke sinar
kosmik pada ujung dekat spektrum. Karena panjang gelombangnya pendek, maka
sinar-X dapat menembus bahan yang tidak tertembus sinar yang terlibat. Arus
listrik yang bertegangan tinggi berjalan sepanjang tabung hampa udara. Lalu
terjadi aliran elektron dari elemen logam yang dipanasi oleh listrik (katoda), yang
menabrak logam sasaran (anoda) setelah menembus ruang hampa udara. Bila
sorotan elektron menabrak anoda, maka sinar-X akan terpancar. Cara pemeriksaan
sinar-X : radiografi sederhana cara dimana berkas sinar-x ditembuskan melalui
pasien mencapai suatu plat fotografi. Tomografi adalah variasi dari cara foto
sinar-X sederhana yang memungkinkan memperoleh gambaran potongan dari
bagian jaringan. Skrinning dan penguat bayangan istilah yang dipakai untuk
penembusan sorotan sinar-X melalui pasien dan mengetahui layar flourecent.
Radiografi miniatur hanya dapat diambil dengan pengambilan fotografi
optikaldari bayangan floresensi yang diperoleh. Xeroradiografi lebih ungguh
karena memberikan kontras kepekaan yang jelas pada jaringan lunakyang tidak
13
diperoleh dengan cara lain. Zat kontras yang digunakan ialah gas, garam logam
berat, sediaan iodida organik, dan minyak yang diiodisasi.2
Foto polos biasa merupakan foto yang sering di gunakan sebagai tindakan
awal fraktur panggul karena ini merupakan alat yang universal da terdapat
dimana-mana. Tujuan pembuatan foto x-ray u ntuk menyingkirkan fraktur dan
mengidentifikasi letak dan luas fraktur tersebut. Foto polos memiliki sensivitas
yang rendah. Adanya formasi tulang periosteal, sklerosis, kalus, atau garis fraktur
memberi petunjuk terjadinya stress fratur, walaupun demikian pemeriksaan
radiologi foto polos dapat memberikan gambaran normal pada pasien dengan
fraktur collom femur, fraktur tertutup femur, dsb. Tension fraktur harus dibedakan
dengan compression faktur, biasanya terletak pada inferior collum femur.
Pemeriksaan radiografi dapat menunjukkan garis fraktur pada superior collum
femur yang merupakan lokasi terjadinya tension fraktur.Pemeriksaan radiologi
standar pada panggul meliputi foto AP (antero-posterior) dari panggul dan pelvis
dan foto lateral. Posisi frog-leg lateral tidak dianjurkan karena dapat
mengakibatkan displace fractur.3
Scanning tulang dapat membantu pada stress fraktur, tumor, dan infeksi.
Scanning tulang merupakan indikator yang sangat sensitif pada bone stress, tetapi
memiliki spesifitas yang rendah. Dlu, scanning dinyatakan tidak merupakan siuatu
indikasi sebelum 48-72 jam setelah fraktur, tetapi pada penelitian berikutnya,
scanning memiliki sensivitas sebesar 93%, tanpa peduli kapanpun kejadiannya.3
CT-scan memiliki peran yang penting dalam mengevaluasi panggul setelah
terjadi fraktur. CT sangat baik dan berguna untuk abnormalitas tulang itu sendiri,
karena resolusinya sangat baik, dapat berbagai potongan, dan kemampuannya
untuk dilihat dalam posisi coronal dan sagital, CT-scan berguna untuk mendeteksi
fraktur komunit preoperatif dan mendeteksi seberapa jauh terjadinya penyatuan
union pada post operatif. CT-Scan sangat sering digunakan untuk mengevaluasi
kerusakan tulang. Walaupun demikian, fraktur aksial pada foto polos juga kadang-
kadang tidak terlihat dengan CT-Scan. Potensial ini berkurang dengan adanya foto
polos orthogonal dan CT-Scan multidetektor yang baru.2,3
MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah menunjukkan keakuratan pada
kejadian fraktur yang segera dan wajar dilakukan dalam 24 jam setelah kejadian.
14
MRI memiliki sifat yang sensitif dan spesifik dalam pendeteksian fraktur femur,
karena dapat menunjukkan garis fraktur dengan jelas dan adanya edemapada
sumsum tulang. Kontras superior dari MRI dengan pulse yang teratur biasanya
digunakan, resolusi spasial intrinsik, dan kemampuan dalam membuat berbagai
npotongan (coronal, axial, dan yang terjarang sagital) membuat MRI sebgai alat
pemeriksa penunjang yang sangat baik, khususnya pada stress fraktur, yang pada
foto polos dapat memberikan gambaran yang normal. Dengan MRI, stress fraktur
nampak sebgai fraktur yang berupa garis pada kortex yang dikelilingi oleh daerah
yang edema di kavitas medularis. MRI juga merupakan alat yang paling sensitif
untuk mendeteksi perubahan sumsum tulang yang berhubungan dengan nekrosis
avaskular, walupun pada pemeriksaan radiologi foto polos dalam keadaan normal.
Oleh karena itu, MRI merupakan alat terpilih dan sangat berguna. Bila terdapat
nekrosis avaskular setelah operasi fiksasi dari fraktur femur, pasien dapat
menggunakan penggantian dari protesis yang ada. MRI dapat digunakan untuk
mendeteksi stadium awal nekrosis iskemik pada caput femur, dimana intervensi
dapat dimulai sebelum kerusakan lebih jauh terjadi. Kerusakan ini dapat meliputi
kolapsnya caput femur, osteoarthritis sekunder, atau fragmentasi.2,3
DD/WD
Dengan meningktanya kecelakaan dilokasi pinggul sangat bsering
ditemukan. Pragmentulang yang kecil sering menonjol karena sendi berdislokasi.
Jika terdapat fragmen yang besar atau kominusi dianggap sebgai fraktur dislokasi.
Cedera digolongkan menoror arah dislokasi yaitu posterior, anterior dan pusat.4
Dislokasi posterior memiliki mekanisme cedera sebgai berikut, empat dari
lima dislokasi pinggul traumatik adalah posterior. Biasanya dislokasi nini terjadi
pada kecelakaan lalu lintas bila seseorang yang duduk di dalam truk atau mobil
terlempar ke depan, sehingga lutut terbentur pada dashboard. Femur terdorong ke
atas dan caput femoris terdorong dari mangkuknya, sering sepotong tulang pada
asetalbulum terpotong (fraktur dislokasi). Gambaran klinisnya, kaki pendek dan
beradduksi, berotasi internal dan sedikit berfleksi. Tetapi bila salah stu tulang
panjang mengalami fraktur biasanya femur, cedera tulang panggul dapat terlewat.
Pedoman yang baik ialah memotret pelvis dengan sinar-X pada tiap kasusu cedera
yang berat, dan pada fraktur femur, pemeriksaan sinar-X harus mencakup pinggul.
15
Tunkai bawah harus diperiksa untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda cedera
saraf skiatikus. Pada foto AP kaput femoris terlihat diluar mangkuknya dan diatas
asetabulum. Segmen atap asetabular atau kaput femuris mungkin telah patah dan
bergeser. Foto oblik berguna untuk menunjukkan ukuran fragmen itu. Kalau
fraktur ditemukan, fragmen tulang lain (yang mungkin perlu dibuang) harus
dicurigai. CT-Scan cara terbaik untuk menunjukkan fraktur asetabulum atau setiap
fragmen tulang. Suatu klasifikasi untuk membantu perencanaan terap menurut
Epstein ialah tipe I dislokasi yang tak lebih dari fraktur serpihan kecil. Tipe II
dislokasi dengan fraktur besar pada bibir posterior asetabulum. Tipe III terdapat
kominusi pada bibir asetabulum. Tipe IV disertai dengan fraktur lantai
asetabulum. Tipe V adalah fraktur kapus femoris. Terapi dislokasi harus direduksi
secepat mungkin dibawah anestesi umum. Pada kasus besar dilakukan reduksi
tertutup. Seorang asisten menahan pelvis, ahli bedah memfleksikan pinggul dan
lutut pasien sampai 90 derajat dan menarik paha ke atas secara vertikal. Sinar-X
sangat diperlukan untuk memastikan reduksi dan untuk menyingkirkan fraktur.
Bila terdapat kecurigaan sedikit saja kalau fragmen tulang terperangkap dalam
sendi diperlukan pemeriksaan CT. reduksi biasanya stabil, tetapi pinggul telah
mengalami cedera berat dan pelu diistirahatkan. Cara yang paling sederhana ialah
memasang traksi dan mempertahankannya selama 3 minggu. Gerakan dan latihan
dimulai segera setelah nyeri menghilang. Pada akhir minggu ketiga pasien
diperbolehkan berjalan dengan kruk penopang. Kalau pemeriksaan sinar X atau
CT-Scan pasca reduksi memperlihatkan adanya fragmen intraartikular, fragmen
itu harus dibuang dan sendi harus dibilas dengan pendekatan posterior. Hal ini
biasanya ditunda hingga keadaan pasien telah stabil. Fraktur dislokasi tipe II
sering diterapi dengan reduksi terbuka segera dan fiksasi anatomi dengan fragmen
yang terlepas tetapi kalau keadaan umum pasien dicurigai, atau tidak tersedia ahli
bedah yang terampil dalam bidang ini, pinggul direduksi secara tertutup. Kecuali
kalau sendi tidak stabil, atau fragmen yang besar tetap tidak tereduksi, reduksi
terbuka dan fiksasi internal diperlukan. Pada kasus ini traksi dipertahankan selama
6 minggu. Cedera tipe III diterapi secara tertutup, tetapi mungkin terdapat
fragmen yang bertahan dan fragmen-fragmen ini harus dibuang dengan operasi
terbuka serta traksi dipertahankan selama 6 minggu. Cedera tipe IV dan V pada
16
awalnya diterapi dengan reduksi tertutup. Fragmen caput femoris dapat secara
otomatis berada pada tenpatnya dan ini dapat dipastikan dengan CT pasca reduksi.
Kalau fragmen tetap tidak tereduks, terapi operasi diindikasikan: fragmen yang
kecil dapat dibuang sajatetapi fragmen yang besar harus diganti, sendi dibuka,
kaput femoris didislokasikan dan fragment diikat dengan posisinya dengan sekrup
countersunk. Pasca operasi, traksi dipertahankan selama 4 minggu dan
pembebanan penuh ditunda selam 12 minggu. Komplikasi dini cedera nervus
skiatus, cedera pembuluh darah, dan fraktur batang femoris yang menyertai.
Komplikasi selanjutnya, nekrosis avaskular, miositis osifikans, dislokasi yang tak
tereduksi, OA.5
Dislokasi anterior ini njarang terjadi dibandingkan dengan posterior.
Penyebabnya ialah kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan penerbangan. Dislokasi
pada satu atau bahkan kedua pinggul dapat terjadi bila buruh tambang atau
bangunan kejatuhan benda berat pada punggungnya pada saat mereka bekerja
dengan posisi kaki merentang, lutut lurus dan punggung membungkuk ke depan.
Gambaran kliniknya kaki berada pada posisi rotasi luar, abduksi, dan sedikit
fleksi. Kaki tidak memendek, karena perlekatan rektus femoris memcegah kaput
bergeser keatas. Bila dilihat dari samping, tonjolan anterior pada kaput yang
berdislokasi tampak jelas. Kadang-kadang kaki berabduksi hampir mencapai
sudut siku-siku. Caput yang menonjol mudah diraba. Gerakan pinggul tidak dapat
dilakukan. Sinar-X pada foto AP dislokasi biasanya jela, tetapi kadang-kadang
kaput hampir berada di depan posisi normal, setiap keragu-raguan dipecahkan
dengan pengambilan foto lateral. Terapi dan komplikasi, manuver yang digunakan
hampir sama dengan yang digunakan untuk mereduksi dislokasi posterior, kecuali
bahwa, sewaktu paha yang berfleksi itu ditarik ke atas, paha harus di adduksi.
Terapi berikutnya mirip dengan terapi dislokasi posterior. Nekrosis avaskular
adalah komlikasi satu-satunya.5
Dislokasi pusat jatuh pada sisi atau pukulan pada trokanter mayor, dapat
mendorong kaput femoris ke lantai asetabulum dan menyebabkan fraktur pelvis.
Gambaran kliniknya paha lecet-lecet atau memar tetapi kaki terletak pada posisi
normal. Trokanter dan daerah pinggul terasa nyeri. Sedikit gerakan dapat
dilakukan, pasien harus diperiksa secra cermat untuk melihat ada tidaknya cedera
17
pelvis dan perut. Sinar-X kaput femoris bergeser ke medial dan lantai asetabulum
mengalami fraktur. Terapi harus selalu dicoba untuk melakukan redulsi terhadap
dislokasi dan memulihkan bentul lazim pinggul. Sekalipun OA sekunder tak dapat
dielakan, paling tidak anatomi yang normalakan mempermudah pembedah
rokonstruktif. Dislokasi pusat yang disertai kominusi pada lantai asetabulum
kadam-kadang dapat direduksi dengan manipulasi dibawah anestesi umum. Ahli
bedah menarik paha dengan kuat dan mencoba mengungkit keluar kaput femoris
dengan mengadduksi paha, menggunakan bantalan yang keras sebagai titik
tumpuh. Kalau cara ini berhasil, traksi kerangka longitudinal dipertahankan 4-6
minggu, dengan pemeriksaan sinar-X untuk memastikan bahwa kaput femoris
tetap di bawah bagian asetabulum yang menahan beban. Kalau manipulasi gagal,
kombinasi traksi kerangka longitudinal, dan lateral dapat mereduksi dislokasi
selama 2-3 minggu. Jika cara ini tidak berhasil sebaiknya kita cukup puas dengan
reduksi yang tidak sempurna. Pada semua metode ini, gerakan perlu dimulai
secepat mungkin. Bila traksi dilepas pasien diperbolehakan bangun dengan kruk
penopang. Penahan beban diperbolehkan setelah 8 minggu. Hasilnya terhadap
fungsi lebih baik daripada yang ditunjukkan pada penampilan sinar-X: tetapi
semua gerakan kecuali fleksi dan ekstensi tetap sangat terbatas, dan pada akhirnya
terjadi artritis degeneratis, kecuali pergeseran hanya sedikit. Komplikasi dini
cedera viseral dan syok hebat, komplikasi selanjutnya kekakuan sendi.5
Fraktur leher femur sering sekali nterjadi pada manula. Sebagian besar pasien
ialah seorang wanita berusia 80 atau 90an dan kaitannya dengan osteoporosis
demikian nyata sehingga insiden fraktur femur digunakan sebagai ukuran
osteoporosisyang berkaitan dengan umur dalam pengkajian kependudukan.
Namun hal ini bukan semata-mata akibat penuan: fraktur cenderung terjadi pada
osteopenia di atas rata-rata, banyak diantaranya yang mengalami kelainan yang
menyebabkan kehilangan jaringan tulang dan kelemahan tulang misalnya
osteomalasia, diabetes, stroke, alkoholisme, dan beberapa penyakit kronis lain,
beberapa keadaan ini juga menyebabkan meningkatnya kecendrugan jatuh.
Sebaliknya fraktur leher femur jarang terjadi pada orang negroid dan pasien
dengan osteoartritis pinggul. Mekanisme cedera: cedera sering terjadi akibat jatuh
pada trokanter mayor. Atau kaki wanita manula tersandung karpet dan pinggulnya
18
terpuntir pada rotasi luar. Beberapa pasien memiliki bukti fraktur tekanan pada
leher femur di masa lau. Sekali mengalami fraktur kaput dan leher bergeser ke
stadium yang semakin berat. Stadium I adalah fraktur yang tidak sepenuhnya
terimpaksi. Stadium II ialah fraktur lengkap tetapi tidak bergeser. Stadium III
fraktur lengkap dengan pergeseran sedang. Stadium IV fraktur yang bergeser
secara hebat. Bila dibiarkan tidak diterapi, fraktur stadium I yang tampaknya
benigna dapat dengan cepat berubah menjadi stadium IV. Kaput femoris
mendapat persediaan darah dari tiga sumber: pembuluh intramedular pada leher
femur, pembuluh sevikal asendens pada retinakulum kapsular, dan pembuluh
darah pada ligamentum kapitis femoris. Pasokan intramedula selalu terganggu
oleh fraktur, pembuluh retinakular juga dapat terobek kalau terdapat banyak
pergeseran. Pada manula pasokan yang tersisa pada ligamentum teres sangat kecil
dan pada 20% kasus, tidak ada. Itulah yang menyebabkan tingginya nekrosis
avaskular pada fraktur leher femur yang disertai pergeseran. Fraktur transervikal,
menurut definisi bersifat intrakapsular. Fraktur ini penyembuhannya buruk
karena: dengan robeknya pembuluh kapsul, melenyapkan persediaan utama pada
kaput, tulang intrasartikular hanya mempunyai periosteum yang tipis dan tak ada
kontak dengan jaringan lunak yang dapat membantu pembentukan kalus dan
cairan sinovial membantu mencegah pembekuan hematomaakibat fraktur itu.
Karena itu ketepatan aposisi dan impaksi fragmen tialang menjadi lebih penting
dari biasanya. Terdapat bukti bahwa aspirasi hemartrosis dapat meningkatkan
aliran darah dalam kaput femoris denganb mengurangi tamponade. Gambaran
klinik ialah biasanya terdapat riwayat jatuh, yang diikuti nyeri pinggul. Tungkai
pasien terdapat pada rotasi lateral dan akaki tampak pendek. Tetapi perlu
diperhatikan tidak semua fraktur pinggul demikian jelas. Pada faktur yang
terimpaksi pasien masih mungkin bisa berjalan, dan pasien yang sangat lemah
atau cacat mental mungkin tidak mengeluh sekalipun mengalami fraktur bilateral.
Pada sinar-X patahan itu jelas, tetapi fraktur yang terimpaksi dapat terlewatkan
bila tak hati-hati. Pergeseran dinilai melalui bentuk bayangan tulang yang
abnormal dan tingkat ketidakcocokan garis trabekular pada kaput femoris dan
ujung leher femur. Penilaian ini penting karena fraktur yang tidak terimpaksi atau
tak bergeser (stadium I dan II Garden) dapat membaik setelah fiksasi internal,
19
sementara fraktur yang bergeser sering mengalami non-union dan nekrisis
avaskuler. Mendiagnosis: ada 3 situasi dimana fraktur leher femur dapat
terlewatkan, kadang-kadang dengan akibat yang menakutkan, fraktur tekanan,
pasien manula dengan nyeri pinggul, mungkin dapat mengalami fraktur tekanan:
pemeriksaan sinar-X hasilnya normal tetapi tulang akan memperlihatkan lesi
“panas”, fraktur yang terimpaksi, garis fraktur tidak kelihatan, tetapi bentuk kaput
femoris dan leher berubah: selalu bandingkan kedua sisi. Fraktur yang tidak nyeri,
pasien yang berada di tempat tidur apat mengalami fraktur “diam”.6
Fraktur intertrokanter bersifat ekstrakapsular, sering ditemukan pada manula,
penderita osteoporosis. Kebanyakan pasien wanita berusia 80 tahunan, tapi
berbeda dengan fraktur intrakapsular, fraktur trokanter dapat menyatuh dengan
mudah dan jarang menimbulkan nekrosis avaskular. Mekanisme cedera
disebabkan oleh jatuh langsung pada trokanter mayor ataun oleh suatu cedera
pemuntirantak langsung. Retak diantra trokanter minor dan mayor dan fragmen
proximal cenderung bergese ke varus. Mungkin terdapat kominusi pada korteks
posteromedial. Fraktur intertrokanter terbagi atas fraktur yang stabil dan tak stabil.
Fraktur yang tak stabil terutama adalah fraktur yang korteks medialnya hancur,
sehingga terdapat fragmen bsar yang bergeser yang mencakup trokanter minor,
fraktur ini sangat sukar ditaham dengan fiksasi internal. Gambaran kliniknya
pasien biasanya tua dan tak sehat. Setelah jatuh dia tak dapt berdiri. Kaki lebih
pendek dan lebih berotasi keluar dibandingkan pada fraktur servikal (karena
fraktur bersifat ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat mengangkat kakinya. Sinar-
X fraktur tanpa pergeseran yang stabil dapat terlihat tidak lebih sebgai retakan
tipis disepanjang garis intertrokanter: sesungguhnya sering terdapat keraguan
apakan tulang mengalami fraktur. Biasanya fraktur bergeser dan terdapat banyak
kominusi. Kalau trokanter minor terpisah0pisah dan korteks medial terpotong-
potong, fiksasi internal mungkin tidak stabil dan penahan beban harus ditunda.
Terapi pada fraktur intertrokanter hampir selalu diterapi dengan fiksasi internal
dini, bukan karena fraktur itu tidak dapat menyatu oleh terapi konservatif tetapi
agar memperoleh posisi sebaik mungkin, dan agar pasien dapat bangun dan
berjalan secepat mungkin sehingga mengurangi komplikasi akibat terlalu lama
tiduran.fraktur yang bergese minimal direduksi dengan sedikit traksi dan rotasi
20
internal, posisi di cek dengan sinar-X dan fraktur diikat dengan alat yang
bersudut, sebaiknyan paku atau skrup peluncur yang merengkuh kapu femoris dan
leher serta diikat pada batang dengan sekrup. Kalau besifat kominutif dan tak
stabil, fraktur ini sering lebih baik direduksi dengan sedikit rotasi luar, suatu alat
peluncur yang memungkinkan fragmen terimpaksi (misalnya: suatu sekrup
pinggul dinamis) sangat diperlukan pada kasusu ini. Sebagai pendekatan alternatif
ialah menghindari reduksi anatomis dan mencoba mencapai stabilitas, dengan
menggeser batang distal ke medial dan atau valgus, mengimpaksi fragmen dan
memasang fiksasi internal. Kalau korteks medial tampak sangat berkurang,
mungkin lebih baik bila ditambah dengan pencangkokan tulang. Pasca operasi
latihan dimulai pada hari setelah operasi dan pasien dibiarkan bangun dan
penahan beban sebagian dimulai secepat mungin. Komplikasi dini ialah nekrosis
avaskular dan OA. Komplikasi selanjutnya ialah deformitas dan non union.
Fraktur ini biasa terjadi akibat penyakit metastatik atau mieloma. Kecuali bila
pasien sedang menghadapi penyakit terminal, fiksasi fraktur dibutuhkan untuk
menjamin kualitas hidup yang dapat diterima disepanjang sisa umurnya. Selain
fiksasi internal, semen metilmetakrilat dapat dibubuhkan pada tempat cacat untuk
memperbaiki stabilitas. Kalau leher femur terlibat, penggantian tulang dengan
protesis semen mungkin lebih baik. Terapi operasi hampir selalu dilakukan,
prinsip terapi ialah reduksi yang tepat, fiksasi secara erat dan aktivitas dini. Bila
pasien dibawah anastesi, pinggul dan lutut di fleksikan dan paha mengalami
fraktur ditaris ke atas, kemudian dirotasikan secara internal, lalu diekstensikan dan
di abduksi, akhirnya kaki diikatkan pada footpiece. Pengawasan dengan sinar-X
digunakan untuk memastikan reduksi pada AP dan lateral. Diperlukan reduksi
yang tepat pada stadium III dan IV, fiksasi pada fraktur yang tak tereduksi hanya
mengundang kegagalan. Kalau fraktur stadium III atau IV tidak dapat direduksi
secara tertutup dan pasien berumur dibawah 60 tahun, dianjurkan untuk
melakukan reduksi terbuka melalui pendekatan anterolateral. Tetapi pada pasien
tua sekitar 70 tahunan cara ini jarang diperbolehkan. Kalau dua cara cermat untuk
melakukan reduksi tertutup gagal, lebih baik dilakukan penggantian prostetik.
Komplikasi umum: nekrosis avaskular, non-union dan OA.4,5
21
Fraktur batang femur baik proximal maupun distal, batang femur sendiri
dilapisi dengan baik oleh otot yang kuat yang juga memiliki manfaat untuk
melindungi tulang dari semua gaya kecuali gaya yang paling kuat, tetapi
kerugiannya bila terjadi fraktur fraktur itu sering bergeser hebat oleh tarikan otot,
sehingga memerlukan traksi yang sangat kuat dan lama untuk mereduksinya.
Beberapa macam frakturnya : fraktur spiral biasanya disebabkan oleh jatuh
dengan posisi kaki tertambat sementara daya pemuntir ditransmisikan ke femur.
Fraktur oblik biasanya akibat benturan langsung, karena itu sering ditemukan
pada kecelakaan sepeda motor. Pada benturan yang keras mungkin fraktur dapat
bersifat kominutif atau tulang dapat patah lebih dari pada 1 tempat (fraktur
segmental). Meskipun jaringan lunak sering mengalami cedera dan perdarahan
mungkin hebat, otot masih dapat menstabilkan fraktur batang tengah yang
ditraksi. Gambaran klinik: sebagian besar pasien orang dewasa muda. Terjadi
syok hebat, dan pada fraktur tertutup emboli lemak sering ditemukan. Kaki
berotasi luar dan mungkin memendek dan mengalami deformitas. Paha
membengkak dan memar. Sinar-X fraktur dapat terjadi pada setiap bagian batang,
fraktur tersebut dapat berbentuk spiral atau melintang.5
2.6. Stadium Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan fraktur terdiri atas lima stadium yaitu :18
Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai
usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan – kerusakan yang dialaminya. Proses
penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :
1. Fase Reaktif
a. Fase hematom dan inflamasi
b. Pembentukan jaringan granulasi
2. Fase Reparatif
a. Fase pembentukan callus
b. Pembentukan tulang lamellar
3. Fase Remodelling
a. Remodelling ke bentuk tulang semula
Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi atas
penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder.
22
Gambar 4. Fase Remodelling
Proses penyembuhan Fraktur Primer
Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi upaya
langsung oleh korteks untuk membangun kembali dirinya ketika kontinuitas
terganggu. Agar fraktur menjadi menyatu, tulang pada salah satu sisi korteks
harus menyatu dengan tulang pada sisi lainnya (kontak langsung) untuk
membangun kontinuitas mekanis. Tidak ada hubungan dengan pembentukan
kalus. Terjadi internal remodelling dari haversian system dan penyatuan tepi
fragmen fraktur dari tulang yang patah.
Ada 3 persyaratan untuk remodeling Haversian pada tempat fraktur adalah:
1. Pelaksanaan reduksi yang tepat
2. Fiksasi yang stabil
3. Eksistensi suplai darah yang cukup
Penggunaan plate kompresi dinamis dalam model osteotomi telah
diperlihatkan menyebabkan penyembuhan tulang primer. Remodeling haversian
aktif terlihat pada sekitar minggu ke empat fiksasi.
23
Gambar 5. Proses penyembuhan fraktur primer
Proses Penyembuhan Fraktur Sekunder
Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan jaringan-
jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar
dibedakan atas 6 fase/stadium, yakni fase hematom (inflamasi), fase cartilage
formation dan angiogenesis, fase cartilage calcification, fase cartilage removal,
fase bone formation dan remodelling.
1. Fase Inflamasi:
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cedera dan
pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami
devitalisasi karena terputusnya pasokan darah terjadi hipoksia dan inflamasi yang
menginduksi ekpresi gen dan mempromosikan pembelahan sel dan migrasi
menuju tempat fraktur untuk memulai penyembuhan.
Berkumpulnya darah pada fase hematom awalnya diduga akibat robekan
pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Namun pada
perkembangan selanjutnya hematom bukan hanya disebabkan oleh robekan
pembuluh darah tetapi juga berperan faktor-faktor inflamasi yang menimbulkan
kondisi pembengkakan lokal. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur
terjadi sampai 2 – 3 minggu.
1. Fase Cartilage formation dan angiogenesis
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-
benang fibrin, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast
24
dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endotel,
dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks
kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrous dan tulang rawan
(osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan
tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Tetapi
gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Pada fase ini dimulai pada
minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada minggu ke 4 – 8.
2. Fase cartilage calcification
Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai terbentuk
jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau umumnya
disebut sebagai jaringan tulang rawan. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan
lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah
terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrous,
tulang rawan, dan tulang serat matur. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar
fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous.
Pusat dari kalus lunak adalah kartilogenous yang kemudian bersama
osteoblast akan berdiferensiasi membentuk suatu jaringan rantai osteosit, hal ini
menandakan adanya sel tulang serta kemampuan mengantisipasi tekanan mekanis.
Proses cepatnya pembentukan kalus lunak yang kemudian berlanjut sampai
fase remodelling adalah masa kritis untuk keberhasilan penyembuhan fraktur.
3. Fase Cartilage Removal
Ketika tulang rawan sudah mengalami kalsifikasi, neoangigenesis terjadi.
Pembuluh darah yang baru terbentuk membawa sel perivascular osteoprogenitor
dan tulang rawan yang mengalami kalsifikasi tersebut kemudian diserap kembali
oleh chondroclast. Tulang immature kemudian turun ke bawah untuk mengganti
kartilago ini.
4. Fase Bone formation
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang yang
immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan tulang
ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris pada
daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara fragmen
dengan tulang yang baru.
25
Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang
cukup kuat untuk menerima beban yang normal.
5. Fase Remodelling
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan bentuk
yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus
menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.
Rongga medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada ukuran
semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk semulanya, terutama
pada anak-anak.
Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi.
Adapun hal hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan foto roentgen :
Adakah fraktur, di mana lokasinya ?
- Tipe (jenis fraktur dan kedudukan fragmen
- Bagaimana struktur tulang
o Biasa ?
o Patologik ?
- Bila dekat/pada persendian
o Adakah dislokasi ?
o Fraktur epifisis ?
o Pelebaran sela sendi karena efusi ke dalam rongga sendi ?
26
Pemeriksaan radiologik selanjutnya adalah untuk kontrol :
a. Segera setelah reposisi untuk menilai kedudukan fragmen. Bila dilakukan
reposisi terbuka perlu diperhatikan keududukan pen intramedular
(kadanag-kadang pen menembus tulang), plate dan screw (kadang-kadang
screw lepas)
b. Pemeriksaan periodik untuk menilai penyembuhan fraktur
o Pembentukan callus
o Konsolidasi
o Remodeling : terutama pada anak-anak
o Adanya komplikasi
Fraktur kollum femoris terutama pada orang-orang tua dan yang tulangnya
porotik. Bila fraktur intrakapsuler, hal ini sering mengakibatkan nekrosis
avascular kaput femur karena terputusnya aliran darah ke kaput femur.
Pembentukan kallus pada fraktur kollum femur biasanya sedikit. Penentuan
konsolidasi terutama didasarkan adanya kontinuitas trabekula melalui garis
fraktur.
2.7. Kelainan Penyembuhan Fraktur
Tulang memperlihatkan kemudahan penyembuhan yang besar tetapi dapat
terjadi sejumlah penyulit atau terdapat kelainan dalam proses penyembuhan.
2.7.1. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan
deformitas, angulasi atau pergeseran.
27
2.7.2. Penyatuan tertunda
Keadaan ini umum terjadi dan disebabkan oleh banyak faktor, pada
umumnya banyak diantaranya mempunyai gambaran hiperemia dan dekalsifikasi
yang terus menerus. Faktor yang menyebabkan penyatuan tulang tertunda antara
lain karena infeksi, terdapat benda asing, fragmen tulang mati, imobilisasi yang
tidak adekuat, distraksi, avaskularitas, fraktur patologik, gangguan gizi dan
metabolik.
2.7.3. Non union (tidak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang-
kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan
lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat
patologis.
2.8 Penatalaksanaan Fraktur
Terapi darurat di tempat kecelakaan, syok harus diterapi dan fraktur dibebat
sebelum pasien dipindahkan. Tungkai yang mengalami cedera dapat diikat pada
kaki yang satunya atau dengan bebat yang sesuai. Untuk pengangkutan, idealnya
digunakan bebat Thomas: kaki ditarik lurus dan dilewatkan melalui cincin bebat,
kaki yang dipasangi ladam diikat pada persilangan untuk mempertahankan traksi,
dan tungkai serta bebat dibalut bersama-sama dengan erat. Begitu sampai di
rumah sakit dan cocok untuk operasi, pasien di anstesi, bebat dilepas, dan
diberikan terapi yang pasti. Terapi definitif (pilihan metode), pada fraktur tertutup
terdapat 4 metode pilihan yaitu, traksi, traksi traksi yang diikuti dengan
penguatan, reduksi terbuka dengan pemasangan paku intramedula dan
pemasangan intramedula secara tertutup.terapi non operasi tak dapat diandalkan
untuk fraktur pada setengah bagian atas femur, kelompok dimana fiksasi internal,
terutama dengan pemasangan paku intramedula dapat dilakukan dengan mudah
dapat dipercaya. Fiksasi internal dapat digunakan untuk fraktur melintang pada
setengah bagian proximal tulang, terutama kalau reduksi tertutup sulit
dipertahankan. Terapi definitif (teknik) traksi dan pembebatan pada orang dewasa
membutuhkan traksi kerangka dengan pen atau kawat Kirschner yang diikat kuat-
kuat dibelakang tuberkel tibia. Traksi (8-10 kg untuk orang dewasa) dipasang
28
melalui kerekan di kaki tempat tidur. Tungkai biasanya disokong dengan bebat
Thomas dan suatu belah fleksi akan memungkinkan gerakan lutut. Sesungguhnya
traksi kerangka tanpa bebat (traksi perskin) memiliki keuntungan memperkecil
distorsi fraktur dan memungkinkan gerakan yang lebih bebasdi tempat tidur.
Latihan dimulai sesegera mungkin. Bila fraktur telah lengket sekitar 6 minggu
traksi dapat dihentiukan dan pasien diperbolehkanbangun dan menahan
bebansebagian dalam gips atau brace. Untuk fraktur pada sebagian atas femur,
spika gips adalah yang paling aman, tapi cara ini akan pasti memperpanjang
kekakuan sendi. Jenis perlindungan ini diperlukan hingga fraktur telah
berkonsolidasi. Pemasangan paku medula secara terbuka, operasi dilakukan di
bawah anestesi umum dengan posisi pasien miring. Fraktur didekati dengan insisi
lateral dan fragmen dipegang melaului pemegang tulang sehingga dapat dilihat,
batang pemandu dimasukkan melalui fragmen proximal sampai muncul insisi
kecil yang kedua dibokong. Fragmen proximal kemudian dilebarkan dengan alat
pelebar (reamer) yang diameternya semakin besar, kalu mungkin sampai 12-14
mm. pemasangan paku medula secara tertutup, dilakukan pada posisi pasien
miring, metode ini digunakan pada hampir semua fraktur batang femur. Sistem
implan dasar terdiri dari atas paku intramedula yang berlubang di dekat tiap
ujungnya sehingga sekrup pengunci dapat dimasukkan secara melintang pada
ujung distal dan secar oblik pada ujung proximal, ini akan mengendalikan rotasi
dan menjaga stabilitas sekalipun pada fraktur subtrokanter dan fraktur 1/3 bagian
distal.pada fraktur proximal dan sepertiga distal dan juga fraktur kominutif,
diperlukan sekrup pengunci.
2.9. Komplikasi Fraktur
2.9.1. Sindrom Emboli Lemak
Sindrom emboli lemak merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat
menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung-gelembung lemak
terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang
lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh-
pembuluh darah pulmonari yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari
sindrom emboli lemak mencakup dispneu, perubahan dalam status mental (gaduh,
gelisah, marah, bingung, stupor), takikardia, demam dan ruam kulit ptechie.
29
2.9.2. Sindrom Kompartemen
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga
menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan
kerusakan pada otot. Gejala-gejalanya mencakup rasa sakit karena ketidakseim-
bangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan
pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang terlibat,
dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering
(tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
2.9.3. Nekrosis Avaskular (Nekrosis Aseptik)
Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal
ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher),
saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah.
Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu
yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar
dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang
penting. Pemeriksa harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat
intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban.
2.9.4. Osteomyelitis
Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum
dan korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk
melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak,
fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi
karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka
vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar.
2.9.5. Gangren Gas
Gas gangren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium
saprophystik gram-positif anaerob yaitu antara lain Clostridium welchii atau
Clostridium perfringens. Clostridium biasanya akan tumbuh pada luka dalam
yang mengalami penurunan suplai oksigen karena trauma otot. Jika kondisi ini
30
terus terjadi, maka akan terdapat edema, gelembung – gelembung gas pada tempat
luka. Tanpa perawatan, infeksi toksin tersebut dapat berakibat fatal.
2.10. Prognosis
Prognosis baik bila segera ditangani dengan terapi darurat dan setelahnya
dengan terapi berupa operasi dan pasca operasi dilakukan latihan sesegera
mungkin untuk mencegah kekakuan sendi yang akan terjadi bila bagian tersebut
lama tidak digunakan. masa penyembuhan tergantung pada masing-masing
pasien.
2.11. Pencegahan Fraktur
Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada
umumnya fraktur disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik
ringan maupun berat. Pada dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma
adalah suatu tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang
menyebabkan fraktur.
2.11.1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya
trauma benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas
yang berat atau mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati-hati, memperha
tikan pedoman keselamatan dengan memakai alat pelindung diri.
2.11.2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat-akibat yang lebih
serius dari terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat
dan terampil pada penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang benar agar
tidak memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya
dilakukan pengobatan. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat bentuk dan
keparahan tulang yang patah. Pemeriksaan dengan foto radiologis sangat
membantu untuk mengetahui bagian tulang yang patah yang tidak terlihat dari
luar. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa traksi, pembidaian dengan gips
atau dengan fiksasi internal maupun eksternal.
31
2.11.3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk mengurangi
terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan pemulihan yang
tepat untuk menghindari atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan
disesuaikan dengan jenis dan beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan
rehabilitasi. Rehabilitasi medis diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh
untuk dapat kembali melakukan mobilisasi seperti biasanya. Penderita fraktur
yang telah mendapat pengobatan atau tindakan operatif, memerlukan latihan
fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi gerakan dari tulang yang patah.
Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan
mempertahankan reduksi dan imobilisasi antara lain meminimalkan bengkak,
memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan dan
pengaturan otot, partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan
aktivitas ringan secara bertahap.